TRIBUNNEWS/DANY PERMANA
Kepala
Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Mahkamah Agung, Ridwan Mansyur
memberikan keterangan pers soal putusan MA terkait Aceng Fikri dan M
Nazaruddin, di Media Center MA, Jakarta, Rabu (23/1/2013). MA
mengabulkan permohonan DPRD Garut yang menuntut agar Bupati Garut, Aceng
Fikri mundur dari jabatannya. TRIBUNNEWS/DANY PERMANA
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-
http://www.tribunnews.com/2013/01/23/ma-kabulkan-permohonan-pemberhentian-bupati-aceng-fikri
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-
http://www.tribunnews.com/2013/01/23/ma-kabulkan-permohonan-pemberhentian-bupati-aceng-fikri
Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia mengabulkan permohonan DPRD
Kabupaten Garut memakzulkan (impeach) Bupati Aceng Fikri. Surat
permohonan itu bernomor 172/139/DPRD Garut tertanggal 26 Desember 2012.
DPRD
Garut sebelumnya lewat Sidang Paripurna memutuskan Bupati Garut H
Muhammad Aceng Fikri melanggar etika, perundang-undangan, dan sumpah
janji jabatan, akibat skandal nikah siri Aceng dengan Fany Oktora (18)
yang hanya berumur empat hari. Aceng menceraikan Fani melalui pesan
singkat (SMS).
"Menyatakan keputusan DPRD Kabupaten Garut Nomor 30
tahun 2012 tanggal 21 Desember 2012 tentang pendapat DPRD Kabupaten
Garut terhadap dugaan pelanggaran etika dan peraturan
perundang-perundangan yang dilakukan oleh HM Aceng Fikri berdasar
hukum," ungkap Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur dalam
jumpa persnya yang dihadiri tribunnews.com di MA, Jakarta Pusat, Rabu
(23/1/2013).
Pertimbangan Majelis Hakim dalam mengabulkan
Permohonan DPRD Kabupaten Garut di antaranya karena dalam kasus
perkawinan, posisi termohon dalam jabatan sebagai bupati tidak dapat
dipisahkan atau dikotomi antara posisi pribadi di satu pihak dengan
posisi jabatannya selaku Bupati Garut di lain pihak.
"Sebab dalam
perkawinan, jabatan tersebut tetap melekat dalam diri pribadi yang
bersangkutan. Oleh karena itu, perilaku pejabat tetap harus dijaga
sesuai dengan sumpah jabatan yang telah diucapkan," ujarnya.
Sumpah
jabatan kepala kepala daerah dan wakil kepala daerah berbunyi 'Demi
Allah saya bersumpan atau berjanji akan memenuhi kewajiban sebagai
kepala daerah atau wakil kepala daerah dengan sebaik-baiknya dengan
tetap memegang teguh Undang-undang Dasar 1945 dan menjalankan segala
perarutaran perundang-undangan selurus-lurusnya serta berbakti kepada
masyarakat'.
Kemudian dalam ayat 3, kepala daerah hanya menjabat
selama lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa
jabatan. "Itu pertimbangan inti majelis hakim dalam perkara ini," ujar
Ridwan.
MA tidak dalam posisi memutuskan Aceng harus lengser
karena yang akan melakukan eksekusi adalah DPRD Kabupaten Garut dan
Kementrian Dalam Negeri. Untuk eksekusinya diserahkan kepada DPRD
Kabupaten Garut.
"MA hanya mengadili permohonan dari sudut
yuridis. Pelaksanaan diserahkan kepada pemohon dan hasil putusan ini
akan disampaikan kepada para pihak," ujarnya.
Penulis: Adi Suhendi | Editor: Gusti Sawabi
MA Sahkan Pemakzulan Aceng Fikri
By Holong - Wed Jan 23, 1:19 pm
http://www.baratamedia.com/read/2013/01/23/5419/ma-sahkan-pemakzulan-aceng-fikri
Oris Riswan Budiana - detikBandung
(ors/avi)
Jakarta, baratamedia –
Mahkamah Agung mengabulkan
permohonan DPRD Garut memakzulkan Bupati Garut Aceng HM Fikri. Dengan
demikian, pemakzulan Aceng dari jabatan Bupati Garut sah secara hukum.
“Mengabulkan permohonan DPRD Garut. Menyatakan putusan DPRD Garut No
30 /2012 tanggal 21 Desember 2012 tentang pendapat DPRD Kabupaten Garut
terhadap dugaan pelanggaran etika dan peraturan perundang-undangan yang
dilakukan Bupati, berdasarkan hukum,” kata Kepala Biro Hukum dan Humas
MA, Ridwan Mansur kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Rabu (23/1).
Majelis yang menangani permohonan ini dipimpin oleh Hakim Agung
Paulus E Lotulung dengan anggota Supandi dan Yulius. Sebagai panitera
pengganti adalah Sugiarto. Sidang digelar Selasa (22/1).
Ridwan menjelaskan, MA setuju dengan pemakzulan lantaran menilai
Aceng telah melanggar sumpah jabatan saat dilantik menjadi bupati.
“Permohonan dikabulkan karena dalam kasus perkawinan ini, posisi
termohon dalam jabatan sebaga bupati tidak dapat dipisahkan (dikotomi).
Sebab dalam perkawinan jabatan tersebut tetap melekat dalam diri pribadi
bersangkutan. Oleh karenanya, perilaku pejabat harus dijaga sesuai
sumpah jabatan yang telah diucapkan,” papar Ridwan.
Untuk diketahui, sumpah jabatan menyebutkan, setiap kepala daerah
harus patuh dan taat pada peraturan dan UU yang berlaku. Dalam hal ini,
DPRD Garut memakzulkan Aceng atas dugaan pelanggaran UU No 32 Tahun 2004
tentang Pemda dan UU No 1/1974 tentang Perkawinan.
Sementara itu, Aceng Fikri mengaku pasrah dengan putusan MA. “Saya
tidak menyimak bagaimana proses di MA. Saya pasrah menerima apapun hasil
dari MA,” kata Aceng di Kantor bupati Garut, Jawa Barat.
Nama Aceng Fikri mencuat setelah diberitakan menikahi secara siri
seorang perempuan muda selama empat hari. Mantan istri siri Aceng, Fany
Oktora, kemudian melaporkan Aceng ke Polda Metro Jaya atas dugaan
penipuan.
DPRD Garut sampai membentuk Panitia Khusus (Pansus) yang
beranggotakan 16 orang untuk menelusuri bukti-bukti sebagai rekomendasi
untuk memutuskan nasib Aceng sebagai Bupati Garut.
Mekanisme pemecatan Aceng berawal dari hasil rapat paripurna DPRD,
yang kemudian akan diajukan ke Mahkamah Agung (MA) untuk diputuskan.
Aceng Fikri merupakan Bupati Garut yang berangkat dari calon
independen dan terpilih menjadi kepala daerah Kabupaten Garut pada 2008
bersama dengan Dicky Chandra sebagai wakil bupati. (fys)
Kamis, 24/01/2013 18:33 WIB
Bupati Aceng Dimakzulkan, Pengamat: Ini Sejarah di Indonesia
Bupati Aceng Dimakzulkan, Pengamat: Ini Sejarah di Indonesia
Oris Riswan Budiana - detikBandung
Bandung -http://bandung.detik.com/read/2013/01/24/183337/2151568/486/bupati-aceng-dimakzulkan-pengamat-ini-sejarah-di-indonesia
Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan (Unpar) Asep Warlan
mengatakan pemakzulan kepala daerah adalah sejarah baru di Indonesia.
Sebelumnya, tidak pernah ada kepala daerah yang dimakzulkan oleh DPRD
dan usulannya diuji Mahkamah Agung (MA).
"Kalau dalam konteks (usulan DPRD) diuji MA, ini baru pertama kali,
sejarah di Indonesia," kata Asep saat dihubungi via ponsel, Kamis
(24/1/2013).
Sebelumnya, ia menyebut pernah ada kepala daerah di Kabupaten Bandung
yang juga dimakzulkan. Tapi prosesnya berbeda dengan Aceng. Saat itu,
kepala daerah dilengserkan oleh DPRD.
Ia mengatakan, prosedur yang ditempuh untuk memakzulkan Bupati Garut
Aceng Fikri sudah benar. "Dari segi prosedur dan substansi, ini sudah
benar, sesuai dengan UU," jelasnya.
Soal pengganti bupati, Asep menyebut Wabup Garut Agus Hamdani secara otomatis naik tahta jadi bupati pengganti Aceng.
"Tidak perlu menunjuk wabup karena masa jabatan bupati (dan wakil
bupati) kurang dari 18 bulang. Jadi dia (Agus) jalan sendiri saja,"
papar Asep.
Aceng Dimakzulkan, Jimly: 'Alhamdulillah'
Rabu, 23 Januari 2013, 14:33 WIB
Republika/Amri Rachman Dzulfikri
Aceng Fikri
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --
http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/13/01/23/mh2ibz-aceng-dimakzulkan-jimly-alhamdulillah
http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/13/01/23/mh2ibz-aceng-dimakzulkan-jimly-alhamdulillah
Keputusan Mahkamah Agung (MA) yang
mengabulkan permohonan DPRD Garut untuk memakzulkan Bupati Garut, Aceng
HM Fikri diapresiasi oleh pakar hukum tata negara Jimly Asshidiqie.
"Alhamdulillah, itu keputusan yang bagus," kata Jimly saat ditemui di Gedung Bawaslu, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Rabu (23/1).
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) itu menilai
pejabat publik harus diisi oleh orang-orang terpercaya.
Bukan saja
menegakkan hukum, tetapi juga menegakkan etik. Langkah yang ditempuh MA,
lanjut Jimly, meski melalui proses rangkaian hukum yang berbelit,
tetapi menghasilkan keputusan yang tepat harus dihargai.
"Kalau mau lebih praktis, harus dibangun lembaga etik. Seperti DKPP
yang mengawasi pelanggaran etik pejabat KPU dan Bawaslu," ungkap guru
besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu.
Jika dibentuk sistem etik di setiap instansi, mantan Ketua Mahkamah
Konstitusi ini mengungkapkan, pejabat publik tidak akan rusak citranya
karena harus menunggu proses hukum yang bertele-tele.
MA telah mengabulkan pengajuan pemakzulan Bupati Garut Aceng HM
Fikri. Aceng dinilai melanggar etik sebagai pejabat publik karena
melakukan pernikahan siri selama empat hari dengan gadis di bawah umur,
bernama Fany Oktora.
Aceng juga menjadikan persoalan virginitas saat menalak Fany.
Tindakan Aceng mendapatkan cemoohan dan kemarahan dari masyarakat Garut.
Warga mendesak agar Aceng dilengserkan dari jabatannya sebagai pimpinan
daerah Garut.
Atas kejadian tersebut, Aceng diputus terbukti secara hukum melanggar
UU. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU. 1/1974 tentang Perkawinan
ke MA.
Redaktur: A.Syalaby Ichsan
Reporter: Ira Sasmita
POLITIK
Kuasa Hukum Aceng Menilai MA Berlaku Tidak Adil
Kamis, 24 Januari 2013 | 09:42 WIB
Eggi Sujana (kanan)--ANTARA/Eric Ireng/wt
TERKAIT
Keputusan Mahkamah Agung yang menyetujui rekomendasi DPRD Garut untuk memakzulkan (melengserkan) Bupati Garut Aceng Fikri dari jabatannya, langsung mendapat reaksi dari kuasa hukum Aceng, Eggi Sujana. Dia menilai MA berlaku tidak adil. Aceng dimakzulkan karena kasus kawin kilatnya dengan gadis di bawah umur, Fani Oktora (18), dan hanya berumur empat hari pernikahan.
Menurut Eggi, ada sejumlah kejanggalan dalam rekomendasi DPRD Garut, sehingga cacat hukum dan tidak pantas untuk dikabulkan.
"Mahkamah Agung sudah berlaku tidak agung," kata Eggi saat dihubungi, Kamis (24/1).
Eggi menjelaskan, ada tiga kejanggalan dalam rekomendasi DPRD. Pertama, saat proses rekomendasi melalui panitia khusus (pansus), terjadi pergantian anggota tanpa paripurna. Hal itu dianggap menabrak tata tertib yang berlaku.
"Dalam Undang-Undang 32 tahun 2008 pasal 52 ayat 1 DPRD tidak dapat dituntut dalam tugasnya sepanjang tidak bertentangan dengan tata tertib. Atas dasar itu saya bisa menggugat dan mempersoalkan," jelas Aceng.
Kejanggalan kedua, lanjut Eggi, rapat paripurna DPRD Garut berlangsung terbuka. Banyak demonstran penentang Aceng ikut masuk ke ruang sidang. Eggi melihat ada intervensi dalam membuat rekomendasi tersebut.
"Sidang ini menyangkut etika. Menurut undang-undang harus tertutup. Tapi kenapa dinyatakan terbuka dan para demonstran bisa masuk menduduki kursi dan menekan DPRD. Kenapa ada proses pembiaran oleh kepolisian yang mengamankan. Kok demonstran bisa masuk ruang sidang. Kok anggota dewan menerima," kata Eggi.
Terakhir, Eggi menuding ada praktik pemalsuan tanda tangan seorang kiai. Menurutnya, pansus sempat mengumpulkan sejumlah kiai dalam proses rekomendasi. Tanda tangan kehadiran para kiai belakangan dilampirkan sebagai tanda tangan persetujuan Aceng lengser. Salah satu tanda tangan dinilai palsu karena yang bersangkutan tidak hadir.
"Ini pidana pasal 263 dan 264 kuhp. Ini sangat serius," kata Eggi.
Meski demikian, Eggi menilai putusan MA belum final. Putusan itu nantinya akan diserahkan ke DPRD untuk direkomendasikan ke Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. Eggi mengaku akan menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika keputusan pemecatan Aceng disetujui.
"Kalau Presiden sudah memutuskan, saya gugat PTUN. Langkah lainnya gugat perdata karena ganti rugi. Kita gugat renteng Rp5 triliun," kata Eggi.(Satwika/DSY)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar