Impor untuk Jangka Pendek, HPP Premium untuk Jangka Panjang
Penulis : Asni Harismi. http://www.mediaindonesia.com/read/2010/12/12/185739/4/2/Impor-untuk-Jangka-Pendek-HPP-Premium-untuk-Jangka-Panjang
MI/Teresia Aan Meliana/rj
JAKARTA--MICOM: Wacana impor beras tambahan yang dilakukan pemerintah terus menuai kritik. Menurut pengamat ekonomi M. Husein Sawit, Harga Pembelian Pemerintah (HPP) beras premium harus segera diselesaikan sebagai solusi perberasan jangka panjang.
"Kelemahan HPP medium yang sekarang ialah Bulog menjadi hanya mampu menyerap gabah ketika panen raya. Setelah itu, musim kering menyebabkan harga naik karena kualitas juga naik. Bulog tidak bisa melakukan pembelian karena HPP hanya berlaku untuk beras kualitas rendah," tandas Husein ketika dihubungi, kemarin.
Kebijakan pengaturan HPP premium ini, tambah Husein, merupakan langkah paling tepat agar Bulog juga bisa menyerap gabah dengan kualitas bagus. Selama ini, beras kualitas bagus seperti IR-64 I dan IR-64 II dari gudang Bulog lebih banyak didapat dari impor. Pengaturan HPP premium ini diharapkan menguntungkan Bulog dalam hal biaya penyimpanan.
"Nantinya beras kualitas premium itu masuk ke cadangan beras pemerintah, bukan untuk penyaluran raskin. Manfaat cadangan pemerintah dengan beras premium itu menyebabkan penyimpanan bisa lebih lama dan biaya penyimpanannya juga jadi lebih murah," ungkap Husein.
Selain itu, dengan ketersediaan beras premium di gudang Bulog, operasi pasar di waktu paceklik seperti saat ini bisa berlangsung lebih efektif. Pun, jika Indonesia ingin memberi bantuan beras ke luar negeri, kualitas yang digelontorkan bukan kulitas beras untuk raskin.
"Kan malu kalau kita sumbang negara lain dengan beras medium yang biasa untuk raskin," katanya.
Selama ini, aturan mengenai HPP berpayung hukum Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2009 tentang Kebijakan Perberasan. Di situ, harga gabah kering panen (GKP) di petani Rp 2.640/kilogram, GKP di penggilingan Rp 2.685/kg, sedangkan gabah kering giling (GKG) di penggilingan Rp 3.300/kg, GKG di gudang Bulog Rp 3.345/kg, dan harga beras di gudang Bulog kelas medium sebesar Rp 5.060.
Dengan harga ini, Bulog tidak bisa menyerap produksi dalam negeri terutama saat memasuki musim paceklik. Pasalnya, petani enggan melepas stok berasnya sehingga harga jual beras di tingkat petani mencapai di atas Rp 6.000, sementara toleransi pembelian oleh Bulog hanya sekitar 5-10%.
Hingga saat ini, Indonesia telah melakukan deal impor dengan Vietnam sebanyak 550 ribu ton dan Thailand 50 ribu ton. Namun, berembus kabar bahwa Tanah Air akan kembali melakukan impor sebanyak 230 ribu ton, menyusul meroketnya harga beras nasional. Pemerintah melalui Bulog hingga kini masih mencoba mengendalikan harga lewat operasi pasar.
"Indonesia memang pernah mempertimbangkan limit impor beras hingga 1 juta ton, tapi saya harap pemerintah bisa dengan arif mempertimbangkan untuk impor lagi karena dikhawatirkan harga justru akan jatuh ketika panen sekitar Maret 2011 mendatang," pungkasnya. (*/OL-10)
"Kelemahan HPP medium yang sekarang ialah Bulog menjadi hanya mampu menyerap gabah ketika panen raya. Setelah itu, musim kering menyebabkan harga naik karena kualitas juga naik. Bulog tidak bisa melakukan pembelian karena HPP hanya berlaku untuk beras kualitas rendah," tandas Husein ketika dihubungi, kemarin.
Kebijakan pengaturan HPP premium ini, tambah Husein, merupakan langkah paling tepat agar Bulog juga bisa menyerap gabah dengan kualitas bagus. Selama ini, beras kualitas bagus seperti IR-64 I dan IR-64 II dari gudang Bulog lebih banyak didapat dari impor. Pengaturan HPP premium ini diharapkan menguntungkan Bulog dalam hal biaya penyimpanan.
"Nantinya beras kualitas premium itu masuk ke cadangan beras pemerintah, bukan untuk penyaluran raskin. Manfaat cadangan pemerintah dengan beras premium itu menyebabkan penyimpanan bisa lebih lama dan biaya penyimpanannya juga jadi lebih murah," ungkap Husein.
Selain itu, dengan ketersediaan beras premium di gudang Bulog, operasi pasar di waktu paceklik seperti saat ini bisa berlangsung lebih efektif. Pun, jika Indonesia ingin memberi bantuan beras ke luar negeri, kualitas yang digelontorkan bukan kulitas beras untuk raskin.
"Kan malu kalau kita sumbang negara lain dengan beras medium yang biasa untuk raskin," katanya.
Selama ini, aturan mengenai HPP berpayung hukum Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2009 tentang Kebijakan Perberasan. Di situ, harga gabah kering panen (GKP) di petani Rp 2.640/kilogram, GKP di penggilingan Rp 2.685/kg, sedangkan gabah kering giling (GKG) di penggilingan Rp 3.300/kg, GKG di gudang Bulog Rp 3.345/kg, dan harga beras di gudang Bulog kelas medium sebesar Rp 5.060.
Dengan harga ini, Bulog tidak bisa menyerap produksi dalam negeri terutama saat memasuki musim paceklik. Pasalnya, petani enggan melepas stok berasnya sehingga harga jual beras di tingkat petani mencapai di atas Rp 6.000, sementara toleransi pembelian oleh Bulog hanya sekitar 5-10%.
Hingga saat ini, Indonesia telah melakukan deal impor dengan Vietnam sebanyak 550 ribu ton dan Thailand 50 ribu ton. Namun, berembus kabar bahwa Tanah Air akan kembali melakukan impor sebanyak 230 ribu ton, menyusul meroketnya harga beras nasional. Pemerintah melalui Bulog hingga kini masih mencoba mengendalikan harga lewat operasi pasar.
"Indonesia memang pernah mempertimbangkan limit impor beras hingga 1 juta ton, tapi saya harap pemerintah bisa dengan arif mempertimbangkan untuk impor lagi karena dikhawatirkan harga justru akan jatuh ketika panen sekitar Maret 2011 mendatang," pungkasnya. (*/OL-10)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar