Kemenkumham: Akta TPI Hary Tanoe Tidak Sah
Tribunnews.com - Kamis, 19 Agustus 2010 19:51 WIB
tribunnews.com/Bian Harnansa
Harry Tanoe, pemilik MNC Berita Terkait: Kisruh TPI
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Surat Keputusan Menteri Hukum dan Ham Nomor C 07564.HT.01.04.TH.2005 tertanggal 21 Maret 2005 Dinyatakan tidak sah. Surat itu berisi tentang pendaftaran akta PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) versi PT Berkah Karya Bersama (BKB) di Dirjen Administrasi Hukum. Legalitas itu kini sudah tidak mempunyai lagi kekuatan hukum tetap.
"Ini bukan SK Menkumham, tidak sah, " ujar Direktur Perdata Kemenkumham, Sjafruddin saat memberikan jawaban terkait pencabutan gugatan yang dilayangkan oleh PT Media Nusantara Citra Tbk (MNC) di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN), Jakarta, Kamis (19/8/2010).
Menurut Sjafrudin, tidak sahnya SK tersebut lantaran prosedural pengesahannya yang tidak benar, termasuk dalam melakukan pencetakan dan penandatanganan secara elektronik SK Menhukham tanpa perintah pejabat berwenang di Dirjen Administrasi Hukum Umum.
"Surat itu cacat prosedural, " jelasnya.
Seperti diketahui sebelumnya, gugatan MNC dilayangkan karena tak terima keluarnya Surat AHU dengan Nomor AH.03.04/114 A tertanggal 8 Juni 2010 yang memberitahukan perihal kejanggalan pendaftaran akta TPI versi BKB.
Akta TPI nomor 16 tanggal 18 Maret 2005 yang didaftarkan oleh BKB memiliki cacat hukum. Sebab, proses pendaftarannya mengandung kejanggalan dengan adanya pemblokiran akses sistem administrasi badan hukum saat Siti Hardiyanti Rukmana mau mendaftarkan hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa tertanggal 17 Maret 2005. Akibat kejanggalan itu membuat SK Menkumham yang mengesahkan akta TPI itu atau SK bernomor C 07564.HT.01.04.TH.2005 itu harus dibatalkan juga.
Gugatan MNC ini sendiri sudah dicabut. Perusahaan milik Hary Tanoe itu menganggap surat 8 Juni bukanlah surat keputusan yang bisa digugat. Pencabutan ini dilakukan seusai Kemenkumham memberikan tanggapan atas gugatan MNC yang menyatakan bahwa surat tersebut hanya pemberitahuan bahwa akta TPI versi BKB cacat dan SK yang mendasarinya patut dibatalkan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Surat Keputusan Menteri Hukum dan Ham Nomor C 07564.HT.01.04.TH.2005 tertanggal 21 Maret 2005 Dinyatakan tidak sah. Surat itu berisi tentang pendaftaran akta PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) versi PT Berkah Karya Bersama (BKB) di Dirjen Administrasi Hukum. Legalitas itu kini sudah tidak mempunyai lagi kekuatan hukum tetap.
"Ini bukan SK Menkumham, tidak sah, " ujar Direktur Perdata Kemenkumham, Sjafruddin saat memberikan jawaban terkait pencabutan gugatan yang dilayangkan oleh PT Media Nusantara Citra Tbk (MNC) di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN), Jakarta, Kamis (19/8/2010).
Menurut Sjafrudin, tidak sahnya SK tersebut lantaran prosedural pengesahannya yang tidak benar, termasuk dalam melakukan pencetakan dan penandatanganan secara elektronik SK Menhukham tanpa perintah pejabat berwenang di Dirjen Administrasi Hukum Umum.
"Surat itu cacat prosedural, " jelasnya.
Seperti diketahui sebelumnya, gugatan MNC dilayangkan karena tak terima keluarnya Surat AHU dengan Nomor AH.03.04/114 A tertanggal 8 Juni 2010 yang memberitahukan perihal kejanggalan pendaftaran akta TPI versi BKB.
Akta TPI nomor 16 tanggal 18 Maret 2005 yang didaftarkan oleh BKB memiliki cacat hukum. Sebab, proses pendaftarannya mengandung kejanggalan dengan adanya pemblokiran akses sistem administrasi badan hukum saat Siti Hardiyanti Rukmana mau mendaftarkan hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa tertanggal 17 Maret 2005. Akibat kejanggalan itu membuat SK Menkumham yang mengesahkan akta TPI itu atau SK bernomor C 07564.HT.01.04.TH.2005 itu harus dibatalkan juga.
Gugatan MNC ini sendiri sudah dicabut. Perusahaan milik Hary Tanoe itu menganggap surat 8 Juni bukanlah surat keputusan yang bisa digugat. Pencabutan ini dilakukan seusai Kemenkumham memberikan tanggapan atas gugatan MNC yang menyatakan bahwa surat tersebut hanya pemberitahuan bahwa akta TPI versi BKB cacat dan SK yang mendasarinya patut dibatalkan.
Penulis: Willy Widianto | Editor: Prawira Maulana
Akses Tribunnews.com lewat perangkat mobile anda melalui alamat m.tribunnews.com
RUPS MNC TV Hari Ini Dicap Ilegal
net
Televisi Pendidikan Indonesia Berita Lainnya
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rahmat Hidayat
TRIBUNNNEWS.COM, JAKARTA - Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) yang digelar kubu Hary Tanoesoedibjo, Selasa (19/4/2011) hari ini dicap ilegal dan tidak mematuhi hukum.
Hal ini, oleh kuasa hukum Siti Hardiyanti Rukmana , merupakan perampasan saham oleh kubu Hary Tanoe, dan rapat tersebut juga dianggap batal demi hukum dan dianggap tidak pernah ada.
"RUPS yang digelar Hary Tanoe hari ini cacat hukum dan tidak sah," ujar Hary Ponto, dalam pernyataan tertulisnya kepada Tribun.
Menurut Hary, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 10/Pdt.G/2010/PN.JKT.PST pada tanggal 14 April 2011 telah memerintahkan Hary Tanoe, PT Berkah Karya Bersama (BKB) dan PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) mengembalikan kepemilikan 75 persen saham PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) kepada Siti Hardiyanti Rukmana alias Tutut.
Selain itu, Hary Tanoe juga dihukum untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 680 miliar dan bunga 6 persen per tahun sejak didaftar gugatan ini pada Januari 2010.
Dalam putusan yang dibacakan oleh ketua majelis hakim Tjokorda Rae Suamba, Kamis (14/4/2011) menyatakan majelis mengabulkan gugatan Siti Hardiyanti Rukmana alias Tutut.
Selain mengembalikan keadaan kepemilikan saham TPI seperti semula, yakni 100 persen saham kepada Tutut, tuntutan ganti rugi juga dikabulkan sebagian yakni Rp 680 miliar dari tuntutan semula sebesar Rp 907 miliar.
Menurut majelis hakim PN Jakpus, Hary Tanoe, PT Berkah dan PT Sarana Rekatama Dinamika telah melakukan perbuatan melawan hukum sehingga pengadilan membatalkan dan menyatakan tidak sah segala perikatan yang dilakukan oleh para tergugat.
TRIBUNNNEWS.COM, JAKARTA - Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) yang digelar kubu Hary Tanoesoedibjo, Selasa (19/4/2011) hari ini dicap ilegal dan tidak mematuhi hukum.
Hal ini, oleh kuasa hukum Siti Hardiyanti Rukmana , merupakan perampasan saham oleh kubu Hary Tanoe, dan rapat tersebut juga dianggap batal demi hukum dan dianggap tidak pernah ada.
"RUPS yang digelar Hary Tanoe hari ini cacat hukum dan tidak sah," ujar Hary Ponto, dalam pernyataan tertulisnya kepada Tribun.
Menurut Hary, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 10/Pdt.G/2010/PN.JKT.PST pada tanggal 14 April 2011 telah memerintahkan Hary Tanoe, PT Berkah Karya Bersama (BKB) dan PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) mengembalikan kepemilikan 75 persen saham PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) kepada Siti Hardiyanti Rukmana alias Tutut.
Selain itu, Hary Tanoe juga dihukum untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 680 miliar dan bunga 6 persen per tahun sejak didaftar gugatan ini pada Januari 2010.
Dalam putusan yang dibacakan oleh ketua majelis hakim Tjokorda Rae Suamba, Kamis (14/4/2011) menyatakan majelis mengabulkan gugatan Siti Hardiyanti Rukmana alias Tutut.
Selain mengembalikan keadaan kepemilikan saham TPI seperti semula, yakni 100 persen saham kepada Tutut, tuntutan ganti rugi juga dikabulkan sebagian yakni Rp 680 miliar dari tuntutan semula sebesar Rp 907 miliar.
Menurut majelis hakim PN Jakpus, Hary Tanoe, PT Berkah dan PT Sarana Rekatama Dinamika telah melakukan perbuatan melawan hukum sehingga pengadilan membatalkan dan menyatakan tidak sah segala perikatan yang dilakukan oleh para tergugat.
Penulis: Rachmat Hidayat | Editor: Anwar Sadat Guna
Hotman: MNC Tetap Pemegang Saham PT CTPI
Tribunnews.com - Selasa, 19 April 2011 08:00 WIB. http://www.tribunnews.com/2011/04/19/hotman-mnc-tetap-pemegang-saham-pt-ctpi
Berita Lainnya
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Iwan Taunuzi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum PT MNC, Hotman Paris Hutapea menegaskan PT MNC masih pemegang saham PT Cipta TPI menyusul putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas gugatan yang diajukan oleh Siti Hardiyanti Rukmana (Mba Tutut). Putusan terkait PT Cipta TPI itu, tidak mempengaruhi dan berakibat hukum apapun terhadap kepemilikan saham PT Cipta TPI.
Pasalnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak tidak pernah menghukum PT MNC untuk menyerahkan 75 persen saham di PT Cipta TPI kepada Siti Hardiyanti Rukmana.
"Bahkan PT MNC tidak digugat atau bukan pihak dalam perkara tersebut. Jadi adalah merupakan berita bohong pemberitaan bahwa seolah-olah PT MNC selaku pemilik 75 persen saham di PT Cipta TPI harus menyerahkan saham tersebut kepada Siti Hardiyanti Rukmana," ujar kuasa hukum PT MNC, Hotman Paris Hutapea dalam rilis yang diterima Tribunnews.com, Senin (18/4/2011) malam.
Putusan tersebut dinilai hanya mencakup perkara yang terkait antara Mbak Tutut dengan PT Berkah selaku mantan atau pemilik lama 75 persen saham PT Cipta TPI. Sehingga tidak mempunyai dampak apapun terhadap pemilik saham sekarang (PT MNC).
Hotman menambahkan, Majelis Hakim pun dalam putusannya menyatakan, tidak boleh melaksanakan apapun apabila masih ada langkah hukum seperti Banding, Kasasi atau upaya hukum lainnya, seperti Peninjauan Kembali (PK).
Namun ia menilai, sekalipun 4 hingga 5 tahun lagi Mbak Tutut menang di PK, putusan PK tersebut hanya menyangkut mantan pemegang saham lama (PT Berkah).
"Lagi-lagi jelas terlihat, bahwa tidak ada ancaman hukum apapun terhadap pemilik saham sekarang (PT MNC) baik sejak putusan Pengadilan dikeluarkan, maupun 4 hingga 5 tahun lagi sekiranya ada putusan pengadilan PK," pungkasnya.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum PT MNC, Hotman Paris Hutapea menegaskan PT MNC masih pemegang saham PT Cipta TPI menyusul putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas gugatan yang diajukan oleh Siti Hardiyanti Rukmana (Mba Tutut). Putusan terkait PT Cipta TPI itu, tidak mempengaruhi dan berakibat hukum apapun terhadap kepemilikan saham PT Cipta TPI.
Pasalnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak tidak pernah menghukum PT MNC untuk menyerahkan 75 persen saham di PT Cipta TPI kepada Siti Hardiyanti Rukmana.
"Bahkan PT MNC tidak digugat atau bukan pihak dalam perkara tersebut. Jadi adalah merupakan berita bohong pemberitaan bahwa seolah-olah PT MNC selaku pemilik 75 persen saham di PT Cipta TPI harus menyerahkan saham tersebut kepada Siti Hardiyanti Rukmana," ujar kuasa hukum PT MNC, Hotman Paris Hutapea dalam rilis yang diterima Tribunnews.com, Senin (18/4/2011) malam.
Putusan tersebut dinilai hanya mencakup perkara yang terkait antara Mbak Tutut dengan PT Berkah selaku mantan atau pemilik lama 75 persen saham PT Cipta TPI. Sehingga tidak mempunyai dampak apapun terhadap pemilik saham sekarang (PT MNC).
Hotman menambahkan, Majelis Hakim pun dalam putusannya menyatakan, tidak boleh melaksanakan apapun apabila masih ada langkah hukum seperti Banding, Kasasi atau upaya hukum lainnya, seperti Peninjauan Kembali (PK).
Namun ia menilai, sekalipun 4 hingga 5 tahun lagi Mbak Tutut menang di PK, putusan PK tersebut hanya menyangkut mantan pemegang saham lama (PT Berkah).
"Lagi-lagi jelas terlihat, bahwa tidak ada ancaman hukum apapun terhadap pemilik saham sekarang (PT MNC) baik sejak putusan Pengadilan dikeluarkan, maupun 4 hingga 5 tahun lagi sekiranya ada putusan pengadilan PK," pungkasnya.
Penulis: Iwan Taunuzi | Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Hubungan Antara Sisminbakum dan Pengambilalihan TPI
Tribunnews.com - Jumat, 15 April 2011 23:33 WIB. http://www.tribunnews.com/2011/04/15/hubungan-antara-sisminbakum-dan-pengambilalihan-tpi
Berita Lainnya
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Harry Pontoh, kuasa hukum Mbak Tutut menjelaskan ada benang merah antara pengambilalihan saham TPI Mbak Tutut dengan operasional Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) yang dikelola PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD).
Kemenangan gugatan kubu tutut di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, kamis (14/4/2011) tidak terlepas dari terbuktinya dua hal dalam persidangan tersebut. Harry Pontoh di Pulau Dua, Jakarta Pusat, Jumat (15/4/2011) menjelaskan bahwa yang digugat kubu Tutut adalah cara pengambilalihan TPI oleh kubu Hary Tanoe yang pihak Tutut merupakan tindakan melawan hukum. “Ternyata itu terbukti dalam persidangan,” kata Harry.
Ada dua hal yang terbukti dalam persidangan tersebut, sampai akhirnya kubu Tutut memenangkan kepemilikan saham dari tangan kubu Hary Tanoe. Pertama, bahwa RUPS yang diadakan pihak Hary Tanoe pada 18 maret 2005 bertentangan dengan hukum. “Tidak ada satu instrument pun yang memberikan kewenangan kepada mereka untuk melakukan itu. Invesment Agreement tidak memberikan kewenangan kepada mereka untuk membuat RUPS mengatasnamakan Mbak Tutut dan kawan-kawan,” jelas Harry.
Akibat RUPS tersebut, jelas Harry akhirnya mereduksi atau mengecilkan saham Tutut, “Mereka (kubu Harry Tanoe) menjadi pemegang saham 75 persen. Itu terbukti di pengadilan,” ucapnya,
Kemudian Harry mejelaskan bahwa ada benang merah antara pengambilalihan saham tersebut dengan Sisminbakum. Untuk memuluskan rencananya, kubu Harry Tanoe, menggunakan Sisminbakum dimana operasionalnya dilakukan PT SRD. “Terbukti dalam persidangan, akses TPI dalam Sisminbakum memang diblokir,” ucapnya.
Hal itu lah yang menyebabkan hasil RUPS TPI kubu tutut pada 17 maret 2005 datanya tidak bisa dimasukan ke dalam sistem karena datanya terblokir. Tetapi khusus untuk RUPS yang dilakukan kubu Hary Tanoe justru datanya bisa dimasukan.
Itulah hal kedua yang terbukti dalam persidangan, dimana akses TPI dalam keadaan terblokir. Menurut temuan. Kemenkumham sampai dengan ditutupnya operasional Siminbakum, TPI masih dalam keadaan terblokir,.
“Padahal kalau kita lihat dari kurun waktu 2005 sampai berhentinya Sisminbakum 2009, itu beberapa kali TPI melakukan RUPS dan selalu bisa diakses oleh pihak mereka (kubu Hary Tanoe). Jadi benang merahnya kelihatan,” kata Harry.
Kemenangan gugatan kubu tutut di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, kamis (14/4/2011) tidak terlepas dari terbuktinya dua hal dalam persidangan tersebut. Harry Pontoh di Pulau Dua, Jakarta Pusat, Jumat (15/4/2011) menjelaskan bahwa yang digugat kubu Tutut adalah cara pengambilalihan TPI oleh kubu Hary Tanoe yang pihak Tutut merupakan tindakan melawan hukum. “Ternyata itu terbukti dalam persidangan,” kata Harry.
Ada dua hal yang terbukti dalam persidangan tersebut, sampai akhirnya kubu Tutut memenangkan kepemilikan saham dari tangan kubu Hary Tanoe. Pertama, bahwa RUPS yang diadakan pihak Hary Tanoe pada 18 maret 2005 bertentangan dengan hukum. “Tidak ada satu instrument pun yang memberikan kewenangan kepada mereka untuk melakukan itu. Invesment Agreement tidak memberikan kewenangan kepada mereka untuk membuat RUPS mengatasnamakan Mbak Tutut dan kawan-kawan,” jelas Harry.
Akibat RUPS tersebut, jelas Harry akhirnya mereduksi atau mengecilkan saham Tutut, “Mereka (kubu Harry Tanoe) menjadi pemegang saham 75 persen. Itu terbukti di pengadilan,” ucapnya,
Kemudian Harry mejelaskan bahwa ada benang merah antara pengambilalihan saham tersebut dengan Sisminbakum. Untuk memuluskan rencananya, kubu Harry Tanoe, menggunakan Sisminbakum dimana operasionalnya dilakukan PT SRD. “Terbukti dalam persidangan, akses TPI dalam Sisminbakum memang diblokir,” ucapnya.
Hal itu lah yang menyebabkan hasil RUPS TPI kubu tutut pada 17 maret 2005 datanya tidak bisa dimasukan ke dalam sistem karena datanya terblokir. Tetapi khusus untuk RUPS yang dilakukan kubu Hary Tanoe justru datanya bisa dimasukan.
Itulah hal kedua yang terbukti dalam persidangan, dimana akses TPI dalam keadaan terblokir. Menurut temuan. Kemenkumham sampai dengan ditutupnya operasional Siminbakum, TPI masih dalam keadaan terblokir,.
“Padahal kalau kita lihat dari kurun waktu 2005 sampai berhentinya Sisminbakum 2009, itu beberapa kali TPI melakukan RUPS dan selalu bisa diakses oleh pihak mereka (kubu Hary Tanoe). Jadi benang merahnya kelihatan,” kata Harry.
Penulis: Adi Suhendi | Editor: Prawira Maulana
Akses Tribunnews.com lewat perangkat mobile anda melalui alamat m.tribunnews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar