Kamis, 03/03/2011 00:47 WIB. http://forum.detik.com/hidayat-koalisi-itu-dagelan-atau-apa-t241399.html?nd991103frm Hidayat: Koalisi Itu Dagelan atau Apa?
Adi Nugroho - detikNews
Jakarta - Mantan Presiden PKS Hidayat Nur Wahid mempertanyakan pendekatan Presiden SBY ke PDI Perjuangan belakangan ini. Sebab, kalau PKS berada di dalam koalisi saja diminta keluar karena mendukung hak angket pajak, bukankah partai oposisi itu juga mendukung?
"Kalau koalisi saja ditendang karena angket, bukankah PDIP sejak awal mendukung hak angket. Itu kan membingungkan publik, jadi koalisi dibentuk karena apa?" kata Hidayat usai Ta'aruf dan Pengukuhan Majelis Pengurus Pusat ICMI di Gedung SMESCO, Jl Gatot Subroto, Rabu (2/3/2011) malam.
Hidayat menilai, jika Presiden SBY menendang PKS dan memasukkan PDIP, hal itu justru akan membuat masalah baru.
"Koalisi bubar karena perbedaan pendapat, tapi yang oposisi yang juga selalu berbeda berpendapat malah mau dimasukkan. Itu membingungkan publik. Orang akan bertannya koalisi itu dagelan atau apa?" kata Mantan Ketua MPR ini.
Dimintai tanggapan bagaimana jika PKS benar-benar ditendang, Hidayat belum mau mengira-ngira. Yang jelas, menurutnya, berada di dalam atau di luar pemerintahan bagi PKS sama saja.
"Kita akan tetap kritis, PKS tetap secara merdeka memberantas korupsi, memerangi KKN, menyejahterakan kehidupan bangsa," kata Hidayat.
Soal memberantas KKN, Hidayat mengatakan, PKS bisa mengupayakan itu baik di dalam maupun di luar pemerintahan.
"Pada dasarnya sama saja. Kita bisa duduk di koalisi di pemerintahan, kita juga pernah menempatkan diri sebagai oposisi pada zamannya ibu Mega," ujarnya.
(lrn/ahy)
Kalo dipikir-pikir emang aneh juga kalao gara-gara angket pajak trus ditendang, tapi disisi lain mendekati partai yang jelas-jelas mendorong angket juga..trus gimana ya ???
Adi Nugroho - detikNews
Jakarta - Mantan Presiden PKS Hidayat Nur Wahid mempertanyakan pendekatan Presiden SBY ke PDI Perjuangan belakangan ini. Sebab, kalau PKS berada di dalam koalisi saja diminta keluar karena mendukung hak angket pajak, bukankah partai oposisi itu juga mendukung?
"Kalau koalisi saja ditendang karena angket, bukankah PDIP sejak awal mendukung hak angket. Itu kan membingungkan publik, jadi koalisi dibentuk karena apa?" kata Hidayat usai Ta'aruf dan Pengukuhan Majelis Pengurus Pusat ICMI di Gedung SMESCO, Jl Gatot Subroto, Rabu (2/3/2011) malam.
Hidayat menilai, jika Presiden SBY menendang PKS dan memasukkan PDIP, hal itu justru akan membuat masalah baru.
"Koalisi bubar karena perbedaan pendapat, tapi yang oposisi yang juga selalu berbeda berpendapat malah mau dimasukkan. Itu membingungkan publik. Orang akan bertannya koalisi itu dagelan atau apa?" kata Mantan Ketua MPR ini.
Dimintai tanggapan bagaimana jika PKS benar-benar ditendang, Hidayat belum mau mengira-ngira. Yang jelas, menurutnya, berada di dalam atau di luar pemerintahan bagi PKS sama saja.
"Kita akan tetap kritis, PKS tetap secara merdeka memberantas korupsi, memerangi KKN, menyejahterakan kehidupan bangsa," kata Hidayat.
Soal memberantas KKN, Hidayat mengatakan, PKS bisa mengupayakan itu baik di dalam maupun di luar pemerintahan.
"Pada dasarnya sama saja. Kita bisa duduk di koalisi di pemerintahan, kita juga pernah menempatkan diri sebagai oposisi pada zamannya ibu Mega," ujarnya.
(lrn/ahy)
Kalo dipikir-pikir emang aneh juga kalao gara-gara angket pajak trus ditendang, tapi disisi lain mendekati partai yang jelas-jelas mendorong angket juga..trus gimana ya ???
__________________
Pembelajaran dari segala hal....
Kamis, 03/03/2011 10:05 WIB
Reshuffle Menteri Saur Manuk
Djoko Suud Sukahar - detikNews. http://www.detiknews.com/read/2011/03/03/100510/1583626/103/reshuffle-menteri-saur-manuk?nd991107103
Jakarta - Hampir pasti bulan ini bakal ada kejutan. Ganti menteri. Itu jika SBY berkeinginan memperbaiki kehidupan bangsa ini. Memaksimalkan sisa jabatan demi mengukir nama. Dan tidak ragu-ragu setelah ‘dikadali’. Ribut soal koalisi atau oposisi jalan untuk memulai langkah itu.
Hari-hari ini, partai politik dan menteri representasinya mulai pating pecothot. Ancaman maupun pujian berbusa-busa dilontarkan. Berbagai pola, gaya dan sikap dipertontonkan. Esensinya hanya satu, agar jabatannya tidak tergantikan.
Kalimat retoris rasanya membuat polusi negeri ini. Rakyat yang dianggap bodoh menyaksikan akting para petinggi negeri itu seraya merekam dalam mimetiknya dengan setumpuk catatan. Catatan itulah yang menentukan pilihan ketika saatnya tiba nanti. Pemilu tahun 2014.
Rakyat juga sedang menunggu langkah SBY. Adakah langkah itu sesuai dengan hati kecilnya yang menginginkan ketegasan sekaligus bijak. Tidak takut namun juga tidak arogan dalam memilih pembantunya. Asas menang tidak merendahkan dan kalah tidak memalukan itu yang sedang dinanti.
Sebab logika rakyat, memerintah sesuai amanah tidak perlu ada yang ditakuti. Kendati politik itu sarat kepentingan, tapi kalau kepentingannya membangun bangsa dan memakmurkan rakyat diutamakan, tidak ada satu pun kekuatan yang mampu menjungkalkan. Tak perduli partai politik sebesar apapun. Mereka akan berhadapan dengan rakyat. Rakyat yang tidak lagi mengenal kotak-kotak partai.
Itu didasarkan pada realitas politik yang ada. Semua partai tidak lagi ‘berideologi’. Fanatisme sempit sudah lama hilang dari benak rakyat. Simpati tidak menjadi komoditas yang bisa ‘diperdagangkan’. Kendati soal suara bisa ditransaksikan.
Bagi SBY, kelemahan equivalen kekuatan itu harus disikapi dengan perbuatan. Itu tanda rakyat sudah bosan dengan wacana dan retorika. Rakyat butuh yang riil-riil saja. Lapangan kerja terbuka. Pangan cukup. Papan ada. Pendidikan murah. Dan kesehatan terjaga.
Jika itu yang diharapkan rakyat, maka pilihan pembantunya (menteri) harus fokus pada pemenuhan kebutuhan itu. Daya, upaya dan dana gelontorkan untuk itu. Jika dari tahun ke tahun manfaatnya langsung dirasakan rakyat, dijamin tidak ada caci-maki terhadap pemimpinnya. Rakyat miskin yang masih mayoritas menghuni negeri ini akan simpati.
Simpati itu amat penting. Itu sebagai bentuk rasa hormat dan terima kasih, bahwa hidupnya terjamin dan dijamin negara. Dan bagi pemimpin, respek itu merupakan investasi jangka panjang. Nama harum akan dinikmati bersangkutan termasuk anak-cucunya. Macan mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama.
Jika SBY menginginkan itu, maka ‘ketakutan’ tak layak menjadi ganjalan. Tak perlu ada yang ditakuti dan ditakutkan. Sebab sebobrok apapun setiap manusia tetap punya naluri, hati kecil, yang bisa membedakan antara kebaikan dan keburukan. Lepas terucap atau tidak diungkapkan.
Langkah untuk menuju itu, maka pilihan menteri yang perlu diprioritaskan adalah yang tidak mengesankan neoliberalisme. Mampu menciptakan pemerataan untuk kehidupan rakyat bawah. Bukan menteri yang bernafsu mengejar pertumbuhan dan menjauhkan si miskin dari kemungkinan mendekati si kaya.
Jika para pembantu presiden punya visi yang sama, maka tidak akan ada lagi data fiktif yang melahirkan ‘politik saur manuk’. Saling berbantah. Saling mengklaim sukses yang melahirkan ironi-ironi. Beras surplus, impor gila-gilaan. Kemiskinan turun tapi penyaluran raskin meningkat.
Adakah menteri yang diplih SBY nanti mencerminkan itu?
Hari-hari ini, partai politik dan menteri representasinya mulai pating pecothot. Ancaman maupun pujian berbusa-busa dilontarkan. Berbagai pola, gaya dan sikap dipertontonkan. Esensinya hanya satu, agar jabatannya tidak tergantikan.
Kalimat retoris rasanya membuat polusi negeri ini. Rakyat yang dianggap bodoh menyaksikan akting para petinggi negeri itu seraya merekam dalam mimetiknya dengan setumpuk catatan. Catatan itulah yang menentukan pilihan ketika saatnya tiba nanti. Pemilu tahun 2014.
Rakyat juga sedang menunggu langkah SBY. Adakah langkah itu sesuai dengan hati kecilnya yang menginginkan ketegasan sekaligus bijak. Tidak takut namun juga tidak arogan dalam memilih pembantunya. Asas menang tidak merendahkan dan kalah tidak memalukan itu yang sedang dinanti.
Sebab logika rakyat, memerintah sesuai amanah tidak perlu ada yang ditakuti. Kendati politik itu sarat kepentingan, tapi kalau kepentingannya membangun bangsa dan memakmurkan rakyat diutamakan, tidak ada satu pun kekuatan yang mampu menjungkalkan. Tak perduli partai politik sebesar apapun. Mereka akan berhadapan dengan rakyat. Rakyat yang tidak lagi mengenal kotak-kotak partai.
Itu didasarkan pada realitas politik yang ada. Semua partai tidak lagi ‘berideologi’. Fanatisme sempit sudah lama hilang dari benak rakyat. Simpati tidak menjadi komoditas yang bisa ‘diperdagangkan’. Kendati soal suara bisa ditransaksikan.
Bagi SBY, kelemahan equivalen kekuatan itu harus disikapi dengan perbuatan. Itu tanda rakyat sudah bosan dengan wacana dan retorika. Rakyat butuh yang riil-riil saja. Lapangan kerja terbuka. Pangan cukup. Papan ada. Pendidikan murah. Dan kesehatan terjaga.
Jika itu yang diharapkan rakyat, maka pilihan pembantunya (menteri) harus fokus pada pemenuhan kebutuhan itu. Daya, upaya dan dana gelontorkan untuk itu. Jika dari tahun ke tahun manfaatnya langsung dirasakan rakyat, dijamin tidak ada caci-maki terhadap pemimpinnya. Rakyat miskin yang masih mayoritas menghuni negeri ini akan simpati.
Simpati itu amat penting. Itu sebagai bentuk rasa hormat dan terima kasih, bahwa hidupnya terjamin dan dijamin negara. Dan bagi pemimpin, respek itu merupakan investasi jangka panjang. Nama harum akan dinikmati bersangkutan termasuk anak-cucunya. Macan mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama.
Jika SBY menginginkan itu, maka ‘ketakutan’ tak layak menjadi ganjalan. Tak perlu ada yang ditakuti dan ditakutkan. Sebab sebobrok apapun setiap manusia tetap punya naluri, hati kecil, yang bisa membedakan antara kebaikan dan keburukan. Lepas terucap atau tidak diungkapkan.
Langkah untuk menuju itu, maka pilihan menteri yang perlu diprioritaskan adalah yang tidak mengesankan neoliberalisme. Mampu menciptakan pemerataan untuk kehidupan rakyat bawah. Bukan menteri yang bernafsu mengejar pertumbuhan dan menjauhkan si miskin dari kemungkinan mendekati si kaya.
Jika para pembantu presiden punya visi yang sama, maka tidak akan ada lagi data fiktif yang melahirkan ‘politik saur manuk’. Saling berbantah. Saling mengklaim sukses yang melahirkan ironi-ironi. Beras surplus, impor gila-gilaan. Kemiskinan turun tapi penyaluran raskin meningkat.
Adakah menteri yang diplih SBY nanti mencerminkan itu?
(nrl/nrl)
Rabu, 02/03/2011 07:58 WIB
SBY Tak Perlu Bersikap Manis, Hukum Saja PKS & Golkar
Lia Harahap - detikNews. http://www.detiknews.com/read/2011/03/02/075801/1582679/10/sby-tak-perlu-bersikap-manis-hukum-saja-pks-golkar
SBY Tak Perlu Bersikap Manis, Hukum Saja PKS & Golkar
Lia Harahap - detikNews. http://www.detiknews.com/read/2011/03/02/075801/1582679/10/sby-tak-perlu-bersikap-manis-hukum-saja-pks-golkar
Jakarta - Presiden SBY tidak menyebutkan secara gamblang partai yang berbuat nakal dalam koalisi. Hal itu justru menunjukkan SBY mencoba pasrah dan menikmati permainan politik yang diciptakan oleh Golkar dan PKS.
"Dalam pidatonya yang terlihat justru SBY seperti sedang menutupi kegalauan hati. Dengan memperlihatkan mentalitas seperti itu Presiden seperti menikmati permainan politik yang terjadi dan menikmati resikonya," ujar pengamat politik UI Rocky Gerung saat berbincang dengan detikcom, Rabu (2/3/2011).
Dia mengaku heran mengapa SBY terkesan ragu sehingga tidak sampai menyebutkan nama partai yang melanggar kesepakatan itu. Lebih disayangkan lagi, SBY dalam pidatonya tampil dengan bahasa tubuh yang dramatis dengan mengatakan masalah koalisi telah meresahkan publik.
"Dalam pidatonya yang terlihat justru SBY seperti sedang menutupi kegalauan hati. Dengan memperlihatkan mentalitas seperti itu Presiden seperti menikmati permainan politik yang terjadi dan menikmati resikonya," ujar pengamat politik UI Rocky Gerung saat berbincang dengan detikcom, Rabu (2/3/2011).
Dia mengaku heran mengapa SBY terkesan ragu sehingga tidak sampai menyebutkan nama partai yang melanggar kesepakatan itu. Lebih disayangkan lagi, SBY dalam pidatonya tampil dengan bahasa tubuh yang dramatis dengan mengatakan masalah koalisi telah meresahkan publik.
"Kesannya Presiden ini lemah dimana dia harus mengambil keputusan. Sampai-sampai mengatakan masalah koalisi telah meresahkan publik padahal harusnya dia bilang masalah koalisi telah meresahkan dirinya," imbuh Rocky.
"Sikap ini kan, ibarat koboi mau menarik pistol eh malah yang ketarik cuma gagangnya," kelarnya.
Sebegai pemimpin pemerintahan, SBY harusnya bisa bersikap lebih tegas. SBY tidak perlu menunjukkan sikap bak seorang ayah yang tidak ingin melukai hati anaknya.
"Harusnya beliau sebut nama dan keluarkan partai yang dimaksud, atau politisi mana, biar orang gak menduga-duga. Tidak perlu menjadi bapak yang bersikap manis untuk merangkul anaknya yang nakal. Karena dalam politik kalau yang nakal tidak dihukum ya pastinya akan berulang terus," tegasnya.
Rabu, 02/03/2011 06:19 WIB. http://www.detiknews.com/read/2011/03/02/061957/1582657/10/bunyi-pidato-sby-harusnya-langsung-tendang-golkar-dan-pks?nd992203605
Bunyi Pidato SBY Harusnya Langsung Tendang Golkar dan PKS
Lia Harahap - detikNews
Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pidatonya tidak menyebutkan partai mana yang mulai tidak menaati aturan dalam koalisi. Sebagai pemimpin pemerintahan, SBY seharusnya berani menyebutkan siapa-siapa partai yang nakal itu.
"Pidato kemarin itu tindakan yang berani dari SBY, padahal biasanya SBY nggak seberani itu. Tapi harusnya SBY yang disampaikan SBY adalah mengeluarkan Golkar dan PKS dari koalisi, termasuk menteri dua partai itu dari kabinet," ujar pengamat politik dari UI, Iberamsjah saat berbincang dengan detikcom, Rabu (2/3/2011).
Dia mengatakan, kalau benar SBY ingin pemerintahannya stabil maka partai-partai yang tak sejalan harus segera didepak keluar. Sebagai negara yang menganut sistem presidensial harusnya SBY tidak perlu risau jika harus ditiggal dua partai itu.
"Sudah seharusnya memang ditendang ke luar, tapi memang SBY masih fifty-fifty karena ada pertimbangan lain. Padahal kalau dilihat dari sistem negera kita, SBY nggak perlu takut," katanya.
Jika langkah tegas itu tidak diambil SBY, dipastikan dua partai itu tidak akan bermental baja mengakui sikap nakal mereka dan memilih mundur. Padahal manuver yang mereka lakukan belakangan ini cukup menjadi bukti ketidaksetian pada koalisi.
"Harusnya kalau dia partai yang punya harga diri dan martabat, dia mundur dan mencabut menterinya, nggak perlu lagi ada pertemuan-pertemuan. Karena sikap mereka ini bagaikan istri yang berselingkuh sehingga harus diceraikan," jelas Iberamsjah.
Iberamsjah yakin sikap Golkar yang tidak gentleman keluar dari koalisi akan membuat publik semakin tidak simpati dengan partai berlambang pohon beringin ini. Apalagi melihat kualitas kader-kader Golkar saat ini, Iberamsjah sangat pesimistis partai yang berjaya di era Soeharto itu akan mengulang kejayaannya tahun 2014 nanti.
"Saya yakin Golkar yang semakin dijauhi rakyat, 2014 nanti suara Golkar tidak akan sampai dua dijit karena orang-orangnya yang ada di dalam aneh-aneh, tidak mencerminkan sikap seorang elit politik," imbuhnya.
"Maka itu Presiden tidak perlu takut untuk keluarkan Golkar. Karena kalau tidak diusir mereka nggak mau keluar pasti," tandas Iberamsjah.
"Pidato kemarin itu tindakan yang berani dari SBY, padahal biasanya SBY nggak seberani itu. Tapi harusnya SBY yang disampaikan SBY adalah mengeluarkan Golkar dan PKS dari koalisi, termasuk menteri dua partai itu dari kabinet," ujar pengamat politik dari UI, Iberamsjah saat berbincang dengan detikcom, Rabu (2/3/2011).
Dia mengatakan, kalau benar SBY ingin pemerintahannya stabil maka partai-partai yang tak sejalan harus segera didepak keluar. Sebagai negara yang menganut sistem presidensial harusnya SBY tidak perlu risau jika harus ditiggal dua partai itu.
"Sudah seharusnya memang ditendang ke luar, tapi memang SBY masih fifty-fifty karena ada pertimbangan lain. Padahal kalau dilihat dari sistem negera kita, SBY nggak perlu takut," katanya.
Jika langkah tegas itu tidak diambil SBY, dipastikan dua partai itu tidak akan bermental baja mengakui sikap nakal mereka dan memilih mundur. Padahal manuver yang mereka lakukan belakangan ini cukup menjadi bukti ketidaksetian pada koalisi.
"Harusnya kalau dia partai yang punya harga diri dan martabat, dia mundur dan mencabut menterinya, nggak perlu lagi ada pertemuan-pertemuan. Karena sikap mereka ini bagaikan istri yang berselingkuh sehingga harus diceraikan," jelas Iberamsjah.
Iberamsjah yakin sikap Golkar yang tidak gentleman keluar dari koalisi akan membuat publik semakin tidak simpati dengan partai berlambang pohon beringin ini. Apalagi melihat kualitas kader-kader Golkar saat ini, Iberamsjah sangat pesimistis partai yang berjaya di era Soeharto itu akan mengulang kejayaannya tahun 2014 nanti.
"Saya yakin Golkar yang semakin dijauhi rakyat, 2014 nanti suara Golkar tidak akan sampai dua dijit karena orang-orangnya yang ada di dalam aneh-aneh, tidak mencerminkan sikap seorang elit politik," imbuhnya.
"Maka itu Presiden tidak perlu takut untuk keluarkan Golkar. Karena kalau tidak diusir mereka nggak mau keluar pasti," tandas Iberamsjah.
(lia/mad)
Rabu, 02/03/2011 05:31 WIB
'Disentil' SBY, Golkar dan PKS Takkan Berani Keluar dari Koalisi
Lia Harahap - detikNews. http://www.detiknews.com/read/2011/03/02/053100/1582637/10/disentil-sby-golkar-dan-pks-takkan-berani-keluar-dari-koalisi?nd992203605
Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mempersilakan partai koalisi keluar apabila tidak bekerja sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat. Meskipun tidak secara gamblang menyebutkan partai yang dimaksud, paling tidak itu menjadi peringatan bagi Golkar dan PKS.
"Sebetulnya apa yang disampaikan SBY dalam pidatonya itu adalah warning untuk Golkar dan PKS sebagai partai koalisi yang suka bermanuver politik sehingga mempengaruhi soliditas di dalam koalisi," ujar pengamat politik dari Universitas Gajah Mada (UGM) Arie Sudjito, saat berbincang dengan detikcom, Rabu (2/3/2011).
Arie yakin setelah warning itu dilontarkan oleh SBY, petinggi partai yang tergabung dalam koalisi akan saling bertemu untuk membicarakan apa-apa yang menjadi kendala selama ini. Tentunya dalam pertemuan ini dipastikan ada tawar-menawar yang akan terjadi untuk saling menguatkan posisi.
"Pertemuan itu nantinya akan mendefenisikan kesepakatan apa yang dilanggar, lalu dilakukanlah penilaian yang intinya diharapkan koalisi ini kembali ke mandat awal," katanya.
Apakah pertemuan itu juga dimungkinkan untuk mengevaluasi para utusan di kabinet, Arie belum bisa memprediksinya. Yang jelas, jika berkaitan dengan kinerja para menteri SBY akan melihat dari data yang disampaikan oleh UKP4.
"Tapi sebelum evaluasi menteri, tentunya partai dulu yang dievaluasi," imbuh Arie.
Pasca warning itu, Arie yakin sikap Golkar maupun PKS akan berpikir dua kali untuk benar-benar memberanikan diri keluar dari koalisi. Dua partai ini dipastikan akan lebih lembut saat mengkritik pemerintah. Tak lain sebabnya, karena banyak atau sedikit partai-partai ini pastinya mempunyai kepentingan untuk Pemilu 2014 mendatang.
"Paling tidak sekarang mereka ragu untuk keluar, pasti mereka akan membuat negosiasi. Sikap mereka ke depan juga mau tidak mau harus lebih soft kalau tetap ingin di koalisi karena mereka juga pastinya ada kebutuhan untuk 2014," jelas Arie.
"Sebetulnya apa yang disampaikan SBY dalam pidatonya itu adalah warning untuk Golkar dan PKS sebagai partai koalisi yang suka bermanuver politik sehingga mempengaruhi soliditas di dalam koalisi," ujar pengamat politik dari Universitas Gajah Mada (UGM) Arie Sudjito, saat berbincang dengan detikcom, Rabu (2/3/2011).
Arie yakin setelah warning itu dilontarkan oleh SBY, petinggi partai yang tergabung dalam koalisi akan saling bertemu untuk membicarakan apa-apa yang menjadi kendala selama ini. Tentunya dalam pertemuan ini dipastikan ada tawar-menawar yang akan terjadi untuk saling menguatkan posisi.
"Pertemuan itu nantinya akan mendefenisikan kesepakatan apa yang dilanggar, lalu dilakukanlah penilaian yang intinya diharapkan koalisi ini kembali ke mandat awal," katanya.
Apakah pertemuan itu juga dimungkinkan untuk mengevaluasi para utusan di kabinet, Arie belum bisa memprediksinya. Yang jelas, jika berkaitan dengan kinerja para menteri SBY akan melihat dari data yang disampaikan oleh UKP4.
"Tapi sebelum evaluasi menteri, tentunya partai dulu yang dievaluasi," imbuh Arie.
Pasca warning itu, Arie yakin sikap Golkar maupun PKS akan berpikir dua kali untuk benar-benar memberanikan diri keluar dari koalisi. Dua partai ini dipastikan akan lebih lembut saat mengkritik pemerintah. Tak lain sebabnya, karena banyak atau sedikit partai-partai ini pastinya mempunyai kepentingan untuk Pemilu 2014 mendatang.
"Paling tidak sekarang mereka ragu untuk keluar, pasti mereka akan membuat negosiasi. Sikap mereka ke depan juga mau tidak mau harus lebih soft kalau tetap ingin di koalisi karena mereka juga pastinya ada kebutuhan untuk 2014," jelas Arie.
(lia/mad)
Sorry, copas. Sama-sama punya akal budi, mari kita pakai akal budi sendiri-sendiri untuk memahami artikel copas ini. Terimakasih. http://politikana.com/baca/2009/05/17/pro-kontra-gm
Senin, 23 Juni 2008
Pro & Kontra Ahmadiyah : Tanggapan Habib Rizieq atas CATATAN PINGGIR TEMPO yang ditulis goenawan Muhammad
Advokasi Anti Ahmadiyah selaku Kuasa Hukum Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab, Mendatangi Kantor Majalah TEMPO untuk menyampaikan HAK JAWAB HABIB RIZIEQ terhadap CATATAN PINGGIR GOENAWAN MOHAMAD di majalah TEMPO edisi 16-22 Juni 2008 yang telah secara BIADAB penuh sikap RASIS dan FASIS menghina Habib Rizieq dan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir.
Namun ternyata majalah TEMPO hingga saat ini tidak sudi memuat HAK JAWAB tersebut. Karenanya, wajar jika dari balik sel tahanan Habib Rizieq Syihab menyerukan Umat Islam : “SUDAH WAKTUNYA UMAT ISLAM MEMBOIKOT TEMPO !” Berikut ini HAK JAWAB HABIB RIZIEQ yang TEMPO takut memuatnya disebarkan ke seluruh dunia :
Si goen
Setelah membaca catatan pinggir si goen dalam majalah tempo edisi 16-22 Juni 2008, saya rasakan sel tahanan yang semula sempit dan pengap, berubah menjadi luas dan nyaman.
Tadinya, saya enggan menulis tanggapan ini, tapi karena si goen bertanya dan menantang, maka saya gunakan HAK JAWAB saya. Di sini saya sengaja menulis namanya dengan singkat “si goen”, itu pun cukup dengan huruf kecil. Bagi saya huruf besar hanya untuk orang yang besar, apalagi nama MUHAMMAD hanya untuk orang mulia.
Saya senang dengan catatan pinggir si goen, bahkan saya sempat tertawa saat membacanya. Bagaimana tidak? Bukankah hal yang sangat membahagiakan ketika kita mendapatkan “musuh” galau dan panik, apalagi depresi berat, ketakutan dan hilang kontrol.
Anehnya, si goen yang selama ini tidak pernah memuji pemerintah, tiba-tiba melalui catatan pinggirnya menjilat Polisi, Jaksa, Hakim hingga Presiden. Kenapa? Takut atau cari muka? Mungkin si goen sedang depresi, takut dituntut dan diperiksa sebagai “biang kerok” insiden Monas? Atau si goen sedang ketar-ketir kedoknya terbuka sebagai antek asing? Atau si goen sedang bingung hilangkan jejak dana asing ratusan juta dolar yang diterimanya bersama “gang” akkbb, dari bosnya di amerika, melalui asia foundation ford foundation, usaid, ndi, rockefeller, dll?
Lebih anehnya lagi, si goen ingin “menggurui” saya dan Al-Ustadz Asy-Syeikh Abu Bakar Ba’asyir tentang iman, ketuhanan, kemanusiaan, keadilan, dan Pancasila.
Lucu, si goen dan “gerombolannya” yang selama ini mati-matian membela pornografi, pornoaksi, sex bebas, homo sex, lesbi, nabi palsu, aliran sesat. Bahkan menghina Allah dan Rasul-Nya, memfitnah Iskam dan Al-Qur’an. Dia ingin menggurui kami? Itukah “iman” dan “ketuhanan” yang ingin diajarkan si goen kepada saya dan Syeikh Ba’asyir?!
Sejak kapan si goen mengenal kemanusiaan dan keadilan? Saat ”geng” si goen ”dikemplang bambu” oleh Komando Laskar Islam (KLI) pimpinan Sang Pahlawan Munarman, teriakan si goen dan ”gerombolannya” keras sekali. Namun dimana suara mereka untuk ribuan Umat Islam yang ”dibantai dengan sadis” di Sampit, Sambas, Ambon, dan Poso? Mana pula suaranya untuk Kasus Banyuwangi?
Selain itu, si goen ini getol betul membela pki, bahkan nekat memutar-balikan fakta sejarah dengan mengatakan bahwa pki sebagai ”korban pembantaian”. Lalu bagaimana dengan kebiadaban pki yang telah membakar pesantren, membantai santri, membunuh kyai, menculik jenderal, mengkhianati negara, mengangkangi Pancasila? Kemanusiaan dan keadilan itukah yang ingin ditunjukkan si goen kepada saya dan Ustadz Ba’asyir?!
Soal Pancasila, lagi-lagi si goen sok menggurui. Saya ingin bertanya: Pancasilais kah orang maca berikut ini: yang membela pki sang pengkhianat Pancasila? yang ingin memperkosa kawan gadis ”lsm”nya sendiri? yang membayar orang miskin untuk demo tentang apa yang tidak mereka paham? yang menipu orang kampung dengan janji wisata ke Dunia Fantasi-Ancol, ternyata diajak demo di Monas? Yang membohongi publik dengan publikasi foto Panglima KLI yang sedang mencekik anak buahnya sendiri, lalu dipelintir menjadi berita Panglima KLI mencekik anggota gerombolan akkbb? Yang menerima dana asing untuk memecah belah bangsa? Yang menjadi antek asing? Yang membentuk atau mendukung lsm-lsm komprador yang menjadi antek asing? Yang menjual harkat dan martabat bangsa dengan dolar?
Pantaskah orang macam itu bicara Pancasila? Orang model itukah yang ingin menggurui saya dan Amir MMI?! Memalukan sekali. Orang yang tidak bermoral bicara tentang moral. Orang yang rasis dan fasis berbicara tentang kekeluargaan dan persamaan.
Saya ingatkan anda goen: Indonesia memang bukan Arab dan Turki, tapi jangan lupa Indonesia bukan amerika! Indonesia memang bukan negara Agama, tapi Indonesia juga bukan negara syetan yang kau bisa seenaknya menistakan agama dan budaya.
Indonesia adalah Indonesia, negeriku tercinta, yang takkan kubiarkan orang macammu untuk merusak dan menghancurkannya. Aku anak Indonesia dan kau gundik amerika.
Ingat, orang yang hidupnya hanya berpikir tentang apa yang masuk ke perutnya, maka harga dirinya sama dengan apa yang keluar dari perutnya. Jakarta, 21 Juni 2008 Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab
Ketua Umum Front Pembela Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar