Rabu, 23 Maret 2011

. Konsep Pengamanan Kepentingan Barat dan para Penganut Demokrasi Liberal Barbar senatiasa berkaitan satu dengan lainnya, termasuk dalam UU Keamanannya..... Maka tak plak lagi siapa yang akan dijadikan sasaran... serta...target... Tentulah yang diasumsikan oleh mereka yaitu...yang... Anti Kepentingan Barat dan para antek2 Kapitalis, Kolonialis dan Imperialis yang sangat Serakah itu.... Semua kebenaran ditafsirkan berdasarka semata-mata kepenttingan mereka... Contoh nyata apa yang di lakukan PBB, AS-NATO-Israel di Timur Tengah, Afrika, Asia [Libya, Palestina, Iraq dan Afghanistan] dan bahkan di Indonesia ini...[lihatlah MNC dan Freeport yang sangat jaya itu..dan juga Pengusaha2 domestik yang menganutnya..meindas rakyat...]..Kita tak punya produk unggulan export kita ditangan kita sendiri...walaupun ada yaah cuma cawi2...ukuran menengah kebawah...yang menjadi raja2-nya...Siapa???? Cobalah sebutkan......Sadarlah bangsaku... . Waspadalah bangsaku.... kita jangan mau diadu domba... oleh orang2 bayaran yang memang sudah gelap mata... dan dorongan hawa nafsu... kekejian dan keserakahan.... Mereka itu... tidak pernah akan berani melawan...kekuatan Barat... karena disamping mereka itu sebenarnya penakut... juga mereka itu hanya beraninya kepada rakyat... yang lemah... Mereka tak akan berani perang membantu pejuang kemerdekaan di Palestina, di Iraq dan di Afghanistan... karena mereka itu adalah petualang2 yang menginginkan semata-mata uang dan hadiah.... Isu adanya “terorisme” yang mendera umat Islam, sejak peristiwa 11 September 2001, yang menghancurkan Gedung WTC, di mana pemerintah Indonesia mengeluarkan Perpu Pemberantasan Terorisme dan kemudian menjadi Undang-undang. Sekarang dimunculkan RUU Tentang Intelijen Negara, sebagai langkah antisipasi pemerintah menghadapi masalah keamanan negara, termasuk terorisme. Siapa sebenarnya Teroris itu.???.. Siapa sebenarnya yang melakukan perang kriminal ??? Siapa sebenarnya pelanggar HAM...?? Siapa sebenarnya..yang melakukan invasi dan pendudukan?? Adakah bangsa Afghanistan ? bangsa Iraq? Bangsa Palestina? Bangsa Libya?...Mhhmmmh ... Semua apa yang terberitakan setiap detik dan waktu.... menjadi... benar sendiri... Karena sudah merupakan jaringan... Pendustaan... dan Kecurangan... Bangkitlah Bangsaku... Tegakan Keadilan, Kebenaran dan Persatuan yang kokoh...dan kuat....Amin

Undang-Undang Intelijen Mengembalikan Indonesia ke Zaman Kegelapan?

Kamis, 24/03/2011 10:12 WIB | email | print
Rakyat akan menghadapi zaman kegelapan, seperti di era Soeharto, di mana lembaga intelijen mempunyai kewenangan yang sangat luas. Isu adanya “terorisme” yang mendera umat Islam, sejak peristiwa 11 September 2001, yang menghancurkan Gedung WTC, di mana pemerintah Indonesia mengeluarkan Perpu Pemberantasan Terorisme dan kemudian menjadi Undang-undang.
Sekarang dimunculkan RUU Tentang Intelijen Negara, sebagai langkah antisipasi pemerintah menghadapi masalah keamanan negara, termasuk terorisme. Tentu yang akan menjadi objek adalah umat Islam. Ini artinya umat Islam akan menghadapi kembali ke zaman gelap, dan mungkin lebih buruk dibandingkan dengan zaman Soeharto.
RUU yang baru digulirkan pemerintah, dan sekarang ini sedang dalam pembahasan di DPR, terdapat hal-hal yang sangat mendasarkan menyangkut hak-hak dasar rakyat, yang sangat mungkin akan terjadi pelanggaran dalam pelaksanaannya. Karena, di dalam RUU itu, pemerintah mengajukan usulan yang memberikan aparat intelijen mempunyai kewenangan melakukan penyadapan dan penangkapan selama 7 X 24 jam.
Sementara itu, kalangan DPR menilai aparat intelijen seharusnya tak hanya diawasi secara internal, tetapi juga harus diawasi secara eksternal. Rancangan RUU Intelijen harus mengakomodasi pengawasan eksternal.
“Harus ada tim pengawas eksternal untuk mengawasi kegiatan intelijen maupun aktivitas penyadapan yang dilakukan aparat intelijen. Kalau terus dibiarkan gelap, kewenangan intelijen ini bisa disalahgunakan untuk kepentingan tertentu yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan negara”, ujar anggota Komisi I dari FPDIP, TB. Hasanuddin, Rabu (23/3).
Terkait dengan kewenangan penyadapan oleh intelijen, menurut Hasanuddin, hal itu tidak menjadid persoalan sepanjang ada aturan yang tegas mengenai batasan atau kriteria penyadapan untuk kepentingan negara. Selain itu, hasil penyadapan juga harus bisa dibuka, sepanjang substansi penyadapan tidak menyalahi ketentuan tentang undang-undang kerahasia negara atau ketentuan undang-undang yang berlaku.
Ketentuan RUU Intelijen yang juga perlu dianalisis secara kritis, menurut Hasanudin, adalah kewenangan aparat intelijen untuk melakukan penangkapan dan menahan seseorang dalam 7 X 24 jam. Ketentuan itu diniai tidak relevan dengan tugas intelijen. Dalam draft sebelumnya ketentuan itu telah dicoret oleh Komisi I DPR. “Terus terang kami terkejut karena pemerintah mengusulkan lagi (kewenangan) penangkapan dan penahanan dalam 7X24 jam”, ujar TB Hasanuddin.
Menjadi Ancaman Kebebasan
Di bagian lain, elemen masyarakat sipil berharap RUU Intelijen mengakomodasi penegakkan hak-hak asasi manusia. Wewenang untuk untuk penyadapan dan dan penangkapan dikawatirkan bisa mengancam kebebasan sipil dan berpontensi melanggar HAM.
Komisi Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) mengatakan, pemerintah dan DPR harus memikirkan prosedur dan mekanisme baku tentang prasyarat penyadapan. “Pemerintan harus menyediakan ruang keluhan bagi warga negara yagn merasa hak privasinya dilanggar”, ujar Koordinator Kontras Haris Azhar.
Sementara itu, Al Araf dari Imparsial, menyatakan, permintaan Badan Intelijen Negara (BIN) memiliki kewenangan untuk menangkap. Menurut dia, kewenangan ataupun menahan hanya bisa dilakukan oleh aparat penegak hukum. Pemberian kewenangan menangkap kepada aparat intelijen merusak mekanisme sistem pengadilan kriminal dan menimbulkan tumpang tindih.
Pemberian kewenangan panangkapan dan penahanan kepada intlelijen adalah hal yang keliru, dan mengancam hak asasi manusia, merusak prinsip negara hukum, dan demokrasi itu sendiri. Pemberian kewenangan menangkap tersebut sama juga dengan pemberian kewenangan penculikan seara legal melalui undang-undang intelijen mengingat kerja intelijen yang tertutup dan rahasia, ujar Al Araf. (hn/kps)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar