Presiden Suriah, Bashar al-Assad, serukan dialog
Diperbaharui 7 January 2013, 10:47 AEST
http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2013-01-07/presiden-suriah-bashar-alassad-serukan-dialog/1070462
Sambil melukiskan oposisi dukungan Barat sebagai "budak"
kekuatan asing dan mengakui bahwa Suriah dilanda "perang nyata",
Presiden Assad mendesak para penentangnya di dalam negeri untuk
bergabung dengan rejimnya mengakhiri konflik berdarah.
Ia
menguraikan suatu rencana transisi, namun menekankan, setiap keputusan
harus murni oleh Suriah dan disahkan dengan referendum, termasuk suatu
"piagam nasional" yang akan disetujui bersama dalam suatu konferensi
dialog nasional.
Assad mengatakan, pemerintahnya akan segera
mengeluarkan rincian rencananya, yang menyerukan kepada negara-negara
asing agar berhenti membiayai oposisi bersenjata, disusul dengan
diakhirinya operasi militer dan mekanisme untuk memonitor kedua pihak.
"Negara-negara
regional dan internasional harus berhenti mendanai orang-orang
bersenjata agar memungkinkan para pengungsi pulang ke rumah mereka ....
setelah itu opersi militer akan dihentikan," katanya.
Setelah itu
pemerintah akan menggelar suatu konferensi dialog nasional dengan pihak
oposisi "dari dalam dan luar negeri, yang tidak menerima perintah dari
luar negeri.
"Kita akan akan berdialog dengan budak kekuatan
asing," kata Assad, yang disambut dengan tepuk tangan meriah dari
hadirin yang memenuhi Pusat Seni dan Budaya Dar al-Assad di Damaskus.
Berdasarkan
rencana itu, konferensi akan menyusun suatu piagam nasional yang akan
menjadi dokumen rujukan bagi masa depan politik dan ekonomi Suriah.
"Piagam ini akan disetujui lewat referendum," kata Assad.
Setelah itu, pemilu legislatif akan diselenggarakan, disusul dengan pembentukan suatu pemerintah baru.
Namun Assad menekankan, untuk melaksanakan semuanya ini "harus ada kesepakatan pada konferensi dialog nasional".
Al Qaeda dituding
Assad mengatakan, konflik di Suriah bukan konflik antara pemerintah dan oposisi, tapi antara "negara dan musuh-musuhnya".
"Satu
hal yang pasti, mereka yang kita hadapi sekarang ini adalah mereka yang
menganut ideologi Al Qaeda," katanya, menegaskan statement sebelumnya
bahwa "teroris asing" berada dibalik pergolakan di negaranya.
"Mereka
yang menginginkan perpecahan Suriah dan memperlemahnya. Tapi Suriah
kuat... dan akan tetap berdaulat... dan inilah yang menggusarkan Barat."
Assad
terakhir berbicara di depan publik pada tanggal 3 Juni ketika ia
berpidato di Parlemen di Damaskus. Pada bulan November ia diwawancarai
oleh televisi Rusia dalam mana ia menepis laporan bahwa ia akan pergi
mengasingkan diri, dan mengatakan, ia akan "hidup dan mati" di Suriah.
Sejak
itu ia belum berkomentar tentang konflik yang berkecamuk di negaranya,
menewaskan paling sedikit 60,000 orang dalam 21 bulan sejak pergolakan
dimulai Maret 2011, menurut angka PBB.
Namun dalam pidatonya pada hari Minggu, ia menghimbau seluruh rakyat Suriah untuk bersama-sama membela negara.
Presiden
Assad menekankan di sepanjang pidatonya bahwa rakyat Suriah sendiri
yang harus memutuskan tentang masa depan mereka dan menuduh
negara-negara asing ikut campur tangan dalam konflik.
Assad mengatakan, negaranya juga terbuka terhadap "saran" dari luar tapi "tidak menerima perintah".
Sebagai
penutup, ditengah sambutan gegap gempita dari hadirin, Assad
mengatakan" "Saya dari rakyat dan saya akan terus menjadi bagian dari
rakyat. Jabatan datang dan pergi, tapi negara tetap ada."
Siapa Sebenarnya Penjahat di Suriah, Pemerintah Assad atau Oposisi?
Berbagai laporan mengkonfirmasikan peran luas rezim Zionis Israel dalam instabilitas di Suriah sejak Maret 2011. Dalam hal ini, Menteri Luar Negeri Israel, Avigdor Lieberman mengatakan, "Israel siap untuk mengirim bantuan kepada kelompok-kelompok pemberontak di Suriah."
Juru bicara Menlu Zionis, Tzachi Moshe mengatakan, "Israel dapat menyalurkan bantuan kepada kelompok-kelompok bersenjata di Suriah melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa atau lembaga-lembaga internasional lain."
Para perusuh dan kelompok teroris bersenjata Suriah beraksi sejak Maret 2011 dengan dukungan sejumlah negara Barat, Arab, dan Israel. Hingga kini ribuan orang tewas termasuk aparat keamanan negara ini.
Kesiapan Israel untuk menyalurkan bantuan lebih banyak kepada kelompok teroris Suriah dikemukakan di saat sebuah kelompok yang menamakan diri (Dewan Transisi Nasional Suriah), telah menyatakan kesiapannya untuk menjalin hubungan persahabatan dengan Israel jika pemerintah Presiden Suriah Bashar al-Assad terguling.
Isaac Hertzog, seorang anggota parlemen dari Partai Buruh, juga mendesak Tel Aviv menyalurkan dukungan dan bantuan lebih banyak kepada kelompok-kelompok pemberontak Suriah. Hertzog juga mengungkap hubungan Israel dengan seorang pemimpin oposisi Burhan Ghalyoun dan menegaskan bahwa sejumlah tokoh oposisi Dewan Transisi Nasional Suriah bahkan menyatakan untuk berdamai dengan rezim Zionis. Nama-nama tokoh oposisi yang menginginkan perdamaian dengan Israel itu menurut Hertzog, tidak mungkin dipublikasikan karena alasan keamanan.
Publikasi berita tentang hubungan kelompok oposisi dengan rezim yang bahkan memusuhi dan menjajah sebagian wilayah Suriah itu, semakin mengungkap esensi dan identitas kelompok oposisi Suriah yang menjadi boneka pihak-pihak asing.
Seorang pengamat hubungan strategis Suriah, Salim Harba, juga mengungkap dimensi lain dari makar rezim Zionis Israel dan negara-negara Barat. Ditambahkannya bahwa oknum-oknum teroris dari negara-negara Teluk Persia, Irak, Lebanon, Afghanistan, Turki, dan Perancis, yang dibekuk dalam operasi militer Suriah di wilayah Baba Amr, mereka semua diatur oleh Barat dan Israel.
Harba menegaskan bahwa dibentuk kantor khusus di Qatar yang mengurusi operasi kelompok-kelompok teroris di Suriah yang koordinasinya ditangani langsung para agen-agen Dinas Rahasia Amerika Serikat (CIA) dan Israel (Mossad).
Di sisi lain, Qatar juga menandatangani kontrak pembelian senjata dengan perusahaan-perusahaan senjata Amerika Serikat dan Israel untuk melengkapi senjata para perusuh di Suriah.
Masalah-masalah tersebut mengindikasikan fakta bahwa Suriah saat ini memang menghadapi gelombang makar dari Amerika Serikat dan rezim Zionis Israel, yang juga dibantu oleh negara-negara Arab.
Upaya Israel mengobarkan instabilitas di Suriah dan bahkan menyulut perang sipil di negeri itu adalah dalam rangka menyimpangkan perhatian rakyat dan pejabat Suriah dari penjajahan rezim Zionis atas wilayah-wilayah Suriah serta untuk mematenkan aksi ilegal mereka itu.
Namun pelaksanaan referendum amandemen konstitusi yang diprakarsai pemerintah Damaskus telah menjadi garis pembeda pihak-pihak yang terlibat dalam instabilitas di Suriah. Jika sebelumnya masyarakat dunia membentur keambiguan dalam menyikapi krisis Suriah. Maka pasca referendum, terungkap jelas identitas para perusuh dan apa tujuan mereka.
Hampir 60 persen dari warga yang berhak memilih ikut ambil bagian dalam referendum Ahad (26/2), dengan 7.490.319 orang (89,4 persen) mendukung dan 753.208 orang (9 persen) menolak.
Referendum tersebut merupakan bukti dukungan rakyat terhadap pemerintah Assad dan tekad mereka untuk menjaga kedaulatan dan persatuan negara. Yang jelas, dua acuan itu bertentangan dengan apa yang dituju oleh kelompok-kelompok perusuh melalui berbagai aksi brutal mereka. Lalu siapa penjahat sebenarnya? Bagaimana menurut Anda? (IRIB Indonesia/MZ)
Hizbullah: Turki, Qatar, dan Saudi Aktor Utama Krisis Suriah
Jumat, 04 Januari 2013, 13:28 WIB
ABC
http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/01/04/mg38mt-hizbullah-turki-qatar-dan-saudi-aktor-utama-krisis-suriah
Hassan Nasrallah, pemimpin Hizbullah Libanon
Berita Terkait
REPUBLIKA.CO.ID,
Sekretaris Jenderal Hizbullah Lebanon mengatakan Turki, Qatar, dan Arab Saudi bertanggung jawab atas eskalasi kekerasan di Suriah dan peningkatan jumlah korban.
Sayid Hasan Nasrullah membuat pernyataan dalam pidato televisi di kota Baalbek, Lebanon selatan pada peringatan Hari Arbain Imam Husein as. Press TV melaporkan pada Kamis (3/1).
Nasrullah mengatakan Turki, Qatar, dan Saudi telah mempersenjatai dan memberi bantuan finansial kepada militan untuk melawan pemerintah Damaskus. Ia menandaskan krisis di Suriah memiliki solusi politik dan memperingatkan bahwa kelanjutan dari konflik itu akan memiliki konsekuensi tragis.
"Jika pertempuran di Suriah terus berlanjut, maka pertumpahan darah dan kehancuran akan terjadi," tegasnya.
Nasrullah menambahkan Lebanon adalah negara yang paling besar terkena dampak di Timur Tengah oleh krisis Suriah. Dia menyerukan kepada faksi-faksi politik Lebanon untuk menahan diri dari setiap langkah yang akan menyeret negara itu ke dalam kekacauan.
Menurutnya, arus pengungsi Suriah di Lebanon mengindikasikan besarnya krisis kemanusiaan dan ini tidak boleh dipolitisasi. Sekjen Hizbullah menekankan bahwa perpecahan merupakan ancaman paling berbahaya yang dihadapi oleh bangsa-bangsa Muslim.
"Ekstremis Takfiri adalah produk Amerika Serikat dan berusaha untuk menabur perselisihan di kalangan umat Islam," ujarnya. Dia mengatakan Takfiri berada di balik pembantaian yang tak terhitung jumlahnya dan pemboman di negara-negara Muslim, khususnya Suriah.
Dia menyimpulkan bahwa meskipun AS dan Israel berupaya untuk mengisolasi, memasukkan dalam daftar hitam dan membusukkan Hizbullah, namun langkah seperti itu tidak akan pernah berhasil.
Sekretaris Jenderal Hizbullah Lebanon mengatakan Turki, Qatar, dan Arab Saudi bertanggung jawab atas eskalasi kekerasan di Suriah dan peningkatan jumlah korban.
Sayid Hasan Nasrullah membuat pernyataan dalam pidato televisi di kota Baalbek, Lebanon selatan pada peringatan Hari Arbain Imam Husein as. Press TV melaporkan pada Kamis (3/1).
Nasrullah mengatakan Turki, Qatar, dan Saudi telah mempersenjatai dan memberi bantuan finansial kepada militan untuk melawan pemerintah Damaskus. Ia menandaskan krisis di Suriah memiliki solusi politik dan memperingatkan bahwa kelanjutan dari konflik itu akan memiliki konsekuensi tragis.
"Jika pertempuran di Suriah terus berlanjut, maka pertumpahan darah dan kehancuran akan terjadi," tegasnya.
Nasrullah menambahkan Lebanon adalah negara yang paling besar terkena dampak di Timur Tengah oleh krisis Suriah. Dia menyerukan kepada faksi-faksi politik Lebanon untuk menahan diri dari setiap langkah yang akan menyeret negara itu ke dalam kekacauan.
Menurutnya, arus pengungsi Suriah di Lebanon mengindikasikan besarnya krisis kemanusiaan dan ini tidak boleh dipolitisasi. Sekjen Hizbullah menekankan bahwa perpecahan merupakan ancaman paling berbahaya yang dihadapi oleh bangsa-bangsa Muslim.
"Ekstremis Takfiri adalah produk Amerika Serikat dan berusaha untuk menabur perselisihan di kalangan umat Islam," ujarnya. Dia mengatakan Takfiri berada di balik pembantaian yang tak terhitung jumlahnya dan pemboman di negara-negara Muslim, khususnya Suriah.
Dia menyimpulkan bahwa meskipun AS dan Israel berupaya untuk mengisolasi, memasukkan dalam daftar hitam dan membusukkan Hizbullah, namun langkah seperti itu tidak akan pernah berhasil.
Redaktur: Endah Hapsari
Sumber: irib/irna
Tidak ada komentar:
Posting Komentar