keimanan terhadap agama tidak akan mungkin tanpa membentuk sebuah pemerintahan
Posted on Agustus 8, 2012 by syiahali
http://syiahali.wordpress.com/2012/08/08/keimanan-terhadap-agama-tidak-akan-mungkin-tanpa-membentuk-sebuah-pemerintahan/
Islam Tidak Akan Tegak Tanpa Pemerintahan
Hujjatul
Islam Hossein Ebrahimi menyinggung pemikiran pemisahan agama dari
politik maka beliau menegaskan bahwa keimanan terhadap agama tidak akan
mungkin tanpa membentuk sebuah pemerintahan serta menjelaskan
tugas-tugas para ruhaniwan dalam hal ini.
.
Wakil Ketua Komisi Keamanan Nasional dan Politik Luar
Negeri Parlemen Republik Islam Iran (Majlis), Hujjatul Islam Ebrahimi,
menjawab pertanyaan soal keberadaan pemikiran pemisahaan agama dari
politik di dalam lingkungan santri dan mengatakan, “Tidak bisa kita
katakan bahwa pemikiran seperti itu tidak ada dalam lingkungan santri,
akan tetapi pemikiran tersebut sudah mulai memudar. Karena mungkin
jumlah para pencetus dan pendukung pemikiran tersebut sudah berkurang.”
.
“Tidak juga dapat dikatakan tidak ada lagi upaya-upaya
untuk memisahkan agama dari politik, akan tetapi di sisi lain, berbagai
fenomena yang muncul saat ini justru melawan perluasan
pemikiran-pemikiran seperti itu,” katanya.
.
Anggota Majlis Iran itu menambahkan, “Pada prinsipnya,
esensi pemerintahan, Islam, dan hukum-hukumnya, merupakan tiga unsur
yang tidak dapat dipisahkan. Seluruh undang-undang atau hukum dalam
agama Islam selalu sejalan dengan politik. Artinya jika tidak ada
pemerintahan, lalu apakah hukum dan undang-undang tersebut dapat
diberlakukan dan dilaksanakan? Sejatinya pondasi-pondasi agama kita
sedemikian rupa sehingga menjaga agama tanpa pembentukan pemerintahan
tidak akan pernah dapat ditegakkan. Dengan kata lain tanpa politik,
tidak akan ada Islam, dan Islam tanpa politik juga bukan lagi Islam.”
.
Lebih lanjut dijelaskannya bahwa masalah ini perlu dijelaskan secara meluas di berbagai sektor, khususnya oleh para ruhaniwan
.
Literatur Perang Pertahanan Suci
Kamis, 2012 April 05 15:16
Perang
senantiasa terjadi dalam kehidupan manusia di muka bumi, baik itu dalam
bentuk perang tak kenal lelah antara manusia dan alam atau perang antar
sesama manusia. Pakar ilmu sosiologi perang dari Perancis, Gaston
Bouthoul menilai perang sebagai sebuah fenomena yang memiliki sasaran
dan sepenuhnya teratur dan independen. Dia percaya bahwa setiap kali
mempelajari perang, manusia akan jauh dari penulisan peristiwa dan mulai
bergulat dengan sastra.
.
Tidak diragukan lagi bahwa sastra sejak dulu memainkan peran
fundamental dalam ranah perang dan perang telah menjadi sebuah tema
mendasar bagi para penulis cerita dunia. Ada banyak cerita yang ditulis
dan perang jika tidak menjadi seluruh tema kisah, setidaknya akan
mencakup sebagian besar isi cerita. Akan tetapi, semua penulis cerita
perang tidak dituntut untuk melihat dari dekat peristiwa-peristiwa di
medan tempur. Penulisan tentang perang akan menyediakan ufuk yang luas
bagi para penulis cerita seperti melalui rekaman profesional peristiwa,
kepahlawanan, heroisme, pertempuran, kekalahan, dan kemenangan.
.
Dengan sedikit mengkaji jalur penulisan cerita dalam dua abad
terakhir dunia, maka akan tampak jelas bahwa kebanyakan roman dan cerita
pendek ditulis dengan memanfaatkan peristiwa-peristiwa perang dan
pertikaian suku. Ernest Hemingway, Leo Tolstoy, dan Margaret Mitchell
termasuk penulis besar yang telah memproduksi karya-karya populer
seputar peristiwa-peristiwa perang dan sepertinya telah melestarikan
peristiwa itu dalam pikiran para pembacanya.
.
Dalam literatur cerita modern Iran, karya-karya yang terinspirasi
dari perang yang dipaksakan oleh rezim Saddam Hussein telah diangkat
dalam cerita, di mana jarak antara para penulisnya dan medan perang
tidak terlalu jauh. Kebanyakan mereka menyaksikan peristiwa perang dan
bahkan hadir di tengah-tengah perang. Puluhan cerita panjang dan roman
serta ratusan cerita pendek merupakan hasil kerja keras para penulis
Iran tentang agresi pasukan Irak di bawah pimpinan Saddam atau Perang
Pertahanan Suci (Perang Irak-Iran).
.
Selain cerita, penulisan kenangan masa perang juga mengalami
peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Penulisan
peristiwa perang di medan tempur, kota, kamp militer, dan tempat-tempat
penawanan, merupakan karya-karya terpenting yang diabadikan dalam sastra
pertahanan suci. Beberapa karya itu ditulis dengan teliti dalam
mendeskripsikan rincian peristiwa dan menjadikan buku-buku itu sebagai
referensi.
.
Berbicara tentang sastra pertahanan suci jelas membutuhkan banyak
waktu dan kesempatan. Akan tetapi, tema kita hari ini adalah gelombang
penerjemahan karya-karya tersebut yang meningkat tajam dalam beberapa
waktu dan buku-buku bagus dalam bidang itu telah diterjemahkan ke
berbagai bahasa dan dikirim ke negara-negara lain. Dalam sebuah langkah
inovatif, Perpustakaan Perang Pertahanan Suci telah membuka 90 kantor
perwakilan Iran di luar negeri.
.
Perpustakaan-perpustakaan itu dilengkapi dengan karya-karya
pertahanan suci di berbagai bidang sastra dan kemudian memberikan
peluang untuk penerjemahan karya-karya tersebut ke dalam bahasa Inggris,
Rusia, Turki, Urdu, dan Spanyol. Karya-karya itu meliputi riset,
cerita, memoar, syair, cerita untuk anak-anak dan remaja, dan
ensiklopedia Perang Pertahanan Suci.
.
Di antara roman-roman perang Iran yang telah selesai diterjemahkan
adalah buku Fal-e Khun karya Davud Ghaffarzadegan. Buku itu telah
diterjemahkan ke bahasa Inggris dengan judul “Fortune Told in Blood”
untuk memperkenalkan sastra Iran kepada mereka yang tidak mengerti
bahasa Persia. Novel ini mengisahkan tentang dua individu dari kelas
yang berbeda, seorang wajib militer dari keluarga pekerja Irak dan
seorang perwira berpendidikan. Namun, mereka juga memiliki banyak
kesamaan. Mereka menatap masa depan dengan ketidakpastian dan hubungan
dekat mereka terjalin di sebuah puncak bukit, di mana mereka ditugaskan
sebagai pengintai untuk gerakan pasukan musuh.
.
Di sana, mereka mulai mengenal satu sama lain serta diri mereka
sendiri. Mereka belajar tentang kesetiaan kepada negara mereka dan
pemerintah, tetapi juga yang lebih penting, tentang kesetiaan satu sama
lain sebagai manusia. Mereka telah dilemparkan ke dalam situasi yang
luar biasa, di mana keberanian mereka diuji, tetapi mereka juga
menyadari arti kehidupan, baik itu berhubungan dengan individu mereka
sendiri dan keberadaan manusia secara kolektif. Fortune Told in Blood
adalah kisah kematian dan kehancuran, tetapi sebagai karakter yang
menghadapi kematian, kami juga menemukan konfrontasi dengan kehidupan
dan pemahaman tentang nilai-nilainya.
.
Salah satu karya fenomenal dan ramai diperbincangkan hingga
sekarang dalam sastra Perang Pertahanan Suci adalah sebuah novel perang
berjudul “Da”. Buku narasi perang ini memenangkan hadiah utama festival
penghargaan sastra Jalal Al-e Ahmad. “Da” berisi tentang kenangan
Sayyidah Zahra Hosseini dari waktu ke waktu ketika tentara Irak
ditangkap di kota Khorramshahr pada awal-awal tahun perang. Ini adalah
kisah nyata tentang hidup seorang remaja yang mengalami masa-masa awal
perang di Khorramshahr. “Da” diterbitkan pada tahun 2008 dan segera
setelah itu menjadi best seller di Iran.
.
Penerjemah novel itu, Paul Sprachman mengatakan, buku-buku seperti
“Bearing 270 Degrees” dan “Chess with the Resurrection Machine” telah
menjadi referensi untuk studi tentang Timur Tengah dan sastra
kontemporer Iran di New Jersey University di Amerika Serikat.
Ditambahkannya, “Saya pikir buku itu akan menanamkan tren budaya baru di
kalangan mahasiswa karena mereka membacanya.”
.
Sprachman lebih lanjut membandingkan literatur Perang Dunia dan
Perang Pertahanan Suci dengan mengatakan bahwa kata-kata seperti Janbaz
(cacat dalam perang), pengorbanan dan aspek spiritual perang berulang
kali digunakan dalam buku-buku seperti “Da” yang tidak dapat dijelaskan
melalui sastra Perang Dunia. Menurutnya, hal itu membuat terjemahan
karya tersebut menjadi sulit bagi penerjemah.
.
Meski demikian, Sprachman telah menyelesaikan penerjemahan novel
“Da”. Dia akan melakukan perjalanan selama sepuluh hari ke Iran untuk
mempresentasikan hasil terjemahannya. Sprachman sebelumnya melakukan
perjalanan ke Iran untuk mengunjungi narator novel “Da”. Sprachman
menguasai bahasa Persia, Arab, Jerman, Hindu-Urdu, Perancis, dan Latin.
Ia juga akrab dengan bahasa Cina, Rusia, dan Ibrani.
.
Kebanyakan buku-buku Perang Pertahanan Suci telah diterjemahkan ke
bahasa Arab dan Inggris. Namun, bukan berarti tidak diterjemahkan ke
dalam bahasa-bahasa lain. Sejak enam tahun lalu, biografi para panglima
perang seperti Syahid Mostafa Chamran dan Abbas Babai telah
diterjemahkan ke bahasa Urdu di Pakistan. Tujuan penerjemahan buku-buku
ini adalah untuk lebih mengenalkan figur-figur tersebut bagi mereka yang
berbahasa Urdu dan menyebarluaskan budaya pengorbanan dan kesyahidan di
luar batas teritorial Iran. Di antara karya yang banyak menyita
perhatian para penerjemah adalah buku-buku tentang kenangan perang.
Ini Rekomendasi OKI untuk Myanmar Soal Muslim Rohingya
Rabu, 08 Agustus 2012, 21:34 WIB
http://www.republika.co.id/berita/internasional/tragedi-rohingya/12/08/08/m8fxn0-ini-rekomendasi-oki-untuk-myanmar-soal-muslim-rohingya
Pengungsi Rohingya
Berita Terkait
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)
dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) memberikan rekomendasi terkait
situasi di Myanmar setelah mereka mengadakan pertemuan pada Jumat (3/8)
lalu di Kuala Lumpur, Malaysia, demikian rilis yang diterima ANTARA.
Rekomendasi hasil pertemuan itu terdiri dari sembilan poin. Yang pertama yakni mengutuk kekerasan antar komunal tanpa pandang bulu yang telah meletus di Myanmar dan menyebabkan hilangnya sebagian besar kehidupan dan mata pencaharian, serta meminta masyarakat internasional untuk mendukung dan memobilisasi upaya-upaya di Myanmar sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan seperti ketidakberpihakan, netralitas, dan independensi.
Komite tersebut wajib melaksanakan tanggung jawab sebagai berikut, antara lain membuat dana khusus untuk rekonstruksi dan rehabilitasi di wilayah Arakan di bawah naungan OKI, dan membuat kampanye media internasional termasuk sosial media, untuk berbagi informasi tentang kerusuhan yang berlarut-larut di Myanmar dan konsekuensi kemanusiaan bagi kelompok minoritas di negara tersebut.
Komite itu juga bertugas menyelenggarakan konferensi internasional tentang kerusuhan di Myanmar dan konsekuensi kemanusiaan bagi kelompok minoritas di negara tersebut, bekerja sama dengan badan internasional lainnya, serta mendirikan kelompok pribadi terkemuka internasional untuk mengadvokasi perdamaian, solusi berkelanjutan atas kerusuhan di Myanmar dan konsekuensi kemanusiaan bagi kelompok minoritas di negara tersebut
Rekomendasi kedelapan, memutuskan untuk menciptakan komite pembangunan sosial dan kemanusiaan, yang dipimpin oleh OKI dan terdiri dari IHH, WAMY, Qatar Red Crescent, PMI, IIRO, Qatar Charity, RAF, Muslim Aid and IICO, untuk memulai sebuah rencana aksi untuk menangani kebutuhan pembangunan dan kemanusiaan, dan untuk bekerja sama dengan semua mitra kemanusiaan internasional dalam hal ini.
Yang terakhir, pertemuan itu mendesak komite tersebut untuk segera memulai tindakan untuk mengatasi akses kemanusiaan di wilayah Arakan, untuk mempersiapkan laporan menyeluruh tentang situasi kemanusiaan dan untuk mengkomunikasikan dengan pemerintah negara-negara tetangga dalam hal ini.
OKI mengadakan pertemuan konsultatif darurat organisasi kemanusiaan dari berbagai macam negara Anggota, dan bekerja sama dengan Mercy Malaysia serta dihadiri oleh Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) dan organisasi kemanusiaan internasional.
Pertemuan tersebut fokus membahas situasi kemanusiaan yang genting di Arakan, Myanmar. Para peserta menyampaikan pendapatnya dan berbagi informasi tentang kegiatan masing-masing untuk membantu penduduk yang terkena imbas peristiwa itu serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan menyoroti tentang akses kemanusiaan di wilayah itu.
Pertemuan itu diprakarsai oleh Asisten Sekretaris Jenderal Urusan Kemanusiaan OKI Atta El-Manan Bakhit, dan Yusuf Kalla, Ketua Palang Merah Indonesia dan mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, dan perwakilan Persatuan Rohingya Arakan.
Rekomendasi hasil pertemuan itu terdiri dari sembilan poin. Yang pertama yakni mengutuk kekerasan antar komunal tanpa pandang bulu yang telah meletus di Myanmar dan menyebabkan hilangnya sebagian besar kehidupan dan mata pencaharian, serta meminta masyarakat internasional untuk mendukung dan memobilisasi upaya-upaya di Myanmar sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan seperti ketidakberpihakan, netralitas, dan independensi.
Komite tersebut wajib melaksanakan tanggung jawab sebagai berikut, antara lain membuat dana khusus untuk rekonstruksi dan rehabilitasi di wilayah Arakan di bawah naungan OKI, dan membuat kampanye media internasional termasuk sosial media, untuk berbagi informasi tentang kerusuhan yang berlarut-larut di Myanmar dan konsekuensi kemanusiaan bagi kelompok minoritas di negara tersebut.
Komite itu juga bertugas menyelenggarakan konferensi internasional tentang kerusuhan di Myanmar dan konsekuensi kemanusiaan bagi kelompok minoritas di negara tersebut, bekerja sama dengan badan internasional lainnya, serta mendirikan kelompok pribadi terkemuka internasional untuk mengadvokasi perdamaian, solusi berkelanjutan atas kerusuhan di Myanmar dan konsekuensi kemanusiaan bagi kelompok minoritas di negara tersebut
Rekomendasi kedelapan, memutuskan untuk menciptakan komite pembangunan sosial dan kemanusiaan, yang dipimpin oleh OKI dan terdiri dari IHH, WAMY, Qatar Red Crescent, PMI, IIRO, Qatar Charity, RAF, Muslim Aid and IICO, untuk memulai sebuah rencana aksi untuk menangani kebutuhan pembangunan dan kemanusiaan, dan untuk bekerja sama dengan semua mitra kemanusiaan internasional dalam hal ini.
Yang terakhir, pertemuan itu mendesak komite tersebut untuk segera memulai tindakan untuk mengatasi akses kemanusiaan di wilayah Arakan, untuk mempersiapkan laporan menyeluruh tentang situasi kemanusiaan dan untuk mengkomunikasikan dengan pemerintah negara-negara tetangga dalam hal ini.
OKI mengadakan pertemuan konsultatif darurat organisasi kemanusiaan dari berbagai macam negara Anggota, dan bekerja sama dengan Mercy Malaysia serta dihadiri oleh Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) dan organisasi kemanusiaan internasional.
Pertemuan tersebut fokus membahas situasi kemanusiaan yang genting di Arakan, Myanmar. Para peserta menyampaikan pendapatnya dan berbagi informasi tentang kegiatan masing-masing untuk membantu penduduk yang terkena imbas peristiwa itu serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan menyoroti tentang akses kemanusiaan di wilayah itu.
Pertemuan itu diprakarsai oleh Asisten Sekretaris Jenderal Urusan Kemanusiaan OKI Atta El-Manan Bakhit, dan Yusuf Kalla, Ketua Palang Merah Indonesia dan mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, dan perwakilan Persatuan Rohingya Arakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar