Mau Tahu?
Ada Apa Dibalik Kunjungan Dubes AS ke KPK?
JAKARTA (voa-islam.com) -
http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2013/02/07/23102/mau-tahu-ada-apa-dibalik-kunjungan-dubes-as-ke-kpk/
Dalam Rapat Dengar
Pendapat (RDP) dengan para petinggi KPK, Rabu 6 Februari 2013 di DPR,
Komisi III DPR mempertanyakan kedatangan Duta Besar Amerika Serikat
untuk Indonesia, Scott Marciel, ke kantor Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK). Kedatangan Dubes negeri adidaya itu bisa ditafsirkan sebagai
bentuk intervensi terhadap komisi itu.
Wakil Ketua Komisi III Tjatur Sapto Edy meminta klarifikasi apakah
Dubes AS tersebut rutin mengunjungi KPK. Kunjungan itu, bisa ditafsir
sebagai bentuk intervensi, apalagi jika dilakukan secara rutin.
Apa jawab Ketua KPK Abraham Samad tentang tudingan itu? Menurut
Samad, Amerika sama sekali tidak melakukan intervensi kepada KPK. "Tidak
ada deal dengan Amerika," kata Abraham Samad dalam RDP itu.
Samad menegaskan bahwa selama ini KPK banyak menerima tamu asing. Bukan hanya dari AS dan Eropa tapi juga dari Timur Tengah. KPK tidak pernah bertindak diskriminasi terhadap tamu yang datang. Abraham juga menegaskan bahwa KPK sama sekali tidak pernah menerima bantuan dari asing. Anggaran KPK murni berasal dari negara. "Tidak ada bantuan finansial, kami hanya pakai anggaran yang telah disediakan," katanya.
Para penyidik memang pernah melakukan pelatihan di Amerika. "Baru sekali dan belum selesai dan perlu diulang," katanya.
Betulkah Ada Konspirasi
Samad menegaskan bahwa selama ini KPK banyak menerima tamu asing. Bukan hanya dari AS dan Eropa tapi juga dari Timur Tengah. KPK tidak pernah bertindak diskriminasi terhadap tamu yang datang. Abraham juga menegaskan bahwa KPK sama sekali tidak pernah menerima bantuan dari asing. Anggaran KPK murni berasal dari negara. "Tidak ada bantuan finansial, kami hanya pakai anggaran yang telah disediakan," katanya.
Para penyidik memang pernah melakukan pelatihan di Amerika. "Baru sekali dan belum selesai dan perlu diulang," katanya.
Betulkah Ada Konspirasi
Berita tentang kedatangan Dubes AS Scot Merciel ke KPK beberapa jam
sebelum penangkapan mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq, memunculkan
spekulasi. Apalagi dalam orasi politik Presiden PKS yang baru Anis
Matta tercetus kata ‘konspirasi’.
Tak berhenti sampai di situ. Mantan Presiden PKS Hidayat Nur Wahid
pun menyebut unsur zionis dalam kasus penangkapan Luthfi dan penjatuhan
citra PKS itu. Benarkah?
Ujug-ujug kedatangan Dubes AS Scot Merciel ke KPK yang oleh lembaga
pemberatasan korupsi itu disebut terkait dengan kasus lain, bagi
sebagian kalangan tak terlepas dari masalah impor daging sapi dari AS
yang terus anjlok bahkan pernah distop. Apa kaitannya dengan KPK?
Dugaan pun menjurus, bahwa target dari pemunculan kasus ini adalah
pemecatan Menteri Pertanian (Mentan) Suswono yang berasal dari PKS.
Penangkapan Luthfi (yang tidak tertangkap tangan), yang oleh sejumlah
pakar dan praktisi hukum dinilai dipaksakan dan janggal itu diyakini
sebagai “pintu” untuk memecat Mentan Suswono.
Dugaan kuat kejengkelan AS akan kran impor daging sapi yang terus
dibatasi ditengarai menjadi pemicu pemunculan kasus ini. Ada “pesan”
yang ingin disampaikan bahwa para pengusaha importir daging di republik
ini juga sangat jengkel akibat kuota yang terus menurun dari tahun ke
tahun. Akibatnya, pengusaha importir daging sapi itu berusaha melakuan
aksi suap supaya mendapat jatah yang sesuai dengan yang mereka inginkan.
Kejengkelan para pengusaha importing daging sapi itu tentu sesuai
dengan keinginan AS. Adanya dugaan kasus suap yang dilakukan oleh PT
Indoguna Utama memunculkan pertanyaan mengapa hal ini bisa terjadi? Bagi
kalangan pengusaha, kejadian itu dipicu oleh kurangnya kuota impor
daging di 2013.
Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) DKI Jakarta Sarman Simanjorang, kepada detikfinance,
Kamis (31/1/2013).“Menurut saya itu ekses dari kurangnya kuota impor
daging sapi, pengusaha menghalalkan segala cara,” kata Sarman beralasan.
Sarman yang juga Ketua Komite Daging Sapi (KDS) mengatakan, kalangan
pengusaha impor daging tidak siap dengan pemangkasan kuota impor daging
sapi tahun ini, sehingga di antara mereka berupaya untuk bisa
mendapatkan kuota yang diinginkan. “Kuota impor daging sapi tahun 2011
sampai 90.000 ton saat itu harga stabil, tahun 2012 turun jadi 34.000
ton, tahun ini cuma 32.000 ton terjun bebas,” ungkapnya.
Sarman menuturkan seharusnya kuota impor daging tahun ini mencapai
85.000 ton (hanya daging beku). Menurutnya, dengan kuota daging tahun
ini yang hanya 32.000 ton, sangat beralasan para importir daging
teriak-teriak dan melakukan upaya-upaya segala cara.
“Yang parah lagi, 32.000 ton itu dibagi dua semester, semestar
pertama direalisasikan 60% atau 19.200 ton, kita nggak tahu siapa
perusahaan-perusahaannya, 40% sisanya di semester kedua,” katanya.
Ia juga mengatakan ekses lain dari adanya kurangnya kuota impor
daging adalah adanya kasus peredaran daging celeng dan peredaran daging
sapi ilegal. Harga daging yang saat ini bertahan Rp 90.000 per kg,
menunjukkan pasokan daging masih tersendat.“Saya harap dengan kejadian
ini momentum pemerintah mengevaluasi kembali soal kuota impor daging
2013,” katanya.
Beberapa sumber menyebut kebijakan Kementerian menekan kuota impor
daging sapi dari tahun ke tahun justru untuk membantu peternak sapi di
dalam negeri yang efeknya memunculkan peredaran daging babi dan sapi
ilegal. Tapi selain untuk membantu peternak sapi Indonesia, alasan lain
pembatasan impor adalah pasokan daging sapi dari AS itu bercampur daging
babi.
Kebijakan Kementerian Pertanian bersama Kementerian Perdagangan itu
jelas sangat memukul AS yang selama ini memasok daging sapi ke
Indonesia. Makanya, tak usah heran, sebelum menyambangi KPK, Rabu
(30/1/2013), Dubes AS Scot Merciel terlibat saling sindir soal
pro-kontra impor dengan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan dalam sebuah
pertemuan “Trade Conference” di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat
(30/1/2013).
“Keuntungan impor itu banyak tetapi impor banyak stigma negatif (di
Indonesia), tetapi kita bicara yang lebih luas adalah keuntungan dan
harga murah juga banyak produk dari adanya impor. Hong Kong menjadi
contoh,” kata Scot kepada ratusan delegasi beberapa negara di Hotel
Borobuddur, seperti dikutip detikcom (30/1/2013).
Scot menambahkan, seharusnya Indonesia mengikuti permainan yang telah
ditetapkan oleh Badan Perdagangan Dunia (WTO) yang tidak hanya
mendorong kinerja ekspor tetapi juga impor. Menurutnya, nilai lain dari
adanya impor adalah adanya kompetisi antar perusahaan yang lebih
kompetitif dan produktif.
“Kita punya WTO yang tidak hanya mendorong ekspor tetapi juga impor
dan kita harus mengikuti permainan. Hal lain soal impor, tanpa impor
perusahaan kita tanpa kompetitif. Jadi saya pikir nilai lain adalah
kompetisi antar perusahaan dan produktivitas, juga memberikan biaya yang
lebih murah,” imbuhnya. [Desastian/dbs]
Apdasi: Importir Penentu Harga Daging
KOMPAS/YULVIANUS HARJONO
Daging sapi di Pasar Smep, Bandar Lampung, dijual Rp 90.000 per kilogram, Rabu (6/2/2013).
TERKAIT:
JAKARTA, KOMPAS.com — http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/02/07/16083519/Apdasi.Importir.Penentu.Harga.Daging?utm_source=WP&utm_medium=Ktpidx&utm_campaign=Skandal%20Suap%20Impor%20Daging%20Sapi
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS.com- http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/02/07/15462862/Peternak.Sapi.Nikmati.Harga.Tinggi
Baca juga:
Harga Daging Sapi di Indonesia Termahal di Dunia Celah Kebijakan Impor Daging Sapi
(Toto Subandriyo, Anggota Dewan Pakar Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia Kabupaten Tegal)
JAKARTA, KOMPAS.com — http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/02/04/16151936/Wamendag.Impor.Daging.Sapi.Belum.Perlu
Harga daging sapi di pasar domestik kian melambung tinggi. Harga
karkas daging sapi tersebut mengalami kenaikan hingga 20 persen. Hal
ini disampaikan oleh Dadang Iskandar, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha
Daging dan Sapi Potong Indonesia (Apdasi) di Jakarta, Kamis (7/2/2013).
Dadang mengatakan, harga karkas daging sapi mencapai Rp 71.000
kilogram (kg) hingga Rp 72.000 per kg. Padahal, sebelumnya harga karkas
daging sapi berkisar Rp 60.000 per kg. "Harga di rumah potong hewan
(RPH) tidak rasional. Kami perkirakan menjelang Lebaran bisa lebih dari
Rp 100 ribu per kg," kata Dadang, Kamis (7/2/2013).
Apdasi
mengindikasikan, banyak importir kini membeli sapi lokal betina. Hal
ini dilakukan agar importir berkesempatan menentukan harga jual. "Baik
sapi lokal maupun sapi impor dibeli importir. Kini, importir menjadi
penentu harga," tambah Dadang.
Apdasi menuntut pemerintah segera
mencabut kebijakan pembelian sapi lokal oleh importir. Jika kebijakan
tersebut diteruskan, gejolak harga kian tak terkendali. Imbas jangka
panjang, sapi lokal akan dikuasai segelintir pengusaha besar. "Kalau
tidak dicabut, harga daging semakin tidak terkendali," ujar Dadang.
Pemerintah
juga diminta menyediakan pasokan sapi sesuai kebutuhan dengan harga
terjangkau. Apdasi juga mengusulkan untuk melakukan impor sapi siap
potong, bukan sapi bakalan. Alasannya, harga sapi trading lebih murah dibandingkan harga sapi bakalan."Harga jual di konsumen nantinya juga lebih murah," ujar Dadang.
Menurut
Dadang, populasi sapi di Indonesia cukup untuk menutupi kebutuhan.
Namun, tidak semua peternak mau menjual sapinya. Biasanya, sapi dijual
jika peternak membutuhkan uang. Akibatnya, banyak RPH yang membeli sapi
perah untuk dipotong.
Peternak sapi perah juga lebih memilih
menjual daging ketimbang susu karena harga daging yang menggiurkan. "Di
Jawa Barat itu, setiap harinya ada sapi perah yang dipotong di RPH
sebanyak 300 hingga 400 ekor per hari," ungkap Dadang. (Fitri Nur Arifenie/Kontan)
Peternak Sapi Nikmati Harga Tinggi
Peternak sapi lokal di Lampung menikmati tingginya harga jual beberapa bulan terakhir menyusul pembatasan impor sapi bakalan.
Amro
(30), salah seorang peternak sapi di Lampung Timur, Kamis (7/2/2013),
mengatakan, pihaknya selaku peternak lokal kini menikmati harga jual
daging sapi yang mencapai Rp 32.000-Rp 33.000 per kilogram bobot hidup.
"Kami berharap harga ini bisa dipertahankan, sehingga kami tetap semangat memelihara sapi," ujarnya.
Ia
menambahkan, para peternak sapi sempat terpukul dengan jatuhnya harga
jual sapi di tahun 2009. "Ketika itu, harganya hanya Rp 20.000 per kg.
Jika dihitung dengan biaya perawatan, pakan, dan pembibitan, itu tak
menutupi. Angka riil yang menguntungkan adalah minimal Rp 29.000,"
ujarnya.
Namun, tingginya harga jual di tingkat peternak ini
justru dianggap merugikan para pedagang dan konsumen. Tingginya harga
jual yang mencapai Rp 90.000 per kg di Bandar Lampung melemahkan daya
beli konsumen. Sehingga, omzet pedagang daging pun merosot.
Editor :
Marcus Suprihadi
Mentan Bantah Harga Daging Sapi di Indonesia Paling Mahal
KOMPAS/PRIYOMBODO
Daging sapi impor
TERKAIT:
JAKARTA, KOMPAS.com — http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/02/05/11345997/Mentan.Bantah.Harga.Daging.Sapi.di.Indonesia.Paling.Mahal
Menteri Pertanian Suswono membantah harga daging sapi di Indonesia saat
ini termahal di dunia. Namun, dia mengakui bahwa harga daging sapi,
khususnya di DKI Jakarta, memang sudah mahal.
"Tidak benar itu, memang daging sapi itu ada jenis-jenisnya, mulai dari yang biasa hingga yang mahal. Kalau daging sapi untuk steak,
itu memang mahal," kata Suswono saat ditemui selepas rapat koordinasi
di kantor Kementerian Perekonomian, Jakarta, Selasa (5/1/2013).
Menurut
Suswono, harga daging sapi yang mahal tersebut sebenarnya hanya terjadi
di DKI Jakarta atau di kawasan Jabodetabek yang juga terkena imbasnya.
Hal ini disebabkan pasokan daging sapi ke Ibu Kota terbatas.
Untuk
menekan harga daging sapi yang mahal itu, pihaknya meminta pusat-pusat
peternakan sapi di daerah untuk menyuplai daging sapi ke Ibu Kota.
Pihaknya juga meminta kepada pedagang sapi agar tidak memanfaatkan harga
daging sapi yang tinggi tersebut untuk meraih keuntungan yang besar.
"Sebenarnya,
margin keuntungan peternak ini sudah tinggi. Padahal, harga wajarnya
sekitar Rp 60.000-Rp 70.000 per kg. Saya minta agar peternak tidak
mengambil margin yang tinggi," tambahnya.
Seperti diberitakan, harga daging sapi
di Indonesia saat ini adalah yang termahal di dunia. Harga di dalam
negeri berkisar Rp 90.000 per kilogram, sementara di sejumlah negara
lain hanya berkisar Rp 40.000. Pemerintah diminta turun tangan untuk
menstabilkan harga daging.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik,
harga daging pada pekan keempat Januari 2013 mencapai Rp 90.000 per
kilogram. Harga tersebut bertahan sejak minggu pertama Desember 2012.
Menurut
data Bank Dunia, harga daging sapi rata-rata di Indonesia pada bulan
Desember 2012 mencapai 9,76 dollar AS, sementara di Malaysia hanya 4,3
dollar AS, Thailand 4,2 dollar AS, Australia 4,2 dollar AS, Jepang 3,9
dollar AS, Jerman 4,3 dollar AS, dan India 7,4 dollar AS.
Wakil
Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi pekan lalu di Jakarta mengatakan
masih tingginya harga daging di pasaran mengindikasikan pasokan yang
masih tersendat.
"Saya tidak mau menggugat hasil survei yang
menyebutkan pasokan sapi kita cukup, tetapi faktanya sudah tiga bulan
ini harga daging tak kunjung turun. Jika ini terus dibiarkan, mendekati
puasa dan Lebaran, harga daging bisa menyentuh level Rp 120.000 per
kilogram. Itu sudah melampaui daya beli masyarakat," paparnya.
Harga Daging Sapi di Indonesia Termahal di Dunia Celah Kebijakan Impor Daging Sapi
Editor :
Erlangga Djumena
Kemelut Daging Sapi
KOMPAS Images/KOMPAS/PRIYOMBODO
Warga membeli daging sapi di Pasar Tebet, Jakarta Selatan, Senin
(4/2/2013). Harga daging sapi di pasar tersebut menginjak harga Rp.
95.000 per kilogram. Harga daging sapi di Indonesia saat ini adalah
termahal di dunia. Pemerintah diharapkan serius turun tangan
menstabilkan harga daging.
TERKAIT:
Oleh Toto Subandriyo
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/02/05/10503798/Kemelut.Daging.Sapi
Kelangkaan
dan terungkapnya kasus dugaan suap impor daging sapi baru-baru ini
hanya sebagian dari cermin karut-marut politik pangan Indonesia.
Sebagai
negara agraris dengan sumber daya alam melimpah, pemenuhan berbagai
kebutuhan pangan, termasuk daging sapi, harus ditutup dari impor.
Kelangkaan daging sapi yang membuat harga daging melonjak—tertinggi di
dunia saat ini—dan dibiarkan berlarut-larut membuat berbagai pihak
kelimpungan.
Pedagang daging sapi, penjual bakso, pengelola
warung makan, dan ibu-ibu rumah tangga, semuanya menjerit. Para
pedagang daging sapi di sejumlah daerah bahkan sempat mogok berjualan.
Beberapa bulan lalu, masyarakat juga sempat dibuat waswas dengan kabar
ditemukannya daging sapi yang dioplos dengan daging babi hutan untuk
pembuatan bakso di Jakarta. Tingginya harga daging telah memicu tindakan
aji mumpung, termasuk permainan impor. Masih jadi pertanyaan apakah
swasembada yang ditargetkan tercapai 2014 akan kembali direvisi setelah
pernah mengalami revisi dua kali pada 2007 dan 2010.
Unik
Dibanding
negara lain, konsumsi daging sapi bangsa Indonesia masih sangat
rendah, yakni 1,87 kilogram per kapita per tahun. Dari konsumsi yang
rendah itu dibutuhkan 484.000 ton daging sapi per tahun. Jumlah itu 85
persen dipenuhi dari produksi domestik dan sisanya impor. Kondisi
seperti ini, selain membuat lemah posisi tawar, juga membuka peluang
bagi masuknya jenis penyakit ternak baru.
Menurut data sensus
sapi dan kerbau yang dilakukan BPS pada 2011, saat ini jumlah sapi
potong dan kerbau kita mencapai 14,8 juta ekor. Angka itu jauh lebih
besar dari perkiraan sebelumnya 12,6 juta ekor. Lalu, mengapa
gonjang-ganjing dan kelangkaan daging masih juga terjadi?
Paling
tidak ada dua hal yang menjadi pangkal permasalahan. Pertama, data BPS
tersebut dihimpun dari jutaan peternak yang tersebar di seluruh Tanah
Air. Puluhan juta ekor sapi yang terdata berada di kandang para
peternak kecil yang lokasinya tersebar di seluruh pelosok negeri. Semua
itu bukan merupakan ternak yang sewaktu-waktu bisa dipotong dalam
kondisi darurat kelangkaan daging (ready stock).
Kedua,
secara sosiokultural, industri peternakan sapi rakyat negeri ini
memiliki sifat unik. Khususnya di masyarakat Jawa, ternak sapi dan
kerbau dianggap bukan komoditas. Mereka menyebut sapi dan kerbau
peliharaannya dengan terminologi ”rojo koyo”. Secara harfiah,
terminologi ini berarti tabungan. Mereka tidak akan menjual sapi atau
kerbau meski harga jual di pasaran sedang tinggi, kecuali jika mereka
terdesak kebutuhan keluarga yang tak ada sumber lain lagi untuk
menutupnya.
Akurasi data
Agar target
swasembada daging sapi 2014 dapat tercapai, upaya yang harus dilakukan
adalah perombakan sistem manajemen dan produksi daging sapi. Swasembada
daging sapi dan kerbau dimaksudkan untuk menyediakan daging sapi
kerbau dalam negeri minimal 90 persen dari kebutuhan, serta maksimal 10
persen dipenuhi dari impor.
Langkah mendesak adalah pembenahan
akurasi data jumlah ternak sapi dan kerbau yang dikaitkan dengan
pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan elastisitas kebutuhan
daging. Sukses swasembada daging 2014 bergantung pada usaha pembibitan,
industri feedlot dan penggemukan, industri rumah potong hewan, serta
industri pengolahan berbasis daging sapi.
Saat ini masih banyak
usaha ternak sapi potong belum menerapkan cara beternak yang efektif
sehingga produktivitas dan reproduksinya belum maksimal. Melalui
sentuhan teknologi budidaya, seperti inseminasi buatan dan teknologi
transfer embrio yang intensif, serta dukungan kebijakan yang konsisten,
program swasembada daging pasti dapat kita capai.
Keterlibatan
swasta sangat dibutuhkan untuk mendukung program swasembada daging
2014. Hal itu antara lain melalui usaha impor sapi bakalan untuk
digemukkan minimal 60 hari sebagai pendukung program tunda potong sapi
jantan lokal dan pengurangan laju pemotongan betina produktif lokal.
Perlu pula integrasi rumah potong hewan dengan produksi dan pengolahan
daging agar diperoleh daging segar yang penuhi kaidah ASUH (aman, sehat,
utuh, dan halal).
Salah satu pelajaran dari kasus kelangkaan
daging sapi sekarang ini adalah pentingnya diversifikasi pangan sumber
protein hewani. Dari biaya produksi, daging sapi relatif lebih mahal
dibandingkan sumber protein hewani lain. Dari kandungan gizi, kita punya
banyak sumber protein hewani yang lebih murah dan berkualitas, seperti
daging unggas, telur, ikan, serta ternak ruminansia lain seperti
kambing. Indonesia pernah menyandang status eksportir sapi di 1970-an.
(Toto Subandriyo, Anggota Dewan Pakar Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia Kabupaten Tegal)
Sumber :
Kompas Cetak
Editor :
Erlangga Djumena
KOMPAS/ALIF ICHWAN
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi
TERKAIT:
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menjelaskan, pihaknya belum
akan melakukan importasi daging sapi meski harga daging sapi, khususnya
di Jakarta, saat ini sudah mahal. Harga daging sapi di Indonesia saat
ini adalah yang termahal di dunia. Harga di dalam negeri berkisar Rp
90.000 per kilogram, sementara di sejumlah negara lain hanya berkisar Rp
40.000.
"Meski harga daging sapi sudah mahal, kami menilai belum
perlu dilakukan impor untuk bisa menekan harga daging sapi tersebut,"
kata Bayu saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (4/2/2013).
Menurut
Bayu, harga daging sapi dalam setahun terakhir ini memang sudah
melambung hingga dua kali lipat. Dua bulan menjelang Lebaran 2012, harga
daging sapi mencapai Rp 60.000 per kg, kemudian melonjak lagi jelang
Ramadhan 2012, yakni sebesar Rp 80.000-85.000 per kg.
Saat ini,
harga daging sapi tersebut sudah mencapai Rp 90.000-95.000 per kg. Pada
Lebaran di tahun ini, diperkirakan harganya bisa melonjak hingga Rp
120.000 per kg. Pihaknya kini meminta kepada rumah potong hewan (RPH)
untuk segera mendatangkan daging sapi dari daerah ke DKI Jakarta.
"Para
peternak dan RPH jangan menimbun daging sapi terlalu lama. Di harga ini
saja, pengusaha sudah cukup untung sehingga pasoklah daging ke
Jakarta," tambahnya.
Pihaknya akan mengusahakan daging sapi,
khususnya dari daerah Surabaya, Semarang, Medan, hingga Nusa Tenggara
untuk memasok daging sapi ke Ibu Kota.
Seperti diberitakan,
berdasarkan data Badan Pusat Statistik, harga daging pada pekan keempat
Januari 2013 mencapai Rp 90.000 per kilogram. Harga tersebut bertahan
sejak minggu pertama Desember 2012. Menurut data Bank Dunia, harga
daging sapi rata-rata di Indonesia pada bulan Desember 2012 mencapai
9,76 dollar AS, sementara di Malaysia hanya 4,3 dollar AS, Thailand 4,2
dollar AS, Australia 4,2 dollar AS, Jepang 3,9 dollar AS, Jerman 4,3
dollar AS, dan India 7,4 dollar AS.
Editor :
Hindra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar