Jumat, 20 Juli 2012

Awal Puasa Beda, tapi Saling Menghormati Pemerintah Tetapkan Awal Ramadan Besok, Muhammadiyah dan FPI Mulai Puasa Hari Ini....>>Pemerintah RI, melalui Kementerian Agama, memutuskan bahwa bulan Ramadhan 1433 H jatuh pada hari Sabtu, 21 Juli 2012. Keputusan ini didasarkan atas fakta bahwa hilal atau bulan baru, belum terlihat di berbagai daerah, termasuk di Aceh. “Hilal tidak bisa dilihat, oleh karenanya 1 Ramadhan 1433 Hijriah jatuh pada hari Sabtu, 21 Juli 2012,” tegas Menteri Agama, Suryadharma Ali pada Sidang Isbat di Kementrian Agama (Kemenag), Jakarta, Kamis (19/7) malam...>>> Why Puasa Today Tgl 20 Juli 2012, Alasan dan Isbat Pemerintah...>>>..[1] Pertama, semangat Al Qur’an adalah menggunakan hisab. Hal ini ada dalam ayat“Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan”(QS. 55:5). Ayat ini bukan sekedar menginformasikan bahwa matahari dan bulan beredar dengan hukum yang pasti sehingga dapat dihitung atau diprediksi, tetapi juga dorongan untuk menghitungnya karena banyak kegunaannya. Dalam QS. Yunus (10) ayat 5 disebutkan bahwa kegunaannya untuk mengetahi bilangan tahun dan perhitungan waktu....>>..[2] Kedua, jika spirit Qur’an adalah hisab, mengapa Rasulullah Saw menggunakan rukyat? Menurut Rasyid Ridha dan Mustafa Az-Zarqa, perintah melakukan rukyat adalah perintah ber-ilat (beralasan). Ilat perintah rukyat adalah karena ummat zaman Nabi Saw adalah ummat yang ummi, tidak kenal baca tulis dan tidak memungkinkan melakukan hisab. Ini ditegaskan oleh Rasulullah Saw dalam hadits riwayat Al Bukhari dan Muslim,“Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi; kami tidak bisa menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu adalah demikian-demikian. Yakni kadang-kadang dua puluh sembilan hari dan kadang-kadang tiga puluh hari.”..>>..[3] Ketiga, dengan rukyat umat Islam tidak bisa membuat kalender. Rukyat tidak dapat meramal tanggal jauh ke depan karena tanggal baru bisa diketahui pada H-1. Dr. Nidhal Guessoum menyebut suatu ironi besar bahwa umat Islam hingga kini tidak mempunyai sistem penanggalan terpadu yang jelas. Padahal 6000 tahun lampau di kalangan bangsa Sumeria telah terdapat suatu sistem kalender yang terstruktur dengan baik...>> [4] Keempat, rukyat tidak dapat menyatukan awal bulan Islam secara global. Sebaliknya, rukyat memaksa umat Islam berbeda memulai awal bulan Qamariah, termasuk bulan-bulan ibadah...>>..[5] Kelima, jangkauan rukyat terbatas, dimana hanya bisa diberlakukan ke arah timur sejauh 10 jam...Akibatnya, rukyat fisik tidak dapat menyatukan awal bulan Qamariah di seluruh dunia karena keterbatasan jangkauannya. Memang, ulama zaman tengah menyatakan bahwa apabila terjadi rukyat di suatu tempat maka rukyat itu berlaku untuk seluruh muka bumi. >>..[6] Keenam, rukyat menimbulkan masalah pelaksanaan puasa Arafah. Bisa terjadi di Makkah belum terjadi rukyat sementara di kawasan sebelah barat sudah, atau di Makkah sudah rukyat tetapi di kawasan sebelah timur belum..>> ..Sistem hisab menurut Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, M.A. yang disampaikan dalam pengajian Ramadhan 1431 H PP Muhammadiyah di Kampus Terpadu UMY. “Hisab yang dipakai Muhammadiyah adalah hisab wujud al hilal, yaitu metode menetapkan awal bulan baru yang menegaskan bahwa bulan Qamariah baru dimulai apabila telah terpenuhi tiga parameter: telah terjadi konjungsi atau ijtima’, ijtima’ itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan pada saat matahari terbenam bulan berada di atas ufuk.” ..>>...Pada prinsipnya hisab berdasarkan sistem ijtima, yaitu antara bumi dan bulan berada pada satu garis lurus astronomi. Bulan menyelesaikan satu kali putaran mengelilingi bumi dalam waktu 29 hari 44 menit 27 detik atau satu keliling. Jika ijtima terjadi setelah matahari terbenam pada hari ke 29 maka besoknya terhitung hari yang ke 30 (bulan baru belum wujud), tetapi jika ijtima terjadi sebelum mata hari terbenam hari yang 29 maka besoknya terhitung bulan baru atau tanggal 1. Hisab ini berdasarkan firman Allah Surah Yunus ayat 5 yang artinya : Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang Mengetahui. Dalam hadis Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang artinya: Sebenarnya bulan itu dua puluh sembilan hari maka janganlah kamu berpuasa sehingga kamu melihat bulan dan janganlah kamu berhari raya sebelum kamu melihat bulan, jika mendung “kadarkanlah” olehmu untuknya. Para ulama berbeda pendapat tentang arti kata-kata “kadarkanlah”. Ada yang menafsirkan sempumakanlah 30 hari. Ada pula yang ber- pendapat arti “kadarkanlah” tersebut adalah “fa’udduhu bil hisab” artinya kadarkanlah dengan berdasarkan hisab dari pendapat lbnu Rusyd dalam kitabnya Bidayalul Mujtahid...>> ...



um'at, 20 Juli 2012 , 08:34:00
 
PUASA HARI SABTU - Menteri Agama Suryadharma Ali (2kanan) di dampingi Wamenag Nasaruddin Umar (kanan), Anggota DPR RI Jazuli Juwaini (kiri) dan Ketua MUI Ma'ruf Amin memimpin sidang Isbat Awal Ramadhan 1433 H di Kantor Kementrian Agama, Thamrin, Jakarta, Kamis (19/7). Pemerintah melalu Menteri Agama menetapkan awal Bulan Ramadhan jatuh Hari Sabtu 21 Juli 2012. FOTO : RANDY TRI KURNIAWAN/RM
JAKARTA – Umat muslim di Indonesia memulai ibadah puasa dalam waktu yang tidak seragam. Pemerintah memutuskan 1 Ramadan 1433 Hijriah jatuh pada Sabtu besok (21/7). Sementara itu, beberapa ormas Islam seperti Muhammadiyah dan Front Pembela Islam (FPI) menetapkan awal puasa jatuh pada hari ini (20/7). Karena itu, tadi malam ada sebagian warga muslim yang menunaikan Salat Tarawih.

Pemerintah memutuskan awal Ramadan tersebut setelah melangsungkan sidang isbat di kantor Kementerian Agama (Kemenag) tadi malam. ’’Kami memutuskan dan menetapkan bahwa 1 Ramadan jatuh pada hari Sabtu tanggal 21 Juli 2012,’’ ujar Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA). Keputusan itu lahir setelah mendengarkan tanggapan dari sejumlah ormas Islam. Di antaranya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU), Dewan Masjid Indonesia, Dewan Dakwah Indonesia, Perhimpunan Al Irsyad, Lajnah Falakiyah PB NU, Wahdah Islamiyah, dan Persatuan Umat Islam.

Mayoritas ormas Islam yang hadir bersepakat dengan penetapan awal Ramadan oleh pemerintah. Berdasar pemantauan hilal oleh pemerintah, 38 kantor wilayah menyatakan tidak melihat hilal. Sementara itu, Muhammadiyah, FPI, dan An-Najat memutuskan memulai puasa hari ini. Wakil FPI Habib Muhsin Ahmad Alattas menegaskan, pihaknya tidak memakai metode Ephemeris seperti yang digunakan pemerintah dan sejumlah ormas lainnya. FPI menggunakan metode Sulam an-Nayyirain. 

Nah, berdasar metode tersebut, FPI mendapat laporan bahwa ada yang melihat hilal pada pukul 17.53 WIB kemarin. Lokasinya di Pesantren Al-Husainiah, Cakung, Jakarta Timur. ’’FPI menghargai perbedaan. Tapi, kami tetap akan berpuasa mulai Jumat (hari ini, Red),’’ katanya.  

Di sisi lain, Ketua Lajnah Falakiyah PB NU A. Ghazalie Masroeri meragukan keabsahan hilal yang disaksikan FPI. Pihaknya bahkan meminta Kemenag meninjau lokasi pemantauan hilal yang diklaim FPI. 
Dia menyatakan, ada beberapa hal yang meragukan. Pertama, hilal tersebut terlihat pada pukul 17.53 WIB. Padahal, saat itu belum masuk waktu magrib. Selain itu, kondisi cuaca di Jakarta sedang mendung, sehingga tidak memungkinkan untuk melihat hilal dengan jelas.

’’Mereka mengatakan hilal dilihat dari gedung berlantai tiga. Padahal, kami yang memiliki 120 tempat, dengan dua tempat di DKI Jakarta, salah satunya bahkan berlantai 13, tidak ada yang melihat hilal. Dari Kemenag, perlu mengadakan tinjauan apakah layak Cakung itu digunakan untuk rukyat,’’ tegas Ghazalie.Terkait dengan perbedaan awal puasa dan tidak hadirnya wakil Muhammadiyah dalam sidang isbat, Menag Suryadharma Ali menyikapi dengan tenang.

Dia tidak ingin mempertajam perbedaan.’’Biarkan Pak Din (Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Red) berbicara sesuai keyakinannya. Tetap kita hormati buat mereka yang memutuskan puasa dimulai besok (hari ini). Bagi yang puasa besok (hari ini), juga menghormati masyarakat muslim yang berpuasa pada Sabtu (besok). Kita saling menghormati saja,’’ ujarnya. (ken/c5/ca)

Menag: Sabtu, 1 Ramadhan


* Idul Fitri Kemungkinan Besar Seragam

BANDA ACEH - Pemerintah RI, melalui Kementerian Agama, memutuskan bahwa bulan Ramadhan 1433 H jatuh pada hari Sabtu, 21 Juli 2012. Keputusan ini didasarkan atas fakta bahwa hilal atau bulan baru, belum terlihat di berbagai daerah, termasuk di Aceh. 

“Hilal tidak bisa dilihat, oleh karenanya 1 Ramadhan 1433 Hijriah jatuh pada hari Sabtu, 21 Juli 2012,” tegas Menteri Agama, Suryadharma Ali pada Sidang Isbat di Kementrian Agama (Kemenag), Jakarta, Kamis (19/7) malam.

Keputusan penetapan awal Ramadhan tersebut diambil Menteri Agama setelah mendengar berbagai tanggapan dari sejumlah organisasi Islam, seperti Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Perhimpunan Al-Irsyad, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, Front Pembela Islam, dan sejumlah organisasi Islam lain.

Perwakilan Muhammadiyah tidak hadir dalam sidang isbat tersebut, karena organisasi Islam itu telah memutuskan 1 Ramadhan 1433 H jatuh Jumat (20/7), hari ini. 

Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Prof Din Syamsuddin mengatakan, Muhammadiyah telah menetapkan awal puasa pada Jumat, 20 Juli 2012, dan berlaku serentak di seluruh Indonesia.

Menurut dia, berdasarkan pendekatan Muhammadiyah pada Kamis pagi sekitar pukul 11.00 WIB telah terjadi ijtimak, yaitu matahari, bulan, dan bumi, berada pada garis lurus atau disebut dengan konjungsi. Konjungsi tersebut telah disepakati oleh hampir semua almanak astronomi. Muhammadiyah meyakininya sebagai pertanda bahwa bulan Syakban akan segera berakhir. (Lihat, Tidak Boleh Diintervensi) 

Kecuali Muhammadiyah, sidang isbat di Kemenag RI tadi malam dihadiri perwakilan Komisi VIII DPR RI dan perwakilan sejumlah instansi pemerintahan, seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakorsurtanal), dan Observatorium Boscha Institut Teknologi Bandung.

Dalam sidang itu, hadir pula perwakilan negara-negara sahabat, seperti Palestina, Irak, Arab Saudi, Yaman, Turki, Malaysia, Sudan, dan Brunei Darussalam.

Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama Kementerian Agama, Ahmad Jauhari, dalam sidang isbat itu mengatakan, perwakilan Kemenag di 38 daerah menyatakan, Kamis ini (19/7) tidak melihat hilal (bulan sabit muda pertama yang dapat dilihat setelah terjadinya konjungsi).

Pihak Front Pembela Islam (FPI) yang hadir dalam sidang isbat menyatakan akan mulai berpuasa pada Jumat (20/7) hari ini. “Tim falakiyah kami yang di Cakung sudah melihat hilal pada pukul 17.53 WIB. Lama penglihatan empat menit. Posisi arah kiri atas matahari, miring atas kiri. Karena itu, FPI memulai puasa pada hari Jumat, namun kami tetap menghargai perbedaan,” ujar salah satu anggota tim falakiyah DPP FPI, Muchsin Alatas.

Selain itu, FPI juga meminta agar pemerintah dapat menyampaikan metode yang dipakai dalam menentukan awal Ramadhan secara terbuka. “Kami menyarankan agar Kemenag menyampaikan secara terbuka bahwa metode yang dipakai untuk menentukan awal Ramadhan adalah empiris. Perbedaan metode sebenarnya akar masalahnya,” tukas Muchsin. 

Dari Banda Aceh, pihak Badan Hisab dan Rukyah Provinsi Aceh yang melakukan pemantauan di Pusat Observasi Hilal Lhoknga, Aceh Besar, Kamis (19/7) sore juga menyatakan tidak melihat hilal.

Meski masuknya Ramadhan berbeda, tapi kemungkinan besar umat Islam di Indonesia bakal seragam dalam merayakan Lebaran Idul Fitri tahun ini. Sejumlah pakar memprediksi, 1 Syawal 1433 H kemungkinan besar akan seragam, yakni jatuh pada 19 Agustus 2012. Hal ini karena pada saat Magrib pada tanggal 17 Agustus di seluruh wilayah  Indonesia bulan masih di bawah ufuk atau belum wujud, sehingga tidak dalam posisi kritis.

“Dengan rukyat pun tidak mungkin ada kesaksian hilal. Artinya, 18 Agustus merupakan hari terakhir Ramadhan. Sementara pada saat Magrib 18 Agustus, bulan sudah cukup tinggi untuk bisa dirukyat. Jadi, ormas-ormas tak lagi berbeda pendapat soal ini,” kata pakar astronomi dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Prof Dr Thomas Djamaluddin.(nal/tribunnews.com)

Cahayanya Terlalu Lemah

PAKAR astronomi dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Prof Dr Thomas Djamaluddin mengatakan, hilal ketika matahari terbenam pada Kamis (19/7) kemarin, memang terlalu rendah, sehingga tidak akan bisa terlihat.

Ia katakan, hilal sudah di atas ufuk, namun ketinggian hilal kurang dari 2 derajat. Kondisi ini memang membuka peluang terhadap perbedaan. “Hilal kurang dari 1,5 derajat. Terlalu rendah untuk bisa diamati. Cahayanya pun terlalu lemah,” kata Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan Lapan itu di Jakarta, Kamis (19/7).

Meski masuknya Ramadhan berbeda, tapi Thomas mengatakan bahwa awal Syawal 1433 H (Idul Fitri 2012) kemungkinan besar akan seragam dirayakan, yakni jatuh pada 19 Agustus 2012. Hal ini karena, pada saat Magrib pada tanggal 17 Agustus itu di seluruh wilayah Indonesia bulan masih di bawah ufuk atau belum wujud, sehingga tidak dalam posisi kritis.

“Dengan rukyat pun tidak mungkin ada kesaksian hilal. Artinya, 18 Agustus merupakan hari terakhir Ramadhan. Sementara pada saat Magrib 18 Agustus, bulan sudah cukup tinggi untuk bisa dirukyat,” pungkasnya. (tribunnews.com)

Tak Boleh Diintervensi 

KETUA Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Din Syamsuddin, mengatakan, alasan Muhammadiyah tidak menghadiri sidang isbat di Kemenag RI, karena faktor perbedaan keyakinan antara Muhammadiyah dan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama RI.

“Muhammadiyah merasa tidak perlu lagi menghadiri rapat isbat, karena alasan bahwa ini keyakinan yang tidak boleh diintervensi oleh pemerintah. Untuk tahun-tahun yang akan datang, Muhammadiyah juga tidak boleh diintervensi dan menyatakan tidak ikut sidang itu (isbat),” kata Din Syamsuddin, di Jakarta, Kamis (19/7).

Din menilai, sidang isbat yang digelar pemerintah hanya basa-basi, karena pemerintah tidak mengakomodasi aspirasi-aspirasi dari ormas keagamaan yang ada. Pemerintah dalam sidang isbat hanya menentukan keputusan secara sepihak. Oleh karena itu, tidak ada gunanya Muhammadiyah hadir ke sidang isbat itu.

Din mengimbau agar semua pihak menghargai sikap Muhammadiyah yang memiliki wewenang menentukan keputusan tidak lagi menghadiri sidang isbat. “Itu sikap Muhammadiyah, mohon dihargai oleh ormas lain dan pemerintah,” pintanya.(tribunnews.com)

Editor : bakri
 

Why Puasa Today Tgl 20 Juli 

2012, Alasan dan Isbat Pemerintah

OPINI | 20 July 2012 | 10:33

Marhaba
Sebagai orang awam dalam hal ilmu agama, maka saya berprinsip mengikuti Ulama. Nah, saya rasa demikian juga anda para rekan kompasianer, seperti sekarang ini orang banyak kembali dibingungkan dalam hal penentuan awal puasa.  

Disinilah perannya nikmat akal dan logika serta pentingnya belajar  ilmu pengetahuan (astronomi) seiring perkembangan teknologi dan zaman. Adapun sebab dan penjelasan (permisi Admin,ini hasil copas ) saya dan sebagian umat berpuasa mulai hari ini; Jum’at 20 Juli 2012 – 1 Ramadhan 1432 Hijriyah, adalah sebagai berikut, taal.
13427530071569062014
satu pojokan katara (dok.esanto)
Alasan Penentuan Puasa Tgl. 20 Juli 2012
Argumen Muhammadiyah dalam berpegang kepada Hisab seperti yang disampaikan Prof. Dr. Syamsul Anwar, M.A. berikut:
Pertama, semangat Al Qur’an adalah menggunakan hisab. Hal ini ada dalam ayat“Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan”(QS. 55:5). Ayat ini bukan sekedar menginformasikan bahwa matahari dan bulan beredar dengan hukum yang pasti sehingga dapat dihitung atau diprediksi, tetapi juga dorongan untuk menghitungnya karena banyak kegunaannya. Dalam QS. Yunus (10) ayat 5 disebutkan bahwa kegunaannya untuk mengetahi bilangan tahun dan perhitungan waktu.
Kedua, jika spirit Qur’an adalah hisab, mengapa Rasulullah Saw menggunakan rukyat? Menurut Rasyid Ridha dan Mustafa Az-Zarqa, perintah melakukan rukyat adalah perintah ber-ilat (beralasan). Ilat perintah rukyat adalah karena ummat zaman Nabi Saw adalah ummat yang ummi, tidak kenal baca tulis dan tidak memungkinkan melakukan hisab. Ini ditegaskan oleh Rasulullah Saw dalam hadits riwayat Al Bukhari dan Muslim,“Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi; kami tidak bisa menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu adalah demikian-demikian. Yakni kadang-kadang dua puluh sembilan hari dan kadang-kadang tiga puluh hari.”
Dalam kaidah fiqhiyah, hukum berlaku menurut ada atau tidak adanya ilat. Jika ada ilat, yaitu kondisi ummi sehingga tidak ada yang dapat melakukan hisab, maka berlaku perintah rukyat. Sedangkan jika ilat tidak ada (sudah ada ahli hisab), maka perintah rukyat tidak berlaku lagi. Yusuf Al Qardawi menyebut bahwa rukyat bukan tujuan pada dirinya, melainkan hanyalah sarana. Muhammad Syakir, ahli hadits dari Mesir yang oleh Al Qaradawi disebut seorang salafi murni, menegaskan bahwa menggunakan hisab untuk menentukan bulan Qamariah adalah wajib dalam semua keadaan, kecuali di tempat di mana tidak ada orang mengetahui hisab.
Ketigadengan rukyat umat Islam tidak bisa membuat kalender. Rukyat tidak dapat meramal tanggal jauh ke depan karena tanggal baru bisa diketahui pada H-1. Dr. Nidhal Guessoum menyebut suatu ironi besar bahwa umat Islam hingga kini tidak mempunyai sistem penanggalan terpadu yang jelas. Padahal 6000 tahun lampau di kalangan bangsa Sumeria telah terdapat suatu sistem kalender yang terstruktur dengan baik.
13427543811535387354
doha business area (dok.edsanto)
Keempatrukyat tidak dapat menyatukan awal bulan Islam secara global. Sebaliknya, rukyat memaksa umat Islam berbeda memulai awal bulan Qamariah, termasuk bulan-bulan ibadah. Hal ini karena rukyat pada visibilitas pertama tidak mengcover seluruh muka bumi. Pada hari yang sama ada muka bumi yang dapat merukyat tetapi ada muka bumi lain yang tidak dapat merukyat.  Kawasan bumi di atas lintang utara 60 derajat dan di bawah lintang selatan 60 derajat adalah kawasan tidak normal, dimana tidak dapat melihat hilal untuk beberapa waktu lamanya atau terlambat dapat melihatnya, yaitu ketika bulan telah besar. Apalagi kawasan lingkaran artik dan lingkaran antartika yang siang pada musim panas melebihi 24 jam dan malam pada musim dingin melebihi 24 jam.
Kelimajangkauan rukyat terbatas, dimana hanya bisa diberlakukan ke arah timur sejauh 10 jam. Orang di sebelah timur tidak mungkin menunggu rukyat di kawasan sebelah barat yang jaraknya lebih dari 10 jam. Akibatnya, rukyat fisik tidak dapat menyatukan awal bulan Qamariah di seluruh dunia karena keterbatasan jangkauannya. Memang, ulama zaman tengah menyatakan bahwa apabila terjadi rukyat di suatu tempat maka rukyat itu berlaku untuk seluruh muka bumi. Namun, jelas pandangan ini bertentangan dengan fakta astronomis, di zaman sekarang saat ilmu astronomi telah mengalami kemajuan pesat jelas pendapat semacam ini tidak dapat dipertahankan.
Keenamrukyat menimbulkan masalah pelaksanaan puasa Arafah. Bisa terjadi di Makkah belum terjadi rukyat sementara di kawasan sebelah barat sudah, atau di Makkah sudah rukyat tetapi di kawasan sebelah timur belum. Sehingga bisa terjadi kawasan lain berbeda satu hari dengan Makkah dalam memasuki awal bulan Qamariah. Masalahnya, hal ini dapat menyebabkan kawasan ujung barat bumi tidak dapat melaksanakan puasa Arafah karena wukuf di Arafah jatuh bersamaan dengan hari Idul Adha di ujung barat itu. Kalau kawasan barat itu menunda masuk bulan Zulhijjah demi menunggu Makkah padahal hilal sudah terpampang di ufuk mereka, ini akan membuat sistem kalender menjadi kacau balau.
Argumen-argumen di atas menunjukkan bahwa rukyat tidak dapat memberikan suatu penandaan waktu yang pasti dan komprehensif. Dan karena itu tidak dapat menata waktu pelaksanaan ibadah umat Islam secara selaras di seluruh dunia. Itulah mengapa dalam upaya melakukan pengorganisasian sistem waktu Islam di dunia internasional sekarang muncul seruan agar kita memegangi hisab dan tidak lagi menggunakan rukyat. Temu pakar II untuk Pengkajian Perumusan Kalender Islam (Ijtima’ al Khubara’ as Sani li Dirasat Wad at Taqwimal Islami) tahun 2008 di Maroko dalam kesimpulan dan rekomendasi (at Taqrir al Khittami wa at Tausyiyah) menyebutkan: “Masalah penggunaan hisab: para peserta telah menyepakati bahwa pemecahan problematika penetapan bulan Qamariah di kalangan umat Islam tidak mungkin dilakukan kecuali berdasarkan penerimaan terhadap hisab dalam menetapkan awal bulan Qamariah, seperti halnya penggunaan hisab untuk menentukan waktu-waktu shalat.”
Sebagaimana diketahui pada garis besarnya sistem penetapan awal bulan Qamariyah ada dua yaitu hisab dan ru’yah. Kedua sistem ini bermaksud untuk mengamalkan sabda Rasulullah SAW tentang penentuan awal bulan khususnya bulan Ramadhan, Syawwal dan Dzulhijjah, yaitu :
Ru’yatuI hilalyang dalam istilah astronomi disebut observasi secara langsung awal bulan Ramadhan dan awal bulan Syawwal yaitu sabda Rasulullah SAW yang artinya: “Berpuasalah kamu ketika melihat bulan (bulan sabit Ramadhan) dan berbukalah kamu ketika melihat bulan (bulan Syawwal) maka jika mendung hendaklah kamu sempurnakan bulan Sya’ban tiga puluh hari. (hadis ru’yah, dalam Kitab Shahihul al-Bukhari, hadis  yang ke-940). Menurut prinsip ru’yat penentuan awal bulan harus dibuktikan dengan melihat bulan sabit (hilal) di atas ufuk pada hari yang ke 29. Jika hilal tidak berhasil dilihat karena mendung atau tertutup awan maka harus diistikmalkan/disempurnakan 30 hari. Ru’yah berasal dari akar kata ra’a yang artinya melihat dengan mata telanjang sebagaimana di zaman Rasulullah Saw. Jadi golongan ahli ru’yah ini berpatokan kalau sudah melihat bulan sabit (baru), baru hidup bulan (datang bulan baru). Kalau tidak melihat bulan karena mendung atau tertutup awan maka bulan masih belum hidup (masih tanggal 30), sehingga tanggal satu bulan baru pada besok lusa. demikianlah pendapat ulama dari kalangan mazhab Syafi’i antara lain Ibnu Hajar Al Haitami dalam kitab Tuhfah juz ke IIIhal 374 yang intinya mewajibkan puasa dikaitkan dengan ru’yatul hilal yang terjadi setelah terbenam mata hari bukan karena wujudnya hilal walaupun bulan sudah tinggi di atas ufuk kalau bulan tidak terlihat belum masuk bulan baru.
Sistem hisabmenurut Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, M.A.yang disampaikan dalam pengajian Ramadhan 1431 H PP Muhammadiyah di Kampus Terpadu UMY. “Hisab yang dipakai Muhammadiyah adalah hisab wujud al hilal, yaitu metode menetapkan awal bulan baru yang menegaskan bahwa bulan Qamariah baru dimulai apabila telah terpenuhi tiga parameter: telah terjadi konjungsi atau ijtima’, ijtima’ itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan pada saat matahari terbenam bulan berada di atas ufuk.”
Pada prinsipnya hisab berdasarkan sistem ijtima, yaitu antara bumi dan bulan berada pada satu garis lurus astronomi. Bulan menyelesaikan satu kali putaran mengelilingi bumi dalam waktu 29 hari 44 menit 27 detik atau satu keliling. Jika ijtima terjadi setelah matahari terbenam pada hari ke 29 maka besoknya terhitung hari yang ke 30 (bulan baru belum wujud), tetapi jika ijtima terjadi sebelum mata hari terbenam hari yang 29 maka besoknya terhitungbulan baru atau tanggal 1. Hisab ini berdasarkan firman Allah Surah Yunus ayat 5 yang artinya :

Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang Mengetahui.

Dalam hadis Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang artinya: 

Sebenarnya bulan itu dua puluh sembilan hari maka janganlah kamu berpuasa sehingga kamu
melihat bulan dan janganlah kamu berhari raya sebelum kamu melihat bulan, jika mendung “kadarkanlah” olehmu untuknya.

Para ulama berbeda pendapat tentang arti kata-kata “kadarkanlah”. Ada yang  menafsirkan sempumakanlah 30 hari. Ada pula yang berpendapat arti “kadarkanlah” tersebut adalah “fa’udduhu bil hisab” artinya kadarkanlah dengan berdasarkan hisab dari pendapat lbnu Rusyd dalam kitabnya Bidayalul Mujtahid.

Demikian pula Ibnu Syauraidi Mutarrif dan Ibnu Qulaibah bahwa yang dimaksud “kadarkanlah” ialah dihitung menurut ilmu falak. Ulama Syatriyah yakni Imam Ramli dalam kitabnya Nihayatul Mujtahid Juz III hal. 148 menyatakan: Bahwa bagi ahli hisab dan orang orang yang mempercayainya wajib berpuasa berdasarkan hisabnya. Demikian pula kalau ada orang yang mengaku telah melihat bulan padahal menurut perhitungan hisab bulan belum terwujud maka kesaksian ituditolak (Tuhfah Juz IIIhal. 382). Aliran baru Imam Qalyubi menjelaskan ada 10 pengertian yang dikandung dalam hadis shumu liru’yatihi, diantaranya adalah ru’yah diartikan pada ilmu pengetahuan, maka pendapat ahli hisab tentang bulan atau tanggal dapat diperpegangi (Qalyubi  Juz II hal 49), jadi ru’yah tidak mesti dengan mata telanjang.
1342754838288238854
sunset di wakra suatu sore (dok.edsanto)
Mengapa Muhammadiyah memakai sistem hisab ?
Prinsip yang selalu dianut oleh persyarikatan Muhammadiyah adalah setia mengikuti perkembangan zaman kemajuan sains dan teknologi yang menyelaraskan dengan hukum-hukum Islam. Inilah yang dikenal sebagai tarjih dan pemikiran. Apalagi masalah keumatan khususnya dalam penetapan awal bulan Ramadhan dan Syawal, para ahli hisab Muhammadiyah yang tergabung dalam Majelis Tarjih dan Tajdid telah memberikan pendapatnya kemudian dituangkan dalam surat keputusan pimpinan pusat Muhammadiyah tentang penetapan awal Ramadhan dan Syawal.
Hukum yang ditetapkan Muhammadiyah harus berangkat dari dalil Naqli Al-Qur’an dan As-Sunah Shahihah dan dari acuan pokok tersebut dikembangkan berdasarkan kaedah Ushul Fiqh.
Muhammadiyah dalam penentuan awal bulan menggunakan sistem hisab hakikiwujudul hilalartinya memperhitungkan adanya hilal pada saat matahari terbenam dan dengan dasar Al-Qur’an Surah Yunus ayat 5 di atas dan Hadis Nabi tentang ru’yah riwayat Bukhari. Memahami hadis tersebut secara taabudi atau gairu ma’qul ma’na/tidak dapat dirasionalkan, tidak dapat diperluas dan dikembangkan sehingga ru’yah hanya dengan mata telanjang tidak boleh pakai kacamata dan teropong dan alat-alat lainnya, hal ini terasa kaku dan sulit direalisasikan. Apalagi daerah tropis yang selalu berawan ketika sore menjelang magrib, jangankan bulan, matahari pun tidak kelihatan sehingga ru’yah mengalami gagal total.
Hadis tersebut kalau diartikan dengan Ta’qul ma’naartinya dapat dirasionalkan maka ru’yah dapat diperluas, dikembangkan melihat bulan tidak terbatas hanya dengan mata telanjang tetapi termasuk semua sarana alat ilmu pengetahuan, astronomi, hisab dan sebagainya.  Sebaliknva dengan memahami bahwa hadis ru’yah itu ta’aquli ma’na maka hadis tersebut akan terjaga dan terjamin relevansinya sampai hari ini, bahkan sampai akhir zaman nanti. Berlainan dengan masalah ibadahnya seperti shalat hari raya, itu tidak dapat dirasionalkan apalagi dikompromikan karena ketentuan tersebut sudah baku dari sunnah Rasul. Tetapi kalau menuju ke arah ibadah itudapat diijtihadi, misalnya berangkat haji ke Mekkah silahkan dengan transportasi yang modern tetapi kalau dalam pelaksanaan hajinya sudah termasuk ibadah harus sesuai dengan sunnah Rasul. Dengan pemahaman semacam ini hukum Islam akan tetap up todate dan selalu tampil untuk menjawab tantangan zaman.
Dengan demikian maka Muhammadiyah dalam penentuan awal bulan memakai sistem hisab berdasarkan wujudul hilal. Andaikata ketentuan hisab tersebut berbeda dengan pengumuman pemerintah apakah melanggar ketentuan pemerintah? atau dengan melanggar Al-qur’an surah Annisa ayat 59 “Athiullah wa athi’u ar rasul wa ulil amriminkum”. Muhammadiyah tidak melanggar  ketentuan pemerintah dalam soal ketaatan beragama sebab pemerintah membuat pengumuman bahwa hari raya tanggal sekian dan bagi umat Islam yang merayakan hari raya berbeda berdasarkan keyakinannya, maka dipersilahkan dengan sama-sama menghormatinya. Jadi pemerintah sendiri sudah menyadari dan mengakomodir perbedaan tersebut. Demikian agar semua menjadi maklum.
13427535081408961747
riung gaya at katara (dok.edsanto)
Ormas Muhammadiyah Tidak Ikut Sidang Isbat
Penentuan awal Ramadhan oleh Muhammadiyah sudah sejak diputuskan pada saat Tanwir Muhammadiyah di Bandung akhir Juni lalu. Muhammadiyah menetapkan bahwa 1 Ramadhan 1433 H jatuh pada tanggal 20 Juli 2012. 1 Syawal 1433 H jatuh pada tanggal 19 Agustus, dan 10 Dzulhijjah 1433 H jatuh pada tanggal 26 Oktober 2012. Kemungkinan perbedaan awal ramadhan dengan pemerintah sangat terlihat jelas, ketika pemerintah menggunakan metode Rukyatul Hilal, dan tidak mungkin terlihat, karena posisi Indonesia di beberapa tempat tidak akan terlihat. Muhammadiyah sudah menetapkan lebih dahulu dalam penentuan awal Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah dengan metode hisab wujudul hilal. Hal itu disampaikan Drs. H. Oman Fathurohman S.W., M.Ag., Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah melalui telpon kepada redaksi.
Menurut Oman Fathurohman, Ijtimak jelang bulan Ramadan 1433 H terjadi pada hari Kamis Wage tanggal 19 Juli 2012  pukul 11:25:24 WIB. Ijtimak ini terjadi  pada momen yang sama untuk seluruh muka Bumi, hanya saja jamnya tergantung pada jam di tempat bersangkutan. Kalau ijtimak terjadi pada pukul 11:25:24 WIB berarti sama dengan pukul 07:25:24 WAS (Waktu Arab Saudi) karena selisih waktu WIB dengan Arab Saudi 4 jam. Dengan ijtimak ini berarti kriteria pertama sudah terpenuhi, tinggal menguji kriteria kedua dan ketiga. Kriteria kedua dengan mudah diketahui, karena kalau ijtimak terjadi pada pukul 11:25:24 WIB sudah dapat dipastikan terjadi sebelum terbenam Matahari pada hari dan tanggal tersebut. Terbenam Matahari di Yogyakarta pada hari itu pukul 17:39 WIB. Kriteria ketiga juga sudah terpenuhi karena berdasarkan perhitungan tersebut, pada saat terbenam Matahari di Yogyakarta tanggal 19 Juli 2012 itu Bulan masih di atas ufuk setinggi 01 ͦ 38’ 40”, artinya pada saat Matahari terbenam Bulan belum terbenam, jadi hilal sudah wujud. Dengan demikianNegara-negara yang akan keseluruhan kriteria yang diperlukan sudah terpenuhi, dan karena ketiga kriteria tersebut sudah terpenuhi, maka ditetapkanlah tanggal 1 Ramadan 1433 H  dimulai pada saat terbenam Matahari tanggal 19 Juli 2012 dan konversinya dengan kalender Masehi ditetapkan pada keesokan harinya yaitu tanggal 20 Juli 2012. Itulah sebabnya maka dikatakan tanggal 1 Ramadan 1433 H jatuh pada hari Jum’at Kliwon 20 Juli 2012.

Terkait dengan posisi Muhammadiyah dalam sidang Isbat yang akan dilakukan pemerintah yang kali ini diwakili oleh Kementrian Agama RI, Oman Fathurohman mengatakan sidang Isbat sendiri hanya mengakomodir suara-suara hasil rukyat. Apabila ada saksi yang melihat bulan baru di atas  2  ͦ  tidak akan diakomodir oleh pemerintah, namun pemerintah lebih mengakui saksi yang tidak melihat bulan. Muhammadiyah dengan metode hisabnya justru tidak akan diakomodir. 

Namun Oman mengaharapkan pemerintah memberikan keputusan tersendiri terhadap umat Islam untuk meyakini tentang awal Ramadhan.

Selanjutnya terkait dengan pernyataan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta di tvOne pagi tadi, yang menyarankan agar Pemerintah RI memiliki undang-undang hari raya, seperti di Malaysia ketika ada kelompok yang tidak mengikuti Pemerintah, Sultan di Kerajaan Malaysia berhak memerintahkan polisi untuk menangkap kelompok atau golongan tersebut. “Pemerintah tidak berhak melakukan tindakan seperti itu, pertama karena Negara Indonesia bukan Negara Agama, kemudian pembuatan Undang-undang perlu pembahasan di parlementer, selanjutnya, seandainya Pemerintah sudah menetapkan undang-undang hari raya tersebut, berarti pemerintah telah melanggar HAM dan UUD 45 pasal 29,” jawab tegas Oman Fathurohman.

Mengapa menggunakan hisab, alasannya adalah:
1. Hisab lebih memberikan kepastian dan bisa menghitung tanggal jauh hari ke depan,
2. Hisab mempunyai peluang dapat menyatukan penanggalan, yang tidak mungkin dilakukan dengan rukyat. Dalam Konferensi Pakar II yang diselenggarakan oleh ISESCO tahun 2008 telah ditegaskan bahwa mustahil menyatukan sistem penanggalan umat Islam kecuali dengan menggunakan hisab.
1342755078901016303
bazar musim dingin at museum islamic park (dok.edsanto)
Di pihak lain, rukyat mempunyai beberapa problem:
1. Tidak dapat memastikan tanggal ke depan karena tanggal baru bisa diketahui melalui rukyat pada h-1 (sehari sebelum bulan baru),
2. Rukyat tidak dapat menyatukan tanggal termasuk menyatukan hari puasa Arafah, dan justeru sebaliknya rukyat mengharuskan tanggal di muka bumi ini berbeda karena garis kurve rukyat di atas muka bumi akan selalu membelah muka bumi antara yang dapat merukyat dan yang tidak dapat merukyat,
3. Faktor yang mempengaruhi rukyat terlalu banyak, yaitu (1) faktor geometris (posisi Bulan, Matahari dan Bumi), (2) faktor atmosferik, yaitu keadaan cuaca dan atmosfir, (3) faktor fisiologis, yaitu kemampuan mata manusia untuk menangkap pantulan sinar dari permukaan bulan, (4) faktor psikologis, yaitu keinginan kuat untuk dapat melihat hilal sering mendorong terjadinya halusinasi sehingga sering terjadi klaim bahwa hilal telah terlihat padahal menurut kriteria ilmiah, bahkan dengan teropong canggih, hilal masih mustahil terlihat.
Akhirnya, mudah-mudah logika saya relevan, Indonesia lebih duluan 4 jam dari tanah Arab, tapi why tanah Arab sudah mulai berpuasa tapi Indonesia belum..?
Selamat Berpuasa, Ramadhan Kareem
Link terkait

1 komentar:

  1. ukyat dilakukan khusus untuk puasa ramadan, hisab diperlukan untuk melakukan rukyat, tetapi titik nol rotasi bulan mengelilingi bumi bukan pada konjungsi jelasnya baca rotasi bulan blogspot.com bakrisyam

    BalasHapus