Ketika
ditanya tentang hasil kinerjanya yang lebih rendah dari pemerintahan
Bush dalam meyakinkan kaum muslim, Hillary menjawab:
"Saya bertanggung
jawab, bersama dengan seluruh pemerintah dan kongres kami dan termasuk
sektor swasta."
Hillary berbicara di Dewan Hubungan Luar Negeri, Washington dalam
kesempatannya melakukan pidato terakhir sebagai Menteri Luar Negeri.
Sedianya dia akan mundur pada Jumat waktu setempat dan akan digantikan oleh John Kerry, Senator dari Partai Demokrat.
Istri mantan Presiden Bill Clinton mengatakan salah satu alasan
rendahnya citra AS di mata kaum muslim karena tidak melakukan pekerjaan
dengan baik dalam beberapa tahun terakhir untuk menjelaskan AS melalui
media publik dan pendekatan budaya yang efektif.
Hillary mengatakan menemui penggambaran AS yang tidak benar oleh media di Arab dan dunia Islam.
Untuk mengubah pencitraan buruk itu, Hillary menyerukan keterlibatan
aktif AS dengan media di wilayah tersebut, seperti Al Jazeera yang
memberitakan AS dengan negatif.
"Anda tidak akan bisa merubah hasil pertandingan jika hanya duduk di
bangku cadangan, anda harus terlibat bermain secara langsung. Menurut
pandangan saya, citra negatif AS itu adalah kesalahan kami," katanya.
(TGR/ANT/XO)
Politik Obama Empat Tahun Mendatang |
Perubahan Besar Politik Obama untuk Empat Tahun Mendatang |
|
Pidato
Presiden Amerika Serikat Barack Obama pasca sumpah periode kedua
jabatannya sebagai presiden, dinilai telah membuat musuh-musuh Iran dan
Suriah putus asa untuk melancarkan serangan militer.
|
Abdul
Bari Atwan, pemred al-Quds al-Arabi dalam artikelnya mengulas pidato
Presiden Amerika Serikat dan berpendapat, "Barack Obama telah
menghancurkan seluruh harapan sekutunya di Timur Tengah dan menutup
semua pintu untuk inter- vensi militer; Obama menekankan bahwa perang satu
dekade telah berakhir dan perundingan merupakan satu-satunya opsi."
Pesan Barack Obama itu sangat jelas dan menekankan bahwa intervensi
militer ke Suriah tidak mungkin terjadi. Obama juga menjawab tekanan
dari Israel dengan menegaskan kembali bahwa Amerika Serikat tidak akan
terjun ke medan perang dengan Iran. Presiden Amerika akan lebih
memfokuskan upayanya pada mekanisme meng- akhiri krisis finansial
negaranya.
Menurut Atwan, dalam empat tahun mendatang, pemerintahan Obama akan
terlibat dalam friksi dan tarik ulur di kancah internasional secara
tidak langsung; seperti kebijakan yang digulirkan Pakta Pertahanan
Atlantik Utara (NATO) untuk Libya yang akhirnya menggulingkan sang
diktator Muammar Gaddafi. Dalam perang Libya, Washington tampil sebagai
pendukung logistik sementara perang itu sendiri dilancarkan oleh jet-jet
tempur Perancis dan Inggris, adapun dananya dialirkan dari Arab Saudi,
Qatar dan Uni Emirat Arab.
Pidato Obama lebih mengacu pada peta jalan untuk mendongkrak kembali
perekonomian Amerika Serikat. Adapun politik Timur Tengah dan dunia Arab
pemerintahan Obama dapat disimpulkan dalam beberapa poin berikut:
Pertama, Presiden Amerika Serikat tidak memiliki peta khusus terkait
revivalisasi perdamaian atau tekanan terhadap pemerintah mendatang
Israel untuk menghentikan pembangunan permukiman Zionis serta bersedia
kembali ke meja perundingan dengan pihak Palestina.
Kedua, pidato Obama membuktikan bahwa dia juga tidak menyimpan rencana
untuk melancarkan serangan ke Iran dan hanya ingin melanjutkan sanksi
terhadap Republik Islam. Pemilihan Chuck Hagel sebagai Menteri
Pertahanan Amerika Serikat juga mengindikasikan jalur baru politik
militer Obama. Hagel termasuk di antara politisi penentang perang Irak
dan memiliki pandangan negatif terhadap Israel. Oleh karena itu
penunjukan Hagel dikecam oleh para pejabat Zionis.
Ketiga, Obama tidak menggubris berbagai tuntutan untuk melancarkan
serangan militer ke Suriah dan menyerahkan keputusan selanjutnya kepada
negara-negara regional. Eskalasi aktivitas kelompok-kelompok bersenjata
di Suriah termasuk Front al-Nusra, kegagalan oposisi Suriah dalam
membentuk pemerintahan transisi, semuanya membuat pemerintah Obama
terpaksa merevisi kembali politiknya untuk Suriah.
Di sisi lain, muncul dua reaksi dari Israel terhadap pidato Obama,
Pertama, para pejabat Zionis sedikit merasa lega karena mereka tahu
bahwa Obama tidak akan mengambil ancang-ancang represif terkait
pembangunan permukiman Zionis pada peme- rintahan baru nanti di Israel.
Kedua, Tel Aviv khawatir bahwa yang dimaksud dengan "akhir intervensi
militer" serta dimulai- nya era perundingan untuk men- capai perdamaian
berarti me- ninggalkan opsi-opsi militer anti- Iran setidaknya untuk empat
tahun mendatang.
Padahal PM Israel, Benyamin Netanyahu sangat
mengandalkan masalah serangan ke Iran sebagai slogan utamanya dalam
pemilu mendatang. (TGR/IRIB Indonesia)-http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=10901&type=107#.UQ0sclI1tkg
11-01-2013 |
Kandidat Menteri Pertahanan AS |
Politisi AS: Hagel tidak Mendukung Serangan ke Iran |
|
Kandidat
menteri per- tahanan AS, Chuck Hagel, tidak mungkin untuk mengikuti
se- tiap skenario terkait serangan militer terhadap Iran, kata seorang
politisi Amerika kepada Press TV.
|
"Saya
pikir jika Hagel diangkat atau diloloskan oleh Senat untuk memimpin
Pentagon, ini akan menjadi nilai tambah dari sudut pandang Iran, karena
saya tidak berpikir dia akan terlibat dalam setiap rencana untuk
menyerang Iran," kata mantan Senator AS di San Francisco, Mike Gravel
dalam sebuah wawancara eksklusif pada Kamis (10/1).
Pada
7 Januari, Presiden Barack Obama menominasikan Chuck Hagel sebagai
menteri pertahanan baru meskipun penunjukan tokoh Republik ini mendapat
tentangan keras justru dari kubu Republik sendiri.
Senator Republik Lindsey Graham, mengecam sikap Hagel terkait rezim
Zionis Israel dan Iran. Dia mengatakan, Hagel akan menjadi menteri
pertahanan paling antagonis dalam sejarah negeri ini. Tak hanya
menganjurkan negosiasi dengan Iran, tetapi juga mendesak Israel
berunding dengan Hamas.
Gravel lebih lanjut menuturkan, "Hagel tidak akan menjadi sahabat
Israel. Dia juga tidak akan menjadi musuh, tapi dia pasti akan bersikap
jauh lebih hati-hati menyangkut hubungan Washington dengan Tel Aviv."
"Tragisnya, tim keamanan nasional baru tidak akan mengubah sikap Obama
untuk berbicara sehubungan dengan imperialisme Amerika, tapi itu bisa
berarti nilai tambah bagi Iran dalam beberapa kasus," ujarnya.
Hagel meninggalkan Senat pada tahun 2008. Ia kadang-kadang berbicara
menyudutkan Israel, memilih menentang sanksi terhadap Iran, dan bahkan
membuat komentar konyol tentang pengaruh lobi Zionis di Washington.
Senator Republik ini juga secara terbuka mengkritik perang di Irak,
menyebutnya kesalahan kebijakan luar negeri terburuk sejak Perang
Vietnam, dan secara konsisten menentang rencana serangan ke Iran. (TGR/
IRIB Indonesia)
http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=10778&type=107#.UQ0xUlI1tkg
|
08-01-2013 |
Calon Direktur CIA |
Barack Obama Menominasi John Brennan Sebagai Direktur CIA |
Penulis : Tim Riset The Global Review |
|
Presiden
Amerika Serikat Barack Obama, Senin, akan menominasikan penasihat
kontraterorisme Gedung Putih John Brennan sebagai direktur CIA. Demikian
tutur seorang pejabat pemerintah resmi.
|
"Brennan
memiliki kepercayaan penuh dan keyakinan dari presiden," kata pejabat
itu, yang berbicara dalam kondisi anonim kepada AFP.
"Selama empat tahun terakhir, ia telah terlibat dalam hampir semua
masalah keamanan utama nasional dan akan mampu memimpin CIA."
Nominasi itu terjadi pascasejumlah perubahan yang dilakukan oleh Obama
dalam tim kebijakan luar negeri dan keamanan, setelah bulan lalu
mengumumkan jika ia memilih Senator AS John Kerry untuk menggantikan
Hillary Clinton sebagai Menteri Luar Negeri.
Pejabat itu juga telah menegaskan bahwa presiden pada Senin akan
menunjuk mantan Senator AS Chuck Hagel sebagai menteri pertahanan baru
untuk menggantikan Leon Panetta.
Pejabat AS itu mengatakan Brennan, 57, dipilih karena "pengabdian dan
catatan karirnya yang luar biasa," termasuk beberapa dasawrasa bertugas
di badan intelijen AS dan akan mampu menjadi "seorang direktur yang luar
biasa dari CIA."
"Sejak peristiwa 9/11, ia telah berada di garis depan dalam perang
melawan Al-Qaeda," kata pejabat itu."Selama empat tahun terakhir, ia
telah terlibat dalam hampir semua permasalahan keamanan nasional utama,
dan akan dapat memimpin CIA, " kata pejabat itu yang menambahkan.
(TGR/ANT/AFP)-
http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=10719&type=107#.UQ0zwlI1tkh
05-01-2013 |
Jelang Berakhirnya Kongres AS |
Koreksi Terhadap Kinerja Kongres AS ke 112 |
|
Menjelang
berakhirnya masa tugas Kongres Amerika Serikat ke 112, teryata tingkat
kepercayaan dan dukungan warga negara ini terhadap lembaga legislatif
ini mencapai titik terendah dalam sejarah negara adidaya tersebut.
|
Lembaga
riset dan polling Rasussen menyebut dukungan warga terhadap Kongres
mencapai lima persen. Adapun Gallup menilai dukungan tersebut sebesar 11
persen. Bagaimanapun juga kedua angka tersebut merupakan dukungan
terendah terhadap lembaga legislatif di sepanjang sejarah Amerika
Serikat.
Periode Kongres AS saat ini berakhir pada 2/1/2013 dan periode ke 113
dimulai pada 3/1/213. Di dua periode ini, kubu Republik menguasai
Kongres dan Demokrat di Senat. Kondisi ini memaksa sejumlah
undang-undang menemui jalan buntu di Kongres karena dijegal oleh kubu
Republik. Misalnya saja tahun lalu friksi terkait limit hutang nasional
terus berlanjut sehingga pemerintah federal terancam berhenti
aktivitasnya.
Meski di menit ke 20, terjadi perdamaian antara kubu Demokrat dan
Republik, namun perseteruan politik di Kongres telah mengakibatkan
rating AS dan posisi negara ini di sistem ekonomi dunia mengalami
penurunan. Kenaikan puluhan miliar dolar bunga hutang pemerintah Amerika
sejatinya dibayar dari kantong pembayar pajak dan ini salah satu
kinerja Kongres ke 112 negeri Paman Sam ini. Di hari-hari terakhir tugas
Kongres periode 112, Amerika selama beberapa jam juga mengalami kondisi
"tebing fiskal" dan pembahasan terkait penghematan berbagai instansi
pemerintah diserahkan kepada Kongres periode 113.
Selain tertutupnya proses pembentukan undang-undang di Kongres periode
sebelumnya yang merusak kredibilitas lembaga ini, terbongkarnya sejumlah
skandal juga menambah image negatif warga Amerika Serikat. Skandal ini
tidak terbatas pada periode Kongres ke 112, sejak beberapa tahun lalu
media AS telah merilis secara detail peristiwa ini. Misalnya saja kasus
suap oleh pelobi terkenal Amerika Jack Abramoff pada tahun 2006 lalu.
Kasus Abramoff, skandal korupsi terbesar dalam generasi terakhir, pasti
akan menjerat beberapa kaum Demokrat. Tetapi sebagian besar orang yang
terperangkap dalam masalah ini, bagaimanapun tidak bersalahnya mereka,
adalah orang Republikan. Tom DeLay, mantan pemimpin mayoritas yang
sedang dituntut di Texas atas masalah keuangan kampanye, adalah salah
satu teman golf Abramoff. Michael Scanlon, mitra kejahatan Abramoff,
yang sudah mengaku bersalah, dulu bekerja di bawah DeLay. Ada banyak
juga anggota kongres dan senator yang bergegas menjelaskan atau
mengembalikan sumbangan.
Abramoff awalnya sampai di Washington sebagai salah satu pemuda idealis
konservatif yang ingin menciutkan pemerintah dan mengeringkan kubangan
Washington. Ia mendukung perjuangan Newt Gingrich untuk membuang "budaya
korupsi" kaum Demokrat yang berkuasa. Sekarang ini, Abramoff, seperti
banyak pengikut revolusi Gingrich lainnya, telah terlibat dalam usaha
pengaruh-mempengaruhi yang teramat besar. Bukannya mencoba membersihkan
Jalan K, pusat pelobian ibukota, kaum Republikan memiliki "proyek Jalan
K" untuk mengkonservatifkan industri tersebut.
Usaha ini telah menghasilkan berjuta-juta dolar untuk Partai Republik.
Namun, banyak juga yang hilang dalam prosesnya. Keantusiasan atas hak
warga Amerka untuk merampingkan pemerintahan telah hilang. Di bawah Bush
yang mengeluarkan uang dengan bebas, semua orang telah menjadi "kaum
konservatif pendukung pemerintahan yang besar". Hilang juga keantusiasan
mendukung pembatasan masa jabatan; kebanyakan Republikan menghabiskan
waktunya membujuk distrik-distrik untuk mempertahankan posisi mereka
seumur hidup. Dan hampir tidak ada kesediaan untuk berubah. Misalnya,
anda mungkin berpikir bahwa kemarahan tentang uang yang disediakan untuk
membangun dua "jembatan buntu" di Alaska yang muncul setelah Katrina
akan meredam proyek tersebut. Nyatanya proyek jembatan-jembatan tersebut
terus berjalan.
Masih banyak skandal lain yang menimpa Kongres Amerika misalnya
sejumlah ketua lembaga ini terpaksa mengundurkan diri setelah terlibat
berbagai kasus asusila dan korupsi. Di antaranya adalah Newt Gingrich
dan Tom Delay. Meski sejumlah anggota Kongres yang terlibat skandal saat
bertugas kemudian dipecat atau di pemilu berikutnya gagal terpilih
kembali, namun hal ini telah manampar kredibilitas lembaga legislatif
Amerika. Kondisi ini ditambah dengan isu lama seperti pembelian suara di
Kongres antara para wakil atau pelobi kian menambah ketidakpercayaan
rakyat.
Jajak
pendapat yang digalang oleh lembaga Rasmussen menunjukkan bahwa 57
persen warga meyakini suara para anggota parlemen menjual suaranya
kepada para pelobi dan memberikan suaranya demi kepentingan perusahaan
raksasa dan bukannya demi rakyat. Oleh karena itu tak heran jika
partisipasi warga di pemilu legislatif Amerika sejak beberapa tahun lalu
semakin merosot. (TGR/IRIB Indonesia)-http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=10695&type=107#.UQ0yx1I1tkg
25-12-2012 |
Gerakan Wall Street (OWS) |
FBI Sebut OWS sebagai Teroris dan Penjahat |
|
Dokumen
yang dirilis baru-baru ini oleh Biro Investigasi Federal (FBI)
menunjukkan bahwa mereka aktif memantau demonstrasi dan aksi-aksi damai
yang digelar oleh Gerakan Menduduki Wall Street (OWS) di Amerika.
|
Data
yang diperoleh oleh Kemitraan untuk Keadilan Sipil (PCJF) mengungkapkan
bahwa FBI sedang aktif mengawasi para aktivis di seluruh Amerika
Serikat sejak OWS masih dalam tahap perencanaan. Situs ISNA melaporkan
pada Senin (24/12).
Dalam dokumen itu disebutkan bahwa para penyidik FBI sedang
mempertimbangkan demonstran OWS dalam beberapa kasus sebagai penjahat
dan teroris dalam negeri.
"Dokumen tersebut menunjukkan FBI dan Departemen Keamanan Dalam Negeri
menganggap aksi protes terhadap struktur korporasi dan perbankan Amerika
sebagai kegiatan kriminal dan teroris potensial," tulis PCJF.
"Data FBI juga menunjukkan agen-agen federal berfungsi sebagai
intelijen de facto Wall Street dan korporasi Amerika," tambahnya.
FBI secara luas mengkoordinasikan langkah-langkahnya dengan
perusahaan-perusaahan swasta, termasuk bank yang khawatir dampak protes
OWS. Investigasi polisi Amerika terkait OWS mencakup protes-protes
mereka di New York, Indianapolis, Alaska dan kota-kota lain
. (TGR/IRIB Indonesia/RM)-
http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=10570&type=107#.UQ0161I1tkh
25-10-2012 |
Amerika Pemicu Kejahatan Kemanusiaan Global |
|
Kejahatan
kemanusaan dunia saat ini nampaknya semakin merajalela. Pembunuhan atas
nama agama, ras, suku, ekonomi, politik bahkan kemanusiaan itu sendiri.
Pembunuhan besar-besaran yang terjadi di Rohingya merupakan sebuah
contoh kejahatan kemanusiaan multy interest, dimana latar
belakang agama, ras dan bahkan kewilayahan memicu adanya pembasmian
etnis tertentu.
Di suriah, atas nama kekuasaan dan juga keyakinan
melahirkan sebuah huru-hara yang menewaskan demikian banyak orang.
Runtuhnya WTC, bom bali, dan bom bunuh diri yang dilarbelakangi agama
telah menjadi isu paling santer di era global ini. Ironisnya lagi, atas
nama kemanusiaan dan keamanan global, Amerika dan sekutunya justru
sering melakukan kejahatan kemanusiaan dengan melakukan invasi militer
secara besar-besaran ke negara lain.
|
Memperhatikan
sifat dan sikap menusia yang melakukan pembunuhan dan pembantaian
secara massal itu, kita jadi bertanya-tanya apa sebenarnya yang dicari
oleh manusia? Jika setiap orang, setiap individu merindukan kedamaian,
kesejahteraan dan kemajuan, tetapi justru saling bunuh satu dengan yang
lainnya? Hal ini tentu ada yang salah dalam diri manusia itu sendiri.
Dalam
makalahnya, Huntington (1993) menyebutkan bahwa di Era Global manusia
akan saling memperkuat ikatan kepentingan berdasar pada identitas.
Identitas muslim, identitas kristen, identitas komunis dan
identitas-identitas lain akan memicu adanya persaingan global yang
melahirkan adanya konflik kepentingan. Itu sebabnya perang bukan lagi
hanya antar negara, tetapi perang akan terjadi antar kelompok-kelompok
peradaban (Mansbach, 2008: 874). Islam seumpamnya, semua pemeluk Islam
dimana pun berada akan saling bersatupadu melawan musuh bersama tanpa
memandang batas negara. Demikian juga dengan identitas lainnya, mereka
akan berlomba- lomba membangun kekuatan memper-tahankan atau mengunggulkan
identitasnya masing-masing.
Menurut
Huntington peradaban manusia (identitas) dibagi dalam delapan kelompok
besar; Barat, Konghucu, Jepang, Islam, Hindu, Slavia-Ortodoks, Amerika
Latin, dan Afrika. Masing-masing peradaban itu memiliki perbedaan
terutama dari sejarah, bahasa, budaya, tradisi dan yang paling penting
adalah agama. Perbedaan-perbedaan ini kemudian akan mengkumulasi menjadi
sebuah pertarungan sengit antara satu dengan yang lainya, disebabkan
adanya perbedaan standar kebaikan atau keberadaban itu sendiri.
Komunitas peradaban muslim seumpamanya, selamanya tidak akan pernah bisa
menerima peradaban barat yang sekuler dan liberal. Karena di dalam
sekulerisme dan liberalisme manusia hidup bebas tanpa kendali dengan
syarat tidak mengganggu orang lain, sedangkan di dalam islam agama
mengatur segala sendi kehidupan manusia dan setiap individu memiliki
tanggungjawab untuk meng- ingatkan satu sama lainnya. Prinsip ini tentu
sangat bertentangan dan akan menimbulkan konflik antar kedua peradaban
tersebut. Itu sebabnya sampai kapanpun antara sekuler-isme-liberalisme
akan melahirkan adanya pertentangan bagi umat islam.
Adanya
ketegangan karena perbedaan peradaban tersebut akan mudah tersulut saat
ada gesekan kepentingan lain. kepentingan ekonomi, sosial dan politik
akan semakin mempermudah adanya permusuhan antar kelompok peradaban
tersebut. Itu sebabnya ketegangan karena perbedaan beradaban ini sering
dijadikan legitimasi untuk melakukan peperangan. Karena pada dasarnya
setiap kebijakan yang dilakukan suatu negara terhadap negara lain akan
berimplikasi pada persoalan ini; yaitu kepentingan politik yang
berdampak pada ekonomi, sosial dan bahkan budaya itu sendiri.
Dengan
demikian, cara-cara yang diambil negara adidaya dan sekutunya dengan
mengintervensi dan mengintimidasi negara-negara lain adalah sebuah
kesalahan besar. Tindakkan itu justru akan memancing lahirnya
gerakan-gerakan perlawanan baik atas nama kedaulatan suatu negara atau
pun identitas keberadaban itu sendiri. Semakin agresif Amerika melakukan
gerakan mencampuri urusan negara lain, maka akan semakin banyak juga
perlawanan yang dilakukan baik atas nama identitas peradaban atau
kedaulatan negara. Karena pada dasarnya setiap negara tidak ingin
kedaulatanya diganggu. Apalagi secara terang-terangan orang-orang barat
memang sering menunjukan kebencian terhadap umat muslim, hal ini tentu
hanya akan menambah persoalan yang semakin sulit.
Peningkatan
peranan Lembaga Internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
adalah langkah yang paling tepat untuk mengurus keamanan global. Lembaga
Internasional harus meningkatkan perannya secara maksimal di dalam
menjaga keamanan global. Itu sebabnya saat ada konflik di dalam suatu
negara, atau antarnegara, lembaga inilah yang harusnya berperan aktif
mendamaikan dan mencari jalan keluar atas segala perselisihan yang
terjadi. Dengan catatan, lembaga ini harus memiliki indepensi dan lepas
dari kepentingan negara tentu. Jika lembaga PBB bisa berperan maksimal,
tentu peperangan dan kejahatan kemanusiaan di dunia ini bisa dikurangi. Wallahu a’lam bishawab.
http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=9984&type=107#.UQ003lI1tkg
Krisis Ekonomi di Amerika Serikat ???? |
Resesi Ekonomi Ancam Amerika Serikat ??? |
|
Menyusul
kebuntuan perundingan antara Partai Demokrat dan Republik terkait pajak
dan pengurangan anggaran pemerintah, Gedung Putih menyatakan tengah
mempersiapkan diri untuk menghadapi masalah sulit yang dikenal sebagai
"tebing fiskal". Kantor perencanaan anggaran Gedung Putih meminta
instansi pemerintah menyerahkan kalkulasi serta perkiraan mereka terkait
pengurangan anggaran kepada Gedung Putih jika terjadi kondisi sulit
"tebing fiskal).
|
Kondisi
ini akan mulai pada awal Januari 2013, kecuali jika hingga tengah malam
31 Desember 2012, pemerintah dan Kongres mencapai kesepakatan.
Kesepakatan ini harus meliputi angka baru pajak serta mekanisme
pengurangan anggara publik. Jika tidak, pajak secara otomatis akan naik
dan anggaran seluruh sektor pemerintah federal akan dikurangi.
Saat ini, para petinggi pemerintah sangat khawatir jika kondisi "tebing
fiskal" terjadi kemungkinan besar ekonomi negara ini akan anjlok dan
bujet tahunan juga terancam. Tahun lalu antara Gedung Putih dan Kongres
sepakat mengurangi anggaran publik dalam sepuluh tahun dengan ditukar
penambahan dua trilyun dolar hutang pemerintah. Dengan kata lain
rata-rata setiap tahun selama 10 tahun mendatang, sekitar 200 miliar
dolar anggaran pemerintah federal AS harus dipotong.
Tahun lalu, akibat berlanjutnya friksi antara kubu Republik dan
Demokrat, kedua pihak gagal menentukan penghematan di setiap instansi
pemerintah. Ketika itu, kubu Republik memperingatkan jika paket
penghematan mencakup departemen pertahanan dan intelijen maka keamanan
nasional akan terancam khususnya di saat militer Amerika masih
ditempatkan di Afghanistan.
Oleh karena itu, kubu Republik mendesak anggaran yang dibutuhkan
militer dan dinas keamanan diambil dari sektor kesejahteraan dan
asuransi kesehatan. Di sisi lain, mengingat kian dekatnya dengan pilpres
saat itu, kubu Demokrat menolak usulan Republik karena akan berdampak
negatif bagi kampanye mereka dan perundingan kemudian ditangguhkan
setelah pilpres.
Kini Gedung Putih dan Kongres hanya memiliki dua jalan. Mereka sendiri
yang harus mengurangi anggaran atau proses ini berjalan secara otomatis.
Di kondisi kedua seluruh instansi pemerintah termasuk departemen
pertahanan dan keamanan juga mengalami pemotongan anggaran. Namun
demikian kedua pihak yang bertikai masih optimisdi tiga pekan tersisa
dari tahun 2012, Amerika Serikat dapat lolos dari kondisi sulit "tebing
fiskal".
Meski kedua pihak terus adu otot, para negosiator menyiratkan masih
tersedianya ruang negosiasi dan mencapai kesepakatan pada akhir tahun.
Menurut Menteri Keuangan AS, Timothy Geithner, Gedung Putih membuka
peluang bagi terwujudnya perubahan pada Medicare dan Medicaid di luar
usulan yang diangkat Februari lalu. Namun, Partai Republik diharapkan
mengajukan tawaran yang spesifik terlebih dahulu.
Mengenai Jaminan Sosial itu, program yang memberi tunjangan bagi
pensiunan dan golongan penyandang cacat, Geithner mengatakan Gedung
Putih sepertinya akan melakukan pembicaraan mengenai ke- mungkinan adanya
revisi. Namun, menurutnya, perubahan dalam program itu takkan bisa
menekan defisit.
Namun demikian bentroknya isu penghematan anggaran dengan pem- bahasan
pajak di AS kian mempersulit tercapainya kompromi antara Demokrat dan
Republik. Sepertinya kedua pihak menilai isu pajak sebagai masalah
esensial dan tidak bersedia untuk mundur dari pendapat masing-masing.
Oleh karena itu, selama nasib undang-undang perpajakan belum jelas maka
besar kemungkinan Amerika akan terjerumus pada kondisi "tebing fiskal"
dan resesi ekonomi. (TGR/IRIB Indonesia)-http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=10417&type=107#.UQ02F1I1tkg
29-01-2013 |
Manuver Udara dan Ruang Angkasa Amerika Serikat dan Jepang |
Indonesia Harus Mewaspadai Manuver Udara dan Ruang Angkasa Amerika Serikat dan Jepang |
Penulis : Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI) |
|
Manuver
udara Amerika Serikat di Indonesia perlu diwaspadai oleh para
stakeholders(pemangku kepentingan) kebijakan luar negeri dan keamanan
nasional Indonesia. Baru-baru ini berkembang informasi bahwa
satelit-satelit pengindra Sumber Daya Alam (SDA) Amerika Serikat
LANDSAT-1 sampai VII telah melintasi wilayah udara Indonesia pada
ketinggian 36 ribu km di atas bumi. Tentu saja ini suatu perkembangan
yang cukup mencemaskan dari segi kedaulatan dan integritas territorial
udara Republik Indonesia.
|
Betapa
tidak. Menurut informasi dari Arie Sukiasto, pakar politik Universitas
Muhammadiyah Jakarta, dari pantauan satelit-satelit pengindra SDA
tersebut, berhasil menemukan beberapa data penting bahwa mulai dari Aceh
hingga Papua, ternyata penuh dengan cekungan Minyak Bumi dan Mineral
Gas. Sudah barang tentu serangkaian data-data ini selain penting juga
strategis dari sisi kepentingan nasional Amerika. Sehingga dengan
demikian, Amerika punya referensi yang faktual dan terukur untuk
menguasai daerah-daerah Indonesia yang memiliki nilai strategis dari
segi geopolitik. Khususnya yang kaya minyak dan mineral gas. Termasuk
yang belakangan mulai terungkap di Sampang, Madura-Jawa Timur.
Justru
gara-gara terjadinya pembantaian warga Muslim Syiah di Sampang, daerah
ini mulai terungkap kandungan minyaknya yang cukup besar di Indonesia.
Sekadar gambaran betapa kayanya Madura, mari kita telisik pendapatan
daerah Kabupaten Sumenep dari bagi hasil migas untuk tahun 2011 dan
2012.
Berdasarkan
data 2012 yang berdasarkan catatan seorang pakar energy ST Natanegara,
Sumenep diperkirakan akan mendapatkan dana bagi hasil minyak dan gas
sebesar Rp 8,8 triliun. Padahal menurut data resmi yang dipublikasikan,
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sumenep hanya mencapai Rp 4 miliar.
Padahal, kalau merujuk pada catatan St Natanegara, Rp 4 miliar yang
katanya diperoleh dari sumber minyak dan gas, ternyata hanya sebagian
kecil yang dialokasikan untuk program community development. Sedangkan
perolehan Sumenep dari sumber minyak yang sebesar Rp 8 triliun tersebut,
pajak pribadi pegawai MIGAS belum masuk ke Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD).
Masuk
akal jika Amerika, Inggris, Kanada dan Cina, berebut menjadi kontraktor
di daerah Sampang-Madura dan sekitarnya. Untuk blok Bawean, yang
berhasil jadi kontraktor adalah Kerr McGee of Indonesia sedangkan
operatornya adalah Camar Resources dari Kanada.
Betapa strategisnya nilai geopolitik Madura bisa dilihat melalui beberapa fakta berikut ini:
-
Blok Bulu Operator: Pearloil Satria Ltd (Uni Emirat Arab) Kontraktor: Sebana Ltd.
-
Blok Pangkah Operator: Amerada Hess Indonesia-Pangkah Ltd (Amerika Serikat) Kontraktor: Premier Oil Pangkah Ltd.
-
Blok
Onshore and Offshore Madura Strait Area Operator: Husky Oil (Madura)
Ltd Kontraktor: Hudbay Oil International Ltd (Inggris).
-
Blok
Karapan Operator: Amstelco Karapan Pte Ltd (Inggris) Kontraktor:
Amstelco Karapan Pte Ltd Blok East Bawean I Operator: East Bawean.
-
Blok East Bawean I Operator: East Bawean Ltd (Kanada) Kontraktor: CJSC Sintezmorneftegaz (Rusia).
-
Blok South East Madura Operator: PT Energi Mineral Langgeng Kontraktor: PT Energi Mineral Langgeng.
-
Blok East Bawean II Operator: Husky Oil Bawean Ltd (Kanada) Kontraktor: Husky Oil Bawean Ltd.
-
Blok North East Madura III Operator: Anadarko Indonesia Company (Amerika Serikat) Kontraktor: Anadarko Indonesia Company.
-
Blok Madura Offshore Operator: Santos Madura Offshore Pty Ltd Kontraktor: Talisman Madura Ltd (Kanada).
-
Blok
Mandala Operator: PT Bumi Hasta Mukti-Fortune Empire Group Ltd
Kontraktor: Konsorsium PT Bumi Hasta Mukti-Fortune Empire Group Ltd.
-
Blok
West Madura Operator: Kodeco Korea (6 Mei 1981-6 Mei 2011), Pertamina
(7 Mei 2011-7 Mei 2031). Kontraktor: Kodeco Energy Company Ltd (6 Mei
1981-6 Mei 2011), Pertamina (7 Mei 2011-7 Mei 2031).
-
Blok
North Madura Operator: Konsorsium Australian Worldwide Exploration
North Madura NZ Ltd-North Madura Energy Ltd. Kontraktor: Konsorsium
Australian Worldwide Exploration North Madura NZ Ltd-North Madura Energy
Ltd.
-
Blok
Ketapang Operator: Petronas Carigali Ketapang II Ltd (Malaysia)
Kontraktor: Gulf Resources Ketapang (ConocoPhillips-Amerika Serikat).
-
Blok
Terumbu Operator: Australian Worldwide Exploration Terumbu NZ Ltd
Kontraktor: Australian Worldwide Exploration Terumbu NZ Ltd.
-
Blok South Madura Operator: South Madura Exploration Company Pte Ltd Kontraktor: PT Eksindo South Madura.
-
Blok Madura Operator: Society Petroleum Engineers Petroleum Ltd (Cina) Kontraktor: Society Petroleum Engineers Petroleum Ltd.
Menyadari
kenyataan tersebut, maka hal ini telah menjelaskan mengapa Presiden
Amerika Barrack Obama telah memutuskan untuk meningkatkan kekuatan
angkatan lautnya di Australia. Keputusan Obama untuk menambah sebanyak
2500 personel marinirnya di Darwin, Australia, harus dibaca sebagai
bentuk kecemasan Washington terhadap semakin agresifnya Cina tidak saja
secara militer, melainkan juga dari segi ofensif ekonominya sebagaimana
tergambar melalui pertarungan merebut tender sebagai Kontraktor di
daerah kaya MIGAS di Madura-Jawa Timur.
Bagi
Amerika, soal MIGAS bukan sekadar merebut Sumber Daya Alam
negara-negara lain, melainkan juga sudah menjadi bagian integral dari
isu keamanan nasional.
Terkait
dengan penyebaran pasukan marinir Amerika di Darwin Australia, berbagai
kalangan DPR-RI maupun beberapa negara ASEAN, memandang hal ini
berpotensi meningkatkan ketegangan dan eskalasi konflik di kawasan Asia
Tenggara. Beberapa waktu lalu, DPR-RI telah memperingatkan kehadiran
marinir AS di Negeri Kangguru itu. Beberapa anggota DPR bahkan mendesak
Washington untuk memberi penjelasan kepada Jakarta terkait pangkalan
militernya yang hanya berjarak 820 kilometer dengan Indonesia. Wakil
Ketua Komisi Pertahanan DPR, Tubagus Hasanuddin mengatakan, "Perlu ada
jaminan dari AS, karenanya keberadaan pangkalan milter itu harus
dijelaskan kepada pemerintah Indonesia." (Baca berita situs kami http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=6490&type=8#.UQcpm_JP1kg).
Memang
benar bahwa Presiden SBY sudah mendapat keterangan dari Presiden Obama
ketika bertemu di KTT ASEAN Nusa Dua pada 2111 lalu bahwa penempatan
pasukan tersebut semata untuk tanggap darurat bencana alam. Sayang
sekali sepertinya SBY percaya begitu saja terhadap keterangan Obama yang
bisa dipastikan hanya “retorika diplomasi” semata.
Indonesia
udah seharusnya menunjukkan kekhawatiran serius atas kehadiran militer
AS di dekat wilayahnya. Pemerintah juga perlu melobi negara-negara ASEAN
untuk menyatakan keberatan terhadap agenda AS kawasan. Kehadiran
pangkalan militer AS bagaimana pun akan mengganggu ketenangan dan pada
jangka panjang akan memancing munculnya ketegangan di kawasan.
Bom Terbang Hipersonik AS: Ancam Wilayah Udara Asia Pasifik
Meskipun
tujuan strategis Washington adalah penguasaan secara geopolitik
negara-negara yang kaya minyak dan mineral gas seperti Indonesian dan
negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada umumnya melalui
sarana-sarana non militer, namun postur pertahanan AS tetap ditingkatkan
pada skala yang cukup strategis. Karena itu, mencermati serangkaian
produk-produk terbaru di matra udara dan ruang angkasa kiranya penting
untuk jadi prioritas para pemegang otoritas keamanan nasional Indonesia.
Jika
kita menelisik perkembangan industri strategis bidang pertahanan
Amerika sejak 2011 lalu, ada informasi cukup mencemaskan. Novemver 2011
lalu Pentagon berhasil melakukan ujicoba satu bom terbang yang melesat
lebih cepat daripada suara dan akan memberi para perencana militer
kemampuan untuk menyerang sasaran di mana pun di dunia dalam waktu
kurang dari satu jam.
Produk
yang bernama “Advanced Hypersonic Weapon", atau AHW ini, berhasil
diluncurkan melalui roket di wilayah udara Pasifik, dengan kecepatan
hipersonik sebelum menghantam sasaran di pulau karang Kwajalein di
Marshall Islands, demikian isi pernyataan Pentagon ketika itu. Kwajalein
terletak sekitar 4.000 kilometer di sebelah barat-daya Hawaii.
Tentu
saja bagi para pakar industri pertahanan strategis diluncurkannya
produk bom terbang hipersonik ini cukup mencemaskan. Karena
sewaktu-waktu bisa mengancam kedaulatan udara Indonesia dan kawasan Asia
Tenggara, di tengah semakin menajamnya persaingan global AS versus Cina
di kawasan ini.
Menurut
taksiran beberapa ilmuwan teknologi udara, bom terbang hipersonik ini
punya kecepatan melampaui 5 Mach --atau lima kali kecepatan suara--
6.000 kilometer per jam.
Apapun alasan yang dikumandangkan pihak Pentagon ketika itu, Proyek AHW Angkatan Darat AS adalah bagian dari program "Prompt Global Strike",
yang berusaha memberi militer AS sarana untuk mengantar senjata
konvensional di tempat lain di dunia dalam waktu satu jam. Bayangkan,
jika AHW ini digunakan dengan tujuan untuk melancarkan agresi militer ke
sebuah negara atau kawasan. Negara manapun yang dalam posisi sebagai
musuh Amerika, bisa dipastikan akan cemas dengan kepemilikan senjata
macam AHW ini.
Dan dalam program yang bernama “Prompt Global Strike”
ini, Washington memang sepertinya tidak main-main. Bayangkan saja.
Pentagon telah menanam 239,9 juta dolar AS dalam program Global Strike
tahun ini, termasuk 69 juta dolar AS untuk bom terbang yang diuji coba
pada 2011 lalu.
Satelit Mata-Mata Jepang Semakin Pertajam Kete- gangan di Asia Pasifik
Selain
semakin agresifnya postur pertahanan AS di Asia Tenggara, manuver udara
Jepang, sekutu tradisional AS sejak pasca Perang Dunia II, kiranya juga
perlu kita waspadai. Awal Januari 2013 lalu, Jepang meluncurkan dua
satelit mata-mata ke orbit, untuk memperkuat kemampuan pengawasannya,
termasuk mengawasi Korea Utara dari jarak dekat.
Mengingat
kenyataan adanya persekutuan strategis yang solid antara Amerika dan
Jepang, maka perkembangan terkini adanya satelit mata-mata Jepang
tersebut nampaknya paralel dengan manuver pengindra Sumber Daya Alam
(SDA) Amerika Serikat LANDSAT-1 sampai VII yang baru-baru ini dikabarkan
telah melintasi wilayah udara Indonesia pada ketinggian 36 ribu km di
atas bumi. Karena baik satelit jenis LANDSAT-1 sampai VII maupun dua
satelit mata-mata Jepang tersebut, keduanya masuk kategori pengumpul
data intelijen. Kedua satelit Jepang pengumpul data intelijen tersebut
ditempatkan ke orbit dengan menggunakan roket H-2A buatan dalam negeri
Jepang, yang terdiri dari satelit radar operasional dan satelit optikal
percobaan.
Peluncuran
dilakukan dari Tanegashima Space Center, Pulau Tanegashima, selatan
Jepang, sekitar pukul 13.40 waktu setempat (11.40 WIB) oleh Japan Aerospace Exploration Agency
(JAXA) dan Mitsubishi Heavy Industries Ltd. "Roket itu terbang sesuai
rencana dan melepaskan kedua satelit itu," kata JAXA dalam sebuah
pernyataan yang dikutip AFP.
Ini jelas sebuah perkembangan informasi yang cukup menarik. Keterlibatan Japan Aerospace Exploration Agency
(JAXA) dan Mitsubishi Heavy Industries, menggambarkan betapa
pembangunan dan pengembangan industry strategis pertahanan terkait
secara langsung dengan pembangunan industri strategis Jepang pada skala
dan lingkup yang lebih luas. Artinya, kalau peluncuran dua satelit
mata-mata Jepang ini dipandangns sebagai bagian dari perkembangan
kemajuan industri pertahanan Jepang, maka keterlibatan dua badan
strategis Jepang ini, harus dibaca sebagai bukti nyata bahwa urusan
pertahanan dan pengembangan peralatan militer Jepang saat ini, bukan
sekadar urusan pihak militer semata. Melainkan sudah menjadi isu
strategis yang ditangani oleh berbagai elekmen sipil di Jepang.
Bagi
Indonesia, perkembangan teknologi pertahanan Jepang tersebut harus
dicermati secara seksama dan penuh kewaspadaan mengingat adanya eksamaan
misi antara Amerika dan Jepang untuk mengincar kawasan Asia Tenggara
dan Asia Pasifik pada umumnya.
Sebagai
satelit radar operasional yang ditujukan untuk melengkapi sistem
pengawasan, pada perkembangannya satelit jenis ini bukan sekadar alat
yang berfungsi defensif. Melainkan juga bisa digunakan untuk tujuan yang
lebih agresif. Karena satelit mata-mata ini akan memungkinkan Jepang
untuk memantau setiap tempat di dunia setidaknya dalam satu kali sehari,
sekalipun tertutup awan dan malam hari.
Sedangkan
satelit optikal percobaan adalah satelit demonstrasi untuk mengumpulkan
data bagi riset dan percobaan teknologi masa depan dan berbagai
perbaikan yang memungkinkan Jepang meningktakan kemampuan surveilans-nya
(pengawasan). Dari kemampuan ini saja, Jepang bisa memantau dan
mendeteksi berbagai perkembangan teknologi Indonesia maupun negara
manapun yang jadi sasaran pengintaian pihak Jepang. Sekaligus ini juga
membuktikan bahwa program riset dan percobaan teknologi di Jepang
terkait erat dengan kebijakan strategis pertahanan Jepang di masa depan.
Tak
pelak lagi ini cukup mencemaskan bagi angkatan udara Indonesia dan
negara-negara yang berpotensi sebagai musuh Jepang di masa depan.
Satelit radar, yang merupakan satelit pengumpulan intelijen, dilaporkan
akan segera beroperasi secara penuh pada bulan April nanti. Satelit itu
diletakkan dengan jarak beberapa ratus kilometer di luar angkasa,
dikabarkan mampu mengambil foto obyek berukuran satu meter di bumi.
Sepertinya seluruh elemen strategis Jepang bersatu-padu untuk urusan ini.
Perdana
Menteri Jepang Shinzo Abe, yang bersikap keras terhadap Korut memuji
keberhasilan peluncuran satelit itu. "Pemerintah akan menggunakan
sebanyak-banyaknya sistem itu untuk meningkatkan keamanan nasional dan
manajemen krisis kami," kata Shinzo Abe yang dikutip stasiun radio NHK.
Meskipun
ini merupakan pernyataan resmi pemerintah, namun frase “meningkatkan
keamanan nasional dan manajemen krisis” kiranya harus diartikan sebagai
kalimat bersayap yang bisa juga diartikan bahwa satelit ini siap untuk
jadi bagian dari peralatan militer Jepang yang bersifat agresif.
Yang
jelas, peluncuran satelit ini saja pemerintah Jepang telah mengeluarkan
anggaran sebesar 10 miliar dolar AS atau sekitar 96, 5 triliun rupiah.
Jelas jumlah yang cukup fantastis mengingat anggaran pertahanan
Indonesia saja saat ini hanya sekitar 72 Triliun per tahun.
Yang
perlu digarisbawahi melalui kajian ini, keberhasilan peluncuran satelit
mata mata Jepang ini, berarti menambah panjang daftar kesuksesan roket
jenis H-2A, yang sebelumnya telah berhasil mengantarkan 15 satelit
Jepang ke luar angkasa. Sehingga Jepang saat ini telah berhasil
mengopeasikan satu satelit radar dan tiga satelit optik.
Sekadar
informasi tambahan. Jepang mulai membuat rencana untuk menggunakan
satelit guna mengumpulkan data intelijen setelah Korea Utara meluncurkan
rudal jarak jauh pada tahun 1998. Satelit intelijen Jepang diluncurkan
pertama kalinya pada Maret 2003, sebagai tanggapan atas uji rudal Korut
pada 1998.
Berarti
situasi di Semenanjung Korea, memang cukup memanas, bisa menjadi pemicu
ketegangan regional yang menyeret AS, Cina dan bahkan Rusia, dalam
konflik militer berskala luas di dalam beberapa waktu ke depan.
Apalagi
ketika Korea Utara pada Desember 2012 lalu mengklaim berhasil
meluncurkan roket jenis Unha-3 untuk membawa satelit cuaca ke orbit.
Alhasil, keberhasilan ini memicu kecemasan Jepang karena roket ini
berhasil terbang melintasi gugusan pulau Okinawa.
Manuver
ruang angkasa Korea Utara ini tentu saja dikecam AS dan sekut-sekutunya
sebagai manuver tersamar Korea Utara untuk program teknologi rudal
dengan dalih meluncurkan roket untuk membawa satelit cuaca ke orbit.
Tren
ini harus dibaca dengan seksama oleh para pemegang otoritas keamanan
nasional Indonesia mengingat kenyataan bahwa Jepang saat ini menjadi
tempat bagi 5000 tentara Amerika untuk menghadang ancaman dari Korea
Utara.
Mengingat
kenyataan Jepang berada dalam jangkauan rudal Korea Utara, maka
kerjasmaa AS-Jepang untuk mengembangkan satelit mata-mata, maka Jepang
saat ini sudah bisa diasumsikan memiliki sistem pertahanan rudal
sendiri. Sehingga dari sudut pandang persekutuan strategis AS-Jepang,
satelit mata mata ini bukan sekadar bersifat defensive, melainkan
ofensif di masa depan.
http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=10973&type=99#.UQ03TFI1tkg
03-01-2013 |
Persekutuan Strategis AS-Jepang-Korea Selatan Semakin Agresif Mengepung Cina |
Penulis : Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI) |
|
Potensi
pecah perang antara Amerika Serikat dan Cina di kawasan Asia Pasifik
nampaknya semakin nyata menyusul peringatan yang dikumandangkan pakar
strategi asal Australia Hugh White di Canberra belum lama ini. Menurut
Hugh White, pemicu dari perang Amerika Serikat versus Cina
adalah ketegangan konflik perbatasan antara Jepang dan Cina terkait
dengan Pulau Senkaku/Diaoyu di Laut Cina Timur di awal tahun 2013.
|
Analisis
dan prediksi Hugh White nampaknya sejalan dengan kenyataan semakin
menegangnya hubungan diplomatic antara Tokyo dan Beijing terkait dengan
konflik perbatasan di Laut Cina Selatan atau di wilayah-wilayah yang
berbatasan langsung antara kedua negara seperti di wilayah sekitar Pulau
Senkaku/Diaoyu. Apalagi secara historis Jepang pernah menorehkan
sejarah kelam di Nanjing, ketika tentara Jepang melakukan pemerkosaan
missal yang terkenal dengan The Rape of Nanjing pada 1937.
Eskalasi
konflik yang kian meluas antara Jepang dan Cina di kawasan Laut Cina
Timur dan Selatan ini, barang tentu akan mendorong Amerika serikat
untuk melibatkan diri secara militer di kawassan ini. Sehingga pada
perkembangannya akan meningkatkan eskalasi konflik bersenjata antara
Amerika versus Cina.
Early
warning signal yang disampaikan Hugh White bisa jadi merupakan refleksi
kecemasan para perancang kebijakan strategis keamanan nasional
Australia terhadap potensi pecah perang terbuka antara Amerika dan Cina.
Dan Hugh White, bisa jadi merupakan corong Departemen Pertahanan
Australia untuk mengumandangkan kecemasan para perancang kebijakan
strategis dan keamanan nasional di Canberra. Betapa tidak.
Dari
berbagai informasi yang berhasil dihimpun tim riset Global Future
Institute, mengindikasikan bahwa pemerintahan Presiden Barrack Obama
telah mengadakan pembicaraan intensif dengan Australia, Jepang, dan
Korea Selatan. Bisa dipastikan pembicaraan ketiga negara tersebut
bertujuan mengantisipasi ancaman dari Cina. Karena hasil pembicaraan
empat negara tersebut ternyata bermuara pada sistim anti rudal (a regional anti-missile system) . Semacam tameng pertahanan sama persis seperti yang mereka bikin di kawasan Eropa untuk menghadapi Rusia.
Menurut
beberapa informasi, Amerika Serikat saat ini sedang aktif-aktifnya
menjajaki beberapa opsi untuk penempatan beberapa radar di Jepang dan
beberapa tempat di kawasan Asia Tenggara. Yang tujuannya adalah sebagai
benteng terhadap rudal balistik yang sewaktu-waktu bisa dilancarkan oleh
Korea Utara.
Kalau
Australia cemas dengan kemungkinan ancaman dari Cina jika terjadi pecah
perang bersenjata antara Amerika versus Cina atau Cina versus Jepang,
maka Rusia punya kecemasan yang berbeda. Wakil Menteri Luar Negeri Rusia
Sergei Ryabkov beberapa waktu lalu menyuarakan kecemasannya terhadap
rencana-rencana strategis Amerika Serikat di kawasan Tmur Jauh dan Asia
Pasifik. Tentu saja yang dia maksud adalah rencana pengembangan
angkatan bersenjata Amerika dalam skala yang semakin meluas di kawasan
Timur Jauh dan Asia Pasifik. “Kami secara intensif mengikuti terus
terhadap apa yang sedang terjadi antara Amerika Serikat dan
sekutu-sekutunya di Asia.” begitu tutur Wakil Menlu Sergei Ryabkov.
Secara
spesifik, kekhawatiran Rusia nampaknya juga diarahkan pada kemungkinan
adanya system anti rudal kawasan regional yang tentunya di kawasan Asia
Pasifik. Pihak Rusia nampaknya sudah memeperingatkan Amerika agar
meredam kecemasan Rusia. Jika tidak, Sergey Ryabkov memperingatkan
kemungkinan Rusia akan melakan langkah-langkah dalam rangka
mengantisipasi potensi ancaman yang dipicu oleh manvuer Amerika
membangun sistem anti rudal di kawasan Asia Pasifik.
Kecemasan
Rusia nampaknya cukup beralasan. September 2012 lalu, harian terkemuka
Amerika Serikat The New York Times mewartakan adanya kesepakatan
strategis Washington- Tokyo untuk menempatkan rudal pertahanan (a Second Advanced missile defense)
di wilayah-wilayah vital yang berada dalam kedaulatan Jepang. Apalagi
secara terang-terangan Menteri Pertahanan Amerika Leon E Panetta tiba
dalam kunjungannya ke Jepang beberapa waktu lalu, menegaskan bahwa
penempatan sistem rudal pertahanan di Jepang sangatlah penting dan
vital untuk meningkatkan persekutuan Amerika-Jepang. Sekaligus
meningkat- kan kemampuan pertahanan Jepang terhadap kemungkinan serangan
mendadak dari Korea Utara.
Memang
dalam maneuver Amerika menggalan persekutuan strategis dengan Jepang,
Menteri Pertahanan Panetta hanya menyebut potensi ancaman dari Korea
Utara, tanpa menyebut Cina. Namun kenyataan membuktikan bahwa
persekutuan strategis Korea Utara dan Cina boleh dibilang cukup erat
bahkan sejak era Perang Dingin pada 1950-an.
Karena
itu tidak heran jika para pemegang otoritas keamanan nasional di Cina
mengecam keras penempatan sistem rudal pertahanan di Jepang. Dan
mencurigai manuver Amerika tersebut pada dasarnya diarahkan ke Cina.
Untuk melumpuhkan program persenjataan nuklir Cina.
Pada
tataran ini, reaksi keras pihak otoritas keamanan nasional Cina sejalan
dengan analisis Hugh White yang memandang penempatan rudal pertahanan
di Jepang untuk mematahkan manuver Cina mengklaim Pulau Senkaku di
Jepang. Sehingga dengan penempatan rudal pertahanan tersebut, akan
mendorong Jepang dalam posisi yang semakin agresif dalam menghadapi
konflik perbatasan (border dispute) dengan Cina terkait Pulau Senkaku.
Bagi
Cina, ini merupakan berita yang sangat tidak menyenangkan. Begitu
menurut pakar hubungan internasional Cina Shi Yinhong. “Jepang tak akan
mungkin bisa begitu agresif secara militer tanpa dukungan aktif dari
Amerika Serikat,”begitu tukas Profesor Yinhong.
Dan
Cina, sepertinya tidak tinggal diam dan cuma berteriak-teriak mengecam
ulah Amerika. Seakan bereaksi terhadap situasi yang tidak
menguntungkan Cina di kawasan Asia Pasifik, Cina beberapa waktu lalu
menggelar latihan angkatan lautnya dengan meluncurkan sekitar 40
rudalnya. Bukan itu saja. Cina juga memamerkan pesawat-pesawat
silumannya (stealth Fighter). Sekaligus Cina mau menunjukkan
bahwa “negara tirai bamboo” ini sudah beberapa langkah lebih maju dalam
pengembangan industri strategis, khususnya dalam industri
kedirgantaraan.
Yang
mencemaskan dari perkembangan terkini terkait ketegangan antara Amerika
Serikat dan Cina, yaitu indikasi semakin terkepungnya Cina di kawasan
Asia Pasifik. Persis seperti Jepang ketika terkepung oleh blockade
Amerika dan sekutu-sekutunya di kawasan Asia Pasifik, sehingga mendorong
Jepang untuk melakukan manuver militer yang agresif dan ekspansif.
Selain
persekutuan Amerika dan Jepang, Amerika juga semakin intensif menjalin
kerjasama strategis dengan Korea Selatan. Kalau kita telisik sejak 2010,
PresidenObama telah memerintahkan kapal induk USS George Washinton
menuju Semananjung Korea 24 November 2012. Indikasi ini bisa dibaca
sebagai salah satu bentuk dukungan terbuka Amerika kepada Korea Selatan
menyusul serangan artileri dari Korea Utara di Pulau Yeonpyeong.
Berarti, sejak 2010 Amerika sudah membangun basis militer yang cukup
solid di Korea Selatan.
Kehadiran
kapal induk memang bukan perkara main-main karena bisa mengangkut
sekitar 6 ribu personil tentara Amerika dan 75 unit pesawat tempur.
Karena
itu, kesepakatan yang dicapai antara Amerika dan Korea Selatan pada 7
Oktober 2012 terkait peningkatan penempatan rudal-rudal balistik (Balistic Missiles)
dalam skala dua kali lipat daripada sebelumnya, kiranya cukup masuk
akal dan bukan yang mengejutkan. Lagi-lagi, alasannya untuk membalas
kemungkinan serangan dan ancaman dari Korea Utara.
Seperti
halnya Jepang, tentu saja Cina dan Rusia memandang manuver persekutuan
AS-Korea Selatan tersebut akan mendorong postur militer Korea Selatan
pada posisi yang semakin agresif. Karena melalui kesepakatan ini, Korea
Selatan akan mampu mengembangkan daya jangkau rudalnya dari 800 km dari
sebelumnya yang hanya mampu sekitar 300 km.
Selain itu, Amerika juga mendukung Korea Selatan untuk mengembangkan pesawat tempur tanpa awak atau Unmanned Aerial Vehicles
atau UAV. Sebuah perkembangan industri pertahanan Korea Selatan yang
tentunya sangat mencemaskan Cina dan Rusia dalam beberapa waktu
mendatang.
Khusus
bagi Cina, kekhawatiran pihak Beijing dikumandangkan oleh kantor berita
Cina Xinhua. Menurut sebuah artikel yang ditulis di Xinhua, bagian dari
pantai timur Cina dan beberapa provinsi perairan timur Cina seperti
Heilongjiang, Jilin dan Liaoning, saat ini berada dalam jangkaun sasaran
tembak rudal-rudal balistik Korea Selatan. Sehingga pada
perkembangannya akan meningkatkan eskalasi konflik di Semenanjung
Korea.
Mungkinkah Perang Pasifik Amerika-Cina pecah dipicu oleh ketegangan segitiga antara Jepang-Korea Selatan dan Cina?
http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=10662&type=99#.UQ0541I1tkg
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar