Jumat, 01 April 2011

Kekerasan di Bahrain Lebih Buruk dari Libya!>>> Setelah Arab Saudi, Kini Giliran UEA Kirim Pasukan ke Bahrain>>>> Libya dan Arogansi Amerika>>>Inilah Tujuan Agresi Barat ke Libya>>>Membongkar Agenda Terselubung Agresi Militer Barat ke Libya>>>Inilah Agenda CIA di Libya>>>Apa Sebenarnya Tujuan Akhir Militer Barat Serang Libya?>>>Sedikitnya 110 Rudal Tomahawk AS ditembakkan ke Libya>>>Operasi Odyssey Dawn, Militer AS Habiskan Miliaran Dolar per 6 Jam>>>Apa Itu Istilah Operasi Odyssey Dawn?>>>AS Rilis Pengeluaran Biaya Invasi ke Libya>>>Runtuhnya Demokrasi “Made In USA”>>> Dari bukti2 tersebut diatas telah nyata2 bhw AS-NATO-Israel adalah dalang dan pelaku Kejahatan Internasional...yang selalu menggunakan standar ganda...Dan nyata2 adalah Pelaku Perang Kriminal Internasional... terhadap Kemanusiaan dan Kemerdekaan serta Kedaulatan Negara2 sah di dunia..>>>..Mereka telah melakukan Kesewenang-wenangan...dan melecehkan Kaidah2 Hukum dan moral..Kemanusiaan....dan Kezhaliman dan Pembunuhan2 yang sangat aniaya.... terhadap Rakyat sipil dan Pemimpin2 Bangsa Merdeka....khususnya.di Negara2 muslim..[ sebelumnya mereka juga membantai Rakyat Vietnam...Rakyat Kamboja. melalui antek2nya Jemdral Lon Nol...dan .. kita tidak tahu apa yang terjadi di IIndonesia, pasca Sukarno....[Siapa mendukung siapa...dan pembantaian yang penuh intrik dan konspirasi... dan harga yang harus dibayar dengan Freeport...dan Ladang2 Minyak Indonesia dengan Kontrak2 ...yang misterius...dan penuh jaringan...internasional...Inilah harga2 ...dengan hutang2 besar... yang menjerumuskan bangsa..dan anak-cucu bangsa..hingga kini... menjadi sanderanya....>> Kini Rakyat RI semakin tak berharga...dan semakin terpuruk...ya hancur harga dirinya...ya hancur ekonomi bangsanya..dan juga kedaulatan politiknya... menjadi keset injakan sepatu...para Tuan2 Besar....Kapitalis...dan Konspirasi Internasional...- Hai bangsa Indonesia... sadarlah...dan renungkanlah...apa yang terjadi dengan sejarah kita..sendiri.. Sayang yang di TV2 dan media2 itu hanya bisanya cengengesan. dan tuduh ini--tuduh itu kepada pihak2 yang tidak disukai.. terhadap anak negeri sendiri yang benar2 berjuang.untuk kehormatan bangsnya....Dan anehnya mereka2 itu..se-akan "bangga"... Padahal dimata para Kapitalis dan para Konspirasi... kita2 ini tak berharga...dan hanya sebagai goyim2 dan budak2 hina...Di-mana2 TKW2 dan bangsa kita dihinakan... Hmmmh..... ] >>>AS-NATO-Israel adalah Teroris sebenarnya... yang harus disapu bersih dari muka bumi... PBB[UN] adalah markas besarnya.....>>> Karena itu... wahai Masyarakat Kemanusiaan Sedunia Bersatulah... dan Dukunglah Gaddafi & Rakyat yang membela Tanah air dan bangsa Libya dan berperang melawan serangan agresor Asing dan antek2 para Pemberontak... Laknatullah...dan bantu dan dukunglah Pejuang Hamas-Palestina-Pejuang Iraq- dan Pejuang Afghanistan>>>....Mari kita bersatu dan dengan kekuatan moral dan agama yang benar kita lawan dan kita hancurkan...Konsep dan Kekuatan Konspirasi dan perilaku... Kejahatan AS-NATO-Israel....>>> Merekalah yang benar2 membunuh rakyat di Libya, di Palestina.>>> di Iraq dan di Afghanistan...dan juuga di Dunia Islam lainnya..... Wahai umat Islam sedunia.... bangkitlah... dan benar2 berjihad dengan satu tekad hancurkan Kemunafikan, Kekejian dan Kejahatan para Penjahat Kemanusiaan Internasional... yaitu... AS-NATO-Israel....>>> Wahai Rakyat AS-Eropa- Masyarakat Dunia...waspadalah... dan sadarlah....bahwa semakin banyak perang dilakukan oleh AS-NATO-Israel, semakin terpuruklah rakyat AS-Eropa dan Masyarakat Dunia lainnya, karena akan terjerumus kepada hutang2 yang sangat besar terhadap para Kapitalis dan Komplotan Konspirasi...Internasional... yang selalu mengiming-iming bantuan dan menjerumuskan dengan Hutang2 ala Ijon [Lintah darat] yang membahayakan bangsa2 dunia dan anak2 negeri diamanapun kita berada....>>> Bangkitlah Umat Islam... Bersatu...dan perkuat silaturahim sesama muslimin... Bangkitkan semangat persaudaraan, persatuan umat dan membangun keutuhan syariah yang kaffah...Insya Allah, kita dalam berkah dan pertolongan Allah Maha Kuasa Maha Gagah Perkasa... Amin... Allahumma Afrigh alalina shabran watsabbit aqdamana...wanshurna 'alalqoumilkafirin....Allah ...Allah Allah hu Akabar......Amain...

Kekerasan di Bahrain Lebih Buruk dari Libya!

Kekerasan di Bahrain Lebih Buruk dari Libya!
Aksi pemrotes Syiah Bahrain yang menuntut hak-haknya dipenuhi, dijawab oleh pemerintahan Manama dengan kekerasan, kini semakin memburuk karena diperparah dengan datangnya gelombang bantuan militer besar-besaran dari negara-negara Arab di pesisir Teluk Persia.
Analis politik Sarah Marusek menilai tindakan keras terhadap para demonstran Bahrain sebagai sebuah "perbuatan keji" dan "sangat tidak proporsional", sebab para demonstran anti-rezim hanya menuntut hak-hak mereka dan tidak memanggul senjata.
Analis Politik Timur Tengah ini menilai situasi di Bahrain lebih buruk dari Libya. Pasalnya, rezim Manama yang kewalahan menghadapi gelombang protes rakyatnya sendiri, meminta bantuan dari negara-negara Arab tetangganya di pesisir Teluk Persia. Inilah yang tidak dilakukan pemimpin Libya Muammar Qaddafi.
Marusek mengkritik invasi yang dilakukan pasukan militer negara-negara anggota Dewan Kerjasama Teluk Persia (PGCC) dan menggambarkannya sebagai sesuatu yang "keterlaluan."
Menurut analis politik ini, penggunaan pasukan asing dan tentara bayaran untuk menumpas aksi demonstrasi anti-pemerintah bukan hal yang baru bagi rezim Manama.
Sebelumnya Manama telah merekrut tentara asing dari Pakistan, Yaman, dan negara lain akibat konflik internal di antara pasukan militer sejak awal demonstrasi pro-reformasi pada bulan Februari.
Marusek menilai invasi negara-negara Arab ke Bahrain dilakukan dengan lampu hijau Amerika Serikat. Menteri Pertahanan AS Robert Gates mengunjungi Bahrain pada hari Sabtu, sesaat sebelum pasukan dari Arab Saudi dan negara-negara Arab tetangga dikirim ke Bahrain.
Kekerasan terhadap demonstran damai yang terus berlanjut hanya akan mempertebal radikalisme para pengunjuk rasa, yang kini tidak memiliki alternatif selain membela diri. (irib)

Setelah Arab Saudi, Kini Giliran UEA Kirim Pasukan ke Bahrain

Setelah Arab Saudi, Kini Giliran UEA Kirim Pasukan ke Bahrain
Setelah Arab Saudi, kini Uni Emirat Arab (UEA) mengirim sekitar 500 polisi ke Manama, bertujuan membantu pemerintah Bahrain menumpas gelombang unjuk rasa anti-pemerintah.
"Pemerintah Bahrain kemarin meminta kami mencari cara untuk membantu mereka meredakan ketegangan di Bahrain," kata Menteri Luar Negeri UEA Abdullah bin Zayed al-Nahyan pada hari Senin.
"Kami telah mengirimkan sekitar 500 polisi," katanya pada pertemuan tingkat menteri luar negeri anggota G-8 di Paris.
Pengiriman itu muncul setelah UEA memutuskan untuk bergabung dengan kontingen negara-negara Arab di Teluk Persia ke Bahrain guna membantu meredakan kekerasan di negara itu.
Menteri Negara Urusan Luar Negeri UEA, Gargash Anwar mengatakan bahwa keputusan UEA bergabung dengan kontingen mencerminkan tekad negara-negara anggota Dewan Kerjasama Teluk Persia (PGCC) demi merapatkan barisan dalam menghadapi bahaya.
Selain Bahrain dan UEA, PGCC beranggotakan Kuwait, Oman, Arab Saudi dan Qatar.
Enam negara anggota Dewan Kerjasama Teluk Persia (GCC) bersepakat mengirim pasukan militer ke Bahrain dalam rangka mengendalikan instabilitas yang melanda Bahrain akibat protes anti-pemerintah.
Sebelumnya, Arab Saudi mengirim sekitar 30 tank ke Bahrain sejak (Senin, 28/2) melintas di jalan lintas Raja Fahd yang menghubungkan kedua negara. Meski demikian, protes pro-demokrasi di Bahrain tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan setelah berjalan dua mingguan. Para demonstran menuntut pengunduran diri rezim, reformasi konstitusional dan tahta raja.
Para demonstran menuntut reformasi demokratis di negara yang telah diperintah oleh dinasti al-Khalifa selama lebih dari 200 tahun.
Menyusul eskalasi gelombang protes rakyat di Bahrain, Raja Hamad bin Isa Al Khalifah mengusulkan perundingan secepatnya dengan pemrotes. Kepada putra Mahkota Salman bin Hamad Al Khalifah, penguasa Bahrain itu mengeluarkan instruksi untuk mengundang kubu oposisi berunding.
Raja Bahrain menggarisbawahi bahwa perundingan harus dilaksanakan tanpa prasyarat. Sampai saat ini pemerintah Bahrain belum mengabulkan satupun tuntutan para demonstran. (irib)

Libya dan Arogansi Amerika

Libya dan Arogansi Amerika
Setelah puas menginvasi Irak (dengan dalih senjata pemusnah massal), menduduki Afganistan (atas nama pembersihan Al-Qaeda), dan membiarkan sekutu dekatnya, Israel, terus membunuhi bangsa Palestina di Jalur Gaza, kini AS dan sekutunya kembali membombardir Libya.
Sedari awal, AS (dan sekutu Baratnya) menyadari, damainya Timur Tengah dan bersatunya negara-negara Arab merupakan ancaman nyata. Menurut Mark Quarterman (2007), kebijakan ini dilatari oleh ketergantungan akut Barat terhadap suplai minyak Timur Tengah.
Apa yang kini dilakukan AS di Libya sesungguhnya dapat dieja dari perspektif “politics for oil” ini. Sudah menjadi rahasia umum, AS akan menempuh segala cara untuk menancapkan pengaruhnya di Timur Tengah, terutama menyangkut minyak.
Setiap perubahan kebijakan luar negeri dan intervensi militer yang dilakukan AS serta operasi rahasia CIA di Timur Tengah hanya punya satu tujuan: menguasai jalur produksi dan distribusi minyak. Dengan menguasai Libya yang memiliki cadangan minyak terbesar di Afrika (Wall Street Journal, 28/08/09), AS (dan sekutunya) dapat memastikan pengaruh politiknya, menjaga pasokan minyak bagi mesin industrinya, dan mengendalikan ekonomi dunia.
Atas dasar ‘politik minyak’, AS rela bersekutu dengan rezim-rezim antidemokrasi di Jazirah Arab. AS juga tidak akan segan-segan melakukan intervensi, seperti merancang rekayasa politik guna menggulingkan pemerintahan yang sah atau menggunakan legalitas PBB untuk mengintervensi rezim-rezim yang dianggap ‘membandel’. Libya di bawah Khadafi, dan Iran di bawah Ahmadinejad, kerap merasakan intervensi ini.
Pada aras lain, pengaruh kaum neokonservatif juga menjadi faktor penting menguatnya hegemoni AS di Timur Tengah. Justin Raimondo (Reclaiming the American Right: The Lost Legacy of the Conservative Movement, 2008) menyebut, kaum neokonservatif adalah para mantan kaum kiri AS yang karena alasan pragmatisme politik bergeser menjadi sangat kanan. Kelompok neokonservatif ini eksis sejak 1992, dan kiprah mereka terekam dalam lembaga think tank bernama “The Project for the New American Century (PNAC)”.
Secara garis besar, PNAC bertujuan membentuk kekaisaran Amerika (Pax Americana) atas dasar internasionalisme Amerika. Guna mewujudkan mimpi “Pax Americana”-nya itu, AS wajib memperkuat sektor militernya melalui doktrin “the best defence is a good offense”.
Jagad kuasa “Hobbesian”
MENGAPA AS (dan sekutu Baratnya) gemar menebar teror dan memberi stempel negara yang tak disukainya sebagai ‘anti-demokrasi’, ‘kiri’, ‘sponsor teroris’, atau ‘poros kejahatan’?
Mengutip Robert Kagan dalam Paradise of Power (2003), sejak berakhirnya Perang Dunia II, AS punya kalkulasi sendiri dalam menentukan prioritas nasional, melihat ancaman, serta mendefinisikan kebijakan pertahanan dan politik luar negerinya. Dalam bahasa Kagan, AS hidup dalam jagad kuasa “Hobbesian”.
Paradigma ini merujuk pada pandangan Thomas Hobbes, filsuf Inggris Abad ke-17, yang melihat keadaan alamiah manusia (state of nature) sebagai anarki, yang kotor, brutal, dan singkat. Situasi seperti ini tentu membutuhkan hadirnya ‘Leviathan’, sebuah kekuasaan dengan kedaulatan mutlak dan punya kekuatan memaksa untuk menghindari anarki dan memastikan kehidupan manusia tak lagi berada dalam siklus “axis of evil”.
Perilaku politik AS ini juga dapat didudukkan dalam tesis “the clash of civilization”-nya Samuel Huntington (1996). Menurut Huntington, setiap benturan selalu berada dalam kerangka perang peradaban; dimana peradaban Islam (dan Konfusian) diposisikan sebagai ‘musuh’ baru Barat (pasca runtuhnya komunisme). Paradigma ini dengan angkuh membagi dunia ke dalam tiga zona peradaban (Islam-Konfusian-Barat) yang secara ideologis saling berhadapan secara diametral: ‘poros iblis’ di satu sisi, dan ‘poros malaikat’ di sisi lain.
Serangan udara AS (dan sekutunya) atas Libya, bisa dieja dari perspektif “Huntingtonian complex” ini. Perilaku ‘politik Khadafi’ adalah anomali dalam adab demokrasi Barat, dan karenanya mesti diperangi. Pascatragedi 11/9, Irak dan Afganistan (juga Palestina) adalah korban nyata dari tesis benturan peradaban yang melihat wajah dunia secara simplistis.
Jika AS konsisten pada jatidirinya (seperti dinyatakan Abraham Lincoln, bahwa “deklarasi kemerdekaan Amerika bukan hanya memberi kebebasan pada rakyat negeri ini, tetapi juga harapan bagi kebebasan dunia di masa depan”), maka AS tak mesti menghukum Khadafi dengan gaya ‘cowboy’: membombardir dan mencederai kedaulatan Libya.
Sebagai hyperpower, yang kerap mengklaim diri sebagai pengawal ‘demokrasi universal’ dan penjaga ‘moral dunia’, AS mengingkari komitmennya sendiri sebagai ahli waris pencerahan, yang memuja kemanusiaan, kebebasan, otonomi individu, dan demokrasi liberal?
AS tidak memiliki alasan moral untuk melakukan serangan udara atas negeri berdaulat seperti Libya. Dalam konteks ini, AS telah melanggar pesan Thomas Jefferson agar senantiasa mengedepankan “rasa hormat yang layak terhadap bangsa lain”.
Ketika AS dikendalikan oleh para penganjur “Hobbesian”, yang kerap bertindak bak ‘Leviathan’ (baca: polisi dunia), maka bisa dipastikan, kebijakan politik luar negeri AS akan cenderung abai pada pertimbangan moral. Sebab, sulit bagi Barat—yang melihat Timur Tengah tak lebih dari sekumpulan negeri yang diperintah rezim anarki—untuk berdiam diri, apalagi membiarkan bangsa Arab hidup berdampingan secara damai.
Paradigma berpikir elite AS yang gemar mempertontonkan kekuatannya secara sewenang-wenang, jelas bertabrakan dengan logika “perceptual peace” sebagai metode untuk mencapai tata pergaulan internasional yang damai, adil, dan beradab; dan spirit “foedus pacifucum” yang memuliakan otonomi moral, humanisme, kebebasan, dan hak hidup sebuah bangsa.
Pembantaian militer AS di Irak, Afganistan, dan kini penyerbuan militer atas Libya, jelas berakar pada tesis politik “Hobbesian” yang menginginkan hadirnya sebuah ‘Leviathan’. Ini menunjukkan, bahwa AS (dan sekutu Baratnya) berhak menentukan sebuah ‘kejelasan moral’ (moral clarity) bagi setiap negara.
Yang pasti, kebijakan ‘standar ganda’ AS adalah pembentuk utama peta politik Timur Tengah dewasa ini. Selama AS berkepentingan besar atas minyak Timur Tengah, maka bisa dipastikan AS tidak akan pernah membiarkan kedamaian dan koeksistensi tumbuh bersemi di pentas politik Timur Tengah.
Launa, SIP MM adalah dosen FISIP Universitas Satya Negara Indonesia; Redaktur Jurnal Sosial Demokrasi
sumber: harianpelita

Inilah Tujuan Agresi Barat ke Libya

Inilah Tujuan Agresi Barat ke Libya
Tujuan serangan Amerika Serikat, Inggris dan Perancis ke Libya sama dengan invasi mereka ke Irak. Ditambahkan juga, serangan negara-negara Barat ke Libya bertujuan menjarah sumber-sumber energi negara itu. Hal itu dikatakan Kepala Institut Analisa Politik dan Militer Rusia, Kolonel Anatoly Tsyganok.
Tsyganok, Senin (21/3) dalam wawancara dengan IRNA di Moskow, menuturkan, Amerika dan sekutunya di Barat akan berupaya maksimal untuk memanfaatkan kesempatan yang muncul di Libya demi mencapai ambisi-ambisi politik dan ekonominya. Ditambahkannya, Barat bermaksud mengontrol sumber-sumber energi Libya dan roda perekonomian negara itu seperti yang mereka lakukan di Irak.
"Rusia dan Cina serta mayoritas negara dunia menentang serangan udara Barat, yang bertujuan menggulingkan rezim Gaddafi," jelasnya. Menurut Tsyganok, rakyat Libya harus menentukan masa depan negaranya dan negara-negara lain juga tidak berhak mengintervensi urusan dalam negeri Libya.
"Tindakan-tindakan sepihak Amerika akan membongkar ambisi-ambisi busuk negara itu untuk mengontrol dan menguasai kawasan strategis Timur Tengah. Masyarakat dunia perlu melawan langkah-langkah seperti ini," tegasnya.
Pada bagian lain pernyataannya, Tsyganok berbicara tentang Republik Islam Iran dan memuji kebijakan negara ini di Timur Tengah. Dikatakannya, Iran berupaya menciptakan dan memperkokoh stabilitas dan keamanan Timur Tengah. Kebijakan Tehran merupakan faktor stabilitas kawasan.
Seraya menyinggung langkah-langkah Iran untuk menjamin keamanan kawasan dengan melibatkan negara-negara regional, Tsyganok menandaskan, "Penentangan Iran atas kehadiran pasukan Amerika di kawasan dan penegasan negara ini terhadap penarikan mereka khususnya dari Irak dan Afghanistan, merupakan faktor utama kebijakan konfrontatif Washington terhadap Tehran. Oleh karena itu, Amerika berupaya menekan Iran termasuk melalui sanksi." (irib)

Membongkar Agenda Terselubung Agresi Militer Barat ke Libya

Membongkar Agenda Terselubung Agresi Militer Barat ke Libya
Lagi-lagi Barat dan sekutunya memanfaatkan isu demokrasi dan kebebasan untuk meraih ambisi hegemoniknya. Kali ini, Libya menjadi bulan-bulanan serangan militer Barat dengan dalih untuk menegakkan demokrasi dan hak asasi manusia. Namun sebagaimana diduga oleh banyak kalangan, intervensi militer Barat di Libya kali ini menyimpan misi rahasia yang sedikit banyak telah terkuak. Time, sebuah koran terbitan AS membeberkan motif tersembunyi di balik serangan militer tersebut. Penulusuran Time menunjukkan bahwa internvensi militer Barat ke Libya lebih banyak memuat motif ekonomi ketimbang sekedar untuk menggulingkan Gaddafi. Dengan cara itu, Barat hendak memamerkan kembali kekuasaannya di tingkat global sambil menampakkan diri sebagai sosok pembela perdamaian dan demokrasi. Apalagi sekitar 2 persen cadangan energi dunia tersimpan di Libya.
Meski tujuan terselubung Barat ini bisa dengan mudah dideteksi, anehnya Kepala Staf Militer AS Michael Mullen berkilah bahwa tujuan intervensi AS dan negara-negara Barat pada umumnya bukan untuk menumbangkan rezim Gaddafi. Tak ayal, penegasan perwira tinggi Pentagon itu membuat publik internasional terperanjat dan semakin menguatkan kekhawatiran banyak pihak tentang misi terselubung Barat di Libya. Tak hanya itu saja, pernyataan Mullen tersebut bisa dimaknai sebagai lampu hijau bagi Gaddafi untuk tetap bertahan sambil diam-diam menjalin hubungan gelap dengan Barat. Terlebih selama ini pun, Washington punya kedekatan intim dengan Gaddafi.
Mereaksi serangan militer Barat ke Libya yang banyak memakan korban di pihak sipil, Liga Arab pun segera memprotes tindakan Barat tersebut yang dinilai terlalu berlebihan. Sekjen Liga Arab Amr Moussa secara tegas menyatakan bahwa serangan Barat ke Libya telah melampaui tujuan dari Resolusi 1973 PBB yang mengendaki terwujudnya zona larangan terbang di Libya.
Pada 12 Maret lalu, 22 negara anggota Liga Arab mendukung pemberlakuan zona larangan terbang oleh PBB. Liga Arab menegaskan bahwa Gaddafi telah kehilangan legitimasinya sebagai pemimpin saat dia menyerang para demonstran pro-revolusi.
Namun, niat baik Liga Arab yang dimaksudkan untuk melindungi warga sipil itu sangat kontras dengan misi militer yang diusung Barat. Dengan begitu brutalnya, pasukan angkatan udara Amerika Serikat, Inggris dan Prancis, melancarkan serangan ke daratan Libya. Dilaporkan, pasukan tersebut telah menembakkan 120 rudal Tomahawk yang menewaskan 48 jiwa.
Sementara itu, saat ditanya mengenai sikap Republik Islam Iran terhadap serangan militer AS dan sekutunya ke Libya, Jurubicara Departemen Luar Negeri Iran Ramin Mehmanparast menyatakan, "Sikap Republik Islam Iran selalu mendukung rakyat dan membela tuntutan sah mereka di negara manapun". Menyinggung misi terselubung Barat di balik intervensi militernya, Ramin mengungkapkan, "Negara-negara tersebut biasanya datang dengan mengusung slogan-slogan dukungan terhadap rakyat. Namun sebenarnya mereka bermaksud untuk meraup keuntungan dengan menguasai negara-negara sasaran, membangun pangkalan militer, dan melanjutkan penjajahan dan kekuasaannya dengan model baru".(irib)

Inilah Agenda CIA di Libya

Sejumlah media massa utama di Amerika Serikat (AS) sejak Rabu 30 Maret 2011 gencar memberitakan bahwa Dinas Intelijen CIA telah menempatkan personel mereka di Libya untuk mengumpulkan data intelijen guna mendukung serangan udara pimpinan AS serta membantu pasukan pemberontak anti rezim Muammar Khadafi.
Menurut kalangan pengamat, kemungkinan para agen CIA bertugas membantu misi pengeboman pasukan Koalisi, sekaligus menjalin kontak dengan pemberontak.
Terkait misi intelijen itu, kabarnya pihak berwenang AS, baik kantor kepresidenan, Departemen Pertahanan, hingga CIA sendiri tidak bersedia menanggapi benar tidaknya laporan sejumlah media itu, yang mereka ambil dari sumber-sumber rahasia.
"Kami tidak mau membenarkan dan tidak bersedia membantah," kata juru bicara Gedung Putih, Jay Carney, seperti dikutip kantor berita Associated Press.
Bagi kalangan pengamat, misi intelijen seperti yang dilakukan CIA ke suatu negara tidaklah mengherankan dan tidak perlu ada penjelasan dari pihak berwenang. Apalagi, untuk misi di Libya, AS sudah bertekad tidak akan mengirim pasukan darat dan hanya melancarkan serangan udara serta tembakan rudal.
Menurut mantan pejabat intelijen Angkatan Udara AS, Letnan Jenderal David Deptula, seperti dikutip harian The New York Times, misi intelijen itu diperlukan untuk tugas-tugas yang membutuhkan akurasi. Mengenai misi intelijen ke Libya, kemungkinan tim rahasia itu diperlukan untuk mengintai sasaran spesifik di wilayah yang padat penduduk, sehingga serangan yang akan diambil tidak sampai menimbulkan korban di pihak sipil.
Deptula mengungkapkan, Libya memiliki banyak wilayah yang datar dan rata-rata cuaca di sana cerah. Itulah sebabnya tidak perlu ada pengerahan pasukan darat, sehingga cukup menerbangkan jet-jet pengebom yang memiliki teknologi sensor yang canggih dan misi pengeboman itu bisa dilakukan siang atau malam.
Masalahnya, menurut Deptula, bila pasukan rezim Khadafi berada di kota-kota yang padat penduduk. Situasi ini menyulitkan Koalisi Internasional untuk melakukan serangan udara yang spesifik, karena berisiko menimbulkan korban jiwa di pihak sipil.
Maka, tugas tim intelijen itu adalah melakukan pengintaian dan menentukan target sasaran di wilayah ramai itu. "Personel di darat akan berperan dalam menyediakan koordinat target atau menunjukkan sasaran kepada pilot dengan perangkat berteknologi laser," kata Deptula.
Namun, misi pengeboman spesifik di wilayah padat penduduk itu tetap berisiko, karena daya ledak dari rudal yang ditembakkan bisa menghantam apa pun dalam radius tertentu. (vivanews)


Apa Sebenarnya Tujuan Akhir Militer Barat Serang Libya?

Apa Sebenarnya Tujuan Akhir Militer Barat Serang Libya?
Operasi Pasukan Amerika Serikat dan sekutunya untuk menegakkan Resolusi Dewan Keamanan PBB di Libya berkembang seperti diperkirakan setelah diawali oleh pesawat-pesawat Prancis yang melancarkan tembakan pertama, kemudian disusul 112 rudal ditembakkan sejumlah kapal perang dan kapal selam milik Amerika Serikat dan Inggris.
Tujuan awal adalah untuk melumpuhkan kemampuan dan menghancurkan sistim pertahanan terpadu Libya, yang sebagian besar berpusat di sekitar ibu Iota Tripoli dan Libya bagian barat.
Rudal jelajah ditembakkan dari kapal perang Amerika Serikat dan kapal selam di Laut Tengah. Kapal selam Inggris jenis Trafalgar juga terlibat. Demikian pula jet GR4 Tornado milik Angkatan Udara Inggris.
Mereka terbang bolak-balik dari pangkalan mereka di Inggris untuk meluncurkan rudal Storm Shadow ke sasaran pertahanan udara Libia.
Storm Shadow adalah rudal jangka panjang yang bisa diluncurkan jauh di luar jangkauan pertahanan udara lawan. Pesawat pembom Stealth milik Amerika Serikat juga digunakan untuk mengebom sekitar 40 bom di pangkalan udara Libya. Semua ini dimaksudkan untuk menegakkan zona larangan terbang.
Panglima Angkatan Bersenjata Amerika Serikat Laksamana Mike Mullen, sudah mengumumkan bahwa zona larangan terbang sudah dicapai meskipun mungkin masih ada hal yang perlu dilakukan.
Pesawat Stealth Amerika juga digunakan untuk menjatuhkan 40 bom di pangkalan udara Libya.
Tank dan artileri pasukan Libya tampaknya sekarang menjadi sasaran utama serangan koalisi setelah dilaporkan mereka melanggar resolusi PBB dengan melanjutkan serangan terutama di sekitar Kota Misrata.
Tampaknya pasukan Libya berniat untuk maju secepatnya ke kota-kota yang dikuasai para pemberontak sehingga mereka lebih sulit menjadi sasaran dari udara, karena tujuan utama koalisi adalah melindungi warga sipil.
Tujuan Resolusi Dewan Keamanan PBB adalah jelas: gencatan senjata dan mengakhiri serangan pasukan pemerintah Libia terhadap warga sipil dan tempat-tempat pemukiman padat.
Resolusi tidak menyerukan pergantian rezim meskipun "mengizinkan" operasi militer bagi perlindungan warga sipil.
Beberapa kalangan beranggapan bahwa pemimpin Libya Moamar Khadafi dan para jenderalnya mungkin bisa dipertimbangkan sebagai sasaran. Namun tidak semua sependapat.
"Namun seberapa jauh koalisi bersedia bertindak? Mereka harus secara hati-hati merancang aturan perang namun masalah yang sebenarnya adalah politik dan bukan militer," kata wartawan BBC Jonathan Marcus.
Salah satu kemungkinan hasilnya adalah kekalahan pasukan Gaddafi dan mereka menarik diri dari kota-kota yang dikuasai pemberontak sehingga terjadi kebuntuan.
Setelah serangan militer koalisi, Khadafi mungkin tidak lagi mampu melancarkan serangan. Namun pemberontak juga tidak punya kapasitas untuk menantang kekuasaan pemerintah di kawasan barat negara itu.
Tetapi tni tampaknya bukan akhir yang diinginkan oleh Washington, London maupun Paris. Ketiga negara itu menghendaki Khadafi tergulingkan.
"Warga Libia harus bisa menentukan nasibnya sendiri, " kata Presiden Prancis Nicolas Sarkozy.
Jadi apa sebenarnya tujuan akhir gempuran militer Barat keLibya? Karena Resolusi PBB jelas tidak menyebutkan untuk menggulingkan Khadafi.(MIcom)

Sedikitnya 110 Rudal Tomahawk AS ditembakkan ke Libya

Sedikitnya 110 Rudal Tomahawk AS ditembakkan ke Libya
Pasukan AS dan Inggris telah menembakkan sedikitnya 110 rudal jelajah Tomahawk ke Libya terhadap pertahanan udara Muammar Gaddafi, demikian menurut perwira tinggi militer AS pada Sabtu (19/3).
Seorang pejabat penting mengkonfirmasi serangan rudal itu setelah Presiden Barack Obama memerintahkan "aksi militer terbatas" untuk membantu resolusi PBB yang mendukung intervensi bersenjata terhadap rezim Gaddafi.
Laksamana William Gortney mengatakan pada wartawan bahwa "awal siang ini 110 lebih rudal jelajah Tomhawk telah ditembakkan dari kapal dan kapal selam AS dan Ingris, menghantam lebih dari 20 sistem pertahanan udara terintegrasikan dan fasilitas pertahanan ke darat lainnya.
Rudal pertama menghantam pada pukul 19 GMT (pukul 02.00 WIB) menyusul seranga udara yang dilakukan sebelumnya oleh pesawat perang Prancis, kata Gortney, direktur staf gabungan AS. "Itu tahap pertama dari operasi banyak tahap" untuk melaksanakan resolusi PBB dan mencegah rezim Libya menggunakan pasukan terhadap rakyatnya sendiri, ujarnya. Satu kapal selam Inggris bergabung dengan kapal dan kapal selam AS lainnya dalam serangan rudal itu, katanya.
AS dan negara-negara sekutunya belum menerapkan zona larangan terbang dengan pesawat yang mematroli angkasa, katanya, tapi "kami akan menetapkan kondisi untuk dapat mencapai keadaan itu". "Misi kami sekarang ini adalah untuk membentuk ruang pertempuran dalam satu cara di mana mitra-mitra kami mungkin akan mengambil pimpinan," kata dia, memberi kesan lebih banyak peran dukungan pada militer Amerika.
Ketika ditanya apakah AS akan mengirim jet tempur untuk melakukan serangan pemboman di Libya, Gortney menolak menjawab. Merujuk pada peta operasi, Gortney menjelaskan sebagian besar sasaran "adalah di atau dekat pantai, kenyataan yang membuat kehancuran mereka penting untuk melaksanakan zona larangan terbang, sejak begitu banyak aktivitas udara kami saksikan dan begitu banyak upaya militer rezim itu terjadi di bagian negara itu".
Sasaran itu termasuk tempat-tempat rudal permukaan-ke-udara, tapi terlalu dini untuk mengatakan seberapa efektif serangan Tomhawk itu, ujarnya.
"Karena ini malam di sana, akan ada beberapa waktu lagi sebelum kami mendapat gambaran komplit mengenai keberhasilan serangan ini," kata laksamana itu.
Operasi AS itu -- dinamai "Odyssey Dawn" (Petualangan Fajar) -- menyusul misi awal pesawat perang Prancis, yang melakukan empat serangan udara Sabtu, yang menghancurkan beberapa kendaraan lapis baja pasukan Gaddafi.
Dua destroyer angkatan laut AS dan tiga kapal selam AS telah ditempatkan di Laut Tengah dekat Libya, semuanya diperlengkapi dengan rudal jelajah Tomhawk.(kompas)

Operasi Odyssey Dawn, Militer AS Habiskan Miliaran Dolar per 6 Jam

Operasi Odyssey Dawn, Militer AS Habiskan Miliaran Dolar per 6 Jam
Biaya operasi Odyssey Dawn militer Amerika Serikat terhadap perburuan Moammar Khadafi tidak main-main. Semua perlengkapan super canggih dikerahkan menggempur untuk melumpuhkan kekuatan militer rezim Khadafi. Lalu, berapa anggaran yang dikeluarkan Presiden Amerika Barack Obama untuk mendanai zona larangan terbang di atas Libya?
Jelas, Pentagon tidak akan buka-bukaan soal strategi hingga biaya pertempuran mereka. Namun, sejumlah pengamat asing berusaha menghitungnya.
Penghitungan dasarnya, untuk melakukan ledakan dari sebuah bom, dibutuhkan banyak BBM. Pasalnya, bom itu dijatuhkan menggunakan pesawat jet.
Berdasarkan hitungan kasar, Amerika menggencarkan sejumlah pesawat tempur, 11 kapal, termasuk tiga kapal selam, dua kapal perusak dan dua kapal amfibi, dan satu jet tempur F-15, yang jatuh. Belum lagi amunisi senjata Diperkirakan totalnya mendekati USD1 miliar. Satu rudal Tomahawk harganya adalah USD1-1,5 juta. Untuk menerbangkan pesawat tempur dibutuhkan USD10 ribu per jam. Belum biaya 2.000 pasukan tentara.
Zack Cooper, seorang analis dengan Pusat Pengkajian Strategis dan Anggaran, mengatakan bahwa biaya awal operasi itu antara USD400 juta dan USD800 juta.
Cooper mengatakan, rudal dan bom merupakan biaya yang paling mahal. Saat kampanye berlangsung, biaya bahan bakar juga merupakan hal yang terbesar.
"Pertanyaan sesungguhnya adalah siapa yang akan menanggung beban biaya dan menjaga zona larangan terbang?" tanyanya.
"Setiap enam jam, kita memiliki defisit miliaran dolar," kata pejabat setempat, Roscoe Bartlett, "Ini artinya utang miliar dolar bagi anak-anak kita, cucu kita. Cucu kita yang akan harus membayar kembali," ujarnya seperti dikutip commercialappeal.com, Kamis (24/3/2011).
Presiden Barack Obama sebelumnya menegaskan bahwa Amerika Serikat akan mengontrol operasi dalam beberapa hari ke depan. Sementara, Menteri Pertahanan Robert Gates menyatakan kontrol operasi itu setidaknya akan berlangsung hingga Sabtu.
Pejabat Departemen Luar Negeri, Pentagon, dan Departemen Keuangan Amerika, menolak untuk mengomentari masalah ini.(OKZcom)

Apa Itu Istilah Operasi Odyssey Dawn?

Apa Itu Istilah Operasi Odyssey Dawn?
Operasi Odyssey Dawn (Fajar Odyssey) resmi diluncurkan oleh militer negara-negara Barat di Libia pada hari Sabtu pekan lalu. Operasi ini di klaim untuk menegakkan Resolusi Dewan Keamanan PBB tahun 1973, mengenai zona larangan terbang dan mengambil semua langkah yang diperlukan" guna melindungi warga sipil dan daerah-daerah yang diserang pasukan penguasa Libya Moamar Gaddafi.
Kata Odyssey berasal dari bahasa Yunani, ????????, (Odysseia) adalah salah satu dari dua puisi Yunani kuno yang dikaitkan dengan tokoh Homer dan Iliad. puisi ini terutama berpusat pada Odiseus, pahlawan Yunani (atau Ulysses, karena ia dikenal dalam mitos Romawi) dan perjalanan pulang yang panjang setelah jatuhnya Troy. Dibutuhkan sepuluh tahun bagi Odysseus untuk mencapai Ithaca setelah sepuluh tahun Perang Troya. Dalam ketidakhadirannya, diasumsikan dia telah meninggal, dan istrinya Penelope dan anaknya, Telemachus harus berhadapan dengan sekelompok orang yang susah diatur.
Operasi ini mencakup serangan pesawat udara dan kapal dari delapan negara, dan berada di bawah komando Amerika. Jet tempur Prancis menembakkan tembakan pertama pada hari Sabtu.
Operasi Odyssey Dawn berada di bawah kewenangan Jenderal Carter Ham, panglima perang Amerika Serikat Africa Command (AFRICOM), Unified Komando Kombatan Departemen Pertahanan. Arah taktis operasi berada di bawah komando Laksamana Sam Locklear, Komandan Pasukan Angkatan Laut Amerika Serikat Eropa kapal USS Mount Whitney (LCC-20) di Laut Mediterania.
Eropa sebenarnya terbagi dalam masalah ini meskipun alibi PBB untuk persatuan, sedangkan AS, yang saat ini terlibat dalam dua perang di negara-negara Muslim, mengatakan tujuan utama operasi ini adalah menurunkan Gaddafi.
Selain Prancis, Amerika Serikat dan Inggris, Denmark diakui sebagai negara tercepat dalam menanggapi resolusi Dewan Keamanan PBB ini.(EMcom)

AS Rilis Pengeluaran Biaya Invasi ke Libya

AS Rilis Pengeluaran Biaya Invasi ke Libya
Di tengah peringatan konflik yang berkepanjangan di Libya. Pentagon merilis sejumblah pengeluaran biaya serangan udara militer Amerika Serikat yang sedang berlangsung di Libya yang melebihi 550 juta dolar, dilansir AFP pada hari Selasa (29/3).
Menurut Departemen Pertahanan AS, 60 persen dari dana tersebut dikeluarkan untuk amunisi dan kebanyakan untuk rudal Raytheon dan Tomahawk serta bom, sedangkan sisanya dihabiskan untuk mengerahkan pasukan dan menutupi biaya tempur, termasuk bahan bakar tambahan, yang dibutuhkan pesawat tempur dan kapal.
Antara tanggal 19-28 Maret, militer Amerika telah menembakkan sedikitnya 192 dari 199 rudal jelajah Tomahawk, yang masing-masing menelan biaya 1.5 juta dolar. Angka terbaru Pentagon menunjukkan bahwa total biaya perang mungkin akan mencapai 800 juta dolar hingga akhir September, jika Amerika tetap melanjutkan operasi.
Sementar itu, Jurubicara Pentagon, Komandan Angkatan Laut Kathleen Kesler menyatakan pada hari Selasa bahwa Pentagon akan mengeluarkan dana 40 juta dolar selama tiga pekan mendatang setelah 28 negara anggota NATO mengambil alih semua operasi militer di Libya pada hari Kamis.
"Setelah itu, jika pasukan Amerika tetap tinggal sesuai perencanaan dan operasi terus berlanjut, maka kita akan mengeluarkan biaya tambahan sekitar 40 juta dolar per bulan," tambahnya.
Biaya operasi militer di Libya, yang sementara masih lebih kecil dibanding dengan perang Irak dan Afganistan, juga dikhawatirkan akan memperburuk tingkat belanja pertahanan Amerika secara keseluruhan.
Menurut pejabat militer Amerika, lebih dari 350 pesawat yang berpartisipasi dalam serangan udara pimpinan AS terhadap Libya bertujuan "melindungi" warga sipil dari gempuran pasukan yang setia kepada Muammar Gaddafi.
Selain Amerika, 12 negara Uni Eropa juga telah mengambil bagian dalam Operasi Fajar Odyssey, yang dimulai pada tanggal 19 Maret. Para ahli di Pusat Kajian Strategis dan Anggaran mengatakan, negara-negara Barat yang berpartisipasi dalam operasi militer di Libya harus membayar 30 hingga 100 juta dolar per minggu.
Analis pertahanan Byron Callan mengharapkan operasi militer Amerika di Libya tidak berdampak pada perdagangan saham pertahanan di AS. Sebab, saat ini pesawat-pesawat tempur negara itu telah ditempatkan di pangkalan Italia, sehingga mengurangi penerbangan untuk mengisi bahan bakar.
Dalam 24 jam terakhir, sekutu setidaknya telah menembakkan kembali 22 misil Tomahawk ke pasukan pendukung Gaddafi. Pasukan koalisi juga melakukan 115 kali serangan untuk melumpuhkan lawan.(irib)

Runtuhnya Demokrasi “Made In USA”

Runtuhnya Demokrasi “Made In USA”
February 25, 2011. http://konspirasi.com/peristiwa/runtuhnya-demokrasi-made-in-usa/
Bola salju protes rakyat menuntut demokratisasi di kawasan Timur Tengah terus menggelinding kencang menggulingkan rezim-rezim diktator di kawasan yang notabene boneka Amerika Serikat.
Kritikus terkemuka AS, Noam Chomsky menyebut demokrasi sejati yang disuarakan dengan lantang oleh bangsa-bangsa Timur Tengah sebagai musuh utama kepentingan Gedung Putih di kawasan.
Menurut Chomsky, di saat Amerika melihat para diktator yang dekat dengan kepentinganya bakal lengser, maka Gedung Putih mengubah kebijakannya. Ketika rakyat berhasil merebut kekuasaan dari tangan para diktator dan militer tidak mampu menguasai situasi, tiba-tiba AS berubah dan mengambil sikap 180 derajat. Dalam kondisi yang semacam ini, AS biasanya mengklaim sejak awal berada bersama rakyat. Dengan cara ini, mereka dapat mengembalikan kekuasaan lama dengan wajah baru.
Washington gencar secara terang-terangan mendukung rezim diktator semacam Ben Ali di Tunisia dan Mubarak di Mesir. Gedung Putih juga sembunyi-sembunyi mendukung Gaddafi di Libya demi emas hitam yang dikeruk dari negara itu.
Dalam pembantaian massal rakyat Libya di tangan Gaddafi, negara-negara Barat masih menahan diri menyikapi kejahatan tersebut. Berbeda saat menyikapi kerusuhan kecil di Tehran, Presiden AS Barack Obama harus menunggu 10 hari untuk mengeluarkan statemen kecaman terkait pembantaian rakyat Libya.
Presiden Amerika dalam pidato televisi pertamanya terkait kebangkitan rakyat Libya dan kejahatan Muammar Gaddafi meminta segera dihentikannya aksi kekerasan yang dilakukan terhadap para demonstran.
AS berupaya mempertahankan rezim diktator di negara-negara Arab setidaknya dengan dua motif utama. Pertama, rezim diktator di negara-negara Arab dan sengketa historis perebutan tahta kekuasaan akan mengalihkan perhatian mereka terhadap brutalitas rezim Zionis atas Palestina.
Kedua, Washington lebih mudah mengontrol pemerintahan diktator yang mengutamakan kepentingan pribadi dan keluarganya daripada tuntutan rakyat mereka. Untuk itu, AS masih tetap melindungi rezim-rezim depotik di Timur Tengah yang dipandang bisa menyelamatkan kepentingannya di kawasan. Kini, Gedung Putih menempatkan kapal induknya di perairan Bahrain untuk menyelamatkan negara monarki itu.
Sejatinya, jatuhnya rezim-rezim diktator di kawasan Timur Tengah sebagai kekalahan besar bagi Barat terutama AS. Setidaknya kondisi yang sudah dan sedang terjadi di kawasan Timteng dan Dunia Arab menyentak Zionis dan para pembuat keputusan di Gedung Putih.
Revolusi Tunisia, Mesir dan kini melanda Libya menjadi lonceng yang membunyikan dimulainya era baru di Timur Tengah. Era tumbangnya demokrasi made in Amerika Serikat.(IRIB/PH/AR)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar