Senin, 25 Juni 2012
" KEBIADABAN DRACULA SANG PAHLAWAN PERANG KRISTEN "
http://edwardgustaf.blogspot.com/2012/06/kebiadaban-dracula-sang-pahlawan-perang.html
Kisah hidup Dracula merupakan salah satu contoh bentuk penjajahan sejarah yang begitu nyata yang dilakukan Barat. Kalau film Rambo merupakan suatu fiksi yang kemudian direproduksi agar seolah-olah menjadi nyata oleh Barat, maka Dracula merupakan kebalikannya, tokoh nyata yang direproduksi menjadi fiksi.
Bermula dari novel buah karya Bram Stoker yang berjudul Dracula, sosok nyatanya kemudian semakin dikaburkan lewat film-film seperti Dracula’s Daughter (1936), Son of Dracula (1943), Hoorof of Dracula (1958), Nosferatu (1922)-yang dibuat ulang pada tahun 1979-dan film-film sejenis yang terus-menerus diproduksi.
Lantas, siapa sebenarnya Dracula itu?
Dalam buku berjudul “Dracula, Pembantai Umat Islam Dalam Perang Salib” karya Hyphatia Cneajna ini, sosok Dracula dikupas secara tuntas. Dalam buku ini dipaparkan bahwa Dracula merupakan pangeran Wallachia , keturunan Vlad Dracul. Dalam uraian Hyphatia tersebut sosok Dracula tidak bisa dilepaskan dari menjelang periode akhir Perang Salib.
Dracula dilahirkan ketika peperangan antara Kerajaan Turki Ottoman-sebagai wakil Islam-dan Kerajaan Honggaria-sebagai wakil Kristen-semakin memanas. Kedua kerajaan tersebut berusaha saling mengalahkan untuk merebutkan wilayah-wilayah yang bisa dikuasai, baik yang berada di Eropa maupun Asia . Puncak dari peperangan ini adalah jatuhnya Konstantinopel- benteng Kristen-ke dalam penguasaan Kerajaan Turki Ottoman.
Dalam babakan Perang Salib di atas Dracula merupakan salah satu panglima pasukan Salib. Dalam peran inilah Dracula banyak melakukan pembantain terhadap umat Islam.
Hyphatia memperkirakan jumlah korban kekejaman Dracula mencapai 300.000 ribu umat Islam. Korban-korban tersebut dibunuh dengan berbagai cara-yang cara-cara tersebut bisa dikatakan sangat biadab-yaitu dibakar hidup-hidup, dipaku kepalanya, dan yang paling kejam adalah disula.
Penyulaan merupakan cara penyiksaan yang amat kejam, yaitu seseorang ditusuk mulai dari anus dengan kayu sebesar lengan tangan orang dewasa yang ujungnya dilancipkan. Korban yang telah ditusuk kemudian dipancangkan sehingga kayu sula menembus hingga perut, kerongkongan, atau kepala. Sebagai gambaran bagaimana situasi ketika penyulaan berlangsung penulis mengutip pemaparan Hyphatia:
“Ketika matahari mulai meninggi Dracula memerintahkan penyulaan segera dimulai. Para prajurit melakukan perintah tersebut dengan cekatakan seolah robot yang telah dipogram. Begitu penyulaan dimulai lolong kesakitan dan jerit penderitaan segera memenuhi segala penjuru tempat itu. Mereka, umat Islam yang malang ini sedang menjemput ajal dengan cara yang begitu mengerikan. Mereka tak sempat lagi mengingat kenangan indah dan manis yang pernah mereka alami.”
Tidak hanya orang dewasa saja yang menjadi korban penyulaan, tapi juga bayi. Hyphatia memberikan pemaparan tetang penyulaan terhadap bayi sebagai berikut:
“Bayi-bayi yang disula tak sempat menangis lagi karena mereka langsung sekarat begitu ujung sula menembus perut mungilnya. Tubuh-tubuh para korban itu meregang di kayu sula untuk menjemput ajal.”
Kekejaman seperti yang telah dipaparkan di atas itulah yang selama ini disembunyikan oleh Barat. Menurut Hyphatia hal ini terjadi karena dua sebab. Pertama, pembantaian yang dilakukan Dracula terhadap umat Islam tidak bisa dilepaskan dari Perang Salib.
Negara-negara Barat yang pada masa Perang Salib menjadi pendukung utama pasukan Salib tak mau tercoreng wajahnya. Mereka yang getol mengorek-ngorek pembantaian Hilter dan Pol Pot akan enggan membuka borok mereka sendiri. Hal ini sudah menjadi tabiat Barat yang selalu ingin menang sendiri. Kedua, Dracula merupakan pahlawan bagi pasukan Salib. Betapapun kejamnya Dracula maka dia akan selalu dilindungi nama baiknya. Dan, sampai saat ini di Rumania , Dracula masih menjadi pahlawan. Sebagaimana sebagian besar sejarah pahlawan-pahlawan pasti akan diambil sosok superheronya dan dibuang segala kejelekan, kejahatan dan kelemahannya.
Guna menutup kedok kekejaman mereka, Barat terus-menerus menyembunyikan siapa sebenarnya Dracula. Seperti yang telah dipaparkan di atas, baik lewat karya fiksi maupun film, mereka berusaha agar jati diri dari sosok Dracula yang sebenarnya tidak terkuak. Dan, harus diakui usaha Barat untuk mengubah sosok Dracula dari fakta menjadi fiksi ini cukup berhasil.
Ukuran keberhasilan ini dapat dilihat dari seberapa banyak masyarakat-khususny a umat Islam sendiri-yang mengetahui tentang siapa sebenarnya Dracula. Bila jumlah mereka dihitung bisa dipastikan amatlah sedikit, dan kalaupun mereka mengetahui tentang Dracula bisa dipastikan bahwa penjelasan yang diberikan tidak akan jauh dari penjelasan yang sudah umum selama ini bahwa Dracula merupakan vampir yang haus darah.
Selain membongkar kebohongan yang dilakukan oleh Barat, dalam bukunya Hyphatia juga mengupas makna salib dalam kisah Dracula. Seperti yang telah umum diketahui bahwa penggambaran Dracula yang telah menjadi fiksi tidak bisa dilepaskan dari dua benda, bawang putih dan salib. Konon kabarnya hanya dengan kedua benda tersebut Dracula akan takut dan bisa dikalahkan. Menurut Hyphatia pengunaan simbol salib merupakan cara Barat untuk menghapus pahlawan dari musuh mereka-pahlawan dari pihak Islam-dan sekaligus untuk menunjukkan superioritas mereka.
Siapa pahlawan yang berusaha dihapuskan oleh Barat tersebut? Tidak lain Sultan Mahmud II (di Barat dikenal sebagai Sultan Mehmed II). Sang Sultan merupakan penakluk Konstantinopel yang sekaligus penakluk Dracula. Ialah yang telah mengalahkan dan memenggal kepala Dracula di tepi Danua Snagov. Namun kenyataan ini berusaha dimungkiri oleh Barat. Mereka berusaha agar merekalah yang bisa mengalahkan Dracula. Maka diciptakanlah sebuah fiksi bahwa Dracula hanya bisa dikalahkan oleh salib. Tujuan dari semua ini selain hendak mengaburkan peranan Sultan Mahmud II juga sekaligus untuk menunjukkan bahwa merekalah yang paling superior, yang bisa mengalahkan Dracula si Haus Darah. Dan, sekali lagi usaha Barat ini bisa dikatakan berhasil.
Selain yang telah dipaparkan di atas, buku “Dracula, Pembantai Umat Islam Dalam Perang Salib” karya Hyphatia Cneajna ini, juga memuat hal-hal yang selama tersembunyi sehingga belum banyak diketahui oleh masyarakat secara luas. Misalnya tentang kuburan Dracula yang sampai saat ini belum terungkap dengan jelas, keturunan Dracula, macam-macam penyiksaan Dracula dan sepak terjang Dracula yang lainnya.
Sebagai penutup tulisan ini penulis ingin menarik suatu kesimpulan bahwa suatu penjajahan sejarah tidak kalah berbahayanya dengan bentuk penjajahan yang lain-politik, ekonomi, budaya, dll. Penjajahan sejarah ini dilakukan secara halus dan sistematis, yang apabila tidak jeli maka kita akan terperangkap di dalamnya. Oleh karena itu, sikap kritis terhadap sejarah merupakan hal yang amat dibutuhkan agar kita tidak terjerat dalam penjajahan sejarah. Sekiranya buku karya Hyphatia ini-walaupun masih merupakan langkah awal-bisa dijadikan pengingat agar kita selalu kritis terhadap sejarah karena ternyata penjajahan sejarah itu begitu nyata ada di depan kita.
Wikipedia pun mengkonfirmasikan eksistensi historis Dracula yang membantai ribuan Muslim dengan cara menusuk/mensula (impale)
Sumber:
http://en.wikipedia.org/wiki/Dracula#Allusions_to_actual_history_and_geography
This page was last modified 21:02, 17 January 2008.
Allusions to actual history and geography
Although Dracula is a work of fiction, it does contain some historical references. The historical connections with the novel and how much Stoker knew about the history are a matter of conjecture and debate.
Following the publication of In Search of Dracula by Radu Florescu and Raymond McNally in 1972, the supposed connections between the historical Transylvanian-born Vlad III Dracula of Wallachia and Bram Stoker’s fictional Dracula attracted popular attention. During his main reign (1456–1462), “Vlad the Impaler” is said to have killed from 20,000 to 40,000 European civilians (political rivals, criminals, and anyone else he considered “useless to humanity”), mainly by using his favourite method of impaling them on a sharp pole. The main sources dealing with these events are records by Saxon settlers in neighboring Transylvania, who had frequent clashes with Vlad III and may have been biased. Vlad III is sometimes revered as a folk hero by Romanians for driving off the invading Turks. His impaled victims are said to have included as many as 100,000 Turkish Muslims.
Historically, the name “Dracul” is derived from a secret fraternal order of knights called the Order of the Dragon, founded by Sigismund of Luxembourg (king of Hungary, Croatia and Bohemia, and Holy Roman Emperor) to uphold Christianity and defend the Empire against the Ottoman Turks. Vlad II Dracul, father of Vlad III, was admitted to the order around 1431 because of his bravery in fighting the Turks. From 1431 onward, Vlad II wore the emblem of the order and later, as ruler of Wallachia, his coinage bore the dragon symbol. The name Dracula means “Son of Dracul”.
Setelah Anda membaca fakta diatas, maka pertanyaan awal pun akhirnya terjawab.
Tanya
1. Apakah Drakula eksis secara historis atau hanya sebuah fiksi (cerita tidak nyata)?
Jawab
Ya, Dracula eksis secara historis.
Tanya
2. Benarkah Drakula AntiKristus dan Antisalib?
Jawab
Faktanya Dracula adalah seorang Kristen pemuja salib sebagaimana umat Kristen Pagan Trinitarian.
Tanya
3. Benarkah Drakula hanya takut pada salib, karena bisa mengakibatkan kematiannya?
Jawab
Faktanya kematian Dracula bukan karena musuhnya mengacung-acungkan berhala salib kepadanya. Ia tewas dipenggal oleh seorang muslim saleh bernama Sultan Mahmud II dari Kekhalifahan Utsmani.
Pertanyaan lain yang pada akhirnya muncul adalah:
Apakah perbuatan orang Kristen tsb yang telah membantai secara kejam dibenarkan berdasarkan Bible ?
Dalam Bible kitab Mazmur dinyatakan:
“Hai puteri Babel, yang suka melakukan kekerasan, berbahagialah orang yang membalas kepadamu perbuatan-perbuatan yang kaulakukan kepada kami! Berbahagialah orang yang menangkap dan memecahkan anak-anakmu pada bukit batu! (Mazmur 137:8-9 TB)
Jika membanting anak-anak ke arah bebatuan hingga kepala mereka pecah adalah sebuah perbuatan kudus, bukankah menusuk kayu runcing ke arah anus menembus perut hingga kepala juga adalah perbuatan kudus? Toh sama-sama sadis?!
Ulangan 20:16 TB
“Tetapi dari kota-kota bangsa-bangsa itu yang diberikan TUHAN, Allahmu,
kepadamu menjadi milik pusakamu, janganlah kaubiarkan hidup apapun yang
bernafas,”
Tampaknya Pangeran Dracula sangat memahami makna kandungan ayat Bible kitab Ulangan agar jangan berbelas kasih kepada masyarakat/rakyat yang telah ditaklukkan oleh pasukan yang beriman kepada Bible.
Dracula memang sungguh sangat jahat. Ia bisa didakwa sebagai penjahat perang seandainya ia adalah pemimpin diabad modern sekarang. Tapi sungguh tidak elok rasanya jika kita hanya menyalahkan Dracula tanpa menyalahkan kitab suci sadistik bernama Bible.
Mengapa Pasukan Salib Kristen terkenal bengis? Karena kitab suci mereka lah yang telah menginspirasi Paus, pendeta, dan panglima tentara Salib untuk berbuat sadis dengan penuh rasa kegembiraan sebagaimana amanat Kitab Mazmur 137:8-9 dan Kitab Ulangan 20:16. Ini bukan hanya kesalahan orang per orang, tapi ini adalah kesalahan Agama sesat, dogma palsu, pendeta fobia, dan kitab suci korup Bible umat Kristen.
Tampaknya Pangeran Dracula sangat memahami makna kandungan ayat Bible kitab Ulangan agar jangan berbelas kasih kepada masyarakat/rakyat yang telah ditaklukkan oleh pasukan yang beriman kepada Bible.
Dracula memang sungguh sangat jahat. Ia bisa didakwa sebagai penjahat perang seandainya ia adalah pemimpin diabad modern sekarang. Tapi sungguh tidak elok rasanya jika kita hanya menyalahkan Dracula tanpa menyalahkan kitab suci sadistik bernama Bible.
Mengapa Pasukan Salib Kristen terkenal bengis? Karena kitab suci mereka lah yang telah menginspirasi Paus, pendeta, dan panglima tentara Salib untuk berbuat sadis dengan penuh rasa kegembiraan sebagaimana amanat Kitab Mazmur 137:8-9 dan Kitab Ulangan 20:16. Ini bukan hanya kesalahan orang per orang, tapi ini adalah kesalahan Agama sesat, dogma palsu, pendeta fobia, dan kitab suci korup Bible umat Kristen.
Wassalam,
Bagi yang mau mengikuti diskusinya, Silahkan
http://terselubung.blogspot.com/2009/07/sultan-mehmed-ii-penakluk.html
Sultan Mehmed II Penakluk Konstantinopel dan Vlad Dracula
(Makalah
ini disampaikan dalam bedah buku Dracula, Pembantai Umat Islam dalam
Perang Salib” di auditorium Fakultas Ilmu Budaya UGM Oleh: Ragil
Nugroho)
Membongkar Sebuah Kebohongan
Kisah
hidup Dracula merupakan salah satu contoh bentuk penjajahan sejarah
yang begitu nyata yang dilakukan Barat. Kalau film Rambo merupakan suatu
fiksi yang kemudian direproduksi agar seolah-olah menjadi nyata oleh
Barat, maka Dracula merupakan kebalikannya, tokoh nyata yang
direproduksi menjadi fiksi. Bermula dari novel buah karya Bram Stoker
yang berjudul Dracula, sosok nyatanya kemudian semakin dikaburkan lewat
film-film seperti Dracula’s Daughter (1936), Son of Dracula (1943),
Hoorof of Dracula (1958), Nosferatu (1922)-yang dibuat ulang pada tahun
1979-dan film-film sejenis yang terus-menerus diproduksi.
Lantas, siapa sebenarnya Dracula itu?
Dalam
buku berjudul “Dracula, Pembantai Umat Islam Dalam Perang Salib” karya
Hyphatia Cneajna ini, sosok Dracula dikupas secara tuntas. Dalam buku
ini dipaparkan bahwa Dracula merupakan pangeran Wallachia , keturunan
Vlad Dracul. Dalam uraian Hyphatia tersebut sosok Dracula tidak bisa
dilepaskan dari menjelang periode akhir Perang Salib. Dracula dilahirkan
ketika peperangan antara Kerajaan Turki Ottoman-sebagai wakil Islam-dan
Kerajaan Honggaria-sebagai wakil Kristen-semakin memanas. Kedua
kerajaan tersebut berusaha saling mengalahkan untuk merebutkan
wilayah-wilayah yang bisa dikuasai, baik yang berada di Eropa maupun
Asia . Puncak dari peperangan ini adalah jatuhnya Konstantinopel-
benteng Kristen-ke dalam penguasaan Kerajaan Turki Ottoman.
Dalam
babakan Perang Salib di atas Dracula merupakan salah satu panglima
pasukan Salib. Dalam peran inilah Dracula banyak melakukan pembantain
terhadap umat Islam. Hyphatia memperkirakan jumlah korban kekejaman
Dracula mencapai 300.000 ribu umat Islam. Korban-korban tersebut dibunuh
dengan berbagai cara-yang cara-cara tersebut bisa dikatakan sangat
biadab-yaitu dibakar hidup-hidup, dipaku kepalanya, dan yang paling
kejam adalah disula. Penyulaan merupakan cara penyiksaan yang amat
kejam, yaitu seseorang ditusuk mulai dari anus dengan kayu sebesar
lengan tangan orang dewasa yang ujungnya dilancipkan. Korban yang telah
ditusuk kemudian dipancangkan sehingga kayu sula menembus hingga perut,
kerongkongan, atau kepala. Sebagai gambaran bagaimana situasi ketika
penyulaan berlangsung penulis mengutip pemaparan Hyphatia:
“Ketika
matahari mulai meninggi Dracula memerintahkan penyulaan segera dimulai.
Para prajurit melakukan perintah tersebut dengan cekatakan seolah robot
yang telah dipogram. Begitu penyulaan dimulai lolong kesakitan dan
jerit penderitaan segera memenuhi segala penjuru tempat itu. Mereka,
umat Islam yang malang ini sedang menjemput ajal dengan cara yang begitu
mengerikan. Mereka tak sempat lagi mengingat kenangan indah dan manis
yang pernah mereka alami.”
Tidak
hanya orang dewasa saja yang menjadi korban penyulaan, tapi juga bayi.
Hyphatia memberikan pemaparan tetang penyulaan terhadap bayi sebagai
berikut:
“Bayi-bayi
yang disula tak sempat menangis lagi karena mereka langsung sekarat
begitu ujung sula menembus perut mungilnya. Tubuh-tubuh para korban itu
meregang di kayu sula untuk menjemput ajal.”
Kekejaman
seperti yang telah dipaparkan di atas itulah yang selama ini
disembunyikan oleh Barat. Menurut Hyphatia hal ini terjadi karena dua
sebab. Pertama, pembantaian yang dilakukan Dracula terhadap umat Islam
tidak bisa dilepaskan dari Perang Salib. Negara-negara Barat yang pada
masa Perang Salib menjadi pendukung utama pasukan Salib tak mau
tercoreng wajahnya. Mereka yang getol mengorek-ngorek pembantaian Hilter
dan Pol Pot akan enggan membuka borok mereka sendiri. Hal ini sudah
menjadi tabiat Barat yang selalu ingin menang sendiri. Kedua, Dracula
merupakan pahlawan bagi pasukan Salib. Betapapun kejamnya Dracula maka
dia akan selalu dilindungi nama baiknya. Dan, sampai saat ini di Rumania
, Dracula masih menjadi pahlawan. Sebagaimana sebagian besar sejarah
pahlawan-pahlawan pasti akan diambil sosok superheronya dan dibuang
segala kejelekan, kejahatan dan kelemahannya.
Guna
menutup kedok kekejaman mereka, Barat terus-menerus menyembunyikan
siapa sebenarnya Dracula. Seperti yang telah dipaparkan di atas, baik
lewat karya fiksi maupun film, mereka berusaha agar jati diri dari sosok
Dracula yang sebenarnya tidak terkuak. Dan, harus diakui usaha Barat
untuk mengubah sosok Dracula dari fakta menjadi fiksi ini cukup
berhasil. Ukuran keberhasilan ini dapat dilihat dari seberapa banyak
masyarakat-khususny a umat Islam sendiri-yang mengetahui tentang siapa
sebenarnya Dracula. Bila jumlah mereka dihitung bisa dipastikan amatlah
sedikit, dan kalaupun mereka mengetahui tentang Dracula bisa dipastikan
bahwa penjelasan yang diberikan tidak akan jauh dari penjelasan yang
sudah umum selama ini bahwa Dracula merupakan vampir yang haus darah.
Selain
membongkar kebohongan yang dilakukan oleh Barat, dalam bukunya Hyphatia
juga mengupas makna salib dalam kisah Dracula. Seperti yang telah umum
diketahui bahwa penggambaran Dracula yang telah menjadi fiksi tidak bisa
dilepaskan dari dua benda, bawang putih dan salib. Konon kabarnya hanya
dengan kedua benda tersebut Dracula akan takut dan bisa dikalahkan.
Menurut Hyphatia pengunaan simbol salib merupakan cara Barat untuk
menghapus pahlawan dari musuh mereka-pahlawan dari pihak Islam-dan
sekaligus untuk menunjukkan superioritas mereka.
Siapa
pahlawan yang berusaha dihapuskan oleh Barat tersebut? Tidak lain
Sultan Mahmud II (di Barat dikenal sebagai Sultan Mehmed II). Sang
Sultan merupakan penakluk Konstantinopel yang sekaligus penakluk
Dracula. Ialah yang telah mengalahkan dan memenggal kepala Dracula di
tepi Danua Snagov. Namun kenyataan ini berusaha dimungkiri oleh Barat.
Mereka berusaha agar merekalah yang bisa mengalahkan Dracula. Maka
diciptakanlah sebuah fiksi bahwa Dracula hanya bisa dikalahkan oleh
salib. Tujuan dari semua ini selain hendak mengaburkan peranan Sultan
Mahmud II juga sekaligus untuk menunjukkan bahwa merekalah yang paling
superior, yang bisa mengalahkan Dracula si Haus Darah. Dan, sekali lagi
usaha Barat ini bisa dikatakan berhasil.
Selain
yang telah dipaparkan di atas, buku “Dracula, Pembantai Umat Islam
Dalam Perang Salib” karya Hyphatia Cneajna ini, juga memuat hal-hal yang
selama tersembunyi sehingga belum banyak diketahui oleh masyarakat
secara luas. Misalnya tentang kuburan Dracula yang sampai saat ini belum
terungkap dengan jelas, keturunan Dracula, macam-macam penyiksaan
Dracula dan sepak terjang Dracula yang lainnya.
Sebagai
penutup tulisan ini penulis ingin menarik suatu kesimpulan bahwa suatu
penjajahan sejarah tidak kalah berbahayanya dengan bentuk penjajahan
yang lain-politik, ekonomi, budaya, dll. Penjajahan sejarah ini
dilakukan secara halus dan sistematis, yang apabila tidak jeli maka kita
akan terperangkap di dalamnya. Oleh karena itu, sikap kritis terhadap
sejarah merupakan hal yang amat dibutuhkan agar kita tidak terjerat
dalam penjajahan sejarah. Sekiranya buku karya Hyphatia ini-walaupun
masih merupakan langkah awal-bisa dijadikan pengingat agar kita selalu
kritis terhadap sejarah karena ternyata penjajahan sejarah itu begitu
nyata ada di depan kita.
Wikipedia pun mengkonfirmasikan eksistensi historis Dracula yang membantai ribuan Muslim dengan cara menusuk/mensula (impale)
Sumber: http://tidakmenarik.wordpress.com/2009/07/10/sultan-mehmed-ii-penakluk-konstantinopel-dan-vlad-dracula/
Senin, 22 Oktober 2012
Asal usul Dracula kisah nyata
http://masihmistery.blogspot.com/2012/10/asal-usul-dracula-kisah-nyata.html
Dracula
mempunyai nama asli Vlad Tepes. Membongkar Sebuah Kebohongan Kisah
hidup Dracula merupakan salah satu contoh bentuk penjajahan sejarah yang
begitu nyata yang dilakukan Barat. Kalau film Rambo merupakan suatu
fiksi yang kemudian direproduksi agar seolah-olah menjadi nyata oleh
Barat, maka Dracula merupakan kebalikannya, tokoh nyata yang
direproduksi menjadi fiksi. Bermula dari novel buah karya Bram Stoker
yang berjudul Dracula, sosok nyatanya kemudian semakin dikaburkan lewat
film-film seperti Dracula's Daughter (1936), Son of Dracula (1943),
Hoorof of Dracula (1958), Nosferatu (1922)-yang dibuat ulang pada tahun
1979-dan film-film sejenis yang terus-menerus diproduksi.
Lantas,
siapa sebenarnya Dracula itu? Dalam buku berjudul "Dracula, Pembantai
Umat Islam Dalam Perang Salib" karya Hyphatia Cneajna ini, sosok Dracula
dikupas secara tuntas. Dalam buku ini dipaparkan bahwa Dracula
merupakan pangeran Wallachia, keturunan Vlad Dracul. Dalam uraian
Hyphatia tersebut sosok Dracula tidak bisa dilepaskan dari menjelang
periode akhir Perang Salib. Dracula dilahirkan ketika peperangan antara
Kerajaan Turki Ottoman-sebagai wakil Islam-dan Kerajaan
Honggaria-sebagai wakil Kristen-semakin memanas. Kedua kerajaan tersebut
berusaha saling mengalahkan untuk merebutkan wilayah-wilayah yang bisa
dikuasai, baik yang berada di Eropa maupun Asia. Puncak dari peperangan
ini adalah jatuhnya Konstantinopel- benteng Kristen-ke dalam penguasaan
Kerajaan Turki Ottoman. Dalam babakan Perang Salib di atas Dracula
merupakan salah satu panglima pasukan Salib. Dalam peran inilah Dracula
banyak melakukan pembantaian terhadap umat Islam. Hyphatia memperkirakan
jumlah korban kekejaman Dracula mencapai 300.000 ribu umat Islam.
Korban-korban tersebut dibunuh dengan berbagai cara-yang cara-cara
tersebut bisa dikatakan sangat biadab-yaitu dibakar hidup-hidup, dipaku
kepalanya, dan yang paling kejam adalah disula.
Penyulaan merupakan cara penyiksaan yang amat kejam, yaitu seseorang
ditusuk mulai dari anus dengan kayu sebesar lengan tangan orang dewasa
yang ujungnya dilancipkan. Korban yang telah ditusuk kemudian
dipancangkan sehingga kayu sula menembus hingga perut, kerongkongan,
atau kepala. Sebagai gambaran bagaimana situasi ketika penyulaan
berlangsung penulis mengutip pemaparan Hyphatia:
"Ketika matahari mulai meninggi Dracula memerintahkan penyulaan segera
dimulai. Para prajurit melakukan perintah tersebut dengan cekatakan
seolah robot yang telah dipogram. Begitu penyulaan dimulai lolong
kesakitan dan jerit penderitaan segera memenuhi segala penjuru tempat
itu. Mereka, umat Islam yang malang ini sedang menjemput ajal dengan
cara yang begitu mengerikan. Mereka tak sempat lagi mengingat kenangan
indah dan manis yang pernah mereka alami."
Tidak hanya orang dewasa saja yang menjadi korban penyulaan, tapi juga
bayi. Hyphatia memberikan pemaparan tetang penyulaan terhadap bayi
sebagai berikut:
"Bayi-bayi yang disula tak sempat menangis lagi karena mereka langsung
sekarat begitu ujung sula menembus perut mungilnya. Tubuh-tubuh para
korban itu meregang di kayu sula untuk menjemput ajal."
Kekejaman
seperti yang telah dipaparkan di atas itulah yang selama ini
disembunyikan oleh Barat. Menurut Hyphatia hal ini terjadi karena dua
sebab. Pertama, pembantaian yang dilakukan Dracula terhadap umat Islam
tidak bisa dilepaskan dari Perang Salib. Negara-negara Barat yang pada
masa Perang Salib menjadi pendukung utama pasukan Salib tak mau
tercoreng wajahnya. Mereka yang getol mengorek-ngorek pembantaian Hilter
dan Pol Pot akan enggan membuka borok mereka sendiri. Hal ini sudah
menjadi tabiat Barat yang selalu ingin menang sendiri. Kedua, Dracula
merupakan pahlawan bagi pasukan Salib. Betapapun kejamnya Dracula maka
dia akan selalu dilindungi nama baiknya. Dan, sampai saat ini di
Rumania, Dracula masih menjadi pahlawan. Sebagaimana sebagian besar
sejarah pahlawan-pahlawan pasti akan diambil sosok superheronya dan
dibuang segala kejelekan, kejahatan dan kelemahannya. Guna menutup kedok
kekejaman mereka, Barat terus-menerus menyembunyikan siapa sebenarnya
Dracula. Seperti yang telah dipaparkan di atas, baik lewat karya fiksi
maupun film, mereka berusaha agar jati diri dari sosok Dracula yang
sebenarnya tidak terkuak. Dan, harus diakui usaha Barat untuk mengubah
sosok Dracula dari fakta menjadi fiksi ini cukup berhasil. Ukuran
keberhasilan ini dapat dilihat dari seberapa banyak masyarakat-khususnya
umat Islam sendiri-yang mengetahui tentang siapa sebenarnya Dracula.
Bila jumlah mereka dihitung bisa dipastikan amatlah sedikit, dan
kalaupun mereka mengetahui tentang Dracula bisa dipastikan bahwa
penjelasan yang diberikan tidak akan jauh dari penjelasan yang sudah
umum selama ini bahwa Dracula merupakan vampir yang haus darah.
Selain
membongkar kebohongan yang dilakukan oleh Barat, dalam bukunya Hyphatia
juga mengupas makna salib dalam kisah Dracula. Seperti yang telah umum
diketahui bahwa penggambaran Dracula yang telah menjadi fiksi tidak bisa
dilepaskan dari dua benda, bawang putih dan salib. Konon kabarnya hanya
dengan kedua benda tersebut Dracula akan takut dan bisa dikalahkan.
Menurut Hyphatia pengunaan simbol salib merupakan cara Barat untuk
menghapus pahlawan dari musuh mereka-pahlawan dari pihak Islam-dan
sekaligus untuk menunjukkan superioritas mereka.
Siapa
pahlawan yang berusaha dihapuskan oleh Barat tersebut? Tidak lain
Sultan Mahmud II (di Barat dikenal sebagai Sultan Mehmed II). Sang
Sultan merupakan penakluk Konstantinopel yang sekaligus penakluk
Dracula. Ialah yang telah mengalahkan dan memenggal kepala Dracula di
tepi Danua Snagov. Namun kenyataan ini berusaha dipungkiri oleh Barat.
Mereka berusaha agar merekalah yang bisa mengalahkan Dracula. Maka
diciptakanlah sebuah fiksi bahwa Dracula hanya bisa dikalahkan oleh
salib. Tujuan dari semua ini selain hendak mengaburkan peranan Sultan
Mahmud II juga sekaligus untuk menunjukkan bahwa merekalah yang paling
superior, yang bisa mengalahkan Dracula si Haus Darah. Dan, sekali lagi
usaha Barat ini bisa dikatakan berhasil. Selain yang telah dipaparkan di
atas, buku "Dracula, Pembantai Umat Islam Dalam Perang Salib" karya
Hyphatia Cneajna ini, juga memuat hal-hal yang
selama tersembunyi sehingga belum banyak diketahui oleh masyarakat secara
luas. Misalnya tentang kuburan Dracula yang sampai saat ini belum terungkap
dengan jelas, keturunan Dracula, macam-macam penyiksaan Dracula dan sepak
terjang Dracula yang lainnya.
Sebagai penutup tulisan ini penulis ingin menarik suatu kesimpulan bahwa
suatu penjajahan sejarah tidak kalah berbahayanya dengan bentuk penjajahan
yang lain-politik, ekonomi, budaya, dll. Penjajahan sejarah ini dilakukan
secara halus dan sistematis, yang apabila tidak jeli maka kita akan
terperangkap di dalamnya. Oleh karena itu, sikap kritis terhadap sejarah
merupakan hal yang amat dibutuhkan agar kita tidak terjerat dalam penjajahan
sejarah. Sekiranya buku karya Hyphatia ini-walaupun masih merupakan langkah
awal-bisa dijadikan pengingat agar kita selalu kritis terhadap sejarah
karena ternyata penjajahan sejarah itu begitu nyata ada di depan kita.
Serem beud..
Sebuah
buku yang ditulis Hyphatia Cneajna mencoba menelusuri sejarah Dracula,
sosok yang selama ini selalu digambarkan sebagai makhluk yang gemar
menerkam leher manusia dan mengisap darah. Dikisahkan dalam buku,
Dracula ternyata bukan sosok fiktif yang selalu menghindar dari sinar
matahari melainkan tokoh nyata yang sangat kejam yang pernah hidup pada
tahun 1400-an dan membantai ribuan umat Islam juga dengan cara-cara
keji.
Judul: Dracula, Pembantai Umat Islam dalam Perang Salib
Penulis: Hyphatia Cneajna
Penerbit: Navila Idea, Yogyakarta
Tebal: xii + 192 halaman
Tahun Terbit: Agustus 2007
KITA
tentu sudah mengetahui kekejaman Hitler, Pol Pot, Mao, Stalin ataupun
Soeharto. Akan tetapi, siapa yang mengetahui kekejaman Dracula?
Vlad
Tepes atau kemudian dikenal di dunia sebagai Dracula, memang sudah
menjadi sosok yang melegenda. Semua itu tentunya berkat jasa Bram Stoker
dengan novelnya, Dracula. Dari buah karya Dracula puluhan film telah diproduksi, antara lainDracula’s Daughter (1936), Son of Dracula (1943), Hoorof of Dracula(1958), Nosferatu (1922)—yang
dibuat ulang pada tahun 1979. Baik buku maupun film-film tersebut
mempunyai gambaran yang sama tentang sosok Dracula, yaitu seorang vampir
yang haus darah. Ia diceritakan akan keluar setiap bulan purnama dari
kastilnya dengan memakai jubah hitam guna mencari korban sebagai santap
malam.
Apakah
Dracula memang seperti yang digambarkan oleh Bram Stoker maupun
film-film yang telah disebutkan tadi? Inilah yang membuat menarik buku
karya Hyphatia Cneajna yang berjudul Dracula, Pembantai Umat Islam dalam
Perang Salib. Buku setebal 192 halaman ini tidak menampilkan sosok
Dracula sebagai vampir tapi sebagai sosok sejarah. Dracula ditampilkan
sebagaimana Hitler, Pol Pot, Mao dan tokoh-tokoh sejarah lainnya,
sehingga buku ini berbeda dengan buku sejenis yang pernah terbit
sebelumnya.
Siapa
sebenarnya Dracula? Sejarah Dracula memang unik. Ia berada di antara
dua kerajaan besar yang bertingkai ketika itu—Kerajaan Honggaria dan
Turki Ottoman. Masa kecil hingga menginjak dewasa ia habiskan di Turki,
tapi setelah itu ia justru memihak Kerajaan Honggaria dalam
memperebutkan Konstantinopel. Posisi inilah yang menempatkan dirinya
sebagai pengkhianat bagi Turki dan pahlawan bagi Honggaria.
Sebagai
penguasa Wallachia pada kurun waktu 1456-1462 dan 1475-1476, Dracula
memang cukup kontroversial. Ketika baru saja bertahta ia justru
membantai prajurit Turki yang telah mendukungnya. Akan tetapi, tak lama
setelah itu ia malah digulingkan oleh Honggaria karena dianggap tak mau
tunduk. Sebagaimana diktator dan tiran yang lain, guna mengamankan
posisinya yang seringkali terancam, maka Dracula memakai segala cara
agar kekuasaannya menjadi langgeng. Tentu saja cara yang ia pakai adalah
teror dan pembantaian. Maka tak mengherankan kalau selama enam tahun
kekuasaannya ia telah membantai 500.000 rakyatnya—300.000 lainnya adalah
umat Islam.
Filsuf dan sekaligus aktivis gerakan kiri Italia, Antonio Gramsci, dalam bukunya Notes on Italian History (1934),
mengungkapkan bahwa seringkali sejarah hanya berbicara tentang
kekuasaan yang menang. Sejarah semacam ini bisa dikatakan sebagai
sejarah superhero; ia hanya akan berbicara tentang para raja bukan
tentang kawula. Akibatnya, pihak-pihak yang kalah harus berada di luar
gelanggang sejarah, yang artinya tidak mempunyai peran apa-apa dalam
sejarah.
Memang
beberapa sejarawan seperti Arnold Toynbee, memberikan pemaparan bahwa
penjajahan sejarah. Hal ini berakibat sejarah hanya berisikan masa lalu
yang sesuai dengan Barat. Sehingga, kejadian-kejadian lainnya dianggap
tidak relevan dan karena oleh itu bisa diabaikan. Dalam konteks inilah
Hyphatia mendasarkan kajiannya tentang sosok Dracula. Oleh karena itu,
tidak mengherankan kalau dalam satu bab ia menguraikan tentang
“penjajahan sejarah” tersebut.
Menurut
Hyphatia akibat dominasi Barat membuat sejarah Dracula tidak pernah
terungkap dengan tuntas. Ia memaparkan bahwa ada ceruk-ceruk sejarah
yang selama ini tersembunyi dari sosok Dracula, terutama menyangkut
pembataian Dracula terhadap umat Islam dalam Perang Salib. Sampai saat
ini Perang Salib memang masih merupakan peristiwa yang sensitif. Luka
akibat perang tersebut masih membekas di antara dua kubu. Dalam keadaan
seperti inilah Barat yang biasanya begitu getol mengungkap
pembantaian-pembantaian umat manusia, menurut Hyphatia menjadi enggan
untuk mengorek-ngorek boroknya sendiri. Inilah yang dalam pandangan
Hyphatia membuat sosok Dracula tidak pernah terkupas dengan tuntas.
Sebagai
bukti atas uraiannya kemudian Hyphatia menyandingkan sosok Dracula
dengan Rambo. Kalau Rambo merupakan sosok fiksi yang dibuat seolah-olah
menjadi nyata sehingga bisa menutupi kekalahan Amerika Serikat dalam
perang Vietnam, maka Dracula dibuat sebaliknya, tokoh nyata yang dibuat
fiksi. Cara ini menurut Hyphatia merupakan usaha Barat untuk mengaburkan
jati diri Dracula sebenarnya. Dan, usaha ini dalam pandangan Hyphatia
cukup berhasil dengan melihat bahwa sebagian besar masyarakat
mengenalnya sebagai vampir, bukan sebagai sosok sejarah yang kejam dan
bengis.
Urain-urain
Hyphatia di atas akan mengingatkan kita pada pencitraan Amerika Serikat
terhadap musuh-musuh mereka di Timur Tengah. Bagi mereka negara-negara
yang tidak mau tunduk kepada kemauan Amerika Serikat seperti Irak dan
Afghanistan, maka akan dituduh sebagai sarang teroris. Dengan “kuasa
sejarah” seperti itu mereka berhasil menutupi tujuan
sebenarnya—menguasai sumber minyak di Timur Tengah—dengan alasan memburu
gembong teroris. Dan, usaha ini cukup berhasil sehingga rencana Amerika
Serikat mendapat dukungan dari sekutu-sekutunya.
Selain
uraian tentang “penjajahan sejarah” yang menarik dari buku karya
Hyphatia adalah “keberaniannya” mengungkap metode-metode penyiksaan yang
dilakukan oleh Dracula. Setidaknya ada lebih dari sepuluh metode
penyiksaan Dracula, dan yang paling terkenal adalah penyulaan. Penyulaan
merupakan penyiksaan dengan cara menusuk korban dari bagian bawah
hingga tembus ke perut, tenggorokan atau kepala. Menurut Hyphatia karena
kegemaran Dracula melakukan “pesta” penyulaan tersebut ia mendapat
julukan Si Penyula.
Membaca
urian Hyphatia tentang metode-motode penyiksaan Dracula apabila perut
tidak kuat memang akan membuat mual. Akan tetapi, dengan uraiannya
tersebut Hyphatia berhasil menggambarkan betapa kejam dan sadisnya
Dracula. Dan, kita pun akan menjadi diingatkan akan kekejaman para tiran
dan diktator yang lain. Tak sadar kita akan terbawa pada kamar gas
Hitler, ruang penyiksaan Pol Pot dan segala bentuk kekejian lainnya.
Dalam
buku ini Hyphatia juga membahas tentang mitos-mitos seputar Dracula.
Mitos seputar kematian, kuburan sampai kastil Dracula diuraikan dan
dianalisa dengan rasional oleh Hyphatia, sehingga kita akan mengetahui
kenapa mitos-mitos tersebut bisa muncul dan kemudian berkembang di
masyarakat. Dan, bagi pembaca yang ingin mengetahui lebih banyak tentang
Dracula, Hyphatia juga memberikan beberapa situs yang bisa diakses.
Buku
karya Hyphatia ini walaupun judulnya terbaca provokatif sehingga
seolah-olah menyudutkan pihak tertentu, tapi patut dibaca oleh semua
kalangan agar mendapatkan sebuah pandangan dari sejarah alternatif.
Vlad Dracula: Kisah Nyata Pembantaian Umat Islam
http://vanseno.blogspot.com/2011/03/vlad-dracula-kisah-nyata-pembantaian.html
Oke, ini aku sudah baca bukunya sampai selesai, tapi aku bingung untuk meringkasnya, jadi aku searching di Google untuk terima jadi, maklum yaaa :p
Ehm, kita mulai.
Vlad Dracula. Nama aslinya Vlad Tepes (dibaca Tse-pesh). Dia lahir sekitar bulan Desember 1431 M di Benteng Sighisoara, Transylvania, Rumania. Kisah hidup Dracula merupakan salah satu contoh bentuk penjajahan sejarah yang begitu nyata yang dilakukan Barat. Kalau film Rambo merupakan suatu fiksi yang kemudian direproduksi agar seolah-olah menjadi nyata oleh Barat, maka Dracula merupakan kebalikannya, tokoh nyata yang direproduksi menjadi fiksi. Bermula dari novel buah karya Bram Stoker yang berjudul Dracula, sosok nyatanya kemudian semakin dikaburkan lewat film-film seperti Dracula’s Daughter (1936), Son of Dracula (1943), Hoorof of Dracula (1958), Nosferatu (1922)-yang dibuat ulang pada tahun 1979-dan film-film sejenis yang terus-menerus diproduksi.
Guna menutup kedok kekejaman mereka, Barat terus-menerus menyembunyikan siapa sebenarnya Dracula. Seperti yang telah dipaparkan di atas, baik lewat karya fiksi maupun film, mereka berusaha agar jati diri dari sosok Dracula yang sebenarnya tidak terkuak. Dan, harus diakui usaha Barat untuk mengubah sosok Dracula dari fakta menjadi fiksi ini cukup berhasil. Ukuran keberhasilan ini dapat dilihat dari seberapa banyak masyarakat-khususnya umat Islam sendiri-yang mengetahui tentang siapa sebenarnya Dracula. Bila jumlah mereka dihitung bisa dipastikan amatlah sedikit, dan kalaupun mereka mengetahui tentang Dracula bisa dipastikan bahwa penjelasan yang diberikan tidak akan jauh dari penjelasan yang sudah umum selama ini bahwa Dracula merupakan vampir yang haus darah.
Selain membongkar kebohongan yang dilakukan oleh Barat, dalam bukunya Hyphatia juga mengupas makna salib dalam kisah Dracula. Seperti yang telah umum diketahui bahwa penggambaran Dracula yang telah menjadi fiksi tidak bisa dilepaskan dari dua benda, bawang putih dan salib. Konon kabarnya hanya dengan kedua benda tersebut Dracula akan takut dan bisa dikalahkan. Menurut Hyphatia pengunaan simbol salib merupakan cara Barat untuk menghapus pahlawan dari musuh mereka-pahlawan dari pihak Islam-dan sekaligus untuk menunjukkan superioritas mereka.
Siapa pahlawan yang berusaha dihapuskan oleh Barat tersebut? Tidak lain Sultan Mahmud II (di Barat dikenal sebagai Sultan Mehmed II). Sang Sultan merupakan penakluk Konstantinopel yang sekaligus penakluk Dracula. Ialah yang telah mengalahkan dan memenggal kepala Dracula di tepi Danua Snagov. Namun kenyataan ini berusaha dimungkiri oleh Barat. Mereka berusaha agar merekalah yang bisa mengalahkan Dracula. Maka diciptakanlah sebuah fiksi bahwa Dracula hanya bisa dikalahkan oleh salib. Tujuan dari semua ini selain hendak mengaburkan peranan Sultan Mahmud II juga sekaligus untuk menunjukkan bahwa merekalah yang paling superior, yang bisa mengalahkan Dracula si Haus Darah. Dan, sekali lagi usaha Barat ini bisa dikatakan berhasil.
Selain yang telah dipaparkan di
atas, buku “Dracula, Pembantai Umat Islam Dalam Perang Salib” karya
Hyphatia Cneajna ini, juga memuat hal-hal yang selama tersembunyi
sehingga belum banyak diketahui oleh masyarakat secara luas. Misalnya
tentang kuburan Dracula yang sampai saat ini belum terungkap dengan
jelas, keturunan Dracula, macam-macam penyiksaan Dracula dan sepak
terjang Dracula yang lainnya.
Sebagai penutup tulisan ini penulis
ingin menarik suatu kesimpulan bahwa suatu penjajahan sejarah tidak
kalah berbahayanya dengan bentuk penjajahan yang lain-politik, ekonomi,
budaya, dll. Penjajahan sejarah ini dilakukan secara halus dan
sistematis, yang apabila tidak jeli maka kita akan terperangkap di
dalamnya. Oleh karena itu, sikap kritis terhadap sejarah merupakan hal
yang amat dibutuhkan agar kita tidak terjerat dalam penjajahan sejarah.
Sekiranya buku karya Hyphatia ini-walaupun masih merupakan langkah
awal-bisa dijadikan pengingat agar kita selalu kritis terhadap sejarah
karena ternyata penjajahan sejarah itu begitu nyata ada di depan kita.Lantas, siapa sebenarnya Dracula itu?
Dalam buku berjudul “Dracula, Pembantai Umat Islam Dalam Perang Salib” karya Hyphatia Cneajna ini, sosok Dracula dikupas secara tuntas. Dalam buku ini dipaparkan bahwa Dracula merupakan pangeran Wallachia , keturunan Vlad Dracul. Dalam uraian Hyphatia tersebut sosok Dracula tidak bisa dilepaskan dari menjelang periode akhir Perang Salib. Dracula dilahirkan ketika peperangan antara Kerajaan Turki Ottoman-sebagai wakil Islam-dan Kerajaan Honggaria-sebagai wakil Kristen-semakin memanas. Kedua kerajaan tersebut berusaha saling mengalahkan untuk merebutkan wilayah-wilayah yang bisa dikuasai, baik yang berada di Eropa maupun Asia . Puncak dari peperangan ini adalah jatuhnya Konstantinopel- benteng Kristen-ke dalam penguasaan Kerajaan Turki Ottoman.
Dalam babakan Perang Salib di atas Dracula merupakan salah satu panglima pasukan Salib. Dalam peran inilah Dracula banyak melakukan pembantain terhadap umat Islam. Hyphatia memperkirakan jumlah korban kekejaman Dracula mencapai 300.000 ribu umat Islam. Korban-korban tersebut dibunuh dengan berbagai cara-yang cara-cara tersebut bisa dikatakan sangat biadab-yaitu dibakar hidup-hidup, dipaku kepalanya, dan yang paling kejam adalah disula. Penyulaan merupakan cara penyiksaan yang amat kejam, yaitu seseorang ditusuk mulai dari anus dengan kayu sebesar lengan tangan orang dewasa yang ujungnya dilancipkan. Korban yang telah ditusuk kemudian dipancangkan sehingga kayu sula menembus hingga perut, kerongkongan, atau kepala. Sebagai gambaran bagaimana situasi ketika penyulaan berlangsung penulis mengutip pemaparan Hyphatia:
“Ketika matahari mulai meninggi Dracula memerintahkan penyulaan segera dimulai. Para prajurit melakukan perintah tersebut dengan cekatakan seolah robot yang telah dipogram. Begitu penyulaan dimulai lolong kesakitan dan jerit penderitaan segera memenuhi segala penjuru tempat itu. Mereka, umat Islam yang malang ini sedang menjemput ajal dengan cara yang begitu mengerikan. Mereka tak sempat lagi mengingat kenangan indah dan manis yang pernah mereka alami.”
Tidak hanya orang dewasa saja yang menjadi korban penyulaan, tapi juga bayi. Hyphatia memberikan pemaparan tetang penyulaan terhadap bayi sebagai berikut:
“Bayi-bayi yang disula tak sempat menangis lagi karena mereka langsung sekarat begitu ujung sula menembus perut mungilnya. Tubuh-tubuh para korban itu meregang di kayu sula untuk menjemput ajal.”
Kekejaman seperti yang telah dipaparkan di atas itulah yang selama ini disembunyikan oleh Barat. Menurut Hyphatia hal ini terjadi karena dua sebab. Pertama, pembantaian yang dilakukan Dracula terhadap umat Islam tidak bisa dilepaskan dari Perang Salib. Negara-negara Barat yang pada masa Perang Salib menjadi pendukung utama pasukan Salib tak mau tercoreng wajahnya. Mereka yang getol mengorek-ngorek pembantaian Hilter dan Pol Pot akan enggan membuka borok mereka sendiri. Hal ini sudah menjadi tabiat Barat yang selalu ingin menang sendiri. Kedua, Dracula merupakan pahlawan bagi pasukan Salib. Betapapun kejamnya Dracula maka dia akan selalu dilindungi nama baiknya. Dan, sampai saat ini di Rumania , Dracula masih menjadi pahlawan. Sebagaimana sebagian besar sejarah pahlawan-pahlawan pasti akan diambil sosok superheronya dan dibuang segala kejelekan, kejahatan dan kelemahannya.
Menurut buku ini dia adalah tokoh asli sejarah, menurutku juga tentunya.
Ayahnya bernama Basarab (Vlad II), yang terkenal dengan sebutan Vlad Dracul, karena keanggotaannya dalam Orde Naga. Dalam bahasa Rumania, “Dracul” berarti naga. Sedangkan akhiran “ulea” artinya “anak dari”. Dari gabungan kedua kata itu, Vlad Tepes dipanggil dengan nama Vlad Draculea ( dalam bahasa Inggris dibaca Dracula), yang berarti anak dari sang naga.
Ayah Dracula adalah seorang panglima militer yang lebih sering berada di medan perang ketimbang di rumah. Praktis Dracula hanya mengenal sosok sang Ibu, Cneajna, seorang bangsawan dari kerajaan Moldavia. Sang ibu memang memberikan kasih sayang dan pendidikan bagi Dracula. Namun itu tidak mencukupi untuk menghadapi situasi mencekam di Wallachia saat itu. Pembantaian sudah menjadi tontonan harian. Seorang raja yang semalam masih berkuasa, di pagi hari kepalanya sudah diarak keliling kota oleh para pemberontak.
Pada usia 11 tahun, Dracula bersama adiknya, Radu, dikirim ke Turki. Hal ini dilakukan sang Ayah sebagai jaminan kesetiaannya kepada kerajaan Turki Ustmani yang telah membantunya merebut tahta Wallachia dari tangan Janos Hunyadi. Selama di Turki, kakak beradik ini memeluk agama Islam, bahkan mereka juga sekolah di madrasah untuk belajar ilmu agama. Tak seperti adiknya yang tekun belajar, Dracula justru sering mencuri waktu untuk melihat eksekusi hukuman mati di alun-alun. Begitu senangnya dia melihat kepala-kepala tanpa badan dipancang di ujung tombak. Sampai-sampai sehari saja tidak ada hukuman mati, maka dia segera menangkap burung atau tikus, kemudian menyiksanya dengan tombak kecil sampai mati.
Dengan status muslimnya, Dracula mempunyai kesempatan belajar kemiliteran pada para prajurit Turki yang terkenal andal dalam berperang. Dalam waktu singkat dia bisa menguasai seni berperang Turki, bahkan melebihi prajurit Turki lainnya. Hal ini menarik perhatian Sultan Muhammad II ( di Eropa disebut Sultan Mehmed II). Hingga pada tahun 1448 M, menyusul kematian Ayah dan kakaknya, Mircea, yang dibunuh dalam kudeta yang diorganisir Janos Hunyadi, Kerajaan Turki mengirim Dracula untuk merebut Wallachia dari tangan salib Kerajaan Honggaria. Saat itu Dracula berusia 17 tahun.
Aksi Biadab Dracula
Dengan bantuan Turki Dracula dapat merebut tahta Wallachia. Setelah itu, sebagian besar pasukan kembali ke Turki dengan menyisakan sebagian kecil di Wallachia. Tanpa pernah diduga, Dracula murtad dan berkhianat. Dia menyatakan memisahkan diri dari Turki. Para prajurit Turki yang tersisa di Wallachia ditangkapi. Setelah beberapa hari disekap di ruang bawah tanah, mereka diarak telanjang bulat menuju tempat eksekusi di pinggir kota. Di tempat ini seluruh sisa prajurit Turki dieksekusi dengan cara disula. Yakni dengan ditusuk duburnya dengan balok runcing sebesar lengan, kemudian dipancangkan di tengah lapangan.
Dua bulan kemudian Janos Hunyadi berhasil merebut tahta Wallachia dari tangan Dracula. Namun pada tahun 1456 hingga 1462 Dracula kembali berkuasa di Wallachia. Masa pemerintahannya kali ini adalah masa-masa teror yang sangat mengerikan. Yang menjadi korban aksi sadisnya bukan hanya umat Islam yang tinggal di Wallachia, tapi juga para tuan tanah dan rakyat Wallachia yang beragama Khatolik.
Di hari Paskah tahun 1459, Dracula mengumpulkan para bangsawan dan tuan tanah beserta keluarganya di sebuah gereja dalam sebuah jamuan makan. Setelah semuanya selesai makan, dia memerintahkan semua orang yang ada ditempat itu ditangkap. Para bangsawan yang terlibat pembunuhan ayah dan kakaknya dibunuh dengan cara disula. Sedang lainnya dijadikan budak pembangunan benteng untuk kepentingan darurat di kota Poenari, di tepi sungai Agres. Sejarawan Yunani, Chalcondyles, memperkirakan jumlah semua tahanan mencapai 300 kepala keluarga. Terdiri dari laki-laki dan perempuan, orang tua, bahkan anak-anak.
Aksi Dracula terhadap umat Islam di Wallachia jauh lebih sadis lagi. Selama masa kekuasaannya, tak kurang dari 300 ribu umat Islam dibantainya. Berikut sejumlah peristiwa yang digunakan Dracula sebagai ajang pembantaian umat Islam:
Pembataian terhadap prajurit Turki di ibu kota Wallachia, Tirgoviste. Ini terjadi pada awal kedatangannya di sana, setelah mengumumkan perlawanannya terhadap Turki.
Hutan Mayat yang Tersula
Pada 1456, Dracula membakar hidup-hidup 400 pemuda Turki yang sedang menimba ilmu pengetahuan di Wallachia. Mereka ditangkapi dan ditelanjangi, lalu diarak keliling kota yang akhirnya masukkan ke dalam sebuah aula. Aula tersebut lalu dibakar dengan ratusan pemuda Turki di dalamnya.
Aksi brutal lainnya, adalah pembakaran para petani dan fakir miskin Muslim Wallachia pada acara penobatan kekuasaannya. Para petani dan fakir miskin ini dikumpulkan dalam jamuan makan malam di salah satu ruangan istana. Tanpa sadar mereka dikunci dari luar, kemudian ruangan itu dibakar.
Dendam Dracula terhadap Turki dan Islam semakin menjadi. Untuk menyambut hari peringatan St. Bartholome, 1459, dia memerintahkan pasukannya untuk menangkapi para pedagang Turki yang ada di Wallachia. Dalam waktu sebulan terkumpullah 30 ribu pedagang Turki beserta keluarganya. Para pedagang yang ditawan ditelanjangi lalu digiring menuju lapangan penyulaan. Lalu mereka disula satu persatu.
Aksi kejam lainnya adalah dengan menyebar virus penyakit mematikan ke wilayah-wilayah yang didiami kaum Muslimin. Dia juga memerintahkan pasukannya meracuni Sungai Danube. Ini adalah taktik Dracula untuk membunuh pasukan Turki yang membangun kubu pertahanan di selatan Sungai Danube.
Pada 1462 M, Sultan Turki, Muhammad II mengirim 60 ribu pasukan untuk menangkap Dracula hidup atau mati. Pemimpin pasukan adalah Radu, adik kandung Dracula. Mengetahui rencana serangan ini, Dracula menyiapkan aksi terkejamnya untuk menyambut pasukan Turki.
Sepekan sebelum penyerangan, dia memerintahkan pasukannya untuk memburu seluruh umat Islam yang tersisa di wilayahnya. Terkumpullah 20 ribu umat Islam yang terdiri dari pasukan Turki yang tertawan, para petani, dan rakyat lainnya. Selama empat hari mereka digiring dengan telanjang bulat dari Tirgoviste menuju tepi Sungai Danube. Dua hari sebelum pertempuran, para tawanan disula secara masal di sebuah tanah lapang. Mayat-mayat tersula tersebut kemudian diseret menuju tepi sungai. Lalu dipancang di kiri dan kanan jalan, yang membentang sejauh 10 km untuk menyambut pasukan Turki.
Pemandangan mengerikan ini hampir membuat pasukan Turki turun mental. Namun semangat mereka kembali bangkit saat melihat sang Sultan begitu berani menerjang musuh. Mereka terus merangsek maju, mendesak pasukan Dracula melewati Tirgoviste hingga ke Benteng Poenari.
Pasukan Turki yang dipimpin Radu berhasil mengepung Benteng Poenari. Merasa terdesak, isteri Dracula memilih bunuh diri dengan terjun dari salah satu menara benteng. Sedang Dracula melarikan diri ke Honggaria melalui lorong rahasia. Hingga tahun 1475 M Wallachia dikuasai oleh Kerajaan Turki, sebelum akhirnya direbut kembali oleh Dracula yang disokong pasukan salib dari Transylvania dan Moldavia.
Dracula tewas dalam pertempuran melawan pasukan Turki pimpinan Sultan Muhammad II di tepi Danau Snagov, pada Desember 1476. Kepala Dracula dipenggal, kemudian dibawa ke Konstantinopel untuk dipertunjukkan kepada rakyat Turki. Sedang badannya dikuburkan di Biara Snagov oleh para biarawan.
Selain melalui cerita turun-temurun rakyat Rumania, bukti-bukti sejarah terkait riwayat kelam Drakula juga tercatat dengan baik di sejumlah pamflet yang beredar di Jerman dan Rusia.
Oke, segitu saja. Ini hanya referensi yang saya percaya. Bagaimanapun kita juga manusia dan kita pasti memihak satu sisi walaupun sangat kecil keterpihakan kita. Bila teman-teman punya versi atau keterpihakan pada sumber lain yang berlawanan, share ke aku ya. Kita bisa berbagi ilmu disini. Sekian. Semoga bermanfaat teman-teman. :)
Van Seno.
sumber:
- buku “Dracula, Pembantai Umat Islam Dalam Perang Salib” karya Hyphatia Cneajna
Tidak ada komentar:
Posting Komentar