Rabu, 08 Agustus 2012

....Rhoma Irama Menangis, Sampaikan Isi Quran Dianggap SARA ???... Apakah Dakwah Harus Dibawa ke Panwas? ..."Ini yang dimaksud SARA? Menyampaikan ayat kitab suci di rumah ibadah?" ujar Rhoma..>>>....ini isi SMS Ahok...Berikut adalah isi pesan tersebut: "Ini SMS Ahok kepada kelompok Cina dan orang Kristen, dlm rangka utk pemenangannya : 1. Teman seiman yg dikasihi Tuhan Yesus, Mari sama2 kita rapatkan barisan menjaga kekristenan kita dgn memiih no 3, dan Tuhan Yesus pasti menolong kita. 2. Kuasa Salib di depan mata. Pilih Ahok, Iman kristen kita pasti terjaga 3. Kasih Tuhan dan kuasa Gereja akan terbukti setelah 20 September 2012 Satukan barisan buat Jokowi-Ahok 4. Hadirkan Kuasa Yesus di Jakarta dan kita kalahkan kesombongan muslim. Pilih No 3 5. Mari rapatkan barisan gereja, kita menuju kemenangan No. 3 6. Kita pasti menang, Ahok pasti jadi Gubernur setelah Jokowi menjadi Wapres 7. Jokowi se-iman dg kita, jangan kuatir. Kristen bersatu memenangkan Jakarta 8. Kalbar dan kalsel sdh di tangan kita, kristen berkibar di Indonesia dimulai dari Jakarta. Pilih Ahok dan jangan ragu. Tuhan Yesus bersama kita 9. Kristen dan Katholik bersatu memenangkan Jakarta Satu 10. Cristian Center pasti terwujud menyambut kemenangan jokowi Ahok 11. Kita belajar dari Singapura, Cina kuasai melayu. Jakarta milik kita 12. Masa' sih cuma Islamic Center, Kapan Cristian Center terbentuk? Jangan tunda lagi, pilih Jokowi-Ahok. Cristian Center pasti terwujud". Menanggapi SMS melalui BB yang dsebar Ahok, sampai-sampai, salah satu Ketua DPP Partai Demokrat, Ruhut Sitompul berpesan kepada Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki T. Purnama atau yang dikenal Ahok untuk tidak memperalat umat Kristen dalam upaya memenangkan Pemilukada Jakarta. Pasalnya hal itu akan menimbulkan kesan tidak baik. Ruhut juga berpesan kepada Ahok, agar jangan sok berkuasa. Karena itu ia mengajak untuk saling menghormati umat beragama di Indonesia. Menurutnya, Ahok telah mengumbar janji yang sudah mengarah ke unsur SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan) demi mendapatkan simpati yang mengatasnamakan agama. Seperti halnya janji Ahok yang akan mempermudah pemberian izin pendirian gereja di Jakarta. "Kampanye boleh, tapi jangan SARA," ujarnya, pada Jumat (20/7/2012) lalu. >>> Sementara itu, Tim kampanye pasangan calon gubernur DKI Jakarta Joko Widodo-Basuki T.Purnama membantah pernah memasang spanduk berisi dukungan mengatasnamakan etnis, suku, atau agama tertentu. Ketua Tim Kampanye Jokowi-Basuki, Boy Bernadi Sadikin menilai ada pihak yang sengaja ingin membuat citra negatif terhadap pasangan cagub pemenang Pilkada DKI putaran satu itu. "Tim kampanye tidak pernah memasang spanduk ucapan selamat dengan mengatasnamakan etnis, suku atau agama. Apalagi yang berpotensi bisa menimbulkan asosiasi buruk kepada pihak Jokowi-Basuki," kata Boy lewat keterangan persnya di Jakarta, Kamis (2/8)..... >> ..Saya kira dari dulu di zaman Bung Karno ada kriteria pemimpin. Katanya, pertama dia harus Jawa. Kedua, dia harus Islam, dan ketiga dia nasionalis. Berarti yang di luar itu sudah kecil kemungkinan. Begitu juga di zaman Orde Baru. Maka ketika Rhoma membuat kriteria pemimpin menurut keyakinanya adalah suatu yang sah dan tidak perlu dipersoalkan. Tapi ketika Rhoma tampil dalam khutbah untuk mengajak pemimpin Islam, apa yang salah? Sebagai pribadi Muslim saya kira kita terikat dengan hal itu, bukan hanya Rhoma. Masalahnya lain, ketika Bang Haji berada pada momentum menjadi tim sukses. >>> ...Kalau saya sebagai seaorang lawyer, saya siap membela mati-matian Bang Haji jika hal itu dipersoalkan. Apalagi Rhoma tidak termasuk ke dalam salah satu Tim Kampanye. Dia hanya menyatakan sebagai pribadi, lha kalau sebagai pribadi dia punya hak dong? Lalu mana itu kebebasan berbicara dan berpendapat?..>>>...Itu semua adalah bagian dari kebebasan menjalankan ibadah, itu kan dijamin undang-undang. Tentu hal-hal seperti ini harus dibebaskan dari intrik-intrik politik. Rhoma Irama melakukan itu kan tidak sebagai intrik politik, dia hanya menjaga gawang...>>...jadi bangsa kita yang menjunjung demokrasi tapi kok sering tebang pilih dan tendensius. Orang yang berbuat baik kok dibilang jahat?...>>>...Jika ada Pendeta mengajak memilih Ahok di gereja, apakah itu juga SARA? Kalau Rhoma Irama bisa dipanggil, harusnya mereka juga. Jadi maaf untuk para Pendeta dan Biksu, yang mendukung salah satu partai tentu saya yakin juga sudah mengajak teman-temannya di Glodok untuk memilih yang sipit-sipit. Apakah itu salah? Itu tidak salah. Itu hak orang untuk mengajak terhadap apa yang diyakininya. Kecuali jika dibilang, ”Hei, jangan pilih Rhoma Irama karena rambutnya gondrong.” Tapi kalau mereka mengajak untuk memilih karena alasan dia sipit, kan boleh-boleh saja....>>>


Siapa Menuding SARA, Terpercik Muka Sendiri
Spanduk dukungan umat Kristen yang dianggap SARA

Selasa, 07 Agustus 2012 .
http://hidayatullah.com/read/24195/07/08/2012/siapa-menuding-sara,-terpercik-muka-sendiri.html



Oleh: Rosdiansyah
SYAHDAN, aparat Orde Baru (Orba) sangat kesulitan melindungi kelompok-kelompok minoritas yang biasa mereka peras. Bagi Orba, memproteksi tentu ada biaya, tidak gratis. Perlindungan pada kelompok minoritas yang sudah lama dikendalikan dan sudah nyaman dalam pelukan rezim Orde Baru rupanya memang sangat dibutuhkan. Harus ada rumusan baru yang bisa membentengi kepentingan kelompok minoritas ini, sehingga mereka bisa terus diperas dengan imbalan perlindungan. Begitulah kiranya yang terbaca dari pengumuman super penting tokoh di balik perancang istilah 'Suku, Agama, Ras dan Antar-Golongan' (SARA), Wakil Komandan Komando Pengendalian dan Ketertiban Keamanan, Laksamana Sudomo. Saat itu, 21 September 1983, hari tatkala rezim Orde Baru merasa perlu menciptakan akronim baru untuk mencurigai siapa saja yang berani melawan kebijakan represif bin otoriter Orde Baru.

Kopkamtib merupakan lembaga ciptaan Orde Baru. Lembaga ini bekerja bak aksi 'SS-Gestapo Hitler' Jerman atau ala 'NKVD Stalin'. Memang, kala itu sudah ada Badan Intelijen Negara atau lembaga-lembaga intelijen militer serta penegakan hukum, namun rezim Orde Baru lebih berselera menciptakan sendiri lembaga baru yang bisa menggabungkan lembaga intelijen beraksi polisi rahasia.

Ya, para aparat Kopkamtib merupakan paduan dari aparat operasi intelijen plus polisi rahasia. Mereka bekerja melalui cara-cara intelijen, mudah memberi cap pada perseorangan atau lembaga. Berdasar cap itu, maka ruang gerak seseorang atau lembaga kian dibatasi, jalur komunikasinya diawasi bahkan diputus. Tentu saja, kerja-kerja Kopkamtib ini tak banyak diketahui publik alias diam-diam saja.

Sejarah masa Orde Lama ditafsirkan sepihak oleh sejarawan Orde Baru, bahwa di Indonesia ini ada dua ekstrem yang patut diwaspadai.

Pertama adalah ekstrem kiri (EKA) yang tak lain PKI dan kedua tentu saja ekstrem kanan (EKA), yang bukan lain adalah kelompok Muslim ekstrem. Selama dekade '70-an, istilah EKI dan EKA itu terus menerus dihembuskan. Disebarkan ke dalam birokrasi, militer, kepolisian, aparat pemerintah lainnya, sehingga muncul resistensi tinggi pada keduanya. Sesudah puas berhasil menghasut kesana-kemari, lalu Kopkamtib menciptakan istilah baru, yakni SARA.      

Salah-satu proyek prestisius Kopkamtib adalah membangun batasan-batasan SARA. Belum pernah terdengar apakah dulu batasan itu sudah terlebih dulu dikaji secara akademis ataukah sudah pernah dibincang dengan DPR. Yang jelas, batasan SARA itu dijabarkan sendiri oleh aparat Kopkamtib. Unsur subyektivitas dalam batasan SARA itu sangat penting sebab memang dirancang untuk menopang keberlangsungan pemerintahan Orde Baru. Rupanya, Kopkamtib belajar banyak ke tokoh propaganda Nazi Jerman, Joseph Goebbels, bagaimana menstigma lawan.

Berkat batasan SARA ini, aparat Orde Baru bisa aman dan nyaman untuk mengendalikan sekaligus memanfaatkan kaum minoritas. Sebaliknya, dengan batasan SARA sesuai kehendak hati rezim Orde Baru, maka siapa saja bisa menjadi musuh negara (enemy of the state) dan kemudian harus dieliminasi.

Mulai akhir tahun 1983, Kopkamtib sibuk luarbiasa mensosialisasikan istilah dan batasan SARA itu. Menurut Kopkamtib, SARA adalah 'lampu merah' kehidupan sosial-politik dan budaya. Siapapun di luar pemerintahan, bisa dituding sebagai pelaku SARA. Hukumannya bisa sangat berat. Melampaui atau melanggar batasan SARA, bisa diterjemahkan mengganggu ketertiban umum, ujung-ujungnya dituding melawan negara.

Tujuan sesungguhnya dari SARA mungkin hanya aparat Kopkamtib yang tahu, sedangkan rakyat jelata secara umum cuma jadi penonton. Tidak boleh ada yang mempertanyakan apalagi memprotes, jika aparat Kopkamtib sudah bertitah soal SARA. Bahkan melalui 'politik SARA', rezim Orde Baru membungkam aspirasi berbeda dari rakyat, misalnya putra daerah dilarang menghembuskan isu kedaerahan dalam kompetisi politik di daerah itu, karena bisa dituding melabrak batasan SARA.

Bahkan tokoh Islam yang ingin mengungkapkan identitas keislamannya dan berbicara tentang jalan hidup Islami juga diwaspadai bahkan dilarang, karena dianggap mendekati SARA. Politik SARA Orde Baru ini menjadi senjata untuk memberangus identitas majemuk, termasuk mencurigai siapapun yang berbicara tentang kaidah-kaidah Islami. Sejarah dekade '80-an mencatat, setelah politik SARA dihembuskan rezim Orde Baru, terjadi penangkapan, penahanan sekaligus pengawasan ketat pada siapapun umat Islam yang hendak berbicara identitas keislaman. 

Salah-satu bapak pendiri bangsa Bung Karno menegaskan, jangan sekali-kali melupakan sejarah (JAS MERAH). Maka, sejarah politik SARA Orde Baru tak boleh dilupakan. Inilah sejarah kelam anti-Pancasila, anti-aspirasi kemajemukan, melalui mekanisme peminggiran umat Islam Indonesia, atas nama SARA. Dibawah naungan politik SARA, aktor-aktor negara Orde Baru menari-nari di atas penindasan kepada kelompok Islam Indonesia yang hendak menjalankan ajaran Islam dengan baik dan benar.


Keblinger Politik SARA

Setting politik kini sudah berubah, reformasi sudah berjalan, namun mentalitas serta cara pikir Orde Baru masih merasuki para aktor politik dan penggembira wacana SARA. Jika dulu pemerintah yang menghembuskan SARA untuk menindas kelompok Islam, maka saat ini ada kelompok-kelompok Islamofobia di masyarakat yang kerasukan jin SARA Orde Baru. Kasus ajakan Rhoma Irama yang dilontarkan di dalam sebuah masjid menjadi contoh. Rhoma yang akrab disapa Bang Haji dituding kelompok Islamofobia telah menghembuskan SARA. Inilah bukti, kelompok Islamofobia pengidap politik SARA masih bergentayangan. Kelompok ini bak 'zombie Orde Baru', bertubuh masa kini, berpikiran persis Orde Baru. Kelompok 'zombie' pengidap Islamofobia ini tak berani terang-terangan menyatakan diri anti-aspirasi Muslim.   [Baca juga: Rhoma Irama Menangis, Sampaikan Isi Quran Dianggap SARA]

Mereka menggunakan berbagai strategi. Pertama, golongan ini bertengger di belakang kelompok muslim puber pengusung 'Unholy Trinity' (pluralisme, sekularisme dan liberalisme). Ada simbiosis mutualisme diantara keduanya, yang satu butuh duit buat hidup, yang memberi duit butuh corong ketidak-sukaannya pada identitas keislaman.
Kedua, kelompok Islamofobia menggunakan 'Pancasila' sebagai perisai temporer.
Ke mana-mana mereka selalu mengklaim diri paling pancasilais, mirip dulu pejabat Orde Baru manggala BP7 yang merumuskan P4 sebagai tafsir tunggal Pancasila. Bisa dipastikan, justru mereka inilah sesungguhnya dalam sejarah Indonesia telah terbukti sebagai kelompok pemanipulasi Pancasila.

Ketiga, kelompok Islamofobia ini masuk ke dalam jalur politik mempengaruhi para elit. Mereka menghembuskan isu SARA agar para elit muslim tak mau dekat-dekat pada kelompok Islam. Tragisnya, banyak elit politik kita mengidap amnesia sejarah. Mereka menjadi alergi aspirasi muslim apalagi setelah dipanas-panasi kelompok Islamofobia 'zombie' Orde Baru. Keempat, dengan mengasingkan elit muslim di pemerintahan, DPR dan ormas keagamaan itu, lalu mereka menjadikan para elit ini sebagai 'the devil advocate' (pembela kejahatan) atas agenda-agenda sepihak dan terselubung. Kelima, mereka menggunakan berbagai media untuk menyudutkan kelompok-kelompok Muslim dengan tudingan SARA.          
Kelompok Islamofobia bak menepuk air SARA di baskom kebangsaan, terpercik muka sendiri. Mereka inilah yang sesungguhnya telah dirasuki politik SARA Orde Baru, menggunakan perangkat Orde Baru sekaligus berperilaku persis Orde Baru. Dengan menghembuskan isu SARA, maka rezim Orde Baru kembali berjaya, tanpa lawan minus tandingan.

Saat ini, raga Kopkamtib sudah tiada, tapi jiwa Kopkamtib merasuk ke dalam kelompok Islamofobia yang ingin berkuasa melalui penghembusan isu SARA. Kalau dulu pemerintah rajin menebar isu SARA, maka sekarang kelompok Islamofobia paling doyan sedikit-sedikit menuding SARA.* Penulis Kolektor buku dan kitab, tinggal di Surabaya

Red: Cholis Akbar

Rhoma Irama Menangis, Sampaikan Isi Quran Dianggap SARA 

Senin, 06 Agustus 2012 . http://www.hidayatullah.com/read/24192/06/08/2012/rhoma-irama-menangis,-sampaikan-isi-quran-dianggap-sara-.html

Hidayatullah.com— 
"Ini yang dimaksud SARA? Menyampaikan ayat kitab suci dirumah ibadah...

Meyakini kebenaran agama di akhir zaman, ibarat memegang bara api di tangan. Boleh jadi itulah yang ada dalam benak Si Raja Dangdut, Haji Rhoma Irama.

Dalam sebuah keterangan pers di hadapan Panwaslu, Rhoma menjelaskan pernyataannya yang kini dikritik banyak pihak sebagai pidato berbau suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) baru-baru ini. Rhoma menjelaskan, bahwa apa yang disampaikan adalah al-Quran, namun justru dianggap SARA.


"Saya diundang dalam rangka klarifikasi. Di sana saya mengucapkan sebuah ayat. Allah berfirman bahwa orang Islam dilarang memilih orang kafir sebagai pemimpin," kata Rhoma, di kantor Panwaslu, Jakarta, Senin (06/08/2012) dikutip Inilah.com.

Usai menyampaikan satu kalimat, Rhoma pun menangis, sambil menyeka airmatanya dengan sorbannya.

Menurut Rhoma,  wajib seorang Muslim memilih pemimpin yang sesama Muslim, karena itu adalah perintah Allah Subhanahu Wata’ala. Rhoma juga berkeras bahwa menyampaikan ayat kitab suci di rumah ibadah bukan suatu kesalahan. Bahkan semua agama juga akan menerima hal tersebut.

"Ini yang dimaksud SARA?  Menyampaikan ayat kitab suci di rumah ibadah?"  ujar Rhoma dikutip Kompas.com.

Sebagaimana diketahui, Rhoma dianggap berceramah berbau SARA ketika di tengah jemaah Masjid Al Isra, Tanjung Duren, Jakarta Barat, menjelaskan pentingnya memilih pemimpin dari kaum Muslim sendiri. Rhoma secara terbuka meminta warga agar tidak memilih Jokowi-Ahok.
Ia merasa isi ceramahnya tersebut sesuai dengan kondisi Jakarta saat ini yang sedang menjalankan tahapan pemilihan kepala daerah (pilkada).


"Semua ulama wajib menyampaikan sesuai dengan situasi dan kondisi. Karena kondisinya pemilu, jadi pesan-pesan tentang memilih pemimpin ya wajar saja dibicarakan dan harus disampaikan," jelasnya dikutip Kompas.

HAM dan Islam

Sementara itu, anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Saharudin Daming menilai terlalu naïf menggiring ceramah Rhoma Irama ke dalam kasus SARA. Jika hal tersebut tergolong SARA, maka akan banyak sekali orang yang dipidanakan hanya karena mengajak pada entitas tertentu.

“Jadi itu rumitnya hidup dalam negara yang menjunjung tingggi Hak Asasi dan demokrasi di tengah upaya umat Islam menjunjukkan identitas keislamannya,” ujarnya kepada hidayatullah.com. 


LIHATLAH ISI SMS AHOK:..

Justru Ahok Lah yang Menebar Pesan SARA Melalui Black Berry-nya


www.blogger.com/blogger.g?blogID=6660297917839456177#editor/target=post;postID=3182216678800316421
http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2012/08/03/20099/justru-ahok-lah-yang-menebar-pesan-sara-melalui-black-berrynya/



Berikut adalah isi pesan tersebut:

"Ini SMS Ahok kepada kelompok Cina dan orang Kristen, dlm rangka utk pemenangannya :
1. Teman seiman yg dikasihi Tuhan Yesus, Mari sama2 kita rapatkan barisan menjaga kekristenan kita dgn memiih no 3, dan Tuhan Yesus pasti menolong kita.
2. Kuasa Salib di depan mata. Pilih Ahok, Iman kristen kita pasti terjaga
3. Kasih Tuhan dan kuasa Gereja akan terbukti setelah 20 September 2012 Satukan barisan buat Jokowi-Ahok
4. Hadirkan Kuasa Yesus di Jakarta dan kita kalahkan kesombongan muslim. Pilih No 3
5. Mari rapatkan barisan gereja, kita menuju kemenangan No. 3
6. Kita pasti menang, Ahok pasti jadi Gubernur setelah Jokowi menjadi Wapres
7. Jokowi se-iman dg kita, jangan kuatir. Kristen bersatu memenangkan Jakarta
8. Kalbar dan kalsel sdh di tangan kita, kristen berkibar di Indonesia dimulai dari Jakarta. Pilih Ahok dan jangan ragu. Tuhan Yesus bersama kita
9. Kristen dan Katholik bersatu memenangkan Jakarta Satu
10. Cristian Center pasti terwujud menyambut kemenangan jokowi Ahok
11. Kita belajar dari Singapura, Cina kuasai melayu. Jakarta milik kita
12. Masa' sih cuma Islamic Center, Kapan Cristian Center terbentuk? Jangan tunda lagi, pilih Jokowi-Ahok. Cristian Center pasti terwujud".
Menanggapi SMS melalui BB yang dsebar Ahok, sampai-sampai, salah satu Ketua DPP Partai Demokrat, Ruhut Sitompul berpesan kepada Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki T. Purnama atau yang dikenal Ahok untuk tidak memperalat umat Kristen dalam upaya memenangkan Pemilukada Jakarta. Pasalnya hal itu akan menimbulkan kesan tidak baik.  Ruhut juga berpesan kepada Ahok, agar jangan sok berkuasa. Karena itu ia mengajak untuk saling menghormati umat beragama di Indonesia.

Menurutnya, Ahok telah mengumbar janji yang sudah mengarah ke unsur SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan) demi mendapatkan simpati yang mengatasnamakan agama. Seperti halnya janji Ahok yang akan mempermudah pemberian izin pendirian gereja di Jakarta. "Kampanye boleh, tapi jangan SARA," ujarnya, pada Jumat (20/7/2012) lalu.

 
Bantah SARA
Sementara itu, Tim kampanye pasangan calon gubernur DKI Jakarta Joko Widodo-Basuki T.Purnama membantah pernah memasang spanduk berisi dukungan mengatasnamakan etnis, suku, atau agama tertentu. Ketua Tim Kampanye Jokowi-Basuki, Boy Bernadi Sadikin menilai ada pihak yang sengaja ingin membuat citra negatif terhadap pasangan cagub pemenang Pilkada DKI putaran satu itu.

"Tim kampanye tidak pernah memasang spanduk ucapan selamat dengan mengatasnamakan etnis, suku atau agama. Apalagi yang berpotensi bisa menimbulkan asosiasi buruk kepada pihak Jokowi-Basuki," kata Boy lewat keterangan persnya di Jakarta, Kamis (2/8).

 


Saharudin Daming: Apakah Nabi Juga Harus Dibawa ke Panwas? 



Rabu, 08 Agustus 2012 http://hidayatullah.com/read/24216/08/08/2012/saharudin-daming:-apakah--nabi-juga-harus-dibawa-ke-panwas?-.html

Hidayatullah.com--Mungkin Rhoma Irama tidak menyangka, ceramahnya agar warga DKI memilih pemimpin yang seiman di Masjid Al-Isra, Tanjung Duren, Jakarta Barat, hari Ahad (29/07/2012) akan berbuntut panjang. Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) memanggilnya karena dituding telah menyebarkan 'Suku, Agama, Ras dan Antar-Golongan (SARA) kepada warga.
Tuduhan itu kemudian langsung dibantah Bang Haji, sapaan akrab Rhoma Irama. Ia bertanya balik kepada pihak-pihak yang menuduh ceramahnya berpotensi SARA dalam ketentuan Pilkada. “Bagaimana dengan kalangan gereja dan etnis Tionghoa yang mendukung pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), apakah hal itu bukan termasuk SARA?” katanya.
Lantas bagaimana perspektif HAM melihat kasus Rhoma? Betulkah Si Raja Dangdut telah menyebarkan kebencian pada etnis tertentu? Adakah pihak-pihak tertentu yang bermain dalam hal ini? Apalagi seperti diakuai Tim sukses pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo (Foke)-Nachrowi Ramli (Nara) Rhoma Irama bukan bagian dari tim kampanye mereka.


Untuk itu, hidayatullah.com mewawancarai Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Saharuddin Daming. Menurutnya, umat Islam memiliki kriteria sendiri dalam memilih pemimpinnya. Dan apa yang dilakukan Rhoma hanyalah salah satu bentuk dari tuntutan itu.
“Itu semua adalah bagian dari kebebasan menjalankan ibadah, itu kan dijamin undang-undang,” tandasnya. Inilah sebagian petikan wawancaranya.


Rhoma Irama mengajak masyarakat Muslim untuk memilih pemimpin beragama Islam. Apakah dia salah?

Mari kita tempatkan segala sesuatu secara proporsional objektif, jelas, dan bebas dari intrik. Harus dilakukan investigasi secara menyeluruh lepas dari berbagai kepentingan dari orang-orang yang sedang bertarung. Bahwa Bang Haji melontarkan pernyataan yang oleh pihak lain merasa sebagai sesuatu yang diskriminatif, saya pikir itu tidak adil. Karena apa yang dilakukan Bang Haji pada konteks keislaman adalah sesuatu yang tidak sekedar menjadi kewajiban bagi dirinya, tapi juga untuk semua umat muslim karena itu adalah petikan ayat dalam Al Qur’an dan diperkuat dalam hadis bahwa kita dalam memilh pemimpin punya kriteria.

Maksudnya?



Semua kelompok agama apapun pasti juga punya kriteria. Saya kira dari dulu di zaman Bung Karno ada kriteria pemimpin. Katanya, pertama dia harus Jawa. Kedua, dia harus Islam, dan ketiga dia nasionalis. Berarti yang di luar itu sudah kecil kemungkinan. Begitu juga di zaman Orde Baru. Maka ketika Rhoma membuat kriteria pemimpin menurut keyakinanya adalah suatu yang sah dan tidak perlu dipersoalkan. Tapi ketika Rhoma tampil dalam khutbah untuk mengajak pemimpin Islam, apa yang salah? Sebagai pribadi Muslim saya kira kita terikat dengan hal itu, bukan hanya Rhoma. Masalahnya lain, ketika  Bang Haji berada pada momentum menjadi tim sukses.


Tapi saya menyadari tidak semua orang mau menempatkan masalah ini secara proporsional. Sekarang atsmosfer politik di Jakarta sedang hangat-hangatnya sehingga hal itu menjadi sensitif. Saya khawatir jika ini digunakan oleh pihak yang satu untuk menjungkirkan lawan politiknya dengan mengatasnamakan sebuah kejadian oleh seorang superstar. Kalau saya sebagai seaorang lawyer, saya siap membela mati-matian Bang Haji jika hal itu dipersoalkan. Apalagi Rhoma tidak termasuk ke dalam salah satu Tim Kampanye. Dia hanya menyatakan sebagai pribadi, lha kalau sebagai pribadi dia punya hak dong? Lalu mana itu kebebasan berbicara dan berpendapat?

Artinya,  apa yang dilakukan Rhoma bisa tidak terkait SARA?

Itu semua adalah bagian dari kebebasan menjalankan ibadah, itu kan dijamin undang-undang. Tentu hal-hal seperti ini harus dibebaskan dari intrik-intrik politik. Rhoma Irama melakukan itu kan tidak sebagai intrik politik, dia hanya menjaga gawang.


Persoalannya kenapa yang jadi sasaran tembak oleh salah satu kubu adalah Bang Haji? Apakah karena dia superstar atau upaya untuk menciptakan character assasination (pembunuhan karakter)?
Waduh saya sangat menyesalkan, jadi bangsa kita yang menjunjung demokrasi tapi kok sering tebang pilih dan tendensius. Orang yang berbuat baik kok dibilang jahat? Memang dunia ini dilanda keterbalikan. Yang haqq dianggap bathil. Dan bathil dianggap haqq.


Panwaslu memanggil Rhoma Irama dalam kasus ini. Menurut anda apakah Panwaslu memiliki hak untuk menangkap artis, kyai atau tokoh untuk memilih pemimpin Muslim?


Kalau menangkap sudah pasti enggak. Karena Panwaslu tidak memiliki hak untuk menangkap. Bahwa dia berhak untuk melakukan pemeriksaan orang yang terkait dengan pelanggaran Pemilu, itu iya. Tapi saya berpendapat pihak yang memiliki kewenangan termasuk Panwas harus mencermati kasus untuk tidak melihat hitam-putihnya, tapi juga dilihat dari sisi-sisi lain. Karena jangan sampai ini dipakai orang-orang tertentu untuk meraih popularitas dan meraih rating, tapi menjungkirkan nama baik orang lain. Apalagi kita tahu bahwa Bang Haji melakukan itu lepas dari kepentngan politik, dia hanya melakukannya sebagai seremoni keagamaan.
Saya juga suka melakukan hal itu untuk mengajak orang bertakwa. Takwa itu apa sih? Takwa itu tidak hanya sekedar mentaati segala yang diperintahkan Allah dan menjauhi larangannya, tapi juga termasuk perintah-perintah Nabi ketika kita disuruh memilih pemimpin. Saya kira dari dulu kita umat Islam disuruh untuk memilih pemimpin yang islami.
Jika ini dilarang, akan ada pertanyaan, apakah  Nabi juga harus dibawa ke Panwas?


Jika ada Pendeta mengajak memilih Ahok di gereja, apakah itu juga SARA?


Kalau Rhoma Irama bisa dipanggil, harusnya mereka juga. Jadi maaf untuk para Pendeta dan Biksu, yang mendukung salah satu partai tentu saya yakin juga sudah mengajak teman-temannya di Glodok untuk memilih yang sipit-sipit. Apakah itu salah? Itu tidak salah. Itu hak orang untuk mengajak terhadap apa yang diyakininya. Kecuali jika dibilang, ”Hei, jangan pilih Rhoma Irama karena rambutnya gondrong.” Tapi kalau mereka mengajak untuk memilih karena alasan dia sipit, kan boleh-boleh saja.


Apa saja contoh yang bisa disebut SARA dalam Pilkada?


Pertama, SARA itu isunya selalu membenturkan di antara empat kategori, yakni Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan. Jadi ada opini yang dibenturkan di mana yang satu dianggap paling hebat dan yang satu dijelek-jelekkan sehingga terjadi konfrontasi antar keduanya.
Kedua, dilakukan oleh orang yang berada dalam salah satu kubu yang resmi. Jadi jika dia tidak berada dalam satu kubu, itu tidak masuk kategori SARA.


Dalam Kapasitas ini Rhoma Irama berarti tidak termasuk?


Iya, karenanya menurut saya teman-teman dari Panwas salah kaprah. Paling tidak kita baca kembali peraturan perundang-undangan, supaya kita adil dan obyektif menempatkan kasus ini sehingga kita bisa menarik benang tanpa ada tepung yang berserakan.


Bagaimana sebenarnya SARA dan kedudukannya di Pilkada?


SARA adalah makhluk yang berada di ruang bebas, sehingga dia memungkinkan ditafsirkan sesuai kehendak penafsir. Bahwa apa yang dilakukan Rhoma dikatakan SARA, tergantung siapa yang menafsirkan itu. Kalau diminta untuk menafsirkan, saya yakin itu sungguh terlalu naif jika digolongkan SARA. Jika itu dikatakan SARA, akan banyak sekali orang yang dipidanakan karena mengajak kepada entitas tertentu. Jadi itu rumitnya hidup dalam negara yang menjunjung tingggi Hak Asasi dan demokrasi di tengah upaya umat Islam menjunjukkan identitas keislamannya.


Akankah kasus seperti Rhoma ini masih terus terjadi dalam konstelasi politik nasional?


Iya, sekarang kita makin edan. Tantangan kita semakin nyata, di mana Islamphobia menggejala di mana-mana. Umat Islam menurut saya tidak ada pilihan kecuali terus menggerakan upaya meingkatkan kualitas keberagamaan umat hingga perlahan tapi pasti Umat Islam Indonesia menyadari betapa hebat dan bermaknanya Islam sebagai agama dalam menuntun berbangsa dan benegara. Sekarang ini opini yang digiring bagaimana agama disingkirkan dari seluruh perilaku berbangsa dan bernegara sehingga yang bermain di situ adalah setting akal, teknologi, dan konsep-konsep Barat.*

Baca juga: "Siapa Menuding SARA, Terpercik Muka Sendiri"

Publik Desak KPUD Ajak Kandidat Pilgub DKI Deklarasi Anti SARA [kok berani mengatas namakan publik??? ini siapa..]

Jumat, 03 Agustus 2012 15:57 WIB 

JAKARTA, PedomanNEWS
Inisiatif Publik untuk Jakarta Madani (IPJM)mendesak KPUD DKI Jakarta agar segera memanggil pasangan kandidat Pilgub DKI Jokowi-Ahok dan Foke-Nara untuk menyampaikan deklarasi bersama melawan kampamye berbau SARA, Jumat (3/8). 
 
Seperti sudah mahfum diketahui, selama beberapa hari terakhir isu berbau SARA beredar luas di SMS, BBM, selebaran, spanduk, higga sosial media digital (Twitter dan Facebook). Di beberapa tempat ibadah (masjid dan gereja) terdengar ceramah-ceramah yang mengobarkan pertentangan SARA. Umumnya adalah penilaian-penilaian yang memojokkan salah satu pasangan kandidat Gubernur sambil memuji psangan yang diunggulkan. IPJM khawatir, agama benar-benar digunakan untuk kepentingan politis kelompok, bukan kebajikan politik.

 IPJM menilai, perkembangan yang kurang menyenangkan berupa penyebaran isu adu domba di ruang-ruang publik offline itu ternyata juga mulai meluas di media sosial digital. Beberapa akun twitter baru bahkan bermunculan dengan pesan-pesan primordial yang agresif dan kasar untuk menyudutkan pasangan calon gubernur tertentu. 

IPJM menyayangkan belum ada tindakan nyata penyelenggara Pemilu maupun kepolisian untuk menghentikan cara-cara murahan seperti ini, melalui pemberian sangsi tegas kepada siapa saja. Cara-cara kotor untuk memenangkan persaingan politik ini merendahkan mutu demokrasi.

IPJM menilai perkembangan ini menandai titik terendah dekadensi politik demokrasi Indonesia. Idealnya demi pendewasaan politik dan kematangan demokrasi, kampanye kandidat didasarkan pada visi dan program, sebab masyarakat pemilih semakin cerdas menimbang dan menentukan pilihan politiknya secara kritis dan rasional. Sehingga, yang semestinya ditampilkan adalah adu program kunci dalam kebijakan publik 

Demokrasi elitis hanya menghadirkan harapan hampa dengan dimunculkan elite-elite lama bermasalah seperti dimunculkan lembaga-lembaga survei. Kini di tingkat pemilu gubernatorial, persaingan politik dikotori manipulasi agama dan rasial; setelah sebelumnya di berbagai tingkat kabupaten persaingan demokratik dipenuhi oleh politik uang dan jual-beli suara. 

Menurut IPJM untuk mencegah perkembangan ini menjadi lebih buruk lagi, kini saatnya kepala daerah dan penyelenggara pemilu harus melakukan tindakan-tindakan tegas terhadap kecenderungan ini. Karena itu IPJM sekali lagi mendesak agar KPUD Jakarta menjamin terselenggaranya Pilgub DKI Jakarta secara fair, dan berkeadaban. 

Sudah seharusnya Jakarta, sebagai Ibukota Negara, menjadi rujukan kebajikan dengan menyuguhkan kompetisi politik yang didasarkan pada etika politik dan partisipasi aktif warganegara secara terhormat, demi munculnya kepemimpinan yang bertanggungjawab serta kebijakan publik yang inovatif.

Para inisiator dari IPJM ini adalah: AE Priyono (Public Virtue Institute), Andar Nubowo (Intelektual Muda Muhamaddiyah), Budiman Sudjatmiko (Respublika), Edwin Partogi (Eksponen 1998), Fadjroel Rachman (Pedoman Indonesia), Indra J Piliang (Pengamat Politik), John Muhammad (Pusat Studi Kampung-Kota, Universitas Trisakti), Usman Hamid (Aktivis HAM, ICTJ), Zuhairi Misrawi (Intelektual Nahdatul Ulama). 

Adapun Petisi Dukungan #SayNoToSARA sampai berita ini diturunkan sudah ditandatangani 219 orang, anda dapat mengakses di 
Tim PedomanNEWS

 

2 komentar:

  1. Ada keanehan yang luar biasa di NKRI ini,... bisa kita lihat dalam beberapa pemberitaan yang sangat tendesius di TV-One, MetroTV dll, Tabloid, Radio2 dan tweeter atau kaskus... Terlebih bila membaca berita2 di Detik dengan berbagai kometar...
    Ada terkesan media mainstream dan media elektronik dikuasai oleh orang yang Islamofobia..dan Anti-Islam dan sangat terkesan ada tangan2-Asing ikut bermain untuk mendeskreditkan Umat-Islam atau orang2 pro-ajaran Islam yang sesungguhnya...
    ANEH...ANEH.. Ini model "Penjajahan ala baru" atau "Neo Kolonialisme" yang dikendalikan secara terkoordinasikan oleh jaringan2-Internasional dan tangan2 para Antek2-Penjajah Internasional..bahkan terkesan "absurd dan semau maunya"... tanpa referensi dan dasar2 akal sehat..
    Bahkan ada sms2 yang bersifat menghinakan dan mencemoohkan terhadap orang2 yang membela ajaran Islam dengan referensi jelas...ALQUR'AN...sebagai Firman ALLAH...
    Coba simak
    1. surat Ali Imron, ayat ke 28, bunyi ayatnya,
    ” janganlah orang orang mukmin mengambil orang orang kafir menjadi wali, dengan meninggalkan orang orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang di takuti mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap siksa-Nya. Dan hanya kepada Allah kembalimu.”
    2. surat An-nissa, ayat ke 144, bunyi ayatnya,
    ” Hai orang orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang orang kafir menjadi wali, dengan meninggalkan orang orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah untuk (menyiksamu)”.
    3. [Al-maidah 51.: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”]
    4. [Al-maidah 57. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman.”]
    5. [At-taubah 23.: “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.:”]

    Maha Benar Allah dengan segala FirmanNya

    Adakah ini SARA?? ataukah "pemberi peringatan terhadap umat muslimin... agar ELING dan WASPADA..."
    Banyak pakar2 yang mengaku ahli-agama-Islam bahkan ditokohkan..sebagai pimpinan suatu Kelompok Masyarakat atau mengatasnamakan Umat??
    Tapi mereka telah menjadi golongan Fasiqin..dan mungkin Munafiqin.. Karena mereka seakan ikut mencela orang2 mu'min yang ingin kejalan lurus...
    Sayangnya mereka para Pencela itu.. tidak memiliki Referensi..yg akurat..

    WAHAI UMAT ISLAM ... ELING....LAN ..WASPODO..

    BalasHapus
  2. Ahok sibuk membangun kota Jakarta dan sibuk melakukan efisiensi sementara segelintir orang model elo2 sibuk menebar fitnah.....harusnya elo2 sibuk mempercantik diri bukannya menebar fitnah model begini..... kalau ada orang mau membuat Jakarta lebih maju tolong didukung jangan bisanya komentar doing dan mencela.....bisanya menonton terus mencela giliran elo2 yang dikasih kesempatan berpuluh2 tahun sibuk kawin mawin dan bagi2 jatah menghambur2kan uang Negara sampai kaga bias membedakan mana uang haram dan uang halal

    BalasHapus