PUTUSAN UJI MATERI
MK hapus penerapan sistem sekolah internasional
Oleh Arif Wicaksono - Selasa, 08 Januari 2013 | 16:45 WIB
http://nasional.kontan.co.id/news/mk-hapus-penerapan-sistem-rsbi-dan-sbi/2013/01/08
JAKARTA.
Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan keberadaan sistem Rintisan
Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) maupun Sekolah Berstandar
Internasional (SBI) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Hal ini diputuskan dalam sidang permohonan uji materi pasal 50 ayat 3
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Selasa (8/1).
Ketua MK Mahfud MD menyatakan, penerapan RSBI dan SBI dalam sistem pendidikan nasional bersifat inkonstitusional. Salah satu pertimbangannya karena sistem RSBI dan SBI memberikan perbedaan dan perlakuan antarsekolah dan antarpeserta didik apalagi sama-sama sekolah milik pemerintah.
Menurut majelis hakim konstisusi perbedaan ini bertentangan dengan prinsip konstitusi yang memberikan perlakuan yang adil bagi setiap warga dan tanpa pembedaan. "Amar putusan mengadili untuk menyatakan bahwa permohonan pemohon dikabulkan seluruhnya,â katanya, Selasa (8/1).
Pasal 50 ayat 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional berisi tentang pengaturan keberadaan RSBI maupun SBI. Pemohon uji materi terdiri dari Andi Akbar Fitriyadi dan Tim Advokasi Koalisi Anti Komersialisasi Pendidikan.
Dengan putusan MK ini, sekitar 1.300 sekolah yang berstatus RSBI akan kembali menjadi sekolah biasa atau reguler. Kemudian, setiap kebijakan terkait pungutan dalam RSBI dan pengkhususan pendanaan dipastikan tidak berlaku lagi.
Menurut Mahkamah pembedaan perlakuan demikian bertentangan dengan prinsip konstitusi yang harus memberikan perlakuan yang sama antarsekolah dan antarpeserta didik apalagi sama-sama sekolah milik pemerintah.
Ketua MK Mahfud MD menyatakan, penerapan RSBI dan SBI dalam sistem pendidikan nasional bersifat inkonstitusional. Salah satu pertimbangannya karena sistem RSBI dan SBI memberikan perbedaan dan perlakuan antarsekolah dan antarpeserta didik apalagi sama-sama sekolah milik pemerintah.
Menurut majelis hakim konstisusi perbedaan ini bertentangan dengan prinsip konstitusi yang memberikan perlakuan yang adil bagi setiap warga dan tanpa pembedaan. "Amar putusan mengadili untuk menyatakan bahwa permohonan pemohon dikabulkan seluruhnya,â katanya, Selasa (8/1).
Pasal 50 ayat 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional berisi tentang pengaturan keberadaan RSBI maupun SBI. Pemohon uji materi terdiri dari Andi Akbar Fitriyadi dan Tim Advokasi Koalisi Anti Komersialisasi Pendidikan.
Dengan putusan MK ini, sekitar 1.300 sekolah yang berstatus RSBI akan kembali menjadi sekolah biasa atau reguler. Kemudian, setiap kebijakan terkait pungutan dalam RSBI dan pengkhususan pendanaan dipastikan tidak berlaku lagi.
Menurut Mahkamah pembedaan perlakuan demikian bertentangan dengan prinsip konstitusi yang harus memberikan perlakuan yang sama antarsekolah dan antarpeserta didik apalagi sama-sama sekolah milik pemerintah.
PENGHAPUSAN RSBI/SBI: Komisi X DPR Anggap Langkah Maju
JAKARTA -- Anggota komisi X DPR Ahmad Zainuddin mengapresiasi hasil
keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang akhirnya membatalkan peraturan
pengadaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah
Bertaraf Internasional (SBI) yang berada di sekolah-sekolah pemerintah.
“Ini merupakan langkah maju bagi upaya peningkatan kualitas mutu pendidikan nasional, karena jika ingin berdaya saing global maka sekolah kita harus memiliki kemampuan dan kompetensi global,” ujarnya, Rabu (9/1).
Dia memaparkan seluruh pihak sangat menginginkan adanya sekolah yang berkualitas dan bermutu seperti sekolah-sekolah yang ada di luar negeri.
Namun tentu saja keinginan tersebut bisa dipenuhi jika pemerintah benar-benar merancang model sekolah yang memiliki kompetensi unggul, tanpa harus membebani masyarakat dengan biaya yang mahal.
Menurutnya, sekolah unggul bukan hanya dinilai dari outcome kognitif maupun medali olimpiade yang diraih saja. “Sekolah unggul adalah sekolah yang mampu menghasilkan siswa yang berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur sesuai dengan amanat UUD 1945."
Dia mengharapkan agar adanya pemerataan kesempatan bagi semua siswa untuk belajar di sekolah yang berkualitas tanpa adanya diskriminatif dan kastanisasi pendidikan.
Seperti diketahu MK menghapuskan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang berada di sekolah-sekolah pemerintah. Dan juga MK memutuskan RSBI bertentangan dengan UUD 1945 dan bentuk liberalisasi pendidikan.
Zainuddin menegaskan bahwa dengan keputusan MK ini maka sangat perlu untuk merevisi UU Sisdiknas seperti pada pasal 50 ayat (3) karena masyarakat tidak dapat mengakses satuan pendidikan RSBI/SBI ini lantaran biaya mahal. (if)
BEBERAPA PERTIMBANGAN MK ANTARA LAIN SEBAGAI BERIKUT:
“Ini merupakan langkah maju bagi upaya peningkatan kualitas mutu pendidikan nasional, karena jika ingin berdaya saing global maka sekolah kita harus memiliki kemampuan dan kompetensi global,” ujarnya, Rabu (9/1).
Dia memaparkan seluruh pihak sangat menginginkan adanya sekolah yang berkualitas dan bermutu seperti sekolah-sekolah yang ada di luar negeri.
Namun tentu saja keinginan tersebut bisa dipenuhi jika pemerintah benar-benar merancang model sekolah yang memiliki kompetensi unggul, tanpa harus membebani masyarakat dengan biaya yang mahal.
Menurutnya, sekolah unggul bukan hanya dinilai dari outcome kognitif maupun medali olimpiade yang diraih saja. “Sekolah unggul adalah sekolah yang mampu menghasilkan siswa yang berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur sesuai dengan amanat UUD 1945."
Dia mengharapkan agar adanya pemerataan kesempatan bagi semua siswa untuk belajar di sekolah yang berkualitas tanpa adanya diskriminatif dan kastanisasi pendidikan.
Seperti diketahu MK menghapuskan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang berada di sekolah-sekolah pemerintah. Dan juga MK memutuskan RSBI bertentangan dengan UUD 1945 dan bentuk liberalisasi pendidikan.
Zainuddin menegaskan bahwa dengan keputusan MK ini maka sangat perlu untuk merevisi UU Sisdiknas seperti pada pasal 50 ayat (3) karena masyarakat tidak dapat mengakses satuan pendidikan RSBI/SBI ini lantaran biaya mahal. (if)
BEBERAPA PERTIMBANGAN MK ANTARA LAIN SEBAGAI BERIKUT:
- Keberadaan RSBI dan SBI tidak sesuai dengan UUD 1945, khususnya berkaitan dengan kewajiban Negara mencerdaskan kehidupan bangsa , kewajiban negara tidak hanya berkaitan dengan dibuatnya UU Sisdiknas, namun juga berkaitan dengan penjaminan hak-hak warga-negara dapat terealisasi.
- SBI dan RSBI adalah bentuk liberalisasi pendidikan, jiwa dan semangat RSBI dan SBI merupakan komersialisasi pendidikan para penyelenggara pendidikan sebagai pelaku pasar.
- Pembedaan antara RSBI-SBI dan Non RSBI-SBI menimbulkan diskrimnasi dan kastanisasi pendidikn. Setiap warga negara mempunyai kesempatan untuk yang sama untuk memperoleh pendidikan bermutu dan tidak terbatasi secara diskriminatif oleh ekonomi kedudukan sosial seseorang.
- Satuan Pendidikan Bertaraf Internasional berpotensi menghilangkan jati diri Bangsa Indonesia , Penggunaan Bahasa Inggris dalam proses belajar-mengajar telah merusak kompetensi berbahasa Indonesia dari Siswa
SMPN 2 Bojonegoro Sesalkan Penghapusan RSBI
Rabu, 09 Januari 2013 17:55 wib
http://kampus.okezone.com/read/2013/01/09/373/743766/smpn-2-bojonegoro-sesalkan-penghapusan-rsbi
Ilustrasi: ist.
BOJONEGORO - Tidak semua pihak bersuka cita
atas pembatalan status rintisan sekolah bertaraf internasional
(RSBI)/sekolah bertaraf internasional (SBI). Salah satu yang menyesalkan
keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) itu adalah SMPN 2 Bojonegoro, Jawa
Timur.
Meski keberadaan RSBI/SBI mengundang kontroversi, SMPN 2 Bojonegoro mengklaim, sekolah berstatus RSBI/SBI memiliki nilai lebih jika dibandingkan dengan sekolah non-RSBI. Di sekolah yang berlokasi di Jalan Dokter Wahidin Kota Bojonegoro ini, siswa mendapatkan fasiitas ruang sekolah yang dilengkapi penyejuk udara (AC) serta menggunakan proyektor pada saat penyampaian materi pelajaran. Tidak hanya itu, siswa juga bisa mengakses internet sepuasnya karena sekolah menyediakan fasilitas wi-fi.
Selain fasilitas, SMPN 2 Bojonegoro juga menggunakan kurikulum pendidikan berbasis indikator kinerja kunci tambahan (IKKT) berstandar internasional. Karena itu, pihak SMPN 2 Bojonegoro pun menyesalkan pembatalan status RSBI/SBI mengingat berbagai kelebihan yang mereka miliki.
"Kecewa, setelah beberapa tahun memperjuangkan sekolah agar bisa memperoleh standar RSBI, lalu tiba-tiba dibubarkan begitu saja," ujar Iswati, salah seorang guru SMPN 2 Bojonegoro, Rabu (9/1/2013).
SMPN 2 Bojonegoro memang masih memungut biaya dari siswanya, yaitu Rp150 ribu per siswa setiap bulannya. Biaya tersebut dipergunakan untuk pemeliharaan fasilitas penunjang yang dimiliki sekolah.
Kepala SMPN 2 Bojonegoro Ali Fatikin mengaku sangat kecewa dengan dibubarkannya RSBI/SBI ini. "Sekolah RSBI masih merupakan konsep pendidikan yang paling baik saat ini," ujar Ali.
Dengan dihapuskannya sistem RSBI/SBI ini, maka fasilitas pendukung yang ada di sekolah RSBI kemungkinan besar juga akan ditiadakan mengingat pihak sekolah tidak lagi diperbolehkan memungut biaya kepada siswanya.(Alham M Ubey/Sindo TV/rfa)
Meski keberadaan RSBI/SBI mengundang kontroversi, SMPN 2 Bojonegoro mengklaim, sekolah berstatus RSBI/SBI memiliki nilai lebih jika dibandingkan dengan sekolah non-RSBI. Di sekolah yang berlokasi di Jalan Dokter Wahidin Kota Bojonegoro ini, siswa mendapatkan fasiitas ruang sekolah yang dilengkapi penyejuk udara (AC) serta menggunakan proyektor pada saat penyampaian materi pelajaran. Tidak hanya itu, siswa juga bisa mengakses internet sepuasnya karena sekolah menyediakan fasilitas wi-fi.
Selain fasilitas, SMPN 2 Bojonegoro juga menggunakan kurikulum pendidikan berbasis indikator kinerja kunci tambahan (IKKT) berstandar internasional. Karena itu, pihak SMPN 2 Bojonegoro pun menyesalkan pembatalan status RSBI/SBI mengingat berbagai kelebihan yang mereka miliki.
"Kecewa, setelah beberapa tahun memperjuangkan sekolah agar bisa memperoleh standar RSBI, lalu tiba-tiba dibubarkan begitu saja," ujar Iswati, salah seorang guru SMPN 2 Bojonegoro, Rabu (9/1/2013).
SMPN 2 Bojonegoro memang masih memungut biaya dari siswanya, yaitu Rp150 ribu per siswa setiap bulannya. Biaya tersebut dipergunakan untuk pemeliharaan fasilitas penunjang yang dimiliki sekolah.
Kepala SMPN 2 Bojonegoro Ali Fatikin mengaku sangat kecewa dengan dibubarkannya RSBI/SBI ini. "Sekolah RSBI masih merupakan konsep pendidikan yang paling baik saat ini," ujar Ali.
Dengan dihapuskannya sistem RSBI/SBI ini, maka fasilitas pendukung yang ada di sekolah RSBI kemungkinan besar juga akan ditiadakan mengingat pihak sekolah tidak lagi diperbolehkan memungut biaya kepada siswanya.(Alham M Ubey/Sindo TV/rfa)
Penghapusan RSBI
RSBI Depok Kecewa Dengar Putusan MK
Marieska Harya Virdhani
Rabu, 09 Januari 2013 15:51 wib
http://kampus.okezone.com/read/2013/01/09/373/743654/rsbi-depok-kecewa-dengar-putusan-mk
Ilustrasi: ist.
DEPOK - SMAN I Jalan Nusantara Raya,
Pancoranmas, Depok, yang berstatus Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (RSBI) menyesalkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang
membubarkan RSBI. Sebab, pihak sekolah RSBI mengklaim telah mencetak
banyak lulusan unggul selama lima tahun terakhir.
"Kami sangat menyayangkan dan kecewa atas keputusan MK itu. Bila dicermati, RSBI sudah berjalan lima tahun. Sudah sekian besar biaya yang dikeluarkan pemerintah, sekolah RSBI kan juga bilingual dan menggunakan bahasa Inggris," ujar Wakil Kepala Sekolah SMAN I Depok, Wirdan Achyar, Rabu (9/1/2013).
Wirdan mengimbuh, sejauh ini banyak kelebihan yang telah dihasilkan oleh RSBI. Bahkan pihaknya mengklaim sudah memberikan kuota 20 persen untuk siswa miskin bersekolah di RSBI.
"Kejelekannya saja yang dihapus. Misalnya digratiskan, tak gunakan lagi Permendiknas itu, gunakan aturan baru yang segala pembiayaannya ditanggung oleh negara. Kami sudah adil dengan yang tidak mampu, 20 persen untuk siswa miskin, gratis atau kasih keringanan," katanya.
Wirdan membantah jika RSBI membedakan kasta bagi siswa miskin.
Untuk mendapatkan siswa yang terbaik, lanjutnya, tentu harus melewati proses seleksi ketat.
"Apakah semua siswa bisa masuk sekolah unggulan? Kan tidak. Karena terbatas oleh daya tampung, maka harus dilakukan seleksi. Perguruan tinggi negeri saja ada kasta, UI sama Uncen kan juga beda," ujarnya.(rfa)
"Kami sangat menyayangkan dan kecewa atas keputusan MK itu. Bila dicermati, RSBI sudah berjalan lima tahun. Sudah sekian besar biaya yang dikeluarkan pemerintah, sekolah RSBI kan juga bilingual dan menggunakan bahasa Inggris," ujar Wakil Kepala Sekolah SMAN I Depok, Wirdan Achyar, Rabu (9/1/2013).
Wirdan mengimbuh, sejauh ini banyak kelebihan yang telah dihasilkan oleh RSBI. Bahkan pihaknya mengklaim sudah memberikan kuota 20 persen untuk siswa miskin bersekolah di RSBI.
"Kejelekannya saja yang dihapus. Misalnya digratiskan, tak gunakan lagi Permendiknas itu, gunakan aturan baru yang segala pembiayaannya ditanggung oleh negara. Kami sudah adil dengan yang tidak mampu, 20 persen untuk siswa miskin, gratis atau kasih keringanan," katanya.
Wirdan membantah jika RSBI membedakan kasta bagi siswa miskin.
Untuk mendapatkan siswa yang terbaik, lanjutnya, tentu harus melewati proses seleksi ketat.
"Apakah semua siswa bisa masuk sekolah unggulan? Kan tidak. Karena terbatas oleh daya tampung, maka harus dilakukan seleksi. Perguruan tinggi negeri saja ada kasta, UI sama Uncen kan juga beda," ujarnya.(rfa)
Koalisi Pendidikan
Tolak Sekolah Berkategori Mandiri
Margaret Puspitarini
Rabu, 09 Januari 2013 15:14 wib
http://kampus.okezone.com/read/2013/01/09/373/743621/koalisi-pendidikan-tolak-sekolah-berkategori-mandiri
Aksi Koalisi Pendidikan menuntut penghapusan RSBI/SBI. (Foto: Dede K/Okezone)
JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) dan
beberapa tokoh pendidikan membentuk Koalisi Anti Komersialisasi
Pendidikan. Mereka menilai, pemerintah dalam hal ini Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terkesan menyiasati putusan
Mahkamah Konstitusi terkait penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (RSBI).
Menurut Koalisi Anti Komersialisasi Pendidikan, penyelenggaraan Sekolah Berkategori Mandiri (SBM) sebagai pengganti RSBI merupakan sebuah siasat baru. Selain itu, mereka merasa, pemerintah menyiasati anggaran pendidikan yang dialokasikan untuk program RSBI dengan menjadi dana hibah kompetisi.
"Dua kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) ini jelas bertentangan dengan semangat putusan MK yang menyatakan R/SBI bertentangan dengan konstitusi karena prinsip dan semangat penyelenggaraan R/SBI bertentangan dengan UUD 1945," papar mereka dalam rilis yang diterima Okezone, Rabu (9/1/2013).
Oleh karena itu, lanjut mereka, penyelenggaraan SBM yang akan didukung oleh dana hibah kompetisi akan menimbulkan diskriminasi di kalangan sekolah maju dan terbelakang. Sebab, alokasi dana hibah akan jatuh pada sekolah bermutu di Pulau Jawa dan sekolah di luar Jawa terabaikan.
Maka, terkait putusan MK tersebut, Koalisi Anti Komersialisasi Pendidikan menentapkan sejumlah sikap. Pertama, mengimbau pemerintah dan DPR untuk segera mematuhi putusan MK tersebut.
"Tidak menciptakan satuan pendidikan baru yang memiliki prinsip dan semangat sama dengan R/SBI atau Pasal 50 ayat 3 UU Sisdiknas yang telah diputus MK karena bertentangan dengan konstitusi," urai mereka.
Kedua, mengimbau pemerintah pusat dan daerah untuk memerintahkan sekira 1.300 sekolah berstatus R/SBI untuk menghentikan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk program kegiatan R/SBI. "Pemerintah pemerintah pusat dan daerah memerintah 1.300 sekolah R/SBI untuk menghentikan dan mengembalikan dana yang dihimpun dari masyarakat," ungkapnya.
Kemudian, mereka pun menyatakan agar pemerintah pusat menghentikan seluruh program dari segala kegiatan terkait dengan R/SBI. Serta, pemerintah dan penegak hukum harus menertibkan penyelenggaraan satuan pendidikan atau program pendidikan yang tidak sesuai dengan UU Sisdiknas.
Mereka mengimbau agar pemerintah mencari strategi dan program lain yang tidak bertentangan dengan konstitusi dalam meningkatkan mutu pendidikan. Sebab, mereka akan terus melakukan kontrol dan pengawasan atas pelaksanaan keputusan MK tersebut oleh pemerintah.(rfa)
Menurut Koalisi Anti Komersialisasi Pendidikan, penyelenggaraan Sekolah Berkategori Mandiri (SBM) sebagai pengganti RSBI merupakan sebuah siasat baru. Selain itu, mereka merasa, pemerintah menyiasati anggaran pendidikan yang dialokasikan untuk program RSBI dengan menjadi dana hibah kompetisi.
"Dua kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) ini jelas bertentangan dengan semangat putusan MK yang menyatakan R/SBI bertentangan dengan konstitusi karena prinsip dan semangat penyelenggaraan R/SBI bertentangan dengan UUD 1945," papar mereka dalam rilis yang diterima Okezone, Rabu (9/1/2013).
Oleh karena itu, lanjut mereka, penyelenggaraan SBM yang akan didukung oleh dana hibah kompetisi akan menimbulkan diskriminasi di kalangan sekolah maju dan terbelakang. Sebab, alokasi dana hibah akan jatuh pada sekolah bermutu di Pulau Jawa dan sekolah di luar Jawa terabaikan.
Maka, terkait putusan MK tersebut, Koalisi Anti Komersialisasi Pendidikan menentapkan sejumlah sikap. Pertama, mengimbau pemerintah dan DPR untuk segera mematuhi putusan MK tersebut.
"Tidak menciptakan satuan pendidikan baru yang memiliki prinsip dan semangat sama dengan R/SBI atau Pasal 50 ayat 3 UU Sisdiknas yang telah diputus MK karena bertentangan dengan konstitusi," urai mereka.
Kedua, mengimbau pemerintah pusat dan daerah untuk memerintahkan sekira 1.300 sekolah berstatus R/SBI untuk menghentikan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk program kegiatan R/SBI. "Pemerintah pemerintah pusat dan daerah memerintah 1.300 sekolah R/SBI untuk menghentikan dan mengembalikan dana yang dihimpun dari masyarakat," ungkapnya.
Kemudian, mereka pun menyatakan agar pemerintah pusat menghentikan seluruh program dari segala kegiatan terkait dengan R/SBI. Serta, pemerintah dan penegak hukum harus menertibkan penyelenggaraan satuan pendidikan atau program pendidikan yang tidak sesuai dengan UU Sisdiknas.
Mereka mengimbau agar pemerintah mencari strategi dan program lain yang tidak bertentangan dengan konstitusi dalam meningkatkan mutu pendidikan. Sebab, mereka akan terus melakukan kontrol dan pengawasan atas pelaksanaan keputusan MK tersebut oleh pemerintah.(rfa)
RSBI Dihapus, ICW&Koalisi Pendidikan Potong Tumpeng
Margaret Puspitarini
Rabu, 09 Januari 2013 14:37 wib
http://kampus.okezone.com/read/2013/01/09/373/743595/rsbi-dihapus-icw-koalisi-pendidikan-potong-tumpeng
ICW dan Koalisi Pendidikan memotong tumpeng dalam acara syukuran penghapusan RSBI. (Foto: Margaret P/Okezone)
JAKARTA - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghapus
status Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) mendapat sambutan
baik dari berbagai pihak. Untuk merayakan hal tersebut Indonesia
Corruption Watch (ICW) bersama Koalisi Pendidikan serta sejumlah guru
dan orangtua murid memotong tumpeng.
Perwakilan ICW Febri Hendry mengungkap, kegiatan tersebut dilaksanakan sebagai bentuk kegembiraan atas perjuangan mereka menghapus ketidakadilan di bidang pendidikan yang tercermin dalam status RSBI. "Tumpengan ini sebagai ekspresi kegembiraan atas terkabulnya permohonan judicial review oleh MK, yakni penghapusan status RSBI," ujar Febri di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (9/1/2013).
Perwakilan Sekolah Tanpa Batas (STB) Bambang Wisudo mengimbuh, keputusan MK menghapus status RSBI menjadi peringatan keras bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan pengambilan kebijakan nasional di bidang pendidikan.
"Mereka kalah di beberapa kebijakan pendidikan nasional, seperti Ujian Nasional (UN), Badan Hukum Pendidikan (BHP), dan RSBI. Sehingga ke depan, dalam merumuskan kebijakan pendidikan mereka mengacu pada pertimbangan pedagogis bukan politis," tutur Bambang.
Bambang berharap, keputusan MK tersebut bisa mengembalikan pendidikan nasional secara konstitusional. Dia mengimbau agar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh dapat memahami dengan baik makna penghapusan pasal 50 ayat 3 tersebut.
"M Nuh seperti tidak paham apakah keputusan ini berlaku untuk sekolah swasta atau tidak. Maka, mereka harus membaca keputusan MK dengan baik. Yang namanya Mendikbud itu nasional, (mengurusi sekolah) baik negeri maupun swasta, bukan hanya sekolah negeri," imbuhnya.
Salah seorang perwakilan pemohon dari orangtua murid yang hadir menyatakan, dengan pembubaran RSBI, maka karakter anak bangsa jadi tertata kembali. Sebab, dia merasa, RSBI menjadi salah satu pemicu munculnya berbagai aksi tawuran antarpelajar.
"Tawuran rasa-rasanya terjadi karena ada kebijakan RSBI pada 2007. Semoga ini menjadi titik awal agar sekolah menjadi fokus untuk mendidik anak bangsa tidak hanya sibuk mengurusi pendanaan sekolah. Dengan ini para guru pun dapat fokus untuk memperhatikan pendidikan anak bangsa," ujarnya.
Rasa bahagia pun turut disampaikan Perwakilan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Fakhrul Alam. Dia menyatakan, penghapusan RSBI sejalan dengan visi FSGI untuk menjalankan pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan. Dia berharap, penghapusan RSBI ini tidak memunculkan sekolah serupa dengan menggunakan baju berbeda.
"Dengan ini, ke depan, pendidikan berkualitas bisa diakses oleh seluruh bangsa. Bukan orang-orang berduit saja. Jangan sampai muncul sekolah yang hanya ganti nama padahal sejenis," papar Fakhrul.
Sementara itu, Mantan Komite SMAN 70 Musni Umar mengungkapkan, meski pasal 50 ayat 3 sudah dihapus, ini belum menjadi keputusan ini final. Oleh karena itu, perlu ada pengawasan terhadap Kemendikbud dalam melaksanakan keputusan tersebut.
"Memang sudah dicabut, tapi saya meragukan bisa langsung direalisasikan dalam waktu dekat. Semoga tidak hanya ganti baju, tapi pendidikan benar-benar dikembalikan ke rel, sesuai Pembukaan UUD 45, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa," tutur Musni.(rfa)
Perwakilan ICW Febri Hendry mengungkap, kegiatan tersebut dilaksanakan sebagai bentuk kegembiraan atas perjuangan mereka menghapus ketidakadilan di bidang pendidikan yang tercermin dalam status RSBI. "Tumpengan ini sebagai ekspresi kegembiraan atas terkabulnya permohonan judicial review oleh MK, yakni penghapusan status RSBI," ujar Febri di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (9/1/2013).
Perwakilan Sekolah Tanpa Batas (STB) Bambang Wisudo mengimbuh, keputusan MK menghapus status RSBI menjadi peringatan keras bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan pengambilan kebijakan nasional di bidang pendidikan.
"Mereka kalah di beberapa kebijakan pendidikan nasional, seperti Ujian Nasional (UN), Badan Hukum Pendidikan (BHP), dan RSBI. Sehingga ke depan, dalam merumuskan kebijakan pendidikan mereka mengacu pada pertimbangan pedagogis bukan politis," tutur Bambang.
Bambang berharap, keputusan MK tersebut bisa mengembalikan pendidikan nasional secara konstitusional. Dia mengimbau agar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh dapat memahami dengan baik makna penghapusan pasal 50 ayat 3 tersebut.
"M Nuh seperti tidak paham apakah keputusan ini berlaku untuk sekolah swasta atau tidak. Maka, mereka harus membaca keputusan MK dengan baik. Yang namanya Mendikbud itu nasional, (mengurusi sekolah) baik negeri maupun swasta, bukan hanya sekolah negeri," imbuhnya.
Salah seorang perwakilan pemohon dari orangtua murid yang hadir menyatakan, dengan pembubaran RSBI, maka karakter anak bangsa jadi tertata kembali. Sebab, dia merasa, RSBI menjadi salah satu pemicu munculnya berbagai aksi tawuran antarpelajar.
"Tawuran rasa-rasanya terjadi karena ada kebijakan RSBI pada 2007. Semoga ini menjadi titik awal agar sekolah menjadi fokus untuk mendidik anak bangsa tidak hanya sibuk mengurusi pendanaan sekolah. Dengan ini para guru pun dapat fokus untuk memperhatikan pendidikan anak bangsa," ujarnya.
Rasa bahagia pun turut disampaikan Perwakilan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Fakhrul Alam. Dia menyatakan, penghapusan RSBI sejalan dengan visi FSGI untuk menjalankan pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan. Dia berharap, penghapusan RSBI ini tidak memunculkan sekolah serupa dengan menggunakan baju berbeda.
"Dengan ini, ke depan, pendidikan berkualitas bisa diakses oleh seluruh bangsa. Bukan orang-orang berduit saja. Jangan sampai muncul sekolah yang hanya ganti nama padahal sejenis," papar Fakhrul.
Sementara itu, Mantan Komite SMAN 70 Musni Umar mengungkapkan, meski pasal 50 ayat 3 sudah dihapus, ini belum menjadi keputusan ini final. Oleh karena itu, perlu ada pengawasan terhadap Kemendikbud dalam melaksanakan keputusan tersebut.
"Memang sudah dicabut, tapi saya meragukan bisa langsung direalisasikan dalam waktu dekat. Semoga tidak hanya ganti baju, tapi pendidikan benar-benar dikembalikan ke rel, sesuai Pembukaan UUD 45, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa," tutur Musni.(rfa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar