Hadis Muawiyah Mati Tidak Dalam Agama Islam : Bantahan Terhadap Salafy
Posted on Juli 12, 2010 by secondprince
http://secondprince.wordpress.com/2010/07/12/hadis-muawiyah-mati-tidak-dalam-agama-islam-bantahan-terhadap-salafy/
Hadis Muawiyah Mati Tidak Dalam Agama Islam : Bantahan Terhadap Salafy
Tidak diragukan kalau Muawiyah pernah
menjadi sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tetapi hal ini tidak
membuatnya menjadi orang suci seperti yang digembar-gemborkan oleh para
nashibi. Muawiyah termasuk sahabat yang cukup banyak membuat
penyimpangan dalam syari’at. Ini bukan tuduhan atau celaan tetapi fakta
yang tertera dalam berbagai kitab hadis yang tidak pernah diungkapkan
oleh salafy nashibi dengan dalih “menahan diri dari mencaci sahabat”. Salafy nashibi bisa dibilang cinta mati terhadap sahabat yang suka “memusuhi ahlul bait”.
Jika syiah mencela sahabat mereka naik pitam menyesatkan dan teriak
sana sini tetapi jika Muawiyah mencela Imam Ali mereka mati-matian
membela Muawiyah.
Dan yah mungkin kita sebagai ahlus sunnah
harus mengingat kembali tragedy mengerikan karena ulah anaknya Muawiyah
yang bernama Yazid yaitu pembantaian terhadap Ahlul Bait Nabi Imam
Husain AS beserta keluarganya. Anehnya dengan fakta ini tahukah para
pembaca bahwa di bawah kolong langit hanya ada satu kaum yang dengan
getol membela Yazid bahkan membuat-buat “keutamaan Yazid bin Muawiyah” yaitu salafy nashibi.
.
.
Keutamaan Muawiyah?
Sebelum membahas lebih rinci hadis ini
maka kami katakan terlebih dahulu metode yang benar dalam penilaian
adalah tidak hanya bergantung pada satu atau beberapa hadis saja.
Apalagi jika membahas kedudukan seorang seperti Muawiyah. Oleh karena
itu kami telah banyak membahas berbagai tulisan tentang Muawiyah. Salafy
sangat bersemangat dalam membela orang-orang yang menyakiti dan
memusuhi Ahlul Bait bahkan dengan dalih-dalih yang naïf terkesan ilmiah
bagi orang awam tetapi jika diteliti baik-baik jelas sangat dipaksakan.
Dalih pertama yang menggelikan adalah ia mengutip ayat Al Qur’an berikut
لَقَدْ تابَ اللهُ عَلَى النَّبِيِّ والمُهاجِرينَ والأنْصارِ الَّذينَ اتَّبَعُوهُ في سَاعَةِ العُسْرَةِ مِنْ بَعْدِ ما كادَ يَزِيغُ قُلوبُ فَريقٍ مِنهم ثُمَّ تابَ عَلَيْهِم، إنَّهُ بِهِم رَؤوفٌ رَحيمٌ
“Sesungguhnya Allah telah menerima
taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar yang mengikuti
Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir
berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka” [QS. At-Taubah : 117].
Kami tidak mengerti dari mana datang pikiran yang menyatakan ayat ini sebagai keutamaan bagi Muawiyah, mengingat Muawiyah bukanlah orang yang ikut berhijrah atau orang dari golongan Muhajirin dan bukan pula orang dari golongan Anshar yang merupakan penduduk Madinah.
Dalihnya yang kedua adalah hadis Ummu
Haram dimana salafy nashibi itu ingin menunjukkan keutamaan Muawiyah dan
anaknya Yazid. Berikut hadis yang dimaksud
حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ بْنُ يَزِيدَ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَمْزَةَ قَالَ حَدَّثَنِي ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ أَنَّ عُمَيْرَ بْنَ الْأَسْوَدِ الْعَنْسِيَّ حَدَّثَهُ أَنَّهُ أَتَى عُبَادَةَ بْنَ الصَّامِتِ وَهُوَ نَازِلٌ فِي سَاحَةِ حِمْصَ وَهُوَ فِي بِنَاءٍ لَهُ وَمَعَهُ أُمُّ حَرَامٍ قَالَ عُمَيْرٌ فَحَدَّثَتْنَا أُمُّ حَرَامٍ أَنَّهَا سَمِعَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ الْبَحْرَ قَدْ أَوْجَبُوا قَالَتْ أُمُّ حَرَامٍ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا فِيهِمْ قَالَ أَنْتِ فِيهِمْ ثُمَّ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ مَدِينَةَ قَيْصَرَ مَغْفُورٌ لَهُمْ فَقُلْتُ أَنَا فِيهِمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لَا
Telah menceritakan kepadaku Ishaaq
bin Yaziid Ad-Dimasyqiy telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin
Hamzah, ia berkata telah menceritakan kepadaku Tsaur bin Yaziid, dari
Khaalid bin Ma’daan bahwa ‘Umair bin Al-Aswad Al-‘Ansiy telah
menceritakan kepadanya bahwa dia pernah menemui ‘Ubaadah bin Ash-Shaamit
ketika dia sedang singgah dalam perjalanan menuju Himsh. Saat itu dia
sedang berada di rumahnya, dan Ummu Haram ada bersamanya. ‘Umair berkata
“Maka Ummu Haram bercerita kepada kami bahwa dia pernah mendengar Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Pasukan dari umatku yang
pertama kali berperang dengan mengarungi lautan, telah diwajibkan
padanya [pahala]“. Ummu Haram berkata : Aku katakan : “Wahai Rasulullah,
apakah aku termasuk di antara mereka ?”. Beliau bersabda : “Ya, kamu
termasuk dari mereka”. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kembali
bersabda : “Pasukan dari umatku yang pertama kali akan memerangi kota
Qaishar [Romawi] akan diberikan ampunan”. Aku katakan : “Apakah aku
termasuk di antara mereka, wahai Rasulullah ?”. Beliau menjawab :
“Tidak” [Shahih Al-Bukhaariy no. 2924].
Tidak ada pada hadis ini disebutkan bahwa
keutamaan itu terkhususkan untuk Muawiyah ataupun Yazid. Mereka
salafiyun mengandalkan sejarah bahwa Muawiyah ikut berperang mengarungi
lautan dan Yazid orang yang memerangi kota Qaishar. Tetapi tentu saja
hujjah seperti ini adalah buntung karena mereka tidak memperhatikan
fakta historis lain yang bisa menjungkirbalikkan pendalilan mereka.
Disebutkan dalam sejarah bahwa Yazid bin
Muawiyah inilah yang memerintahkan untuk memerangi dan membunuh penduduk
Madinah pada peristiwa Al Harrah yang mengerikan padahal terdapat hadis
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة حدثنا حسين بن علي الجعفي عن زائدة عن سليمان عن أبي صالح عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه و سلم قال المدينة حرم فمن أحدث فيها حدثا أو آوى محدثا فعليه لعنة الله والملائكة والناس أجمعين لا يقبل منه يوم القيامة عدل ولا صرف
Telah menceritakan kepada kami Abu
Bakar bin Abi Syaibah yang berkata menceritakan kepada kami Husain bin
‘Ali Al Ja’fi dari Za’idah dari Sulaiman dari ‘Abu Shalih dari Abu
Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang berkata “Madinah
adalah tanah haram, barangsiapa yang melakukan perbuatan keji di
dalamnya atau mendukung orang yang melakukan perbuatan keji tersebut
maka untuknya laknat Allah, malaikat-malaikatnya dan manusia seluruhnya,
dan tidak diterima taubat dan tebusan baginya” [Shahih Muslim 2/999 no 469]
Perhatikan baik-baik hadis ini dan
silakan pikirkan, bagaimana bisa salafy nashibi itu mengklaim keutamaan
Yazid padahal dapat dilihat bahwa ia telah melakukan perbuatan keji
kepada penduduk Madinah dan berdasarkan hadis shahih akan mendapat laknat dari Allah SWT dan tidak diterima taubatnya. Dari sisi ini saja kita dapat menyatakan bahwa Yazid bin Muawiyah tidak termasuk kedalam golongan mereka yang mendapatkan keutamaan hadis Ummu Haram.
Belum lagi jika dimasukkan kekejian lainnya seperti pembantaian
keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Cukuplah kita katakan kalau
mereka yang membela Yazid akan mendapat percikan keburukannya.
Begitu pula halnya dengan Muawiyah,
banyak fakta historis yang justru menjungkirbalikkan pemahaman salafy
terhadap keutamaan Muawiyah. Bukankah dalam sejarah diketahui kalau
Muawiyah ini membunuh Hujr bin ‘Ady padahal ia seorang sahabat Nabi dan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
Nabi SAW bersabda “Mencaci seorang Muslim adalah kefasiqan dan Membunuhnya adalah kekufuran”. [Shahih Bukhari no 48, no 6044 dan no 7076]
Sejarah membuktikan bahwa Muawiyah telah
melakukan keduanya, ia mencela Imam Ali dan memerintahkan orang lain
untuk mencela Imam Ali dan ia pula yang memerintahkan membunuh Hujr bin
Ady radiallahu ‘anhu. Bukankah fakta sejarah menunjukkan kalau Muawiyah
memerangi Imam Ali dalam perang Shiffin tanpa alasan yang haq sehingga
membuat terbunuhnya sahabat yang mulia Ammar bin Yasir radiallahu’ anhu
ويقول ويح عمار تقتله الفئة الباغية يدعوهم إلى الجنة ويدعونه إلى النار قال فجعل عمار يقول أعوذ بالرحمن من الفتن
Dan Rasulullah SAW bersabda “kasihan
Ammar, ia dibunuh oleh kelompok pembangkang. Ia mengajak mereka ke
surga, mereka malah mengajaknya ke neraka. Ammar berkata “Aku berlindung
kepada Ar Rahman dari fitnah”. [Musnad Ahmad 3/90 no 11879 shahih oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth]
Dengan melihat hadis ini, coba ingat-ingat wahai pembaca apakah pernah salafy menyebutkan salah satu keutamaan Muawiyah adalah pembangkang yang mengajak ke neraka. Bisa dipastikan mereka tidak pernah dan tidak akan pernah mau mengungkapkannya. Dengan dalih “menahan diri mencela sahabat” mereka bungkam dan lucunya malah menampakkan hal yang sebaliknya berusaha mencari-cari keutamaan Muawiyah.
Dengan melihat hadis ini, coba ingat-ingat wahai pembaca apakah pernah salafy menyebutkan salah satu keutamaan Muawiyah adalah pembangkang yang mengajak ke neraka. Bisa dipastikan mereka tidak pernah dan tidak akan pernah mau mengungkapkannya. Dengan dalih “menahan diri mencela sahabat” mereka bungkam dan lucunya malah menampakkan hal yang sebaliknya berusaha mencari-cari keutamaan Muawiyah.
حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا عفان قال ثنا حماد بن سلمة قال انا أبو حفص وكلثوم بن جبر عن أبي غادية قال قتل عمار بن ياسر فأخبر عمرو بن العاص قال سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول ان قاتله وسالبه في النار فقيل لعمرو فإنك هو ذا تقاتله قال إنما قال قاتله وسالبه
Telah menceritakan kepada kami
‘Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku yang
menceritakan kepada kami ‘Affan yang berkata menceritakan kepada kami
Hammad bin Salamah yang berkata menceritakan kepada kami Abu Hafsh dan
Kultsum bin Jabr dari Abi Ghadiyah yang berkata “Ammar bin Yasar
terbunuh kemudian dikabarkan hal ini kepada Amru bin ‘Ash” [Amru]
berkata “aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata
“yang membunuhnya dan merampas miliknya berada di neraka”. Dikatakan
kepada Amru “bukankah kamu membunuhnya” ia berkata “sesungguhnya
[Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata yang membunuhnya dan
merampas miliknya” [Musnad Ahmad 4/198 no 17811 Syaikh Syu’aib berkata “sanadnya kuat”]
حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا عبد الرزاق قال ثنا معمر عن طاوس عن أبي بكر بن محمد بن عمرو بن حزم عن أبيه قال لما قتل عمار بن ياسر دخل عمرو بن حزم على عمرو بن العاص فقال قتل عمار وقد قال رسول الله صلى الله عليه و سلم تقتله الفئة الباغية فقام عمرو بن العاص فزعا يرجع حتى دخل على معاوية فقال له معاوية ما شانك قال قتل عمار فقال معاوية قد قتل عمار فماذا قال عمرو سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول تقتله الفئة الباغية فقال له معاوية دحضت في بولك أو نحن قتلناه إنما قتله علي وأصحابه جاؤوا به حتى القوه بين رماحنا أو قال بين سيوفنا
Telah menceritakan kepada kami
Abdullah yang menceritakan kepadaku ayahku yang menceritakan kepada kami
‘Abdurrazaq yang berkata menceritakan kepada kami Ma’mar dari Ibnu
Thawus dari Abu Bakar bin Muhammad bin ‘Amru bin Hazm dari ayahnya yang
berkata “ketika Ammar bin Yasar terbunuh maka masuklah ‘Amru bin Hazm
kepada Amru bin ‘Ash dan berkata “Ammar terbunuh padahal sungguh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata “Ia dibunuh oleh
kelompok pembangkang”. Maka ‘Amru bin ‘Ash berdiri dengan terkejut dan
mengucapkan kalimat [Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un] sampai ia
mendatangi Muawiyah. Muawiyah berkata kepadanya “apa yang terjadi
denganmu”. Ia berkata “Ammar terbunuh”. Muawiyah berkata “Ammar
terbunuh, lalu kenapa?”. Amru berkata “aku mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam berkata “Ia dibunuh oleh kelompok
pembangkang”. Muawiyah berkata “Apakah kita yang membunuhnya?
Sesungguhnya yang membunuhnya adalah Ali dan sahabatnya, mereka
membawanya dan melemparkannya diantara tombak-tombak kita atau ia
berkata diantara pedang-pedang kita [Musnad Ahmad 4/199 no 17813 dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth]
Perhatikanlah perkataan Muawiyah dimana ia mengatakan kalau Imam Ali lah yang membunuh Ammar,
apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah membunuh
sahabat-sahabat yang syahid pada perang badar dan uhud?, naudzubillah
cara berpikir macam apa itu. Bukankah sangat jelas ini adalah celaan
yang nyata dari Muawiyah kepada Imam Ali. Kita serahkan hal ini kepada
Allah SWT. Tidak diragukan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda tentang Ammar “ia dibunuh oleh kelompok pembangkang” dan disebutkan pula bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “bahwa yang membunuh Ammar dan merampas miliknya akan berada di neraka”.
Sejarah membuktikan kalau kelompok yang membunuh Ammar bin Yasir adalah
kelompok Muawiyah dalam perang Shiffin. Pernahkah salafy membahas ini
dalam keutamaan Muawiyah bin Abu Sufyan? Jawabannya tidak pernah, mereka
memang punya kebiasaan pilih-pilih hadis dan mendistorsi hadis-hadis
shahih yang tidak sesuai keyakinan mereka.
Kalau kita teruskan pembahasan secara
historis ini maka terdapat fakta lain yang cukup mengejutkan. Muawiyah
yang dikatakan oleh pengikut salafiyun sebagai sahabat yang mulia
ternyata juga meminum khamar.
حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا زيد بن الحباب حدثني حسين ثنا عبد الله بن بريدة قال دخلت أنا وأبي على معاوية فأجلسنا على الفرش ثم أتينا بالطعام فأكلنا ثم أتينا بالشراب فشرب معاوية ثم ناول أبي ثم قال ما شربته منذ حرمه رسول الله صلى الله عليه و سلم
Telah menceritakan kepada kami
Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata
telah menceritakan kepada kami Zaid bin Hubab yang berkata telah
menceritakan kepadaku Husain yang berkata telah menceritakan kepada kami
Abdullah bin Buraidah yang berkata “Aku dan Ayahku datang ke tempat
Muawiyah, ia mempersilakan kami duduk di hamparan . Ia menyajikan
makanan dan kami memakannya kemudian ia menyajikan minuman, ia
meminumnya dan menawarkan kepada ayahku. Ayahku berkata “Aku tidak
meminumnya sejak diharamkan Rasulullah SAW”… [Musnad Ahmad 5/347 no 22991 Syaikh Syu’aib berkata “sanadnya kuat”]
Tentunya sebagai seorang sahabat yang
dikatakan mulia oleh sebagian orang sudah pasti mengetahui dengan jelas
bahwa meminum khamar itu haram. Sangat jelas dalam Al Qur’an dan hadis.
حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا يونس بن محمد ثنا فليح عن سعد بن عبد الرحمن بن وائل الأنصاري عن عبد الله بن عبد الله بن عمر عن أبيه أن النبي صلى الله عليه و سلم قال لعن الله الخمر ولعن شاربها وساقيها وعاصرها ومعتصرها وبائعها ومبتاعها وحاملها والمحمولة إليه وآكل ثمنها
Telah menceritakan kepada kami
‘Abdullah yang menceritakan kepadaku ayahku yang menceritakan kepada
kami Yunus bin Muhammad yang menceritakan kepada kami Fulaih dari Sa’d
bin ‘Abdurrahman bin Wail Al Anshari dari ‘Abdullah bin Abdullah bin
Umar dari ayahnya bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda
“Allah melaknat khamar, dan melaknat yang meminumnya, yang
menuangkannya, yang membuatnya dan yang meminta dibuatkan, yang
menjualnya, yang mengangkutnya dan yang meminta diangkut dan yang
memakan keuntungannya [Musnad Ahmad 2/97 no 5716, Syaikh Syu’aib berkata “shahih dengan jalan-jalannya”]
Kita masih dapat meneruskan fakta
historis lain tentang Muawiyah. Tahukah para pembaca pemimpin seperti
apa Muawiyah. Hadis Shahih membuktikan dengan jelas pemimpin seperti apa
Muawiyah.
حدثنا زهير بن حرب وإسحاق بن إبراهيم ( قال إسحاق أخبرنا وقال زهير حدثنا جرير ) عن الأعمش عن زيد بن وهب عن عبدالرحمن بن عبد رب الكعبة قال دخلت المسجد فإذا عبدالله بن عمرو بن العاص جالس في ظل الكعبة والناس مجتمعون عليه فأتيتهم فجلست إليه فقال كنا مع رسول الله صلى الله عليه و سلم في سفر فنزلنا منزلا فمنا من يصلح خباءه ومنا من ينتضل ومنا من هو في جشره إذ نادى منادي رسول الله صلى الله عليه و سلم الصلاة جامعة فاجتمعنا إلى رسول الله صلى الله عليه و سلم فقال ( إنه لم يكن نبي قبلي إلا كان حقا عليه أن يدل أمته على خير ما يعلمه لهم وينذرهم شر ما يعلمه لهم وإن أمتكم هذه جعل عافيتها في أولها وسيصيب آخرها بلاء وأمور تنكرونها وتجيء فتنة فيرقق بعضها بعضها وتجيء الفتنة فيقول المؤمن هذه مهلكتي ثم تنكشف وتجيء الفتنة فيقول المؤمن هذه هذه فمن أحب أن يزحزح عن النار ويدخل الجنة فلتأته منيته وهو يؤمن بالله واليوم الآخر وليأت إلى الناس الي يحب أن يؤتى إليه ومن بايع إماما فأعطاه صفقة يده وثمرة قلبه فليطعه إن استطاع فإن جاء آخر ينازعه فاضربوا عنق الآخر ) فدنوت منه فقلت أنشدك الله آنت سمعت هذا من رسول الله صلى الله عليه و سلم ؟ فأهوى إلى أذنيه وقلبه بيديه وقال سمعته أذناي ووعاه قلبي فقلت له هذا ابن عمك معاوية يأمرنا أن نأكل أموالنا بيننا بالباطل ونقتل أنفسنا والله يقول { يا أيها الذين آمنوا لا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إلا أن تكون تجارة عن تراض منكم ولا تقتلوا أنفسكم إن الله كان بكم رحيما } [ 4 / النساء / 29 ] قال فسكت ساعة ثم قال أطعه في طاعة الله واعصه في معصية الله
Telah menceritakan kepada kami Zuhair
bin Harb dan Ishaq bin Ibrahim (Ishaq berkata telah mengabarkan kepada
kami dan Zuhair berkata telah menceritakan kepada kami Jarir) dari
‘Amasy dari Zaid bin Wahb dari Abdurrahman bin Abdi Rabbi Al Ka’bah yang
berkata Aku pernah masuk ke sebuah masjid, kulihat Abdullah bin Amr’
bin Ash sedang duduk dalam naungan Ka’bah dan orang-orang berkumpul di
sekelilingnya. Lalu aku mendatangi mereka dan duduk disana, dia berkata
“Dahulu kami bersama Rasulullah SAW dalam suatu perjalanan kemudian kami
singgah di suatu tempat. Diantara kami ada yang memperbaiki tendanya,
menyiapkan panah dan menyiapkan makanan hewan tunggangannya. Ketika itu
seorang penyeru yang diperintahkan Rasulullah SAW menyerukan “Marilah
shalat berjama’ah”. Kami berkumpul menuju Rasulullah SAW dan Beliau
bersabda “Sesungguhnya tidak ada Nabi sebelumKu kecuali menjadi
kewajiban baginya untuk menunjukkan umatnya kepada kebaikan yang
diketahuinya serta memperingatkan mereka akan keburukan yang
diketahuinya bagi mereka. Sesungguhnya UmatKu ini adalah umat yang baik
permulaannya akan tetapi setelahnya akan datang banyak bencana dan
hal-hal yang diingkari. Akan datang suatu fitnah yang membuat sebagian
orang memperbudak yang lain. Akan datang suatu fitnah hingga seorang
mukmin berkata “inilah kehancuranku”. Kemudian fitnah tersebut hilang
dan datanglah fitnah yang lain hingga seorang mukmin berkata “inilah
dia, inilah dia”. Maka barangsiapa yang ingin dijauhkan dari api neraka
dan dimasukkan ke dalam surga hendaklah ia mati dalam keadaan beriman
kepada Allah dan hari akhir serta memperlakukan manusia sebagaimana yang
ia suka untuk dirinya. Barangsiapa yang membai’at seorang Imam dan
setuju dengan sepenuh hati maka hendaklah ia mentaatinya semampunya.
Lalu jika yang lain hendak merebutnya maka bunuhlah ia”. Aku
mendekatinya seraya berkata “Demi Allah apakah engkau mendengar ini dari
Rasulullah SAW?. Maka dia (Abdullah bin Amr bin Ash) mengisyaratkan
dengan tangan pada kedua telinga dan hatinya sambil berkata “Aku
mendengar dengan kedua telingaku dan memahaminya dengan hatiku”. Aku
berkata kepadanya “Ini
Anak pamanmu Muawiyah dia memerintahkan kami untuk memakan harta
diantara kami secara bathil dan saling membunuh diantara kami”.
Padahal Allah SWT berfirman “Hai orang-orang yang beriman janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang bathil kecuali
dengan perniagaan yang berlaku suka sama suka diantara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah Maha Penyayang
terhadapmu”{An Nisa ayat 29}. Lalu dia diam sejenak dan berkata
“Taatilah dia dalam ketaatan kepada Allah dan langgarlah ia dalam
bermaksiat kepada Allah ” [Shahih Muslim 3/1472 no 1844]
Ternyata terbukti dalam hadis shahih bahwa Muawiyah adalah seorang pemimpin yang zalim.
Dalam pemerintahannya bermunculan celaan dan cacian terhadap Imam Ali
baik darinya ataupun para pejabatnya. Ia pula yang memerintahkan
membunuh Hujr bin Adi sahabat Nabi yang mulia, tidak takut meminum
khamar, memerintahkan untuk memakan harta secara bathil dan membunuh
orang-orang muslim. Jadi sangat bisa dimaklumi Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam pernah bersabda
حدثني إبراهيم بن العلاف البصري قال سمعت سلاماً أبا المنذر يقول قال عاصم بن بهدلة حدثني زر بن حبيش عن عبد الله بن مسعود قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا رأيتم معاوية بن أبي سفيان يخطب على المنبر فاضربوا عنقه
Telah menceritakan kepadaku Ibrahim
bin Al Alaf Al Bashri yang berkata aku telah mendengar dari Sallam Abul
Mundzir yang berkata telah berkata Ashim bin Bahdalah yang berkata telah
menceritakan kepadaku Zirr bin Hubaisy dari Abdullah bin Mas’ud yang
berkata Rasulullah SAW bersabda “Jika kamu melihat Muawiyah bin Abi
Sufyan berkhutbah di mimbarKu maka tebaslah lehernya” [Ansab Al Asyraf Al Baladzuri 5/130 dengan sanad yang hasan]
Kami katakan kepada pengikut salafy
nashibi pecinta Muawiyah, jangan merasa bahwa cuma kalian orang yang
tahu sejarah dan ilmu hadis. Di dunia ini ada banyak manusia yang tidak
terikat doktrin salafy nashibi yang mampu membahas sejarah secara
objektif. Kami pribadi tidak perlu mencela Muawiyah, bagi kami itu tidak
perlu. Cukuplah bagi kami memaparkan apa-apa saja yang telah ia lakukan
yang terpampang jelas dalam sejarah dan hadis. Terdapat hadis shahih
yang menyebutkan kalau Muawiyah mati tidak di atas agama islam. Salafy
nashibi berusaha melemahkan hadis tersebut dengan syubhat-syubhat yang
tidak ilmiah. Salah satu syubhat yang mereka katakan adalah hadis
tersebut bertentangan dengan keutamaan Muawiyah dalam hadis Ummu Haram.
Kami jawab
- Hadis Muawiyah mati tidak dalam agama islam adalah hadis yang jelas membicarakan tentang pribadi Muawiyah, penunjukkannya sangat jelas sedangkan hadis Ummu Haram tidak jelas membicarakan keutamaan Muawiyah. Tidak ada hal yang patut dipertentangkan, hadis Ummu Haram bersifat umum sedangkan hadis Muawiyah mati tidak dalam agama islam bersifat khusus. Jadi kedua hadis ini masih bisa dikompromikan dalam arti Muawiyah tidak termasuk dalam keutamaan hadis Ummu Haram. Ada banyak sekali pasukan yang ikut bertempur di laut, mereka yang dengan ikhlas bertempur karena Allah SWT dan syahid disana maka wajib atas mereka pahala. Sedangkan mereka yang menginginkan harta dan kekuasaan atau setelah peristiwa itu mereka melakukan keburukan atau maksiat atau menentang Allah SWT dan Rasul-Nya maka tidak ada alasan untuk tetap menyatakan keutamaan mereka.
- Hadis Muawiyah mati tidak dalam agama islam sangat klop dengan berbagai fakta historis dan hadis-hadis shahih tentang penyimpangan yang dilakukan Muawiyah. Memang sezalim apapun seorang yang mengaku muslim bukan hak kita untuk menyatakan ia kafir tetapi pada kasus Muawiyah terdapat hadis shahih yang dengan jelas menyatakan ia mati tidak dalam agama islam.
Syubhat berikutnya dari salafy nashibi
adalah mereka menyatakan matan hadis tersebut idhthirab dan sanadnya
memiliki illat. Kami akan tunjukkan bahwa pernyataan mereka hanyalah
dalih yang dicari-cari.
.
.
.
Pembahasan Matan Hadis Yang Dikatakan Idhthirab
Inti dari syubhat salafy nashibi adalah
mereka membawakan hadis lain dimana mereka mengatakan kalau orang yang
dimaksud bukanlah Muawiyah tetapi Hakam bin Abil Ash. Berikut hadis yang
mereka jadikan hujjah
حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ حَكِيمٍ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ ذَهَبَ عَمْرُو بْنُ الْعَاصِ يَلْبَسُ ثِيَابَهُ لِيَلْحَقَنِي فَقَالَ وَنَحْنُ عِنْدَهُ لَيَدْخُلَنَّ عَلَيْكُمْ رَجُلٌ لَعِينٌ فَوَاللَّهِ مَا زِلْتُ وَجِلًا أَتَشَوَّفُ دَاخِلًا وَخَارِجًا حَتَّى دَخَلَ فُلَانٌ يَعْنِي الْحَكَمَ
Telah menceritakan kepada kami Ibnu
Numair telah menceritakan kepada kami ‘Utsmaan bin Hakiim dari Abu
Umaamah bin Sahl bin Hunaif dari ‘Abdullah bin ‘Amru, ia berkata : Kami
pernah duduk-duduk di sisi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan
ketika itu ‘Amru bin Al-’Aash pergi berjalan dengan mengenakan baju
untuk menemuiku. Beliau bersabda [sementara kami berada di sisinya ]
“Sungguh akan datang kepada kalian seorang laki-laki yang dilaknat”.
Maka demi Allah, semenjak beliau mengatakan itu, aku selalu
melihat-lihat ke dalam dan ke luar hingga datanglah si Fulan, yaitu Al
Hakam [Musnad Ahmad 2/163 no 6520 dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib]
Sekarang perhatikan matan hadis “Muawiyah tidak mati di dalam agama islam”. Jika diperhatikan dengan baik. Apa yang disematkan kepada Al Hakam dan Muawiyah jelas berbeda, orangnya berbeda, hadis yang diucapkan juga berbeda
Sekarang perhatikan matan hadis “Muawiyah tidak mati di dalam agama islam”. Jika diperhatikan dengan baik. Apa yang disematkan kepada Al Hakam dan Muawiyah jelas berbeda, orangnya berbeda, hadis yang diucapkan juga berbeda
عن عبد الله بن عمرو قال كنت جالساً عند النبي صلى الله عليه وسلم فقال يطلع عليكم من هذا الفج رجل يموت يوم يموت على غير ملتي، قال وكنت تركت أبي يلبس ثيابه فخشيت أن يطلع، فطلع معاوية
Dari Abdullah bin Amru yang berkata
aku duduk bersama Nabi SAW kemudian Beliau bersabda ”akan datang dari
jalan besar ini seorang laki-laki yang mati pada hari kematiannya tidak
berada dalam agamaKu”. Aku berkata “Ketika itu, aku telah meninggalkan
ayahku yang sedang mengenakan pakaian, aku khawatir kalau ia akan datang
dari jalan tersebut, kemudian datanglah Muawiyah dari jalan tersebut” [Ansab Al Asyraf Al Baladzuri 2/120-121]
Pada hadis Ahmad tentang Al Hakam disana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan “Sungguh akan datang kepada kalian seorang laki-laki yang dilaknat” sedangkan pada hadis Al Baladzuri tentang Muawiyah disana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan “akan datang dari jalan besar ini seorang laki-laki yang mati pada hari kematiannya tidak berada dalam agamaKu”.
Al Hakam seorang yang dilaknat dan Muawiyah mati tidak dalam agama
islam, kedua hadis tersebut benar tidak ada perselisihan matan dan
dimana letak idhthirab yang dimaksud?. Kedua hadis tersebut bisa saja
merujuk pada dua peristiwa yang berbeda dimana peristiwa yang satu
membicarakan Al Hakam dan peristiwa lain membicarakan Muawiyah. Apakah
Abdullah bin ‘Amru bin Ash seumur hidupnya bersama Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam hanya satu kali saja duduk bersama Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam?. Atau kedua hadis tersebut merujuk peritiwa yang sama
dimana pada bagian pertama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
membicarakan tentang Al Hakam dan setelah itu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam membicarakan tentang Muawiyah [atau sebaliknya].
.
.
.
Pembahasan Illat Sanad Hadis
Salafy nashibi berusaha melemahkan hadis ini dengan menunjukkan kelemahan pada ‘Abdurrazaq bin Hammam. Logika salafy itu adalah ia
menunjukkan adanya idhthirab dan menjadikan idhthirab ini bagian dari
kesalahan Abdurrazaq karena ia berubah hafalannya di usia senja.
Kami tekankan kembali tidak ada yang namanya idhthirab pada matan hadis
tersebut, itu cuma akal-akalan salafy. Kedua hadis baik menyebutkan Al
Hakam dan Muawiyah adalah benar. Pertama-tama mari kita lihat kembali
sanad hadis tersebut
حدثني إسحاق وبكر بن الهيثم قالا حدثنا عبد الرزاق بن همام انبأنا معمر عن ابن طاوس عن أبيه عن عبد الله بن عمرو بن العاص
Telah menceritakan kepadaku Ishaq dan
Bakr bin Al Haitsam yang keduanya berkata telah menceritakan kepada
kami Abdurrazaq bin Hamam yang berkata telah memberitakan kepada kami
Ma’mar dari Ibnu Thawus dari ayahnya dari Abdullah bin Amru bin Ash [Ansab Al Asyraf Al Baladzuri 2/120]
Abdurrazaq bin Hammam adalah seorang
hafizh yang tsiqat, satu-satunya kelemahan yang dituduhkan padanya
adalah soal ia berubah hafalannya pada usia senja ketika matanya telah
buta.
و قال أبو زرعة الدمشقى ، عن أبى الحسن بن سميع ، عن أحمد بن صالح المصرى : قلت لأحمد بن حنبل : رأيت أحدا أحسن حديثا من عبد الرزاق ؟ قال : لا . قال أبو زرعة : عبد الرزاق أحد من ثبت حديثه
Abu Zur’ah ad-Dimsayqi berkata
dari Abul Hasan bin Sami’, dari Ahmad bin Shalih al-Mishri yang berkata
Aku berkata kepada Ahmad bin Hanbal ”Adakah kau lihat orang yang lebih
baik haditsnya daripada ’Abdurrazaq?” beliau menjawab ”tidak”. Abu
Zur’ah berkata ”Abdurrazaq adalah salah seorang yang kuat haditsnya.” [Tahdzib Al Kamal 18/56 no 3415]
و قال يعقوب بن شيبة ، عن على ابن المدينى ، قال : لى هشام بن يوسف : كان عبد الرزاق أعلمنا و أحفظنا . قال يعقوب : و كلاهما ثقة ثبت .
Ya’qub bin Syaibah berkata, dari
’Ali ibnul Madini yang berkata Hisyam bin Yusuf berkata kepadaku
“Abdurrazaq itu orang yang lebih ’alim dan hafizh daripada kami.” Ya’qub
berkata keduanya [Hisyam bin Yusuf dan ’Abdurrazaq] adalah sama-sama
tsiqat tsabit [Tahdzib Al Kamal 18/58 no 3415]
و قال أبو بكر بن أبى خيثمة : سمعت يحيى بن معين و قيل له : إن أحمد بن حنبل قال : إن عبيد الله بن موسى يرد حديثه للتشيع ، فقال : كان والله الذى لا إله إلا هو عبد الرزاق أغلى فى ذلك منه مئة ضعف ، و لقد سمعت من عبد الرزاق أضعاف أضعاف ما سمعت من عبيد الله .
Abu Bakr bin Abi Khaitsamah
berkata aku mendengar Yahya bin Main ketika ada yang berkata padanya
”Sesungguhnya Ahmad bin Hanbal berkata, bahwa sesungguhnya ’Ubaidillah
bin Musa membantah hadits ’Abdurrazaq dikarenakan tasyayu’-nya.” Lantas
Ibnu Ma’in membantah ”Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang haq
untuk di sembah melainkan Dia, ’Abdurrazaq itu jauh lebih bernilai
darinya berkali-kali lipat. Dan sungguh aku telah mendengar dari
’Abdurrazaq berkali-kali lipat daripada aku mendengar dari ’Ubaidillah.”
[Tahdzib Al Kamal 18/59 no 3415]
و قال أبو زرعة الدمشقى : قلت لأحمد بن حنبل : كان عبد الرزاق يحفظ حديث معمر ؟ قال : نعم . قيل له : فمن أثبت فى ابن جريج عبد الرزاق أو محمد بن بكر البرسانى ؟ قال : عبد الرزاق قال : و أخبرنى أحمد بن حنبل ، قال : أتينا عبد الرزاق قبل المئتين و هو صحيح البصر و من سمع منه بعدما ذهب بصره ، فهو ضعيف السماع .
Abu Zur’ah Ad Dimasyq berkata Aku
bertanya kepada Ahmad bin Hanbal ”Apakah ’Abdurrazaq mengahafal
haditsnya Ma’mar?” beliau menjawab : ”iya”. Ada yang bertanya pada
beliau ”Mana yang lebih tsabit dari Ibnu Juraij, ’Abdurrazaq atau
Muhammad bin Bakr Al Barsaani?” beliau menjawab ”Abdurrazaq”. [Abu
Zur’ah berkata] Ahmad bin Hanbal memberitakan kepadaku ”Kami mendatangi
’Abdurrazaq sebelum tahun 200 H dan beliau dalam keadaan sehat matanya.
Barangsiapa yang mendengarkan darinya setelah ia buta maka
pendengarannya lemah [Tahdzib Al Kamal 18/8 no 3415]
عبد الرزاق بن همام بن نافع الحميري مولاهم أبو بكر الصنعاني ثقة حافظ مصنف شهير عمي في آخر عمره فتغير وكان يتشيع .
’Abdurrazaq bin Hammam bin Nafi’
Al Himyari maula mereka Abu Bakr Ash Shan’ani seorang yang tsiqat hafizh
penulis [mushannaf] yang terkenal, buta pada akhir usianya maka
hafalannya berubah dan ia bertasyayyu’ [At Taqrib 1/599]
Kesimpulannya ’Abdurrazaq
bin Hammam seorang hafiz yang tsiqat dan tsabit dalam hadis, sebelum
buta ia seorang yang tsiqat mutlak tetapi setelah buta hafalannya
berubah sehingga pendengaran hadis setelah ia buta mengandung kelemahan.
Mengenai tasyayyu’ Abdurrazaq bin Hammam itu tidaklah membahayakan
hadisnya karena ia sendiri mengutamakan Abu Bakar dan Umar dibanding
Imam Ali bahkan dalam Tahrir At Taqrib dinyatakan bahwa penisbatan
tasyayyu’ terhadap ‘Abdurrazaq tidaklah tsabit. [Tahrir At Taqrib no
4064]
Yang meriwayatkan hadis ini dari
‘Abdurrazaq bin Hammam adalah Ishaq bin Abi Israil seorang hafizh yang
tinggal di Baghdad dan wafat tahun 246 H. sedangkan ‘Abdurrazaq adalah
seorang hafizh yang tinggal di Shan’a wafat tahun 211 H. ‘Abdurrazaq
buta matanya pada tahun 200 H atau setelahnya, jadi perawi yang
mendengar hadis darinya sebelum tahun 200 H jelas shahih. Ishaq bin ‘Abi Israil pergi ke Shan’a dan mendengar hadis dari para hafizh disana sebelum tahun 200 H.
Bukti untuk hal ini adalah Abu Dawud telah meriwayatkan hadis dari
Ishaq bin ‘Abi Israil [Abu Ya’qub Al Baghdadi] dari Hisyam bin Yusuf As
Shan’ani dimana Ishaq bin ‘Abi Israil meriwayatkan hadis dengan lafal “telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Yusuf”
[Sunan Abu Dawud 1/607 no 1985]. Hisyam bin Yusuf Ash Shan’ani adalah
seorang qadhi di Shan’a yang wafat pada tahun 197 H [At Taqrib 2/268].
Jadi Ishaq bin ‘Abi Israil datang ke Shan’a dan mendengar hadis dari
ulama disana seperti Hisyam bin Yusuf dan ‘Abdurrazaq bin Hammam sebelum
tahun 197 H. Pada saat itu jelas ‘Abdurrazaq bin Hammam seorang yang
hafiz tsiqat tsabit secara mutlak.
Illat [cacat] lain yang ditunjukkan
salafy adalah pernyataan Al Khallal yang dikutip oleh Ibnu Qudamah bahwa
‘Abdurrazaq bin Hammam meriwayatkan hadis ini dari Ma’mar dari Ibnu
Thawus yang mendengar dari Furkhaasy dari ayahnya Ibnu Thawus dari
‘Abdullah bin ‘Amru
وسألت أحمد، عن حديث شريك، عن ليث، عن طاوس، عن عبدالله بن عمرو، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : “يطلع عليكم رجل من أهل النار”، فطلع معاوية قال: إنما ابن طاوس، عن أبيه، عن عبد الله بن عمرو أو غيره، شك فيه قال الخلال: رواه عبدالرزاق، عن معمر، عن ابن طاوس، قال: سمعت فرخاش يحدث هذا الحديث عن أبي، عن عبد الله ابن عمرو.
Dan aku pernah bertanya kepada Ahmad
tentang hadits Syariik, dari Laits, dari Thaawuus, dari ‘Abdullah bin
‘Amru, ia berkata “Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam ‘Akan datang kepada kalian seorang laki-laki dari kalangan
penghuni neraka’. Lalu muncullah Mu’aawiyyah”.Ahmad berkata “Hadits itu
hanyalah diriwayatkan oleh Ibnu Thawus, dari ayahnya, dari Abdulah bin
‘Amru atau selainnya, ia [Thawus] ragu-ragu dalam penyebutannya.
Abdurrazzaq meriwayatkan dari Ma’mar, dari Ibnu Thaawuus. Ia [Ibnu
Thawuus] berkata Aku mendengar Furkhaasy menceritakan hadits ini dari
ayahku, dari ‘Abdullah bin ‘Amr” [Al Muntakhab minal-‘Ilal lil-Khallaal, hal. 228 no. 136].
Salafy mengatakan bahwa hadis ini mengandung idhthirab pada sanadnya karena Ibnu Thawus meriwayatkan dari ayahnya tanpa perantara dan Ibnu Thawus meriwayatkan dari ayahnya melalui perantara Furkhaasy seorang yang majhul, sehingga nampak adanya idhthirab pada sanad tersebut yang mungkin bersumber dari ‘Abdurrazaq bin Hammam.
Pernyataan salafy ini ma’lul, sangat jelas keliru bagi mereka yang meneliti sanad hadis tersebut dengan baik. Hadis yang tsabit sanadnya
adalah riwayat Ishaq bin ‘Abi Israil dari ‘Abdurrazaq dari Ma’mar dari
Ibnu Thawus dari Ayahnya dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash. Sedangkan
pernyataan Al Khallal bahwa ‘Abdurrazaq meriwayatkan dari Ma’mar dari
Ibnu Thawus dari Furkhaasy dari ayah Ibnu Thawus dari ‘Abdullah bin
‘Amru jelas tidak tsabit atau inqitha’.
Al Khallal lahir pada tahun 234 H [As Siyar 14/297 no 193] sedangkan
‘Abdurrazaq bin Hammam wafat pada tahun 211 H [At Taqrib 1/599]. Ketika
Al Khallal lahir ‘Abdurrazaq bin Hammam sudah lama wafat, sanadnya
inqitha’ [terputus] sedangkan Ibnu Abi Israil meriwayatkan langsung dari
‘Abdurrazaq. Jadi periwayatan Ishaq bin Abi Israil dari ‘Abdurrazaq
lebih tsabit sedangkan pernyataan Al Khallal inqitha’ atau terputus
sanadnya. Bagaimana mungkin dikatakan sanadnya idhthirab kalau yang satu
tsabit dan yang satunya inqitha’. Jelas sekali berdasarkan metode ilmu
hadis bahwa sanad yang tsabit lebih rajih.
.
.
.
Al Baladzuri termasuk ulama besar, Adz Dzahabi menuliskan keterangan tentang Al Baladzuri dalam kitabnya As Siyar dan Tadzkirah Al Huffazh.
Adz Dzahabi menyebut ia seorang penulis Tarikh yang masyhur satu
thabaqat dengan Abu Dawud, seorang Hafizh Akhbari Allamah [Tadzkirah Al
Huffazh 3/893]. Disebutkan kalau ia seorang yang alim dan mutqin [Al
Wafi 3/104]. Tidak ada alasan untuk menolak atau meragukan Al Baladzuri,
Ibnu Hajar telah berhujjah dengan riwayat-riwayat Al Baladzuri dalam
kitabnya diantaranya dalam Al Ishabah, Ibnu Hajar pernah berkata “dan diriwayatkan oleh Al Baladzuri dengan sanad yang la ba’sa bihi”
[Al Ishabah 2/98 no 1767]. Penghukuman sanad la ba’sa bihi oleh Ibnu
Hajar berarti ia sendiri berhujjah dan menta’dil Al Baladzuri. Soal
kedekatan kepada penguasa itu tidaklah merusak hadisnya karena banyak
para ulama yang dikenal dekat dengan penguasa tetapi tetap dijadikan
hujjah seperti Az Zuhri dan yang lainnya. Para ulama baik dahulu maupun
sekarang tetap menjadikan kitab Al Balazuri sebagai sumber rujukan baik
sirah ansab maupun hadis.
Syubhat salafy yang lainnya adalah ia
membawakan hadis keutamaan Imam Hasan sebagai Sayyid yang akan
mendamaikan dua kelompok kaum muslimin.
حَدَّثَنَا صَدَقَةُ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى عَنْ الْحَسَنِ سَمِعَ أَبَا بَكْرَةَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ وَالْحَسَنُ إِلَى جَنْبِهِ يَنْظُرُ إِلَى النَّاسِ مَرَّةً وَإِلَيْهِ مَرَّةً وَيَقُولُ ابْنِي هَذَا سَيِّدٌ وَلَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ
Telah menceritakan kepada kami
Shadaqah telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Uyainah telah menceritakan
kepada kami Abu Muusaa, dari Al-Hasan bahwasannya ia mendengar Abu
Bakrah Aku mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di atas mimbar
bersabda – ketika itu Al-Hasan berada di samping beliau, sesekali beliau
melihat ke arah orang banyak dan sesekali melihat kepadanya
“Sesungguhnya anakku ini adalah sayyid [pemimpin] dan semoga dengan
perantaraannya Allah akan mendamaikan dua kelompok besar dari kaum
Muslimin” [Shahih Bukhaariy no 3746]
Menjadikan hadis ini sebagai penentang hadis Muawiyah mati tidak dalam agama islam jelas tidak tepat. Logika sederhana saja misalnya jika dalam kelompok Muawiyah tersebut terdapat orang munafik atau orang kafir yang ikut-ikutan memecah belah, maka apakah penyebutan “kelompok besar dari kaum muslimin” tidak bisa digunakan. Ya tetap bisa, seandainya ada satu atau dua orang yang kafir di kelompok Muawiyah dan mayoritasnya muslim maka tetap bisa disebut kelompok besar kaum muslimin. Selain itu peristiwa antara Imam Hasan dan Muawiyah terjadi jauh sebelum Muawiyah wafat bahkan sebelum Muawiyah memerintah kaum muslimin, jadi sangat tidak tepat untuk dijadikan penentang hadis yang menjelaskan Muawiyah ketika matinya tidak dalam agama islam. Lagi-lagi logika sederhana kalau awalnya ada seorang muslim yang rajin ibadah kemudian ia mati dalam keadaan kafir maka apakah ada orang yang akan menolak sambil berkata “dia tidak mati kafir karena dulu waktu muda saya tahu dia muslim”. Seorang muslim yang menjadi murtad atau menjadi kafir adalah sesuatu yang bisa saja terjadi.
Menjadikan hadis ini sebagai penentang hadis Muawiyah mati tidak dalam agama islam jelas tidak tepat. Logika sederhana saja misalnya jika dalam kelompok Muawiyah tersebut terdapat orang munafik atau orang kafir yang ikut-ikutan memecah belah, maka apakah penyebutan “kelompok besar dari kaum muslimin” tidak bisa digunakan. Ya tetap bisa, seandainya ada satu atau dua orang yang kafir di kelompok Muawiyah dan mayoritasnya muslim maka tetap bisa disebut kelompok besar kaum muslimin. Selain itu peristiwa antara Imam Hasan dan Muawiyah terjadi jauh sebelum Muawiyah wafat bahkan sebelum Muawiyah memerintah kaum muslimin, jadi sangat tidak tepat untuk dijadikan penentang hadis yang menjelaskan Muawiyah ketika matinya tidak dalam agama islam. Lagi-lagi logika sederhana kalau awalnya ada seorang muslim yang rajin ibadah kemudian ia mati dalam keadaan kafir maka apakah ada orang yang akan menolak sambil berkata “dia tidak mati kafir karena dulu waktu muda saya tahu dia muslim”. Seorang muslim yang menjadi murtad atau menjadi kafir adalah sesuatu yang bisa saja terjadi.
Ada logika salafy yang lebih parah, ia mengatakan mungkinkah Imam Hasan akan berdamai pada orang yang nantinya mati bukan diatas agama islam.
Dari dulu penyakit salafy adalah mereka jadi pura-pura bodoh kalau
terkait dengan pembelaan terhadap Muawiyah. Kalau mau diperhatikan
dengan baik Muawiyah itu sudah salah dari sisi manapun.
Khalifah yang sah pada saat itu sudah jelas Imam Hasan dan apa dasarnya
Muawiyah menentang, tidak lain itu disebabkan Muawiyah memang
menginginkan kursi kekhalifahan makanya ia tidak mau taat kepada Imam
Hasan. Bukannya itu yang dilihat salafy eh malah mereka memuliakan
Muawiyah dengan alasan Imam Hasan telah berdamai dengannya. Apa salafy
itu buta kalau awalnya Imam Hasan memerangi Muawiyah?. Imam Hasan
berdamai dengan Muawiyah untuk menyelamatkan darah kaum muslimin karena
Beliau tidak suka melihat lebih banyak lagi darah kaum muslimin yang
tertumpah dalam masalah ini. Lagipula pada saat itu Muawiyah menampakkan
keislaman dan tentu seseorang itu dinilai berdasarkan apa yang nampak
darinya, soal perkara mau jadi apa ia nanti itu urusannya dengan Allah
SWT.
Bukankah terdapat hadis Rasulullah SAW
yaitu Hadis Al Haudh dimana Rasulullah SAW menjelaskan kalau diantara
sahabatnya aka ada yang murtad sepeninggal Beliau sehingga tertolak di
Al Haudh. Apakah pernah Rasulullah SAW menghisab atau menghukum
sahabat-sahabat tersebut ketika Beliau masih hidup?. Apakah pernah
Rasulullah SAW menyebut para sahabat itu dengan kata-kata “kafir” atau
“murtad”?. Adakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membedakan
perlakuan terhadap mereka?. Jelas tidak, manusia tidak dihukum atas apa
yang belum ia lakukan.
Mengapa pula salafy itu mengherankan Imam
Hasan yang berdamai dengan kelompok pembangkang yaitu Muawiyah dan
pengikutnya. Dengar baik-baik wahai salafy, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam saja pernah berdamai dengan orang-orang kafir di
Hudaibiyah. Semua itu mengandung hikmah yang diketahui oleh orang-orang
yang mengetahuinya. Jadi logika pincang ala skizoprenik seperti itu
tidak usah dipamerkan dalam tulisan ilmiah. Sebenarnya tidak ada ruang
bagi salafy untuk menolak riwayat Al Baladzuri tersebut dengan syarat
mereka melihat rangkaian hadis-hadis tentang Muawiyah, tidak hanya apa
yang kami paparkan disini tetapi juga hadis-hadis lain yang menunjukkan
apa saja yang telah ia lakukan baik dalam sejarah maupun hadis.
Di kalangan ulama yang terpercaya
ternyata ada juga yang mengakui kalau Muawiyah tidak mati di atas agama
Islam. Ulama yang dimaksud adalah Ali bin Ja’d Abu Hasan Al Baghdadi
سمعت أبا عبد الله، وقال له دلويه: سمعت علي بن الجعد يقول: مات والله معاوية على غير الإسلام
Aku mendengar Abu ‘Abdullah
[Ahmad bin Hanbal] yang berkata Dulwaih berkata aku mendengar dari ‘Ali
bin Ja’d yang berkata “demi Allah, Muawiyah mati bukan dalam agama
islam” [Masa’il Ahmad bin Hanbal riwayat Ishaq bin Hani no 1866]
Ahmad bin Hanbal jelas orang yang terpercaya. Dulwaih adalah Ziyad bin ‘Ayub perawi Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i, Abu Hatim berkata “shaduq” Nasa’i menyatakan tsiqat, Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat dan Daruquthni berkata “tsiqat ma’mun”. [At Tahdzib juz 3 no 654] Ibnu Hajar berkata “hafizh tsiqat” [At Taqrib 1/317]. Ali bin Ja’d sendiri seorang yang tsiqat, perawi Bukhari dan ‘Abu Dawud, Ibnu Ma’in berkata “tsiqat shaduq”, Abu Zur’ah berkata “shaduq dalam hadis”. Abu Hatim menyatakan ia seorang yang mutqin shaduq. Shalih bin Muhammad menyatakan tsiqat, Nasa’i berkata “shaduq”. Daruquthni berkata “tsiqat ma’mun”. Ibnu Qani’ berkata “tsiqat tsabit” [At Tahdzib juz 7 no 502]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat tsabit [At Taqrib 1/689]. Jika Ali bin Ja’d yang dengan jelas menyatakan Muawiyah mati bukan dalam agama islam tetap dinyatakan tsiqat dan dijadikan hujjah hadisnya, maka atas dasar apa pengikut salafiyun itu mencela kami dalam masalah ini. Apakah hanya karena dengki? Atau memang begitu tabiat para pengingkar.
Ahmad bin Hanbal jelas orang yang terpercaya. Dulwaih adalah Ziyad bin ‘Ayub perawi Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i, Abu Hatim berkata “shaduq” Nasa’i menyatakan tsiqat, Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat dan Daruquthni berkata “tsiqat ma’mun”. [At Tahdzib juz 3 no 654] Ibnu Hajar berkata “hafizh tsiqat” [At Taqrib 1/317]. Ali bin Ja’d sendiri seorang yang tsiqat, perawi Bukhari dan ‘Abu Dawud, Ibnu Ma’in berkata “tsiqat shaduq”, Abu Zur’ah berkata “shaduq dalam hadis”. Abu Hatim menyatakan ia seorang yang mutqin shaduq. Shalih bin Muhammad menyatakan tsiqat, Nasa’i berkata “shaduq”. Daruquthni berkata “tsiqat ma’mun”. Ibnu Qani’ berkata “tsiqat tsabit” [At Tahdzib juz 7 no 502]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat tsabit [At Taqrib 1/689]. Jika Ali bin Ja’d yang dengan jelas menyatakan Muawiyah mati bukan dalam agama islam tetap dinyatakan tsiqat dan dijadikan hujjah hadisnya, maka atas dasar apa pengikut salafiyun itu mencela kami dalam masalah ini. Apakah hanya karena dengki? Atau memang begitu tabiat para pengingkar.
Apakah para pendengki dan pengingkar itu
mau menerima kebenaran ini? Sepertinya tidak karena pengalaman
membuktikan salafy nashibi tidak akan pernah mau menerima hal-hal yang
bertentangan dengan doktrin mahzab mereka. Mereka sok berkata “jangan
bertaklid” padahal diri sendiri penuh dengan taklid. Kesimpulannya :
Hadis Al Baladzuri bahwa Muawiyah mati tidak dalam agama islam adalah
shahih. Akhir kata kami akan mengutip perkataan salafy
Sebagaimana tergambar pada omongan seorang Raafidliy sebelum membawakan riwayat Al Balaadzuriy :
Terdapat hadis yang mungkin akan mengejutkan sebagian orang terutama akan mengejutkan para nashibi pecinta berat Muawiyah yaitu hadis yang menyatakan kalau Muawiyah mati tidak dalam agama Islam. Kami akan mencoba memaparkan hadis ini dan sebelumnya kami ingatkan kami tidak peduli apapun perkataan [baca: cacian] orang yang telah membaca tulisan ini. Apa yang kami tulis adalah hadis yang tertulis dalam kitab. Jadi kami tidak mengada-ada.
Kita katakan : Kami tidak pernah terkejut dengan tulisan Anda – walhamdulillah – , karena memang itulah tabiat Anda dan orang-orang yang sepemahaman dengan Anda semenjak beratus-ratus tahun lalu, tidak ada perubahan – kecuali mereka yang dirahmati oleh Allah ta’ala.
Baguslah kalau anda sekarang mengakui kalau diri anda termasuk “nashibi pecinta berat Muawiyah”.
Dan bicara soal tabiat, justru tabiat anda dan orang-orang sepemahaman
dengan anda inilah yang melahirkan banyak perpecahan di kalangan kaum
muslim. Kelompok seperti anda yang suka merendahkan kelompok muslim lain
dengan gelar-gelar ejekan memang sudah ada dari berates-ratus tahun
lalu, malah semakin parah di zaman sekarang. Semoga Allah SWT memberikan
hidayah kepada anda dan yang lainnya untuk menerima kebenaran. Salam damai
Hadis Muawiyah Mati Tidak Dalam Agama Islam?
Posted on Februari 8, 2010 by secondprince
secondprince.wordpress.com/2010/02/08/hadis-muawiyah-mati-tidak-dalam-agama-islam/
Hadis Muawiyah Mati Tidak Dalam Agama Islam?
Terdapat hadis yang mungkin akan mengejutkan sebagian orang terutama akan mengejutkan para nashibi pecinta berat Muawiyah yaitu hadis yang menyatakan kalau Muawiyah mati tidak dalam agama Islam.
Kami akan mencoba memaparkan hadis ini dan sebelumnya kami ingatkan
kami tidak peduli apapun perkataan [baca: cacian] orang yang telah
membaca tulisan ini. Apa yang kami tulis adalah hadis yang tertulis
dalam kitab. Jadi kami tidak mengada-ada.
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Abdullah bin Amru bin Ash dari Rasulullah SAW sebagaimana yang tertulis dalam kitab Ansab Al Asyraf Al Baladzuri 2/120-121.
عن عبد الله بن عمرو قال كنت جالساً عند النبي صلى الله عليه وسلم فقال يطلع عليكم من هذا الفج رجل يموت يوم يموت على غير ملتي، قال وكنت تركت أبي يلبس ثيابه فخشيت أن يطلع، فطلع معاوية
Dari Abdullah bin Amru yang
berkata aku duduk bersama Nabi SAW kemudian Beliau bersabda ”akan datang
dari jalan besar ini seorang laki-laki yang mati pada hari kematiannya
tidak berada dalam agamaKu”. Aku berkata “Ketika itu, aku telah
meninggalkan ayahku yang sedang mengenakan pakaian, aku khawatir kalau
ia akan datang dari jalan tersebut, kemudian datanglah Muawiyah dari
jalan tersebut”.
Hadis ini diriwayatkan oleh Baladzuri dalam Ansab Al Asyraf dengan dua jalan sanad yaitu
حدثني عبد الله بن صالح حدثني يحيى بن آدم عن شريك عن ليث عن طاووس عن عبد الله بن عمرو
Telah menceritakan kepadaku
Abdullah bin Shalih yang berkata telah menceritakan kepadaku Yahya bin
Adam dari Syarik dari Laits dari Thawus dari Abdullah bin Amru [Ansab Al Asyraf Al Baladzuri 2/121]
حدثني إسحاق وبكر بن الهيثم قالا حدثنا عبد الرزاق بن همام انبأنا معمر عن ابن طاوس عن أبيه عن عبد الله بن عمرو بن العاص
Telah menceritakan kepadaku Ishaq
dan Bakr bin Al Haitsam yang keduanya berkata telah menceritakan kepada
kami Abdurrazaq bin Hamam yang berkata telah memberitakan kepada kami
Ma’mar dari Ibnu Thawus dari ayahnya dari Abdullah bin Amru bin Ash [Ansab Al Asyraf Al Baladzuri 2/120]
Sanad pertama
semuanya adalah perawi Muslim oleh karena itu Syaikh Al Ghumari
menyatakan hadis tersebut shahih dengan syarat Muslim. Tetapi walaupun
semuanya perawi Muslim terdapat cacat pada sanadnya yaitu Abdullah bin
Shalih dan Laits. Mereka berdua walaupun seorang yang shaduq telah
diperbincangkan oleh para ulama mengenai hafalannya. Sebagaimana yang
disebutkan dalam At Taqrib 1/501 kalau Abdullah bin Shalih jujur tetapi banyak melakukan kesalahan dan At Taqrib 2/48 kalau Laits bin Abi Sulaim jujur tetapi mengalami ikhtilath. Jadi sanad pertama itu dhaif
Sanad kedua telah diriwayatkan oleh para perawi tsiqat yaitu Ishaq, Abddurrazaq, Ma’mar, Ibnu Thawus dan Thawus. Hanya satu orang yang tidak diketahui kredibilitasnya yaitu Bakr bin Al Haitsam tetapi ini tidak menjadi masalah karena ia meriwayatkan hadis ini bersama dengan Ishaq bin Abi Israil seorang yang tsiqat dan ma’mun.
- Ishaq adalah Ishaq bin Abi Israil termasuk gurunya Al Baladzuri, ia perawi Bukhari dalam Adabul Mufrad, Abu Dawud dan Nasa’i. Biografinya disebutkan dalam At Tahdzib juz 1 no 415, dimana Ibnu Hajar menyebutkan kalau ia dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Ma’in, Daruquthni, Al Baghawi, Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Hibban. Dalam At Taqrib 1/79 Ibnu Hajar menyatakan ia shaduq tetapi dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib no 338 kalau Ishaq bin Abi Israil seorang yang tsiqat ma’mun.
- Abdurrazaq bin Hammam adalah perawi kutubus sittah dimana Bukhari dan Muslim telah berhujjah dengan hadisnya. Ia seorang hafiz yang dikenal tsiqat sebagaimana disebutkan Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/599.
- Ma’mar adalah Ma’mar bin Rasyd perawi kutubus sittah. Ibnu Hajar dalam At Tahdzib juz 10 no 441 menyebutkan kalau ia dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Ma’in, Al Ajli, Yaqub bin Syaibah, Ibnu Hibban dan An Nasa’i. Dalam At Taqrib 2/202 ia dinyatakan tsiqat tsabit.
- Abdullah bin Thawus adalah putra Thawus bin Kisan, ia seorang perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat. Biografinya disebutkan dalam At Tahdzib juz 5 no 459 dan ia telah dinyatakan tsiqat oleh Nasa’i, Al Ajli, Ibnu Hibban dan Daruquthni. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/503 menyatakan Ibnu Thawus tsiqat.
- Thawus bin Kisan Al Yamani adalah seorang tabiin yang tsiqat. Ia termasuk perawi kutubus sittah. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/449 menyatakan kalau Thawus tsiqat.
Jadi dapat disimpulkan kalau sanad kedua
itu diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqat sehingga sanadnya shahih.
Dengan melihat kedua sanad hadis tersebut maka kedudukan hadis tersebut sudah jelas shahih.
Sanad pertama berstatus dhaif tetapi dikuatkan oleh sanad kedua yang
merupakan sanad yang shahih. Sekedar informasi hadis ini telah
dishahihkan oleh Syaikh Al Ghumari, Syaikh Hasan As Saqqaf, Syaikh
Muhammad bin Aqil Al Alawy dan Syaikh Hasan bin Farhan Al Maliki.
Sudah jelas para Nashibi tidak akan rela
dengan hadis ini dan mereka memang akan selalu mencari-cari cara atau
dalih untuk melemahkan hadis tersebut. Terus terang kami tertarik
melihat dalih-dalih nashibi untuk mencacatkan hadis ini. Kita tunggu
saja.
Salam Damai
Lagipula bukankah yang mengisahkan riwayat ini adalah Abdullah bin Amr bin Ash yang notabene anak dari Amr bin Ash, pengikut setia Muawiyyah?
Bagi pencinta & pembela Muawiyyah, saya ingin mengucapkan, “Ingatlah, di akhirat nanti semua manusia akan berkumpul dgn siapa yang dicintainya. Mereka akan meminta pertolongan kepada siapa pemimpin yang dicintainya”
Salam
“Sekedar informasi hadis ini telah dishahihkan oleh Syaikh Al Ghumari, Syaikh Hasan As Saqqaf, Syaikh Muhammad bin Aqil Al Alawy dan Syaikh Hasan bin Farhan Al Maliki.”
————————————————————————————
Ini dia kelemahannya,….tidak ada satupun dari orang tersebut yg menjadi ulama panutan Salafy. jadi pensahihannya tidak ada nilainya,……
jelas tidak mungkin hadits2 seperti ini dshahihkan oleh ulama mereka. Yah kita liyat aj argumennya
Ini bukan masalah Syiah atau bukan Syiah. Sebenarnya sederhana saja. Nabi adalah panutan kita umat Islam. Betul? Kita harus konsekuen : ikuti apapun sikap Nabi. Ada sebagian sahabat yang dimuliakan Nabi spt Salman Al Farisi, Abu Dzar Al Ghiffari atau Ammar bin Yasir. Sikap kita? Ikuti sikap Nabi, muliakan mereka yang dimuliakan Nabi.
Ada pula sebagian “sahabat” yang dilaknat Nabi, contohnya Muawiyah. Sikap kita? Ikuti sikap Nabi, laknat siapa yang dilaknat Nabi. Laknat Jendral Besar Nashibi : Muawiyah LA.
Sederhana bukan? Kecuali ada sebagian orang yg tidak menganggap Nabi sebagai panutan. Yang dimuliakan Nabi tidak mereka muliakan (bahkan kdg malah dicerca dan dihinakan). Yang dilaknat Nabi malah dipuja dan dimuliakan. Terserah Anda. Ikut Nabi atau membangkang Nabi?
namun memang ada konsekuensi yg belum bisa diterima oleh sebagian umat islam mengenai muawiyah ini. kita tau bahwa munculnya muawiyah kembali setelah disingkirkan oleh rosul saw adalah berkat tangan usman yg mendudukkan dia sebagai gubernur damaskus. ini artinya sudah 2 sahabat nabi yg ketahuan belangnya yg didak sejalan dengan rosul yaitu muawiyah dan pendahulunya usman. dan ini pasti akan merebet ke sahabat lainnya. padahal ada pandangan sebagian muslimin bahwa sahabat itu adil bahkan sampai disanjung allah swt dlm alqur’an dan dijamin masuk sorga.
untuk itu kita tunggu saja jawaban muawiyun dan usmaniyun …………………………salam damai.
sobatku ana sengaja menarik usman ra dalam hal ini supaya kita tau sejarah awal masa kehidupan muawiyah dan para pendahulunya di jaman rosul saw bagaimana rosul saw mengingatkan kaum muslimin tentang dia dan coba pelajari lagi sepak terjang bani umaiyah terhadap islam ini.siapa yg mengangkatnya sampai dia punya kedudukan ( khilafah katanya) dan hadis tentang muawiyah sudah jelas, mohon dibaca lagi dan renungkan akhi.
sobatku, menurut anda usman memang lemah dan kelemahan ini dimanfatkan oleh pendukungnya untuk meraih keuntungan. maaf ini hanya pendapat anda.
apa menurut anda usman ra tidak menyadari konsekwensi dari perbuatan yg dia lakukan ? apa dia orang kemaren sore ?
tidak ya akhi, dia berbuat atas kesadaran dan dia tidak sedang mabuk, dan dia tau akan konsekwensi perbuatannya. jabatan kholifah bukan jabatan seperti imam salat, nyatanya dia juga memerintahkan pasukan untuk berperang juga.
pendapat anda bahwa bani umaiyah hasud terhadap bani hasyim dan haus akan kekuasaan ini memang benar dan didukung oleh Ayat Qur’an maupun fakta sejarah.
Mas…sedikit pembetulan ya…Usman bukanlah sepemalu spt yg diwar warkan. Masakan seorang yg pemalu begitu bisa jadi sadis hingga memerintahkan pencambukan Ibn Mas’ud hingga parah dan dipapah pulang ke rumah. Masakan orang sepemalu begitu menghalau Abu Dzar ke Rabadzah hingga beliau wafat di padang pasir tanpa ada yg menguruskan jenazahnya….dan banyak lagi sikapnya yg berseberangan dgn mitos pemalunya itu…
Wassalam
yang dikatakan abah Zahro itu benar, Usman emang lemah. Tapi jawaban andapun benar juga, karena disamping Usman berpribadi lemah, dia dah punya bibit-bibit pembangkangan terhadap Rasulullah. apa dia tidak pernah mendengar deklarasi penunjukan Imam Ali di ghadir kum..??
apa dia mau pura-pura gak dengar, ttg sabda Rasul yg melaknat muawiyah, lha kok malah menunjuk muawiyah jadi pejabat. setali tiga uang deh dengan pendahulunya, pembangkang dilanjutken oleh daripada pembangkang.
salah satu pelajaran yg dapat diambil adalah : ” marilah kita berdoa kepada Allah disertai menguatkan jiwa agar terhindar dari penyakit CINTA DUNIA”
salam damai…..
ya… dia melakukan itu pasti setelah dikomporin sama elit2 Bani Umayah yang setiap hari berkeliaran di sekelilingnya, yang masih dengki dengan segala keutamaan dan kemulyaan Bani Hasyim dan para pengikutnya, yang selalu menghalangi Imam Ali untuk menasehatinya, maka terjadilah kekacauan itu, bahkan mulai terjadi perdebatan2 dengan Imam Ali, ( mis. masalah Haji ) dll. Kalo masalah pemalu, bukankah sudah ada hadistnya? Saya gatau kalo hadits itu doif atau palsu.
@mas gandung
masalah ghodir kum, saya yakin ketiga khalifah mungkin sudah lupa, tetapi ketika diingatkan, mereka sudah susah untuk mundur dari jabatan khalifah ( pasti juga dikomporin dan disiasatin oleh Bani Umayah juga pastinya, dan itulah bedanya orang yang tau agama setelah dewasa/ fikiran dan hatinya sudah bebal, sudah berisi racun2 jahiliyah, dengan yang tau agama dari kecil/ fikiran dan hatinya masih jernih seperti Imam Ali ). Paling ga kita tahu mereka salah, dan mereka ( salah satu dari mereka ) ga kan menikmati Telaga Kaustar nanti, seperti kata hadits. Waktu Rasulullah menegaskan bahwa mereka sahabat beliau, Allah menjawab dengan mengatakan engkau tidak tau apa yang dilakukan mereka sepeninggalmu ( Al hadits ) Ini yang saya tahu….
Dan mari kita pikir bukankah kebencian kaum muslim pada sebagian sahabat terutama si manusia laknat Muawiyah dan Yazid adalah sangat beralasan…dan bukanlah sesuatu yang dibikin2….
Dan mari kita pikir masih saja ada kaum aliran nashibi pembela teori ” seluruh org yang pernah bersahabat dgn Nabi adalah pasti benar & adil ” yang dengan taklidnya selalu menuliskan kalimat ” R.A ” dibelakang nama2 mereka….. benar2 pengagungan untuk Muawiyah dan Yazid putranya yang pemabuk dan pembantai yang Konyol itu
Ini adalah situs yg hanya sesuai buat mereka yg mahu dan bisa berfikir kritis, dan tidak suka menelan mentah2 apapun yg diberikan oleh ulama2, tanpa berfikir ttg kebenarannya…
Sbb itu situs ini dipanggil ‘Analisis Pencari Kebenaran’
Mari bersyukur dengan cara berfikir kritis bersama “Analisis Pencari Kebenaran”
Anda pecinta sunnah dan kami bukan? Anda yakin anda benar2 mencintai sunnah Nabi saaw dan mengikutinya?
Usah mulakan apa yg kelak anda kabur darinya…
Salam Damai
Teman2 pecinta Rasulullah dan Ahlul Bait dan pencari kebenaran, biarlah Edy Si Nashibi berbicra ttg kebahlulan dan kepengecutannya sdri, jgn di ganggu yaaaa…
Bawa argumen dan dalil Anda ke sini utk membantah bung SP. Tulisan ilmiah hrs dibantah dg cara ilmiah. Begitulah etika berdiskusi. Bukan hanya sekedar memvonis atau berkomentar yg menunjukkan kebencian Anda tanpa membawa argumen yg ilmiah. Anda mampu?
komentar anda emang pool, pol konyolnya seperti komen2 orang-orang Nashibi pencinta muawiyah dan konco-konconya.
menurut pendapat anda dan paraulama anda setiap itjtihad mendapat pahala meskipun ijtihad itu adalah salah tetap mendapat 1 pahala. termasuk ketika muawiyah laknatullah alaih menjadi bughot dan memberontak Imam ALi, dan anaknya Yazid laknatullah Alaih membunuh Imam Husein AS cucu kesayangan Rosul, mereka mendapat 1 pahala. anda setuju dengan pendapat jumhur Ulama Sunni?
Memang sulit mendamaikan kaum “literal-tekstual” dgn “rasional-filosofis”. Jika terjadi perdebatan bisa dipastikan salah satunya pasti ‘menari di atas genderang lawan’.
Bisa diberitahu dlm kitab mana yah komentar mereka?
Sering baca Alquran…………….?
Klau ngaku muslim pasti sering, bahkan sebulan 1x katam. mungkin.
Tau ga…………, sebagian isi dari Alquran adalah cerita / peristiwa2 masa lampau TAPI KOK SELALU DI BACA……….,DIULANG@ LAGI…………., DI SELURUH DUNIA LAGI………,
salahin tuch yang nurunin Alquran.
Satu lagi, Nabi Muhammad SAW sudah meninggal buat apa kita selalu bershalawat. kan sudah meninggal….,
JAWAB!
Makanya jgn sok bijak………………,
salam
Bukan seperti itu mksd saya bro… Membahas ttg cerita masa lampau d quran dan ttg nabi muhammad akan relevan spanjang jaman. Melupakan quran n nabi muhammad sm saja menolak islam.
Mksud saya apakah percaya pd ali n keturunanny adl washi rasulullah termasuk rukun iman??? G penting kan. Toh ajaran sunni syiah dlm hal tauhid sama saja. Apa yg sgt fundamental dlm hal keimanan yg membedakan sunni syiah?
neh ane ngingetin aje ye. tulung di baca ya anak2 syiah….
“Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir. (QS. Al-Fath:29)”: berkata Imam Malik bin Anas: “barangsiapa yang dihatinya terdapat kejengkelan terhadap para shahabat nabi maka telah menimpanya ayat ini.” (Zadul Muyassar, karya Ibnul Jauzi rahimahullah)
berkata Ibnu Katsir rahimahullah: “dari ayat ini Imam Malik mengambil faidah dalam -salah satu riwayatnya – tentang kafirnya rafidhah yang membenci para shahabat, beliau berkata: “Karena mereka (rafidhah) merasa jengkel terhadap mereka (para shahabat). (pendapat ini) disepakati oleh sekelompok ulama’. Hadits-hadits tentang keutamaan para shahabat serta larangan menghina mereka sangat banyak. Cukuplah kiranya untuk mereka pujian dari Allah dan keridhaan-Nya kepada mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir)
BEBERAPA KEUTAMAAN MU’AWIYAH Radhiallahunhu
- Beliau adalah Paman Kaum Muslimin. Hal ini oleh sebab saudari beliau, Ummu Habibah, adalah isteri Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
- Beliau adalah salah seorang sahabat yang diisyaratkan Nabi akan berperang di tengah lautan dan akan masuk surga.
Hal ini sebagaimana sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam:
عن أم حرام قالت: قال رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم ـ : ” أول جيش من أمتي يغزون البحر قد أوجبوا”
Dari Umu Haram Radhiallahunhu beliau berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Pasukan pertama dari ummatku yang perang di lautan maka wajib baginya (surga).” [HR Bukhari : 2924]
Ibnu Hajar mengatakan : “Al-Muhallab berkata : “hadits ini menjelaskan keutamaan Mu’awiyah karena beliaulah orang pertama yang berperang di lautan.” Adapun lafazh “qod aujabu” (maka wajib atasnya) maksudnya adalah : melakukan perbuatan yang wajib atasnya surga.” [al-Fath VI : 120].
- Beliau adalah penulis wahyu dan kepercayaan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
- Beliau didoakan memperoleh hidayah dan memberikan hidayah.
- Beliau didoakan menguasai ilmu fiqh dan ilmu hitung.
- Beliau adalah orang yang faqih.
============
PAK SP (SULAP) SAYS:
Jadi dapat disimpulkan kalau sanad kedua itu diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqat sehingga sanadnya shahih. Dengan melihat kedua sanad hadis tersebut maka kedudukan hadis tersebut sudah jelas shahih (DARI HONGKONG). Sanad pertama berstatus dhaif tetapi dikuatkan oleh sanad kedua yang merupakan sanad yang shahih. Sekedar informasi hadis ini telah dishahihkan oleh SYAIKH AL GHUMARI Al BIDI, SYAIKH HASAN AS SAQQAF AL KADZABY, SYAIKH MUHAMMAD BIN AQIL AL ALAWY AL SUFI’I DAN SYAIKH HASAN BIN FARHAN AL MALIKI AS-SYI’I..
Pak,.. ade lagi g nyang mau di shahihkan?? Ane minta sofwarenya donk “SOFWARE CONVERTER HADITS DHAIF TO SHAHIH OR SHAHIH TO DHAIF “MADE IN SP” Gratisan apa bayar neh soalnya ane mau download Langsung…
jadi hati2lah kalian ama agame syiah ini, cos very..very dangerous…
buat antum terimakasih banget telah memberikan pencerahan , selama ini yang saya tahu mengenai keutamaan Muawiyah adalah beliau tidak pernah dikenyangkan perutnya Oleh Allah SWT, Tp ternyata masih banyak juga ya keutamaan muawiyah?
- Paman kaum muslimin ya? jangan-jangan anda coba merangkai kekerabatan dengan Rasul supaya Muawiyah jadi ahlul bait ya? Paman Rasul Yang asli aja yang memelihara beliau dari kecil, melindungi dari musuh, rela membiarkan anak2nya kelaparan asal muhammad kecil bisa makan (Abu Thalib ) dikatakan kafir dan masuk neraka. ini muawiyah yang baru masuk islam sekitar tahun ke 8 H setelah sebelumnya memusuhi nabi abis-abisan lebih pantas di sebut paman kaum muslimin ya? lagian ana baru tahu ada istilah paman kaum mukmin..setahu ana yang ada adalah Ummul mukminin, artau karena muawiyah adalah kakanya ummu habibah mungkin lebih pantes di sebut pa De Kaum Mukminin mas, trus untuk Yazidnya dipanggil apa ya? sepupu kaum mukminin, lucu juga ya?
- Masuk surga? surga yang mana dulu nih…kalo konteksnya sabda Rasul :”Baiti Jannati” ya Oke lah….bahkan Thomas Alfa Edison dan Cleopatra pun masuk surga, sayapun kalo pulang kerja langsung masuk surga, bukan begitu mas?
-PeNulis wahyu terpercaya ya? setahu saya Muawiyah dan keluarganya masuk islam tahun ke 8 H sesudah Fathu Makkah, dan wahyu selese turun tahun 10 H pada waktu haji Wadda, kalo wahyu turun secepat Abu Hurairah menerima hadist dari Rasulullah mungkin saja muawiyah bisa mencatat 5372 ayat dalam 2 tahun tapi wahyu kan turun dalam kurun waktu yang panjang sekitar 23 tahun, jadi mohon maaf berarti muawiyah cuma kebagian 2 tahun tok dalam nulis wahyu
- memperoleh hidayah , jelas muawiyah memperoleh hiodayah….wong tadinya sesat dan penyembah berhala terus masuk islam ya harus diakui Muawiyah dapat hidayah itumeskipun sebelumnya harus nyerah dulu pada penaklukan mekkah.
- ahli fiqih dan seorang yang faqih, untuk yang ini ana no comment, soalnya kalopun ada hadis shahih yang ngomong bahwa Muawiyah ahli fiqih bagi saya sangat berat bagi seorang ahli fiqih yang faqih bisa melakukan makar terhadap pemerintahan yang sah pada waktu itu
Pak,.. ade lagi g nyang mau di shahihkan?? Ane minta sofwarenya donk “SOFWARE CONVERTER HADITS DHAIF TO SHAHIH OR SHAHIH TO DHAIF “MADE IN SP” Gratisan apa bayar neh soalnya ane mau download Langsung…
jadi hati2lah kalian ama agame syiah ini, cos very..very dangerous…
——————————————————————————————
Tinggal bantah saja hadis di atas mas, cocot kakean kabeh!
Top abissss
————————————————————————————–
Karena Abdurrazzaq meriwayatkannya dari hapalannya sedangkan para ulama menilai riwayat dari hapalannya itu lemah. yang dinilai tsiqah hanya riwayat dari catatannya. Dia juga tidak memasukkan riwayat tersebut dalam kitabnya sendiri yang berjudul al Mushannaf. Itu berarti menurut Abdurrazaq sendiri riwayat itu bathil.
Riwayat tersebut juga mengandung idhthirab karena ada riwayat yang menyebut nama al Hakam, ada juga Muawiyah ada juga yang lainnya. Itu artinya para perawinya tidak menjamin ketetapan riwayatannya.
dari dua sisi itu aja sudah bisa dinilai bahwa riwayat tersebut dhaif atau bathil.
————————————————————————————-
Mohon ma’af jika mas SP tdk berkenan dan terima kasih
wah saya jadi kepingin ngelihat langsung media FB yang dimaksud.
Pernyataan ini keliru, Abdurrazaq seorang yang dikenal Imam Al hafiz di kalangan para ulama. Memang diriwayatkan ia mengalami ikhtilat di akhir umurnya tetapi para ulama telah menyebutkan siapa saja mereka yang meriwayatkan hadis dari Abdurrazaq setelah ia ikhtilath. Nah diantara nama mereka itu tidak ada Ishaq bin Abi israil. ditambah lagi terdapat bukti yang menguatkan kalau Ishaq bin Abi Israil meriwayatkan hadis dari Abdurrazaq sebelum ia mengalami ikhtilat. Jadi riwayat ishaq dari Abdurrazaq di atas adalah shahih dan bebas dari ikhtilath.
Ini namanya mengada-ada, cukup banyak hadis Abdurrazaq yang shahih dari kitab-kitab lain walaupun ia sendiri tidak menulis hadis tersebut dalam kitabnya Al Mushannaf.
Silakan saja ditampilkan riwayat yang mereka maksud mudhtharib atau riwayat yang menyebut nama Al Hakam. Kalau memang mereka mau jujur menampilkannya maka mereka akan dengan mudah melihat kalau hujjah mereka itu cuma dipaksakan saja. Saya akan membantah hujjah mereka ini lebih lanjut jika mereka mau menyebutkan sanad yang mereka anggap mudhtharib.
Argumen mereka yang Mas kutip bisa dibilang argumen buntung artinya argumen itu sendiri tidak lengkap alias tidak memiliki nilai hujjah. kalau mau menyatakan hadis ini mudhtharib silakan bawa dulu sanad hadis yang menunjukkan adanya mudhtharib.
Ah biasa saja kok, btw sebenarnya salafy nashibi masih punya dalih lain lho, tapi saya akan menanggapi kalau memang ada yang mau memakai dalih tersebut, salam
http://www.facebook.com/?sk=messages&tid=1322002486789#!/group.php?v=app_2373072738&gid=97110574531
atw
http://www.facebook.com/?sk=messages&tid=1322002486789#!/group.php?gid=97110574531
Tp skrg kayanya hrs jd anggota utk bisa liat isinya. Punya FB kah….?
kayaknya saya punya
@ SP;
anda menulis demikian “Sekedar informasi hadis ini telah dishahihkan oleh Syaikh Al Ghumari, Syaikh Hasan As Saqqaf, Syaikh Muhammad bin Aqil Al Alawy dan Syaikh Hasan bin Farhan Al Maliki.”.
afwan. bisa tlg diperkuat dlm kitab apa mereka masing-masing mensahihkan hadits ini dan halaman berapa pd kitab-kitab tsb. ditunggu jwbnnya
syukron
ini kitab apa???xpernah dengar pun…
Kalau anda tdk pernah baca jgn anda jadikan ketidaktahuan anda sebagai hakim, baca dulu kitabnya.
Perlu anda ketahui mazhab anda dlm menegakkan kepalsuannya menyensor kitab2 dan hadis2 yg dpt meruntuhkan bangunan aqidah mereka.
Apa yg ulama anda berikan memang tampak indah berkilau seperti emas, tapi bukan emas hanya imitasi. Sekarang anda bawa imitasi itu ke toko mas Mr. SP tentu saja emas palsu itu tdk laku dan akhirnya anda mencela hasil penelitian Mr. SP. Seharusnya emas palsu itu anda campakkan ke wajah org yg telah menipu anda dan berterimakasih pada Mr. SP yg telah memberi tahukan anda.
kayaknya anda tuh yang gak ngerti-ngerti. Sunni dan Syiah sama-sama shalat lima waktu, sama-sama puasa, sama-sama berzakat, sama-sama naik haji ke Baitullah. Jadi apanya yang “itu saja”. jangan naif deh
Kalau mau cari perbedaan gak usah Syiah dengan Sunni, diantara Sunni pun banyak perbedaan dan saling tidak bisa besanding.
Kalau hanya karena berbeda terus perang, bukankah sama saja dengan menggugat Sang Maha Sebab.
Salam damai.
Ente buka orang Islam ya, soalnya berkata … lakum deen nukum wali yadeen… (propaganda)
Yg jelas begini Syi’ah bisa menerima hadits dari Sunni, sedangkan Sunni tidak bisa menerima hadits dari Syi’ah. Sunni dan Syi’ah adalah Islam.
Wslkm,
@ytse-jam
allahuma shalli ala Muhammad wa aali Muhammad
wassalam
sy sunni, ahlusunah wal jama’ah ‘ala nahdhiyah, faham sy juga banyak beda dengan yg ngaku sunni ‘ala wahabiyah, sy malah melihat blog ini bagus, banyak kesesuaian antara fakta dan praktek.
Wassalamu’alaikum.
tidak ada yang lebih bahlul drpd org yg menuduh org lain bahlul
Yg penting ente py akal dan tidak bahlul khan…? sls.
Daripada mirip dengan sunni wahabi, mending agak mirip dengan syiah bang, paling tidak sama-sama mencintai ahli bait nabi dengan sepenuh hati, tapi tidak mata tuli. Sama2 punya tradisi ziarah, simtud durar, maulid dan yang jelas LI KHAMSATUN nya tuh…..g harus jadi syiah kok
ah maaf apa saudara tidak bisa membaca, jika memang tidak bisa ya silakan belajar membaca dulu dengan baik, bila perlu pelan-pelan dan sabar. Dalam tulisan di atas disebutkan
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Abdullah bin Amru bin Ash dari Rasulullah SAW sebagaimana yang tertulis dalam kitab Ansab Al Asyraf Al Baladzuri 2/120-121
Silakan, silakan
maka nya jgn bw gaya2 preman
supriman=suni preman kwkwkwk…
Senang ya liat umat Islam pada berantem? Jika yg masuk kesini Islam model sampeyan begini ya… ga heran, ngajak berantem n senang berantem
Salam
@SP
terima kasih atas artikel-artikelnya yang membuat keyakinan saya makin yakin atas kebenaran ahlul bait. semoga Allah SWT terus memberikan kekuatan dan keselamatan pada anda dalam membeberkan fakta-fakta yang selama ini disembunyikan mengenai Ahlul bayt teruslah berjuang. dan semoga kita semua tidak menjadi orang-orang yang menyembunyikan keterangan-keterangan yang jelas dan petunjuk agar kita tidak dilaknat oleh Allah dan dila’nati pula oleh semua mahluk yang dapat melaknat sebagaimana firman ALlah dalam Alqur’an Surat AlBaqarah ayat 159 “Sesungguhnya orang-orang yang Menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila’nati Allah dan dila’nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela’nati”
wassalam
tulaqo’ bin tulaqo’ itu sungguh pantas dijadikan pemimpin orang-orang yg seperti itu pula
sungguh abu sofyan dan hindun sukses mendidik muawiyah dikala orang tuanya tdk bisa melawan nabi, si mulut besar itupun membasmi keturunan nabi
padahal nabi telah memerintahkan kepada siapa saja yg jika melihat si tulaqo’ itu naik mimbar nabi supaya orang2 membunuhnya
membacanya sj perut ini mual,krn isinya kotoran n najis melulu yg dibawa oleh ibnu taimiyah buat dibagi2 kemurid2nya wahabi nashibi,krn merka memang menyukai barang2 yg najis yaitu abu sofyan n muawiyah juga khawarij
HOOAAKK…!!!
Mereka menjauhi n membenci sesuatu yg suci yg allah n rosulnya berikan yaitu alquran n ittrati ahlulbaiti.
yg parah lagi sipenghayal nashibi ilham othmany ini ternyata menyukai pula makanan berupa kotoran yg najis yaitu dgn pembelaannya terhadap yazid n ibnu ziyad semoga allah melaknat kedua2nya
HOOAAKK…!! sungguh ingin muntah membaca tulisan sipenghayal nashibi pemakan kotoran yg najis..!!
Semoga allah menurunkan azab dgn secepat cepatnya azab,kepada mu ya nashibi atas kejahilan mu,dalam membela si laknattullah yazid.
@SP
rupanya sinashibi ini bukan termasuk mereka yg masuk dalam katagori mencari kebenaran dan memberikan ilmu.tp hanya seorang manusia dgn jiwa kerdil,dgn niat hanya MENYAKITI HATI UMMAT ISLAM. sdh banyak teguran dr kawan2 diforum ini atas prilaku diskusinya, utk itu sy harapkan SP memblack list sinashibi ini dr forum ini.n klu SP menghapus tulisan nya diatas harap hapus pula tulisan sy ini.
mohon dgn sangat….
“‘Mau lagi?RasuluLlah saw bersabda umatku yang pertama berperang di laut akan masuk surga.Armada Islam pertama kali dibangunkan oleh Muawiyah.Peperangan di laut yang pertama ialah peperangan menakluk Cyprus.Di dalamnya ada yazid bin Muawiyah.Secara tidak langsung Nabi meramalkan MUawiyah adalah bakal pebghuni surga.
mohon penjelasannya :
Kayanya kalau dalam Bidayah wan nihayah (ibnu Katsir) pada Zaman Abu Bakar ada bala tentara Islam yang menyeberang lautan dgn naik kuda, tapi disana tidak disebut adanya muawiyah padahal itu pasukan pertama yg menyeberangi lautan dan tidak ada Muawiyah didalammya, apa riwayat tsb tidak benar ustadz, ……….
==========================
Begitu juga dengannya anaknya Yazid.Abdullah bin Al Mubarak ketika ditanya mana lebih mulia antara Umar binn Abdul Aziz dengan Muawiyah bin Abu Sufian.Beliau menjawab debu-debu yang melekat di dalam lobang hidung kuda Muawiyah yang berjihad bersama RasuluLlah adalah lebih mulia jika dibandingkan dengan batang tubuh Umar bin Abdul Aziz.
ustazd ilham : lebih sahih atau lebih utama mana ucapan Abdullah bin Al Mubarak dibanding Abdullah bin amru bin ash yg membawakan hadits dari Rasulullah diatas, kalau menurut ustadz lebih utama Abdullah bin Al Mubarak berarti kontradiktif dengan mengutamakan muawiyah dibanding Umar bin abdul azis, karena Abdullah bin amru bin ash meriwayatkan dari Rasul sedangkan Abdullah bin Al Mubarak tidak.
@Ilham Othmany, apakah kamu sholat? bagaimana kamu membaca sholawat dalam sholat sedangkan kamu membela orang yg membunuh manusia suci? atau kamu hanya mengucapkan Allahumma sholli ‘ala Muhammad tanpa mengucap Wa ‘alaa Aali Muhammad ketika sholat?
baca surat as-Syura ayat 23 yg artinya “katakanlah (wahai Muhammad) aku tidak meminta upah apapun atas seruanku (kepada Islam) ini melainkan kecintaan kalian kepada keluarga dekatku”
Mengapa kamu malah mencintai pembunuh orang yg wajib kamu cintai? orang yg setiap hari keningnya dicium oleh Rasulullah SAWW, pemuda penghulu surga…. semoga Allah SWT meluruskan jalan pikiran anda.
Ada beberapa konsep dasar dari islam, diantaranya adalah SHILAH/Menjalin hubungan/keterhubungan.
1. Dengan Allah dengan shalat.
2. Kepada/dengan Rasulullah SAW dan keluarganya dengan shali/shalawat.
3. Dengan sesama muslim dengan shilaturahim.
Tentunya menjadi tugas utama Iblis untuk memutuskan hubungan2 tsb dengan segala cara. Apakah mereka yang diputuskan hubungan tsb menyadarinya? tentu tidak. Makanya korban Mr. I disebut “terpedaya”.
Rata2 manusia/kita pernah atau sedang memutuskan 1 dr 3, 2 dr 3 atau ketiga2nya. Sangat sedikit yang mampu menjaga ketiga2nya.
salam damai.
nih saya kasih kritik sanad dari hadits tsb diatas, keterangan ini saya ambil dari blognya @membaca&menulis di atas.
Untuk membantah isi tulisan tentang riwayat hadits bahwa Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu meninggal dalam keadaan kafir, tidak terlalu sulit. Walhamdulillah bi ni’amihi Islam wa iman, telah banyak ulama Ahlu Sunnah membahas kemudian menyebarkannya agar umat ini tidak tersesat. Adapun riwayat hadits yang dijadikan inti tulisan blog tersebut adalah:
عن عبد الله بن عمرو قال كنت جالساً عند النبي صلى الله عليه وسلم فقال يطلع عليكم من هذا الفج رجل يموت يوم يموت على غير ملتي، قال وكنت تركت أبي يلبس ثيابه فخشيت أن يطلع، فطلع معاوية
Dari Abdullah bin Amru yang berkata aku duduk bersama Nabi SAW kemudian Beliau bersabda ”akan datang dari jalan besar ini seorang laki-laki yang mati pada hari kematiannya tidak berada dalam agamaKu”. Aku berkata “Ketika itu, aku telah meninggalkan ayahku yang sedang mengenakan pakaian, aku khawatir kalau ia akan datang dari jalan tersebut, kemudian datanglah Muawiyah dari jalan tersebut”.
Penulis di akhir kesimpulannya mengatakan bahwa “…dapat disimpulkan kalau sanad kedua itu diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqat sehingga sanadnya shahih. Dengan melihat kedua sanad hadis tersebut maka kedudukan hadis tersebut sudah jelas shahih. Sanad pertama berstatus dhaif tetapi dikuatkan oleh sanad kedua yang merupakan sanad yang shahih.”
Untuk membatah kesimpulan gegabah-tendesius anti sahabat di atas, mari kita periksan, bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Al-Baladzuriy dalam Ansabul-Asyarf melalui dua jalan yang kesemuanya berujung pada Thaawuus, dari ‘Abdullah bin ‘Amru radliyallaahu ‘anhumaa :
Jalan yang pertama; telah menceritakan kepadaku ‘Abdullah bin Shaalih: Telah menceritakan kepadaku Yahyaa bin Aadam (w. 203), dari Syariik, dari Laits, dari Thaawuus, dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin Al-‘Aash secara marfu’ [idem, 2/121].
Pembahasan; hadits ini lemah lagi munkar. Kelemahan sanadnya terletak pada Syariik, dan Laits; dan matannya munkar karena bertentangan dengan hadits-hadits berikut ini:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ إِسْحَقَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْخُلُ عَلَى أُمِّ حَرَامٍ بِنْتِ مِلْحَانَ فَتُطْعِمُهُ وَكَانَتْ أُمُّ حَرَامٍ تَحْتَ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ فَدَخَلَ عَلَيْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فَأَطْعَمَتْهُ ثُمَّ جَلَسَتْ تَفْلِي رَأْسَهُ فَنَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ اسْتَيْقَظَ وَهُوَ يَضْحَكُ قَالَتْ فَقُلْتُ مَا يُضْحِكُكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ نَاسٌ مِنْ أُمَّتِي عُرِضُوا عَلَيَّ غُزَاةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَرْكَبُونَ ثَبَجَ هَذَا الْبَحْرِ مُلُوكًا عَلَى الْأَسِرَّةِ أَوْ مِثْلَ الْمُلُوكِ عَلَى الْأَسِرَّةِ يَشُكُّ أَيَّهُمَا قَالَ قَالَتْ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ فَدَعَا لَهَا ثُمَّ وَضَعَ رَأْسَهُ فَنَامَ ثُمَّ اسْتَيْقَظَ وَهُوَ يَضْحَكُ قَالَتْ فَقُلْتُ مَا يُضْحِكُكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ نَاسٌ مِنْ أُمَّتِي عُرِضُوا عَلَيَّ غُزَاةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَا قَالَ فِي الْأُولَى قَالَتْ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ قَالَ أَنْتِ مِنْ الْأَوَّلِينَ فَرَكِبَتْ أُمُّ حَرَامٍ بِنْتُ مِلْحَانَ الْبَحْرَ فِي زَمَنِ مُعَاوِيَةَ فَصُرِعَتْ عَنْ دَابَّتِهَا حِينَ خَرَجَتْ مِنْ الْبَحْرِ فَهَلَكَتْ
Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Yahyaa, ia berkata : Aku membacakan (hadits) di hadapan Maalik, dari Ishaaq bin ‘Abdillah bin Abi Thalhah, dari Anas bin Maalik : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah menemui Ummu Haram binti Milhan – isteri ‘Ubaadah bin Ash-Shaamit – yang kemudian ia (Ummu Haram) menghidangkan makanan untuk beliau. Setelah itu Ummu Haram menyisir rambut beliau, hingga Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tertidur. Tiba-tiba beliau terbangun sambil tertawa. Ummu Haram bertanya : “Apa yang menyebabkanmu tertawa wahai Rasulullah ?”. Beliau bersabda : “Sekelompok umatku diperlihatkan Allah ta’ala kepadaku. Mereka berperang di jalan Allah mengarungi lautan dengan kapal, yaitu para raja di atas singgasana atau bagaikan para raja di atas singgasana” – perawi ragu antara keduanya – . Ummu Haram berkata : “Wahai Rasulullah, doakanlah agar aku termasuk di antara mereka.” Kemudian beliau mendoakannya. Setelah itu beliau meletakkan kepalanya hingga tertidur. Tiba-tiba beliau terbangun sambil tertawa. Ummu Haram berkata : Lalu aku kembali bertanya : “Wahai Rasulullah, apa yang membuatmu tertawa ?”. Beliau menjawab : “Sekelompok umatku diperlihatkan Allah Ta’ala kepadaku, mereka berperang di jalan Allah…” – sebagaimana sabda beliau yang pertama – . Ummu Haram berkata : Lalu aku berkata : “Wahai Rasulullah, doakanlah agar aku termasuk di antara mereka !”. Beliau bersabda : “Kamu termasuk dari rombongan pertama”. Pada masa (kepemimpinan) Mu’aawiyah, Ummu Haram turut dalam pasukan Islam berlayar ke lautan (untuk berperang di jalan Allah). Ketika mendarat, dia terjatuh dari kendaraannya hingga meninggal dunia [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1912].
حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ بْنُ يَزِيدَ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَمْزَةَ قَالَ حَدَّثَنِي ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ أَنَّ عُمَيْرَ بْنَ الْأَسْوَدِ الْعَنْسِيَّ حَدَّثَهُ أَنَّهُ أَتَى عُبَادَةَ بْنَ الصَّامِتِ وَهُوَ نَازِلٌ فِي سَاحَةِ حِمْصَ وَهُوَ فِي بِنَاءٍ لَهُ وَمَعَهُ أُمُّ حَرَامٍ قَالَ عُمَيْرٌ فَحَدَّثَتْنَا أُمُّ حَرَامٍ أَنَّهَا سَمِعَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ الْبَحْرَ قَدْ أَوْجَبُوا قَالَتْ أُمُّ حَرَامٍ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا فِيهِمْ قَالَ أَنْتِ فِيهِمْ ثُمَّ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ مَدِينَةَ قَيْصَرَ مَغْفُورٌ لَهُمْ فَقُلْتُ أَنَا فِيهِمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لَا
Telah menceritakan kepadaku Ishaaq bin Yaziid Ad-Dimasyqiy : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Hamzah, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Tsaur bin Yaziid, dari Khaalid bin Ma’daan : Bahwasannya ‘Umair bin Al-Aswad Al-‘Ansiy telah menceritakan kepadanya : Bahwa dia pernah menemui ‘Ubaadah bin Ash-Shaamit ketika dia sedang singgah dalam perjalanan menuju Himsh. Saat itu dia sedang berada di rumahnya, dan Ummu Haram ada bersamanya. ‘Umair berkata : Maka Ummu Haram bercerita kepada kami bahwa dia pernah mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Pasukan dari umatku yang pertama kali berperang dengan mengarungi lautan, telah diwajibkan padanya (pahala surga)”. Ummu Haram berkata : Aku katakan : “Wahai Rasulullah, apakah aku termasuk di antara mereka ?”. Beliau bersabda : “Ya, kamu termasuk dari mereka”. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kembali bersabda : “Pasukan dari umatku yang pertama kali akan memerangi kota Qaishar (Romawi) akan diberikan ampunan (dari dosa)”. Aku katakan : “Apakah aku termasuk di antara mereka, wahai Rasulullah ?”. Beliau menjawab : “Tidak“ [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2924].
Selain itu, Ibnu Qudaamah membawakan cacat lain dalam riwayat ini, dari riwayat Al-Khallaal : Aku pernah bertanya kepada Ahmad tentang hadits Syariik, dari Laits, dari Thaawuus, dari ‘Abdullah bin ‘Amru, ia berkata : “Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Akan muncul kepada kalian seorang laki-laki dari kalangan penghuni neraka’. Lalu muncullah Mu’aawiyyah”.
Ahmad berkata : “Hadits itu hanyalah diriwayatkan oleh Ibnu Thaawuus, dari ayahnya, dari ‘Abdulah bin ‘Amru atau selainnya”, ia ragu-ragu dalam penyebutannya” [lihat : Al-Muntakhab minal-‘Ilal lil-Khallaal oleh Ibnu Qudaamah, hal. 228 no. 136, tahqiq & ta’liq : Abu Mu’aadz Thaariq bin ‘Awwadlillah; Daarur-Raayah, Cet. 1/1419].
Ta’lil dari Ahmad bin Hanbal ini mengindikasikan bahwa sanad hadits ini keliru, dan yang benar adalah sanad dari Ibnu Thaawuus, dari Thaawuus, dari ‘Abdullah bin ‘Amru secara marfu’ sebagaimana dalam sanad hadits yang kedua di bawah.
Jalan yang kedua; Telah menceritakan kepadaku Ishaaq dan Bakr bin Al-Haitsam, mereka berdua berkata: Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrazzaaq bin Hammaam : Telah memberitakan kepada kami Ma’mar, dari Ibnu Thaawuus, dari ayahnya, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Aash secara marfu’.
Pembahasan; Dhahir sanad hadits ini adalah shahih, namun sebenarnya ma’lul.
Masih dalam peristiwa yang sama dalam sanad yang lain, disebutkan bahwa orang yang diisyaratkan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tersebut adalah Al-Hakam bin Abil-‘Aash.
حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ حَكِيمٍ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَقَدْ ذَهَبَ عَمْرُو بْنُ الْعَاصِ يَلْبَسُ ثِيَابَهُ لِيَلْحَقَنِي
فَقَالَ وَنَحْنُ عِنْدَهُ لَيَدْخُلَنَّ عَلَيْكُمْ رَجُلٌ لَعِينٌ فَوَاللَّهِ مَا زِلْتُ
وَجِلًا أَتَشَوَّفُ دَاخِلًا وَخَارِجًا حَتَّى دَخَلَ فُلَانٌ يَعْنِي الْحَكَمَ
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair : Telah menceritakan kepada kami ‘Utsmaan bin Hakiim, dari Abu Umaamah bin Sahl bin Hunaif, dari ‘Abdullah bin ‘Amru, ia berkata : Kami pernah duduk-duduk di sisi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan ketika itu ‘Amru bin Al-’Aash pergi berjalan dengan mengenakan baju untuk menemuiku. Beliau bersabda – sementara kami berada di sisinya – : “Sungguh akan datang kepada kalian seorang laki-laki yang dilaknat”. Maka demi Allah, semenjak beliau mengatakan itu, aku selalu melihat-lihat ke dalam dan ke luar hingga datanglah si Fulan, yaitu Al-Hakam [Diriwayatkan oleh Ahmad 2/163. Melalui jalan Ahmad, diriwayatkan juga oleh Al-Bazzaar dalam Al-Musnad 6/344 no. 2352 dan dalam Kasyful-Astaar 2/247 no. 1625]. Sanad hadits ini shahih [Dishahihkan oleh Ahmad Syaakir dan Al-Arna’uth].
Al-Haitsamiy saat mengomentari riwayat di atas berkata : “Diriwayatkan oleh Ahmad, dan para perawinya adalah para perawi Ash-Shahiih” [Majma’uz-Zawaaid, 1/112. Lihat juga 5/241].
Abu Umaamah bin Sahl bin Hunaif dalam penyebutan Al-Hakam bin Abil-‘Aash ini mempunyai mutaba’ah dari Syu’aib bin Muhammad bin ‘Abdillah bin ‘Amru bin Al-‘Aash, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abdil-Barr: Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Waarits bin Sufyaan: Telah menceritakan kepada kami Qaasim: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Zuhair: Telah menceritakan kepada kami Muusaa bin Ismaa’iil: Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Waahid bin Ziyaad: Telah menceritakan kepada kami ‘Utsmaan bin Hakiim, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Syu’aib bin Muhammad bin ‘Abdillah bin ‘Amru bin Al-‘Aash, dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin Al-‘Aash, ia berkata : “…..(al-hadits)…..” [Al-Isti’aab, 1/360, tahqiq : ‘Aliy bin Muhammad Al-Bajawiy; Daarul-Jail. Cet. 1/1412].
Berkata Ahmad Syaakir: “Sanad (hadits) ini juga shahih” [Ta’liiq ‘alaa Musnad Ahmad, 6/85; Daarul-Hadiits, Cet. 1/1416].
Hadits ini mempunyai syaahid dari ‘Abdullah bin Az-Zubair radliyallaahu ‘anhumaa:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ
عَنِ الشَّعْبِيِّ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ وَهُوَ مُسْتَنِدٌ إِلَى الْكَعْبَةِ
وَهُوَ يَقُولُ وَرَبِّ هَذِهِ الْكَعْبَةِ لَقَدْ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فُلَانًا وَمَا وُلِدَ مِنْ صُلْبِهِ
Telah menceitakan kepada kami ‘Abdurrazzaaq: Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu ‘Uyainah, dari Ismaa’iil bin Abi Khaalid, dari Asy-Sya’biy, ia berkata : Aku mendengar ‘Abdullah bin Az-Zubair dalam keadaan bersandar ke Ka’bah, berkata : “Demi Dzat yang memiliki Ka’bah ini, sungguh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah melaknat si Fulan dan yang dilahirkan dari tulang rusuknya” [Diriwayatkan oleh Ahmad 4/5; sanadnya shahih].
Diriwayatkan pula oleh Al-Bazaaar dari jalan Ahmad bin Manshuur bin Siyaar dari ‘Abdurrazzaaq yang selanjutnya seperti sanad Ahmad di atas; dimana disebutkan orang yang dilaknat tersebut adalah Al-Hakam bin Abil-‘Aash [Al-Musnad, no. 2197; shahih. Lihat pula Majma’uz-Zawaaid 5/241 no. 9230 dan Taariikhul-Islaam lidz-Dzahabiy 3/368, tahqiq : Dr. ‘Umar bin ‘Abdis-Salaam At-Tadmuriy; Daarul-Kitaab Al-‘Arabiy, Cet. 2/1410].
Riwayat ini cukup menunjukkan bahwa hadits yang dibawakan oleh Al-Balaadzuriy adalah ma’lul, tidak shahih. Ta’lil tersebut dikuatkan lagi oleh riwayat berikut; Al-Khallaal berkata:
وسألت أحمد، عن حديث شريك، عن ليث، عن طاوس، عن عبدالله بن عمرو
، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : “يطلع عليكم رجل من أهل النار”، فطلع معاوية.
قال: إنما ابن طاوس، عن أبيه، عن عبد الله بن عمرو أو غيره، شك فيه.
قال الخلال: رواه عبدالرزاق، عن معمر، عن ابن طاوس، قال:
سمعت فرخاش يحدث هذا الحديث عن أبي، عن عبد الله ابن عمرو
Dan aku pernah bertanya kepada Ahmad tentang hadits Syariik, dari Laits, dari Thaawuus, dari ‘Abdullah bin ‘Amru, ia berkata : “Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Akan muncul kepada kalian seorang laki-laki dari kalangan penghuni neraka’. Lalu muncullah Mu’aawiyyah”.
Ahmad berkata: “Hadits itu hanyalah diriwayatkan oleh Ibnu Thaawuus, dari ayahnya, dari ‘Abdulah bin ‘Amru atau selainnya, ia (Thaawuus) ragu-ragu dalam penyebutannya”
“‘Abdurrazzaaq meriwayatkan dari Ma’mar, dari Ibnu Thaawuus. Ia (Ibnu Thaawuus) berkata : Aku mendengar Furkhaasy menceritakan hadits ini dari ayahku, dari ‘Abdullah bin ‘Amr” [lihat : Al-Muntakhab minal-‘Ilal lil-Khallaal, hal. 228 no. 136]. Furkhaasy tidak diketahui identitasnya.
Dari sisi Al-Khallaal, riwayat ‘Abdurrazzaaq dari Ma’mar, dari Ibnu Thaawus mempunyai dua jalan. Pertama dengan menyebut perantara antara Ibnu Thaawus dengan Thaawus (yaitu : Furkhaasy), dan yang kedua tidak menyebutkan perantara; sehingga nampak adanya idlthirab dalam sanadnya.
Besar kemungkinan kekeliruan riwayat Al-Baladzuriy disebabkan oleh ‘Abdurrazzaaq bin Hammaam Ash-Shan’aaniy (120-211 H). Telah keliru sebagian orang yang menshahihkan riwayat ini karena memutlakkan ketsiqahan pada ‘Abdurrazzaaq bin Hammaam. Apalagi ditunjukkan dengan adanya idlthirab dalam matan hadits di atas.
Ibnu Hajar berkata : “Tsiqah haafidh, penulis yang terkenal, mengalami kebutaan di akhir umurnya, sehingga berubah hapalannya. Cenderung ber-tasyayyu’” [At-Taqriib, hal. 607 no. 4092, tahqiq : Abul-Asybal Shaghiir bin Ahmad Al-Baakistaaniy; Daarul-‘Aashimah].
Al-Bukhaariy berkata : “Apa yang ia riwayatkan dari kitabnya, maka lebih shahih” [At-Taariikh Al-Kabiir, 6/130 no. 1933; Daarul-Kutub Al-‘Ilmiyyah]. Di lain tempat ia berkata : “Dan ‘Abdurrazzaaq telah keliru dalam sebagian hadits yang ia riwayatkan” [‘Ilal At-Tirmidziy Al-Kabiir, hal. 199 no. 352, tahqiq & ta’liq : As-Sayyid Shubhiy As-Saamiaaiy & As-Sayyid Abul-Ma’aathiy An-Nuuriy; Daaru ‘Alamil-Kutub, Cet. 1/1409].
Ahmad berkata : “Kami menemui ‘Abdurrazzaaq sebelum tahun 200 H yang waktu itu penglihatannya masih baik/sehat. Barangsiapa yang mendengar darinya setelah hilang penglihatannya (buta), maka penyimakan haditsnya itu lemah (dla’iifus-samaa’)” [Taariikh Abi Zur’ah, hal. 215 no. 1160, ta’liq : Khaliil Al-Manshuur; Cet. Daarul-Kutub Al-‘Ilmiyyah, Cet. 1/1417].
Ad-Daaruquthniy berkata : “Tsiqah, akan tetapi ia telah keliru dalam hadits-hadits dari Ma’mar” [Miizaanul-I’tidaal, 2/610 no. 5044, tahqiq : ‘Aliy bin Muhammad Al-Bukhaariy; Daarul-Ma’rifah]. An-Nasaa’i berkata : “Padanya terdapat kritikan bagi siapa saja menulis hadits darinya di akhir umurnya” [Adl-Dlu’afaa’ wal-Matruukuun, hal. 209 no. 379, Daarul-Ma’rifah – dicetak bersama dengan Adl-Dlu’afaa Ash-Shaghiir lil-Bukhaariy].
Hadits-haditsnya yang diingakri para muhadditsiin ketika penglihatannya hilang (buta) adalah ketika ‘Abdurrazzaaq bermukin di Yamaan/Shan’aa di akhir hayatnya. Al-‘Abbaas bin ‘Abdil-‘Adhiim sekembalinya dari Shan’aa mengkritiknya dengan keras : “…Sesungguhnya ‘Abdurrazzaaq adalah pendusta, dan Muhammad bin ‘Umar Al-Waaqidiy lebih jujur daripadanya” [Adl-Dlu’afaa’ lil-‘Uqailiy, hal. 859 no. 1084, tahqiq : Hamdiy bin ‘Abdil-Majiid As-Salafiy; Daarush-Shumai’iy, Cet. 1/1420].
Abu Haatim berkata : “Ditulis haditsnya, namun tidak boleh berhujjah dengannya” [Al-Jarh wat-Ta’diil, 6/39 no. 204, tahqiq : Al-Mu’allimiy Al-Yamaaniy]. Ibnu Hibbaan memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat, namun berkata : “…… Ia termasuk orang yang sering keliru jika meriwayatkan dari jurusan hapalannya…” [Ats-Tsiqaat, 8/412, tahqiq : Al-Mu’allimiy Al-Yamaaniy].
An-Nasaa’iy berkata : “Padanya terdapat kritikan, bagi siapa saja yang menulis darinya di akhir hayatnya” [Adl-Dlu’afaa’ wal-Matruukuun no. 379]. Ia (An-Nasaa’iy) juga membawakan satu contoh hadits munkar yang diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq dengan berkata : “Hadits ini munkar. Yahyaa bin Sa’iid Al-Qaththaan mengingkari ‘Abdurrazzaaq atas hal tersebut. Hadits ini tidak diriwayatkan dari Ma’mar kecuali oleh ‘Abdurrazzaaq. Hadits ini telah diriwayatkan dari Ma’qil bin ‘Abdillah dan terdapat perselisihan padanya. Telah diriwayatkan dari Ma’qil, dari Ibraahiim bin Sa’d dari Az-Zuhriy (secara mursal). Hadits ini bukan termasuk hadits Az-Zuhriy, wallaahu a’lam [lihat : ‘Amalul-Yaum wal-Lailah, hal. 276 no. 311, tahqiq : Dr. Faaruq Hamaadah; Muasasah Ar-Risaalah, Cet. Thn. 1399].
Oleh karena itu, idlthirab sanad dan matan hadits ini sangat patut diduga berasal dari periwayatan Ishaaq bin Abi Israaiil dari ‘Abdurrazzaaq setelah berubah hapalannya.
Dan jika kita menempuh jalan tarjih – dan ini sangat memungkinkan – maka riwayat yang menyebutkan Al-Hakam bin Abil-‘Aash (bukan Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan) lebih shahih tanpa keraguan.
Selain itu, telah maklum bagi muhadditsiin, bahwa Musnad Al-Imam Ahmad dan Musnad Al-Bazzaar lebih kuat daripada Ansaabul-Asyraf, karena ia (Ansaabul-Asyraf) sebenarnya adalah kitab sejarah. Kitab-kitab riwayat itu mempunyai thabaqah-thabaqah sebagaimana dijelaskan para ulama. [Al-Hujjatul-Baalighah oleh Waliyullah Ad-Dahlawiy, 1/133-135]
Al-Balaadzuriy adalah seorang sastrawan dan sejarawan; bukan termasuk dari kalangan muhadditsiin. Ia adalah seorang yang dekat dengan penguasa, memuji-muji mereka dengan bait-bait syi’ir-nya, dan tertimpa was-was di akhir hayatnya [lihat biografinya dalam Taariikh Dimasyq 6/74-76, tahqiq : ‘Umar bin Gharaamah Al-‘Umariy, Daarul-Fikr, Cet. Thn. 1415; Liisaanul-Miizaan 1/322-323 no. 982, Muassasah Al-A’lamiy, Cet. 2/1390; dan Siyaru A’laamin-Nubalaa’ 13/12-163 no. 96, Muassasah Ar-Risaalah, Cet. 9/1413]. Beda halnya dengan Ahmad bin Hanbal dan Ahmad bin ‘Amr Al-Bazzaar yang memang keduanya dikenal sebagai seorang muhaddits masyhuur.
Mungkin ada sebagian orang yang lemah pengetahuannya dalam ilmu hadits akan mengatakan bahwa dua jalan lemah tersebut bisa saling menguatkan sehingga derajatnya bisa naik pada hasan li-ghairihi.
Maka, sebenartnya dua jalan hadits di atas pada hakekatnya adalah satu, karena jalan riwayat yang pertama adalah sanad yang keliru sebagaimana ta’lil yang diberikan Ahmad bin Hanbal. Kalaupun seandainya kita menutup mata terhadap ta’lil ini, maka jalan sanad pertama dla’iif (dan matannya munkar) sebagaimana telah dijelaskan; sedangkan jalan sanad kedua sarat akan ‘illlat. Lantas, bagaimana keduanya bisa saling menguatkan?
Riwayat Al-Balaadzuriy ini juga bertentangan dengan hadits :
حَدَّثَنَا صَدَقَةُ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى عَنْ الْحَسَنِ سَمِعَ أَبَا بَكْرَةَ سَمِعْتُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ وَالْحَسَنُ
إِلَى جَنْبِهِ يَنْظُرُ إِلَى النَّاسِ مَرَّةً وَإِلَيْهِ مَرَّةً وَيَقُولُ ابْنِي هَذَا سَيِّدٌ
وَلَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ
Telah menceritakan kepada kami Shadaqah : telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Uyainah : Telah menceritakan kepada kami Abu Muusaa, dari Al-Hasan bahwasannya ia mendengar Abu Bakrah : Aku mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di atas mimbar bersabda – ketika itu Al-Hasan berada di samping beliau, sesekali beliau melihat ke arah orang banyak dan sesekali melihat kepadanya : “Sesungguhnya anakku ini adalah sayyid (pemimpin) dan semoga dengan perantaraannya Allah akan mendamaikan dua kelompok besar dari kaum Muslimin“ [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3746]. [Diriwayatkan juga oleh Abu Daawud no. 4662, At-Tirmidziy no. 3773, An-Nasa’iy dalam Al-Fadlaail no. 63, Ahmad dalam Al-Musnad 5/37-38 & Fadlaailush-Shahaabah no. 1354, Al-Qathii’iy dalam tambahan terhadap kitab Fadlaailush-Shahaabah no. 1400, dan Ath-Thayaalisiy no. 874]
Perdamaian yang dilakukan oleh Al-Hasan bin ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhumaa di ‘tahun jama’ah’ adalah antara pendukungnya dan pendukung Mu’aawiyyah. Sejarah Ahlus-Sunnah dan Syi’ah mencatat penyerahan kekuasaan ini. Di sini beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tetap menyebut : ‘kaum muslimin’. Seandainya Mu’aawiyyah (dan juga para pendukungnya) adalah orang yang telah beliau ketahui akan mati tidak di atas agama Islam, niscaya beliau tidak akan menisbatkan Islam padanya.
Atau, mungkinkah Al-Hasan akan berdamai dan menyerahkan tampuk kekuasaan pada orang yang telah ia ketahui akan mati bukan di atas agama Islam (baca : kafir) ? Jika ia melakukannya, maka itu adalah satu kekeliruan, bahkan satu kemunkaran. Ini bertentangan dengan doktrin kemaksuman imam ala Syi’ah.
Jika ada orang Syi’ah mengatakan : “Ada kemungkinan Al-Hasan bin ‘Aliy tidak mengetahui sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwa Mu’aawiyyah akan mati bukan di atas agama Islam”.
Maka, bagaimana bisa mereka – apalagi kita – benarkan omongan mereka sendiri dimana mereka mengetahui apa yang tidak diketahui imam mereka (Al-Hasan)? Bukankah pernyataan ini – lagi-lagi – bertentangan doktrin bahwa imam mewarisi seluruh ilmu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam?
Kalau mau jujur, sebenarnya tidak ada ruang bagi mereka – apalagi kita – untuk menerima hadits Al-Balaadzuriy di atas, dengan syarat : Mereka melihat rangkaian hadits-hadits lain yang berkenaan dengan Mu’aawiyyah (Kecuali jika mereka memainkan gaya klasik nan basi : ‘milih-milih riwayat).
Apakah para pendengki itu akan rujuk dari perkataannya dalam penshahihan hadits ini atau rujuk dari men-taqlid-i orang yang menshahihkan hadits ini? Dari pengalaman yang ada, nampaknya harapan untuk sadar susah diwujudkan, kecuali Allah menghendaki lain. Pengalaman pun menuntun kita agar hati-hati pada retorika penganut Syi’ah: “Kita hanya butuh riwayat yang shahih”. Riwayat shahih macam apa? Shahihnya riwayat Al-Bukhaariy, Muslim, dan yang lainnya tentang keutamaan Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan di atas pun kemungkinan besar akan dibuang ke balik punggung mereka karena tidak sesuai dengan doktrin imam atau ulama mereka. Pokoknya, Mu’aawiyyah itu kafir. Titik. Akhirnya, sia-sialah pembicaraan kita….. ibarat berbicara dengan burung berkicau.
Untuk menelusuri langsung riwayat hadits yang dibahas di atas, bisa Anda rujuk ke http://www.islamweb.net/hadith/hadithsearch.php. Nanti Anda akan bisa melacak ke [ تخريج ] [ شواهد ] [ أطراف ] [ الأسانيد ] hadits tersebut secara komprehensif.
bantahan kopipaste kayak gitu sudah lama saya bantah, silakan nih update dengan tulisan yang terbaru. Malas sekali saya kalau membantah hal yang sama berulang-ulang
http://secondprince.wordpress.com/2010/07/12/hadis-muawiyah-mati-tidak-dalam-agama-islam-bantahan-terhadap-salafy/
sekalian anda sampaikan sama pemilik situs membaca dan menulis di atas
salam
Salam