Aneh, Harga Kedelai Naik Padahal Stok Melimpah
Rabu, 25/07/2012 10:37 WIB
Yogyakarta -
Stok kedelai di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) aman. Kenaikan harga kedelai akhir-akhir ini dinilai tidak wajar, sebab stok kedelai masih mencukupi sekitar 25 ribu ton.
"Stok masih memadai. Sebaiknya kita jangan tergantung pada impor. Kenaikan ini tidak wajar sehingga bisa memicu kepanikan," ungkap Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKPP) DIY Asikin Chalifa kepada wartawan di kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Yogyakarta, Rabu (24/7/2012).
Menurut dia, stok kedelai di DIY sebanyak 25 ribu ton. Sedangkan jumlah perajin tahu dan tempe sebanyak 10.103 usaha. Rata-rata setiap perajin membutuhkan 20 kg kedelai setiap hari,
"Jadi setiap hari hanya butuh 2 ribu ton kedelai dan pasokan masih cukup baik untuk rumah tangga dan non rumah tangga," katanya.
Dia meminta perajin tahu dan tempe untuk tidak terlalu panik dengan adanya isu nasional dan internasional berkaitan kedelai impor. Para pedagang dan distributor juga diminta untuk tidak memanfaatkan situasi.
"Seperti itu yang tidak kita inginkan yang kemudian bisa memicu pemborongan yang tak wajar," katanya.
Hal senada juga dikatakan oleh Kepala Dinas Pertanian DIY Nanang Suwandi. Stok kedelai yang ada di petani masih mencukupi. Saat ini petani kedelai di Gunungkidul dan daerah lainnya sudah memasuki masa panen. Lahan sekitar 38 ribu hektar tanaman kedelai siap panen.
"Kedelai yang dipanen masih di tangan petani dan belum dijual karena masih proses pengeringan. Sebentar lagi pasti dilepas," kata Nanang.
Koperasi Tahu Tempe Sudah Tak Bergigi, Kantor Pun Disulap Jadi Minimarket
Selasa, 24/07/2012 15:00 WIB
Para perajin tahu dan tempe mengeluhan peran dari Koperasi Perajin Tempe Tahu Indonesia (Kopti) yang kini sudah tak berdaya dalam mengelola pasokan dan harga kedelai. Saat ini distribusi dan pasokan kedelai sudah dikuasai oleh para pemodal besar.
Perajin tahu tempe mengeluh kenaikan kedelai secara signifikan ini tak bisa mereka jawab dengan menaikkan harga jual tempe dan tahu. Mereka berpendapat salah satu dari penyebab ini karena peran Kopti yang sudah lemah, tidak seperti dulu.
"Dulu ketika dipegang Kopti kita makmur, tiap bulan kita punya simpanan kedelai dan dapat sembako setiap bulannya dari mereka," ungkap Mukhrom, seorang perajin tahu di Sungai Bambu, Jakarta Utara kepada detikFinance, Selasa (24/07/12).
Mukhrom menambahkan semenjak pasar bebas, yang memegang distribusi kedelai sudah bukan Kopti lagi, melainkan perorangan atau pemodal-pemodal besar. Ia menuturkan jika dahulu Kopti seperti raja, bahkan orang-orang yang punya uang harus beli kedelai di Kopti justru sekarang kebalikannya. Para pemodal besar berhak mengendalikan harga, sedangkan Kopti sudah tidak berperan lagi.
Misalnya di Jakarta Utara, menurut penuturan dari banyak perajin tahu-tempe, Kopti hanyalah kini sebuah nama, gedung sudah tidak ada bahkan infrastruktur Kopti Jakarta Utara sekarang dijadikan minimarket.
"Di Jakarta Utara sekarang, peran Kopti sudah total tidak ada, gudangnya saja sudah dijual dan kantornya sudah digunakan untuk Alfamart," katanya.
Mukhrom menambahkan sekarang perdagangan kedelai ini bebas bukan oleh Kopti lagi sebagai pemegang otoritas kedelai, justru banyak mafia yang bermain. Menurutnya pemerintah harus campur tangan agar harga kedelai jangan dipermainkan oleh mafia-mafia.
(hen/hen)
Perajin tahu tempe mengeluh kenaikan kedelai secara signifikan ini tak bisa mereka jawab dengan menaikkan harga jual tempe dan tahu. Mereka berpendapat salah satu dari penyebab ini karena peran Kopti yang sudah lemah, tidak seperti dulu.
"Dulu ketika dipegang Kopti kita makmur, tiap bulan kita punya simpanan kedelai dan dapat sembako setiap bulannya dari mereka," ungkap Mukhrom, seorang perajin tahu di Sungai Bambu, Jakarta Utara kepada detikFinance, Selasa (24/07/12).
Mukhrom menambahkan semenjak pasar bebas, yang memegang distribusi kedelai sudah bukan Kopti lagi, melainkan perorangan atau pemodal-pemodal besar. Ia menuturkan jika dahulu Kopti seperti raja, bahkan orang-orang yang punya uang harus beli kedelai di Kopti justru sekarang kebalikannya. Para pemodal besar berhak mengendalikan harga, sedangkan Kopti sudah tidak berperan lagi.
Misalnya di Jakarta Utara, menurut penuturan dari banyak perajin tahu-tempe, Kopti hanyalah kini sebuah nama, gedung sudah tidak ada bahkan infrastruktur Kopti Jakarta Utara sekarang dijadikan minimarket.
"Di Jakarta Utara sekarang, peran Kopti sudah total tidak ada, gudangnya saja sudah dijual dan kantornya sudah digunakan untuk Alfamart," katanya.
Mukhrom menambahkan sekarang perdagangan kedelai ini bebas bukan oleh Kopti lagi sebagai pemegang otoritas kedelai, justru banyak mafia yang bermain. Menurutnya pemerintah harus campur tangan agar harga kedelai jangan dipermainkan oleh mafia-mafia.
(hen/hen)
Parah! 60% Kebutuhan Kedelai di Indonesia Masih Impor
Selasa, 24/07/2012 10:18 WIB. http://finance.detik.com/read/2012/07/24/101829/1973091/4/parah-60-kebutuhan-kedelai-di-indonesia-masih-impor
Jakarta -
Menteri Pertanian (Mentan) Suswono mengakui kebutuhan kedelai di Indonesia masih mengandalkan dari impor sebesar 60%. Pasalnya produksi dalam negeri yang hanya memasok 800.000 ton dari kebutuhan hingga 3 juta ton per tahun.
"60% kebutuhan kedelai di Indonesia masih berasal dari impor terutama dari Amerika Serikat," kata Suswono ketika ditemui di Kantornya, Selasa (24/7/2012).
Dikatakan Suswono, saat ini kondisi di Amerika Serikat yang mengalami musim kemarau panjang menyebabkan pasokan kedelai dari negeri Paman Sam ke Indonesia berkurang dan menyebabkan harga di dalam negeri melonjak.
"Naiknya harga kedelai ini dikarenakan kekeringan yang terjadi di Amerika Serikat, sehingga pasokan menurun, sementara pasokan kedelai impor kita paling besar dari Amerika," ujarnya.
Untuk mengatasi masalah ini dalam jangka panjang tentunya tidak bisa secepat membalikkan telapak tangan. Untuk bisa mengurangi ketergantungan impor kedelai ini tentunya dibutuhkan lahan yang luas, paling tidak sebanyak 2 juta hektar seperti dirinya minta sejak 2 tahun lalu.
"Kedelai kita pernah jaya, kalau terus diserang impor bisa mati petani kedelai kita, maka itu untuk mengembalikan kejayaan itu kita butuh tambahan lahan yang sangat luas, seperti yang saya teriakkan 2 tahun lalu kita butuh setidaknya 2 juta hektar, untuk petani dengan alokaksi 500.000 hektar untuk ditanami kedelai," ungkapnya.
Jika hal itu bisa terwujud, Suswono sangat yakin ketergantungan kedelai impor dapat dikurangi secara drastis.
"Kalau ada 2 juta hektar tambahan lahan untuk lahan kedelai dapatnya 500.000 hektar bagi petani kita, maka ketergantungan impor kedelai kita dapat ditekan drastis," tandasnya.
Ada Permainan Importir di Balik Lonjakan Harga Kedelai
Senin, 23/07/2012 18:00 WIB
Jakarta - Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) menilai lonjakan harga kedelai di dalam negeri belakangan ini, bukan hanya dipicu faktor eksternal harga kedelai dunia. Penyebab lainnya adalah permainan di dalam negeri oleh para importir kedelai yang selama ini menguasai kedelai impor.
Ketua Harian HKTI Sutrisno Iwantoro mengatakan kenyataan ini sudah berlangsung lama dan selalu terulang. Ia mempertanyakan peran pemerintah untuk turun tangan mengatasi masalah ini.
"Impor kedelai ini ada di tangan beberapa importir, ada 5-6 importir besar. Saya kira jangan sampai kelima 5 importir besar menguasai pasar Indonesia. Memungkinkan mereka membentuk kartel impor kedelai," kata Sutrisno kepada detikFinance, Senin (23/7/2012)
Ia menganggap harga kedelai di dalam negeri yang sudah meroket dari Rp 6.000 per kg hingga tembus lebih dari Rp 8.000 sudah tak wajar. Kenaikan harga ini menurutnya sudah identik dengan praktik kartel.
"Ini bisa diperiksa KPPU (komisi Pengawas Persaingan Usaha) apabila ada dugaan kartel, kartel indikasinya ada kenaikan harga berlebihan. Ada baiknya mereka (importir) menyadari itu," katanya.
Menurutnya seharusnya pemerintah tak membiarkan pola perdagangan kedelai yang cenderung dikuasai oleh segilintir importir ini. Pemerintah harus memberdayakan para koperasi perajin tahu tempe sebagai importir langsung.
"Saya sarankan agar pemerintah memberikan akses agar koperasi mengimpor sendiri, agar tak tergantung, soal modal kalau menguntungkan, bisa dari perbankan. Jangan sampai ini selalu terulang, patut ini curigai pelakunya itu-itu juga," katanya.
Sutrisno menambahkan jika pola semacam ini bisa diatasi maka ketergantungan Indonesia mengimpor kedelai dari Amerika bisa dibatasi. Sehingga sumber-sumber baru kedelai impor seperti dari Argentina, Brasil yang lebih murah bisa menjadi pilihan.
"Kedelai bisa dari Brasil dan Argentina yang lebih murah. Namun seharusnya pemerintah jangan bergantung dengan impor, karena semua orang membutuhkan kedelai, harus dari dalam negeri. Yang namannya urusan perut tak boleh tergantung oleh negara lain," tegas Sutrisno.
Forum Tempe Indonesia (FTI) mencatat Indonesia masih mengimpor kedelai sedikitnya sekitar 1,4 sampai 1,6 juta ton per tahun. Kebutuhan nasional bisa mencapai 2,2 juta ton per tahun dan Indonesia hanya produksi 600 ton sampai 800 ribu ton per tahunnya.
(hen/dnl)
Ketua Harian HKTI Sutrisno Iwantoro mengatakan kenyataan ini sudah berlangsung lama dan selalu terulang. Ia mempertanyakan peran pemerintah untuk turun tangan mengatasi masalah ini.
"Impor kedelai ini ada di tangan beberapa importir, ada 5-6 importir besar. Saya kira jangan sampai kelima 5 importir besar menguasai pasar Indonesia. Memungkinkan mereka membentuk kartel impor kedelai," kata Sutrisno kepada detikFinance, Senin (23/7/2012)
Ia menganggap harga kedelai di dalam negeri yang sudah meroket dari Rp 6.000 per kg hingga tembus lebih dari Rp 8.000 sudah tak wajar. Kenaikan harga ini menurutnya sudah identik dengan praktik kartel.
"Ini bisa diperiksa KPPU (komisi Pengawas Persaingan Usaha) apabila ada dugaan kartel, kartel indikasinya ada kenaikan harga berlebihan. Ada baiknya mereka (importir) menyadari itu," katanya.
Menurutnya seharusnya pemerintah tak membiarkan pola perdagangan kedelai yang cenderung dikuasai oleh segilintir importir ini. Pemerintah harus memberdayakan para koperasi perajin tahu tempe sebagai importir langsung.
"Saya sarankan agar pemerintah memberikan akses agar koperasi mengimpor sendiri, agar tak tergantung, soal modal kalau menguntungkan, bisa dari perbankan. Jangan sampai ini selalu terulang, patut ini curigai pelakunya itu-itu juga," katanya.
Sutrisno menambahkan jika pola semacam ini bisa diatasi maka ketergantungan Indonesia mengimpor kedelai dari Amerika bisa dibatasi. Sehingga sumber-sumber baru kedelai impor seperti dari Argentina, Brasil yang lebih murah bisa menjadi pilihan.
"Kedelai bisa dari Brasil dan Argentina yang lebih murah. Namun seharusnya pemerintah jangan bergantung dengan impor, karena semua orang membutuhkan kedelai, harus dari dalam negeri. Yang namannya urusan perut tak boleh tergantung oleh negara lain," tegas Sutrisno.
Forum Tempe Indonesia (FTI) mencatat Indonesia masih mengimpor kedelai sedikitnya sekitar 1,4 sampai 1,6 juta ton per tahun. Kebutuhan nasional bisa mencapai 2,2 juta ton per tahun dan Indonesia hanya produksi 600 ton sampai 800 ribu ton per tahunnya.
(hen/dnl)
Harga Kedelai Melambung, Pemerintah Curiga Ada 'Permainan' Pedagang
Selasa, 24/07/2012 13:44 WIB
Jakarta -
Kementerian Perindustrian mencurigai ada permainan pedagang di balik melonjaknya harga kedelai. Dirjen Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian Euis Saedah menuturkan di pasaran saat ini terdapat 2 jenis kedelai yang dijual.
"Saya ke pasar ternyata ada 2 jenis kedelai. Kedelai yang bolong-bolong yang harganya Rp 5 ribu/kg dan kedelai yang bagus harganya Rp 12 ribu/kg ," ungkapnya di kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (23/7/2012).
Euis menduga, harga kedelai untuk bahan baku tempe saat ini, yang mencapai Rp 8 ribu/kg merupakan hasil pencampuran harga kedelai yang Rp 5 ribu dan Rp 12 ribu.
"Dugaan saya kalau misalnya untuk bahan baku itu Rp 8 ribu/kg, mungkin dicampur yang bolong-bolong itu dengan yang mulus," tambahnya.
Ironisnya, kedelai bolong-bolong yang dimaksud Euis justru diperuntukkan untuk pakan ternak.
"Padahal, yang bolong-bolong itu saya cek ke koperasi tahu tempe ternyata itu untuk pakan ternak, nah ini harus didalami lagi lebih dalam," kata Euis.
Euis mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator dan Perekonomian utnuk mengkaji lebih dalam tentang hal ini.
"Saya tetap berkomunikasi dengan Ibu Diah Maulida Deputi Menko Perekonomian Bidang Pangan, Kelautan bagaimana jalan keluarnya," pungkasnya.
Seperti diketahui, saat ini harga kedelai sudah tembus lebih dari Rp 8.000 per kg yang merupakan tertinggi selama beberapa tahun terakhir.
Pada Januari 2007 harga kedelai eceran masih Rp 2.450 per kg, November 2007 menjadi Rp 5.450 per kg, Desember 2007 naik Rp 6.950/kg. Kemudian pada Januari 2008 harga kedelai menjadi Rp 7.250 per kg.
Kenaikan harga ini berpotensi bisa memicu para pengusaha perajin tehu dan tempe mogok produksi.
(zul/dnl)
"Saya ke pasar ternyata ada 2 jenis kedelai. Kedelai yang bolong-bolong yang harganya Rp 5 ribu/kg dan kedelai yang bagus harganya Rp 12 ribu/kg ," ungkapnya di kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (23/7/2012).
Euis menduga, harga kedelai untuk bahan baku tempe saat ini, yang mencapai Rp 8 ribu/kg merupakan hasil pencampuran harga kedelai yang Rp 5 ribu dan Rp 12 ribu.
"Dugaan saya kalau misalnya untuk bahan baku itu Rp 8 ribu/kg, mungkin dicampur yang bolong-bolong itu dengan yang mulus," tambahnya.
Ironisnya, kedelai bolong-bolong yang dimaksud Euis justru diperuntukkan untuk pakan ternak.
"Padahal, yang bolong-bolong itu saya cek ke koperasi tahu tempe ternyata itu untuk pakan ternak, nah ini harus didalami lagi lebih dalam," kata Euis.
Euis mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator dan Perekonomian utnuk mengkaji lebih dalam tentang hal ini.
"Saya tetap berkomunikasi dengan Ibu Diah Maulida Deputi Menko Perekonomian Bidang Pangan, Kelautan bagaimana jalan keluarnya," pungkasnya.
Seperti diketahui, saat ini harga kedelai sudah tembus lebih dari Rp 8.000 per kg yang merupakan tertinggi selama beberapa tahun terakhir.
Pada Januari 2007 harga kedelai eceran masih Rp 2.450 per kg, November 2007 menjadi Rp 5.450 per kg, Desember 2007 naik Rp 6.950/kg. Kemudian pada Januari 2008 harga kedelai menjadi Rp 7.250 per kg.
Kenaikan harga ini berpotensi bisa memicu para pengusaha perajin tehu dan tempe mogok produksi.
(zul/dnl)
Puluhan Pabrik Tempe-Tahu di Bandung Bakal Lumpuh 3 Hari
Selasa, 24/07/2012 18:07 WIB. http://finance.detik.com/read/2012/07/24/180734/1973807/4/puluhan-pabrik-tempe-tahu-di-bandung-bakal-lumpuh-3-hari
Bandung -
Selama tiga hari aktivitas produksi tahu dan tempe di kawasan industri Cibuntu, Kota Bandung, dipastikan lumpuh. Ada puluhan pabrik tahu dan tempe yang berdomisili di wilayah Bandung bagian Selatan ini.
"Mulai besok (Rabu) enggak produksi. Soalnya dapat surat edaran dari Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Puskopti) Jabar," jelas Lilis Sarifah (33), salah satu pemilik pabrik tahu kepada wartawan di Gang Lebe (Cibuntu), RT 3 RW 4, Kelurahan Warung Muncang, Kecamatan Bandung Kulon, Kota Bandung, Selasa (24/7/2012).
Aksi mogok produsen atau perajin tahu di wilayah Jabar serempak dilakukan mulai Rabu 25 Juli hingga 27 Juli. Puskopti Jabar tertanggal 20 Juli 2012 menyikapi kenaikan harga kedelai yang dinilai tak terkendali.
"Ya, saya solidaritas saja mogok. Kalau buka khawatir terjadi apa-apa. Di daerah Gang Lebe itu ada 25 lebih pabrik tahu, belum daerah lainnya di dekat ini atau masih satu kawasan Cibuntu. Kalau didata ada 50 lebih pabrik," ucap Lilis yang meneruskan pabrik milik orang tuanya yang dibangun sejak 38 tahun lalu.
Berhenti sementara produksi tahu selama tiga hari bakal dilakukan Ule Sulaeman (60). "Sebagai produsen, saya solidaritas tidak memproduksi tahu," kata Ule ditemui di pabriknya.
Ule sudah 15 tahun meneruskan bisnis milik orang tuanya. Ia berharap harga kacang kedelai bisa terjangkau para produsen serta perajin tahu.
(bbn/dnl)
Harga Kedelai Meroket, Produsen Tahu-Tempe Semarang Gulung Tikar
Selasa, 24/07/2012 20:18 WIB
Foto: Dok. detikFinance
Semarang - Melonjaknya harga kedelai yang bertubi-tubi membuat perajin tahu dan tempe berusaha keras mempertahankan usahanya. Warsino (71), ketua kelompok perajin tahu di Tandang dan sekitar Jomblang, Semarang mengaku baru kali ini mengalami harga kedelai yang melonjak drastis.
"Baru kali ini harga kedelai naik bertubi-tubi dan tidak wajar. Bahkan kadang sehari bisa naik dua kali," kata Warsino di rumah sekaligus pabrik tahu miliknya di jalan Tandang Raya, Semarang, Selasa (24/7/2012).
Akibat kenaikan harga kedelai tersebut, dua perajin tahu anggota kelompok Warsino sampai menghentikan produksi karena tidak mampu mengimbangi antara harga bahan baku dan harga jual tahu. Lima perajin tempe juga harus gulung tikar.
"Perajin ada yang memutuskan tidak aktif. Perajin tahu di tempat saya sekarang hanya 6 dan perajin tempe tinggal 38," tuturnya.
Warsino sangat menyayangkan kenaikan harga yang tadinya seharga Rp 5,5 ribu per kg sekarang mencapai Rp 8 ribu per kg. Kenaikan harga tersebut terhitung dari bulan Mei lalu.
"Kami beli tanggal 2 Mei lalu harganya Rp 5.500 lalu naik Rp 6.500. Dan terakhir kami beli dua hari lalu sudah mencapai Rp 7.600, bahkan kami mendapat informasi hari ini naik mencapai Rp 8.000 per kilonya," tandas Warsino.
Menghadapi harga kedelai yang meroket, Warsino dan anggota kelompoknya melakukan rapat dan mengambil keputusan untuk menaikan harga jual tahu hasil produksi mereka. Harga yang semula Rp 120 ribu per tong, saat ini dinaikkan menjadi Rp 135 ribu per tong. Tapi ternyata usaha tersebut tidak berjalan mulus, beberapa perajin justru memilih berhenti memproduksi dari pada menaikan harga.
"Belum bisa kompak semua karena memang harga jualnya masih belum mendukung. Mereka memilih berhenti," ujar Warsino.
"Kenaikan harga tersebut dengan asumsi pembelian kedelai Rp 7.500 per kg. Kalau sekarang Rp 8.000 ya sudah pasti rugi," imbuhnya.
Para perajin tahu yang menghentikan produksi di kelompok Warsino adalah perajin dengan hasil produksi kurang dari 50 kg per harinya. Meski demikian perajin dengan hasil besar sekitar 1 ton pun harus bersikeras agar tidak gulung tikar.
"Dengan begitu bukannya kami akan mengancam berdemo dengan mogok produksi, tapi memang terpaksa berhenti produksi," akunya.
Ia juga berharap agar pemerintah memberikan respon kepada pengusaha tahu dan tempe dengan adanya kenaikan harga kedelai yang semakin tinggi. "Kami belum berencana untuk berdemo. Menunggu respons pemerintah," kata Warsino.
Sementara itu Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Pemerintah Provinsi Jateng, Ihwan Sudrajat mengatakan adanya perubahan harga pada kedelai disebabkan karena kekeringan di Amerika yang notabene menjadi negara pengimpor kedelai di Indonesia. Sedangkan hasil kedelai lokal menurut Ihwan, tidak pernah bisa mencukupi kebutuhan kedelai secara nasional.
"Dulu ada subsidi dengan harga Rp 3.000 per kg, tapi sekarang tidak tahu. Biasanya ada dana untuk subsidi dari pemerintah," ungkap Ihwan.
"Kalau bisa jangan berdemo. Karena pemerintah pasti bertindak," imbuhnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar