Bayang-bayang Krisis Suriah di KTT Liga Arab
Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) Liga Arab yang digelar Selasa (25/3) di Kuwait
rupanya tak lepas dari pengaruh krisis Suriah. KTT Liga Arab ke 25
rencananya digelar selama dua hari mulai 25-26 Maret.
Pengaruh krisis Suriah terhadap KTT ini baik itu sebelum maupun ketika
sidang para pemimpin Arab ini digelar sangat kentara. Para pemimpin
negara-negara anggota Liga Arab sebelum sidang resmi telah menggelar
pertemuan tertutup dan sepakat untuk tidak membahas friksi antar
negara-negara Arab kawasan Teluk Persia.
Friksi yang
timbul di antara anggota Dewan Kerjasama Teluk Persia (P-GCC)
dipengaruhi oleh krisis Suriah, karena pemerintah Qatar pasca proses
transisi kekuasaan dari Sheikh Hamad kepada putranya Sheikh Tamim telah
mengubah kebijakannya dalam krisis Suriah dari intervensi aktif ke arah
intervensi yang berhati-hati. Hal ini telah mengakibatkan ketidakpuasan
anggota P-GCC lainnya khususnya Arab Saudi.
Ketidakpuasan Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain atas kinerja
baru Qatar sangat serius. Bahkan ketiga negara ini tak segan-segan
menarik duta besar mereka dari Doha.
KTT Liga Arab di
Kuwait saat digelar benar-benar terpengaruh oleh krisis yang tengah
berkobar di Suriah. Sabah Ahmad al-Sabah, emir Kuwait yang memimpin
sidang ke 25 Liga Arab secara tak langsung mengkritik intervensi
negara-negara Arab dalam krisis Damaskus dan memperingatkan siapa saja
yang berpikir terhindar dari dampak krisis Suriah benar-benar berada
dalam kekeliruan. Hal ini dikarenakan dampak dari krisis Suriah kini
telah melampaui negara ini.
Sheikh Tamim bin Hamad,
emir Qatar dalam pidatonya hanya mengisyaratkan secara singkat krisis
Suriah dan sikap tersebut mengidikasikan bahwa ia lebih memilih bersikap
lebih berhati-hati dalam menyikapi krisis Damaskus supaya jangan sampai
bernasib seperti ayahnya.
Fokus emir Qatar terhadap
isu Palestina secara tidak langsung mengindikasikan penentangannya
terhadap kinerja Arab Saudi dalam krisis Suriah sehingga friksi antara
Riyadh dan Doha dalam KTT ini semakin tampak jelas. Berbeda dengan
strategi emir Qatar dan Kuwait, Pangeran Salman bin Abdulaziz, pangeran
mahkota Arab Saudi dalam pidatonya kembali menekankan urgensitas
dukungan terhadap kelompok teroris dan kubu oposisi Suriah.
Meski demikian Pangeran Salman mengakui keseimbangan kekuatan di Suriah
menguntungkan negara ini. Sebelumnya, solidaritas dan kesamaan visi di
antara negara-negara Arab terkait krisis Suriah sangat kuat, namun
keberhasilan militer Sudiah di medan tempur, kejahatan nyata dan
brutalitas kelompok teroris, korban besar akibat krisis ini serta
kekalahan opsi militer dalam krisis Damaskus telah mendorong munculnya
friksi di antara anggota Liga Arab.
Kini Arab Saudi
dan mitra-mitranya mulai terkucil dalam KTT Liga Arab, bahkan friksi di
antara negara anggota pun semakin tajam. Perbedaan dan friksi tersebut
akibat krisis Suriah. Dalam hal ini, Arab Saudi dan negara yang sehaluan
dengan Riyadh gagal menyerahkan kursi Suriah di Liga Arab kepada
kelompok oposisi Suriah. Dan sampai saat ini kursi Suriah di Liga Arab
masih tetap kosong. (IRIB Indonesia/MF/NA)
Krisis Internal Mengoyak Israel
Gelombang
aksi pemogokan massal yang dilakukan para diplomat dan staf kementerian
luar negeri rezim Zionis menyebabkan perwakilan Israel di seluruh dunia
ditutup.Juru Bicara kementerian Luar Negeri Israel, Yigal Palmor
mengatakan aksi pemogokan yang dilakukan sebagai bentuk protes terhadap
rendahnya upah tersebut menyebabkan seluruh perwakilan Israel yang
berjumlah 102 di seluruh dunia diliburkan. Menurut Palmor, pemogokan
yang dimulai sejak 5 Maret lalu itu telah menyebabkan tertundanya
kunjungan pemimpin katolik dunia, Paus Franciscus ke Israel.
Sebelumnya, kantor perdana menteri Israel mengungkapkan bahwa lawatan
Benyamin Netanyahu ke Amerika Latin juga ditunda akibat aksi pemogokan
di kementerian luar negeri Israel. meski telah dilancarkan berbagai
ancaman terhadap pelakunya oleh para pejabat teras kemenlu rezim Zionis,
hingga kini pemogokan yang diikuti lebih dari 1200 orang tersebut belum
diketahui kapan akan berakhir.
Bersamaan dengan
berlanjutnya aksi pemogokan diplomat dan staf kementerian luar negeri
rezim Zionis, terjadi aksi serupa yang dilakukan para pegawai
kementerian perguruan tinggi, medis, tranportasi dan layanan publik.
Aksi tersebut diikuti oleh puluhan ribu orang sebagai bentuk protes
terhadap kebijakan ekonomi kabinet Netanyahu. Mereka juga menuntut
kenaikan upah dan pemulihan kondisi ekonomi.
Selama
beberapa tahun terjadi lonjakan biaya hidup, krisis properti,
peningkatan kesenjangan sosial, kejahatan yang semakin merajalela,
pengangguran yang meroket serta berbagai masalah sosial lainnya yang
memicu kemarahan warga Israel. Bahkan sebagian dari mereka memutuskan
untuk meninggalkan palestina pendudukan.
Para analis
ekonomi menilai kebijakan Netanyahu dalam beberapa tahun ini menyebabkan
Israel semakin terkucil di tingkat regional dan internasional. Sanksi
terbaru yang dijatuhkan Uni Eropa yang memprotes berlanjutnya
pembangunan distrik ilegal Israel di wilayah Palestina menyebabkan
posisi Tel Aviv kian terpojok dan berakibat memburuknya kondisi ekonomi
rezim Zionis.
Di saat Tel Aviv berambisi melanjutkan
kebijakan migrasi Yahudi dari berbagai negara ke Israel, tapi fakta yang
terjadi justru sebaliknya. Orang-orang Yahudi yang berada di Israel
melakukan eksodus meninggalkan Palestina pendudukan menuju benua Amerika
dan Eropa akibat memburuknya kondisi ekonomi dan sosial, terutama
melonjaknya pengangguran dan rendahnya upah. Para analis menilai
berlanjutnya kondisi yang memicu kekhawatiran besar para pejabat teras
Tel Aviv, terutama Netanyahu ini, akan menyeret Israel menuju tepi
jurang kehancurannya yng dimulai dari dalam.(IRIB Indonesia/PH)
Menyimak KTT Keamanan Nuklir di Den Haag
Penyelenggara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Keamanan Nuklir atau Nuclear Security Summit (NSS) yang digelar Senin (24/3) di kota Den Haag Belanda menytakan sekitar 58 pemimpin dunia mengikuti KTT ini. Presiden Amerika Serikat dan Cina termasuk kepala negara yang hadir dalam KTT tersebut.
Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte akan mewakili tuan rumah. Sedangkan Angela Merkel, kanseli Jerman, Shinzo Abe, PM Jepang dan David Cameron, perdana menteri Inggris dilaporkan juga termasuk perserka yang mengikuti KTT Keamanan Nuklir yang ketiga ini. Selain itu, hadir juga 17 wakil presiden dan 13 menteri. Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov akan hadir di Den Haag mewakili Presiden Vladimir Putin.
Ini merupakan KTT Keamanan Nuklir yang ketiga. KTT pertama digelar di Washington, Amerika pada tahun 2010 dan kedua di Seoul, Korea Selatan pada tahun 2012. Berdasarkan berbagai laporan, agenda utama KTT kali ini membahas isu terorisme nuklir. Terorisme nuklir tercatat sebagai modus terorisme baru dan paling berbahaya. Kemungkinan munculkan terorisme nuklir membuat dunia sangat khawatir.
Aksi terorisme nuklir dapat disebut sebagi penggunaan bahan serta senjata nuklir terhadap person atau pemerintah serta juga mengandung unsur perilaku ilegal terhadap bahan serta instalasi nuklir. Oleh karena itu, dalam dokumen internasional, terorisme nuklir bukan sekedar tindak kekerasan nuklir atau ancaman terhadap pemerintah atau person. Menurut dokumen internasional, aksi terorisme nuklir juga mencakup, penyediaan, kepemilikan, pembelian dan penjualan, penyelundupan serta penggunaan bahan-bahan radioaktif dan senjata nuklir. Bahkan juga sekedar permintaan pun dapat dikategorikan sebagai terorisme nuklir.
Dalam hal ini di KTT Den Haag diupayakan pencapaian mekanisme guna mencegah kelompok teroris memiliki bahan-bahan radioaktif dan senjata nuklir. Dengan demikian keamanan nuklir tidak akan terganggu.
Meski pembahasan terorisme nuklir memiliki urgensitas tersendiri, namun realitanya adalah keamanan dunia dewasa ini lebih terancam oleh kekuatan-kekuatan nuklir yang kebetulan para pemimpinnya menghadiri KTT ini, ketimbang oleh kelompok teroris. Meski ada upaya internasional untuk mengurangi timbunan senjata nuklir khususnya Traktat Non Proliferasi Nuklir (NPT), kekuatan besar nuklir dunia masih tetap memodernisasi senjata nuklirnya.
Dalam hal ini laporan Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) yang dirilis Juni 2013, kelima negara yang dikenal sebagai negara nuklir tengah menempatkan atau membuat senjata serta sistem pelontar nuklir. Bahkan mereka berencana melakukan tindakan tersebut.
Dalam laporan ini ditekankan bahwa lima negara nuklir dunia (Cina, Perancis, Rusia, Inggris dan Amerika) memutuskan untuk mempertahankan gudang senjata nuklirnya untuk selamanya. SIPRI menyatakan, sejak awal tahun 2013, Amerika Serika, Rusia, Perancis, Inggris, Cina, India, Pakistan serta Rezim Zionis Israel memiliki sekitar 4400 senjata nuklir.
Masih menurut SIPRI, jika seluruh hulu ledak nuklir dihitung maka negara tersebut memiliki sekitar 17.265 senjata nuklir. Padahal penandatangan NPT di mana anggota tetap Dewan Keamanan PBB juga termasuk didalamnya, menyatakan komitmennya untuk melucuti senjata nuklirnya.
Sepertinya kecil kemungkinan bahwa negara-negara pemilik senjata nuklir sejatinya berniat melepas gudang senjata nuklirnya. Program jangka panjang modernisasi negara-negara ini mengindikasikan bahwa senjata nuklir dalam pandangan mereka merupakan indeks dan parameter kekuatan serta citra internasional.
Dengan demikian dunia masih saja menyaksikan keberadaan gudang-gudang senjata nuklir yang bukannya berkurang, namun malah terus bertambah atau penimbunan terus menerus senjata nuklir baru di gudang senjata tersebut. Pada akhirnya kondisi ini hanya akan mengancam keamanan dan perdamaian dunia. (IRIB Indonesia/MF)
Fethullah Gülen: "Sheikh al-Bouti dalam Posisi Benar"
Islam Times-
http://www.islamtimes.org/vdcgxn9wyak93y4.1ira.html
"Sheikh al-Bouti benar posisinya mengenai krisis Suriah", demikian menukil laporan Syria 24, Rabu.
Muhammad Fethullah Gülen
Muhammad Fethullah Gülen atau yang akrab disapa Hocaefendi, merupakan sosok ulama kharismatik dan paling berpengaruh di Turki bahkan di seluruh dunia saat ini dalam sebuah pernyataan Rabu, 26/03/14, mengakui bahwa posisi dukungan kepada Suriah adalah benar.
"Sheikh al-Bouti benar posisinya mengenai krisis Suriah", demikian menukil laporan Syria 24, Rabu.
Fethullah Gülen sebelumnya adalah tokoh spritual utama Erdogan yang kini berubah menjadi musuh utama Perdana Menteri Turki tersebut.
Sebelumnya, pada Sabtu, 21/12/13, enam orang angggota kelompok Takfiri bersenjata yang berafiliasi dengan Front al-Nusra mengaku melakukan pembunuhan terhadap Sheikh Syahid Mohammad Said Ramadhan al-Bouti, Ulama Sunni kharismatik, di Masjid al-Iman di Damaskus, Suriah pada 21 Maret 2013 setelah diperintahkan oleh pemimpin tinggi gerakan Takfiri tersebut.
"Setelah Sheikh al-Bouti mengkritik operasi Jabhat (Front) al-Nusra di Suriah, kami diperintahkan untuk membunuhnya, karena fatwa dari pejabat umum legislatif Jabhat al-Nusra yang bernama Abu Khadijeh al-Ordoni," kata salah satu anggota Takfiri sesuai dengan pengakuannya yang disiarkan oleh TV Suriah pada hari Sabtu, 21/12/13.
Anggota Takfiri itu mengatakan sebelumnya, pembunuhan Sheikh al-Bouti itu direncanakan di al-Hamidiyyeh Souk setelah ia selesai khotbah Jumat di Masjid Umayyah sementara mobilnya melewati wilayah Souk.
"Namun, rencana itu akhirnya berubah setelah kita mendapatkan informasi bahwa Sheikh al-Bouti mengadakan pelajaran agama setiap hari Kamis di Masjid al-Iman sehingga pembunuhan itu berlangsung di Masjid itu," kata para Takfiri Salafi.
Mereka lebh lanjut mengatakan, rencana untuk menyerang Sheikh al-Bouti juga dilakukan dengan memakai bom mobil bunuh diri dengan memakai sabuk peledak, namun rencana itu diubah karena dikhawatirkan, mobil yang membawa Sheikh berlapis baja. [IT/Onh/Ass]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar