Konspirasi Rahasia Di Balik Tragedi Karbala dan Terbunuhnya Husain
Al-Husain
bin ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, atau yang dikenal sebagai
Husain Radhiyallahu ‘anhu, adalah cucu Rosululloh Shallalahu alaihi wa
sallam, buah hati dan kecintaannya di dunia. Ia adalah saudara Hasan bin
‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, penghulu pemuda penduduk surga.
Kedudukan tinggi tersebut tidak ia peroleh, kecuali ia lakoni dengan ujian dan cobaan, dan sungguh Husain Radhiyallahu ‘anhu telah berhasil melewati ujian tersebut secara penuh dengan
kesabaran dan keteguhan (tsabat) yang sempurna hingga menemui Alloh
Subhanahu wa Ta'ala. Rosululloh Shallalahu alaihi wa sallam pernah
bersabda kepada Hudzaifah Radhiyallahu 'anhu, “Sesungguhnya ini adalah
malaikat yang belum pernah turun ke bumi sebelum ini, ia meminta izin
kepada Robbnya untuk mengucapkan salam kepadaku dan menyampaikan kabar
gembira bahwa Fathimah adalah penghulu kaum wanita penghuni surga dan
bahwasanya Hasan serta Husain adalah penghulu para pemuda penghuni surga.” (HR. Tirmidzi, dishahihkan oleh al-Albani).
Husain Radhiyallahu ‘anhu dan Kronologis Syahidnya
Setelah kekhilafahan dilimpahkan kaum Muslimin kepada Hasan bin
‘Ali Radhiyallahu 'anhu, kemudian ia turun (lengser) darinya untuk
diberikan kepada Mu’awiyah Radhiyallahu 'anhu untuk memelihara darah
kaum Muslimin, dengan
syarat selanjutnya Mu’awiyah sendiri yang akan menyerahkan kembali
kekhilafahan kepada Hasan Radhiyallahu 'anhu. Akan tetapi Hasan
meninggal dunia sebelum Mu’awiyah meninggal. Maka ketika itu Mu’awiyah
memberikan kekhilafahan kepada anaknya, Yazid. Tatkala Mu’awiyah
meninggal, maka Yazid memegang perintah, dan Husain enggan memba’iatnya,
lalu ia keluar dari Madinah menuju ke Mekkah dan menetap di sana.
Kemudian golongan pendukung ayahnya dari Syi’ah Kufah mengirim surat
kepada Husain agar ia keluar bergabung menemui mereka. Mereka
menjanjikan akan menolongnya jika ia telah bergabung. Maka Husain
tertipu dengan janji
mereka, dan mengira bahwa mereka akan merealisasikannya untuk
memperbaiki kebijakan yang buruk dan untuk meluruskan penyelisihan yang
diawali pada kekhilafahan Yazid bin Mu’awiyah.
Perbuatan Husain Radhiyallahu 'anhu untuk bergabung dengan
penduduk Kufah sendiri dinilai salah oleh para penasehatnya. Di antara
mereka adalah Ibnu ‘Abbas, Ibnu ‘Umar, ‘Abdulloh bin Ja’far Radhiyallahu
'anhum dan lainnya. Bahkan ‘Abdulloh bin ‘Umar Radhiyallahu 'anhu terus
mendesak kepada Husain agar tetap tinggal di Mekkah dan tidak keluar.
Namun dengan dilandasi baik
sangka, Husain menyelisihi permusyawarahan mereka dan keluar, lalu Ibnu
‘Umar Radhiyallahu 'anhu berkata kepadanya, “Aku menitipkanmu kepada
Alloh dari pembunuhan!”.
Begitu Husain Radhiyallahu ‘anhu keluar, ia menemui Farozdaq di jalan yang berkata kepadanya, “Berhati-hatilah
engkau, mereka bersamamu namun pedang-pedang mereka bersama Bani
Umayyah. Mereka adalah Syi’ah yang mengirim surat kepadamu, dan mereka
menginginkanmu untuk keluar (ke tempat mereka), tetapi hati-hati mereka
tidak bersamamu. Secara hakiki mereka mencintaimu, akan tetapi
pedang-pedang mereka terhunus bersama Bani Umayyah!”
Akhirnya, sangat jelas sekali tampaklah pengkhianatan Syi’ah ahli
Kufah, walau mereka sendiri yang mengharapkan kedatangan
Husain Radhiyallahu ‘anhu. Maka wakil penguasa Bani Umayyah, ‘Ubaidillah
bin Ziyad yang mengetahui sepak terjang Muslim bin ‘Aqil yang telah
membai’at Husain, segera mendatangi Muslim dan langsung membunuhnya
sekaligus tuan rumah yang menjamunya, Hani bin Urwah al-Muradi.
Dan kaum
Syi’ah Kufah hanya diam seribu bahasa melihat pembantaian dan tidak
memberikan bantuan apa-apa, bahkan mereka mengingkari janji mereka
terhadap Husain Radhiyallahu ‘anhu. Hal itu mereka lakukan karena
‘Ubaidillah bin Ziyad telah memberikan segepok uang kepada mereka.
Maka ketika Husain Radhiyallahu ‘anhu keluar bersama keluarga dan
pengikutnya, berangkat pula Ibnu Ziyad untuk menghancurkannya di medan
peperangan, maka terbunuhlah Husain Radhiyallahu ‘anhu dan terbunuh pula
semua sahabat yang mendampinginya secara terzhalimi dan dapat dianggap
sebagai pembantaian sadis. Kepala mulianya terpotong, lalu diambil oleh
para wanita dan anak-anak yang berada di antara pasukan dan diberikan
paksa kepada Yazid di Damaskus. Ketika melihat kepala Husain dibawa ke
hadapannya saat itu, Yazid pun sedih dan menangis. Kemudian para wanita
dan anak-anak dikembalikan ke kota, sedangkan anak laki-laki ikut
terbunuh, sehingga tidak tersisa dari anak-anak (Husain) kecuali ‘Ali
Zainul Abidin yang ketika itu masih kecil.
Kemanakah Syi’ah Kufah Pendusta dan Pengkhianat?
Sejak pertama, Syi’ah Kufah sudah takut berperang dan telah “siap” menjual kehormatan mereka dengan harta. Mereka merencanakan pengkhianatan untuk mendapatkan kekayaan dan kedudukan semata, walaupun hal itu harus dibayar dengan
menyerahkan salah seorang tokoh Ahlul Bait, Husain Radhiyallahu ‘anhu.
Mereka tidak memberikan pertolongan kepada Muslim bin ‘Aqil, dan
ternyata tidak pula ikut berperang membantu Husain Radhiyallahu ‘anhu.
Dalam tragedi mengenaskan ini, di antara Ahlul Bait lainnya yang
gugur bersama Husain Radhiyallahu ‘anhu adalah putera ‘Ali bin Abi
Thalib Radhiyallahu ‘anhu lainnya, yaitu Abu Bakar bin ‘Ali, ‘Umar bin
‘Ali, dan ‘Utsman bin ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu. Juga putera Hasan
sendiri, Abu Bakar bin Hasan Radhiyallahu ‘anhu. Namun anehnya, ketika
kita mendengar kaset-kaset, ataupun membaca buku-buku Syi’ah yang
menceritakan kisah pembunuhan Husain Radhiyallahu ‘anhu, keempat Ahlul
Bait tersebut tidak pernah diungkit. Lantas, apa tujuannya?
Tentu saja, agar para pengikut Syi’ah tidak memberi nama anak-anak mereka dengan
tiga nama sahabat Rosululloh Shallalahualaihi wa sallam yang paling
dibenci orang-orang Syi’ah, bahkan yang dilaknat oleh mereka setiap
harinya.
Melihat kebusukan perangai dan pengkhinatan Syi’ah,
Husain Radhiyallahu ‘anhu dalam doanya yang sangat terkenal sebelum
wafat atas mereka adalah “Ya Alloh, apabila Engkau memberi mereka
kenikmatan, maka cerai-beraikanlah mereka, jadikanlah mereka menempuh
jalan yang berbeda-beda, dan janganlah restui para pemimpin mereka
selamanya, karena mereka telah mengundang kami untuk menolong kami,
namun ternyata malah memusuhi kami dan membunuh kami!”.
Konspirasi dibalik Terbunuhnya Husain Radhiyallahu ‘anhu
Di balik tragedi Karbala, yaitu terbunuhnya Husain Radhiyallahu
‘anhu dan banyak Ahlul Bait lainnya serta rombongan yang menyertainya,
ada rahasia besar yang harus diketahui, yaitu:
1. Ternyata yang membunuh Husain Radhiyallahu ‘anhu adalah ‘Ubaidillah bin Ziyad yang berkolaborasi dengan Syi’ah Husain.
Fakta ini bahkan diakui oleh sejarawan Syi’ah sendiri, Mulla Baqir
al-Majlisi, Qadhi Nurullah Syustri dan lainnya, tentunya selain fakta
sejarah yang jelas dan mengedepankan nilai ilmiah yang selama ini telah
banyak beredar.
Mereka adalah para pengkhianat, musuh-musuh semua kaum Muslimin, bukan hanya bagi Ahlus Sunnah saja.
2. Kecintaan Syi’ah terhadap Ahlul Bait hanyalah isapan jempol dan kebohongan yang dipropagandakan.
Bahkan yang Syi’ah da’wahkan tiada lain merupakan upaya untuk
menghidupkan kembali pemikiran-pemikiran Majusi Saba’iyah (pengikut
Abdulloh bin Saba’).
3. Keadaan Syi’ah yang selalu diburu dan dihukum oleh
kerajaan-kerajaan Islam di sepanjang masa dalam sejarah membuktikan
dikabulkannya doa Husain Radhiyallahu ‘anhu di medan Karbala akan adzab
Syi’ah.
4. Upacara dan ritual Asyura’-an, seperti menyiksa badan dengan cara memukul-mukul tubuh dengan
rantai, pisau dan pedang pada 10 Muharram dalam bentuk perkabungan yang
dilakukan oleh Syi’ah sehingga mengalirkan darah, juga merupakan bukti
diterimanya doa Husain Radhiyallahu ‘anhu, bahkan mereka terhina dengan tangan mereka sendiri.
Dari upaya menelusuri tragedi terbunuhnya Husain Rahimahullah dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Syi’ah bukanlah Ahlul Bait, dan Ahlul Bait berlepas diri dari
Syi’ah, diantara keduanya terdapat perbedaan yang sangat jauh, bagaikan
timur dan barat, bahkan lebih jauh lagi.
2. Barangsiapa yang mengaku-ngaku mencintai dan mengikuti jejak
Ahlul Bait namun ternyata mereka berlepas diri dari orang-orang yang
dicintai Ahlul Bait tersebut, maka yang ada hanyalah klaim kedustaan dan
propaganda kesesatan.
[hsm/syiahindonesia.com]
Jelas pengikut Syi'ah imam 12 bertaqiyyah dan tdk mau mengakui
pengkhianatannya disepanjang sejarah Islam, walau imam2 mereka sendiri
telah mengakui dan mengutuk org2 shi'i sendiri karena sifat buruk secara
turun temurun.
Sayyidina Husain ra telah mendoakan keburukan untuk mereka (Syi'ah Kuffah) dengan kata-katanya: "Binasalah kamu! Tuhan akan membalas bagi pihakku di dunia dan di akhirat……..Kamu akan menghukum diri kamu sendiri dengan memukul pedang-pedang di atas tubuhmu dan mukamu akan menumpahkan darah kamu sendiri. Kamu tidak akan mendapat keberuntungan di dunia dan kamu tidak akan sampai kepada hajatmu. Apabila mati nanti sudah tersedia azab Tuhan untukmu di akhirat. Kamu akan menerima azab yang akan diterima oleh orang-orang kafir yang paling dahsyat kekufurannya". (Mulla Baqir Majlisi-Jilaau Al'Uyun, m.s. 409).
Ali Zainal Abidin anak Sayyidina Husain ra yang turut serta di dalam rombongan ke Kuffah dan terus hidup selepas terjadinya peristiwa itu pula berkata kepada orang-orang Kufah lelaki dan perempuan yang meratap dengan mengoyak-ngoyak baju mereka sambil menangis, dalam keadaan sakit beliau dengan suara yang lemah berkata kepada mereka, " Mereka ini menangisi kami. Tidakkah tidak ada orang lain yang membunuh kami selain mereka ?" (At Thabarsi-Al Ihtijaj, m.s. 156).
Pada halaman berikutnya Thabarsi menukilkan kata-kata Imam Ali Zainal Abidin kepada orang-orang Kuffah. Kata beliau, " Wahai manusia (orang-orang Kuffah)! Dengan Nama Allah aku bersumpah untuk bertanya kamu, ceritakanlah! Tidakkah kamu sadar bahawasanya kamu mengutuskan surat kepada ayahku (menjemputnya datang), kemudian kamu menipunya? Bukankah kamu telah memberikan perjanjian taat setia kamu kepadanya? Kemudian kamu membunuhnya, membiarkannya dihina. Celakalah kamu karena amalan buruk yang telah kamu dahulukan untuk dirimu".
Sayyidina Husain ra telah mendoakan keburukan untuk mereka (Syi'ah Kuffah) dengan kata-katanya: "Binasalah kamu! Tuhan akan membalas bagi pihakku di dunia dan di akhirat……..Kamu akan menghukum diri kamu sendiri dengan memukul pedang-pedang di atas tubuhmu dan mukamu akan menumpahkan darah kamu sendiri. Kamu tidak akan mendapat keberuntungan di dunia dan kamu tidak akan sampai kepada hajatmu. Apabila mati nanti sudah tersedia azab Tuhan untukmu di akhirat. Kamu akan menerima azab yang akan diterima oleh orang-orang kafir yang paling dahsyat kekufurannya". (Mulla Baqir Majlisi-Jilaau Al'Uyun, m.s. 409).
Ali Zainal Abidin anak Sayyidina Husain ra yang turut serta di dalam rombongan ke Kuffah dan terus hidup selepas terjadinya peristiwa itu pula berkata kepada orang-orang Kufah lelaki dan perempuan yang meratap dengan mengoyak-ngoyak baju mereka sambil menangis, dalam keadaan sakit beliau dengan suara yang lemah berkata kepada mereka, " Mereka ini menangisi kami. Tidakkah tidak ada orang lain yang membunuh kami selain mereka ?" (At Thabarsi-Al Ihtijaj, m.s. 156).
Pada halaman berikutnya Thabarsi menukilkan kata-kata Imam Ali Zainal Abidin kepada orang-orang Kuffah. Kata beliau, " Wahai manusia (orang-orang Kuffah)! Dengan Nama Allah aku bersumpah untuk bertanya kamu, ceritakanlah! Tidakkah kamu sadar bahawasanya kamu mengutuskan surat kepada ayahku (menjemputnya datang), kemudian kamu menipunya? Bukankah kamu telah memberikan perjanjian taat setia kamu kepadanya? Kemudian kamu membunuhnya, membiarkannya dihina. Celakalah kamu karena amalan buruk yang telah kamu dahulukan untuk dirimu".
Sayyidatina Zainab, saudara perempuan Sayyidina Husain yang terus hidup selepas peristiwa itu juga mendoakan keburukan untuk golongan Syiah Kufah. Katanya, " Wahai orang-orang Kufah yang khianat, penipu! Kenapa kamu menangisi kami sedangkan air mata kami belum lagi kering karena kezalimanmu itu. Keluhan kami belum lagi terputus oleh kekejamanmu. Keadaan kamu tidak ubah seperti perempuan yang memintal benang kemudian dirombaknya kembali. Kamu juga telah merombak ikatan iman dan telah berbalik kepada kekufuran...Adakah kamu meratapi kami padahal kamu sendirilah yang membunuh kami. Sekarang kamu pula menangisi kami. Demi Allah! Kamu akan banyak menangis dan sedikit ketawa. Kamu telah membeli keaiban dan kehinaan untuk kamu. Tumpukan kehinaan ini sama sekali tidak akan hilang walau dibasuh dengan air apapun". (Jilaau Al ' Uyun, ms 424).
Doa anak Sayyidatina Fatimah ini tetap menjadi kenyataan dan berlaku di kalangan Syiah hingga ke hari ini.
Ummu Kulthum anak Sayyidatina Fatimah ra juga berkata sambil menangis, " Wahai orang-oang Kufah! Buruklah hendaknya keadaanmu. Buruklah hendaklah rupamu. Kenapa kamu menjemput saudaraku Husain kemudian tidak membantunya bahkan membunuhnya, merampas harta bendanya dan menawan orang-orang perempuan dari ahli rumahnya. Laknat Allah ke atas kamu dan semoga kutukan Allah mengenai mukamu".
Beliau juga berkata, " Wahai orang-orang Kufah! Orang-orang lelaki dari kalangan kamu membunuh kami sementara orang-orang perempuan pula menangisi kami. Tuhan akan memutuskan di antara kami dan kamu di hari kiamat nanti". (Ibid, ms 426-42
Sementara Fatimah anak perempuan Sayyidina Husain pula berkata, " Kamu telah membunuh kami dan merampas harta benda kami kemudian telah membunuh datukku Ali (Sayyidina Ali ra). Senantiasa darah-darah kami menetes dari ujung-ujung pedangmu……Tak lama lagi kamu akan menerima balasannya. Binasalah kamu! Tunggulah nanti azab dan kutukan Allah akan berterusan menghujani kamu. Siksaan dari langit akan memusnahkan kamu akibat perbuatan terkutukmu. Kamu akan memukul tubuhmu dengan pedang-pedang di dunia ini dan di akhirat nanti kamu akan terkepung dengan azab yang pedih ".
Ali Zainal Abidin Assajjad telah mengutuk orang2 Syi'ah Kuffah yg kelak hingga akhir zaman akan memukul-mukul dirinya dgn pedang. Terbuktilah seperti yg berlangsung hingga sekarang disaat peringatan hari asysyura yg dilakukan kaum zindiq pengikut agama Imamiyah Ithna Asysyariah
http://106.10.137.112/search/srpcache?ei=UTF-8&p=kenapa+arab+saudi+-israel-turki+berkolaborasi+dengan+pemberontak+suriah&type=937811&fr=chr-greentree_ff&u=http://cc.bingj.com/cache.aspx?q=kenapa+arab+saudi+-israel-turki+berkolaborasi+dengan+pemberontak+suriah&d=4608406324381961&mkt=en-ww&setlang=en-ID&w=LZu6xu4spUQvqXMNkNk-mLZ87e8FaPHr&icp=1&.intl=id&sig=9ej.vJbw1aOtR_zUkc4YxA--
Peristiwa Karbala
Tujuan Imam Husayn A.S Bangkit Menentang Yazid:
http://alraudahalridho.tripod.com/id16.html
Antara kandungan surat Imam Husein A.S kepada saudaranya Muhammad al-Hanafiyyah:
..." Aku keluar [mengangkat senjata menentang Yazid] bukan karena berasa iri hati dan tidak karena marah dan bukan karena mau melakukan kerusakan atau bukan juga karena mau melakukan kezaliman. Tetapi aku keluar untuk menentang [Yazid] hanya semata-mata untuk membawa islam kepada ummah datukku Rasulullah S.A.W. Aku mau menegakkan yang ma'aruf dan nahi mungkar dan memimpin ummah [ke jalan kebenaran] sebagaimana yang telah dilakukan oleh ayahku [Imam Ali A.S] dan datukku [Muhammad S.A.W]...."
..." Aku keluar [mengangkat senjata menentang Yazid] bukan karena berasa iri hati dan tidak karena marah dan bukan karena mau melakukan kerusakan atau bukan juga karena mau melakukan kezaliman. Tetapi aku keluar untuk menentang [Yazid] hanya semata-mata untuk membawa islam kepada ummah datukku Rasulullah S.A.W. Aku mau menegakkan yang ma'aruf dan nahi mungkar dan memimpin ummah [ke jalan kebenaran] sebagaimana yang telah dilakukan oleh ayahku [Imam Ali A.S] dan datukku [Muhammad S.A.W]...."
Antara ucapan Imam Husayn A.S sebelum keluar dari Mekah bagi meneruskan perjalanan ke Iraq:
"
......Segala puji bagi Allah, barang yang dikehendaki oleh
Allah dan tidak ada kekuatan yang
lain melainkan Kekuasaan Allah, selawat dan salam kepada RasulNya.
Garisan maut ke atas
Bani Adam umpama garisan perjuangan
bagi pemuda satria. Bermula keadaanku hingga akhirnya sebagaimana
kepimpinan Ya'akub yang
diwarisi oleh puteranya Yusuf.
Sebaik-baiknya bagiku ialah perjuangan dan cahaya bumi Karbala
bergemerlapan. Tidak dapat kalam menggambarkan apa yang telah terjadi pada hari ini...."
Dalam perjalanannya menuju Karbala Imam Husayn A.S mengungkapkan ucapan yang menggariskan pendiriannya untuk menegakkan Islam:
"Sesungguhnya
dunia ini telah berubah dan mengingkari haq,
kebenaran telah ditinggalkan, tidak
ada lagi yang tinggal padanya melainkan semut-semut di bekas-bekas
makanan. Demikiannya
tandusnya kehidupan sebagai
penggembala kehilangan ternakannya. Tidakkah anda melihat kebenaran dan
kenapa tidak melaksanakannya?
Akan tetapi kebatilan dan kejahatan
mengapa tidak boleh dihentikan....untuk menggembirakan seorang beriman
dalam pertemuan
dengan Allah... ianya suatu
kepastian. Sesungguhnya aku tidak melihat kematian dan maut yang
mendatang melainkan dengan penuh
kebahagiaan, hidupku bersama dengan
si zalim bagaikan duri yang menikam serta api yang membakar.
Sesungguhnya manusia telah
menjadi hamba dunia dan agama hanya
berputar di lidah-lidah mereka demikian jalan kehidupan yang dijalani
oleh mereka, maka
apabila mereka ditimpa dugaan lantas
mereka berkata telah hampirnya kami kepada kematian."
Pendapat Abul A'la al-Maududi Tentang Peristiwa Karbala
...."Marilah
kita tinggalkan sejenak persoalan tindakan Husein
ini, apakah hal itu sah ditinjau
dari segi pandangan Islam atau tidak, meskipun kami tidak pernah
mengetahui seseorang pun
dari para sahabat Nabi S.A.W atau
tabi'in, baik di masa hidup Husein ataupun selepas wafatnya, ada yang
berkata bahwa tindakan
Husein adalah tindakan yang tidak
sah menurut syariat, dan bahwa dengan itu ia telah melakukan perbuatan
yang diharamkan oleh
Allah. Adapun yang diucapkan oleh
beberapa orang sahabat Nabi S.A.W yang mencuba mencegah Husein
meneruskan tindakannya itu
maka sesungguhnya mereka tidak
melakukannya melainkan atas dasar bahwa tindakannya itu bukan merupakan
langkah yang tepat
dari segi taktik semata-mata. Bahkan
jika kita "mengadaikan" dapat menerima anggapan pemerintahan Yazid,
namun apa yang terjadi
dalam kenyataannya, sama sekali
tidak dapat dikatakan bahwa Husein telah bergerak dengan pasukan
tentara, tetapi hanya berangkat
dari kota Madinah bersama
keluarganya dan tiga puluh dua orang penunggang kuda serta empat puluh
orang pejalan kaki, tidak
lebih dari itu.
Hal
tersebut tidak mungkin kita namakan sebagai serbuan perang dari
seseorang
pun. Di sisi lainnya, jumlah tentera
yang dikirimkan dari kota Kufah di bawah pimpinan Umar bin Sa'd bin Abi
Waqqash berjumlah
empat ribu orang, tanpa adanya
alasan yang mendesak pasukan tentera yang besar ini memerangi kelompok
kecil tersebut dan membunuhnya.
Tetapi sebenarnya mereka cukup
mengepungnya dan menangkap orang-orangnya satu persatu dengan cara yang
paling mudah. Sedangkan
Husein sendiri hingga detik-detik
terakhirnya, selalu berkata kepada mereka: “Biarkan aku pulang atau
pergi ke perbatasan
negeri untuk berjihad atau bawalah
aku ke hadapan Yazid." Namun mereka tidak mau menerima sesuatu dari
ucapannya ini, bahkan
mereka berkeras untuk membawanya ke
hadapan Ubaidullah bin Ziyad, gabenor Kufah. Dan Husein menolak
menyerahkan dirinya kepada
Ibnu Ziyad, sebab ia tahu benar apa
yang dilakukan oleh Ibnu Ziyad ke atas diri Muslim bin Aqil, saudara
sepupunya. Lalu mereka
memeranginya, sehingga ketika semua
kawannya telah gugur sebagai syuhada dan dia berdiri di tengah-tengah medan peperangan sendirian, mereka pun menyerbunya dan mengeroyoknya bersama-sama.
Dan
ketika ia terluka dan kemudian jatuh, mereka menyembelihnya dan
merompak
apa saja yang ada di atas jasadnya,
mengoyak-ngoyak baju yang menutup tubuhnya, kemudian menggilasnya dengan
kuda-kuda dan
menginjak-injaknya dengan kaki-kaki
mereka. Setelah itu mereka beralih ke khemahnya, merompak isinya,
mencabik-cabik pakaian
para wanita, memenggal kepala-kepala
setiap orang yang telah gugur di Karbala
dan membawa semuanya ke Kufah. Ibnu
Ziyad tidak cukup menjadikan itu semua sebagai barang tontonan di
hadapan orang banyak
tetapi ia naik ke atas mimbar Masjid
Jami' dan berkata: " Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah
menampakkan kebenaran
dan ahlinya, memenangkan Amirul
Mukminin Yazid dan kelompoknya serta membunuh si pendusta putera si
pendusta, Husein bin Ali
dan pengikut-pengikutnya".....
Memang
ada beberapa perbezaan dalam riwayat-riwayat yang menyebut menyebutkan
tentang tindakan Yazid dan
ucapan-ucapannya di Istana Damsyik, tetapi sekiranya kita meninggalkan
semua riwayat ini dan mempercayai
satu riwayat saja yang menyatakan
bahwa Yazid telah menangis ketika menyaksikan penggalan kepada Husein
dan kawan-kawannya
lalu ia berkata: " Sesungguhnya aku
sudah puas dengan ketaatan kalian tanpa membunuh Husein. Terkutuklah
cucu Sumayyah. Demi
Allah, sekiranya aku yang berhadapan
dengannya, niscaya aku akan mengampuninya."
Dan
bahwa ia juga berkata:" Demi Allah, wahai Husein, sekiranya aku berada
di
hadapanmu, niscaya aku tidak akan
membunuhmu." Sekiranya riwayat itu kita percaya maka masih ada
pertanyaan yang ingin kita
tanyakan, hukuman apakah yang telah
dilakukan oleh Yazid ke atas diri gabenornya yang durjana itu atas
perbuatannya melakukan
kezaliman yang besar ini?
Berkata Ibn Katsir bahwa Yazid tidak pernah menghukum Ibnu Ziyad, tidak memecatnya,
bahkan tidak pernah mengirim sepucuk surat kecaman pun kepadanya."
[Lihat S.Abul Ala Maududi; Khilafah dan Kerajaan, halaman 233-234]
Siapakah Yazid?
Abdullah
bin Handhalah adalah seorang sahabat Nabi S.A.W.
Setelah syahidnya Imam Husein A.S,
ia mengumpulkan orang ramai di halaman Masjid Nabi di Madinah dan
berkata mengenai Yazid:"
Hai manusia kami datang kepada
kalian karena seseorang yang meninggalkan solat dan mempunyai kegemaran
minum minuman keras....dan
gemar bermain dengan kera dan
anjing. Maka apabila bai'ah kepadanya tidak dicabut, saya takut kita
semua akan dihujani batu
[oleh Allah] dari langit."
Hasan
al-Basri ketika menyimpulkan perbuatan-perbuatan buruk
Muawiyah:"Pertama,
ia telah merampas kerusi khalifah
tanpa permesyuaratan...... Kedua, dia berani menentukan anaknya [Yazid]
yang pemabuk yang
begelumang dengan khamar, mengenakan
pakaian sutera dan menabuh gendang itu sebagai khalifah umat Islam
setelah kematiannya.Ketiga,
menasabkan Ziyad bin Sumayyah kepada
Abu Sufian [ayahnya] sedangkan Rasulullah S.A.W telah bersabda:'Seorang
anak dinasabkan
kepada ayahnya yang sah, dan tiada
hak bagi penzina'. Keempat, dia telah membunuh Hujr bin Adi dan
sahabat-sahabatnya. [al-Isti'ab,
Jilid 1, halaman 135; al-Tabari,
Jilid 4, halaman 208]
Abdullah,
putera kepada Ahmad bin Hanbal, pada suatu hari bertanya kepada ayahnya
tentang hukum melaknat Yazid. Ia
menjawab:" Bagaimana aku tidak melaknat orang yang dilaknat oleh
Allah?"Kemudian ia membaca
ayat dari Surah Muhammad:22-23, yang
bermaksud:"Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa, kamu akan membuat
kerusakan di muka
bumi dan memutuskan hubungan
kekeluargaan, mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan
dituliskanNya telinga mereka
dan dibutakanNya mata mereka."
Kemudian dia berkata:"Kerusakan dan pemutus hubungan kekeluargaan yang
bagaimanakah lebih besar
daripada yang telah dilakukan oleh
Yazid?" [Al-Bidayah, Jilid 8, halaman 223]
Apakah Penentangan Imam Husein A.S Terhadap Yazid Merupakan Satu Tindakan Membunuh Diri?
Persoalan
semacam ini sering dikaitkan dengan ayat Qur'an
Surah al-Baqarah: 195 yang
bermaksud: " Janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan..."
Al-Tahlukah berarti segala perkara yang
mencelakakan dan membawa bencana bagi manusia. Biasanya sipelaku menjadi
fakir, sakit,
atau mati. Sedangkan ayat tersebut
didahului dengan anjuran berinfaq di jalan Allah iaitu mengeluarkan apa
saja yang diredhai
Allah [seperti harta benda] agar
dapat mendekatkan manusia padaNya. Kemudian dilanjutkan dengan larangan
menjatuhkan diri
ke dalam kerusakan dengan sebab
meninggalkan infaq di jalan Allah.
Firman Allah dalam Surah al-Baqarah ayat 195 yang lengkap, bermaksud:
"Dan keluarkan infaq [harta bendamu] pada jalan Allah,
dan janganlah menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan
dan berbuat baiklah, sesungguhnya
Allah menyukai kebajikan."
Ayat
di atas tentunya tidak relevan untuk mendiskreditkan
perjuangan Imam Husein A.S.
Sebaliknya ia menguatkan lagi kebenaran perjuangan Imam Husein A.S
karena beliau A.S telah mengorbankan
harta benda, putra-putranya malahan
jiwa raganya sendiri untuk menegakkan agama Allah.
Segelintir
orang berpendapat perjuangan Imam Husein A.S satu
tindakan bunuh diri karena bilangan
tentera pasukannya amat kecil berbanding tentera Yazid yang akan
menentangnya; maka itu
satu pebuatan sia-sia. Tetapi
pendapat ini juga tidak betul jika kita mengamati contoh-contoh
perjuangan para Nabi terdahulu
umpamanya Nabi Musa A.S menentang
Fir'aun dan perjuangan Nabi Ibrahim A.S menentang Namrud.
Imam Husein A.S telah bertindak selaras dengan tuntutan Al-Qur'an
dan Hadith Nabi S.A.W. Sebuah Hadith Nabi S.A.W yang kita ketahui menyatakan bahwa:
"Barang siapa di antara kalian melihat
kemungkaran, maka hendaklah ia menghilangkannya dengan tangan,
dan apabila tidak mampu, dengan lidahnya, dan apabila masih
tidak mampu dengan hatinya.Dan inilah selemah-lemahnya iman."
Allah berfirman dalam al-Qur'an Surah Al-Imran:110,
bermaksud:
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh yang ma'ruf dan
mencegah yang
mungkar serta beriman
kepada Allah."
Dan ingatlah bahwa sesungguhnya Allah telah berfirman dalam Surah Al-Imran:169,
yang bermaksud:
"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati,
bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki."
Cinta Kepada Imam Husein A.S
Hadith Rasulullah S.A.W yang diriwayatkan dalam Sahih Al-Tirmidzi dari Ya'la
bin Murrah
menegaskan kecintaan kepada Husein A.S akan mendapat cinta dari Allah SWT:
"Husein daripadaku dan aku pula daripada Husein, Allah mencintai sesiapa yang
mencintai al-Husein,”
Rasulullah S.A.W mengajak kita semua mengasihi Husein A.S seperti yang
dinyatakan
dalam hadith yang diriwayatkan dari Barra' bin Azib:
"Aku telah melihat Rasulullah S.A.W mendokong al-Husein cucundanya yang
masih kecil dan meletakkan
di atas pangkuannya seraya berdo'a yang bermaksud:
"Ya Allah sesungguhnya aku mengasihinya oleh itu kasihilah dia."
Dan Sesiapa yang memusuhinya telah memusuhi Allah SWT seperti maksud hadith
yang
dinyatakan di bawah:
"Dan sesiapa yang memusuhi kedua-duanya
[Hasan A.S dan Husein A.S] maka ia telah memusuhi Allah, dan barang siapa memusuhi Allah maka ia akan di campakkan
ke dalam api neraka mukanya akan terlempar dahulu."
Kesimpulannya,
perjuangan Imam Husein A.S adalah berada di jalan yang benar
selaras
dengan tuntutan ajaran Islam yang
dibawa dan diajarkan oleh datuknya
sendiri Muhammad Rasulullah S.A.W.
Menangisi Kesyahidan Imam Husein A.S
Rasulullah S.A.W telah bersabda yang mengisyaratkan bahwa perjuangan
al-Husein
A.S adalah seperti perjuangan beliau S.A.W, yang bermaksud:
"Husein daripadaku dan aku daripada Husein [Husein minni wa-ana min Husein]...."
Sabda beliau SAWA yang lain yang bermaksud:
"Jika ada orang yang meninggal dunia seperti Hamzah
hendaklah ada yang menangisinya..."
Allah SWT berfirman dalam al-Qur'an Surah al-Ahzab:21 yang bermaksud:
" Di dalam diri Rasulullah terdapat uswah hasanah [teladan yang baik]
bagi orang yang mengharapkan Allah dan hari akhirat serta dia selalu
mengingati Allah."
Tidak diragukan lagi bahwa jika ada orang yang mengingati Peristiwa Karbala
dan kemudian menangisi Imam Husein AS maka orang ini telah mengikuti
saranan
Rasulullah S.A.W.
Sabda Rasulullah S.A.W yang lain bermaksud:
"Keringnya air mata [terhadap sesuatu musibah] adalah tanda dari kerasnya hati.
Itulah penyakit terparah yang menimpa anak cucu Adam."
Seorang
sahabat Imam Ja'afar al-Sadiq A.S menemui beliau A.S pada 10 Muharram.
Pada ketika itu Imam Ja'afar
al-Sadiq A.S sedang menangis tersedu-sedu. Sahabat ini
mungkin terlupa
bahwa hari itu adalah
Hari Asyura. Ia pun bertanya kepada
Imam
Ja'afar al-Sadiq A.S sebab-sebab beliau A.S menangis. Imam Ja'afar
A.S menjawab:
"Apakah engkau lupa ini adalah hari ketika datukku al-Husayn
dibunuh dengan kejam?
Barang siapa menjadikan hari ini sebagai hari berkabungnya, maka Allah akan
menjadikan Hari Qiamat kelak sebagai hari kegembiraan dan kebahagiaannya.Di
syurga ia akan tinggal dengan penuh kebahagiaan."
Hari Karbala ialah pada 10 Muharram 61H....
Imam Husein A.S telah syahid pada hari Jumaat ketika berusia 57 tahun....
Andakah anda mengingatinya?
Imam Ja'afar al-Sadiq A.S berkata:
"Setiap hari adalah Asyura
Dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang
IMAM Hussein (A.S.) dengan kebangkitannya menjamin ikhtiar
hidup Islam yang tulen.
Riwayat hidup Imam Al Hussein (A.S) yang rahmat dan revolusiner
serta kebangkitan Islamnya adalah satu perkara yang
amat penting untuk dipelajari dan diselidiki bagi mereka yang mahukan
wujudnya keadilan llahi dan kemusnahan sistem
penindasan di seluruh dunia di semua zaman. Untuk memperingati
kesyahidan Hadhrat Al Hussein (AS), Imam ke Tiga dari keluarga
Rasulullah (saw) dan juga 72 orang pembantunya yang setia serta saudara-
maranya adalah juga penting dan ia memperkuatkan perjuangan yang
sebenar bagi mereka yang beriman dan negara-negara tertindas terhadap
para penzalim di merata-rata dalam apa zaman pun. la
juga merupakan satu protes terhadap pelbagai dimensi dan
punca kezaliman di seluruh dunia.
Sepuluh Muharram adalah hari kebangkitan Islam,
satu hari tradisi untuk mengingati kesyahidan mereka dan juga
yang mereka lakukan ke jalan Allah, Maha Berkuasa.
Di sini kami mengulas secara ringkas peristiwa kebangkitan
Imam Al Hussein (A.S.).
Setelah mengkaji akan kata-kata pepatah dan ajaran begitu juga
dengan fikiran dan menumpukan perhatian pada apa
yang dilakukannya, di Karbala pada tahun 61H.
telah membuatkan orang Islam dan yang tertindas berkumpul
di purata dunia biarpun menentang kezaliman
sistem pemerintahan dan juga penindasan yang telah
dilakukan dan tidak akan berhenti sehingga kebenaran
dan keadilan mengatasinya.
Imam yang ketiga iaitu Hadhrat Seyyed Ash-Shohada (A.S.) telah
menyelamatkan Islam dan boleh dikatakan telah mengajar
para pengikutnya supaya tidak tunduk
kepada kezaliman walau bagaimana
kuat sekalipun pihak yang zalim itu.
Imam Al-Hussein (A.S.) dan 72 orang teman dan saudara-saudaranya
termasuk juga anaknya yang baru berumur 6 bulan
iaitu Alie Asghar (A.S.) telah terkorban di jalan Allah dalam
mempertahankan Islam dan agamanya dalam peperangan
di Karbala. Lebih daripada 30 ribu orang tentera musuh Islam telah berkumpul
untuk melawan Imam kaum muslimin dan juga merupakan
kaum keluarga Nabi Muhammad S.AW.
Imam dan juga para pembantunya telah memilih jihad kerana Allah
dalam menghadapi tentera Yazid daripada mengambil
sikap berdiam diri ataupun daripada mengangkat
sumpah taat setia kepada seorang
penindas dan juga penjenayah seperti Yazid Ibnu Mua'-wiyah. Yazid
merupakan seorang yang terkenal yang bemiat untuk
membasmikan ajaran Islam yang sebenarnya.
Enam bulan terakhir Imam berbetulan
dengan 10 tahun pemerintahan Khalifah Yazid yang haram.
Imam Al-Hussein dalam keadaan yang amat susah
sekali dalam tertekan dan ditindas semasa di Madinah,
Makkah dan juga semasa dalam perjalanan ke Kufah.
Ini telah dijangkakan kerana undang-undang agama telah tidak diambil
berat dan tidak dipraktikkan.
Para elik kerajaan haram Umayyah telah beroleh kuasa sepenuhnya.
Yang keduanya Mua'wiyah dan para pembantunya telah
menggunakan apa cara sekali untuk menolak ke tepi ajaran Islam
dan keluarga Nabi Muhammad S.A.W dan dengan itu akan
menghapuskan nama Amirul Mukminin Imam Ali (A.S.) dan keluarganya.
Yang paling penting Mua'wiyah mahu mengukuhkan akan jawatan khalifah anaknya
yang didapati secara haram dan juga kerana Yazid yang begitu
kekurangan prinsip dan ditentang oleh sebahagian besar orang Islam.
Setelah menolak untuk mengangkat sumpah taat setia kepada Yazid,
Imam Al Hussein (A.S.) telah meninggalkan bandar suci Madinah ke Makkah
bersama dengan kaum keluarga Nabi Muhammad. Semasa di
Makkah penduduk Kufah telah menulis kepadanya dan juga telah menghantar
wakil berjumpa dengannya.
Hadhrat Seyyed Ash-Shohada (A.S.) dengan kaum keluarganya dan
rakan-rakannya telah meninggalkan Makkah menuju ke Kufah mengikut
rakan-rakan-nya akan wakil dan juga saudaranya Hadhrat Muslim Ibue
Aquel (A.S.). Mereka menuju ke Kufa hingga mereka berhadapan dengan
tentera Yazid.
Imam dan rakan-rakannya telah dikepung di sana.
Pada 10 Muharam 61 A.H pada hari Ashura yang begitu panas dan
di kawasan padang pasir terpencil di Karbala, Imam (A.S.)
berhadapan dengan 30 ribu orang tentera Yazid yang
bersedia untuk berperang dengan Imam Al-Hussein (A.S.) dan
Juga dengan para keturunan Nabi Muhammad S.A.W
dan dengan rakan-rakan dan saudara-mara Imam
Al- Hussein.
Pada hari Ashura tentera Yazid telah membunuh Imam ketua umat Islam
dan perkara yang sama telah dilakukan terhadap abang, anak dan juga
saudara maranya dan teman-temannya di Karbala
Atas perintah Yazid, orang Kufah telah membunuh Imam ketua Umat Islam
yang disayangi oleh datuknya Nabi Muhammad S.A.W.
Nabi Muhammad pemah berkata, "Al-Hussein ialah dari saya dan saya dari
Al-Hussein".
Pada hari Ashura itu Imam Ali Ibnu Al-Hussein (A.S.) yang
merupakan anak sulung Imam Al-Hussein 23 tahun telah
dihinggapi dengan penyakit yang teruk.
Dia merenung dalam-dalam akan masa
hadapan iaitu perjuangan para pengikut
ajaran Islam yang sebenamya
dengan khalifah Dinasti Omanyad iaitu pemerintahan secara
haram Yazid.
Dia telah melihat di Medan peperangan Karbala
bagaimana para pengikut setia ajaran yang setia
telah berlawan dengan gagah dan mati Syahid.
Seisi rumah Imam Al-Hussein (A.S.) termasuk Imam Ali Zainal Abidin (A.S.)
dan juga Hadhrat Zainab, adik lmam',~kanak-kanak dan wanita telah
dipenjarakan di Karbala dan kemudian ke Kufah dan terus
ke Istana Yazid di Sha'am oleh tenteranya.
Hadhrat Zainab 56 tahun, anak Imam Ali Amirul Mukminin A.S.
dan hadhrat Fatimah telah menjaga akan kesemua wanita dan kanak-kanak yang
berada di pihak Imam Al-Hussein selama syahidnya dia Imam Hussein.
Dia telah menjaga Imam Zainal-Abidin A.S. dan juga kanak-kanak
dan wanita yang telah dipenjarakan sebagai tahanan perang.
Tidak kira walaupun di mana kafilah itu berada dan pada setiap
peluang, Hadhrat Zainab. Hadhrat Ummu Khalsom,
adiknya dan Imam Zainal-Abidin telah memberikan
ucapan yang bersemangat dan berani
dan mendedahkan akan kebenaran dan tujuan Imam Al-Hussein A.S.
Dinasti Umayyah telah secara salah mengumumkan yang para tahanan
dan yang mati syahid di Karbala bukan pengikut agama Islam.
Tapi Hadhrat Zainab dan adiknya dan Imam Zainal Abidin A.S.
telah menerangkan pada oang ramai keadaan sebenamya telah
membuatkan propaganda pihak kerajaan tidak berkesan.
Mereka memberitahu kepada umum yang penjenayah Yazid
dan ahli-ahli dinasti Umayyah membuat dosa, zaiim dan
merupakan pengikut kepada Syaitan yang telah membunuh
ahli keluarga Nabi Muhammad S.A.W dan juga Imam
Al-Hussein, rakan-rakan dan ahli keluarganya di Karbala.
Keluarrga Nabi Muhammad S.A.W
bila mereka telah menjadi tahanan
dalam perjalanan ke Syam berikhtiar
untuk mengingati para Syahid dalam
usaha untuk menunjukkan akan kebenaran dan agar perjuangan
Imam Al-Hussein terus berjalan.
Pada mulanya Imam Zainal-Abidin
berhadapan dengan berbagai masalah
dan kesusahan. Walau bagaimana pun Imam Zainal beijaya memenuhi akan
tujuannya. Berdepan
dengan Yazid, Imam Zainal telah
memulakan akan misi dan tujuannya dengan memberikan ucapan yang
mendedahkan akan jenayah Yazid
dan rasuah kerajaannya, se-masa di
tahanan dan sedang sakit teruk.
Anak perempuan Amirul Mu'minin a.s. Hadhrat Zainab juga telah memberikan
ucapan yang berani dan bersemangat di
kota Kufah dan Syam dan juga di Istana Yazid.
Dalam
usaha untuk menghentikan
akan ucapan-ucapan yang memburukkan
dan merosakkan diri dan kerajaannya oleh kaum keluarga Nabi Muhammad
S.A.W, Yazid yang
kejam telah memerintahkan supaya
para tahanan dibawa ke Madinah.
Di Madinah, Hadhrat Zainab dan
yang lain-lain meneruskan akan aktiviti-aktiviti Islamnya,
Gabenor itu takut dan telah menulis surat kepada Yazid mengenai akan
ketakutannya akan pemberontakan dan akan berlaku kekacauan
Dalam
tindakbalasnya Yazid menulis,
"Kalau dia dari Madinah dan biar dia
berpindah ke mana sahaja dia mahu". Gabenor itu telah bercakap dengan
hadhrat Zainab
tetapi dia menolak akan tawarannya
dan berkata "Allah Maha Besar tahu apa yang Yazid lakukan terhadap kami.
Dia telah membunuh
kaum lelaki kami dan menghalang air
yang mana tidakk ada orang akan menghalang walaupun pada binatang
sekalipun dan membawa
kami dari bandar ke bandar macam
hamba. Saya bersumpah kepada Allah, jika mereka membakar kami, saya
tidak akan meninggalkan
makam datuk saya Nabi Muhammad
S.A.W.
Hadhrat
Zainab telah memainkan
peranannya dengan begitu baik
sekali. Ceramah yang di lakukan dalam menge-cam akan penindasan oleh
kerajaan Yazid tidak boleh
dilupakan dan dia telah menjadi
simbol kepada umat Islam lebih daripada 14 abad kerana pekerjaan suci
yang telah dia lakukan
dalam menegakkan keadilan dan Islam.
Seperti
apa yang telah kita
lihat pemberontakan oleh Imam
Al-Hussein mempunyai 2 aspek. Pertama, perjuangan jihad melawan musuh
Allah. Kedua, untuk memberitahu
sebab-sebab pemberontakan kepada
rakyat jelata dan telah dijadikan satu sumber inspirasi untuk
memberontak melawan kuasa yang
zaiim selama sudah 14 abad.
Di
antara keputusannya ialah
pemberontakan bersama-sama dengan
peperangan yang telah berterusan selama 12 tahun. Di antara yang
bertanggung-jawab akan
kematian Imam dan 72 orang temannya,
tidak seorang pun yang lepas daripada pembalasan dan hukuman.
Sekarang,
ianya telah menjadi
begitu penting untuk menyebut dan
berkabung atas Imam Al-Hussein dan 72 orang pembantunya. Berkaitan
dengan ini arwah Imam
Khomeini telah menyebut:
"Berkabung untuk Imam a.s.
terutamanya yang tertindas
dan Syahid Hadhrat Abi-Abdullah Al-Hussein a.s. tidak boleh diabaikan."
Dan
ia sepatutnya diberitahu
segala ajaran Imam adalah untuk
kenangan dan sejarah Islam. Sumpahan kepada yang menzalimi Ahlul-Bayt
iaitu keluarga Nabi
Muhammad S.A.W merupakan tangisan
keberanian oleh negara itu kepada yang menzalimi.
Dan
anda semua tahu yang segala
sumpahan dan segala pengecaman
terhadap Bani Umayyah maka biar sumpahan Allah terhadap mereka. Mereka
telah dimusnahkan dan
telah masuk ke dalam neraka."
Imam Zainal-Abidin pernah berkata,"
Tiap hari, Ashura, kesemua tanah Karbala,
tiap bulan Muharram."
Ianya diketahui dan difahami yang
revolusi Islam menentang kafir dan syirik, kebenaran mengatasi
kesalahan, dan tertindas
terhadap penindas dan penzalim mesti
diteruskan di mana-mana jua dan tiap bulan. Dan dalam menyimpan
kenangan Hadhrat Imam
Al-Hussein a.s. dan berkabung untuk
dia dan para Syahid Islam yang lain yang telah memainkan peranan penting
dalam menampakkan
Islam. Kami harap agar ajaran Imam
(A.S.) akan sentiasa menjadi panduan para Muslimin dan yang tertindas di
seluruh dunia
dan membantu mereka untuk menghalau
penindas dan para penzalim." Insya-Allah.
"Saya tidak bermazhab Syiah, tetapi saya mencintai Husain!" - Hamka
24 December 2009
http://tehranifaisal.blogspot.com/2009/12/mengapa-ada-orang-islam-berani-dan.html
Mengapa Membunuh Cucunda Nabi Muhammad SAW?
Dalam
sastera Melayu, tidak ramai yang mahu, atau "tergamak", menulis buku
tentang peristiwa di medan Karbala. Menulis hal yang sangat tragis ini
padahal adalah satu dedikasi penting buat Nabi Muhammad saw. Ini kerana
yang terbunuh di medan berdarah itu adalah sekian cucu cicit dan
kerabatnya.
Saya tidak dapat memikirkan pewajaran yang lain, bahawa tentu sahaja menulis untuk merakam kejadian keji dan jelek ke atas keturunan Rasullulah saw, terhadap penghulu pemuda di syurga itu; pasti, saya yakin pasti - akan membolehkan pertimbangan syafaat Nabi Muhammad saw buat sang penulisnya. Bahkan mereka yang mengkaji dan memanjangkan tragedi berdarah ini, saya yakini akan beroleh manfaat di akhirat kelak. Masakan Saidina Ali dan Saidatina Fatimah tidak memandang mereka yang membela peristiwa genosid dan cleansing terhadap ahlul bait Nabi ini?
Saya ingin memetik dua karya yang pernah saya baca, dan masih saya uliti setiap kali Muharam tiba, akan saya baca dan tatapi, bahkan ratapi isinya kulit ke kulit.
Peristiwa di Padang Karbala adalah buku cerita kanak-kanak tulisan Wan Yusof Hassan, bekas pegawai penyelidik dan editor Dewan Bahasa dan Pustaka. Novel ini adalah terbitan Dewan Bahasa dan Pustaka di zaman belum munculnya ustaz-ustaz wahabi yang kembali dari Jordan dan Saudi. Saya masih ingat buku ini dibelikan oleh ayah saya, tuan Haji Musa bin Yahya sebagai upah kerana mendapat tempat ke sepuluh dalam kelas darjah dua pada tahun 1982. Saya membacanya dengan air mata bergenang dan bertanya 'Mengapa ada orang Islam berani dan sanggup membunuh cucu Nabi Muhammad saw setelah kewafatan baginda?'
"Saudaraku semua, jangan biarkan Baginda Husin minum air sungai itu. Halanglah dia. Kiranya dia dapat meminum air itu tiada siapa lagi yang dapat menentangnya."
Apabila didengar oleh askarnya dengan segera dipanahnya baginda. Baginda Husin yang dahaga dan letih itu tidak sempat mengelaknya. Anak panah itu akhirnya mengenai leher baginda. Segera dicabut oleh baginda anak panah itu dan dibuangkannya ke dalam sungai Furat.
Baginda memekup lukanya dengan tangan kiri sambil terus mengamuk. Tentera Baginda Yazid datang dengan ramainya mengerumuni baginda. Setengah daripada aksar itu takut untuk menentang baginda. Manakala setengahnya pula malu hingga mereka berpaling - tidak sanggup menatap wajah cucu Rasulullah. Ketika itu muncullah Simirlain menyeru rakan-rakannya agar segera memancung Baginda Husin. Akan tetapi semuanya merasai suatu macam ketakutan untuk menentang baginda.
"Bunuhlah baginda, kerana aku ada bersama-sama kamu. Apa yang telah kamu lakukan hanya memusuhinya saja. Kenapakah kamu tidak sanggup untuk membunuhnya?" kata Simirlain.
"Kamu pun apa kurangnya dari kami? Kita berjuang adalah untuk mencari kekayaan. Mencari pangkat dan darjat!" jawab mereka.
"Kamu semuanya tidak begitu percaya akan kebolehanku. Nanti aku tunjukkan padamu bahawa segala kata-kataku ini akan kukotakan."
Simirlain pun segera mendapatkan Baginda Husin. Apabila dilihat oleh Baginda, teringatlah Baginda akan sabda Rasulullah bahawa orang yang akan membunuhnya keadaan mukanya hitam dan teteknya seperti tetek anjing.
Dengan tidak bertangguh lagi Simirlain pun menikam Baginda Husin pada dadanya dan lehernya terus dipenggal. Syahidlah Baginda Husin pada 10 Muharam iaitu hari Jumaat.Tentu, dalam sastera Melayu klasik, Hikayat Muhammad Hanafiyyah adalah karya ulung yang membicarakan kepahitan yang luar biasa dalam sejarah umat Islam. Pengungkapan peristiwa Karbala yang sungguh berdarah dan menyayat hati manusia dan setiap makhluk Tuhan ini menunjukkan masyarakat Melayu kita tidaklah asing dari bahagian mengenang kejahatan terhadap ahlul bait. Menurut L.F Brakel, Hikayat Muhammad Hanafiyyah yang memuatkan pembunuhan ngeri dan sadis cucunda Rasulullah saw adalah 'sebuah teks yang popular dan terkenal' (tentu, kenyataan Brakel ini sebelum munculnya gejala gerakan salafi yang sering merujuk secara intelektual kepada Ibnu Taimiyyah yang amat memusuhi Saidina Ali dan ahlul bait Rasulullah saw). Edisi Hikayat Muhammad Hanafiyyah yang paling tua tersimpan di Indonesia ialah edisi 1771 masehi. Sementara edisi asalnya yang dipercayai pada tahun 1604 masih tersimpan di Universiti Cambridge. Untuk mereka yang berminat membaca hikayat ini, adalah amat sukar untuk menemui versi yang diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka tahun 1988 ini. Mungkin (sekadar satu tanggapan), simptom 'menyahcinta' ahlul bait sudah kian mengukuh, sehingga mengatasi kewarasan dan keterbukaan wilayah akademik serta intelektualisme.
Saya masih ingat buku ini dibeli pada tahun 1990 di sebuah kedai buku di Kelang ketika saya menuntut di Kolej Islam Kelang. Saya membacanya dengan air mata bergenang dan bertanya 'Mengapa ada orang Islam berani dan sampai hati membunuh cucu Nabi Muhammad setelah kewafatan baginda?'
Saya hanya akan menurunkan beberapa perenggan dari Hikayat Muhammad Hanafiyyah (selain hikayat ini, Hikayat Perang Sabil turut dimanfaatkan) yang pernah dibaca oleh para pejuang Aceh untuk menjadi pembakar semangat mendepani soldadu penjajah Belanda.
"Wah kasihan kami! Wah kesakitan kami! Wah sesal kami! Wah Muhammad kami! Wah Ali kami! Wah Fatimah kami! Wah Hasan kami! Wah Husain kami! Wah Kasim kami! Wah Ali Akbar kami!" Maka isi rumah rasul Allah tiadalah menyadar diri. Pada ketika amir Husain syahid itu arasy Allah dan kursi gementar, bulan dan matahari pun redup, tujuh hari tujuh malam lamanya segala alampun kelam kabut, karena amir Husain terbunuhlah, peninggalan nabi Allah dan lihat-lihatan daripada rasul Allah: seorang cucunya, amir Hasan, dibunuhnya dengan racun, seorang lagi cucunya dibunuh segala kafir itu dengan senjata: kepalanya diperceraykan orang. Demikianlah halnya disembelih orang alim, supaya kita ketahui: hidup dalam dunia tiadakan kekal! Hay segala mereka itu yang Islam, sementaranya kita hidup dalam dunia, hendaklah ingat akan mati dan sedekala dengan air mata, karena isi rumah rasul Allah lagi dengan dukacitanya, supaya beroleh syafaat rasul Allah lagi dengan dukacitanya, supaya beroleh syafaat rasul Allah sallaLlahualayhi wa sallam! Ya Ilah l-alamin wa ya Xair an-nasirin! Bir-rahmatiKa ya Arham ar ahimin amin!
....
"Ya Fatimah Zahra, raja segala perempuan dunia akhirat! Hambalah memenggal tangan amir Husain! Halalkan dosa hambamu!" Maka ujar Fatimah: "Tiada aku menghalalkan dosamu! Bahwa Allah taalapun tiada mengampuni dosamu! Bahwa Allah taalapun tiada mengampuni dosamu! Karena bukan kerja kaukerjakan kepada isi rumah rasul Allah, sepertinya kaunista anakku! Tiada aku mau menengarkan katamu: tiada ada kasihanmu melihat anakku!" Maka Rasul Allah berbangkit menampar muka hamba (maka iramlah sebelah mukanya, barang siapa mlihat, mukanya iram sebelah, ialah yang memenggal tangan amir Husain anak Fatimah az Zahra, buah hati Ali Murtada, cucu Muhammad Mustafa s). Maka Fatimah berkata: "Hay celaka! Apa dikit dosa anakku amir Husain kepadamu, maka engkau menanggal tangannya? Berapa-berapa kalilah engkau daripada tangan anakku beroleh anugerah, dan karunianya akan dikau tiada kali, maka ngapa kaubalaskan akan tiap pekerjaan demikian ini? Tiada sekali engkau takut akan Allah taala dan tiada engkau takut akan Rasul Allah s dan tiada engkau takut akan segala sidang nabi sekalian dan tiada ada engkau malu akan segala malaikat dan tiada engkau malu akan daku dan tiada engkau takut akan kena la'nat Allah!"Dua 'karya besar' ini mencetuskan soalan 'mengapa ada orang Islam berani dan betah membunuh cucu Nabi Muhammad saw setelah kewafatan baginda?'
Alhamdulillah soalan tersebut bergumul dalam benak dan dada saya membuatkan saya mengkaji dan menulis pula naskah mengenang Karbala nukilan saya sendiri pada tahun 2007.
Saya hanya mengharapkan Rasulullah saw menolong saya dan keluarga di akhirat nanti kerana waras sekali, menulis mengenang kesyahidan Saidina Husin kesayangan nabi pasti dipandang baginda. Insya-Allah. Saya hanya mahu menghidupkan kembali seorang manusia suci yang memang akan terus hidup abadi.
Ada manusia mengkritik saya kerana merujuk buku Taha Husain dalam entri sebelum ini. Mereka sangka Taha Husain menulis Fitnatul Kubra tanpa merujuk buku-buku sejarah klasik. Untuk mengangkat agenda mereka, segala sumber yang bersalahan dengan pegangan akan ditolak meski ia objektif. Jika mereka menolak Taha Husain, mungkin mereka tidak dapat menolak Maududi (atau kerana jahil mungkin mereka tidak mengenal siapa Maududi). Untuk budak-budak rumaja yang terbirit-birit membontot sekerat dua ulama salafi bermasalah yang mempertahankan penjenayah perang Karbala, eloklah diturunkan di sini petikan dari buku karangan tokoh gerakan Islam Pakistan, Maulana Abu Ala-Al Maududi yang saya baca dalam usrah sejak dari zaman di Kolej Islam Kelang lagi:
"Dan ketika ia terluka dan kemudian jatuh, mereka menyembelihnya dan merompak apa saja yang ada di atas jasadnya, mengoyak-ngoyak baju yang menutup tubuhnya, kemudian menggilasnya dengan kuda-kuda dan menginjak-injaknya dengan kaki-kaki mereka. Setelah itu mereka beralih ke khemahnya, merompak isinya, mencabik-cabik pakaian para wanita, memenggal kepala-kepala setiap orang yang telah gugur di Karbala dan membawa semuanya ke Kufah. Ibnu Ziyad tidak cukup menjadikan itu semua sebagai barang tontonan di hadapan orang banyak tetapi ia naik ke atas mimbar Masjid Jami' dan berkata: "Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah menampakkan kebenaran dan ahlinya, memenangkan Amirul Mukminin Yazid dan kelompoknya serta membunuh si pendusta putera si pendusta, Husein bin Ali dan pengikut-pengikutnya"
.....
Memang ada beberapa perbezaan dalam riwayat-riwayat yang menyebut menyebutkan tentang tindakan Yazid dan ucapan-ucapannya di Istana Damsyik, tetapi sekiranya kita meninggalkan semua riwayat ini dan mempercayai satu riwayat saja yang menyatakan bahawa Yazid telah menangis ketika menyaksikan penggalan kepada Husein dan kawan-kawannya lalu ia berkata: "Sesungguhnya aku sudah puas dengan ketaatan kalian tanpa membunuh Husein. Terkutuklah cucu Sumayyah. Demi Allah, sekiranya aku yang berhadapan dengannya, nescaya aku akan mengampuninya."
Dan bahawa ia juga berkata: "Demi Allah, wahai Husein, sekiranya aku berada di hadapanmu, niscaya aku tidak akan membunuhmu." Sekiranya riwayat itu kita percaya maka masih ada pertanyaan yang ingin kita tanyakan, hukuman apakah yang telah dilakukan oleh Yazid ke atas diri gabenornya yang durjana itu atas perbuatannya melakukan kezaliman yang besar ini?
Berkata Ibnu Katsir bahawa Yazid tidak pernah menghukum Ibnu Ziyad, tidak memecatnya, bahkan tidak pernah mengirim sepucuk surat kecaman pun kepadanya."
[Lihat S.Abul Ala Maududi; Khilafah dan Kerajaan, jika cetakan Dewan Pustaka Fajar rujuk halaman 233-234]Mempertahankan penjenayah perang Karbala adalah seperti mempertahankan George Bush, atau Ariel Sharon.
Saya ingin menutup entri tentang peristiwa sayu ini dengan soalan yang sama bergumul dalam jiwa saya sejak masih anak-anak dan remaja, ia masih bergema dalam kepala saya sehingga saat ini:
Mengapa ada orang Islam berani dan datang hati membunuh cucu Nabi Muhammad saw setelah kewafatan baginda? Dan mereka masih tidak segan silu mahukan syafaat baginda Rasul di hari masyhar kelak. Lebih menjengkelkan, mengapa ada agamawan sanggup berhempas pulas menutup sejarah dan mempertahankan pembunuh-pembunuh Saidina Husein dan keluarganya di medan Karbala? Tidakkah mereka tahu malu mengucapkan selawat buat Rasulullah saw dan keluarganya ketika dalam solat?
Saya tidak dapat memikirkan pewajaran yang lain, bahawa tentu sahaja menulis untuk merakam kejadian keji dan jelek ke atas keturunan Rasullulah saw, terhadap penghulu pemuda di syurga itu; pasti, saya yakin pasti - akan membolehkan pertimbangan syafaat Nabi Muhammad saw buat sang penulisnya. Bahkan mereka yang mengkaji dan memanjangkan tragedi berdarah ini, saya yakini akan beroleh manfaat di akhirat kelak. Masakan Saidina Ali dan Saidatina Fatimah tidak memandang mereka yang membela peristiwa genosid dan cleansing terhadap ahlul bait Nabi ini?
Saya ingin memetik dua karya yang pernah saya baca, dan masih saya uliti setiap kali Muharam tiba, akan saya baca dan tatapi, bahkan ratapi isinya kulit ke kulit.
Peristiwa di Padang Karbala adalah buku cerita kanak-kanak tulisan Wan Yusof Hassan, bekas pegawai penyelidik dan editor Dewan Bahasa dan Pustaka. Novel ini adalah terbitan Dewan Bahasa dan Pustaka di zaman belum munculnya ustaz-ustaz wahabi yang kembali dari Jordan dan Saudi. Saya masih ingat buku ini dibelikan oleh ayah saya, tuan Haji Musa bin Yahya sebagai upah kerana mendapat tempat ke sepuluh dalam kelas darjah dua pada tahun 1982. Saya membacanya dengan air mata bergenang dan bertanya 'Mengapa ada orang Islam berani dan sanggup membunuh cucu Nabi Muhammad saw setelah kewafatan baginda?'
"Saudaraku semua, jangan biarkan Baginda Husin minum air sungai itu. Halanglah dia. Kiranya dia dapat meminum air itu tiada siapa lagi yang dapat menentangnya."
Apabila didengar oleh askarnya dengan segera dipanahnya baginda. Baginda Husin yang dahaga dan letih itu tidak sempat mengelaknya. Anak panah itu akhirnya mengenai leher baginda. Segera dicabut oleh baginda anak panah itu dan dibuangkannya ke dalam sungai Furat.
Baginda memekup lukanya dengan tangan kiri sambil terus mengamuk. Tentera Baginda Yazid datang dengan ramainya mengerumuni baginda. Setengah daripada aksar itu takut untuk menentang baginda. Manakala setengahnya pula malu hingga mereka berpaling - tidak sanggup menatap wajah cucu Rasulullah. Ketika itu muncullah Simirlain menyeru rakan-rakannya agar segera memancung Baginda Husin. Akan tetapi semuanya merasai suatu macam ketakutan untuk menentang baginda.
"Bunuhlah baginda, kerana aku ada bersama-sama kamu. Apa yang telah kamu lakukan hanya memusuhinya saja. Kenapakah kamu tidak sanggup untuk membunuhnya?" kata Simirlain.
"Kamu pun apa kurangnya dari kami? Kita berjuang adalah untuk mencari kekayaan. Mencari pangkat dan darjat!" jawab mereka.
"Kamu semuanya tidak begitu percaya akan kebolehanku. Nanti aku tunjukkan padamu bahawa segala kata-kataku ini akan kukotakan."
Simirlain pun segera mendapatkan Baginda Husin. Apabila dilihat oleh Baginda, teringatlah Baginda akan sabda Rasulullah bahawa orang yang akan membunuhnya keadaan mukanya hitam dan teteknya seperti tetek anjing.
Dengan tidak bertangguh lagi Simirlain pun menikam Baginda Husin pada dadanya dan lehernya terus dipenggal. Syahidlah Baginda Husin pada 10 Muharam iaitu hari Jumaat.Tentu, dalam sastera Melayu klasik, Hikayat Muhammad Hanafiyyah adalah karya ulung yang membicarakan kepahitan yang luar biasa dalam sejarah umat Islam. Pengungkapan peristiwa Karbala yang sungguh berdarah dan menyayat hati manusia dan setiap makhluk Tuhan ini menunjukkan masyarakat Melayu kita tidaklah asing dari bahagian mengenang kejahatan terhadap ahlul bait. Menurut L.F Brakel, Hikayat Muhammad Hanafiyyah yang memuatkan pembunuhan ngeri dan sadis cucunda Rasulullah saw adalah 'sebuah teks yang popular dan terkenal' (tentu, kenyataan Brakel ini sebelum munculnya gejala gerakan salafi yang sering merujuk secara intelektual kepada Ibnu Taimiyyah yang amat memusuhi Saidina Ali dan ahlul bait Rasulullah saw). Edisi Hikayat Muhammad Hanafiyyah yang paling tua tersimpan di Indonesia ialah edisi 1771 masehi. Sementara edisi asalnya yang dipercayai pada tahun 1604 masih tersimpan di Universiti Cambridge. Untuk mereka yang berminat membaca hikayat ini, adalah amat sukar untuk menemui versi yang diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka tahun 1988 ini. Mungkin (sekadar satu tanggapan), simptom 'menyahcinta' ahlul bait sudah kian mengukuh, sehingga mengatasi kewarasan dan keterbukaan wilayah akademik serta intelektualisme.
Saya masih ingat buku ini dibeli pada tahun 1990 di sebuah kedai buku di Kelang ketika saya menuntut di Kolej Islam Kelang. Saya membacanya dengan air mata bergenang dan bertanya 'Mengapa ada orang Islam berani dan sampai hati membunuh cucu Nabi Muhammad setelah kewafatan baginda?'
Saya hanya akan menurunkan beberapa perenggan dari Hikayat Muhammad Hanafiyyah (selain hikayat ini, Hikayat Perang Sabil turut dimanfaatkan) yang pernah dibaca oleh para pejuang Aceh untuk menjadi pembakar semangat mendepani soldadu penjajah Belanda.
"Wah kasihan kami! Wah kesakitan kami! Wah sesal kami! Wah Muhammad kami! Wah Ali kami! Wah Fatimah kami! Wah Hasan kami! Wah Husain kami! Wah Kasim kami! Wah Ali Akbar kami!" Maka isi rumah rasul Allah tiadalah menyadar diri. Pada ketika amir Husain syahid itu arasy Allah dan kursi gementar, bulan dan matahari pun redup, tujuh hari tujuh malam lamanya segala alampun kelam kabut, karena amir Husain terbunuhlah, peninggalan nabi Allah dan lihat-lihatan daripada rasul Allah: seorang cucunya, amir Hasan, dibunuhnya dengan racun, seorang lagi cucunya dibunuh segala kafir itu dengan senjata: kepalanya diperceraykan orang. Demikianlah halnya disembelih orang alim, supaya kita ketahui: hidup dalam dunia tiadakan kekal! Hay segala mereka itu yang Islam, sementaranya kita hidup dalam dunia, hendaklah ingat akan mati dan sedekala dengan air mata, karena isi rumah rasul Allah lagi dengan dukacitanya, supaya beroleh syafaat rasul Allah lagi dengan dukacitanya, supaya beroleh syafaat rasul Allah sallaLlahualayhi wa sallam! Ya Ilah l-alamin wa ya Xair an-nasirin! Bir-rahmatiKa ya Arham ar ahimin amin!
....
"Ya Fatimah Zahra, raja segala perempuan dunia akhirat! Hambalah memenggal tangan amir Husain! Halalkan dosa hambamu!" Maka ujar Fatimah: "Tiada aku menghalalkan dosamu! Bahwa Allah taalapun tiada mengampuni dosamu! Bahwa Allah taalapun tiada mengampuni dosamu! Karena bukan kerja kaukerjakan kepada isi rumah rasul Allah, sepertinya kaunista anakku! Tiada aku mau menengarkan katamu: tiada ada kasihanmu melihat anakku!" Maka Rasul Allah berbangkit menampar muka hamba (maka iramlah sebelah mukanya, barang siapa mlihat, mukanya iram sebelah, ialah yang memenggal tangan amir Husain anak Fatimah az Zahra, buah hati Ali Murtada, cucu Muhammad Mustafa s). Maka Fatimah berkata: "Hay celaka! Apa dikit dosa anakku amir Husain kepadamu, maka engkau menanggal tangannya? Berapa-berapa kalilah engkau daripada tangan anakku beroleh anugerah, dan karunianya akan dikau tiada kali, maka ngapa kaubalaskan akan tiap pekerjaan demikian ini? Tiada sekali engkau takut akan Allah taala dan tiada engkau takut akan Rasul Allah s dan tiada engkau takut akan segala sidang nabi sekalian dan tiada ada engkau malu akan segala malaikat dan tiada engkau malu akan daku dan tiada engkau takut akan kena la'nat Allah!"Dua 'karya besar' ini mencetuskan soalan 'mengapa ada orang Islam berani dan betah membunuh cucu Nabi Muhammad saw setelah kewafatan baginda?'
Alhamdulillah soalan tersebut bergumul dalam benak dan dada saya membuatkan saya mengkaji dan menulis pula naskah mengenang Karbala nukilan saya sendiri pada tahun 2007.
Saya hanya mengharapkan Rasulullah saw menolong saya dan keluarga di akhirat nanti kerana waras sekali, menulis mengenang kesyahidan Saidina Husin kesayangan nabi pasti dipandang baginda. Insya-Allah. Saya hanya mahu menghidupkan kembali seorang manusia suci yang memang akan terus hidup abadi.
Ada manusia mengkritik saya kerana merujuk buku Taha Husain dalam entri sebelum ini. Mereka sangka Taha Husain menulis Fitnatul Kubra tanpa merujuk buku-buku sejarah klasik. Untuk mengangkat agenda mereka, segala sumber yang bersalahan dengan pegangan akan ditolak meski ia objektif. Jika mereka menolak Taha Husain, mungkin mereka tidak dapat menolak Maududi (atau kerana jahil mungkin mereka tidak mengenal siapa Maududi). Untuk budak-budak rumaja yang terbirit-birit membontot sekerat dua ulama salafi bermasalah yang mempertahankan penjenayah perang Karbala, eloklah diturunkan di sini petikan dari buku karangan tokoh gerakan Islam Pakistan, Maulana Abu Ala-Al Maududi yang saya baca dalam usrah sejak dari zaman di Kolej Islam Kelang lagi:
"Dan ketika ia terluka dan kemudian jatuh, mereka menyembelihnya dan merompak apa saja yang ada di atas jasadnya, mengoyak-ngoyak baju yang menutup tubuhnya, kemudian menggilasnya dengan kuda-kuda dan menginjak-injaknya dengan kaki-kaki mereka. Setelah itu mereka beralih ke khemahnya, merompak isinya, mencabik-cabik pakaian para wanita, memenggal kepala-kepala setiap orang yang telah gugur di Karbala dan membawa semuanya ke Kufah. Ibnu Ziyad tidak cukup menjadikan itu semua sebagai barang tontonan di hadapan orang banyak tetapi ia naik ke atas mimbar Masjid Jami' dan berkata: "Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah menampakkan kebenaran dan ahlinya, memenangkan Amirul Mukminin Yazid dan kelompoknya serta membunuh si pendusta putera si pendusta, Husein bin Ali dan pengikut-pengikutnya"
.....
Memang ada beberapa perbezaan dalam riwayat-riwayat yang menyebut menyebutkan tentang tindakan Yazid dan ucapan-ucapannya di Istana Damsyik, tetapi sekiranya kita meninggalkan semua riwayat ini dan mempercayai satu riwayat saja yang menyatakan bahawa Yazid telah menangis ketika menyaksikan penggalan kepada Husein dan kawan-kawannya lalu ia berkata: "Sesungguhnya aku sudah puas dengan ketaatan kalian tanpa membunuh Husein. Terkutuklah cucu Sumayyah. Demi Allah, sekiranya aku yang berhadapan dengannya, nescaya aku akan mengampuninya."
Dan bahawa ia juga berkata: "Demi Allah, wahai Husein, sekiranya aku berada di hadapanmu, niscaya aku tidak akan membunuhmu." Sekiranya riwayat itu kita percaya maka masih ada pertanyaan yang ingin kita tanyakan, hukuman apakah yang telah dilakukan oleh Yazid ke atas diri gabenornya yang durjana itu atas perbuatannya melakukan kezaliman yang besar ini?
Berkata Ibnu Katsir bahawa Yazid tidak pernah menghukum Ibnu Ziyad, tidak memecatnya, bahkan tidak pernah mengirim sepucuk surat kecaman pun kepadanya."
[Lihat S.Abul Ala Maududi; Khilafah dan Kerajaan, jika cetakan Dewan Pustaka Fajar rujuk halaman 233-234]Mempertahankan penjenayah perang Karbala adalah seperti mempertahankan George Bush, atau Ariel Sharon.
Saya ingin menutup entri tentang peristiwa sayu ini dengan soalan yang sama bergumul dalam jiwa saya sejak masih anak-anak dan remaja, ia masih bergema dalam kepala saya sehingga saat ini:
Mengapa ada orang Islam berani dan datang hati membunuh cucu Nabi Muhammad saw setelah kewafatan baginda? Dan mereka masih tidak segan silu mahukan syafaat baginda Rasul di hari masyhar kelak. Lebih menjengkelkan, mengapa ada agamawan sanggup berhempas pulas menutup sejarah dan mempertahankan pembunuh-pembunuh Saidina Husein dan keluarganya di medan Karbala? Tidakkah mereka tahu malu mengucapkan selawat buat Rasulullah saw dan keluarganya ketika dalam solat?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar