Iran Tuan Rumahi Perundingan Suriah
Kamis, 09 Agustus 2012, 22:10 WIB
Suriah Iran. Ilutrasi
REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -
http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/12/08/09/m8hu4k-iran-tuan-rumahi-perundingan-suriah
Iran menjadi tuan rumah pertemuan 29 negara yang berencana membahas konflik Suriah pada Kamis (9/8). Pertemuan itu bertujuan menghentikan pertumpahan darah dan meningkatkan peran Teheran sebagai pialang perdamaian bagi Suriah.
Menteri Luar Negeri Ali Akbar Salehi, seperti disiarkan televisi nasional pemerintah, membuka pertemuan itu dengan menyerukan "dialog nasional antara oposisi Suriah, yang mendapat dukungan banyak pihak, dan pemerintah Suriah untuk menciptakan ketenangan dan keamanan." Ia menambahkan kalau Iran siap menjadi tuan rumah untuk dialog tersebut.
Salehi juga menyatakan Iran menentang campur tangan asing juga militer dalam menyelesaikan kemelut Suriah dan mendukung upaya Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon.
Ia menyatakan Iran telah mengirim bantuan kemanusiaan ke Suriah untuk menebus hukuman antarbangsa terhadap Damaskus. Hukuman itu menurutnya bukan untuk kepentingan rakyat Suriah dan justru menambah penderitaan mereka.
Iran menyatakan tidak mengundang Barat dan negara teluk Arab pada pertemuan Teheran. Pasalnya mereka dianggap telah memberikan dukungan ketentaraan bagi pemberontakan berdarah hampir 17 bulan itu untuk menggulingkan Presiden Suriah Bashar al Assad.
Media pemerintah menyatakan menteri luar negeri Irak, Pakistan dan Zimbabwe hadir. Sejumlah diplomat tingkat bawah, sebagian besar duta besar, mewakili negara undangan lain juga ikut serta.
Negara negara itu, kata Salehi, adalah Afghanistan, Aljazair, Armenia, Benin, Belarusia, China, Kuba, Ekuador, Georgia, India, Indonesia, Yordania, Kazakstan, Kirgizstan, Maladewa, Mauritania, Nikaragua, Oman, Rusia, Srilanka, Sudan, Tajikistan, Tunisia, Turkmenistan dan Venezuela. Wakil dari Perserikatan Bangsa-Bangsa juga hadir.
Kuwait dan Libanon, yang juga diundang, sebelum pertemuan itu telah menyatakan absen dan tidak akan mengirim wakil mereka.
http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/12/08/09/m8hu4k-iran-tuan-rumahi-perundingan-suriah
Iran menjadi tuan rumah pertemuan 29 negara yang berencana membahas konflik Suriah pada Kamis (9/8). Pertemuan itu bertujuan menghentikan pertumpahan darah dan meningkatkan peran Teheran sebagai pialang perdamaian bagi Suriah.
Menteri Luar Negeri Ali Akbar Salehi, seperti disiarkan televisi nasional pemerintah, membuka pertemuan itu dengan menyerukan "dialog nasional antara oposisi Suriah, yang mendapat dukungan banyak pihak, dan pemerintah Suriah untuk menciptakan ketenangan dan keamanan." Ia menambahkan kalau Iran siap menjadi tuan rumah untuk dialog tersebut.
Salehi juga menyatakan Iran menentang campur tangan asing juga militer dalam menyelesaikan kemelut Suriah dan mendukung upaya Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon.
Ia menyatakan Iran telah mengirim bantuan kemanusiaan ke Suriah untuk menebus hukuman antarbangsa terhadap Damaskus. Hukuman itu menurutnya bukan untuk kepentingan rakyat Suriah dan justru menambah penderitaan mereka.
Iran menyatakan tidak mengundang Barat dan negara teluk Arab pada pertemuan Teheran. Pasalnya mereka dianggap telah memberikan dukungan ketentaraan bagi pemberontakan berdarah hampir 17 bulan itu untuk menggulingkan Presiden Suriah Bashar al Assad.
Media pemerintah menyatakan menteri luar negeri Irak, Pakistan dan Zimbabwe hadir. Sejumlah diplomat tingkat bawah, sebagian besar duta besar, mewakili negara undangan lain juga ikut serta.
Negara negara itu, kata Salehi, adalah Afghanistan, Aljazair, Armenia, Benin, Belarusia, China, Kuba, Ekuador, Georgia, India, Indonesia, Yordania, Kazakstan, Kirgizstan, Maladewa, Mauritania, Nikaragua, Oman, Rusia, Srilanka, Sudan, Tajikistan, Tunisia, Turkmenistan dan Venezuela. Wakil dari Perserikatan Bangsa-Bangsa juga hadir.
Kuwait dan Libanon, yang juga diundang, sebelum pertemuan itu telah menyatakan absen dan tidak akan mengirim wakil mereka.
Redaktur: Yudha Manggala P Putra
Sumber: AFP
Minggu, 04 Maret 2012
http://www.ipabionline.com/2012/03/siapa-sebenarnya-penjahat-di-suriah.html
IPABIonline.com
- Berbagai laporan mengkonfirmasikan peran luas rezim Zionis Israel
dalam instabilitas di Suriah sejak Maret 2011. Dalam hal ini, Menteri
Luar Negeri Israel, Avigdor Lieberman mengatakan, "Israel siap untuk
mengirim bantuan kepada kelompok-kelompok pemberontak di Suriah."
Juru bicara Menlu Zionis, Tzachi
Moshe mengatakan, "Israel dapat menyalurkan bantuan kepada
kelompok-kelompok bersenjata di Suriah melalui Perserikatan
Bangsa-Bangsa atau lembaga-lembaga internasional lain."
Para perusuh dan kelompok
teroris bersenjata Suriah beraksi sejak Maret 2011 dengan dukungan
sejumlah negara Barat, Arab, dan Israel. Hingga kini ribuan orang tewas
termasuk aparat keamanan negara ini.
Kesiapan Israel untuk
menyalurkan bantuan lebih banyak kepada kelompok teroris Suriah
dikemukakan di saat sebuah kelompok yang menamakan diri (Dewan Transisi
Nasional Suriah, telah menyatakan kesiapannya untuk menjalin hubungan
persahabatan dengan Israel jika pemerintah Presiden Suriah Bashar
al-Assad terguling.
Isaac Hertzog, seorang anggota
parlemen dari Partai Buruh, juga mendesak Tel Aviv menyalurkan dukungan
dan bantuan lebih banyak kepada kelompok-kelompok pemberontak Suriah.
Hertzog juga mengungkap hubungan Israel dengan seorang pemimpin oposisi
Burhan Ghalyoun dan menegaskan bahwa sejumlah tokoh oposisi Dewan
Transisi Nasional Suriah bahkan menyatakan untuk berdamai dengan rezim
Zionis. Nama-nama tokoh oposisi yang menginginkan perdamaian dengan
Israel itu menurut Hertzog, tidak mungkin dipublikasikan karena alasan
keamanan.
Publikasi berita tentang
hubungan kelompok oposisi dengan rezim yang bahkan memusuhi dan menjajah
sebagian wilayah Suriah itu, semakin mengungkap esensi dan identitas
kelompok oposisi Suriah yang menjadi boneka pihak-pihak asing.
Seorang pengamat hubungan
strategis Suriah, Salim Harba, juga mengungkap dimensi lain dari makar
rezim Zionis Israel dan negara-negara Barat. Ditambahkannya bahwa
oknum-oknum teroris dari negara-negara Teluk Persia, Irak, Lebanon,
Afghanistan, Turki, dan Perancis, yang dibekuk dalam operasi militer
Suriah di wilayah Baba Amr, mereka semua diatur oleh Barat dan Israel.
Harba menegaskan bahwa dibentuk
kantor khusus di Qatar yang mengurusi operasi kelompok-kelompok teroris
di Suriah yang koordinasinya ditangani langsung para agen-agen Dinas
Rahasia Amerika Serikat (CIA) dan Israel (Mossad).
Di sisi lain, Qatar juga
menandatangani kontrak pembelian senjata dengan perusahaan-perusahaan
senjata Amerika Serikat dan Israel untuk melengkapi senjata para perusuh
di Suriah.
Masalah-masalah tersebut
mengindikasikan fakta bahwa Suriah saat ini memang menghadapi gelombang
makar dari Amerika Serikat dan rezim Zionis Israel, yang juga dibantu
oleh negara-negara Arab.
Upaya Israel mengobarkan
instabilitas di Suriah dan bahkan menyulut perang sipil di negeri itu
adalah dalam rangka menyimpangkan perhatian rakyat dan pejabat Suriah
dari penjajahan rezim Zionis atas wilayah-wilayah Suriah serta untuk
mematenkan aksi ilegal mereka itu.
Namun pelaksanaan referendum
amandemen konstitusi yang diprakarsai pemerintah Damaskus telah menjadi
garis pembeda pihak-pihak yang terlibat dalam instabilitas di Suriah.
Jika sebelumnya masyarakat dunia membentur keambiguan dalam menyikapi
krisis Suriah. Maka pasca referendum, terungkap jelas identitas para
perusuh dan apa tujuan mereka.
Hampir 60 persen dari warga yang
berhak memilih ikut ambil bagian dalam referendum Ahad (26/2), dengan
7.490.319 orang (89,4 persen) mendukung dan 753.208 orang (9 persen)
menolak.
Referendum tersebut merupakan
bukti dukungan rakyat terhadap pemerintah Assad dan tekad mereka untuk
menjaga kedaulatan dan persatuan negara. Yang jelas, dua acuan itu
bertentangan dengan apa yang dituju oleh kelompok-kelompok perusuh
melalui berbagai aksi brutal mereka. Lalu siapa penjahat sebenarnya?
Bagaimana menurut Anda? (IPABI Online/IRIB Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar