Tanah Fadak dalam Sejarah Islam ??
OPINI | 05 January 2013 | 17:37--http://sejarah.kompasiana.com/2013/01/05/tanah-fadak-dalam-sejarah-islam--
522666.html#
Tanah Fadak
adalah harta Rasulullah saw yang didapatkan setelah perang Khaibar.
Orang-orang yang berada di Fadak menyerah kepada Rasulullah saw tanpa
per-
lawanan sehingga harta mereka milik Sang Nabi. Ketika wafat Nabi,
tanah tersebut
tidak diberikan oleh Abu Bakar yang berkuasa kepada
Sayidah Fathimah malah
dikuasai.
Setelah Nabi Muhammad
saw wafat, tanah tersebut diambil oleh pemerintah yang
berkuasa: Abu Bakar. Sayyidah Fathimah pun menggugatnya.Sayyidah Fathimah
membawa saksi-saksi, tetapi tetap disita dengan alasan para Nabi tidak memiliki
warisan. Alasan pemerintah yang berkuasa menyita tanah Fadak yang disandar-
kan pada ucapan Nabi saw belum penulis temukan dalam hadis atau riwayat-
riwayat. Hadis ini mungkin termasuk ahad sehingga kedudukannya kurang kuat
untuk dijadikan dasar atau argumen. Alasan tersebut dibantah oleh Sayyidah
Fathimah dibantah dengan dalil-dalil yang kuat.
berkuasa: Abu Bakar. Sayyidah Fathimah pun menggugatnya.Sayyidah Fathimah
membawa saksi-saksi, tetapi tetap disita dengan alasan para Nabi tidak memiliki
warisan. Alasan pemerintah yang berkuasa menyita tanah Fadak yang disandar-
kan pada ucapan Nabi saw belum penulis temukan dalam hadis atau riwayat-
riwayat. Hadis ini mungkin termasuk ahad sehingga kedudukannya kurang kuat
untuk dijadikan dasar atau argumen. Alasan tersebut dibantah oleh Sayyidah
Fathimah dibantah dengan dalil-dalil yang kuat.
Sejarawan O.Hashem memuat dialognya yang berlangsung di sebuah majelis
yang dihadiri kaum Muslim, sebagai berikut:
yang dihadiri kaum Muslim, sebagai berikut:
“Dan
tatkala sampai kepada Fâthimah bahwa Abû Bakar menolak haknya
atas Fadak, maka Fâthimah lalu memakai jilbabnya dan datanglah ia meng-
hadap Abû Bakar, disertai para pembantu dan kaum wanita Banû Hâsyim
yang mengikutinya dari belakang. Fâthimah berjalan dengan jejak langkah
seperti jejak langkah Rasûl. Ia lalu memasuki majelis yang dihadiri Abû Bakar
dan penuh dengan kaum Muhâjirîn dan Anshâr. Fâthimah membentangkan
tirai antara dia dan kaum wanita yang menemaninya di satu sisi, dan majelis
yang terdiri dari kaum pria pada sisi lain. Ia masuk sambil menangis tersedu,
dan seluruh hadirin turut menangis. Maka gemparlah pertemuan itu.
atas Fadak, maka Fâthimah lalu memakai jilbabnya dan datanglah ia meng-
hadap Abû Bakar, disertai para pembantu dan kaum wanita Banû Hâsyim
yang mengikutinya dari belakang. Fâthimah berjalan dengan jejak langkah
seperti jejak langkah Rasûl. Ia lalu memasuki majelis yang dihadiri Abû Bakar
dan penuh dengan kaum Muhâjirîn dan Anshâr. Fâthimah membentangkan
tirai antara dia dan kaum wanita yang menemaninya di satu sisi, dan majelis
yang terdiri dari kaum pria pada sisi lain. Ia masuk sambil menangis tersedu,
dan seluruh hadirin turut menangis. Maka gemparlah pertemuan itu.
Setelah
suasana makin tenang, Fâthimah pun bicara: “Saya mulai dengan
memuji Allâh Yang Patut Dipuji. Segala Puji bagi Allâh atas segala nikmat-Nya,
dan terhadap apa yang diberikan-Nya. Apabila Anda mati, wahai Abû Bakar,
siapakah yang akan menerima warisan Anda?”
memuji Allâh Yang Patut Dipuji. Segala Puji bagi Allâh atas segala nikmat-Nya,
dan terhadap apa yang diberikan-Nya. Apabila Anda mati, wahai Abû Bakar,
siapakah yang akan menerima warisan Anda?”
Abû Bakar: “Anakku dan keluargaku.”
Fâthimah: “Mengapa maka Anda mengambil warisan Rasûl yang menjadi hak
anak dan keluarga beliau?”
anak dan keluarga beliau?”
Abû Bakar: “Saya tidak berbuat begitu, wahai putri Rasûl.”
Fâthimah: “Tetapi Anda mengambil Fadak, hak Rasûl Allâh yang telah beliau
berikan kepada saya semasa beliau masih hidup. Apakah Anda dengan sengaja
meninggalkan Kitâb Allâh dan membelakanginya, serta mengabaikan firman
Allâh yang mengatakan, ‘Sulaimân menerima warisan dari Dâwud’ (QS
An-Naml: 16) dan ketika Allâh mengisahkan tentang Zakaria (QS Maryam: 4-6)
serta firman Allâh, Dan keluarga sedarah lebih berhak waris mewarisi menurut
Kitâb Allâh’ (QS Al-Ahzab: 6). Dan Allâh berwasiat, ‘Bahwa anak laki-
lakimu mendapat warisan seperti dua anak perempuan’(QS An-Nisa: 11).
Dan firman Allâh, ‘Diwajibkan atas kamu apabila salah seorang dari kamu
akan mati, jika ia meninggalkan harta, bahwa ia membuat wasiat bagi kedua
orang tua dan keluarganya dengan cara yang baik, itu adalah kewajiban bagi
orang-orang yang bertakwa’ (QS Al-Baqarah: 80).
berikan kepada saya semasa beliau masih hidup. Apakah Anda dengan sengaja
meninggalkan Kitâb Allâh dan membelakanginya, serta mengabaikan firman
Allâh yang mengatakan, ‘Sulaimân menerima warisan dari Dâwud’ (QS
An-Naml: 16) dan ketika Allâh mengisahkan tentang Zakaria (QS Maryam: 4-6)
serta firman Allâh, Dan keluarga sedarah lebih berhak waris mewarisi menurut
Kitâb Allâh’ (QS Al-Ahzab: 6). Dan Allâh berwasiat, ‘Bahwa anak laki-
lakimu mendapat warisan seperti dua anak perempuan’(QS An-Nisa: 11).
Dan firman Allâh, ‘Diwajibkan atas kamu apabila salah seorang dari kamu
akan mati, jika ia meninggalkan harta, bahwa ia membuat wasiat bagi kedua
orang tua dan keluarganya dengan cara yang baik, itu adalah kewajiban bagi
orang-orang yang bertakwa’ (QS Al-Baqarah: 80).
Apakah Allâh
mengkhususkan ayat-ayat tersebut kepada Anda dan mengecuali-
kan ayah saya daripadanya? Apakah Anda lebih mengetahui ayat-ayat yang khusus
dan umum lebih dari ayah saya dan anak pamannya? Apakah Anda menganggap
bahwa ayah saya berlainan agama dengan saya, dan oleh karena itu maka
saya tidak berhak menerima warisan?” (O.Hashem, Saqîfah: Awal Perselisihan
Umat (Lampung: YAPI, 1983) Bab 11 Abu Bakar dan Fathimah)
kan ayah saya daripadanya? Apakah Anda lebih mengetahui ayat-ayat yang khusus
dan umum lebih dari ayah saya dan anak pamannya? Apakah Anda menganggap
bahwa ayah saya berlainan agama dengan saya, dan oleh karena itu maka
saya tidak berhak menerima warisan?” (O.Hashem, Saqîfah: Awal Perselisihan
Umat (Lampung: YAPI, 1983) Bab 11 Abu Bakar dan Fathimah)
Meskipun sudah dibantah, Abu Bakar tetap tidak menyerahkan Tanah
Fadak. Akibatnya, Sayyidah Fathimah binti Muhammad saw marah dan
tidak mau bertemu dengan Abu Bakar. Mendengar kabar putri Nabi saw
marah maka gusar hati sang penguasa. Abu Bakar meminta Ali untuk
dapat berdialog lagi dengan putri Nabi saw. Sesampainya di rumah, Sayyidah
Fathimah tidak meniyakan tamunya. Atas desakan suaminya, penguasa
tersebut masuk dan terjadilah percakapan terakhir berkaitan dengan masalah
Tanah Fadak.
Fadak. Akibatnya, Sayyidah Fathimah binti Muhammad saw marah dan
tidak mau bertemu dengan Abu Bakar. Mendengar kabar putri Nabi saw
marah maka gusar hati sang penguasa. Abu Bakar meminta Ali untuk
dapat berdialog lagi dengan putri Nabi saw. Sesampainya di rumah, Sayyidah
Fathimah tidak meniyakan tamunya. Atas desakan suaminya, penguasa
tersebut masuk dan terjadilah percakapan terakhir berkaitan dengan masalah
Tanah Fadak.
Abu
Bakar didampingi Umar bin Khaththab berkata lagi tentang alasan
tidak menyerahkan Fadak. Sayyidah Fathimah menjawab dengan mengajukan
pertanyaan, “Jika aku mengutip kata-kata Rasulullah kepada kalian berdua,
maukah kalian mengakuinya sebagai perkataan beliau dan mengikutinya?”
tidak menyerahkan Fadak. Sayyidah Fathimah menjawab dengan mengajukan
pertanyaan, “Jika aku mengutip kata-kata Rasulullah kepada kalian berdua,
maukah kalian mengakuinya sebagai perkataan beliau dan mengikutinya?”
Keduanya menjawab, “Ya.”
Sayyidah
Fathimah berkata, “Aku memegang baiat di hadapan Allah.
Tidakkah engkau mendengar Nabi berkata: kepuasan Fathimah adalah
kepuasanku dan kemarahan Fathimah adalah kemarahanku. Apa yang disukai
Fathimah, aku sukai. Apa yang membuat Fathimah puas, memuaskanku.
Apa yang membuat Fathimah marah, membuatku marah.”
Tidakkah engkau mendengar Nabi berkata: kepuasan Fathimah adalah
kepuasanku dan kemarahan Fathimah adalah kemarahanku. Apa yang disukai
Fathimah, aku sukai. Apa yang membuat Fathimah puas, memuaskanku.
Apa yang membuat Fathimah marah, membuatku marah.”
“Ya… kami mendengar kata-kata tersebut dari Rasulullah,” jawab keduanya
serempak.
serempak.
“Maka,
aku memiliki kewenangan dari Allah dan para malaikat untuk mengatakan
kepada kalian bahwa kalian berdua telah membuatku marah dan kalian berdua
tidak memberiku kepuasan. (Kelak) ketika aku berjumpa Rasulullah, aku akan
mengadukan kepadanya tentang kalian. Aku akan mengeluhkan tentang kalian
kepadanya” (Ali Syariati, Fatimah: The Greatest Woman in Islamic History
(Jakarta: Tahira, 2008) halaman 287-288).
kepada kalian bahwa kalian berdua telah membuatku marah dan kalian berdua
tidak memberiku kepuasan. (Kelak) ketika aku berjumpa Rasulullah, aku akan
mengadukan kepadanya tentang kalian. Aku akan mengeluhkan tentang kalian
kepadanya” (Ali Syariati, Fatimah: The Greatest Woman in Islamic History
(Jakarta: Tahira, 2008) halaman 287-288).
Setelah dialog itu keduanya keluar dan Tanah Fadak tetap tidak dikembalikan
sampai Sang Putri wafat. Bahkan, dari peralihan penguasa demi penguasa tetap
disita. Peristiwa ini jarang disebutkan para sejarawan.Padahal, dari segi data
banyak dan tidak terbantahkan.
sampai Sang Putri wafat. Bahkan, dari peralihan penguasa demi penguasa tetap
disita. Peristiwa ini jarang disebutkan para sejarawan.Padahal, dari segi data
banyak dan tidak terbantahkan.
Dialog
Sayyidah Fatimah as dan Abu Bakar; Menyoal Kebenaran Hadis Politik
Saleh Lapadi
http://www.al-shia.org/html/id/service/maqalat/030.htm
Peristiwa Fadak banyak dianalisa oleh ahli sejarah. Beragam buku ditulis untuk menetapkan
bahwa tanah Fadak milik Rasulullah saw dan telah diwariskan kepada anaknya Fathimah
al-Zahra as. Dimulai dari analisa teks, sejarah, sosial, ekonomi sampai politik dapat
ditemukan dalam buku-buku itu. Ini menunjukkan betapa pentingnya masalah Fadak
bagi Syiah.
bahwa tanah Fadak milik Rasulullah saw dan telah diwariskan kepada anaknya Fathimah
al-Zahra as. Dimulai dari analisa teks, sejarah, sosial, ekonomi sampai politik dapat
ditemukan dalam buku-buku itu. Ini menunjukkan betapa pentingnya masalah Fadak
bagi Syiah.
Namun, apakah sesungguhnya demikian?
Menilik khotbah
Sayyidah Fathimah al-Zahra as, ternyata dari keseluruhan khotbahnya
tidak banyak menyinggung masalah Fadak. Terutama bila Abu Bakar, khalifah waktu
itu, tidak menyela khotbah Sayyidah Fathimah as dan membawakan argumentasi
mengapa ia mengambil Fadak dari tangan Sayyidah Fathimah as, maka khotbah
tentang tanah Fadak semakin sedikit. Di samping itu, masalah Fadak dibawakan
oleh Sayyidah Zahra pada bagian-bagian akhir dari khotbahnya.
tidak banyak menyinggung masalah Fadak. Terutama bila Abu Bakar, khalifah waktu
itu, tidak menyela khotbah Sayyidah Fathimah as dan membawakan argumentasi
mengapa ia mengambil Fadak dari tangan Sayyidah Fathimah as, maka khotbah
tentang tanah Fadak semakin sedikit. Di samping itu, masalah Fadak dibawakan
oleh Sayyidah Zahra pada bagian-bagian akhir dari khotbahnya.
Untuk lebih
jelasnya apa sebenarnya yang terjadi dalam dialog keduanya, perlu untuk
mengkaji kembali khotbah Sayyidah Fathimah al-Zahra as. Hal ini akan mem-
perjelas apa sebenarnya yang terjadi antara keduanya.
mengkaji kembali khotbah Sayyidah Fathimah al-Zahra as. Hal ini akan mem-
perjelas apa sebenarnya yang terjadi antara keduanya.
Sanad khotbah
Khotbah
Sayyidah Fathimah as merupakan salah satu khotbah yang dikenal oleh
ulama Syiah dan Ahli Sunah. Mereka meriwayatkan khotbah Sayyidah Zahra as
ini dengan sanad yang dapat dipercaya. Bagi Syiah, khotbah ini diriwayatkan dari
berbagai sanad yang sampai kepada para Imam as atau dari Sayyidah Zainab as
anak Imam Ali bin AbiThalib as. Sekalipun ini adalah khotbah, namun bagi Syiah
menjadi sandaran dan dalil.
ulama Syiah dan Ahli Sunah. Mereka meriwayatkan khotbah Sayyidah Zahra as
ini dengan sanad yang dapat dipercaya. Bagi Syiah, khotbah ini diriwayatkan dari
berbagai sanad yang sampai kepada para Imam as atau dari Sayyidah Zainab as
anak Imam Ali bin AbiThalib as. Sekalipun ini adalah khotbah, namun bagi Syiah
menjadi sandaran dan dalil.
Ahmad bin Abdul
Aziz al-Jauhari dalam bukunya “Saqifah dan Fadak” menukil
sanad-sanad khotbah Sayyidah Fathiman as. Ibnu Abi al-Hadid dalam Syarah Nahjul
Balaghahnya menyebutkan empat jalur sanad yang diriwayatkan oleh al-Jauhari:
sanad-sanad khotbah Sayyidah Fathiman as. Ibnu Abi al-Hadid dalam Syarah Nahjul
Balaghahnya menyebutkan empat jalur sanad yang diriwayatkan oleh al-Jauhari:
1. Al-Jauhari dari Muhammad bin Zakaria dari Ja’far bin
Muhammad bin Imarah dari
ayahnya dari HAsan bin Saleh bin Hayy dari dua orang Ahlul Bait Bani Hasyim dari
Zainab binti ali bin Abi Thalib as dari ibunya Sayyidah Fathimah as.
ayahnya dari HAsan bin Saleh bin Hayy dari dua orang Ahlul Bait Bani Hasyim dari
Zainab binti ali bin Abi Thalib as dari ibunya Sayyidah Fathimah as.
2. Al-Jauhari dari Ja’far bin Muhammad bin Imarah dari
ayahnya dari Ja’far bin Muhammad
bin Ali bin al-Husein as.
bin Ali bin al-Husein as.
3. Al-Jauhari dari Utsman bin Imran al-Faji’i dari Nail
bin Najih dari Umar bin Syimr
dari Kabir Ja’fi dari Abu Ja;far Muhammad bin Ali (Imam Baqir as).
dari Kabir Ja’fi dari Abu Ja;far Muhammad bin Ali (Imam Baqir as).
4. Al-Jauhari dari Ahmad bin Muhammad bin Yazid dari
Abdullah bin Hasan yang
dikenal dengan sebutan Abdullah al-Mahdh bin Fathimah
binti al-Husein dan
ibnu al-Hasan al-Mutsanna.
Ali bin Isa
al-Irbil salah seorang ulama Syiah menukil khotbah ini dari buku
“Saqifah dan Fadak” milik Ahmad bin Abdul Aziz al-Jauhari. Ia menyebutkan,
“Saya menukil khotbah ini dari buku Saqifah dan Fadak karangan Ahmad
bin Abdul Aziz al-Jauhari. Sebuah buku dari naskah kuno yang telah dibaca
dan di tashih oleh penulis pada tahun 322 hijriah dengan sanad yang berbeda-beda”.[1]
“Saqifah dan Fadak” milik Ahmad bin Abdul Aziz al-Jauhari. Ia menyebutkan,
“Saya menukil khotbah ini dari buku Saqifah dan Fadak karangan Ahmad
bin Abdul Aziz al-Jauhari. Sebuah buku dari naskah kuno yang telah dibaca
dan di tashih oleh penulis pada tahun 322 hijriah dengan sanad yang berbeda-beda”.[1]
Mas’udi dalam
bukunya Muruj al-Dzahab[2]
mengisyaratkan mengenai khotbah ini.
Abu al-Fadhl
Ahmad bin Abi Thahir (lahir 204 H) ulama yang hidup pada zaman
Ma’mun khalifah Bani Abbas dalam bukunya Balaghat al-Nisa’ meriwayatkan
khotbah ini dari beberapa jalur:
Ma’mun khalifah Bani Abbas dalam bukunya Balaghat al-Nisa’ meriwayatkan
khotbah ini dari beberapa jalur:
1. Perawi mengatakan, “Aku berada di sisi Abu al-Hasan
Zaid bin Ali bin al-Husein as.
Pada waktu itu aku sedang berdialog dengan Abu
Bakar Mauqi’i tentang masalah
Sayyidah Fathimah as dan bagaimana Fadak diambil
darinya. Aku berkata,
“Kebanyakan masyarakat punya pendapat tentang khotbah ini.
Sebagian dari mereka
mengatakan bahwa khotbah ini milik Abu al-‘Anina dan bukan
milik Sayyidah Fathimah as.
Zaid menjawab, “Saya sendiri melihat tokoh-tokoh
dari keluarga Abu Thalib yang
menukil khotbah ini dari ayah-ayah mereka. Khotbah
ini juga saya dapatkan dari ayah
saya Ali bin al-Husein as. Lebih dari itu,
tokoh-tokoh Syiah meriwayatkan khotbah
ini dan mengejarkannya sebelum kakek Abu
al-‘Aina lahir ke dunia.
2. Khotbah ini dinukil oleh Hasan bin Alawan dari Athiyah al-Aufi dari Abdullah bin
al-Hasan dari ayahnya.
3. Ja’far bin Muhammad berada di Mesir. Suatu hari aku
melihatnya di Rafiqah
dan berkata, “Ayah saya meriwayatkan hadis kepada saya dan
berkata, “Musa
bin Isa mengabarkan kepada kami dari Ubaidillah bin Yunus dari
Ja’far al-Ahmar dari
Zaid bin Ali bin al-Husein as dari bibinya Sayyidah Zainab
binti Ali bin Abi Thalib as
meriwayatkan khotbah ini.
Abu al-Fadhl
Ahmad bin Abi Thahir berkata, “Semua hadis ini saya lihat berada pada Abu
Haffan.[3]
Tuntutan dan argumentasi Sayyidah Fathimah as
Untuk
mengetahui secara detil apa sebenarnya yang terjadi dalam khotbah
dan dialog antara Sayyidah Fathimah as dengan Abu Bakar sangat perlu untuk melihat
langsung teks khotbah itu.[4]
dan dialog antara Sayyidah Fathimah as dengan Abu Bakar sangat perlu untuk melihat
langsung teks khotbah itu.[4]
Pada salah satu
bagian dari khotbahnya Sayyidah Fathimah as menuntut haknya atas
tanah Fadak:
tanah Fadak:
Saat ini
kalian menganggap bahwa kami tidak punya warisan!?
Apakah
mereka menginginkan hukum jahiliah, padahal hukum mana yang lebih
dari hukum Allah bagi mereka yang beriman.
dari hukum Allah bagi mereka yang beriman.
Apakah
mereka tidak tahu!?
Ya, kalian
mengetahui bahwa aku adalah putri Nabi. Pengetahuan kalian bak
sinar mentari, jelas.
sinar mentari, jelas.
Wahai kaum
muslimin! Apakah pantas aku menjadi pecundang atas warisan
ayahku!?
ayahku!?
Wahai anak
Abu Quhafah! Apakah ada dalam al-Quran ayat yang menyebut-
kan bahwa engkau mewarisi harta ayahmu, sementara aku tidak mewarisi
harta ayahku!? Engkau telah membawa tuduhan yang aneh!
kan bahwa engkau mewarisi harta ayahmu, sementara aku tidak mewarisi
harta ayahku!? Engkau telah membawa tuduhan yang aneh!
Apakah
kalian secara sengaja meninggalkan al-Quran dan meletakkannya
di punggung kalian ketika al-Quran mengatakan: “Dan Sulaiman telah mewarisi
Daud”.[5]
di punggung kalian ketika al-Quran mengatakan: “Dan Sulaiman telah mewarisi
Daud”.[5]
Al-Quran
menukil cerita Yahya bin Zakaria ketika berkata: “Maka anugerahilah
Aku dari sisi Engkau seorang putera yang akan mewarisi Aku dan mewarisi
sebahagian keluarga Ya'qub”.[6]
Aku dari sisi Engkau seorang putera yang akan mewarisi Aku dan mewarisi
sebahagian keluarga Ya'qub”.[6]
Dan Allah
berfirman: “orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu
sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat)
di dalam Kitab Allah”.[7]
sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat)
di dalam Kitab Allah”.[7]
Dan allah
berfirman: “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian
pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan
bagian dua orang anak perempuan”.[8]
pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan
bagian dua orang anak perempuan”.[8]
Dan Allah
berfirman: “berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara
ma'ruf, (Ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa”.[9]
ma'ruf, (Ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa”.[9]
Dan kalian
menganggap aku tidak mewarisi sesuatu dari harta ayahku?
Apakah ada
ayat yang turun kepada kalian yang mengecualikan ayahku?
Ataukah
kalian akan mengatakan bahwa keduanya (aku dan ayahku)
menganut agama yang berbeda sehingga tidak mewarisi?
menganut agama yang berbeda sehingga tidak mewarisi?
Bukankah
aku dan ayahku berasal dari agama yang satu?
Ataukah
kalian merasa lebih tahu tentang al-Quran dari ayahku dan anak
pamanku (Imam Ali bin Abi Thalib)?
pamanku (Imam Ali bin Abi Thalib)?
Bila memang
kalian mengklaim demikian, maka ambil dan rampaslah
warisanku yang terlihat bak kendaraan yang telah siap sedia!? Tapi, ketahuilah!
Ia akan menghadapimu di hari kiamat.
warisanku yang terlihat bak kendaraan yang telah siap sedia!? Tapi, ketahuilah!
Ia akan menghadapimu di hari kiamat.
Sesunguhnya, sebaik-baik hukum adalah hukum Allah, sebaik-baik pemimpin
adalah Muhammad dan sebaik-baik pengingat adalah hari kiamat.
adalah Muhammad dan sebaik-baik pengingat adalah hari kiamat.
Ketika hari
kiamat tiba, orang-orang yang batil akan mengalami kerugian.
Pada waktu itu penyesalan tidak lagi bermanfaat.
Pada waktu itu penyesalan tidak lagi bermanfaat.
Setiap
berita ada tempatnya dan kalian akan tahu siapa yang diazab sehingga
hina dan senantiasa ia mendapat siksaan yang pedih!
hina dan senantiasa ia mendapat siksaan yang pedih!
Jawaban Abu Bakar
Setelah
Sayyidah Fathimah as mengajukan tuntutan dan mengargumentasikan
haknya, beliau kemudian menatap orang-orang Anshar dan mengingatkan siapa mereka
dan betapa pentingnya peran mereka dalam menjaga Islam. Namun, nilai dan
kesempurnaan sesuatu akan dinilai pada akhirnya. Cinta terhadap kedudukan membuat
mereka lupa menolong dan membantu putri Rasulullah saw. Dalam khotbahnya, Sayyidah
Fathimah as menyebutkan bahwa kalian punya potensi untuk menghadapi penguasa yang
tidak sah dan zalim. Namun, ketika mereka tidak bangkit Sayyidah Zahra as tidak
menerima alasan mereka. Upaya Sayyidah Zahra as untuk membangkitkan semangat
kaum Anshar membela kebenaran kemudian diputus oleh Abu Bakar yang menjabat
sebagai khalifah waktu itu dengan jawabannya.
haknya, beliau kemudian menatap orang-orang Anshar dan mengingatkan siapa mereka
dan betapa pentingnya peran mereka dalam menjaga Islam. Namun, nilai dan
kesempurnaan sesuatu akan dinilai pada akhirnya. Cinta terhadap kedudukan membuat
mereka lupa menolong dan membantu putri Rasulullah saw. Dalam khotbahnya, Sayyidah
Fathimah as menyebutkan bahwa kalian punya potensi untuk menghadapi penguasa yang
tidak sah dan zalim. Namun, ketika mereka tidak bangkit Sayyidah Zahra as tidak
menerima alasan mereka. Upaya Sayyidah Zahra as untuk membangkitkan semangat
kaum Anshar membela kebenaran kemudian diputus oleh Abu Bakar yang menjabat
sebagai khalifah waktu itu dengan jawabannya.
Abu Bakar
menjawab tuntutan dan argumentasi yang disampaikan oleh Sayyidah
Fathimah as dengan ucapannya:
Fathimah as dengan ucapannya:
Wahai putri
Rasulullah saw! Ayahmu seorang yang lembut, pengasih dan
dermawan atas orang-orang mukmin, sementara itu bila menghadapi orang-orang
kafir ia sangat keras.
dermawan atas orang-orang mukmin, sementara itu bila menghadapi orang-orang
kafir ia sangat keras.
Bila
dilihat dari sisi hubungan kekeluargaan, ia adalah ayahmu dan saudara
ayahmu. Sementara tidak ada orang lain yang sepertimu.
ayahmu. Sementara tidak ada orang lain yang sepertimu.
Kami
melihat bagaimana Nabi begitu memperhatikan suamimu lebih dari yang lain.
Dalam setiap pekerjaan besar, suamimu pasti menjadi penolong Nabi. Hanya
orang yang selamat saja yang mencintai kalian dan hanya orang celaka saja yang
membenci kalian. Kalian adalah Itrah Rasulullah yang baik.
Dalam setiap pekerjaan besar, suamimu pasti menjadi penolong Nabi. Hanya
orang yang selamat saja yang mencintai kalian dan hanya orang celaka saja yang
membenci kalian. Kalian adalah Itrah Rasulullah yang baik.
Kalian
adalah penunjuk dan penuntun ke arah kebaikan dan surga.
Dan engkau
adalah wanita terbaik dan putri terbaik dari para Nabi.
Engkau
benar dalam ucapanmu dan akal dan pemahamanmu lebih cerdas dari
yang lain.
yang lain.
Tidak ada
yang dapat menghalangi hak Anda dan kebenaranmu tidak bisa
ditutup-tutupi.
ditutup-tutupi.
Demi allah!
Aku tidak melanggar pendapat Rasulullah saw dan aku tidak berbuat
kecuali dengan seizinnya. Seorang pemimpin tidak akan membohongi rakyatnya.
kecuali dengan seizinnya. Seorang pemimpin tidak akan membohongi rakyatnya.
Dalam
masalah ini aku menjadikan Allah sebagai saksi dan cukuplah Allah sebagai
saksi.
saksi.
Aku
mendengar sendiri dari Rasulullah saw bersabda: “Kami para Nabi tidak
mewariskan emas dan perak tidak juga rumah dan tanah untuk bercocok tanam.
Kami hanya mewariskan al-Quran, al-Hikmah, al-Ilmu dan al-Nubuwah. Apa
saja yang tertinggal dari kami, maka itu menjadi hak milik pemimpin setelah kami.
Dan apa yang menjadi maslahat itu yang bakal diputuskan olehnya.
mewariskan emas dan perak tidak juga rumah dan tanah untuk bercocok tanam.
Kami hanya mewariskan al-Quran, al-Hikmah, al-Ilmu dan al-Nubuwah. Apa
saja yang tertinggal dari kami, maka itu menjadi hak milik pemimpin setelah kami.
Dan apa yang menjadi maslahat itu yang bakal diputuskan olehnya.
Apa yang
engkau tuntut dari tanah Fadak, itu akan kami pakai untuk menyiapkan
kuda dan senjata bagi para pejuang Islam untuk menghadapi orang-orang
kafir dan orang-orang jahat.
kuda dan senjata bagi para pejuang Islam untuk menghadapi orang-orang
kafir dan orang-orang jahat.
Masalah ini
tidak aku putuskan sendiri, tetapi lewat kesepakatan seluruh kaum
muslimin aku melakukan itu.
muslimin aku melakukan itu.
Ini kondisi
dan apa yang saya miliki menjadi milik engkau.
Apa yang
bisa saya lakukan akan saya lakukan dan saya tidak menyimpan
apapun di hadapan engkau.
apapun di hadapan engkau.
Engkau
adalah panutan umat ayahmu dan pohon yang memiliki akar yang
baik bagi keturunanmu.
baik bagi keturunanmu.
Keutamaan
yang engkau miliki tidak dapat dipungkiri oleh seorang pun.
Hak-hak
engkau tidak akan dicampakkan begitu saja; baik masalah penting
atau tidak.
atau tidak.
Apa yang
engkau perintahkan terkait dengan diri saya akan saya lakukan.
Apakah
engkau merasa layak bahwa dalam masalah ini saya menentang aturan
ayahmu?
ayahmu?
Jawaban balik Sayyidah Fathimah as
Setelah
mendengar jawaban dari Abu Bakar mengenai tuntutannya atas tanah
Fadak, Sayyidah Fathimah as menjawab:
Fadak, Sayyidah Fathimah as menjawab:
Subhanallah! Rasulullah saw tidak pernah memalingkan wajahnya dari al-Quran
dan tidak pernah menentang hukum-hukum yang ada di dalamnya.
dan tidak pernah menentang hukum-hukum yang ada di dalamnya.
Nabi
senantiasa mengikuti al-Quran dan surat-suratnya.
Apakah
engkau mulai mengeluarkan tipu dayamu dengan berbohong
atas namanya mencoba mencari alasan atas perbuatanmu?
atas namanya mencoba mencari alasan atas perbuatanmu?
Tipu daya
ini sama persis seperti yang dilakukan terhadapnya ketika Nabi
masih hidup.
masih hidup.
Ini adalah
al-Quran, Kitab Allah yang menjadi juru adil, pemutus perkara
dan berbicara atas nama kebenaran. Al-Quran mengatakan: “seorang putra
yang akan mewarisi Aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub” dan
“Dan Sulaiman telah mewarisi Daud.
dan berbicara atas nama kebenaran. Al-Quran mengatakan: “seorang putra
yang akan mewarisi Aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub” dan
“Dan Sulaiman telah mewarisi Daud.
Allah telah
membagi bagian para ahli waris sesuai dengan bagiannya secara
gamblang sehingga tidak ada orang mencari-cari alasan di kemudian hari.
Semestinya engkau mengamalkan yang seperti ini.
gamblang sehingga tidak ada orang mencari-cari alasan di kemudian hari.
Semestinya engkau mengamalkan yang seperti ini.
Namun
engkau melakukan sesuatu yang lain karena hawa nafsu dan
bisikan setan.
bisikan setan.
Dalam
kondisi yang demikian, pilihan terbaik adalah bersabar karena
kesabaran itu indah dan Allah adalah penolong dari apa yang kalian
gambarkan.
kesabaran itu indah dan Allah adalah penolong dari apa yang kalian
gambarkan.
Penjelasan terakhir Abu Bakar
Sanggahan
terakhir Sayyidah Fathimah as membuat Abu Bakar tidak lagi menyangkal
perbuatannya dengan hadis yang dipakai sebelumnya setelah dengan cerdik Sayyidah
Fathimah as menjelaskan premis mayor bahwa Nabi Muhammad saw tidak pernah
menentang hukum-hukum yang ada dalam al-Quran. Setelah dihadapkan dengan
ayat-ayat yang disebut itu, Abu Bakar menjawab:
perbuatannya dengan hadis yang dipakai sebelumnya setelah dengan cerdik Sayyidah
Fathimah as menjelaskan premis mayor bahwa Nabi Muhammad saw tidak pernah
menentang hukum-hukum yang ada dalam al-Quran. Setelah dihadapkan dengan
ayat-ayat yang disebut itu, Abu Bakar menjawab:
Maha benar
Allah, benar apa yang disabdakan Rasulullah dan benar
juga apa yang diucapkan oleh putri Rasulullah saw.
juga apa yang diucapkan oleh putri Rasulullah saw.
Engkau
adalah tambang kebijakan, pusat hidayah dan rahmat, tiang
agama dan sumber kebenaran.
agama dan sumber kebenaran.
Aku tidak
mengatakan apa yang engkau katakan adalah salah dan
tidak mengingkari khotbahmu, namun mereka kaum muslimin sebagai juri
yang menilai antara saya dengan engkau. Mereka memilih saya sebagai
khalifah dan apa yang saya raih ini berkat kesepakatan mereka tanpa
ada paksaan dan kesombongan dari diriku. Dalam hal ini mereka semua
menjadi saksi.
tidak mengingkari khotbahmu, namun mereka kaum muslimin sebagai juri
yang menilai antara saya dengan engkau. Mereka memilih saya sebagai
khalifah dan apa yang saya raih ini berkat kesepakatan mereka tanpa
ada paksaan dan kesombongan dari diriku. Dalam hal ini mereka semua
menjadi saksi.
Analisa argumentasi Abu Bakar
Bila dilihat
secara teliti, sebenarnya Abu Bakar telah mengetahui bahwa
bagaimana sebelumnya Sayyidah Fathimah as telah membawakan ayat-ayat
yang menunjukkan bagaimana para Nabi mewariskan hartanya kepada anaknya.
Jadi, hal ini sudah dipahami secara baik oleh Abu Bakar. Namun, untuk menjustifikasi
perbuatannya ia perlu sebuah landasan berpijak yang kokoh. Tidak cukup hanya
dengan alasan sebagai penguasa waktu itu, sebagai khalifah pengganti Rasulullah
saw, ia akan memanfaatkan tanah milik Rasulullah saw yang diwariskan kepada
anaknya untuk mendanai angkatan perang. Artinya, menyita tanah Fadak milik putri
Rasulullah saw tidak cukup dengan menyampaikan alasan kebijakan politik,
tapi harus dengan bersandar pada ayat al-Quran atau sabda Nabi.
bagaimana sebelumnya Sayyidah Fathimah as telah membawakan ayat-ayat
yang menunjukkan bagaimana para Nabi mewariskan hartanya kepada anaknya.
Jadi, hal ini sudah dipahami secara baik oleh Abu Bakar. Namun, untuk menjustifikasi
perbuatannya ia perlu sebuah landasan berpijak yang kokoh. Tidak cukup hanya
dengan alasan sebagai penguasa waktu itu, sebagai khalifah pengganti Rasulullah
saw, ia akan memanfaatkan tanah milik Rasulullah saw yang diwariskan kepada
anaknya untuk mendanai angkatan perang. Artinya, menyita tanah Fadak milik putri
Rasulullah saw tidak cukup dengan menyampaikan alasan kebijakan politik,
tapi harus dengan bersandar pada ayat al-Quran atau sabda Nabi.
Sebagaimana
telah disebutkan dalam khotbahnya, Sayyidah Fathimah as menyebutkan
bahwa yang paling mengetahui al-Quran adalah Nabi Muhammad saw dan Imam Ali
bin Abi Thalib as. Selain itu, Sayyidah Fatahimah as membacakan beberapa ayat al-Quran
untuk memenangkan tuntutannya. Di sini Abu Bakar terpaksa memakai hadis yang
disebutnya berasal dari Rasulullah saw. Hadis ini dipakainya untuk mematahkan klaim
Sayyidah Fathimah as dan setelah itu baru ia menyebutkan alasan sebenarnya mengapa
ia menyita tanah itu. Abu Bakar melihat bahwa tanah sebesar itu dapat mendanai
angkatan perang untuk menghadapi musuh-musuh Islam
bahwa yang paling mengetahui al-Quran adalah Nabi Muhammad saw dan Imam Ali
bin Abi Thalib as. Selain itu, Sayyidah Fatahimah as membacakan beberapa ayat al-Quran
untuk memenangkan tuntutannya. Di sini Abu Bakar terpaksa memakai hadis yang
disebutnya berasal dari Rasulullah saw. Hadis ini dipakainya untuk mematahkan klaim
Sayyidah Fathimah as dan setelah itu baru ia menyebutkan alasan sebenarnya mengapa
ia menyita tanah itu. Abu Bakar melihat bahwa tanah sebesar itu dapat mendanai
angkatan perang untuk menghadapi musuh-musuh Islam
Sebenarnya,
alasan itu juga yang dipakai untuk menyita paksa tanah Fadak dari
tangan Sayyidah Fathimah as. Bila tanah itu tidak disita, maka kemungkinan besar
pengikut Imam Ali bin Abi Thalib as dapat melakukan perlawanan fisik bahkan
bersenjata melawannya. Bila tanah itu dapat dipakai untuk mendanai angkatan
bersenjatanya, maka hal yang sama dapat dipergunakan oleh Imam Ali bin Abi Thalib as.
Itulah mengapa ketika Sayyidah Zahra as tengah berbicara mengenai masalah Fadak,
Abu Bakar tidak melakukan protes dengan menjawab argumentasi yang disampaikan
oleh Sayyidah Fathimah as. Tapi, ketika pembicaraan telah berpindah mengenai kaum
Anshar, di mana Sayyidah Zahra as menjelaskan dengan terperinci posisi dan peran mereka
dalam Islam dan setelah itu mengingatkan mereka dengan pesan-pesan Rasulullah saw
mengenai Ahlul Baitnya serta apa akibatnya orang yang tahu kebenaran tapi
tidak membela kebenaran, Abu Bakar lantas menjawab mengenai masalah Fadak
yang telah disebutkan sebelumnya. Jelas, bila hal ini dibiarkan berlangsung, maka
kemungkinan besar kaum Anshar akan terpengaruh dengan ucapan anak semata
wayang Rasulullah saw ini.
tangan Sayyidah Fathimah as. Bila tanah itu tidak disita, maka kemungkinan besar
pengikut Imam Ali bin Abi Thalib as dapat melakukan perlawanan fisik bahkan
bersenjata melawannya. Bila tanah itu dapat dipakai untuk mendanai angkatan
bersenjatanya, maka hal yang sama dapat dipergunakan oleh Imam Ali bin Abi Thalib as.
Itulah mengapa ketika Sayyidah Zahra as tengah berbicara mengenai masalah Fadak,
Abu Bakar tidak melakukan protes dengan menjawab argumentasi yang disampaikan
oleh Sayyidah Fathimah as. Tapi, ketika pembicaraan telah berpindah mengenai kaum
Anshar, di mana Sayyidah Zahra as menjelaskan dengan terperinci posisi dan peran mereka
dalam Islam dan setelah itu mengingatkan mereka dengan pesan-pesan Rasulullah saw
mengenai Ahlul Baitnya serta apa akibatnya orang yang tahu kebenaran tapi
tidak membela kebenaran, Abu Bakar lantas menjawab mengenai masalah Fadak
yang telah disebutkan sebelumnya. Jelas, bila hal ini dibiarkan berlangsung, maka
kemungkinan besar kaum Anshar akan terpengaruh dengan ucapan anak semata
wayang Rasulullah saw ini.
Dari sini
jelas, jawaban Abu Bakar menjadi terlihat terburu-buru. Karena yang harus
dilakukannya adalah membawa argumentasi yang lebih kuat lagi setelah mendengar
Sayyidah Zahra as menyebutkan bagaimana para Nabi saling mewarisi.
dilakukannya adalah membawa argumentasi yang lebih kuat lagi setelah mendengar
Sayyidah Zahra as menyebutkan bagaimana para Nabi saling mewarisi.
Ketika
mendapat jawaban dari Sayyidah Zahra as yang terlebih dahulu menyebutkan
bagaimana Rasulullah saw tidak pernah menentang hukum-hukum al-Quran, beliau
kemudian mengulangi lagi dua ayat yang telah disebutkan sebelumnya. Sayyidah Fathimah as
tidak saja mengulangi ayat-ayat tersebut, tapi juga menjelaskan bagaimana
caranya menggabungkan ayat-ayat tersebut dengan ayat-ayat yang menjelaskan
bagian-bagian yang didapatkan oleh ahli waris.
bagaimana Rasulullah saw tidak pernah menentang hukum-hukum al-Quran, beliau
kemudian mengulangi lagi dua ayat yang telah disebutkan sebelumnya. Sayyidah Fathimah as
tidak saja mengulangi ayat-ayat tersebut, tapi juga menjelaskan bagaimana
caranya menggabungkan ayat-ayat tersebut dengan ayat-ayat yang menjelaskan
bagian-bagian yang didapatkan oleh ahli waris.
Pada akhirnya,
Sayyidah Fathimah as menjelaskan filsafat hukumnya mengapa bagian-
bagian ahli waris disebutkan secara terperinci, karena dikemudikan hari tidak ada lagi
kerancuan dan kebingungan dalam masalah ini.
bagian ahli waris disebutkan secara terperinci, karena dikemudikan hari tidak ada lagi
kerancuan dan kebingungan dalam masalah ini.
Pesan dialog
Melihat porsi
pembahasan tanah Fadak dalam khotbah Sayyidah Fathimah as bila
dibandingkan dengan keseluruhan khotbah yang cukup panjang itu, dapat diamati
bahwa tujuan Sayyidah Fathimah as lebih mulia dari sekedar yang dibayangkan
oleh sebagian orang. Mereka menganggap Sayyidah Fathimah as menuntut tanah
Fadak karena tidak beliau berbeda dengan orang lain yang juga begitu menitik
beratkan masalah materi. Bila tujuan Sayyidah Zahra as adalah sekadar memenuhi
kebutuhan materi sekalipun dari jalan halal karena itu adalah miliknya, maka masalah
Fadak akan menyita sebagian besar dari khotbah itu.
dibandingkan dengan keseluruhan khotbah yang cukup panjang itu, dapat diamati
bahwa tujuan Sayyidah Fathimah as lebih mulia dari sekedar yang dibayangkan
oleh sebagian orang. Mereka menganggap Sayyidah Fathimah as menuntut tanah
Fadak karena tidak beliau berbeda dengan orang lain yang juga begitu menitik
beratkan masalah materi. Bila tujuan Sayyidah Zahra as adalah sekadar memenuhi
kebutuhan materi sekalipun dari jalan halal karena itu adalah miliknya, maka masalah
Fadak akan menyita sebagian besar dari khotbah itu.
Bila dalam
peristiwa Saqifah, Sayyidah Fathimah as datang ke sana dan menegaskan
kepada mereka bahwa Rasulullah saw telah menetapkan Ali bin Abi Thalib as sebagai
khalifah sepeninggalnya. Mereka akan menjawab bahwa ini hanya masalah
keluarga. Ia menginginkan agar suaminya menjadi pemimpin dan yang berkuasa.
kepada mereka bahwa Rasulullah saw telah menetapkan Ali bin Abi Thalib as sebagai
khalifah sepeninggalnya. Mereka akan menjawab bahwa ini hanya masalah
keluarga. Ia menginginkan agar suaminya menjadi pemimpin dan yang berkuasa.
Bila sejak
awal, Sayyidah Zahra as menekankan masalah Fadak dan itu adalah miliknya,
ia akan dituduh sebagai mata duitan dan kekuasaan. Karena ia ingin segalanya berada di
tangannya dan tangan keluarga Nabi as. Pada akhirnya, mereka akan dituduh sebagai
rasialis, karena tidak senang melihat pos-pos yang basah menjadi milik orang lain.
ia akan dituduh sebagai mata duitan dan kekuasaan. Karena ia ingin segalanya berada di
tangannya dan tangan keluarga Nabi as. Pada akhirnya, mereka akan dituduh sebagai
rasialis, karena tidak senang melihat pos-pos yang basah menjadi milik orang lain.
Masalah warisan
dalam krisis tanah Fadak waktu itu dipergunakan dengan baik oleh
Sayyidah Zahra as untuk menunjukkan bahwa mereka yang memerintah tidak memiliki
kelayakan. Contoh yang akan ditampilkan adalah masalah tanah Fadak. Isu tanah Fadak
dijadikan sarana oleh Sayyidah Fathimah as. Beliau ingin menunjukkan kepada khalayak
ramai bahwa pengganti Rasulullah saw yang disebut sebagai khalifah Rasulullah saw tidak
mengerti masalah peradilan. Khalifah yang tidak mengetahui bagaimana cara mengadili
orang lain berdasarkan ajaran Islam tidak layak menjadi khalifah.
Sayyidah Zahra as untuk menunjukkan bahwa mereka yang memerintah tidak memiliki
kelayakan. Contoh yang akan ditampilkan adalah masalah tanah Fadak. Isu tanah Fadak
dijadikan sarana oleh Sayyidah Fathimah as. Beliau ingin menunjukkan kepada khalayak
ramai bahwa pengganti Rasulullah saw yang disebut sebagai khalifah Rasulullah saw tidak
mengerti masalah peradilan. Khalifah yang tidak mengetahui bagaimana cara mengadili
orang lain berdasarkan ajaran Islam tidak layak menjadi khalifah.
Sayyidah Zahra
as ingin mengatakan bahwa khalifah yang dipilih ini tidak punya kelayakan
karena dalam masalah warisan yang mudah saja ia tidak mampu menyelesaikannya.
Permasalahan sebenarnya bisa terhenti di sini, tapi karena Abu Bakar bangkit dan
menjawab khotbah Sayyidah Zahra as, masalah menjadi lebih menguntungkan Sayyidah
Zahra as dan merugikan Abu Bakar. Ketika Abu Bakar menjawab tuntutan Sayyidah
Zahra as dengan hadis yang berbunyi: “Kami para Nabi tidak mewariskan emas
dan perak tidak juga rumah dan tanah untuk bercocok tanam”, Sayyidah Zahra as
kemudian mengadu hadis itu dengan al-Quran. Namun, sebelum itu beliau memberikan
tolok ukur bahwa ucapan dan perbuatan Nabi Muhammad saw tidak pernah bertentangan
dengan hukum-hukum al-Quran.
karena dalam masalah warisan yang mudah saja ia tidak mampu menyelesaikannya.
Permasalahan sebenarnya bisa terhenti di sini, tapi karena Abu Bakar bangkit dan
menjawab khotbah Sayyidah Zahra as, masalah menjadi lebih menguntungkan Sayyidah
Zahra as dan merugikan Abu Bakar. Ketika Abu Bakar menjawab tuntutan Sayyidah
Zahra as dengan hadis yang berbunyi: “Kami para Nabi tidak mewariskan emas
dan perak tidak juga rumah dan tanah untuk bercocok tanam”, Sayyidah Zahra as
kemudian mengadu hadis itu dengan al-Quran. Namun, sebelum itu beliau memberikan
tolok ukur bahwa ucapan dan perbuatan Nabi Muhammad saw tidak pernah bertentangan
dengan hukum-hukum al-Quran.
Pada kondisi
yang seperti ini, Abu Bakar tidak dapat berbuat apa-apa, karena
hadis yang dibawakannya bertentangan dengan ayat-ayat al-Quran. Semua tentu
masih ingat bagaimana Rasulullah saw bersabda bahwa setiap hadis yang bertentangan
dengan al-Quran harus dilemparkan ke tembok. Artinya, tidak dipakai. Hadis itu bukan
hadis Nabi. Lebih berat lagi, hadis itu adalah hadis palsu. Di sini, kasus tanah Fadak
bukan saja menyingkap masalah ketidaklayakan seorang khalifah menyelesaikan sebuah
masalah ringan tentang warisan, tapi telah dihadapkan pada penggunaan hadis palsu;
sengaja atau tidak. Untuk menjatuhkan argumentasi Sayyidah Zahra as, Abu Bakar
terpaksa mempergunakan hadis palsu. Namun, dengan membawakan dua ayat
terbongkar juga masalah ini.
hadis yang dibawakannya bertentangan dengan ayat-ayat al-Quran. Semua tentu
masih ingat bagaimana Rasulullah saw bersabda bahwa setiap hadis yang bertentangan
dengan al-Quran harus dilemparkan ke tembok. Artinya, tidak dipakai. Hadis itu bukan
hadis Nabi. Lebih berat lagi, hadis itu adalah hadis palsu. Di sini, kasus tanah Fadak
bukan saja menyingkap masalah ketidaklayakan seorang khalifah menyelesaikan sebuah
masalah ringan tentang warisan, tapi telah dihadapkan pada penggunaan hadis palsu;
sengaja atau tidak. Untuk menjatuhkan argumentasi Sayyidah Zahra as, Abu Bakar
terpaksa mempergunakan hadis palsu. Namun, dengan membawakan dua ayat
terbongkar juga masalah ini.
Tidak ada jalan
lain, Abu Bakar terpaksa mengakui kelihaian Sayyidah Zahra as
dan keluasan pengetahuannya. Abu Bakar akhirnya hanya dapat berargumentasi
bahwa ia dipilih secara aklamasi oleh seluruh para sahabat tanpa paksaan dan
kebijakan yang diambilnya adalah demikian. Lagi-lagi Abu Bakar terjerumus dengan
menjadikan orang-orang sebagai tolok ukur dan bukan al-Quran.
dan keluasan pengetahuannya. Abu Bakar akhirnya hanya dapat berargumentasi
bahwa ia dipilih secara aklamasi oleh seluruh para sahabat tanpa paksaan dan
kebijakan yang diambilnya adalah demikian. Lagi-lagi Abu Bakar terjerumus dengan
menjadikan orang-orang sebagai tolok ukur dan bukan al-Quran.
Penutup
Khotbah Sayyidah Fathimah as merupakan salah satu khotbah yang masyhur.
Khotbah yang menunjukkan kefasihan, keberanian dan keluasan pengetahuan putri
Rasulullah saw. Salah satu data sejarah paling autentik mengenai kondisi umat Islam
generasi awal. Selain kajian sosial, hukum dan politik tidak lupa juga membahas
masalah isu-isu keislaman seperti tauhid, keadilan ilahi, kenabian, imamah, hari akhir,
filsafat hukum dan lain-lain.
Khotbah yang menunjukkan kefasihan, keberanian dan keluasan pengetahuan putri
Rasulullah saw. Salah satu data sejarah paling autentik mengenai kondisi umat Islam
generasi awal. Selain kajian sosial, hukum dan politik tidak lupa juga membahas
masalah isu-isu keislaman seperti tauhid, keadilan ilahi, kenabian, imamah, hari akhir,
filsafat hukum dan lain-lain.
Salah satu
kajian yang menarik dari khotbah Sayyidah Zahra as adalah dialognya
dengan Abu Bakar yang menjadi khalifah setelah terpilih di Saqifah. Dialog-dialog
ini dapat memberikan nuansa baru untuk memahami polemik yang terjadi antara
keduanya dalam masalah tanah Fadak.[]
dengan Abu Bakar yang menjadi khalifah setelah terpilih di Saqifah. Dialog-dialog
ini dapat memberikan nuansa baru untuk memahami polemik yang terjadi antara
keduanya dalam masalah tanah Fadak.[]
[1] Kasyf al-Ghummah, jilid 2, hal 304. Menukil dari buku Syarhe Khutbeye Hazrate Zahra as,
Ayatullah Sayyid Izzuddin Huseini
Zanjani, Qom, 1375, cet 5, hal 17.
[2]
Cetakan Najaf, hal 12. Ibid.
[3]
Dinukil dari Syrahe Khutbeye Hazrate Zahra as, ibid.
[4]
Lihat
http://islamalternatif.net/iph/index.php?option=com_content&task=view&id=87&Itemid=1
[5]
Al-Naml: 16.
[6]
Maryam: 5-6.
[7]
Al-Anfal:75.
[8]
Al-Nisa’: 11.
[9]
Al-Baqarah: 180
Tanggapan Tulisan “Makna Hadis Tanah Fadak”
Tulisan ini dikhususkan untuk menanggapi tulisan salah seorang
yang secara tidak
langsung menanggapi tulisan saya soal Fadak. Kalau tidak salah tulisannya itu dikutip
dari Majelis Rasulullah bisa lihat diblog: http://orgawam.wordpress.com/2007/12/07/
makna-hadist-tanah-fadak/.
langsung menanggapi tulisan saya soal Fadak. Kalau tidak salah tulisannya itu dikutip
dari Majelis Rasulullah bisa lihat diblog: http://orgawam.wordpress.com/2007/12/07/
makna-hadist-tanah-fadak/.
Langsung saja, Ada orang yang mempermasalahkan hadis yang saya kutip dari Mukhtasar
Shahih Bukhari, dia bertanya kepada seseorang yang ia kenal sebagai Ulama
“duh bahasanya” .
Shahih Bukhari, dia bertanya kepada seseorang yang ia kenal sebagai Ulama
“duh bahasanya” .
Setelah mengutip hadis yang saya tulis, dia berkata
pertanyaan saya bib :
1. apa benar riwayat diatas, saya kawatir itu riwayat yang sengaja dibuat- buat, atau dalam penterjemahannya terdapat kesalahan Bib, karena Habib pernah menerangkan tidak ada satu keterangan mengenai marahnya Bunda Suci Fatimah, mohon penjelasan
Tanggapan saya;
Kalau melihat pertanyaan di atas, Pada awalnya orang yang bertanya ini pernah
mendengar penjelasan dari Habib(Ulama tempatnya bertanya) bahwa tidak ada satu
keterangan mengenai marahnya Sayyidah Fatimah dalam Shahih Bukhari. Oleh karena
itu setelah melihat tulisan saya dia berkata “saya kawatir itu riwayat yang sengaja dibuat-
buat, atau dalam penterjemahannya terdapat kesalahan Bib”.
Kalau melihat pertanyaan di atas, Pada awalnya orang yang bertanya ini pernah
mendengar penjelasan dari Habib(Ulama tempatnya bertanya) bahwa tidak ada satu
keterangan mengenai marahnya Sayyidah Fatimah dalam Shahih Bukhari. Oleh karena
itu setelah melihat tulisan saya dia berkata “saya kawatir itu riwayat yang sengaja dibuat-
buat, atau dalam penterjemahannya terdapat kesalahan Bib”.
Kemudian pertanyaan dia yang kedua
2. kalau memang ada unsur kesengajaan untuk menyelewengkan makna yang sebenarnya, jadi makna yang tepat unutk hadist di atas itu bunyinya bagaimana Bib.
Tanggapan: Perkataan di atas menunjukkan
keraguan atau dugaan saudara itu
bahwa ada unsur-unsur sengaja menyelewengkan makna hadis yang sebenarnya di
Siapa yang sebenarnya lebih cenderung menyelewengkan makna?
bahwa ada unsur-unsur sengaja menyelewengkan makna hadis yang sebenarnya di
dalam tulisan saya.
Menurut saya, hal ini cukup menarik untuk dibahas. Maksud saya
pada
bagian “menyelewengkan makna”. Berikutnya akan dibahas lebih lanjutSiapa yang sebenarnya lebih cenderung menyelewengkan makna?
Pertanyaan terakhir saudara itu
3. siapakah Syaikh Nashiruddin Al Albani, apakah termasuk dari jajaran ulama’ yang bisa dirujuk golongan kita Bib , mohon penjelasan
Tanggapan: Sekarang saudara itu
mempermasalahkan Syaikh Al Albani ulama hadis yang saya kutip. Sama
seperti sebelumnya, ini juga tak kalah menariknya. Perhatikan pada
kata-kata
yang bisa dirujuk golongan kita.
yang bisa dirujuk golongan kita.
Ok, sekarang mari kita lihat jawaban Sang
Habib. Sebelumnya tanpa berniat merendahkan siapapun, perlu dijelaskan
bahwa saya hanya ingin menanggapi jawaban dari Habib tersebut.
Tidak ada maksud bagi saya untuk menyinggung Sang Habib (Semoga Allah memberikan
rahmat kepada beliau) atau saudara-saudara yang sangat memuliakan beliau.
Tidak ada maksud bagi saya untuk menyinggung Sang Habib (Semoga Allah memberikan
rahmat kepada beliau) atau saudara-saudara yang sangat memuliakan beliau.
Jawaban Pertanyaan Pertama dan Kedua (sepertinya Sang Habib langsung menjawab sekaligus dua pertanyaan tersebut)
Jawaban Habib, saya cetak miringSaudaraku yg kumuliakan,
1. kalau benar riwayat yg anda tulis itu adalah dari Al Albani, maka jelaslah sudah kebodohannya.
Sang Habib mengawali tulisannya dengan
menyatakan kebodohan entah kepada siapa,
Syaikh Al Albani atau saya. Argumentum Ad Hominem:
Syaikh Al Albani atau saya. Argumentum Ad Hominem:
Hadits itu adalah riwayat Aisyah ra sebagai berikut :
ُ
أَنَّ فَاطِمَةَ عَلَيْهَا السَّلَام ابْنَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَأَلَتْ أَبَا بَكْرٍ الصِّدِّيقَ بَعْدَ وَفَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَقْسِمَ لَهَا مِيرَاثَهَا مِمَّا تَرَكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْهِ فَقَالَ لَهَا أَبُو بَكْرٍ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا نُورَثُ مَا تَرَكْنَا صَدَقَةٌ فَغَضِبَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهَجَرَتْ أَبَا بَكْرٍ فَلَمْ تَزَلْ مُهَاجِرَتَهُ حَتَّى تُوُفِّيَتْ وَعَاشَتْ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ
Bahwa Fathimah alaihassalam (Imam Bukhari salah satu imam yg mengucapkan alaihissalam pada Fathimah ra dan Ali bin Abi Thalib kw), putri Rasulullah saw menanyakan pada Abubakar Shiddiq ra setelah wafatnya Rasulullah saw agar membagikan padanya hak warisnya dari apa apa yg diberikan Allah swt pada beliau saw, maka berkatalah padanya Abubakar shiddiq ra : Sungguh Rasul saw bersabda : “Kami tidak mewarisi, apa yg kami tinggalkan adalah sedekah”. maka marahlah Fathimah putri Rasul saw dan menghindar dari Abubakar shiddiq ra dan ia terus menghindar darinya hingga wafat, dan beliau hidup hingga 6 bulan setwlah wafatnya Rasul saw. (Shahih Bukhari bab fardhulkhumus).
Tanggapan saya: sebelumnya perhatikan kata-kata Habib (Imam Bukhari salah satu imam yg mengucapkan alaihissalam pada Fathimah ra dan Ali bin Abi Thalib kw). Nah saya tujukan buat pengidap Syiahphobia “hendaknya jangan terburu-buru menuduh orang Syiah hanya karena orang tersebut mengucapkan Alaihis Salam pada Ahlul Bait” . Karena sudah jelas bahkan Imam Bukhari juga mengucapkan AS pada Ahlul bait (lihat sendiri di Kitab Shahih Bukhari). Intermezo.
Nah dari jawaban di atas, maka dapat disimpulkan hadis marahnya Sayyidah Fatimah itu memang ada dalam Shahih Bukhari. Dalam hal ini terbuktilah kekeliruan Sang Habib sebelumnya seperti yang diungkapkan saudara penanya
karena Habib pernah menerangkan tidak ada satu keterangan mengenai marahnya Bunda Suci Fatimah.
Hadis tersebut ternyata ada (sekarang dikutip oleh Habib sendiri) dan mari bandingkan hadis yang saya kutip dan yang Habib kutip
Hadis yang saya kutip redaksi terjemahannya adalah
Hadis yang saya kutip redaksi terjemahannya adalah
Lalu Fatimah binti Rasulullah SAW marah kemudian ia senantiasa mendiamkan Abu Bakar [Ia tidak mau berbicara dengannya]. Pendiaman itu berlangsung hingga ia wafat dan ia hidup selama 6 bulan sesudah Rasulullah SAW.
Sedangkan hadis yang Habib kutip dari Fath Al Bari redaksi terjemahannya
maka marahlah Fathimah putri Rasul saw dan menghindar dari Abubakar shiddiq ra dan ia terus menghindar darinya hingga wafat, dan beliau hidup hingga 6 bulan setwlah wafatnya Rasul saw.
Dua redaksi terjemahan di atas secara umum sama hanya pada terjemahan yang saya kutip diterjemahkan sebagai Pendiaman atau tidak berbicara, sedangkan pada redaksi terjemahan yang Habib kutip diterjemahkan sebagai Menghindar.
Soal yang mana yang lebih tepat, bagi saya tidak masalah karena pengertiannya tetap sama saja. Tapi perlu ditekankan dalam masalah ini saya telah bertindak objektif dengan menampilkan referensi yang lengkap termasuk siapa penerjemahnya. Sedangkan Habib, maaf tidak mencantumkan siapa yang menerjemahkan hadisnya (saya mengira itu terjemahan Beliau sendiri).
Soal yang mana yang lebih tepat, bagi saya tidak masalah karena pengertiannya tetap sama saja. Tapi perlu ditekankan dalam masalah ini saya telah bertindak objektif dengan menampilkan referensi yang lengkap termasuk siapa penerjemahnya. Sedangkan Habib, maaf tidak mencantumkan siapa yang menerjemahkan hadisnya (saya mengira itu terjemahan Beliau sendiri).
Habib kemudian melanjutkan
kita lihat syarh tentang hadits ini, Berkata Al Hafidh Al Imam Ibn Hajar didalam kitabnya Fathul Baari Bisyarah Shahih Bukhari :
Bahwa Fathimah ra marah bukan karena ditolak, namun karena Abubakar shiddiq ra mendengarnya bukan dari Rasul saw namun dari orang lain, dan berkata Imam Ibn Hajar pada halaman yg sama : diriwayatkan oleh Al Baihaqiy dari Assya’biyy bahwa kemudian Abubakar shiddiq ra menjenguk Fathimah ra, dan berkata Ali bin Abi Thalib kw kepada Fathimah ra : Ini Abubakar mohon izin padamu.., maka berkata Fathimah ra : apakah kau menginginkan aku mengizinkannya?, Ali kw berkata : betul, maka Fathimah ra mengizinkan Abubakar shiddiq ra, lalu Abubakar shiddiq ra meminta maaf dan ridho pada Fathimah ra, hingga Fathimah ra ridho padanya
Habib merujuk pada penjelasan hadis tersebut berdasarkan syarh Ibnu Hajar dalam Fath Al Bari. Berikut analisis saya,
Ibnu Hajar berkata
Ibnu Hajar berkata
Bahwa Fathimah ra marah bukan karena ditolak, namun karena Abubakar shiddiq ra mendengarnya bukan dari Rasul saw namun dari orang lain,
Maka tanggapan saya, apa dasar atau dalil
Ibnu Hajar berkenaan kata-kata ini, jelas sekali kata-kata ini tidak
ada keterangannya dalam hadis Shahih Bukhari yang dimaksud,
Maka Ada dua kemungkinan
Maka Ada dua kemungkinan
- Ibnu Hajar berdalil dengan riwayat atau sumber lain
- Ibnu Hajar sekedar berpendapat
Kemungkinan pertama, maka saya katakan
kenapa tidak ditunjukkan riwayat yang dimaksud atau sumber yang
mengatakan Bahwa Fathimah ra marah bukan karena ditolak, namun karena
Abubakar shiddiq ra mendengarnya bukan dari Rasul saw namun dari orang
lain, ini jelas kemusykilan pertama
Kemudian siapakah orang lain dimana Abu Bakar mendengar hadis tersebut? kenapa tidak disebutkan. Ini kemusykilan kedua
Mengapa Sayyidah Fatimah AS marah jika Abu Bakar menyampaikan hadis Rasulullah SAW yang Abu Bakar dengar dari orang lain? Apakah Abu Bakar menyampaikan hadis tersebut dengan berkata “Saya mendengar dari seseorang atau fulan bahwa Rasulullah SAW bersabda”. Hal ini kok beda sekali dengan redaksi hadis yang dikutip Habib sendiri maka berkatalah padanya Abubakar shiddiq ra : Sungguh Rasul saw bersabda seolah-olah menunjukkan Abu Bakar mendengar hadis langsung dari Rasulullah SAW.
Mengapa Sayyidah Fatimah AS marah jika Abu Bakar menyampaikan hadis Rasulullah SAW yang Abu Bakar dengar dari orang lain? Apakah Abu Bakar menyampaikan hadis tersebut dengan berkata “Saya mendengar dari seseorang atau fulan bahwa Rasulullah SAW bersabda”. Hal ini kok beda sekali dengan redaksi hadis yang dikutip Habib sendiri maka berkatalah padanya Abubakar shiddiq ra : Sungguh Rasul saw bersabda seolah-olah menunjukkan Abu Bakar mendengar hadis langsung dari Rasulullah SAW.
Kemusykilan ketiga adalah bagaimana bisa Ibnu Hajar menyimpulkan Abu Bakar tidak mendengar hadis itu langsung dari Rasulullah SAW.
Kalau kita melihat hadis Shahih Bukhari itu jelas sekali kemarahan Sayyidah Fatimah berkaitan dengan isi perkataan Abu Bakar. Lihat lagi selepas Abu Bakar berkata Sungguh
Rasul saw bersabda : “Kami tidak mewarisi, apa yg kami tinggalkan
adalah sedekah”. maka marahlah Fathimah putri Rasul saw dan menghindar
dari Abubakar shiddiq ra dan ia terus menghindar darinya hingga wafat,
dan beliau hidup hingga 6 bulan setwlah wafatnya Rasul saw. Sangat jelas bahwa Sayyidah Fatimah marah setelah mendengar apa yang dikatakan Abu Bakar. Jadi
Zhahir hadis menunjukkan sikap Sayyidah Fatimah yaitu marah dan
menghindar disebabkan setelah beliau mendengar perkataan Abu Bakar. Sudah selayaknya untuk berpegang kepada zhahir hadis sampai ada dalil shahih yang bisa memalingkan maknanya ke makna lain.
Dan sepertinya Ibnu Hajar menunjukkan dalil berikut
dan berkata Imam Ibn Hajar pada halaman yg sama : diriwayatkan oleh Al Baihaqiy dari Assya’biyy bahwa kemudian Abubakar shiddiq ra menjenguk Fathimah ra, dan berkata Ali bin Abi Thalib kw kepada Fathimah ra : Ini Abubakar mohon izin padamu.., maka berkata Fathimah ra : apakah kau menginginkan aku mengizinkannya?, Ali kw berkata : betul, maka Fathimah ra mengizinkan Abubakar shiddiq ra, lalu Abubakar shiddiq ra meminta maaf dan ridho pada Fathimah ra, hingga Fathimah ra ridho padanya.
Berkenaan riwayat ini Ibnu Hajar berkata
jikapun riwayat ini mursal, namun sanadnya kepada Assya’biyyu shahih.
dan riwayat ini menyelesaikan permasalahan dan anggapan permusuhan Abubakar ra dengan Fathimah ra.
Aneh sekali padahal jelas sekali bahwa
Ibnu Hajar sendiri mengakui bahwa hadis tersebut mursal lantas mengapa
menjadikannya sebagai dalil. Saya tidak menafikan bahwa ada ulama yang
berhujjah dengan hadis mursal tetapi sudah jelas bahwa jumhur ulama
hadis berkata hadis mursal adalah dhaif. Sepertinya kali ini Ibnu Hajar
bersikap tasahul dengan berhujjah menggunakan riwayat mursal.
Saya katakan riwayat Baihaqi tersebut
jelas sekali tidak bisa dijadikan dalil untuk memalingkan makna zahir
hadis riwayat Aisyah dalam Shahih Bukhari. Riwayat Aisyah sanadnya muttashil dan shahih kemudian matannya menunjukkan maka
marahlah Fathimah putri Rasul saw dan menghindar dari Abubakar shiddiq
ra dan ia terus menghindar darinya hingga wafat, dan beliau hidup hingga
6 bulan setwlah wafatnya Rasul saw.
Sedangkan riwayat Baihaqi adalah mursal
dan matannya menunjukkan hal yang bertentangan dengan riwayat Aisyah,
karena jelas-jelas kesaksian Aisyah bahwa Sayyidah Fatimah AS selalu
menghindar untuk bertemu Abu Bakarsampai Beliau AS wafat. Bagimana
mungkin Aisyah RA yang hidup semasa Sayyidah Fatimah AS dan Abu Bakar RA
bisa tidak menyaksikan apa yang disaksikan oleh Asy Sya’bi yang anehnya
jelas belum lahir ketika peristiwa itu terjadi.
Oleh karena itu seharusnya riwayat Baihaqi itu mesti ditolak berdasarkan riwayat Shahih Bukhari, bukan malah riwayat Shahih Bukhari dipalingkan maknanya berdasarkan riwayat Baihaqi.
Oleh karena itu seharusnya riwayat Baihaqi itu mesti ditolak berdasarkan riwayat Shahih Bukhari, bukan malah riwayat Shahih Bukhari dipalingkan maknanya berdasarkan riwayat Baihaqi.
Kemudian Ibnu Hajar berkata
dan berkata para Muhadditsin, bahwa menghindarnya fathimah ra dari Abubakar adalah menghindari berkumpul bersamanya, dan hal itu bukan hal yg diharamkan, dan Fathimah ra saat selepas kejadian itu sibuk dengan kesedihannya atas wafat Rasul saw dan sakit yg dideritanya hingga wafat. (Fathul Baari Bisyarah Shahih Bukhari Bab Fardhul Khumus)
Mari kita andaikan apa yang dikatakan Ibnu Hajar bahwa menghindarnya fathimah ra dari Abubakar adalah menghindari berkumpul bersamanya adalah sesuatu yang benar. Maka itu justru menjadi dalil tertolaknya riwayat Baihaqi, lihat hadis Shahih Bukhari
dan ia terus menghindar darinya hingga wafat, jika menurut apa yang dikatakan Ibnu Hajar maka kata-kata itu bisa diartikan dan ia terus menghindari berkumpul bersamanya hingga wafat artinya Sayyidah Fatimah AS menghindari berkumpul bersama Abu Bakar RA sampai Beliau AS wafat. Tapi coba lihat riwayat Baihaqi disitu dijelaskan bahwa Sayyidah Fatimah AS malah berkumpul bersama Abu Bakar RA. Sedikit Antagonis memang.
dan ia terus menghindar darinya hingga wafat, jika menurut apa yang dikatakan Ibnu Hajar maka kata-kata itu bisa diartikan dan ia terus menghindari berkumpul bersamanya hingga wafat artinya Sayyidah Fatimah AS menghindari berkumpul bersama Abu Bakar RA sampai Beliau AS wafat. Tapi coba lihat riwayat Baihaqi disitu dijelaskan bahwa Sayyidah Fatimah AS malah berkumpul bersama Abu Bakar RA. Sedikit Antagonis memang.
Kemudian Habib mengutip Syarh An Nawawi
dijelaskan pula oleh Imam Nawawi bahwa
hal itu diteruskan hingga dimasa Khalifah Ali bin Abi Thalib kw pun demikian, tidak dirubah, maka jika Abubakar ra salah dalam hal ini atau Umar ra, mestilah Utsman ra mengubahnya, atau mestilah Ali bin Abi Thalib kw mengubahnya, dan berkata Imam Nawawi pada halaman yg sama, mengenai dikuburkannya Fathimah ra dimalam hari maka hal itu merupakan hal yg diperbolehkan. (Syarah Nawawi Ala shahih Muslim Bab Jihad wassayr).
Tanggapan saya : Abu Bakar RA, Umar RA
dan Usman RA menetapkan keputusan yang berbeda soal ini. Abu Bakar
menolak memberikan tanah Khaibar, Fadak dan kurma bani Nadhir kepada
Sayyidah Fatimah AS ketika Beliau memintanya. Sedangkan Umar menetapkan
keputusan untuk memberikan kurma bani Nadhir kepada Ali dan Abbas ketika
mereka mengajukan permintaan yang sama seperti yang dilakukan Sayyidah
Fatimah AS. Kemudian Khalifah Usman bin Affan telah menyerahkan Fadak
kepada Marwan bin Hakam.
Mengenai Imam Ali, pada saat beliau
menjadi Khalifah, tanah Fadak tidak berada pada Beliau meliankan berada
pada Marwan. Jika ada yang mengeluhkan mengapa Imam Ali tidak merebut
saja tanah Fadak dari Marwan. Maka jawaban saya sebatas ini adalah
dugaan bahwa pada masa pemerintahan Imam Ali beliau mendahulukan hal
yang lebih penting yaitu mengatasi pihak-pihak yang berselisih dengannya
baik Aisyah, Thalhah dan Zubair dalam Perang Jamal atau Muawiyah dalam
Perang Shiffin. Hal ini yang menurut saya membuat Imam Ali menangguhkan
penyelesaian masalah Fadak sampai situasi benar-benar memungkinkan. Wallahu A’lam
Sebenarnya soal keputusan yang mana yang
benar sudah cukup dilihat dari pendirian Sayyidah Fatimah AS sendiri
ketika Beliau marah mendengar hadis yang dibawakan Abu Bakar. Itu
menunjukkan bahwa Beliau berpendirian berbeda dengan Abu Bakar. Soal ini
sudah saya bahas khusus dalam tulisan saya panjang lebar soal Analisis
Fadak, sepenuhnya saya mengatakan Sayyidah Fatimah AS adalah dalam
posisi yang benar.
Habib berkata
bahkan Abubakar shiddiq ra pun dikuburkan di malam hari.
Sebenarnya tidak ada masalah dengan ini,
sudah jelas berdasarkan hadis tersebut Sayyyidah Fatimah AS dikuburkan
tanpa sepengetahuan Abu Bakar .
Habib melanjutkan
marah” kategori mereka ini bukan berarti benci dan rakus harta, masya Allah..,
Tulisan saya tidak menyatakan bahwa Sayyidah Fatimah AS rakus harta, apalagi soal benci-membenci. Bagi saya pribadi sikap Sayyidah Fatimah AS menunjukkan pendirian Beliau terhadap masalah Fadak bahwa itu adalah haknya. Disini
tidak ada masalah rakus harta, Sayyidah Fatimah AS adalah Ahlul Bait
dimana seharusnya para sahabat berpegang teguh dan Beliau adalah yang
paling paham tentang Sunnah Rasulullah SAW. Jadi sikap Beliau AS jelas menjadi hujjah akan kebenaran Beliau AS.
betapa buruknya anggapan orang syiah tentang Sayyidah Fathimah Azzahra ra
Ini juga tidak ada hubungannya, Apakah
setiap orang yang membahas masalah Fadak dikatakan Syiah? Apakah setiap
yang berpihak kepada Sayyidah Fatimah AS mesti dikatakan Syiah? Apakah
Ahlul Bait sebagai Tsaqalain itu hanya untuk Syiah?. Lagipula anggapan
buruk Habib soal rakus harta itu adalah persepsinya sendiri. Coba lihat
saja tulisan saya sendiri atau tulisan orang Syiah yang membahas masalah
Fadak. Tidak ada satupun yang mengatakan Sayyidah Fatimah AS rakus
harta. Naudzubillah
marah tentunya sering terjadi bahkan Rasul saw sering pula marah, pernah marah pada Umar bin Khattab ra ketika Umar ra berbuat salah pada Abubakar ra, dan Abubakar ra meminta maaf padanya namun Umar ra belum mau memaafkan,
Tentu Rasulullah SAW bisa marah tetapi
sudah jelas marahnya Rasulullah SAW selalu berada dalam kebenaran dan
begitu juga berdasarkan dalil yang shahih marahnya Sayyidah Fatimah AS adalah marahnya Rasulullah SAW yang juga selalu berada dalam kebenaran.
Dan banyak riwayat riwayat lainnya, namun sungguh hati mereka suci
Saya setuju bahwa Rasulullah SAW dan Ahlul Bait AS adalah orang-orang yang disucikan oleh Allah SWT.
bukan seperti permusuhan kita dimasa kini yg penuh kebencian dan keinginan untuk saling mencelakakan,
Entahlah ini ditujukan buat siapa, yang jelas kalau dalam tulisan saya tidak ada sedikitpun niat memusuhi orang lain.
dan mustahil pula seorang putri Rasul saw tamak berebut harta waris duniawi, masya Allah dari buruknya sangka orang syiah ini.
Sekali lagi Habib cuma bermain-main
dengan kata-katanya sendiri. Saya heran kepada siapa ditujukan perkataan
itu. Apakah pada saya? Jika benar untuk saya, maka belum apa-apa saja
Beliau sudah menuduh Syiah dan menuduh berburuk sangka. Saya tidak akan
membahas lebih lanjut tuduhan seperti ini.
Nah sekarang lihatlah sendiri Siapa sebenarnya yang menyelewengkan Makna hadis Shahih Bukhari riwayat Aisyah tersebut? Saya
tetap berpegang pada Zhahir hadis bahwa Sayyidah Fatimah marah dan
mendiamkan atau menghindar dari Abu Bakar sampai Beliau AS wafat.
Adakah penyelewengan makna dalam tulisan saya.
Adakah penyelewengan makna dalam tulisan saya.
Jawaban Pertanyaan Ketiga
3. mengenai syeikh Al Bani beliau tak diakui sebagai Muhaddits, karena Muhaddits adalah orang yg bertemu dengan periwayat hadits, dan Al Bani tak bertemu dengan seorang rawi pun, ia hanya berjumpa dengan buku buku mereka lalu berfatwa, maka fatwanya batil, terbukti penjelasannya tentang hadits diatas jauh bertentangan dg syarah Imam Ibn Hajar pada kitabnya Fathul Baari yg sudah menjadi rujukan seluruh Madzhab dan para Huffadh sesudah beliau.
Sebenarnya apa buktinya Syaikh Al Albani
tidak bertemu satu rawi pun? Jika yang dimaksud perwai dalam kitab hadis
maka saya jawab benar Beliau Syaikh Al Albani jelas tidak bertemu
dengan perawi dalam kitab hadis. Tetapi bukankah ada juga beberapa ulama
yang mempunyai sanad sendiri seperti sanad mereka Ulama Alawiyy
(termasuk mungkin habib sendiri). Saya sendiri tidak tahu apakah syaikh
Al Albani punya sanad sendiri atau tidak. Kalau memang Habib tahu adalah
penting untuk menunjukkan bukti bahwa Syaikh Al Albani benar tidak
memiliki sanad sendiri.
Lagipula mempelajari hadis tidak hanya dengan metode Sima’ tetapi bisa juga dengan Al Wijadah
Lagipula mempelajari hadis tidak hanya dengan metode Sima’ tetapi bisa juga dengan Al Wijadah
Menurut saya Syaikh Al Albani adalah
ulama hadis dimana beliau mempelajari Kitab-kitab hadis dan kitab-kitab
Rijal hadis. Soal fatwanya itu tergantung dari dalil-dalilnya, silakan
saja bagi yang berilmu untuk menelaah dalil-dalil fatwa syaikh Al
Albani. Menyatakan bathil fatwa Syaikh Al Albani hanya dengan alasan Syaikh Al Albani tidak bertemu perawi hadis atau hanya belajar dari kitab adalah sesuatu yang bathil. Setiap ulama layak untuk dipelajari dan ditelaah dalil-dalilnya (termasuk juga Habib sendiri)
Kemudian Habib berkata
Kemudian Habib berkata
Saya tambahkan sedikit, dalam ilmu hadits, ada gelar Al Hafidh, yaitu orang yg telah hafal lebih dari 100 ribu hadits berikut sanad dan hukum matannya, adalagi derajat Alhujjah, yaitu yg hafal lebih dari 300 ribu hadits berikut sanad dan hukum matannya,
Imam Ahmad bin Hanbal hafal 1 juta hadits dg sanad dan hukum matannya, namun Imam Ahmad hanya sempat menulis sekitar 20 ribu hadits saja pada musnadnya, maka kira kira 980.000 hadits yg ada padanya tak sempat tertuliskan, dan Imam Ahmad bin Hanbal adalah murid dari Imam Syafii.
Imam Bukhari hafal 600 ribu hadits berikut sanad dan hukum matannya dan ia digelari Raja para Ahli Hadits, namun beliau hanya mampu menulis sekitar 7.000 hadits dalam shahihnya bersama beberapa kitab hadits kecil lainnya, lalu kira kira 593.000 hadits sirna dan tak tertuliskan,
Benar sekali apa yang dikatakan Habib,
tapi perlu ditambahkan bisa saja hadis yang dihafalkan Imam Ahmad juga
dimiliki Imam Bukhari, terus hadis-hadis yang banyak itu bisa saja ada
yang matannya juga sama walau sanadnya berbeda. Selain itu hadis-hadis
yang sirna dan tak tertuliskan menurut Habib itu bisa saja
- Hadis-hadis itu dhaif atau tidak shahih
- Hadis-hadis itu tercatat dalam kitab hadis lain, sampai sekarang sudah ada banyak sekali kitab hadis. Sebagai contoh hadis-hadis yang tidak termuat dalam Shahih Bukhari dan Muslim tetapi memenuhi persyaratan Bukhari dan Muslim dapat ditemukan dalam Al Mustadrak Ash Shahihain.
Jadi menurut saya tidak ada masalah
dengan rujukan kitab-kitab hadis sekarang. Bukan maksud saya menafikan
sanad hadis yang dimiliki oleh Ulama Alawiyy. Yang jelas darimanapun
hadis itu baik melalui kitab hadis atau sanad dari Ulama layak diterima
jika hadis tersebut shahih.
Lalu apa pendapat anda dengan seorang muncul masa kini, membaca dari buku buku sisa sisa yg masih ada ini, yg mungkin tak mencapai 5% hadits yg ada dimasa lalu, ia hanya baca buku buku lalu menilai hadits hadits semaunya?, mengatakan muhaddits itu salah, imam syafii dhoif, imam ini dhoif, imam itu mungkar hadits..
Angka 5 % itu menurut saya juga belum
tentu valid dan maaf terkesan seolah-olah umat Islam kehilangan banyak
sekali hadis karena tidak tercatat dalam kitab-kitab hadis. Sepertinya
syaikh Al Albani juga tidak menilai hadis semaunya, beliau telah
mempelajari cukup banyak Kitab Rijal hadis atau Jarh wat Ta’dil. Menurut saya menilai suatu hadis dengan metode Jarh wat Ta’dil
adalah langkah yang tepat. Walaupun bukan berarti saya menerima
sepenuhnya setiap apa yang dikatakan syaikh Al Albani. Bagi saya beliau
bukan satu-satunya Ulama yang mempelajari hadis. Soal masalah pernyataan
muhadis lain salah itu adalah hal yang biasa dalam perbedaan
pendapat. Yang penting adalah melihat sejauh apa dalil yang dikemukakan,
kan pendapat Ulama bisa benar tapi bisa juga tidak.
Lagipula dalam Jarh wat Ta’dil banyak sekali ditemukan hal yang seperti ini. Terus kata-kata imam syafii dhoif, saya ingin tahu dimana syaikh Al Albani berpendapat seperti itu, saya sih justru pernah membaca kalau Yahya bin Main berpendapat Imam Syafii dhaif dan pernyataan Ibnu Main dikecam oleh banyak Ulama hadis tetapi kecaman ini tidak menafikan bahwa Ibnu Main tetap menjadi rujukan bagi para Ulama hadis. Intinya setiap pernyataan Ulama selalu bisa dinilai.
Saya cukup heran dengan orang yang hanya mau menerima hadis dari golongannya saja. Memang ada orang-orang yang terikat dengan golongan tertentu, sehingga hanya mau menerima apa saja yang berasal dari golongannya dan menafikan semua yang ada pada golongan lain. Sikap seperti ini baik sadar maupun tidak sadar hanyalah bentuk fanatisme dan taklid semata. Kebenaran tidak diukur lewat orang atau golongan saja tetapi lebih pada dasar atau landasan dalil yang digunakan.
Lagipula dalam Jarh wat Ta’dil banyak sekali ditemukan hal yang seperti ini. Terus kata-kata imam syafii dhoif, saya ingin tahu dimana syaikh Al Albani berpendapat seperti itu, saya sih justru pernah membaca kalau Yahya bin Main berpendapat Imam Syafii dhaif dan pernyataan Ibnu Main dikecam oleh banyak Ulama hadis tetapi kecaman ini tidak menafikan bahwa Ibnu Main tetap menjadi rujukan bagi para Ulama hadis. Intinya setiap pernyataan Ulama selalu bisa dinilai.
Saya cukup heran dengan orang yang hanya mau menerima hadis dari golongannya saja. Memang ada orang-orang yang terikat dengan golongan tertentu, sehingga hanya mau menerima apa saja yang berasal dari golongannya dan menafikan semua yang ada pada golongan lain. Sikap seperti ini baik sadar maupun tidak sadar hanyalah bentuk fanatisme dan taklid semata. Kebenaran tidak diukur lewat orang atau golongan saja tetapi lebih pada dasar atau landasan dalil yang digunakan.
Salam damai
Oleh: J. al-Gar (secondprince)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar