Libanon Berhak untuk Melawan Setiap Agresi Israel
IslamTimes.
http://www.islamtimes.org/vdci33apzt1aw32.k8ct.html
Menteri luar negeri dari negara-negara Arab telah menyuarakan dukungan
mereka untuk Lebanon, mengatakan bahwa Libanon berhak untuk melawan
agresi rezim Israel dan untuk membebaskan wilayah yang didudukinya.
Menteri luar negeri dari negara-negara Arab telah menyuarakan dukungan mereka untuk Lebanon, mengatakan bahwa Libanon berhak untuk melawan agresi rezim Israel dan untuk membebaskan wilayah yang didudukinya.
Para Menlu dari 21 negara Arab dan Afrika Utara menyuarakan dukungan mereka dalam sebuah pernyataan pada hari Senin (10/3/14) di ibukota Mesir, Kairo.
"Lebanon dan rakyat Lebanon memiliki hak untuk membebaskan atau mengambil kembali wilayah Shebaa, Kfar Shuba dan bagian Lebanon dari desa Ghajar, dan berhak untuk melawan setiap agresi Israel dengan segala cara yang sah dan tersedia, pernyataan itu melanjutkan.
Para Menlu juga memuji peran tentara Lebanon dalam menjaga stabilitas negara dan perdamaian sipil.
Menteri baru Lebanon Asing Gebran Bassil mengatakan bahwa perlawanan adalah fitrah manusia dan hak alamiah rakyat Lebanon.
Dia juga meminta negara-negara Arab untuk mendukung tentara Lebanon dalam memerangi terorisme.(IT/TGM)
Pulau Natuna Dicaplok atau Dijual ke Cina?
Islam
Times-http://www.islamtimes.org/vdce7z8xfjh8pni.rabj.html
Mungkin saja, dan ini kemungkinan besat bahwa Natuna memang
sudah dijual oleh oknum di Republik Indonesia kepada Cina.
Pulau Natuna
Pulau-pulau terluar milik Indonesia rawan diakui oleh negara-negara asing, wilayah perairan lebih mengkhawatirkan lagi. Karena menurut Masekal Pertama TNI Fahru Zaini, saat ini Cina telah memasuk sebagian wilayah perairan laut Natuna, Riau ke dalam peta wilayah mereka. Klaim sepihak tersebut adalah imbas dari sengketa antara Cina dan Filipina terkait Kepulauan Spratly dan Paracel.
Lebih jauh Asisten Deputi I Kementrian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Bidang Dokrin Strategi Pertahanan itu menegaskan, bahkan Cina telah menggambar peta laut Natuna di Laut Cina Selatan masuk peta wilayahnya dengan 9 dash line atau garis terputus, dan sudah masuk dalam paspor terbaru warga Cina.
"Yang dilakukan oleh Cina ini menyangkut zona wilayah NKRI. Untuk itu, kami datang ke Natuna ini ingin melihat secara nyata strategi dari komponen utama pertahanan NKRI, yaitu TNI, terutama dalam kemampuan, kekuatan dan gelar pasukan bila terjadi sesuatu di wilayah ini," jelasnya saat mengunjungi kabupaten Natuna, Rabu (13/3) sebagaimana dilansir Antara.
Fahru menambhkan, demi terjaganya keutuhan NKRI ini, kebhinekaan kebangsaan wilayah yang berada di perbatasan, seperti Kabupaten Natuna, persatuan dan kesatuan antar warga maupun etnis, perlu diperkokoh. Persatuan antar warga perlu dijunjung tinggi, ini dimaksudkan supaya tak mudah disusupi atau diadu domba oleh negara lain. “NKRI adalah harga mati," pungkasnya.
Mungkin saja, dan ini kemungkinan besat bahwa Natuna memang sudah dijual oleh oknum di Republik Indonesia kepada Cina. Meski ini masih sebuah asumsi, tapi sesuai penelusuran Islam Times dilaman Detik.com yang memuat laporan pada Senin, 30/09/2013, bahwa oknum di Republik Indoesia sudah biasa menjual pulau di Indonesia kepada asing dengan cara licik dan menggebah hukum, diantaranya:
1. Perjanjian pemilikan tanah (PPT) dan pemberian kuasa dalam PPT, pihak WNI mengakui bahwa tanah hak milik yang didaftar atas namanya bukanlah miliknya. Tetapi milik warga negara asing yang telah menyediakan dana untuk pembelian tanah beserta bangunannya.
Selanjutnya WNI memberi kuasa yang tidak dapat ditarik kembali kepada warga negara asing untuk melakukan segala tindakan hukum terhadap tanah dan bangunan itu.
2. Perjanjian Opsi
Pihak WNI memberikan opsi untuk membeli tanah hak milik dan bangunan kepada warga asing karena dana untuk pembelian tanah hak milik dan bangunan disediakan pihak asing.
3. Perjanjian Sewa-Menyewa
Pada prinsipnya, dalam perjanjian diatur tentang jangka waktu sewa berikut opsi untuk perpanjangannya beserta hak dan kewajiban pihak WNI dan penyewa.
4. Kuasa khusus untuk menjual, berisi pemberian kuasa dengan hak substitusi dari pihak WNI sebagai pemberi kuasa kepada pihak asing sebagai penerima kuasa, untuk melakukan perbuatan hukum menjual atau memindahkan tanah hak milik dan bangunan.
5. Hibah Wasiat
Pihak WNI menghibahkan tanah haki milik dan bangunan atas namanya kepada orang asing.
6. Surat pernyataan ahli waris
Istri orang Indonesia dan anaknya menyatakan bahwa walaupun tanah hak milik dan bangunan terdaftar atas nama suaminya, namun suaminya bukanlah pemilik sebenarnya atas anah hak milik dan bangunan tersebut.
"Sebagai solusi, perlu diberikan kepemilikan hak atas tanah selama 90 tahun dan melakukan peninjauan kembali atas PP 40/1996 dan UU Pokok Agraria serta Putusan MK No 21-22/PUU-V/2007 Pengujian UU Penanaman Modal terhadap UUD 1945 guna menarik investasi," cetus Anita.
Dan kasus Natuna, bisa jadi sama persis dengan kasus di Pulau Bawah, Natuna, Kepulauan Riau yang sudah dijual oleh seorang nelayan kecil dengan transaksi keuangan atas tanah di pulau itu sebesar Rp 1 miliar 2013 lalu. Jadi, Pulau Natuna ini dicaplok atau dijual ke Cina oleh oknum di Republik Indonesia? [It/Ass/Sa/Detik dan berbagai sumber]
Suriah Ungkap Dalang Utama Pemicu Krisis
Wakil Tetap Suriah untuk PBB mengatakan, tindakan terorisme terhadap rakyat Suriah dilancarkan melalui dukungan Arab Saudi, Qatar dan Turki.
Bashar al-Jaafari, Kamis (13/3) menyampaikan hal itu dalam sebuah konferensi pers setelah Utusan Khusus PBB-Liga Arab untuk Suriah, Lakhdar Brahimi berpidato di Dewan Keamanan PBB, kata kantor berita resmi Suriah (SANA).
"Kami telah mengirim 500 surat dengan menyertakan nama lengkap dan tanggal kepada PBB mengenai teroris yang melakukan tindakan keji terhadap rakyat Suriah dengan dukungan Saudi, Qatar dan Turki," tambahnya.
"Tapi sayangnya, beberapa anggota PBB bertindak melawan pemerintah Damaskus dan menghalangi proses itu," ujar Jaafari.
Dia menegaskan, pemerintah Suriah berkomitmen untuk memerangi terorisme di mana saja sesuai dengan tanggung jawab negara untuk melindungi rakyatnya. Menurutnya, tidak ada yang bisa menyangkal ancaman yang ditimbulkan oleh kelompok teroris di Suriah.
"Akhirnya, beberapa perwakilan Dewan Keamanan PBB mengakui keberadaan teroris di Suriah dan fakta di lapangan setelah mereka sebelumnya mengabaikan fakta itu. Namun, beberapa dari mereka sengaja menutup mata, sebab negara mereka terlibat dalam menggerakkan terorisme di wilayah Suriah," kata Jaafari.
Kekacauan di Suriah sejak tahun 2011, telah menelan korban tewas sekitar 130.000 orang dan menelantarkan jutaan lainnya.
Sekjen PBB Ban Ki-moon menyerukan dimulainya kembali pembicaraan langsung Jenewa dengan fokus khusus untuk mencari solusi politik bagi krisis di Suriah.
"Satu-satunya cara untuk mengakhiri krisis adalah dialog," kata Ban kepada wartawan awal bulan ini, seraya menambahkan, "Kami bertekad untuk mendudukkan kembali para pihak di meja perundingan di Jenewa."
Putaran kedua pembicaraan antara delegasi pemerintah Suriah dan oposisi yang didukung asing di Jenewa, menemui jalan buntu pada pertengahan Februari lalu.
Delegasi Suriah mengatakan, upaya memerangi terorisme harus menjadi prioritas utama, tetapi oposisi tetap menegaskan tuntutannya tentang pembentukan pemerintahan transisi dan pengunduran diri Presiden Bashar al-Assad. (IRIB Indonesia/RM)
Palestina vs Zionis
Salah seorang pejabat tinggi Iran mengutuk serangan udara Israel di Jalur Gaza dan mengatakan bahwa front perlawanan Palestina akan segera menanggapi tindakan agresi rezim Tel Aviv tersebut.
Sebelumnya pada hari Jumat (14/3/14), Wakil Menteri Luar Negeri Iran untuk Arab dan Afrika Hossein Amir- Abdollahian kembali menyatakan dukungan atas hak-hak bangsa Palestina dan menyebut sebagai tugas kemanusiaan, keagamaan dan internasional.
Sementara pada hari Kamis, Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Marziyeh Afkham mengecam serangan udara Israel di Jalur Gaza dan mengatakan bahwa serangan tersebut menggambarkan keputusasaan rezim Tel Aviv dalam menghadapi fron perlawanan anti- Israel.
Jet tempur Israel menyerang beberapa sasaran di kota Rafah, yang terletak 30 kilometer (19 mil) selatan Kota Gaza, dan melukai beberapa warga Palestina.
Jet tempur Israel juga menghantam beberapa lokasi di Jalur Gaza pada hari Rabu (12/3). Namun serangan tersebut tidak menimbbulkan korban jiwa.
Sekretaris Jenderal Gerakan Jihad Islam mengatakan bahwa para pejuang Perlawanan Palestina tidak akan meletakkan senjata mereka sampai semua wilayah Palestina yang diduduki dibebaskan.(IT/TGM)
Iran: Perlawanan Palestina akan Respon Agresi Israel
Islam
Times- http://www.islamtimes.org/vdcdkf0snyt0956.lp2y.html
Sebelumnya pada hari Jumat (14/3/14), Wakil Menteri Luar Negeri
Iran untuk Arab dan Afrika Hossein Amir- Abdollahian kembali menyatakan
dukungan atas hak-hak bangsa Palestina dan menyebut sebagai tugas
kemanusiaan, keagamaan dan internasional.
Salah seorang pejabat tinggi Iran mengutuk serangan udara Israel di Jalur Gaza dan mengatakan bahwa front perlawanan Palestina akan segera menanggapi tindakan agresi rezim Tel Aviv tersebut.
Sebelumnya pada hari Jumat (14/3/14), Wakil Menteri Luar Negeri Iran untuk Arab dan Afrika Hossein Amir- Abdollahian kembali menyatakan dukungan atas hak-hak bangsa Palestina dan menyebut sebagai tugas kemanusiaan, keagamaan dan internasional.
Sementara pada hari Kamis, Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Marziyeh Afkham mengecam serangan udara Israel di Jalur Gaza dan mengatakan bahwa serangan tersebut menggambarkan keputusasaan rezim Tel Aviv dalam menghadapi fron perlawanan anti- Israel.
Jet tempur Israel menyerang beberapa sasaran di kota Rafah, yang terletak 30 kilometer (19 mil) selatan Kota Gaza, dan melukai beberapa warga Palestina.
Jet tempur Israel juga menghantam beberapa lokasi di Jalur Gaza pada hari Rabu (12/3). Namun serangan tersebut tidak menimbbulkan korban jiwa.
Sekretaris Jenderal Gerakan Jihad Islam mengatakan bahwa para pejuang Perlawanan Palestina tidak akan meletakkan senjata mereka sampai semua wilayah Palestina yang diduduki dibebaskan.(IT/TGM)
Palestinian toddler dies at Gaza's closed Rafah border crossing
A three-year-old Palestinian child died on Thursday after he was
blocked from leaving the Gaza Strip to receive medical care, an activist
group said.
National Committee to Break the Siege spokesman Adham Abu Salmieh told Ma’an news agency that Ahmad Ammar Abu Nahl was suffering from an enlarged heart and liver and was supposed to head to Turkey via Egypt for treatment.
However, the young child died Thursday while waiting for the Rafah crossing to Egypt to open.
The Rafah crossing has been the principal connection between the Gaza Strip's 1.7 million residents and the outside world since the imposition of a crippling economic blockade by Israel in 2007.
Abu Salmieh said Abu Nahl was the second person to die because of the crossing’s closure since the Egyptian army ousted President Mohammed Mursi in July.
Abu Salmieh called the deaths deplorable and demanded the reopening of the Rafah crossing for humanitarian cases.
Egypt's army has repeatedly closed the Rafah border crossing since July, while destroying hundreds of tunnels that Gazans used to import fuel, building materials and other goods, as well as to enter and exit the besieged coastal enclave.
(Ma’an, Al-Akhbar)
- See more at: http://en.alalam.ir/news/1571341#sthash.6QV9Cnfk.dpuf
- See more at: http://en.alalam.ir/news/1571341#sthash.6QV9Cnfk.dpuf
National Committee to Break the Siege spokesman Adham Abu Salmieh told Ma’an news agency that Ahmad Ammar Abu Nahl was suffering from an enlarged heart and liver and was supposed to head to Turkey via Egypt for treatment.
However, the young child died Thursday while waiting for the Rafah crossing to Egypt to open.
The Rafah crossing has been the principal connection between the Gaza Strip's 1.7 million residents and the outside world since the imposition of a crippling economic blockade by Israel in 2007.
Abu Salmieh said Abu Nahl was the second person to die because of the crossing’s closure since the Egyptian army ousted President Mohammed Mursi in July.
Abu Salmieh called the deaths deplorable and demanded the reopening of the Rafah crossing for humanitarian cases.
Egypt's army has repeatedly closed the Rafah border crossing since July, while destroying hundreds of tunnels that Gazans used to import fuel, building materials and other goods, as well as to enter and exit the besieged coastal enclave.
(Ma’an, Al-Akhbar)
Sunday, March 02, 2014 11:50 AM
Christian mobs besiege Muslims in Central African Republic
Christian mobs and militias threaten to kill Muslims in the crisis-hit Central African Republic. (File photo)
The Muslim community in the Central African Republic (CAR)
is under siege amid the failure by the French and allied troops to
disarm violent Christian mobs in the country.
“The Muslim population in the Central African Republic is under siege.
People who have even attempted to leave have been prevented from
leaving,” said Abayomi Azikiwe, the editor of Pan-African News Wire, on
Saturday.
“There are mobs that are there [and] that are not being disarmed by the
French troops or the EU troops or the African troops that are allied
with France and the European Union,” he added.
On Saturday, Gunmen killed three Muslims in a drive-by shooting in the capital, Bangui.
Christian mobs have been attacking and killing Muslims on an almost
daily basis in the Central African Republic in recent months.
“The destabilization and the precarious security situation inside the
country have worsened since the escalation of the military intervention
by Paris,” Azikiwe said.
The analyst warned that the onrushing crisis in the CAR will
deteriorate unless a political solution is found for the situation.
The CAR has been facing deadly unrest since December last year, when
Christian militia launched coordinated attacks against the mostly Muslim
Seleka group, which had toppled the government in March 2013.
Last month, the violence in the African country reportedly claimed over
1,000 lives and forced about one million people to flee their homes.
Some 2,000 French troops, supported by a 6,000-strong African Union
force known as MISCA, are currently stationed in the CAR, but they have
so far failed to curb the violence.
France deployed its troops in December 2013 after the UN Security
Council unanimously adopted a resolution giving Paris and the African
Union the go-ahead to send troops to the strife-torn country.
NTJ/HH
Sunday, March 02, 2014 11:50 AM
Christian mobs besiege Muslims in Central African Republic
Christian mobs and militias threaten to kill Muslims in the crisis-hit Central African Republic. (File photo)
The Muslim community in the Central African Republic (CAR)
is under siege amid the failure by the French and allied troops to
disarm violent Christian mobs in the country.
“The Muslim population in the Central African Republic is under siege.
People who have even attempted to leave have been prevented from
leaving,” said Abayomi Azikiwe, the editor of Pan-African News Wire, on
Saturday.
“There are mobs that are there [and] that are not being disarmed by the
French troops or the EU troops or the African troops that are allied
with France and the European Union,” he added.
On Saturday, Gunmen killed three Muslims in a drive-by shooting in the capital, Bangui.
Christian mobs have been attacking and killing Muslims on an almost
daily basis in the Central African Republic in recent months.
“The destabilization and the precarious security situation inside the
country have worsened since the escalation of the military intervention
by Paris,” Azikiwe said.
The analyst warned that the onrushing crisis in the CAR will
deteriorate unless a political solution is found for the situation.
The CAR has been facing deadly unrest since December last year, when
Christian militia launched coordinated attacks against the mostly Muslim
Seleka group, which had toppled the government in March 2013.
Last month, the violence in the African country reportedly claimed over
1,000 lives and forced about one million people to flee their homes.
Some 2,000 French troops, supported by a 6,000-strong African Union
force known as MISCA, are currently stationed in the CAR, but they have
so far failed to curb the violence.
France deployed its troops in December 2013 after the UN Security
Council unanimously adopted a resolution giving Paris and the African
Union the go-ahead to send troops to the strife-torn country.
NTJ/HH
Sunday, March 02, 2014 11:50 AM
http://en.alalam.ir/news/1571341
Christian mobs besiege Muslims in
Central African Republic
Christian
mobs and militias threaten to kill Muslims in the crisis-hit Central African
Republic. (File photo)
The Muslim
community in the Central African Republic (CAR) is under siege amid the failure
by the French and allied troops to disarm violent Christian mobs in the
country.
“The
Muslim population in the Central African Republic is under siege. People who
have even attempted to leave have been prevented from leaving,” said Abayomi
Azikiwe, the editor of Pan-African News Wire, on Saturday.
“There are
mobs that are there [and] that are not being disarmed by the French troops or
the EU troops or the African troops that are allied with France and the
European Union,” he added.
On
Saturday, Gunmen killed three Muslims in a drive-by shooting in the capital,
Bangui.
Christian
mobs have been attacking and killing Muslims on an almost daily basis in the
Central African Republic in recent months.
“The
destabilization and the precarious security situation inside the country have
worsened since the escalation of the military intervention by Paris,” Azikiwe
said.
The
analyst warned that the onrushing crisis in the CAR will deteriorate unless a
political solution is found for the situation.
The CAR
has been facing deadly unrest since December last year, when Christian militia
launched coordinated attacks against the mostly Muslim Seleka group, which had
toppled the government in March 2013.
Last month,
the violence in the African country reportedly claimed over 1,000 lives and
forced about one million people to flee their homes.
Some 2,000
French troops, supported by a 6,000-strong African Union force known as MISCA,
are currently stationed in the CAR, but they have so far failed to curb the
violence.
France
deployed its troops in December 2013 after the UN Security Council unanimously
adopted a resolution giving Paris and the African Union the go-ahead to send
troops to the strife-torn country.
NTJ/HH
- See more at:
http://en.alalam.ir/news/1571341#sthash.6QV9Cnfk.dpuf
Dilema PBB
Seorang pejabat tinggi Iran mengatakan, Ban Ki-moon merupakan ketua PBB paling tidak berdaya sejak badan itu didirikan tahun 1945 sambil menggambarkannya sebagai alat di tangan Washington.
"Ban Ki-Moon merupakan sosok yang benar-benar dikontrol oleh Amerika. Amerika mengatakan pada Ban Ki-Moon apa pun keinginan mereka [Amerika] dari podium PBB dan dia [Ban] berbicara untuk mereka," kata Ali Akbar Velayati, direktur Pusat Penelitian Strategis Dewan Kebijaksanaan Iran pada Rabu (12/43/14).
Komentar Velayati itu muncul setelah Ban menuduh Presiden Iran Hasan Rouhani gagal membuat perbaikan yang signifikan melindungi hak bebas berbicara di Iran.
Dalam sebuah laporan hari Selasa (9/3/14) untuk Dewan HAM PBB, Ban Ki-moon menyoroti hukuman mati untuk bandit-bandit besar narkoba di Iran.
"Pemerintahan baru belum melakukan perbaikan yang signifikan dalam memajukan dan melindungi kebebasan berekspresi serta berpendapat meski presiden sudah berjanji selama kampanye dan setelah bersumpah [menjabat sebagai presiden]," kata Ban.
Velayati mengatakan, pernyataan Ban itu sangat bermotif politik. Dia mengatakan, Sekjen PBB itu gagal melakukan tindakan efektif untuk menyelesaikan meski satu krisis di dunia Islam karena tidak mandiri.[IT/r]
Velayati: Sekjen PBB Alat bagi Washington
Islam
Times - http://www.islamtimes.org/vdcgwq9wqak93z4.1ira.html
"Ban Ki-Moon merupakan sosok yang benar-benar dikontrol oleh
Amerika. Amerika mengatakan pada Ban Ki-Moon apa pun keinginan mereka
[Amerika] dari podium PBB dan dia [Ban] berbicara untuk mereka," kata
Ali Akbar Velayati, direktur Pusat Penelitian Strategis Dewan
Kebijaksanaan Iran pada Rabu (12/43/14).
Ali Akbar Vilayati, penesehat Pemimpin Revolusi Islam di Iran, Ayatullah Sayyid Ali Khamanei
Seorang pejabat tinggi Iran mengatakan, Ban Ki-moon merupakan ketua PBB paling tidak berdaya sejak badan itu didirikan tahun 1945 sambil menggambarkannya sebagai alat di tangan Washington.
"Ban Ki-Moon merupakan sosok yang benar-benar dikontrol oleh Amerika. Amerika mengatakan pada Ban Ki-Moon apa pun keinginan mereka [Amerika] dari podium PBB dan dia [Ban] berbicara untuk mereka," kata Ali Akbar Velayati, direktur Pusat Penelitian Strategis Dewan Kebijaksanaan Iran pada Rabu (12/43/14).
Komentar Velayati itu muncul setelah Ban menuduh Presiden Iran Hasan Rouhani gagal membuat perbaikan yang signifikan melindungi hak bebas berbicara di Iran.
Dalam sebuah laporan hari Selasa (9/3/14) untuk Dewan HAM PBB, Ban Ki-moon menyoroti hukuman mati untuk bandit-bandit besar narkoba di Iran.
"Pemerintahan baru belum melakukan perbaikan yang signifikan dalam memajukan dan melindungi kebebasan berekspresi serta berpendapat meski presiden sudah berjanji selama kampanye dan setelah bersumpah [menjabat sebagai presiden]," kata Ban.
Velayati mengatakan, pernyataan Ban itu sangat bermotif politik. Dia mengatakan, Sekjen PBB itu gagal melakukan tindakan efektif untuk menyelesaikan meski satu krisis di dunia Islam karena tidak mandiri.[IT/r]
Hegemoni Global
Juru Bicara Majlis Iran, Ali Larijani menggambarkan terorisme sebagai tantangan yang sangat besar dan mengatakan, standar ganda negara-negara hegemonik telah mendorong aktivitas terorisme di seluruh dunia.
"Standar ganda kekuatan global telah mendorong penyebaran terorisme dan ekstremisme, " kata Larijani dalam pertemuan dengan Ketua Parlemen untuk Komite Kebijakan Luar Negeri Kroasia, Milorad Pupovac, dan Ketua Dewan Nasional Serbia, di Tehran pada hari Selasa (12/3/14).
Larijani mengatakan, Kroasia dapat memainkan peran penting dalam pembentukan perdamaian dan stabilitas di Balkan sambil menambahkan bahwa Iran mendukung upaya Kroasia dalam hal ini.
Larijani juga menyinggung hubungan Tehran-Zagreb dan mengatakan, ada banyak alasan politik dan ekonomi untuk meningkatkan kerjasama kedua negara yang akan bermanfaat bagi kedua belah pihak.
Sementara Pupovac menyoroti peran Iran dalam memerangi terorisme dan mengatakan, Republik Islam Iran adalah negara kunci di Timur Tengah yang secara signifikan dapat membantu menciptakan perdamaian di kawasan dan dunia.(IT/TGM)
PBB memperingatkan genosida Muslim di Republik Afrika Tengah (CAR) dan kemarahan warga yang terus meningkat terhadap pasukan Perancis karena dianggap gagal mengendalikan serangan terhadap Muslim, Press TV melaporkan.
Penjaga perdamaian Perancis dan Afrika memang berada di sana tapi mereka tidak mampu menghentikan kekerasan dan bahkan dalam beberapa insiden, mereka lah yang dituduh membunuh kaum Muslim.
Banyak yang percaya bahwa pasukan Prancis, dikenal sebagai Sangaris, malah menargetkan kaum Muslim dan menutup mata pada kekerasan yang dilakukan milisi Kristen. Tapi Paris menolak tuduhan itu.
PBB sudah berulang kali memperingatkan potensi genosida di negara Afrika yang dilanda perang itu.
Sementara itu, masyarakat Muslim yang belum melarikan diri dari negara itu terus menghadapi serangan milisi Kristen.
Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), Antonio Guterres baru-baru ini mengatakan kebanyakan Muslim CAR diusir dari setengah bagian negara itu sementara ribuan lainnya menghadapi resiko mati terbunuh di sana.
CAR menghadapi kekerasan mematikan sejak Desember 2013 setelah kelompok-kelompok bersenjata Kristen melancarkan serangan-serangan terkoordinasi terhadap sebagian besar kelompok Muslim Seleka yang menggulingkan pemerintah pada Maret tahun lalu.
Sejauh ini, ribuan orang diyakini telah tewas dan sejuta lainnya terpaksa mengungsi.[IT/r]
Larijani: Standar Ganda AS Motivasi Terorisme & Ekstrimisme
Islam
Times - http://www.islamtimes.org/vdccmxq1p2bqeo8.5fa2.html
"Standar ganda kekuatan global telah mendorong penyebaran
terorisme dan ekstremisme, " kata Larijani dalam pertemuan dengan Ketua
Parlemen untuk Komite Kebijakan Luar Negeri Kroasia, Milorad Pupovac,
dan Ketua Dewan Nasional Serbia, di Tehran pada hari Selasa (12/3/14).
Juru Bicara Majlis Iran, Ali Larijani menggambarkan terorisme sebagai tantangan yang sangat besar dan mengatakan, standar ganda negara-negara hegemonik telah mendorong aktivitas terorisme di seluruh dunia.
"Standar ganda kekuatan global telah mendorong penyebaran terorisme dan ekstremisme, " kata Larijani dalam pertemuan dengan Ketua Parlemen untuk Komite Kebijakan Luar Negeri Kroasia, Milorad Pupovac, dan Ketua Dewan Nasional Serbia, di Tehran pada hari Selasa (12/3/14).
Larijani mengatakan, Kroasia dapat memainkan peran penting dalam pembentukan perdamaian dan stabilitas di Balkan sambil menambahkan bahwa Iran mendukung upaya Kroasia dalam hal ini.
Larijani juga menyinggung hubungan Tehran-Zagreb dan mengatakan, ada banyak alasan politik dan ekonomi untuk meningkatkan kerjasama kedua negara yang akan bermanfaat bagi kedua belah pihak.
Sementara Pupovac menyoroti peran Iran dalam memerangi terorisme dan mengatakan, Republik Islam Iran adalah negara kunci di Timur Tengah yang secara signifikan dapat membantu menciptakan perdamaian di kawasan dan dunia.(IT/TGM)
Genosida Muslim
PBB Peringatkan Genosida Muslimin di Afrika Tengah
Islam
Times - http://www.islamtimes.org/vdcgqz9wtak93z4.1ira.html
Banyak yang percaya bahwa pasukan Prancis, dikenal sebagai
Sangaris, malah menargetkan kaum Muslim dan menutup mata pada kekerasan
yang dilakukan milisi Kristen.
Kekerasan di CAR (Press TV)
PBB memperingatkan genosida Muslim di Republik Afrika Tengah (CAR) dan kemarahan warga yang terus meningkat terhadap pasukan Perancis karena dianggap gagal mengendalikan serangan terhadap Muslim, Press TV melaporkan.
Penjaga perdamaian Perancis dan Afrika memang berada di sana tapi mereka tidak mampu menghentikan kekerasan dan bahkan dalam beberapa insiden, mereka lah yang dituduh membunuh kaum Muslim.
Banyak yang percaya bahwa pasukan Prancis, dikenal sebagai Sangaris, malah menargetkan kaum Muslim dan menutup mata pada kekerasan yang dilakukan milisi Kristen. Tapi Paris menolak tuduhan itu.
PBB sudah berulang kali memperingatkan potensi genosida di negara Afrika yang dilanda perang itu.
Sementara itu, masyarakat Muslim yang belum melarikan diri dari negara itu terus menghadapi serangan milisi Kristen.
Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), Antonio Guterres baru-baru ini mengatakan kebanyakan Muslim CAR diusir dari setengah bagian negara itu sementara ribuan lainnya menghadapi resiko mati terbunuh di sana.
CAR menghadapi kekerasan mematikan sejak Desember 2013 setelah kelompok-kelompok bersenjata Kristen melancarkan serangan-serangan terkoordinasi terhadap sebagian besar kelompok Muslim Seleka yang menggulingkan pemerintah pada Maret tahun lalu.
Sejauh ini, ribuan orang diyakini telah tewas dan sejuta lainnya terpaksa mengungsi.[IT/r]
AS VS Rusia
Seluruh dunia tahu, Turki saat ini dilanda oleh ketidakstabilan internal/domestik. Tapi tidak seperti Ukraina atau negara-negara Arab yang pemimpinnya digulingkan dalam revolusi yang secara eufimismtik disebut "Musim Semi Arab" (Kebangkitan Islam), pemimpin Turki menerapkan metode yang berbeda dengan musuhnya, Presiden Suriah Basyar Assad, untuk tetap berkuasa.
Demikian ungkap analis politik, Michael Werbowski. "Taktik penganiayaan sistematis terhadap pemimpin oposisi dan serikat buruh, wartawan, sensor jejaring sosial, dan lain-lain diterapkan rezim Turki tanpa diketahui pihak AS dan Uni Eropa," ujarnya.
"Memenjarakan para pembangkang politik, lanjutnya, sudah umum terjadi, atau bersifat sehari-hari, di Turki," papar Werbowski. Pemerintahan Erdogan yang berlaku tangan besi terhadap negaranya, lanjutnya, telah membuat lelah banyak penghuni negara itu, selama setahun belakangan lebih.
"Bagaimana barat, terutama sponsor terbesar Turki (AS), bereaksi terhadap anti-demokrasinya dan pada perilaku paranoidnya waktu itu (menuduh kekuatan kekuatan perorangan. seperti Fethullah Gulen, ingin menumbangkan pemerintahannya atau merencanakan kematiannya)?" tanya Werbowski.
"Hingga Yanukovich terguling," ujar Werbowski, "Washington mengecamnya sebagai 'boneka Rusia' serta penguasa Ukraina yang korup dan despotik." Namun, sepanjang periode yang sama, dan sampai sekarang, imbuhnya, AS anehnya secara mencolok tetap bungkam terhadap gejolak yang melanda Turki. Aroma standar ganda terasa sangat menyengat dalam kasus ini.
"Tapi, di balik permukaan, ketegangan antara Turki dan Amerika Serikat justru makin meningkat," kata Werbowski. Washington tampaknya tidak merasa nyaman dengan kekuasaan Erdogan, lanjutnya.
Mungkinkah pergantianrezim di Turki menjadi menu Gedung Putih? "Pada titik ini sulit dijawab, namun kesabaran Washington terhadap Erdogan tentu saja tidak tak terbatas, atau dengan kata lain, mulai habis," tutur Werbowski. Mengingat pemilihan umum pada 30 Maret 2014 makin dekat, lanjutnya, segala sesuatu memang menjadi sangat tidak pasti di negeri ini dan dukungan Washington terhadap AKP mungkin bakal berkurang.
"Sejak Juni 2013, Reccip Tayyip Erdogan telah dihadapkan dengan gelombang protes di negaranya, dan terus berlanjut sampai sekarang," papar Werbowski. Ia baru-baru ini dicemooh sebagai korup, nepot, otoriter, dan bahkan beberapa pihak menyebutnya megalomaniak, ujarnya.
"Ia telah melakukan segalanya untuk mempertahankan kekuasaannya, termasuk membersihkan lembaga kepolisian (dari anasir pembangkang) serta aparat keamanan dan pengadilan," kata Werbowski. Kekejamannya tampak tak mengenal batas. Represi konstan telah mencapai titik kritis, tegasnya.
Pilihannya hanyalah, apakah kebijakan dalam negeri bergaya lebih diktator yang bakal terus berlangsung atau pemberontakan "dalam negeri" dan populer "demokratis" yang didukung kelompok-kelompok bayangan, seperti yang beroperasi di Ukraina, yang justru terjadi? "Skenario Ukraina tentu saja didasarkan pada campur tangan luar terhadap urusan internal negara berdaulat," ujar Werbowski.
Mengobarkan kudeta di Turki jauh lebih rumit, lanjut Werbowski, mengingat betapa strategisnya negara itu bagi kepentingan barat. "Selain itu, satu-satunya aktor terkemuka yang saat ini mampu menggulingkan rezim sarat korupsi itu (seperti dalam kasus Mesir baru-baru ini) hanyalah militer," imbuhnya.
Menurut Werbowski, terdapat sejumlah kudeta militer (beberapa dengan bantuan AS) dalam sejarah Turki. "Jadi, kemungkinan ini tidak dapat dikesampingkan," tegasnya.
"Mengingat potensi Crimea untuk memisahkan diri dari Ukraina atau mungkin kembali bersatu dengan Rusia, komunitas Kurdi di Turki yang telah berjuang selama puluhan tahun untuk mendirikan negara merdeka kemungkinan mencermati hasil dari referendum di sana," papar Werbowski. Selain itu, lanjutnya, selepas puluhan tahun konflik bersenjata, perdamaian yang dibangun di bagian timur Turki itu sangat rapuh.
"Namun tumbuhnya gerakan separatis, yang menuntut otonomi daerah lebih luas (yang dipicu krisis Ukraina di wilayah tersebut), kemungkinan menghidupkan kembali semangat nasionalis di Kurdistan Turki," ujar Werbowski. Ini dapat menggoyahkan Turki lebih jauh dan menambah kekacauan internal negara yang ngotot ingin menjadi anggota Uni Eropa itu. (IT/GR/rj)
Skenario "Ganti Rezim" ala Ukraina Targetkan Turki?
Islam
Times- http://www.islamtimes.org/vdcb58bf5rhb0sp.qnur.html
"Bagaimana barat, terutama sponsor terbesar Turki (AS), bereaksi
terhadap anti-demokrasinya dan pada perilaku paranoidnya waktu itu
(menuduh kekuatan kekuatan perorangan. seperti Fethullah Gulen, ingin
menumbangkan pemerintahannya atau merencanakan kematiannya)?" tanya
Werbowski.
Kiev, Independence Square February 19, 2014 (Reuters/Vasily Fedosenko)
Seluruh dunia tahu, Turki saat ini dilanda oleh ketidakstabilan internal/domestik. Tapi tidak seperti Ukraina atau negara-negara Arab yang pemimpinnya digulingkan dalam revolusi yang secara eufimismtik disebut "Musim Semi Arab" (Kebangkitan Islam), pemimpin Turki menerapkan metode yang berbeda dengan musuhnya, Presiden Suriah Basyar Assad, untuk tetap berkuasa.
Demikian ungkap analis politik, Michael Werbowski. "Taktik penganiayaan sistematis terhadap pemimpin oposisi dan serikat buruh, wartawan, sensor jejaring sosial, dan lain-lain diterapkan rezim Turki tanpa diketahui pihak AS dan Uni Eropa," ujarnya.
"Memenjarakan para pembangkang politik, lanjutnya, sudah umum terjadi, atau bersifat sehari-hari, di Turki," papar Werbowski. Pemerintahan Erdogan yang berlaku tangan besi terhadap negaranya, lanjutnya, telah membuat lelah banyak penghuni negara itu, selama setahun belakangan lebih.
"Bagaimana barat, terutama sponsor terbesar Turki (AS), bereaksi terhadap anti-demokrasinya dan pada perilaku paranoidnya waktu itu (menuduh kekuatan kekuatan perorangan. seperti Fethullah Gulen, ingin menumbangkan pemerintahannya atau merencanakan kematiannya)?" tanya Werbowski.
"Hingga Yanukovich terguling," ujar Werbowski, "Washington mengecamnya sebagai 'boneka Rusia' serta penguasa Ukraina yang korup dan despotik." Namun, sepanjang periode yang sama, dan sampai sekarang, imbuhnya, AS anehnya secara mencolok tetap bungkam terhadap gejolak yang melanda Turki. Aroma standar ganda terasa sangat menyengat dalam kasus ini.
"Tapi, di balik permukaan, ketegangan antara Turki dan Amerika Serikat justru makin meningkat," kata Werbowski. Washington tampaknya tidak merasa nyaman dengan kekuasaan Erdogan, lanjutnya.
Mungkinkah pergantianrezim di Turki menjadi menu Gedung Putih? "Pada titik ini sulit dijawab, namun kesabaran Washington terhadap Erdogan tentu saja tidak tak terbatas, atau dengan kata lain, mulai habis," tutur Werbowski. Mengingat pemilihan umum pada 30 Maret 2014 makin dekat, lanjutnya, segala sesuatu memang menjadi sangat tidak pasti di negeri ini dan dukungan Washington terhadap AKP mungkin bakal berkurang.
"Sejak Juni 2013, Reccip Tayyip Erdogan telah dihadapkan dengan gelombang protes di negaranya, dan terus berlanjut sampai sekarang," papar Werbowski. Ia baru-baru ini dicemooh sebagai korup, nepot, otoriter, dan bahkan beberapa pihak menyebutnya megalomaniak, ujarnya.
"Ia telah melakukan segalanya untuk mempertahankan kekuasaannya, termasuk membersihkan lembaga kepolisian (dari anasir pembangkang) serta aparat keamanan dan pengadilan," kata Werbowski. Kekejamannya tampak tak mengenal batas. Represi konstan telah mencapai titik kritis, tegasnya.
Pilihannya hanyalah, apakah kebijakan dalam negeri bergaya lebih diktator yang bakal terus berlangsung atau pemberontakan "dalam negeri" dan populer "demokratis" yang didukung kelompok-kelompok bayangan, seperti yang beroperasi di Ukraina, yang justru terjadi? "Skenario Ukraina tentu saja didasarkan pada campur tangan luar terhadap urusan internal negara berdaulat," ujar Werbowski.
Mengobarkan kudeta di Turki jauh lebih rumit, lanjut Werbowski, mengingat betapa strategisnya negara itu bagi kepentingan barat. "Selain itu, satu-satunya aktor terkemuka yang saat ini mampu menggulingkan rezim sarat korupsi itu (seperti dalam kasus Mesir baru-baru ini) hanyalah militer," imbuhnya.
Menurut Werbowski, terdapat sejumlah kudeta militer (beberapa dengan bantuan AS) dalam sejarah Turki. "Jadi, kemungkinan ini tidak dapat dikesampingkan," tegasnya.
"Mengingat potensi Crimea untuk memisahkan diri dari Ukraina atau mungkin kembali bersatu dengan Rusia, komunitas Kurdi di Turki yang telah berjuang selama puluhan tahun untuk mendirikan negara merdeka kemungkinan mencermati hasil dari referendum di sana," papar Werbowski. Selain itu, lanjutnya, selepas puluhan tahun konflik bersenjata, perdamaian yang dibangun di bagian timur Turki itu sangat rapuh.
"Namun tumbuhnya gerakan separatis, yang menuntut otonomi daerah lebih luas (yang dipicu krisis Ukraina di wilayah tersebut), kemungkinan menghidupkan kembali semangat nasionalis di Kurdistan Turki," ujar Werbowski. Ini dapat menggoyahkan Turki lebih jauh dan menambah kekacauan internal negara yang ngotot ingin menjadi anggota Uni Eropa itu. (IT/GR/rj)
Dr. Paul Craig Roberts: Kemunafikan AS Catat Rekor Dunia
Islam
Times- http://www.islamtimes.org/vdchiznx623n-md.yrt2.html
Rezim Obama mengklaim bahwa pemungutan suara warga Crimea
(berupa referendum) tidak sah, katanya, karena tidak semua warga Ukraina
ikut memberikan suaranya bagi masa depan Crimea. "Saat mencuri Kosovo
dari Serbia, Washington tidak mengizinkan warga Serbia menggelar
pemungutan suara untuk menentukan apakah Kosovo berpisah dari Serbia
atau tidak," ungkap Roberts.
American Dream (http://urbangospelmission.com)
Selepas meluncurkan kudeta rancangannya di Kiev, Washington langsung menuduh Rusia telah melakukan "intervensi di Ukraina". Taktik propaganda ini berhasil. Lembaga pers Barat melaporkan intervensi Rusia (yang sebenarnya tak ada) seraya mengenyampingkan liputan terhadap intervensi jelas-jelasan puhak Washington.
Demikian ungkap analis senior, Dr. Paul Craig Roberts.
"Setelah serampangan menuduh Rusia menduduki Crimea, kini rezim Obama menuntut bahwa Rusia campur tangan di Crimea dan mencegah rencana referendum pada hari Minggu mendatang," sergah Roberts. Kecuali Rusia menggunakan kekuatan untuk mencegah penduduk Crimea menggunakan haknya untuk menentukan nasib sendiri, lanjutnya, John Kerry malah menyatakan bahwa rezim Obama tidak akan membahas situasi Ukraina bersama Rusia.
"Jadi, Kerry telah memberikan lampu hijau bagi Rusia untuk mengirim pasukan untuk mencegah warga Crimean menentukan nasib sendiri," ujar Roberts, tegas.
Lembaga media Barat, lanjutnya, belum menyadari bahwa dari salah satu sudut mulutnya, Kerry mengecam Rusia karena campur tangan, sementara dari sudut mulutnya yang lain, menuntut Rusia melakukan intervensi atas nama kepentingan Washington dan menekan hak menentukan nasib sendiri warga Crimea. "Apa maksud permintaan tidak masuk akal terhadap Rusia itu?" tanya Roberts.
Rezim Obama mengklaim bahwa pemungutan suara warga Crimea (berupa referendum) tidak sah, katanya, karena tidak semua warga Ukraina ikut memberikan suaranya bagi masa depan Crimea. "Saat mencuri Kosovo dari Serbia, Washington tidak mengizinkan warga Serbia menggelar pemungutan suara untuk menentukan apakah Kosovo berpisah dari Serbia atau tidak," ungkap Roberts.
Dalam pemungutan suara Skotlandia mendatang untuk menentukan apakah akan memisahkan diri dari Inggris atau tidak, lanjutnya, hanya warga Skotlandia yang memberikan suara, bukan penduduk Inggris.
"Tapi proses normal yang sudah terlanjur mapan dalam hukum internasional itu tidak dapat mengizinkan warga Crimean, karena pemungutan suara itu tidak akan mendukung agenda Washington," ujar , Roberts. Jelas, lanjutnya, rezim Obama memang tidak tahu malu.
"Para penghasut perang neo-konservatif yang mengendalikan rezim Obama sedang membual bahwa kecuali Rusia mencegah warga Crimea menentukan nasibnya sendiri, Washington akan menggunakan sanksi untuk 'merusak serusak-rusaknya ekonomi Rusia'," papar Roberts.
Namun, sanksi cenderung menjadi bumerang, kata Roberts. "Sanksi yang akan merusak peekonomian negara-negara boneka NATO Washington, membuat mereka berpikir ulang tentang menyediakan selubung bagi kata-kata dan tindakan agresif Washington," katanya. Pihak Eropalah yang akan membayar tindakan agresif tersebut.
"Sanksi," kata Roberts, "cenderung mempercepat pelaksanaan negosiasi BRICS untuk meninggalkan sistem matauang dolar dan menghasilkan rekening internasional untuk mata uang mereka sendiri." Semua negara yang berhubungan secara keuangan dan ekonomi dengan Barat, lanjutnya, dapat diintimidasi, dihukum, dan digoyang Washington. Kedaulatan nasional tidak konsisten bila menjadi bagian dari sistem matauang dolar AS.
"Dari sudut pandang Washington, pentingnya sanksi bukan terletak pada efek ekonomi, melainkan keuntungan propaganda yang menggambarkan Rusia sebagai pihak bersalah yang sedang dihukum Washington," ungka , Roberts. Tak hanya menempatkan Rusia pada posisi bersalah, imbuhnya, propaganda itu juga menggambarkan Rusia tunduk pada Washington.
"Kenyataannya, pemerintah Crimea merupakan hasil pilihan rakyat, sementara pemerintah yang didapuk Washington di Kiev bukan pilihan rakyat," tukas Roberts. Selama rezim Bill Clinton, George W. Bush, dan Barrack Obama berkuasa, ujarnya, Washington menetapkan bahwa apapun yang melayani agenda Washington adalah legal.
"Setiap aturan hukum yang tidak konsisten dengan agenda Washington dipandang tidak berlaku, karena mereka adalah hukum itu sendiri," lanjut Roberts. Karenanya, tidak mengherankan jika dalam melanggar hukum AS sendiri (yang melarang memberi bantuan keuangan pada pemerintah yang para pemimpinnya berkuasa melalui kudeta atau cara ilegal lainnya), Washington menawarkan bantuan uang sebesar satu miliar dolar AS kepada antek-anteknya di Kiev untuk membantu pemerintah hasil kudeta bangkit dan berjalan, pungkasnya. (IT/GR/rj)
Gerakan Takfiri Internasional
Terorisme berwajah Islam dan militansi agama (baca: Wahhabi Takfiri) akan terus berkembang dan menyebar luas dalam waktu dekat. Ancaman ekstremisme di Timur Tengah telah terfragmentasi dan mulai bergerak ke Afrika, Eropa Timur, Asia Timur, dan kawasan Asia selama dekade terakhir.
Demikian ungkap pakar kontra-terorisme asal Malaysia, Andrin Raj. "Konflik Suriah telah memicu peluang perekrutan bagi penyebarluasan Muslim di Eropa dan global untuk bergabung dalam peperangan di Suriah," lanjutnya.
Menurut Henry Jackson Society di London, lanjut Raj, sekitar 400 orang warga Inggris telah teridentifikasi melakukan perjalanan ke Suriah. "Mereka telah bergabung dengan kelompok yang berafiliasi dengan al-Qaeda untuk berperang di sana," katanya.
Menurut Raj, Suriah akan mendominasi fokus seluruh Jihadis dalam menarik aliran dana dan pemberontak asing dalam jumlah besar. "Tampanya tidak terlalu menjanjikan bagi Afrika, Timur Tengah, dan Asia untuk membatasi derasnya kaum ekstrimis dan militansi agama," imbuhnya.
Asia Tenggara akan menjadi ajang bermain baru bagi kelompok ekstremis dan militansi agama untuk menguji pengaruh mereka, kata Raj. "Keseluruhan wilayah ini juga sangat retan dan ancaman tersebut akan mendominasi di masa depan," lanjutnya.
Ancaman radikalisasi dan ekstremisme, papar Raj, sedang menjadi persoalan keamanan global di tengah masyarakat internasional. "Semua itu, bersama dukungan politik dari kalangan Muslim yang mendominasi kawasan, tidak membuatnya lebih baik," ujarnya.
Timur Tengah, Afrika, dan Asia, lanjut Raj, akan terus menghadapi ekstremisme dan pemberontakan militansi agama. "Inti al-Qaeda bukan lagi mengenai siapa dirinya serta struktur operasionalnya juga telah berubah selama bertahun-tahun," katanya.
Kelompok ekstrimis dan militansi agama sekarang, ujar Raj, fokus pada kapasitasnya untuk bergerak maju. "Kami juga melihat serangan berskala kecil oleh pelaku tunggal dan kelompok agama berusaha melakukan tindakan terorisme global," lanjutnya.
Namun ancaman utama belum bergeser dan akan tetap menjadi operasional inti bagi al-Qaeda.
Sel-sel teroris yang memiliki hubungan dengan al- Qaeda di Pakistan tengah (AQP) dan Asia Tenggara, tutur Raj, akan tetap menjadi fokus pihak pemerintah di kawasan itu dalam melancarkan kontra-terorisme global. "Ancaman baru al-Qaeda sedang bergaung di cakrawala dan akan berlanjut menjadi 9/11 lain dalam waktu dekat," ujarnya mengingatkan.
Pengeboman di Rusia sebelum Olimpiade Musim Dingin di Sochi, kata Raj, merupakan bukti nyata bahwa kemampuan kelompok-kelompok teroris selangkah lebih maju dari pihak otoritas.
"Secara global, al-Qaeda di Jazirah Arab (AQAP) akan tetap menjadi ancaman bagi Barat yang akan diarahkan dari Yaman, al-Qaeda di kawasan Maghreb Islam (AQIM) akan bergerak menuju wilayah Africana, dan al-Qaeda di Pacific Rim (AQPR) akan meliputi wilayah Asia Pasifik," papar Raj. Panggung regional tersebut akan mendominasi perburuan al-Qaeda terhadap destabilisasi global, lanjutnya.
"Asia Tenggara akan mengalami dampak yang besar dari ancaman radikalisasi dan ekstremisme jika pemerintah Muslim gagal membatasi mereka," tegasnya. Ancaman kelompok-kelompok ini, lanutnya, akan berlangsung bersamaan dengan sengketa regional saat ini yang melibatkan beberapa negara Asia di Laut Cina Selatan.
"Meningkatnya ancaman kelompok militan agama yang mulai terbentuk di kawasan ini akan menciptakan lahan subur bagi kelompok teroris untuk beroperasi," terang Raj. Serangan terhadap Sabah dan Zamboanga oleh Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) tahun lalu bersama Kesultanan Sulu dan Kelompok Abu Sayyaf, ujarnya, dapat menggagalkan pembicaraan damai antara Pemerintah Filipina dengan Front Pembebasan Islam Moro (MILF).
"Ancaman itu belum berakhir dan kita akan melihat upaya terus menerus mengacaukan kesepakatan damai sebelum 2016, saat ketika perjanjian damai sepenuhnya ditetapkan dalam pembentukan wilayah Bangsa Moro," papar Raj. MNLF akan terus melancarkan serangan, dan dapat menyasar infrastruktur seperti pada kilang minyak dan gas, kapal pembawa gas cair..., ujarnya.
"Ancaman juga lebih jauh akan menciptakan gangguan perekonomian jika serangan terjadi di Selat Malaka atau bahkan menuju Cina Laut Selatan," kata Raj. Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Kelompok Abu Sayyaf, lanjutnya, telah bekerja sama dalam mendukung MNLF dan Kesultanan Sulu karena mereka cukup terlatih dalam operasi ini.
"Ketegangan agama di Myanmar akibat kekerasan terhadap suku Rohighya terus memburuk dan situasi kemanusiaan [di sana] cukup mengerikan," ujar Raj. Pengaruhnya telah menjalar ke Bangladesh, Thailand, dan terus ke selatan Thailand yang berbatasan dengan Malaysia, lanjutnya.
"Ancaman teroris Thailand selatan saat ini juga telah meluber ke Malaysia dengan pergerakan operatif keluar-masuk kedua negara itu dengan leluasa," katanya, seraya mengingatkan bahwa ancaman itu ters meningkat dan situasinya makin memburuk.
"Prospek 2014 cukup merisaukan, seperti yang kita saksikan, situasi memburuk di Republik Afrika Tengah, Kenya, dan Sudan, sementara situasi yang tidak berubah meliputi Timur Tengah, Asia, dan Asia Timur," papar Raj. Situasi berisiko konflik di Asia Tenggara, lanjutnya, akan mencakup daerah di wilayah Poso Indonesia dan Indonesia secara keseluruhan, serta Thailand Selatan dan Filipina Selatan.
"Dampak radikalisasi dan ekstremisme di daerah-daerah tersebut kemungkinan akan terasa tidak hanya selama tahun mendatang, melainkan malah sepanjang dekade berikutnya, dan bahkan lebih, sebagaimana diklaim para pakar keamanan," teramg Raj. Wilayah tersebut juga diidentifikasi sebagai struktur yang mendukung ekstremisme kekerasan dan fundamentalis agama, lanjutnya.
"Skenario ancaman itu sama sekali tidak boleh dianggap remeh," pungkas Raj. (IT/FZ/rj)
Inilah Skenario dan Tren Terorisme 2014
Islam
Times- http://www.islamtimes.org/vdcd9z0s5yt09n6.lp2y.html
Ancaman radikalisasi dan ekstremisme, papar Raj, sedang menjadi
persoalan keamanan global di tengah masyarakat internasional. "Semua
itu, bersama dukungan politik dari kalangan Muslim yang mendominasi
kawasan, tidak membuatnya lebih baik," ujarnya.
Amerikaiswahabisme
Terorisme berwajah Islam dan militansi agama (baca: Wahhabi Takfiri) akan terus berkembang dan menyebar luas dalam waktu dekat. Ancaman ekstremisme di Timur Tengah telah terfragmentasi dan mulai bergerak ke Afrika, Eropa Timur, Asia Timur, dan kawasan Asia selama dekade terakhir.
Demikian ungkap pakar kontra-terorisme asal Malaysia, Andrin Raj. "Konflik Suriah telah memicu peluang perekrutan bagi penyebarluasan Muslim di Eropa dan global untuk bergabung dalam peperangan di Suriah," lanjutnya.
Menurut Henry Jackson Society di London, lanjut Raj, sekitar 400 orang warga Inggris telah teridentifikasi melakukan perjalanan ke Suriah. "Mereka telah bergabung dengan kelompok yang berafiliasi dengan al-Qaeda untuk berperang di sana," katanya.
Menurut Raj, Suriah akan mendominasi fokus seluruh Jihadis dalam menarik aliran dana dan pemberontak asing dalam jumlah besar. "Tampanya tidak terlalu menjanjikan bagi Afrika, Timur Tengah, dan Asia untuk membatasi derasnya kaum ekstrimis dan militansi agama," imbuhnya.
Asia Tenggara akan menjadi ajang bermain baru bagi kelompok ekstremis dan militansi agama untuk menguji pengaruh mereka, kata Raj. "Keseluruhan wilayah ini juga sangat retan dan ancaman tersebut akan mendominasi di masa depan," lanjutnya.
Ancaman radikalisasi dan ekstremisme, papar Raj, sedang menjadi persoalan keamanan global di tengah masyarakat internasional. "Semua itu, bersama dukungan politik dari kalangan Muslim yang mendominasi kawasan, tidak membuatnya lebih baik," ujarnya.
Timur Tengah, Afrika, dan Asia, lanjut Raj, akan terus menghadapi ekstremisme dan pemberontakan militansi agama. "Inti al-Qaeda bukan lagi mengenai siapa dirinya serta struktur operasionalnya juga telah berubah selama bertahun-tahun," katanya.
Kelompok ekstrimis dan militansi agama sekarang, ujar Raj, fokus pada kapasitasnya untuk bergerak maju. "Kami juga melihat serangan berskala kecil oleh pelaku tunggal dan kelompok agama berusaha melakukan tindakan terorisme global," lanjutnya.
Namun ancaman utama belum bergeser dan akan tetap menjadi operasional inti bagi al-Qaeda.
Sel-sel teroris yang memiliki hubungan dengan al- Qaeda di Pakistan tengah (AQP) dan Asia Tenggara, tutur Raj, akan tetap menjadi fokus pihak pemerintah di kawasan itu dalam melancarkan kontra-terorisme global. "Ancaman baru al-Qaeda sedang bergaung di cakrawala dan akan berlanjut menjadi 9/11 lain dalam waktu dekat," ujarnya mengingatkan.
Pengeboman di Rusia sebelum Olimpiade Musim Dingin di Sochi, kata Raj, merupakan bukti nyata bahwa kemampuan kelompok-kelompok teroris selangkah lebih maju dari pihak otoritas.
"Secara global, al-Qaeda di Jazirah Arab (AQAP) akan tetap menjadi ancaman bagi Barat yang akan diarahkan dari Yaman, al-Qaeda di kawasan Maghreb Islam (AQIM) akan bergerak menuju wilayah Africana, dan al-Qaeda di Pacific Rim (AQPR) akan meliputi wilayah Asia Pasifik," papar Raj. Panggung regional tersebut akan mendominasi perburuan al-Qaeda terhadap destabilisasi global, lanjutnya.
"Asia Tenggara akan mengalami dampak yang besar dari ancaman radikalisasi dan ekstremisme jika pemerintah Muslim gagal membatasi mereka," tegasnya. Ancaman kelompok-kelompok ini, lanutnya, akan berlangsung bersamaan dengan sengketa regional saat ini yang melibatkan beberapa negara Asia di Laut Cina Selatan.
"Meningkatnya ancaman kelompok militan agama yang mulai terbentuk di kawasan ini akan menciptakan lahan subur bagi kelompok teroris untuk beroperasi," terang Raj. Serangan terhadap Sabah dan Zamboanga oleh Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) tahun lalu bersama Kesultanan Sulu dan Kelompok Abu Sayyaf, ujarnya, dapat menggagalkan pembicaraan damai antara Pemerintah Filipina dengan Front Pembebasan Islam Moro (MILF).
"Ancaman itu belum berakhir dan kita akan melihat upaya terus menerus mengacaukan kesepakatan damai sebelum 2016, saat ketika perjanjian damai sepenuhnya ditetapkan dalam pembentukan wilayah Bangsa Moro," papar Raj. MNLF akan terus melancarkan serangan, dan dapat menyasar infrastruktur seperti pada kilang minyak dan gas, kapal pembawa gas cair..., ujarnya.
"Ancaman juga lebih jauh akan menciptakan gangguan perekonomian jika serangan terjadi di Selat Malaka atau bahkan menuju Cina Laut Selatan," kata Raj. Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Kelompok Abu Sayyaf, lanjutnya, telah bekerja sama dalam mendukung MNLF dan Kesultanan Sulu karena mereka cukup terlatih dalam operasi ini.
"Ketegangan agama di Myanmar akibat kekerasan terhadap suku Rohighya terus memburuk dan situasi kemanusiaan [di sana] cukup mengerikan," ujar Raj. Pengaruhnya telah menjalar ke Bangladesh, Thailand, dan terus ke selatan Thailand yang berbatasan dengan Malaysia, lanjutnya.
"Ancaman teroris Thailand selatan saat ini juga telah meluber ke Malaysia dengan pergerakan operatif keluar-masuk kedua negara itu dengan leluasa," katanya, seraya mengingatkan bahwa ancaman itu ters meningkat dan situasinya makin memburuk.
"Prospek 2014 cukup merisaukan, seperti yang kita saksikan, situasi memburuk di Republik Afrika Tengah, Kenya, dan Sudan, sementara situasi yang tidak berubah meliputi Timur Tengah, Asia, dan Asia Timur," papar Raj. Situasi berisiko konflik di Asia Tenggara, lanjutnya, akan mencakup daerah di wilayah Poso Indonesia dan Indonesia secara keseluruhan, serta Thailand Selatan dan Filipina Selatan.
"Dampak radikalisasi dan ekstremisme di daerah-daerah tersebut kemungkinan akan terasa tidak hanya selama tahun mendatang, melainkan malah sepanjang dekade berikutnya, dan bahkan lebih, sebagaimana diklaim para pakar keamanan," teramg Raj. Wilayah tersebut juga diidentifikasi sebagai struktur yang mendukung ekstremisme kekerasan dan fundamentalis agama, lanjutnya.
"Skenario ancaman itu sama sekali tidak boleh dianggap remeh," pungkas Raj. (IT/FZ/rj)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar