Dasar Pemikiran Pemerintah Menyusun RUU Yogyakarta
Gagah Wijoseno - detikNews
Jakarta - Banyak yang menyebut pemerintah berniat mencabut status keistimewaan Yogyakarta melalui RUU Keistimewaan Yogyakarta. Ada pula yang menuding pemerintah sengaja mengabaikan aspirasi warga Yogykarta yang meminta dilanjutkannya sistem penetapan Sultan Hamengkubuwono-Paku Alam sebagai pasangan Gubernur-Wagub DIY.
Kini draf RUU yang kontroversial itu sudah tuntas pemerintah susun dan sampaikan kepada DPR untuk dibahas lalu sahkan sebagai UU. Pemikiran pemerintah yang mendasari sebagaimana dalam RUU Keistimewaan Yogyakarta, dapat kita baca di bagian penjelasan umum.
Penekanannya adalah bahwa Keistimewaan Yogyakarta tidak sebatas kepada penetapan duet Sultan-Paku Alam sebagai pasangan Gubernur-Wagub DIY dan karenanya perlu ada payung hukum khusus untuk penegasannya. Payung hukum ini juga diniatkan sebagai rambu-rambu pengelolaan pemerintahan DIY di masa-masa mendatang yang sudah pasti akan makin heterogen warganya.
Berikut ini kutipan lengkap dari pembukaan bagian penjelasan RUU Keistimewaan Yogyakarta.
Status istimewa yang melekat dalam Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan bagian integral dalam sejarah pendirian negara-bangsa Indonesia. Pilihan sadar Sultan Hamengku Buwono IX dan Adipati Paku Alam VIII untuk menjadi bagian dari Republik Indonesia, dan bukan berdiri sendiri, serta kontribusinya untuk melindungi simbol negara-bangsa di masa awal kemerdekaan telah tercatat dalam sejarah Indonesia.
Pilihan untuk menjadi bagian Indonesia merupakan refleksi filosofis Kesultanan, Pakualaman, dan masyarakat Yogyakarta secara keseluruhan yang mengagungkan ke-bhinneka-an dalam ke-ika-an sebagaimana tertuang dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Masyarakat Yogyakarta yang relatif homogen di awal kemerdekaan secara sadar meleburkan diri ke dalam masyarakat Indonesia yang sangat majemuk, baik dari sisi etnis, agama, maupun adat istiadat.
Pilihan ini membawa resiko masyarakat Yogyakarta menjadi bagian kecil dari dalam masyarakat Indonesia yang besar dan majemuk. Oleh karenanya, keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta harus memberikan pondasi bagi masyarakat multikultural sehingga mampu membangun keharmonisan dan kohesivitas sosial yang berperikeadilan.
Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, meskipun Yogyakarta dapat saja menjadi negara yang merdeka, Sultan Hamengku Buwono IX dan Paku Alam VIII memutuskan untuk menjadi bagian istimewa dari Indonesia. Masing-masing tokoh ini, secara terpisah tetapi dengan format dan isi yang sama, mengeluarkan Maklumat tertanggal 5 September 1945 yang kemudian dikukuhkan dengan Piagam Kedudukan Presiden Republik Indonesia tanggal 6 September 1945 menyatakan integrasi Yogyakarta ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memilih status keistimewaan.
Keputusan di atas memiliki arti sangat penting bagi Indonesia karena telah memberikan wilayah dan penduduk yang kongkrit bagi Indonesia yang baru memproklamasikan kemerdekaannya. Peran Yogyakarta terus berlanjut di era revolusi kemerdekaan yang diwujudkan melalui usaha-usaha Kesultanan dan Pakualaman serta rakyat Yogyakarta dalam mempertahankan, mengisi, dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Yogyakarta saat ini dan ke depan, dapat dipastikan akan terus mengalami perubahan sosial yang sangat dramatis. Masyarakat Yogyakarta kini memasuki sebuah fase baru yang ditandai oleh munculnya masyarakat berwajah ganda (dual faces society).
Di satu sisi, masyarakat tersusun secara hierarkhis mengikuti pola hubungan patron-client di masa lalu, di sisi yang lain, memiliki corak horizontal yang kuat. Perkembangan di atas, sekalipun telah membawa perubahan mendasar, namun tidak secara otomatis menghilangkan posisi Kesultanan dan Pakualaman sebagai sumber rujukan budaya bagi mayoritas masyarakat. Kesultanan dan Pakualaman masih tetap ditempatkan sebagai simbol pengayom bagi kehidupan warga masyarakat dan tetap diharapkan sebagai ciri keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pengaturan keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta pada peraturan perundang-undangan sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap konsisten dengan memberikan pengakuan keberadaan suatu daerah yang bersifat istimewa. Bahkan Pasal 18B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dihasilkan melalui proses perubahan Undang-Undang Dasar 1945 tetap saja memberikan pengakuan eksistensi suatu daerah yang bersifat istimewa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Namun, konsistensi pengakuan atas status keistimewaan sebuah daerah, tidak diikuti pengaturan yang komprehensif dan jelas mengenai substansi keistimewaannya. Kewenangan yang diberikan kepada Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 semata-mata mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 tahun 1948 yang menganut ajaran rumah tangga materiil yang memperlakukan sama semua daerah di Indonesia.
Hal yang sama juga terjadi pada masa berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 sampai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Hal-hal di atas telah memunculkan interpretasi bahwa Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta hanya pada kedudukan Gubernur dan Wakil Gubernur.
Oleh karena itu, diperlukan perubahan, penyesuaian dan penegasan terhadap substansi keistimewaan yang diberikan kepada Provinsi Daerah Istimewa melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam rangka perubahan, penyesuaian dan penegasan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, perlu dibentuk dalam suatu Undang-Undang tentang Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pengaturan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta bertujuan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, demokratis, ketentraman dan kesejahteraan masyarakat, menjamin ke-bhinneka-tunggal-ika-an, dan melembagakan peran dan tanggung jawab Kesultanan dan Pakualaman dalam menjaga dan mengembangkan budaya Yogyakarta yang merupakan warisan budaya bangsa. Pengaturan tersebut dilakukan dengan berlandaskan pada asas demokrasi, kerakyatan, ke-bhinneka-tunggal-ika-an, efektivitas pemerintahan, kepentingan nasional, dan pendayagunaan kearifan lokal.
Oleh karenanya, dan dengan memperhatikan aspek historis, sosiologis, dan yuridis substansi keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta diletakkan pada level pemerintahan Provinsi. Kewenangan istimewa diletakkan dalam pengusulan pemberhentian Gubernur dan/atau Wakil Gubernur, penetapan kelembagaan Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, kebijakan kebudayaan, serta kebijakan pertanahan.
Konsekuensinya, Pemerintahan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai kewenangan meliputi kewenangan istimewa dan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah. Meskipun demikian, kewenangan yang telah dimiliki oleh Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota dalam Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sebagai konsekuensi dari penambahan kewenangan istimewa yang diberikan kepada Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, diperlukan dukungan pembiayaan tambahan di luar sumber-sumber penerimaan pemerintah provinsi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
(lh/her)
Kini draf RUU yang kontroversial itu sudah tuntas pemerintah susun dan sampaikan kepada DPR untuk dibahas lalu sahkan sebagai UU. Pemikiran pemerintah yang mendasari sebagaimana dalam RUU Keistimewaan Yogyakarta, dapat kita baca di bagian penjelasan umum.
Penekanannya adalah bahwa Keistimewaan Yogyakarta tidak sebatas kepada penetapan duet Sultan-Paku Alam sebagai pasangan Gubernur-Wagub DIY dan karenanya perlu ada payung hukum khusus untuk penegasannya. Payung hukum ini juga diniatkan sebagai rambu-rambu pengelolaan pemerintahan DIY di masa-masa mendatang yang sudah pasti akan makin heterogen warganya.
Berikut ini kutipan lengkap dari pembukaan bagian penjelasan RUU Keistimewaan Yogyakarta.
Status istimewa yang melekat dalam Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan bagian integral dalam sejarah pendirian negara-bangsa Indonesia. Pilihan sadar Sultan Hamengku Buwono IX dan Adipati Paku Alam VIII untuk menjadi bagian dari Republik Indonesia, dan bukan berdiri sendiri, serta kontribusinya untuk melindungi simbol negara-bangsa di masa awal kemerdekaan telah tercatat dalam sejarah Indonesia.
Pilihan untuk menjadi bagian Indonesia merupakan refleksi filosofis Kesultanan, Pakualaman, dan masyarakat Yogyakarta secara keseluruhan yang mengagungkan ke-bhinneka-an dalam ke-ika-an sebagaimana tertuang dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Masyarakat Yogyakarta yang relatif homogen di awal kemerdekaan secara sadar meleburkan diri ke dalam masyarakat Indonesia yang sangat majemuk, baik dari sisi etnis, agama, maupun adat istiadat.
Pilihan ini membawa resiko masyarakat Yogyakarta menjadi bagian kecil dari dalam masyarakat Indonesia yang besar dan majemuk. Oleh karenanya, keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta harus memberikan pondasi bagi masyarakat multikultural sehingga mampu membangun keharmonisan dan kohesivitas sosial yang berperikeadilan.
Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, meskipun Yogyakarta dapat saja menjadi negara yang merdeka, Sultan Hamengku Buwono IX dan Paku Alam VIII memutuskan untuk menjadi bagian istimewa dari Indonesia. Masing-masing tokoh ini, secara terpisah tetapi dengan format dan isi yang sama, mengeluarkan Maklumat tertanggal 5 September 1945 yang kemudian dikukuhkan dengan Piagam Kedudukan Presiden Republik Indonesia tanggal 6 September 1945 menyatakan integrasi Yogyakarta ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memilih status keistimewaan.
Keputusan di atas memiliki arti sangat penting bagi Indonesia karena telah memberikan wilayah dan penduduk yang kongkrit bagi Indonesia yang baru memproklamasikan kemerdekaannya. Peran Yogyakarta terus berlanjut di era revolusi kemerdekaan yang diwujudkan melalui usaha-usaha Kesultanan dan Pakualaman serta rakyat Yogyakarta dalam mempertahankan, mengisi, dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Yogyakarta saat ini dan ke depan, dapat dipastikan akan terus mengalami perubahan sosial yang sangat dramatis. Masyarakat Yogyakarta kini memasuki sebuah fase baru yang ditandai oleh munculnya masyarakat berwajah ganda (dual faces society).
Di satu sisi, masyarakat tersusun secara hierarkhis mengikuti pola hubungan patron-client di masa lalu, di sisi yang lain, memiliki corak horizontal yang kuat. Perkembangan di atas, sekalipun telah membawa perubahan mendasar, namun tidak secara otomatis menghilangkan posisi Kesultanan dan Pakualaman sebagai sumber rujukan budaya bagi mayoritas masyarakat. Kesultanan dan Pakualaman masih tetap ditempatkan sebagai simbol pengayom bagi kehidupan warga masyarakat dan tetap diharapkan sebagai ciri keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pengaturan keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta pada peraturan perundang-undangan sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap konsisten dengan memberikan pengakuan keberadaan suatu daerah yang bersifat istimewa. Bahkan Pasal 18B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dihasilkan melalui proses perubahan Undang-Undang Dasar 1945 tetap saja memberikan pengakuan eksistensi suatu daerah yang bersifat istimewa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Namun, konsistensi pengakuan atas status keistimewaan sebuah daerah, tidak diikuti pengaturan yang komprehensif dan jelas mengenai substansi keistimewaannya. Kewenangan yang diberikan kepada Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 semata-mata mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 tahun 1948 yang menganut ajaran rumah tangga materiil yang memperlakukan sama semua daerah di Indonesia.
Hal yang sama juga terjadi pada masa berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 sampai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Hal-hal di atas telah memunculkan interpretasi bahwa Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta hanya pada kedudukan Gubernur dan Wakil Gubernur.
Oleh karena itu, diperlukan perubahan, penyesuaian dan penegasan terhadap substansi keistimewaan yang diberikan kepada Provinsi Daerah Istimewa melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam rangka perubahan, penyesuaian dan penegasan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, perlu dibentuk dalam suatu Undang-Undang tentang Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pengaturan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta bertujuan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, demokratis, ketentraman dan kesejahteraan masyarakat, menjamin ke-bhinneka-tunggal-ika-an, dan melembagakan peran dan tanggung jawab Kesultanan dan Pakualaman dalam menjaga dan mengembangkan budaya Yogyakarta yang merupakan warisan budaya bangsa. Pengaturan tersebut dilakukan dengan berlandaskan pada asas demokrasi, kerakyatan, ke-bhinneka-tunggal-ika-an, efektivitas pemerintahan, kepentingan nasional, dan pendayagunaan kearifan lokal.
Oleh karenanya, dan dengan memperhatikan aspek historis, sosiologis, dan yuridis substansi keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta diletakkan pada level pemerintahan Provinsi. Kewenangan istimewa diletakkan dalam pengusulan pemberhentian Gubernur dan/atau Wakil Gubernur, penetapan kelembagaan Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, kebijakan kebudayaan, serta kebijakan pertanahan.
Konsekuensinya, Pemerintahan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai kewenangan meliputi kewenangan istimewa dan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah. Meskipun demikian, kewenangan yang telah dimiliki oleh Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota dalam Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sebagai konsekuensi dari penambahan kewenangan istimewa yang diberikan kepada Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, diperlukan dukungan pembiayaan tambahan di luar sumber-sumber penerimaan pemerintah provinsi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
(lh/her)
KOMENTAR [1]
BalasHapusQuote: "Konsekuensinya, Pemerintahan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai kewenangan meliputi kewenangan istimewa dan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah. Meskipun demikian, kewenangan yang telah dimiliki oleh Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota dalam Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sebagai konsekuensi dari penambahan kewenangan istimewa yang diberikan kepada Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, diperlukan dukungan pembiayaan tambahan di luar sumber-sumber penerimaan pemerintah provinsi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan."
Yth: Sri Sultan dan rahayat DIY serta para jajaran DIY mesti hati2 akan jebakan politik kotor para dedengkot liberalisme dimana politokrasi dan oprtunis sedang merajalela dan membangun jaring2 dan tipu muslihat.
Para oprtunis itu adalah politisi bayaran yang tanpa idealisme dan bisa menjual harta negara dan berkhianat terhadap UUD 1945 tanpa merasa risih dan tanpa merasa bersalah dengan kekuatan uang dan loby2nya serta cara apapun yg mereka sukai walaupun dengan cara2 yang imoral. Contohlah AS dimana para politisinya telah dibeli oleh AIPAC yang selalu menindas Rakyat Palestina dan berstandar ganda tanpa merasa risih dan malu.
Watak Kapitalisme adalah dalam jiwa liberalisme……. [sambung Komentar 2]
KOMENTAR [2]
BalasHapusKonsekwensinya adalah Kewajiban Rahayat dan Sultan serta para jajaran DIY yg utuhlah bersatu dan setia kepada kepribadian sendiri dan pesan ajaran luhut dan jangan mau di-obok2 dan dipelintir oleh para oportunis dan pengkhianat bangsa. Sekali anda ikut dengan mereka, maka selamanya DIY akan jadi budak dan sapi perahan para politisi oportunis dan tidak pernah akan membela rahayat dan Sultan serta jajaran DIY selamanya. Belajarlah dengan kondisi rahayat dan pemimpin AS yg telah tunduk dan menjadi goyimnya Zionis. Maka tak plak lagi, pola dan cara para liberalis itu, apalagi di Indonesia ini, mereka telah berkolaborasi dengan para kapitalis Asia Timur, Kapitalis Barat dan Kapitalis2 lainnya. Maka lengkaplah pengebirian UUD 1945 menjadi ladang perampokan terhadap hak2 dan kepentingan rakyat.
Mereka dengan dalih politik liberal, kebebasan dll, namun faktanya adalah melalui keputusan2 politik yg vested adalah perampasan Hak2 rakyat dan bahkan tidak segan2 menjual harta negara untuk kepentingan vested mereka. Tentu dengan dalih yg sudah dipersiapkan dan direncanakan dengan lengkap, termasuk legal kontensnya. Permainan ini sangat sulit dipahami oleh orang awam, tetapi akibatnya akan langsung dirasakan oleh masyarakat luas. Harga sangat tinggi, jebakan2 politik dan tekanan2 ekonomi bagi rahayat awam. Ini sudah masuk dalam pola formula pengendalian namanya... Dengan gerakan kebijakan fianasial atau kebijakan lainnya, maka mereka akan meraup untung BESAR....?? Inilah Kapitalis Sukses... [sambung Komentar 3]
KOMENTAR [3]
BalasHapusTujuan kepentingan politik para Kapitalis dan oportunis itu dan niat mereka merampas dan menguasai sumber2 kekuatan ekonomi dan rakyat DIY untuk menjadi ladang garapan dan jarahan baru bagi mereka para kaum serakah dan tak pernah puas. Ini zaman kerakusan dan penyakit hati yang gila harta dan kekuasaan. Bahkan ada terdengar... issue gila..bahwa mereka [??] tak segan2 ingin menjual beberapa pulau RI....[ memang kedengaran tidak waras.. tetapi ide semacam itu... bukan mimpi.. tapi memang ada pada niat dan pikiran mereka.. Itulah jiwa2 pengkhianat.. dan oportunis.. SERAKAH..
Waspadalah dengan komentar2 para konco2 dan pendukung permainan kotor para politisi liberalis dan oportunis dinegara RI sekarang2 ini. Mereka memang sudah sekolah di embahnya liberalis, jadi sangat pandai berdalih dan memainkan kata2 dan bahasa. Mereka memang sekolah dan diindoktrinasi dan otaknya dicuci semacam itu... Dewa mereka adalah uang, harta dan kekuasaan... itulah mimpi2 mereka untuk mencabik-cabik DIY.... Waspadalah mereka adalah liberalis oportunis...tulen.. Jiwa mereka adalah Harta..., Kekuasaan...dan Raja uang....[itulah ruh dan jiwa mereka..] Waspadalah... Eling... Pegang teguh wejangan leluhur.. dan kuatkan kepribadian kita sendiri... Gak usah takut atau kepincut...Bangkit dan Bersatulah DIY... Tolak RUUK itu... Itulah tipu2 kaum oportunis ... yang Serakah.... Waspada Eling... Eling...