Antasari Ungkap Fakta Baru ‘CENTURY’ Dari Balik Jeruji
Posted by KabarNet pada 10/08/2012
http://kabarnet.wordpress.com/2012/08/10/antasari-ungkap-fakta-baru-century-dari-balik-jeruji/#more-43552
Jakarta
– KabarNet: Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar
membuka fakta baru yang mencengangkan. Fakta itu berkaitan dengan
langkah penyelamatan Bank Century yang diduga merugikan keuangan negara
sebesar Rp 6,7 triliun. Kasus Bank Century itu sendiri pernah
menghebohkan perpolitikan nasional. Apalagi hasil audit forensik Badan
Pemeriksa Keuangan menunjukkan adanya kejanggalan dari langkah penyelamatan terhadap Bank Century.
Namun, meski begitu kuat bau korupsi dari
langkah penyelamatan Bank Century, tidak mudah untuk membawanya ke
ranah hukum. Padahal secara politik Sidang Paripurna Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) memutuskan adanya pelanggaran dari langkah penyelamatan
yang dilakukan pemerintah.
Sejauh ini hanya Menteri Keuangan Sri
Mulyani Indrawati yang harus menjadi korban. Ia harus terpental dari
kabinet, meski beruntung masih mendapat tempat terhormat di Bank Dunia.
Padahal ia sempat mengaku merasa tertipu oleh keputusan untuk
menyelamatkan Bank Century.
….Sri Mulyani sempat ketakutan saat kasus Century bergerak liar yang mungkin saja bisa menjebloskannya ke penjara. Rasa cemas mantan Menkeu itu diungkapkan Johan Silalahi dari Negarawan Center dalam diskusi Chat After Lunch di FX Plasa, Senayan, Jakarta, pada hari Selasa (24/11/2009) silam. Johan saat itu menyatakan, dalam kapasitas sebagai pengambil keputusan pengucuran dana Century, Sri Mulyani tidak mau dipenjara. Karena itu, Sri Mulyani pun mengungkapkan bahwa dirinya telah ditipu dalam kasus ini.
‘’Saya sampaikan ke teman-teman media, bahwa pengakuan dari Sri Mulyani sudah keluar. Saya kutip itu dan saya sampaikan di situ secara terbuka. Yaitu, dalam kasus Bank Century ini dia tidak tahu. Tepatnya, dia tertipu. Sri Mulyani sendiri sudah pernah ditanya oleh seorang pejabat negara, dalam kasus Century: kamu mau dipenjara atau tidak?’’ kata Johan.
Menurut Johan, saat itulah muncul pengakuan dari Sri Mulyani bahwa dia tidak mau dipenjara hingga muncul pengakuan dia merasa ditipu dalam pengambilan keputusan bailout Bank Century oleh Bank Indonesia. ‘’Itulah yang mesti dipertanyakan, kenapa orang seperti Sri Mulyani, yang dikenal sangat taat azas, bahkan untuk urusan uang Rp 20 miliar saja bisa sangat teliti, tiba-tiba menjadi begitu tidak prudent-nya dalam memutuskan pengucuran dana Rp 6,7 triliun,’’ kata Johan.
Meski kasus dugaan korupsi pada langkah
penyelamatan Bank Century ini terus dicoba untuk ditutupi, namun
tuntutan agar skandal tersebut diungkap tidak pernah berhenti.
Masyarakat tetap berharap kebenaran dari kasus yang merugikan keuangan
negara itu terus diungkap.
DPR sendiri membentuk tim pengawas untuk
mengikuti perkembangan kasus tersebut. Secara rutin tim pengawas bertemu
dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepolisian, dan Kejaksaan untuk
mengetahui perkembangan proses penyelidikan dan pemeriksaan kasus Bank
Century.
Sampai sejauh ini ketiga lembaga penegak
hukum tersebut mengaku belum bisa menemukan unsur korupsi dari kasus
penyelamatan Bank Century. Seakan ada pintu tebal yang tidak mampu
ditembus sehingga semuanya tampak begitu gelap.
Pengakuan yang disampaikan Antasari dalam program “Metro Realitas” (Kamis, 09 Agustus 2012), menguak lagi adanya bau busuk dari penyelamatan Bank Century. Pengakuan ini bahkan luar biasa karena ternyata langkah penyelamatan itu dibahas dalam rapat di ruang kerja Presiden.
Sebagai Ketua KPK, Antasari ikut dalam
rapat yang dipimpin oleh Presiden SBY. Rapat itu sendiri, menurut
Antasari, membahas tentang krisis global yang tengah terjadi pada tahun
2008 dan Presiden mengingatkan agar pengalaman krisis 1998 jangan sampai
terulang kembali di Indonesia.
Hadir dalam rapat di ruang kerja presiden itu antara lain: Presiden
SBY sendiri sebagai Pemimpin Rapat, Ketua BPK Anwar Nasution, Jaksa
Agung Hendarman Supandji, Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri,
Ketua KPK Antasari, Kepala BPKP Condro Irmantoro. Sementara dari jajaran
kabinet hadir Menko Polhukam Widodo AS, Pelaksana Tugas Menko
Perekonomian Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sekretaris Negara Hatta
Rajasa. Sementara duduk di deretan belakang Juru Bicara Andi
Mallarangeng dan Denny Indrayana.
Rapat itu sendiri tidak pernah diungkap
ke publik. Padahal salah satu yang dibahas dalam rapat tersebut adalah
berkaitan dengan Bank Century. Artinya skenario langkah penyelamatan Bank Century yang akhirnya menjadi skandal dugaan mega korupsi itu sebetulnya diketahui
oleh Presiden SBY, dan bahkan Presiden SBY sendiri memberikan arahan
untuk penyelesaiannya. Hal ini bertolak belakang dengan pernyataan
Presiden SBY yang mengaku dirinya tidak mengetahui tentang skenario
langkah-langkah penyelamatan Bank Century.
Pengakuan Antasari ini tentunya bisa
menjadi pintu masuk bagi lembaga hukum untuk mengungkap kasus Bank
Century. Semua yang ikut dalam rapat tersebut harus diperiksa dan
dimintai keterangannya. Kalau para peserta rapat mencoba menutup-nutupi
berarti melakukan cover up.
Apabila fakta seperti ini terjadi di
Amerika Serikat (AS), maka pihak Kejaksaan AS sudah pasti akan menunjuk
Jaksa Independen yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa siapa pun dan
memintai keterangan semua pihak yang dianggap mengetahui kejadian
tersebut.
Bahkan pihak DPR AS pasti langsung
bergerak untuk melakukan dengar pendapat. Semua orang yang diundang
pasti akan dimintai keterangan di bawah sumpah. Persis seperti ketika
kasus Bank Century diselidiki oleh Panitia Khusus DPR.
Semua tentunya kembali kepada pihak DPR
RI dan juga lembaga penegak hukum. Seberapa jauh mereka ingin mencari
kebenaran dan menegakkan keadilan. Kasus skandal dugaan mega
korupsi Bank Century ini merupakan persekongkolan kejahatan yang luar
biasa apabila sampai dibahas secara khusus di dalam Istana, namun
sengaja tidak pernah diungkapkan kepada publik.
Keterangan Antasari tersebut di atas
tidak bisa dianggap angin lalu, karena dalam hal ini ia adalah saksi
pelaku. Ia merupakan salah seorang yang ikut rapat dan sangat mengetahui
materi apa saja yang sedang dibahas. Ini merupakan kasus yang
benar-benar menarik untuk diikuti. [KbrNet/Metro Realitas]
SBY Berbohong!!
Pernyataan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mengatakan bahwa dirinya
tidak pernah dimintai arahan dan keputusan terkait kebijakan pemberian
dana talangan (bailout) kepada Bank Century senilai Rp6,7 triliun,
adalah nyata-nyata sebuah kebohongan besar. Padahal, Sri Mulyani (Ketua
Komite Stabilitas Sistem Keuangan/KSSK kala itu) telah memperingatkan
SBY sebanyak tiga kali.
Dengan pernyataan yang diutarakan pada 4
Maret 2010 silam, Presiden Yudhoyono seolah melempar tanggung jawab
kesalahannya kepada anak buahnya yang kini menjabat Direktur Pelaksana
Bank Dunia itu.
Berdasarkan bukti autentik dokumen berupa
tiga surat yang dilayangkan Sri Mulyani Indrawati saat masih menjabat
Ketua KSSK, mantan Menteri Keuangan Kabinet Indonesia Bersatu II itu sudah memperingatkan Presiden Yudhoyono yang menyebutkan bahwa kebijakan bailout Bank Century itu menyalahi aturan.
Anehnya, dalam pidato tanggal 4 Maret
2010, atau sehari sesudah pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna
DPR RI tentang kasus bailout Bank Century, Presiden SBY menyatakan bahwa
dirinya tengah di luar negeri untuk menghadiri KTT G20 di Amerika
Serikat. “Sekali lagi, disaat
pengambilan keputusan itu, saya sedang berada di luar negeri. Saya
memang tidak dimintai keputusan dan arahan. Saya juga tidak memberikan
instruksi atas pengambilan kebijakan tentang ihwal itu, antara lain
karena pengambilan keputusan KSSK berdasarkan Perpu No 4/2008 memang
tidak memerlukan keterlibatan presiden,” kilah SBY kala itu.
Berawal dari surat Bank Indonesia kepada
Menteri Keuangan selaku ketua KSSK Sri Mulyani, yang diparaf oleh
Gubernur BI (kala itu) Boediono tertanggal 20 November 2008, menyatakan
perkembangan terakhir dari Bank Century bahwa CAR-nya minus 3,53 persen
(-3,53%). Dengan begitu bank tersebut tak layak menerima dana talangan,
dan Bank Century dinyatakan sebagai ‘bank gagal’ yang dikhawatirkan
berdampak sistemik.
Mendapat penjelasan dari BI, selanjutnya
Sri Mulyani mengirim surat kepada Presiden SBY tanggal 25 November 2008
dengan nomor surat S-01/KSSK/.01/2008. Surat tersebut merupakan surat peringatan pertama kepada SBY.
Surat yang ditembuskan kepada Menteri
Sekretaris Negara, Menteri Negara BUMN, Sekjen Departemen Keuangan dan
Sekretaris KSSK itu kembali menegaskan bahwa Bank Century adalah ‘bank
gagal’ dan ditengarai berdampak sistemik oleh BI dan selanjutnya
ditangani oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sesuai ketentuan UU 24
Tahun 2008 tentang LPS.
Dalam surat peringatan pertama itu, juga
dilampirkan notulen rapat KSSK tanggal 21 November 2008, notulensi rapat
tertutup KSSK pada tanggal yang sama yang dihadiri oleh Boediono dan
Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan. Juga dilampirkan keputusan KSSK No
04/KSSK.03/2008 tentang penetapan PT Bank Century sebagai bank gagal
yang berdampak sistemik serta keputusan penyerahan Bank Century ke LPS.
Surat peringatan kedua dari Sri Mulyani kepada SBY
dikirim tanggal 4 Februari 2009 dengan nomor surat
SR-02/KSSK.01/II/2009. Bahkan dalam surat peringatan kedua ini yang
ditembuskan kepada Menteri Sekretaris Negara, Ketua Dewan Komisioner LPS
dan Sekretaris KSSK, Sri Mulyani mencantumkan CAR (Rasio Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum) Bank Century (Negatif 3,53%) secara jelas.
Disamping itu, tak biasanya, surat resmi
itu menggunakan kalimat pembuka yang tidak lazim sebagaimana surat resmi
yang ada dan tetap merujuk pada surat pertama. “Sebagaimana Bapak Presiden maklum, dalam surat tersebut (S-01/KSSK.01/2008), KSSK melaporkan…. dst… dst…” demikian isi kalimat pembuka dalam surat tersebut. Redaksional kalimat pembuka surat Menkeu Sri Mulyani itu mengindikasikan bahwa Presiden
SBY mengetahui dan mengikuti langkah demi langkah dari sejak awal dalam
proses pengambilan keputusan terkait skenario penyelamatan Bank Century yang akhirnya berujung menjadi skandal mega korupsi.
Lantaran tak ada tanggapan dari Presiden
SBY, Sri Mulyani kembali mengirim surat kepada SBY, yakni setelah SBY
terpilih menjadi presiden bersama Boediono, tepatnya tanggal 29 Agustus
2009. Nomor surat itu adalah SR-36/MK.01/2009.
Dalam
surat ketiga itu, Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan kembali merujuk
kepada surat pertama dan kedua dengan kalimat pembuka yang tak lazim
yang juga ditembuskan kepada Menteri Sekretaris Negara, Gubernur Bank
Indonesia, Ketua Dewan Komisioner LPS dan Sekretaris Jenderal Departemen
Keuangan. [Dok/KabarNet]
Pengakuan mengejutkan yang
diungkapkan dari balik jeruji penjara oleh mantan Ketua KPK Antasari
Azhar ini sudah seharusnya ditindak-lanjuti oleh KPK, DPR dan semua
pihak yang berwenang menyelidiki kasus skandal mega korupsi Bank
Century. Pengakuan Antasari tersebut harus menjadi pintu masuk baru
untuk mengungkap kasus ini.
Apabila keterangan Antasari dan
kronologis surat mantan Menkeu Sri Mulyani tersebut terbukti benar
adanya, maka hal itu secara otomatis menjadi bukti yang jelas dan kasat
mata bahwa Presiden SBY telah melakukan kebohongan publik terkait
keterlibatannya dalam mega skandal maling uang rakyat dalam kasus Bank
Century.
Pengakuan Antasari tentang adanya
rapat di ruang kerja Presiden yang membahas kasus Century, disamping
juga tiga Surat Laporan/Peringatan dari mantan Menkeu Sri Mulyani kepada
Presiden terkait kondisi Bank Century saat itu menunjukkan bahwa,
sebetulnya, Presiden SBY dari sejak awal sudah mengetahui dan bahkan
mengikuti perkembangan langkah demi langkah penyelamatan Bank Century,
suatu hal yang selama ini selalu dibantah (tidak diakui) oleh Presiden
SBY.
Berdasarkan bukti-bukti itu
(kalau ternyata benar), maka tanpa menunggu selesainya proses hukum
terkait kasus Bank Century, DPR sebetulnya sudah bisa mengambil
langkah-langkah politik berupa pengajuan ‘Hak Interpelasi’, dan/atau
‘Hak Angket’, untuk kemudian dilanjutkan dengan pengajuan ‘Hak
Menyatakan Pendapat’ yang lazimnya berujung pada sidang paripurna
DPR/MPR untuk tindakan pemakzulan presiden.
Sebelumnya diberitakan, Antasari Azhar
menyebutkan kepada Metro Realitas yang diputar di Stasiun Televisi
Swasta Nasional Metro TV. Ia mengatakan adanya rapat yang dipimpin
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait bailout Bank Century pada
Oktober 2008. Rapat tersebut membahas rencana pemberian dana talangan
Bank Century. Saat itu pemerintah sudah menyadari adanya dampak hukum
atas kebijakan pemberian dana talangan yang rawan penyimpangan itu.
Dalam pertemuan tersebut dihadiri para Pejabat tinggi negara.
Kemudian, kata Antasari, pemerintah
mencoba mencari bank lain untuk diselamatkan. Akhirnya, pada November
2008 pemerintah memilih Bank Century untuk diselamatkan. Setelah
disepakati, Bank Century mendapat kucuran dana segar secara bertahap. Tahap
pertama, bank yang sudah kolaps itu menerima Rp 2,7 triliun pada 23
November 2008. Tahap kedua, pada 5 Desember 2008, sebesar Rp 2,2
triliun. Tahap ketiga pada 3 Februari 2009 sebesar Rp 1,1 triliun. Tahap
keempat pada 24 Juli 2009 sebesar Rp 630 miliar. [KbrNet/slm/adl]
Vie berkata
10/08/2012 pada 12:21
Sejak Awal saya sudah menduga.. klo SBY mengetahui pengucuran dana
tsb.. Makanya Sri Mulyani di ungsikan di AS agar tdk mengungkap yg
sebenarnya..
Lagi2 AS pasti juga terlibat dlm kasus ini.. Buktinya dia
mau menampung Sri Mulyani.. bnr2 parah petinggi Negeri ini, klo
pimpinannya bohong pasti ga heran klo anak buahnya ga jauh beda…
Kita
butuh sosok pemimpin yg bnr2 menjalankan perannya dan berpedoman pada
AlQur’an…
KPK Tetap Bisa Periksa Wapres!
Posted by KabarNet pada 21/11/2012
http://kabarnet.wordpress.com/2012/11/21/kpk-tetap-bisa-periksa-wapres/
Jakarta – KabarNet: Ketua KPK
Abraham Samad meluruskan pernyataannya perihal mengenai Wapres Boediono
di kasus Century. Abraham menegaskan, KPK tetap bisa memeriksa Wapres.
“Pada prinsipnya KPK tetap bisa memeriksa Wapres dalam kaitan dengan
kasus Century,” kata Abraham, Selasa (20/11/2012).
Pernyataan Abraham ini meluruskan
pernyataannya di DPR saat rapat dengan Timwas Century. Saat itu Abraham
menyampaikan bahwa terkait Wapres sepenuhnya diserahkan ke DPR dan MK,
mengingat posisinya sebagai warga negara istimewa. Kendati demikian,
bukan berarti keduanya tidak dapat terjerat hukum sama sekali.
Menurut juru bicara KPK Johan Budi, dalam
konteks tindak pidana korupsi, KPK bisa memeriksa siapa saja. Bahkan
bisa juga memeriksa Presiden sekalipun. “Namun dalam konteks pelanggaran
konstitusi DPR yang punya kewenangan yang kemudian bisa ke MK,” tutur
Johan.
Seprti diketahui, sebelumnya Ketua KPK
Abraham Samad menyatakan bahwa terdapat warga negara istimewa dalam
konstitusi. Hal tersebut dikatakan Samad saat rapat KPK dan Timwas
Century di Gedung DPR Jakarta, Selasa (19/11). “Yang saya tangkap ada
kekecewaan yang mendasar karena di luar ekspektasi, yang mana ekspektasi
anggota dewan, di mana keterlibatan atasannya dan sebagainya. Saya
perlu jelaskan dalam teori konstitusi dan hukum konstitusi dan pakar
konstitusi, menyatakan bahwa ada yang disebut sebagai warga negara
istmewa yaitu Presiden dan Wapres. Kalau mereka melakukan pidana maka
yang akan melakukan penyelidikan adalah DPR, jadi KPK tidak punya
kewenangan,” jelas Samad.
Status Budi Mulya dan Siti Chalimah Fajriyah
KPK telah menetapkan dua orang mantan Deputi BI, Budi Mulya dan Siti Fajriyah sebagai tersangka kasus Bank Century. Status itu memang hampir sudah dipastikan melekat kepada keduanya, tinggal penyempurnaan administrasi saja.
KPK telah menetapkan dua orang mantan Deputi BI, Budi Mulya dan Siti Fajriyah sebagai tersangka kasus Bank Century. Status itu memang hampir sudah dipastikan melekat kepada keduanya, tinggal penyempurnaan administrasi saja.
Belakangan Bambang menyatakan, penetapan
tersangka itu masih berdasarkan kesimpulan rapat. Belum ada Surat
perintah dimulainya penyidikan (Sprindik) yang menjadi dasar penetapan
seseorang sebagai tersangka. “Dalam ekspose sudah ditingkatkan kepada
penyidikan, tetapi secara administrasi belum dikeluarkan sprindik,” kata
Bambang.
Sejak Desember 2009, KPK menetapkan dua
calon tersangka dari pihak Bank Indonesia (BI), yakni Budi Mulya dan
Siti Chalimah Fajriyah. “Telah dilakukan gelar perkara atau expose. Dari
kegiatan tersebut disimpulkan bahwa telah ditemukan adanya peristiwa
tindak pidana korupsi yang menimbulkan kerugian negara yang dilakukan
oleh pejabat BI yaitu, BM Deputi bidang 4 pengelolan moneter devisa dan
SCF deputi bidang 5 bidang pengawasan,” kata ketua KPK Abraham Samad, di
Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (20/11/2012).
Abraham mengatakan, Budi Mulya ketika itu
menjabat Deputi bidang IV Pengelolaan Moneter Devisa BI. Adapun Siti
Chalimah Fajriyah menjabat Deputi bidang V bidang Pengawasan BI.
Penyelidikan itu dilakukan setelah memeriksa hingga 153 orang saksi
sampai 19 November 2012 .
Abraham menjelaskan, keduanya diduga
melakukan penyalahgunaan kewenangan dalam pemberian Fasilitas Pendanaan
Jangka Pendek (FPJP). “Serta penyalahgunaan penetapan Bank Century
sebagai bank gagal berdampak sistemik,” kata Abraham.
Menurutnya, penyelidikan itu dilaksanakan
atas dasar surat perintah penyidikan pada 8 desember 2009 untuk
penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi atas pengelolan Bank Century
tbk dan upaya penyelematan bank tersebut. Sampai dengan tanggal 19
November 2012 telah dimintai keterangan kepada 153 orang.
Hingga saat ini Budi Mulya dan Siti
Chalimah Fajriyah yang disebut-sebut akan menjadi tersangka dalam kasus
bailout Bank Century belum dicegah ke luar negeri. KPK belum meminta
kepada Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM untuk melakukan
pencegahan ke luar negeri. “Belum, belum ada permintaan cegah terhadap
yang bersangkutan,” kata Juru Bicara KPK, Johan Budi, Selasa
(20/11/2012).
Sejak kasus Bank Century mencuat pada
September 2009, Siti Fajriyah divonis terkena penyakit stroke. Bahkan,
saat ini dirinya masih menjalani rawat jalan untuk penyembuhan penyakit
stroke yang dialaminya. Sebagai infomasi, Siti terpilih secara aklamasi
pada 9 Mei 2005 oleh Komisi XI DPR sebagai Deputi Gubernur BI bidang
Pengawasan menggantikan Aulia Pohan yang telah pensiun.
Berikut ini adalah profil Budi Mulya, dan Siti Chalimah Fajriyah
BUDI MULYA
Tempat, tanggal lahir: Bogor, 29 Juli 1954
Tempat, tanggal lahir: Bogor, 29 Juli 1954
PENDIDIKAN:
UMUM
UMUM
- Sarjana Ekonomi Universitas Padjadjaran, Bandung (1978)
- Master of Science in Economics (M.Sc) University of Illinois, Champaign, Illinois, USA (1985)
- KHUSUS
- Joint ASEAN +3 Senior Policy Seminar on Monetary and Financial Integration in East Asia, Manila, Philippine, (2004)
- AFDP Workshop on Developing Corporate Bond Market in APEC Economies, Shanghai, China (2004)
- Certified Wealth Manager (CWMA), The University of Greenwich, UK (2004)
- BIS and HAMKA Workshop on Monetary Policy Implementation Hongkong (2005)
- The 3rd Workshop for Worldwide Central Banks on Beyond Financial, Reform, Seoul, Korea (2005)
- Balanced Scorecard Leadership Conference, Boston (2006)
- -2006 Raffles Forum Good Governance and The Wealth of Nation, Singapore (2006)
PERJALANAN KARIER:
PEMERINTAHAN
PEMERINTAHAN
- Direktur Direktorat Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (2003-2006)
- Board of Director Indonesian Philippines Business Council (IPBC) (2005-2006)
- Direktur Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank Indonesia (2006-2007)
- Vice Chairman Indonesian Philippines Business Council (IPBC) (2006)
- Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Pengelolaan Moneter (2007)
SITI CHALIMAH FAJRIYAH
Tempat, tanggal lahir: Temanggung, Jawa Tengah, 2 September 1951
PENDIDIKAN:
UMUM
UMUM
- SD Negeri Mojotengah, Temanggung, Jawa Tengah (1963)
- SMP Al Iman, Parakan, Temanggung (1966)
- SMA Muhammadiyah, Temanggung (1969)
- Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) (1978)
- Jurusan Manajemen Internasional Fakultas Ekonomi Sekolah Tinggi Manajemen PPM, Jakarta (1999)
- Doktor Program Ilmu Manajemen Strategi, Universitas Indonesia (UI), Jakarta (2008)
- KHUSUS
- FSI/ SEANZA Workshop on Credit Risk Management and Asset Quality, Colombo, Sri Lanka (2000)
- SEANZA Course on Macro, Micro Policy Coordination, Manila, Phillipina (2000)
- International Summit on Islamic Banking and Finance, Kuala Lumpur, Malaysia (2001)
- Pacific Rim Bankers Program, University of Washington, Seattle, USA (2003)
- Program Eksekutif Serifikasi Manajemen Risiko, Kuala Lumpur, Malaysia (2004)
- Government Summit, Washington, USA (2005)
PERJALANAN KARIER:
PEMERINTAHAN
PEMERINTAHAN
- Kepala Urusan Pengawas Bank II, BI (1998-1999)
- Direktur Direktorat Pengawasan Bank I (1999-2002)
- Direktur Direktorat Pengawasan Bank II (2002-2003)
- Direktur Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan, BI (2003-2005)
- Deputi Gubernur BI (2005)
KEGIATAN LAIN:
- Anggota Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan Indonesia (2002)
- World Bank Seminar on Aligning Supervisory Structures with Country Needs, Washington DC, USA (2003)
- Ketua Divisi Pengumpul ZIS-Baznas (2004)
- 4th Consumer Credit Reporting World Conference, Beijing, China (2004)
- Direktur International for Islamic Financial Market (IIFM), Bahrain (2005)
- Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) (2006)
- Anggota Dewan Konsultatif DSAK-IAI (2006)
- Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi (ISEI), Kompartemen Goverment (2007)
- Anggota Wali Amanah UGM Yogyakarta (2007)
[KbrNet/Slm/Kompas]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar