Ceramah Prof DR KH. Said Aqil Sirajd dalam peringatan Karbala dan
Asyuro di Masjid Al-Mukhlisin Bojonegoro th 2002
http://biografiulamahabaib.blogspot.com/2012/12/ceramah-prof-dr-kh-said-aqil-sirajd.html
Transkrip ceramah Prof. DR.
KH. Said Aqil Siradj (Ketua Umum PBNU saat ini) dalam acara Madrasah Karbala
dan Asyura di serambi Masjid al-Mukhlishin Bojonegoro Jatim tahun 2002. Acara ini berlangsung selama sepuluh hari berturut-turut yang pada
puncaknya yakni pada malam kesepuluh (Asyura) diadakan di lapangan sepakbola
Singonoyo Sukorejo Bojonegoro. inilah Madrasah Karbala dan Asyura pertama di
Indonesia yang diselenggarakan oleh masyarakat NU dan Syiah secara guyub,
harmonis dan terbuka untuk umum. Kami hadirkan Transkrip ini mudah-mudahan
bermanfaat.
Syekh
Abdul Qadir Jailani, dalam kitabnya yang berjudul al-Ghunyah,
mengatakan bahwa Asyura itu termasuk 'Asyirul
Karomah (hari berkeramat yang ke-10). Peristiwa Asyura disejajarkan dengan
peristiwa Nuzulul Quran, Lailatul Qadr, Maulidil Rasul, Isra dan Mi'raj, Yaumil
Arafah, Lailatul 'Idain (Idul Fitri
dan Idul Ad
Kita semua
telah mengetahui bahwa cucu Rasulullah Saw dari Sayyidah Fathimah az-Zahra
yaitu al-Hasan dan al-Husain,
keduanya akan menjadi pemimpin pemuda surga, dua orang pemuda yang sudah
dipastikan masuk surga. Hendaknya umat Islam mencontoh dan mengambil teladan
dari kedua tokoh tersebut, dari kedua pemimpin kita semua. Baik dilihat dari
nash al-Quran dan al-Hadits
maupun dilihat dari sejarah, kita seharusnya menghayati apa arti Asyura, apa
arti peristiwa Karbala ini sebagai mas’alatil
Islam wal muslimin, sebagai tragedi yang menimpa umat Islam dan ajaran
Islam itu sendiri.
Kita
seharusnya berkewajiban dan merasa terpanggil untuk menghidupkan acara
Madrasatil Karbala, karena merupakan peristiwa besar dalam agama Islam. Cucu
Rasulullah Saw, yang ketika masih kecil selalu digendong dan diciumi oleh
beliau, bersama seluruh rombongannya, keluarganya, putra-putranya, laki-laki
dan perempuan, semuanya dibantai dan disembelih, dibunuh dengan sangat sadis di
padang Karbala. Yang selamat hanya dua orang, yaitu Sayyidah Zainab dan Imam
Ali Zainal Abidin. Itupun karena Imam Ali Zainal Abidin sedang sakit dan
ditunggui oleh Sayyidah Zainab, sehingga mereka tidak keluar dari kemah.
Seandainya beliau tidak sakit dan keluar dari kemah, tentulah Ahlul Bait sudah
habis.
Ini adalah
suatu kekejaman yang luar biasa, suatu peristiwa besar yang luar biasa, tidak
kalah dengan peristiwa agama Islam yang lain. Hendaknya kita sebagai masyarakat
Nahdatul Ulama, sebagai pengikut Ahlusunnah, yang arti sebenarnya adalah yang
selalu berjalan di atas garis Rasulullah, peduli dengan hari yang sangat
memilukan ini. Kita tidak perlu melihat dengan kaca mata politik, karena dalam
politik selalu ada dampak kepentingan yang nantinya akan menimbulkan fanatisme
kelompok, kemudian timbul fitnah, dan seterusnya.
Marilah
kita berkumpul dalam Madrasatil Karbala ini dengan tulus ikhlas, menghidupkan
hari pengorbanan yang besar dari cucu Rasulullah Saw. Tanpa ada pengorbanan,
agama apapun, perjuangan apapun, idealisme apapun, tidak akan terwujud.
Pengorbanan itu baik dalam bentuk jiwa, tenaga, maupun harta. Islam dibesarkan
oleh Allah melalui wasilah, perantara, darah-darah syuhada yang dikorbankan
dengan sangat murah, antara lain dalam perang Badar, Uhud, dan peperangan lain.
Dan juga yang sangat mengejutkan adalah darah Imam Husain yang dibantai di
padang Karbala. Hal ini harus menjadi catatan sejarah yang betul-betul masuk
dalam keimanan kita.
Oleh
karena itu, di Timur Tengah, seperti di Mesir yang mayoritasnya Ahlusunnah,
apalagi di Iran dan Irak, sudah menjadi budaya untuk memperingati hari ini
secara besar-besaran. Pengorbanan yang telah dicontohkan oleh Imam Husain,
hendaknya menjadi contoh bagi kita semua.
Agama
Islam sebenarnya merupakan amanat yang digantungkan pada leher kita semua.
Apabila kita tidak merasa demikian, maka kita tidak akan terpanggil, tidak akan
peduli, tidak akan semangat, tidak akan mempunyai motivasi dalam perjuangan
agama. Tentunya bukan berarti kita harus berperang, tetapi kita dalam
memperjuangkan kebenaran pasti ada tantangan. Jika ada tantangan pasti ada
upaya, perjuangan, rasa lelah, prinsip yang kuat, dan sikap yang tegar dalam
menghadapinya. Tanpa itu semua, jangan harap Islam bisa diperhitungkan. Yang
ada hanyalah Islam turunan, Islam KTP, Islam yang terbawa oleh lingkungannya.
Hal ini
berarti, bahwa setiap umat Islam harus mempunyai visi ingin mengubah atau ingin
melakukan sesuatu yang bisa mengubah keadaan yang tidak baik atau tidak benar.
Setiap kali kita melihat kejelekan atau kerusakan, kerusakan masyarakat atau
kerusakan sosial, kita harus terpanggil ingin mengubah hal itu menjadi baik.
Sudah tentu tidak harus dengan kasar atau kekerasan, tapi kita mempunyai tujuan
ingin mengubah keadaan yang buruk ini.
Jika
masyarakat sudah rusak, terjadi bentrok antar masyarakat, antar kelompok,
apalagi sesama umat Islam, pejabat melakukan KKN, para kyai bertengkar, kaum
mudanya terbawa arus entah kemana, kemungkaran merajalela, kebohongan dan
fitnah mudah sekali timbul sesama Islam, maka kita harus mempunyai niat untuk
mengubahnya. Hal seperti ini jangan sampai berlanjut dan harus kita ubah.
Caranya jangan dengan kekerasan, tapi harus dengan ketegasan. Itulah salah satu
pelajaran yang diambil dari peristiwa Karbala.
Imam
Husain meninggalkan Madinah dan Mekah pada musin haji yang ramai dengan orang
yang melaksanakan ibadah haji. Betapapun pentingnya ibadah haji, tetapi jika
hanya dipandang sebagai rutinitas, sebagai hal yang biasa, maka tidak ada
artinya, tidak akan mengubah sesuatu. Seseorang, asal memiliki uang, tiap tahun
dapat melaksanakan ibadah haji. Akan tetapi, adakah perubahan bagi diriya, bagi
lingkungannya, dan bagi masyarakatnya? Tidak ada sama sekali!
Sedangkan
Imam Husain meninggalkan umat Islam yang akan berhaji, dan berangkat menuju
Irak. Yang terlihat seolah-olah beliau meninggalkan kegiatan ibadah haji, salah
satu rukun Islam, bersama seluruh keluarga dan pengikutnya
Tetapi,
bagi orang yang mengerti, tujuannya adalah ingin mengubah, ingin melakukan
perubahan, jika perlu dengan berkorban, dan ternyata beliau betul-betul
berkorban. Inilah orang yang betul-betul memiliki spiritual quotient (kecerdasan spiritual).
Jika hanya
IQ (intelegent quation) saja yang dipedulikan, maka akibatnya seperti yang
sering terjadi di Jakarta, orang-orangnya ber-IQ tinggi, tetapi juga pandai
korupsi. Sedangkan di desa, orang-orangnya tidak pandai, IQ-nya rendah, tapi
akhlaknya lebih baik. Jika IQ-nya tinggi, cerdas, tapi moralnya bejat, maka
yang tejadi adalah kerusakan seperti situasi saat ini.
Yang bisa
mengubah keadaan ini adalah orang yang memiliki SQ (spiritual quotient) atau dzaka’irruh, dengan menggunakan salah
satu sel yang ada dalam saraf yang disebut God’s
Spot (titik Tuhan), atau istilah agamanya bil khusyu’ wal khudu’ wa tadhorru’. Bagaimana kita mengupayakan
titik Tuhan kita agar selalu “on”, selalu aktif, menyala, dan mempunyai daya
kekuatan yang tajam, sehingga kita mampu mengubah keadaan ini. Hal ini
dicontohkan oleh Imam Husain ra, yang ingin mengubah keadaan yang sudah sangat
parah dan tidak bisa ditolerir, walaupun beliau harus meninggalkan acara
seremonial besar yaitu ibadah haji.
Perubahan
yang dicita-citakan oleh al-Husain, bukan hanya perubahan politik (siyasah), tetapi yang paling penting dan
mendasar adalah inovasi atau meningkatkan kualitas iman dan akhlaqul karimah.
Bukan hanya ingin menjatuhkan Yazid, kemudian beliau menjadi khalifah, tetapi
cita-cita yang beliau inginkan adalah bagaimana umat Islam betul-betul menjalankan
sunnah Rasul Saw. Jika kita ingin menganggap diri kita Ahlusunnah wal jamaah,
maka masing-masing diri kita harus mempunyai visi demikian.
Oleh
karena itu, yang perlu kita tekankan dalam Madrasatil Karbala ini adalah,
aktivitas budaya, gerakan moral dan akhlak, gerakan tsaqafah tarbawiyyah, meningkatkan pendidikan, wacana, dan
intelektualitas kita. Selain itu juga gerakan moral, spiritual, rohani, dan
menunjukkan bahwa kita adalah kelompok yang memiliki akhlaqul karimah, yang
kepribadiannya tegar dan imannya besar, tidak mudah terombang-ambing oleh
pengaruh keadaan sekarang ini. Itulah yang kita harapkan dari Madrasatil
Karbala ini, dan sama sekali tidak mempunyai target politik, atau acara-acara
yang berbau politik.
Mari kita
tunjukkan kepada umat Islam yang lain, yang masih belum paham, apalagi yang
masih su’udzon kepada kita. Kita tunjukkan bahwa kita benar-benar murni dan
ikhlas, tidak memiliki target, bukan gerakan politik, tapi kita ingin membangun
kepribadian muslim sunni yang betul-betul sunnaturrasul
wa minhaajihi. Itulah yang kita harapkan.
Dari aspek
budaya, sebenarnya pesantren NU adalah orang-orang yang paling mencintai Ahlul
Bait, bahkan boleh dibilang “sudah menjadi Ahlul Bait”, hanya secara ilmiah
kita tidak mengetahuinya. Akan tetapi, tanpa terasa, kita para santri sudah
menjadi Ahlul Bait. Para sufi, para tarekat tasawuf, semuanya sudah menjadi
Ahlul Bait. Hal itu dilihat dari bacaan tawasul yang setiap hari dibacakan
dalam al-Fatihah, ila hadhrati Nabi Muhammad. Setelah itu
barulah para guru sufi, yang silsilah tasawufnya apa saja, kecuali
Naqsyabandiyah, pasti melalui Sayyid Tho’ifah, al-Imam Abul
Qasim Muhammad al-Junaidi al-Baghdadi yang wafat tahun 297 H. Imam Junaidi ini
murid dari Sirri as-Saqathi murid dari Ma’ruf al-Karhi yang
wafat tahun 200 H, yang masuk Islam di tangan imam ke delapan Ahlul Bait, Imam
Ali ar-Ridha bin Imam Musa al-Kadzim bin Imam Ja’far ash-Shadiq bin Imam
Muhammad al-Baqir bin Imam Ali Zainal Abidin bin Imam Husain bin Imam Ali bin
Abi Thalib.
Pertama
kali laqab sufi diberikan kepada Jabir bin Hayyan al-Azdi yang lahir tahun 100
H dan wafat tahun 160 H. Beliau adalah murid Imam Ja’far ash-Shadiq. Setiap
akan mengadakan eksperiman, Jabir bin Hayyan yang ahli kimia dan metematika
(beliau pencetus ilmu aljabar), pasti melakukan shalat malam terlebih dahulu,
kemudian pagi harinya isti’dzan
(permisi) dahulu kepada Imam Ja’far ash-Shadiq. Jadi, hubungan antara tasawuf
dan Ahlul Bait kental sekali.
Belum lagi
puji-pujian yang dibaca orang-orang NU jika terjadi wabah seperti cacar atau
penyakit menular lain, mereka pasti bertawasul dengan ahli kisa. Sejarah ahli
kisa ini yaitu ketika Rasulullah mengadakan mubahalah
(saling melaknat dan yang salah akan binasa). Nabi menggelar sorbannya, dan di
dalamnya berkumpul lima orang yaitu Rasulullah, Sayyidina Ali, Sayyidah
Fathimah, al-Hasan dan al-Husain. Kaum Nasrani ternyata tidak berani melakukan
mubahalah, seperti terdapat dalam al-Quran surat Ali Imran. Kelima ahli kisa
ini, menurut para kyai, bisa menolak tho’un
yaitu menolak penyakit yang merajalela. Bunyinya: li khamsatun uthfi biha …
Jika kita
sudah biasa bertawasul seperti itu, mana mungkin tidak mengenal Ahlul Bait,
maupun peristiwa Karbala. Itulah kelemahan kita, para Nahdhiyin. Lain halnya
dengan pengikut ormas lain yang tidak pernah melakukan hal itu, wajar saja jika
tidak mengenal mereka. Jika sejak kecil tidak mengenal pesantren, tidak
mengenal wirid, dzikir, maulid diba’, dan barzanji, bisa dimaklumi. Sedangkan
kita yang sudah biasa melakukan hal itu, tidak pantas jika tidak mengenal Ahlul
Bait.
Salah satu
tradisi yang sering kita lakukan adalah membaca diba’ barzanji dalam acara
tasyakuran (selamatan), atau kegiatan lain yang bernafaskan Islam. Barzanji
merupakan karangan Abu Ja’far al-Barzanji dari Turki, yang mengirimkannya
kepada raja Islam di Aceh, dan ditukar dengan sebuah kapal bermuatan cengkeh.
Di dalam maulid barzanji tersebut terdapat kalimat yang menyebutkan bahwa Ahlul
Bait adalah amanul ardhi, yang
memelihara dan menciptakan stabilitas di muka bumi (yang dalam bahasa Jawa
disebut Paku Buwono, Hamengku Buwono, Mangku Bumi, atau Paku Alam), yang selalu
kita baca dan kita muliakan, serta kita cari barakah dan syafaatnya. Kita harus
benar-benar peduli dan bertanggung jawab atas perjuangan Ahlul Bait, jika kita
benar-benar mencintai Rasulullah Saw. Bacaannya sudah kita baca, tinggal
penghayatan, aplikasi, dan implementasinya belum mampu kita realisasikan.
Bagi NU,
tidak ada masalah dengan Madrasatil Karbala, justru sangat senang dan
menghormati, serta mendukung minimal dengan kata-kata. Acara ini sangat bagus
dan mulia, dan merupakan langkah pertama untuk membangkitkan kembali semangat
Islam yang sangat esensial, bukan hanya semangat Islam yang dilakukan dengan
kekerasan, tapi tujuan kita lebih dari itu, lebih bernilai dan mulia. Kita ingin
mencontoh dan mengambil hikmah, bahkan mengikuti apa yang telah dilakukan oleh
Sayyidina Husain bin Ali.
Kesimpulan
dari apa yang telah saya sampaikan adalah, pertama, bahwa Madrasatil Karbala
merupakan simbol perjuangan dan pengorbanan Ahlul Bait. Mari kita menjadikannya
sebagai hari yang mulia, seperi yang dikatakan Syekh Abdul Qadir al-Jailani, ‘Asyirul Karamah (hari berkeramat yang
ke-10), sejajar dengan hari-hari mulia lainnya. Kegiatan ini hendaknya kita
lanjutkan, karena langkah ini sangat baik sekali.
Kedua,
hendaknya pertemuan kita dalam Madrasatil Karbala ini menghasilkan upaya yang
sinergi, perjuangan yang menyatu, menjadi sentra persatuan bagi semua pihak.
Apapun latar belakangnya, dari pesantren, sekolah, pegawai, mandor, dan
lain-lain, semuanya hendaknya hadir dalam Madrasatil Karbala, tidak hanya
kelompok elit atau kelompok orang yang sudah bisa membaca al-Quran saja, tetapi
menyeluruh bagi semua lapisan masyarakat.
Itulah
salah satu perjuangan para auliya’ terutama Ahlul Bait, sehingga mencapai
keberhasilan. Sebagaimana para Wali Songo, mereka termasuk keturunan Ahlul
Bait. Kunci-kunci perjuangan Islam di pulau Jawa ada di tangan mereka, dengan
pendekatan budaya dan tangan terbuka, dengan pendekatan moral, bukan pendekatan
politik.
Kerajaaan
Majapahit yang awalnya dipertahankan oleh masyarakat Jawa akhirnya mereka
tinggalkan. Sewaktu Majapahit diserang oleh orang Islam, mereka bertahan,
sehingga menyebabkan gugurnya lima orang kyai di pintu gerbang Majapahit (Syekh
Abdul Qadir Assini, Syekh Ibrahim as-Samarkandi, Syekh Jumadil Qubra, Syekh
Utsman al-Hamadani, Syekh Marzuki). Mereka ingin menyerang Majapahit dengan
kekerasan, tetapi gagal karena rakyat mempertahankan Majapahit yang merupakan
simbol kebesaran Jawa. Tetapi, dengan pendekatan Ahlul Bait, dengan cara tsaqafah, pendidikan, moral, pergaulan
yang baik, akhlaqul karimah, bahkan melalui seni, akhirnya lama-kelamaan tanpa
paksaan masyarakat Majapahit berbondong-bondong masuk Islam.
Sampai-sampai
orang Jawa sendiri mengakui, “suro diro
joyoningrat lebur diningpangastuti”, keningratan orang Jawa hancur lebur oleh
kebersihannya orang santri.
“Sirno ilang kertaning bumi”, kebesaran
Jawa hilang ditelan bumi. Kerajaan Majapahit, imperium yang sangat besar bahkan
sampai ke Kolombo dan Philipina Selatan, kini tidak ada lagi, hanya sedikit
sekali peninggalannya Seluruh Jawa akhirnya masuk Islam. Sehingga Sunan Ampel
mengizinkan muridnya yaitu Raden Fatah mendirikan kerajaan Islam yang pertama
di Demak. Itulah hasil perjuangan dengan pendekatan moral, akhlak, dan
pendidikan, yang dilakukan oleh Ahlul Bait, dalam hal ini Wali Songo.
Coba
bandingkan dengan kerajaan Islam di Spanyol yang berkuasa selama 800 tahun dan
sudah melahirkan ulama-ulama besar seperti Ibnu Malik seorang pengarang
Alfiyah, Ibnu Arabi seorang sufi besar, Syathibi ahli qiraat, Ibnu Hazm, Ibnu
Zaidun seorang sastrawan, dan lain-lain. Kerajaan ini hilang dan tidak ada
bekasnya sama sekali, bahkan masjid yang terbesar, Cordoba, sudah kembali
menjadi gereja. Makam khalifah dan istrinya sudah digali dan tulang-tulangnya
dibakar oleh pasukan Isabela. Padahal kerajaan itu dahulu begitu besar dan
kuat, melahirkan suatu peradaban yang besar, bahkan menjadi pintu gerbang ke
Eropa, dan banyak kata-kata Arab yang masuk ke Eropa melalui Spanyol. Mengapa
demikian? Setelah dianalisa dan direnungkan, selama 800 tahun pemerintahan Bani
Umayyah di Spanyol, tidak pernah ada raja yang menghormati Ahlul Bait.
Sebaliknya,
di Indonesia, meskipun belum melahirkan ulama-ulama besar seperti di Spanyol,
tetapi Islamnya masih bertahan. Inilah bi
barakati Ahlul Bait, karena umat Islam di Indonesia masih menghormati Ahlul
Bait. Tentu ini hanyalah tinjauan spiritual. Analisa yang dilakukan bukan
analisa rasional, tetapi analisa metafisis. Islam saat ini sudah semakin mantap
dan menyatu dengan kehidupan masyarakat.
Kita
ketahui bahwa Dinasti Bani Umayyah yang sudah begitu banyak merekayasa sejarah
hanya berkuasa selama 70 tahun, berakhir tahun 112 H dan diganti dengan dinasti
Bani Abbasiyah. Dalam masalah seperti ini, orang-orang yang rasional terkadang
tidak percaya bahwa ada barakah, ada faktor x yang bersifat metafisis dan
supranatural, yang tidak bisa dilihat dengan mata kasat. Hal itu tidak bisa
dilihat dengan bashar tapi harus
dengan bashirah, tidak bisa
dipikirkan tapi harus ditafakuri, tidak bisa dengan akal tapi dengan ta’aqqul, tidak bisa dengan manthiq tapi dengan dzauq, tidak bisa dengan logika tapi dengan intuisi. Kita harus
memahami itu semua.
Mudah-mudahan,
dengan berkumpulnya kita di tempat ini dengan niat yang tulus ikhlas, bukan
karena kepentingan apapun, kita semua mendapatkan barakah dan syafaat dari
Ahlul Bait.
========================================
TANYA JAWAB TERMIN 1
MASALAH 1:
Kita tidak
pernah mengenal Madrasah Karbala, Imam Husain, maupun keturunan Rasulullah
lainnya yang menjadi panutan para pencinta Ahlul Bait. Hal ini tidak terlepas
dari proses sejarah, ketika Dinasti Bani Umayyah selama 90 tahun melakukan
rekayasa informasi terhadap masyarakat Islam internasional, dengan memasukkan
salah satu rukun khutbah adalah mencaci maki Ahlul Bait. Dilanjutkan dengan
Dinasti Abassiyah selama 500 tahun yang juga membenci Ahlul Bait.
Di
Indonesia kita mengenal salah satu institusi yang sangat mengagungkan
Rasulullah dan keluarganya, yaitu Nahdhatul Ulama. Tetapi NU secara jam’iyah
(keorganisasian) tidak pernah melakukan revisi terhadap sejarah yang dibangun
di madrasah-madrasahnya. Sejarah yang diajarkan kepada kita tidak pernah
sedikitpun menyangkut persoalan Ahlul Bait. Kita hanya diajarkan tentang
sejarah kekhalifahan, sejarah Rasulullah dan sejarah lain yang sama sekali
tidak menguatkan emosi kita. Oleh karena itu, diharapkan NU mengadakan
perombakan secara total terhadap visinya, karena Ahlul Bait sangat berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari, berupa tawasul, wirid, dan doa-doa.
Mengapa
Ahlul Bait dikucilkan di mata masyarakat Islam di Indonesia dan tidak mendapat
tempat secara formal dalam organisasi Islam?
JAWABAN 1:
Kecemburuan,
ketakutan, dan kekhawatiran penguasa terhadap kelompok militan yang memegang
Islam secara disiplin, aqidah, sikap, pola pikir, dan perilaku sehari-hari,
senantiasa terjadi sepanjang sejarah. Dinasti Bani Umayyah memang merebut hak
dari Ahlul Bait secara dzalim, sedangkan Dinasti Bani Abbasiyah sebenarnya
berasal dari Ahlul Bait. Mereka melakukan kampanye untuk menggulingkan Bani
Umayyah, dan seorang tokoh Persia yang berjasa besar mengkampanyekan Ahlul Bait
adalah Abu Muslim al-Khurasani. Jadi, Dinasti Bani Abbasiyah berdiri karena
mengatasnamakan Ahlul Bait.
Muawiyah
ketika berkuasa, karena khawatir masyarakat akan memberontak, kemudian
menyebarkan dan mengharuskan ajaran Jabariyah (fatalisme). Para ulama
diperintahkan untuk menyebarkan ajaran tersebut, yaitu bahwa apa yang terjadi
adalah kehendak Allah. Kematian Sayyidina Ali dan keluarganya, berkuasanya
Muawiyah, semua itu merupakan kehendak Allah dan atas ridha Allah. Untuk
meredam gejolak dalam masyarakat, diajarkan khairihi
wa syar’ihi minallah, baik dan buruk itu adalah dari Allah.
Tidak ada
satupun ulama yang berani menentangnya, kecuali Muhammad al- Hanafiah, putra
Sayyidina Ali dari istri yang bernama Haulah binti Ja’far dari suku Bani Hanifah.
Beliau yang saat itu masih berusia 19 tahun, mengadakan majelis di masjid
Madinah, dan mengatakan bahwa perbuatan hamba Allah terhadap sesamanya tidak
tergantung qadha’ dan qodar. Apa yang terjadi adalah perbuatan Muawiyah, tidak
ada campur tangan Allah. Ajaran itu hanya merupakan manipulasi aqidah.
Pengikut
Muhammad al-Hanafiah cukup banyak, terutama orang Persia, salah satunya adalah
Ma’bad al-Juhani. Dia bahkan mengatakan bahwa tidak ada qadha’ dan qadar, baik
buruk manusia adalah dari manusia sendiri, tidak ada intervensi dari Allah.
Bahkan Allah baru mengetahuinya setelah suatu kejadian terjadi.
Pengikut
Muhammad al-Hanafiah yang lain adalah Wasil bin Atha’, seorang sastrawan yang
cerdas. Dia adalah pendiri mu’tazilah, yang rukunnya ada lima yaitu at-tauhid wal ‘adl, wa’du wal wa’id, assulhu
wal ashlah, al-manzilah bil manzilatain, al-amru anil ma’ruf wannahyu ‘anil
munkar. Dia mengatakan, perbuatan hamba Allah terhadap sesamanya tidak
tergantung qadha’ dan qadar, tetapi Allah mengetahuinya.
Wasil bin
Atha kemudian berguru kepada putra Muhammad al-Hanafi yang bernama Abu Hasyim,
yang memegang surat-surat rahasia berisi nama-nama yang memperjuangkan nasib
Ahlul Bait. Abu Hasyim meninggal dalam perjalanan, di rumah Ali bin Abdullah
bin Abbas. Di dalam tas beliau terdapat daftar nama-nama tokoh dari Khurasan,
Persia, yang akan memperjuangkan nasib Ahlul Bait. Surat tersebut dibawa oleh
Ali bin Abdullah bin Abbas, dan beliau menghubungi orang-orang tersebut untuk
melanjutkan perjuangan Ahlul Bait didukung oleh masyarakat Persia sehingga
memperoleh kemenangan. Akhirnya lahirlah Bani Abbasiyah yang raja pertamanya
adalah Abu Abbas as-Saffah. Seluruh keluarga Bani Umayyah dibantai kecuali satu
yang lari ke Spanyol, Abdurrahman ad-Dakhili. Jadi, sebenarnya Dinasti
Abbasiyah lahir karena menggunakan Ahlul Bait.
Menurut
sejarah, ada keinginan dari Khalifah Ma’mun bin Harun ar-Rasyid pada saat
pengangkatannya untuk menyerahkan kursi kekuasaannya kepada Imam Ali ar-Ridha.
Akan tetapi, para penasehatnya menganjurkan agar beliau dijadikan sebagai
penasehat saja, karena apabila Imam Ali ar-Ridha menjadi khalifah, tidak akan
ada yang menasehati beliau ketika melakukan kesalahan. Semua itu merupakan
kepentingan politik.
Yang
penting, saat ini Ahlul Bait menjadi simbol penguasa jiwa dan hati umat Islam
di seluruh dunia. Imam Hasan Basri mengatakan bahwa Imam Ali adalah rabbaniyul ummah, guru spiritualitas
dari semua umat Islam. Kita tidak memahami semua itu karena kita tidak membaca
sejarah, karena sejarah itu banyak sekali contohnya al-Kamil 13 jilid, Ta’rifil
umam wal mulk Imam Thabari 14 jilid, atau Ahmad Salabi 10 jilid yang
semuanya menulis seluruh perjalanan umat.
Apa yang
sudah dilakukan NU untuk meluruskan sejarah? NU berdiri pada tahun1914,
dicetuskan oleh Kyai Wahab dari Surabaya, dengan nama Taswirul Afqar (membangun format berpikir). Beliau meminta izin
dari Kyai Hasyim, dan setelah mendapat izin maka tiap malam diadakan diskusi.
Lama-kelamaan dibentuk madrasah yang dinamakan Nahdhatul Wathan (kebangkitan bangsa). Seorang pengusaha yang
bernama H. Hasan Dipo turut bergabung dan membangun Nahdhatul Tujjar (kebangkitan pedagang santri).
Pada tahun
1926, Kerajaan Saudi Arabia dengan rajanya Abdul Aziz yang bermadzhab Wahabi
dan sangat anti terhadap Ahlul Bait, meluaskan wilayah kekuasaannya yang semula
hanya di Najd, Saudi Timur (sekarang Riyadh dan sekitarnya), ke barat dan
utara.
Di Thaif,
makam Ibnu Abbas diratakan dengan tanah. Di Mekkah, makam Sayyidah Khadijah dan
para sahabat di Ma’la juga diratakan, bahkan nisan-nisannya dibongkar. Rumah
Sayyidina Ali dijadikan WC, rumah Syekh Abdul Muthalib tempat kelahiran Rasul
dijadikan kandang keledai, dan rumah Sayyidah Khadijah al-Qubra tempat Rasul
tinggal disatukan dengan pasar. Di Madinah, makam lima belas ribu sahabat di
Baqi termasuk Ummahatil Mu’minin, Sayyidina Hasan, Shafiyah, dan lainnya juga
rata dengan tanah. Yang tersisa hanya makam Rasulullah, Abubakar, dan Umar yang
ada di Masjid Nabi, itupun semula akan dibongkar dan diratakan.
Kyai Wahab
merasa terpanggil, kemudian membentuk suatu utusan yang dinamakan Komite Hijaz.
Pada tahun 1926, komite yang terdiri dari Kyai Wahab, Kyai Zainal Arifin, dan
H. Hasan berangkat ke Jeddah menemui raja Abdul Aziz dan menyampaikan dua
permohonan atas nama umat Islam negeri Jawi. Yang pertama, memohon agar makam
Rasul dan kedua sahabat tidak dibongkar. Yang kedua, memohon agar jamaah haji
dari berbagai negara diperbolehkan beribadah sesuai madzhab masing-masing.
Kedua permohonan tersebut dikabulkan.
Itulah
jasa NU terhadap sejarah. Secara kasar, menurut logika yang mudah, jika dahulu
tidak ada Komite Hijaz, tidak ada usulan dari umat Islam negeri Jawi,
barangkali saat ini sudah tidak ada lagi makam Rasulullah.
Sampai
sekarang makam Rasul masih ada, hanya sayangnya sejak kaum Wahabi berkuasa,
kelambunya tidak pernah diganti, di dalamnya gelap, tidak pernah dibersihkan
dan diberi minyak wangi. Sebelumnya, pada masa pemerintahan Syariful Husein,
tiap tahun kelambu Ka’bah dan kelambu makam Rasul diganti. Kelambu Ka’bah
berwarna hitam, sedangkan kelambu makam Rasul berwarna hijau. Tetapi sekarang
hanya kelambu Ka’bah saja yang diganti setiap tahun.
NU hanya
menghormati Ahlul Bait sebatas puji-pujian, tidak secara jam’iyah. Yang
penting, bagaimana NU memanfaatkan semua potensi yang ada di Ahlul Bait dan NU.
Jika kita bisa lepas dari semua kepentingan sesaat, Insya Allah barakahnya
lebih besar daripada jika kita menjadikan Ahlul Bait sebagai simbol NU,
misalnya. Kita hendaknya meneladani aqidah, sikap, pola pikir, dan amal
sehari-hari Ahlul Bait., tidak perlu membangun fanatisme. Tetapi, fanatisme
kita terhadap al-Quran dan Sunnah diaplikasikan kepada Ahlul Bait.
Mengapa
Ahlul Bait tidak pernah mendapat tempat secara formal? Hal itu disebabkan
karena Ahlul Bait ingin berbaur dan menyatu dengan masyarakat Jawa. Sebenarnya,
para ulama jika ditelusuri silsilahnya adalah keturunan Ahlul Bait, bahkan
menurut kabar, Gus Dur juga demikian. Tetapi semuanya dihilangkan, tidak
ditonjolkan, agar bisa berbaur dengan semua lapisan masyarakat. Banyak sekali
ulama yang menyembunyikan identitas mereka, seperti Assegaf, al-Habsyi, dan
lain-lain. Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Gresik, dan Sunan Kudus juga
merupakan keturunan Ahlul Bait.
MASALAH 2:
Mengenai
kemunduran Islam di Spanyol dibandingkan Islam di Indonesia, selain karena di Spanyol
yang dipimpin oleh Bani Umayyah tidak memiliki penghormatan terhadap Ahlul
Bait, tetapi juga karena pendekatan yang berbeda. Salah satu khalifah Bani
Umayyah, Umar bin Abdul Aziz, adalah seorang tokoh yang jauh berbeda dengan
khalifah lainnya. Kebanyakan penguasa di Spanyol menggunakan cara ekspansi dan
kekerasan, sedangkan di Indonesia para Wali Songo menggunakan pendekatan
budaya, sehingga lebih langgeng. Apakah hal itu tidak ikut mempengaruhi
kemunduran Bani Umayyah?
Di
lingkungan NU kita tidak pernah mengenal definisi Ahlul Bait secara detail,
tapi hanya mengenal sekilas mengenai fikih, tasawuf dan aliran-aliran. Konotasi
yang muncul adalah bahwa Ahlul Bait identik dengan kaum syiah. Konsep apa yang
dibangun oleh NU untuk mencoba memperkenalkan Ahlul Bait?
JAWABAN 2:
Khalifah
Umar bin Abdul Aziz dari Bani Umayyah memang khalifah yang bijak dan adil,
salah satu yang bisa kita banggakan. Beliau sangat zuhud dan sederhana. Pada
masa itu partai-partai politik bersatu. Beliau juga mengembalikan harta-harta
yang dirampas dari raja-raja sebelumnya. Sayang masa kekuasaannya tidak lama,
hanya dua setengah tahun, antara tahun 99 – 101 H.
Pernah
anaknya menemui beliau ketika sedang mengerjakan urusan negara. Beliau
bertanya, yang akan dibicarakan urusan keluarga atau urusan negara? Ketika
dijawab urusan keluarga, beliau mematikan lampu, karena urusan keluarga tidak
boleh dibicarakan di bawah lampu yang dinyalakan dengan uang rakyat. Bandingkan
dengan saat ini, ketika para pejabat selalu menggunakan uang dan fasilitas
negara untuk semua keperluannya.
MASALAH 3:
Kita hanya
menginginkan suatu konsep mengenai Ahlul Bait untuk diiplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Jika Ahlul Bait hanya menjadi suatu wacana saja, hal itu
tidak diperlukan. Tetapi, jika menjadi sebuah implementasi kehidupan, maka
sangat diperlukan sebuah manual atau referensi yang bisa dilakukan. Selama ini
Ahlusunnah wal Jamaah mempunyai konsep yang jelas dalam kehidupan
bermasyarakat, untuk menjadi umat yang terbaik, sementara di sisi lain tidak
pernah diajarkan secara riil bagaimana Ahlul Bait itu.
JAWABAN 3:
Bagaimana
konsep NU terhadap Ahlul Bait? Hal ini sudah jelas, di NU mulai dari bawah
sampai ke atas, dari pengurus ranting sampai pengurus pusat, semua mencintai
Ahlul Bait. Semua ihtirab dengan
Ahlul Bait, tawasul, dan puji-pujian setiap hari. Kita marah dan tersinggung
jika Ahlul Bait tidak dihormati, dianggap remeh, kecil, dihina, dan kita akan
membela Ahlul Bait.
Jika ada
tamu Ahlul Bait yang datang ke pesantren, pasti semua santri menghormati,
menyalami dan mencium tangan mereka. Mulai dari anak kecil sampai kyai besar,
semua mengenal siapa Rasulullah, Sayyidina Ali, Sayyidah Fathimah, al-Hasan dan
al-Husain, meskipun hanya secara global. Mereka belum tentu mengenal Muawiyah.
Bahkan ada dongeng di kalangan anak-anak santri bahwa Imam Ali tidak mati, dan
kuburannya dipindahkan ke bulan. Warna-warna gelap di bulan adalah Imam Ali.
Selain itu, jika ada dua kuburan yang berdampingan, maka disebut kuburan Hasan
Husain.
TANYA JAWAB TERMIN 2
MASALAH 1 :
Ada cerita
yang berkembang di pondok, bahwa Sayyidah Fathimah az-Zahra tidak mau menikah
jika nasabnya tidak bersambung dekat dengan Rasulullah. Apakah hal itu merupakan
pernyataan saja atau ada hadits mengenai masalah tersebut?
Dahulu ada
mamlakatul hijaz wa ma haulaha
beserta raja-rajanya, tetapi kemudian hancur, dan Arab Saudi dikuasai keluarga
Ibnu Sa’ud. Mengapa hanya keluarga Ibnu Sa’ud saja yang berkuasa?
Mengapa
Sayyidah Fathimah dijuluki az-Zahra?
JAWABAN 1:
Saudi
Arabia adalah kerajaan pertama yang memisahkan diri dari kekhalifahan Turki.
Ketika pemerintahan Turki berkuasa, wilayah kekuasaannya yang luas berada
dibawah kekhalifahan di Istambul. Kaum Nasrani (Katolik) melakukan perang suci
yang disebut perang salib dan menyerang pusat-pusat Islam di Syria, Mesir, dan
Palestina. Umat Islam bersatu mempertahankan wilayah mereka dan memperoleh
kemenangan di bawah pimpinan Salahudin al-Ayubi.
Mereka
kemudian mengganti strategi, tidak menyerang pusat-pusatnya, tetapi menyerang
daerah-daerah pinggiran secara perlahan-lahan. Kemudian mereka mulai mengirim
mata-mata.
Vasco da
Gama mengelilingi Afrika dari Portugis. Di Afrika Selatan hampir mati, lalu
menemukan Tanjung Harapan dan selamat. Di sana ia bertemu dengan pelaut muslim
Majid bin Ahmad dan belajar bagaimana berlayar dengan benar. Ia diberi alat
yang dinamakan ghaslah (kompas),
sehingga berhasil tiba di India yang waktu itu merupakan kerajaan Islam. Di
kota Kalkuta ia mendirikan perusahaan yang akhirnya berkembang menjadi
kapitalisme.
Snouck
Hurgronje dikirim ke negeri Jawa dan mengirimkan laporan ke Belanda. Akhirnya
pada tahun 1611 datanglah rombongan perahu Belanda mendarat di Banten.
Magellans berangkat dari Portugis ke Philipina yang dulu merupakan kepulauan
Melayu. Nama Philipina itu diambil dari nama raja Portugis, Philip. Selain itu,
Marco Polo juga berkeliling dunia untuk tujuan yang sama.
Setelah
rencana siap dan matang, masuklah kaum Nasrani untuk menguasai. Indonesia
dikuasai oleh Belanda, India dan Sudan dikuasai oleh Inggris, Libia dikuasai
oleh Itali, sementara Aljazair, Syria, Libanon, dan Irak dikuasai oleh
Perancis. Mereka melakukan adu domba, sehingga terjadilah fitnah kubra. Di
dalam negeri terjadi pemberontakan, sehingga situasi sangat kacau. Umatnya
banyak, tetapi tidak mempunyai simbol persatuan yang bisa menyatukan secara
moralitas dan spiritual. Umat Islam sudah rusak. Kerajaan Turki wilayahnya
direbut satu persatu, sehingga oleh orang barat dijuluki arrajul maridh, laki-laki yang sedang sakit parah.
Sedangkan
kerajaan Turki sendiri tidak dijajah, melainkan dikuasai dengan cara lain.
Mereka mencari orang yang cerdas untuk disekolahkan dan dicuci otaknya. Lalu
setelah siap ia dikembalikan ke Turki, nantinya pasti akan melakukan hal yang
luar biasa. Setelah dicari akhirnya ditemukan seorang pemuda bernama Mustafa
Kemal. Ia dibawa ke Eropa dan dijejali ajaran sekuler agar dapat membubarkan
kekhalifahan Islam. Setelah pandai, Mustafa Kemal dikembalikan ke Turki, dan
pada tahun 1924 berhasil menggulingkan Khalifah Islam terakhir, Abdul Majid al-Utsmani.
Dengan demikian, berakhir sudah perjalanan sejarah kekhalifahan Islam. Yang
tertinggal adalah nasionalisme kebangsaan yang terkotak-kotak.
Bahkan
sampai sekarang, perbatasan antar negara tidak ada yang beres karena itu
merupakan rekayasa penjajah. Mesir dan Libia, Libanon dan Syria, Palestina dan
negara-negara kecil di teluk. Di Malaysia, Pattani yang penduduknya Islam
dimasukkan ke Thailand, supaya menjadi minoritas. Sedangkan Perlis yang
penduduknya Kristen dimasukkan ke Malaysia, supaya di negara tersebut ada orang
Kristennya. Philipina selatan yang penduduknya Islam dimasukkan ke Philipina
utara yang penduduknya Kristen semua. Semua itu adalah cara orang barat untuk
menghancurkan Islam.
Di
Indonesia, penduduk muslim yang kuat Islamnya dilarang bersekolah, sementara
yang Islamnya abangan dan orang Kristen boleh bersekolah. Begitu Indonesia
merdeka pada tahun 1945, yang menjadi kaum intelektual, teknokrat, dan sarjana,
mayoritas non muslim atau orang yang Islamnya tidak kuat.
Pada saat
itu santri tidak ada yang bersekolah. Anak kyai yang lulus SD baru ada sekitar
tahun 1956, yang lulus SMA tahun 1964, yang bergelar BA tahun 1965-1966, dan
yang bergelar doktorandus tahun 1969. Kita sebenarnya sangat terbelakang
sekali.
Di Arab
sendiri, Inggris menyusupkan seorang yang bernama Lawrence ke pedalaman Badui.
Ia berpakaian seperti orang Arab, berbahasa Arab, hidup di padang pasir di
dalam kemah, naik unta, kepanasan dan kehausan, untuk mempelajari dan mencatat
watak-watak Arab, kelemahan dan kekuatannya, serta ciri-ciri orang Arab.
Ia
kemudian memprovokasi gubernur Najd (Riyadh dan sekitarnya), Muhammad bin Su’ud
agar memisahkan diri dari Turki. Ia juga menemui Syarif Husein yang menguasai
Mekah dan Madinah (Hijaz), dan membujuknya agar memproklamirkan diri menjadi
khalifah menggantikan khalifah Turki yang sudah tidak ada. Terjadilah perang
saudara dan Syarif Husen mengalami kekalahan. Inggris lalu memindahkannya ke
Palestina timur, yaitu sebelah timur sungai Yordan. Palestina timur sekarang
menjadi negara Yordania, sementara Palestina barat adalah wilayah yang terdapat
Masjid al-Aqsha. Palestina timur tersebut dahulu dinamakan al-Mamlakah al-Hasyimiyah
al-Urduniyah. Itulah rekayasa orang barat. Sebenarnya, saat ini jika diungkap,
ada rasa cemburu antara Yordan dan Palestina. Orang Palestina menganggap bahwa
tanah Yordan adalah milik mereka. Kaum Nasrani memang pandai sekali menimbulkan
penyakit di dalam.
MASALAH 2 :
Imam
Husain pada saat pelaksaan ibadah haji, beserta rombongannya malah pergi
melakukan perjuangan demi menegakkan Islam. Apakah pada saat itu ibadah haji
atau kegiatan formal Islam sudah porak-poranda oleh kaum yang menyingkirkan al-Husain?
Selain
itu, di mana posisi Imam Hasan, karena yang ditonjolkan selalu Imam Husain?
Apakah mereka selalu bersama-sama atau berjalan sendiri-sendiri?
Ahlul Bait
di Indonesia dulu dikenal dengan Wali Songo yang barakahnya besar sekali, dan
sudah masuk ke dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat Jawa. Kita mengetahui
orang Jawa sampai saat ini masih memperhitungkan hari baik dan hari jelek, yang
terdapat dalam kitab Mujarabat. Bagaimana kevalidan kitab tersebut, karena
perhitungannya tidak lepas dari kejadian-kejadian Islam di masa lalu?
JAWABAN 2:
Ibadah
syariat itu merupakan simbol seremonial Islam dan akan benilai jika didasari
dengan hakikat, dilandasi dengan nilai-nilai ‘ubudiyah. Jika hanya formalitas
dan simbol saja, contohnya masjid yang megah, jamaahnya banyak, tetapi Islamnya
kosong dari hati setiap jamaah, maka itu percuma saja. Bukan berarti ini
meremehkan yang ada.
Masjid
Surabaya, misalnya, dibangun dengan biaya 54 miliar, apa artinya? Nilai apa
yang didapat? Jamaah haji setiap tahun bertambah, jumlahnya mencapai dua ratus
ribu orang, perubahan apa yang kita rasakan? Apakah orang-orang semakin baik,
semakin peduli kepada fakir miskin, semakin jujur, korupsi semakin berkurang,
dan pendidikan semakin maju? Artinya, apalah arti sebuah seremonial formal atau
simbol, kalau tidak didasari dengan ibadah yang betul-betul ‘ubudiyah. Menurut
Imam Husain saat itu, yang memperjuangkan Islam sebenarnya adalah, bukan
melakukan ibadah haji, tetapi menyuarakan kebenaran (shautul haq).
Ada empat
macam keadaan umat Islam, secara formal dan kultural. Pertama, orang yang namanya sangat Islami, pekerjaannya di
lingkungan Islami, akhlaknya pun baik. Kedua,
orang yang namanya tidak Islami, pekerjaannya bukan di lingkungan Islami,
tetapi akhlaknya baik. Ketiga, orang
yang namanya Islami, pekerjaannya di lingkungan Islami, tetapi akhlaknya buruk.
Keempat, orang yang namanya tidak
seluruhnya Islami, pekerjaannya di lingkungan Islami dan juga di luar
lingkungan Islami, akhlaknya pun ada yang baik dan ada yang buruk. Itulah
keadaan umat islam dari dulu sampai sekarang.
Para ulama
sufi menulis kitab-kitab, bagaimana mencari ibadah yang betul-betul ‘ubudiyah.
Salah satunya Imam al-Ghazali, menulis kitab Minhajjul ‘abidin, mengenai metode
meningkatkan ibadah. Bukan menambah rakaat shalat, shalat tetap 17 rakaat, tapi
berkualitas. Puasa tetap satu bulan, tapi berkualitas.
Jadi,
ibadah yang bersifat seremonial itu kering, dangkal, dan tidak bernilai apa-apa
terhadap kehidupan masyarakat. Padahal, yang kita baca dalam shalat,
masing-masing mempunyai arti tersendiri. Takbir, artinya mengakui bahwa yang
mutlak hanya Allah, the absolute one
existence. Mengangkat kedua tangan, artinya mengucapkan selamat tinggal
kepada dunia ghadhabiyah maupun syahwatiyah, kepada hawa nafsu.
Sementara kita, mengangkat tangan tetapi hati kita memikirkan jabatan,
kekayaan, wanita, dan lain-lain. Hamdalah,
artinya kita harus positif dengan alam ini. Salam,
artinya selesai shalat kita harus memperjuangkan perdamaian, bukannya malah
berbuat kejahatan, seperti mencuri, korupsi, dan lain-lain. Contohnya kotak
infak Masjid Istiqlal, dulu setiap Jumat hanya terkumpul dana 5-6 juta, tetapi
setelah pengurusnya diganti oleh Menteri Said Aqil al-Munawar, bisa mencapai 15
juta. Itulah pencuri yang berkedok malaikat.
Ada sebuah
kisah mengenai seorang yang pulang dari menunaikan ibadah haji. Pada hari
Jumat, ia memakai gamis putih dan bersorban. Di tengah jalan, gamisnya digigit
oleh seekor anjing, dan ia memukulnya. Anjing itu kesakitan, lalu mengadu
kepada Allah. “Ya Allah, saya kesakitan
dipukul oleh Pak Haji!” Allah bertanya kepada orang itu, “Mengapa kau memukul anjing itu?” Ia
menjawab, “Saya memukulnya karena ia
menggigit gamis saya sehingga menjadi kotor!” Allah pun bertanya kepada
anjing, “Mengapa kau menggigit gamisnya?”
Anjing menjawab, “Saya pikir, orang
yang berpakaian seperti itu, bersorban dan bergamis putih, tidak lagi memiliki
rasa marah. Saya coba menggigitnya, ternyata marah juga.”
Jadi,
tidak ada bedanya antara orang yang memakai kaos atau gamis. Agama itu bukan
pakaiannya, bukan formalitas, bukan amal lahir saja. Orang-orang Saudi dan
Kuwait pun, yang berpakaian gamis, banyak yang perilakunya tidak baik. Ibadah
seremonial yang formal tidak ada nilainya sama sekali jika tidak disertai
esensi ‘ubudiyah.
Imam Hasan
sudah wafat ketika tejadi peristiwa Karbala. Beliau berjasa besar dalam
menyatukan umat Islam yang hampir berlarut-larut dalam perang saudara. Melihat
situasi tersebut beliau mengambil sikap untuk menandatangani pengakuan terhadap
khalifah Muawiyah.
Masyarakat
Jawa masih mewarisi budaya leluhurnya yang menggunakan perhitungan hari-hari
seperti Pon, Kliwon, Legi, dan lain-lain. Hal itu tidak dilarang, asal tidak
disakralkan. Masyarakat Cina pun mengenal tahun macan, kerbau, naga, dan
lain-lain, juga Yunani mengenal zodiak seperti cancer, leo, dan lain-lain, itu
semua hanya merupakan budaya. Selama orang itu masih mengucap syahadat,
aqidahnya benar.
Sebagaimana
orang yang berziarah ke makam para sunan, misalnya Sunan Bonang, bukan untuk
meminta kepada beliau. Mereka tetap meminta kepada Allah, hanya melalui para
sunan tersebut. Demikian pula orang yang sakit, bukan meminta kesembuhan dari
dokter, tetapi meminta ilmu dan kemampuan dokter untuk mengusahakan
kesembuhannya. Yang menyembuhkan hanya Allah. Orang yang memiliki keris, batu,
atau tombak, juga tidak apa-apa, selama masih bersyahadat. Semua dari Allah,
yang berkuasa hanya Allah, the absolute
one existence.
Ilmu
semacam itu disebut ilmu awail, dan
bukan hanya terdapat di Jawa saja. Dahulu di Yunani, ada seorang bernama
Pythagoras. Jika ia memetik gitar di tepi pantai, ikan-ikan menghampiri, dan
jika ia memetik gitar di kebun, burung-burung berdatangan. Itu ada ilmunya. Di
India pun dikenal ilmu semacam itu, demikian pula di Mesir kuno, dikenal sihir
Mesir yang dikerjakan oleh Fir’aun. Ilmu-ilmu tersebut, seperti membaca telapak
tangan, firasah, ada benarnya, tetapi janganlah diyakini seratus persen benar.
Contoh
lain, presiden AS Ronald Reagan, setiap kali akan mengadakan perjalanan pasti
bertanya dulu kepada juru bintang, jam berapa harus berangkat, ke arah mana
pesawat harus menuju. PM Turki Najmudin Erbakan, yang sekarang ditahan, ketika
akan menyerang Cyprus Yunani, ia meminta bantuan Syekh Badruzzaman dan akhirnya
menang.
Kita
umpamakan, seorang ibu yang tertidur di stasiun, suara bising kereta api tidak
akan membangunkannya, tetapi jika anaknya menangis maka ia akan langsung
terbangun. Itulah rahasia hidup. Kita bisa membalik perumpamaan itu. Hidup di
tengah-tengah kota, misalnya Jakarta, yang penuh dengan wanita-wanita cantik,
apabila tidak dipikirkan, tidak diresapi, tidak dihayati, maka tidak akan
tergoda.
MASALAH 3 :
Ketiga,
seperti disebutkan sebelumnya, kita warga NU masih bodoh mengenai Ahlul Bait
karena tidak membaca sejarah. Sebenarnya pendidikan anak itu tergantung dari
orang tuanya, bagaimana orang tua bisa mengukir pendidikan anaknya. Demikian
pula warga NU, kebodohan dan kurangnya membaca sejarah Ahlul Bait ada kaitannya
dengan langkah-langkah pengurus NU untuk memasyarakatkan sejarah itu sendiri.
Sebagaimana Ahlul Bait yang belum dikenal sama sekali oleh warga Nahdhiyin,
sehingga selalu menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan
syiah. Apakah syiah itu membawa misi atau tidak, kita selalu mencurigai. Mana
yang harus disalahkan, apakah warga Nahdhiyin yang tidak membaca sejarah, atau
para pemimpin yang tidak membeberkan masalah sebenarnya?
Oleh sebab
itu, bagaimana para tokoh NU mencari jalan keluar agar warga NU mengenal
sejarah Ahlul Bait. Selain itu, diharapkan tokoh-tokoh NU dapat terjun langsung
jika diadakan kegiatan seperti Madrasah Karbala, bukan hanya Bapak Said Aqil
Sirodj saja. Karena, Habib Ali Assegaf dan lainnya belum dikenal identitasnya
sebagai warga NU, sehingga kurang mendapat simpati dan kepercayaan.
Kehadirannya selalu menimbulkan rasa was-was dan kecurigaan warga NU akan
adanya misi tertentu.
JAWABAN 3:
Bagaimana
upaya pengurus NU dalam meningkatkan pendidikan dan pemahaman warga NU terutama
anak-anak. Orang-orang NU latar belakangnya sama, yaitu dari pesantren. Mulai
dari ranting sampai pengurus besar, semua modelnya sama. Hanya kebetulan tempat
tinggalnya berbeda-beda. Yang tinggalnya di Jakarta menjadi pengurus besar,
yang di Surabaya menjadi pengurus wilayah, yang di kabupaten menjadi pengurus
cabang, yang di kecamatan menjadi pengurus anak cabang, dan yang di desa
menjadi pengurus ranting. Semuanya berasal dari pesantren. Latar belakangnya
sama, pendidikannya sama, cara hidupnya pun sama.
Persoalan
pendidikan di daerah dan di pusat, sama saja. Kekurangan dan kelebihannya sama.
Barangkali khazanah keilmuannya berbeda, tetapi kultur dan pola pikirnya sama.
Senakal-nakalnya pemuda NU, terhadap kyainya pasti mencium tangan dan tetap
menghormati.
Kekurangan
NU memang ada, seharusnya melalui lembaga ma’arif sudah banyak berbuat,
bagaimana memahami sejarah yang benar, terutama tarikh Islam yang menyangkut
Ahlul Bait.
Mengenai
kecurigaan warga NU terhadap Syiah, jangankan masalah Syiah ada buktinya, jika
kita mendengar sesuatu yang menyeramkan padahal belum ada bukti, misalnya
kuntilanak, santet, teluh, dan lain-lain, kita sudah merasa takut. Apalagi yang
sudah ditambah-tambah, misalnya Syiah itu ekstrim, masyarakat pasti merasa
takut. Oleh sebab itu, persoalan ini harus dihadapi secara perlahan-lahan.
DOA :
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Tuhanku,
Hatiku sudah tertutup
akalku betul-betul tumpul, ya Allah
Hawa nafsuku yang menang
diriku yang kalah, ya Allah
Lihatlah lidahku, sudah berlumuran dosa dan kesalahan
Ketaatanku padaMu sedikit, ya Allah
maksiatku yang banyak
Ya Allah, ampunilah dosa kami seluruhnya
Ya Allah, jika dosa dan kedurhakaan yang ada pada kami
tidak mampu mengangkat dan membuat ijabah doa ini,
ketahuilah bahwa kami memuliakan Muhammad dan keluarga Muhammad
Wahai Yang Maha Pengampun
Dengan rahmatMu
Wahai Yang Maha Pengasih dari segala yang mengasihi.
Disclaimer:
Panitia Madrasah
Karbala dan Peringatan Asyura, Masjid al-Mukhlishin Bojonegoro Jawa Timur,
2002Wahabi Penghancur Peradaban Islam
http://www.akhirzaman.info/islam/saudi-dan-wahhabi/1739-wahabi-penghancur-peradaban-islam.html
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ ذَكَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَأْمِنَا اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي يَمَنِنَا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَفِي نَجْدِنَا قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَأْمِنَا اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي يَمَنِنَا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَفِي نَجْدِنَا فَأَظُنُّهُ قَالَ فِي الثَّالِثَةِ هُنَاكَ الزَّلَازِلُ وَالْفِتَنُ وَبِهَا يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ رواه البخاري، والترمذي، وأحمد وابن حبان في صحيحهDaripada Abdullah Ibn Umar r.a., beliau berkata: Rasulullah SAW menyebut: Ya Allah! Berkatilah kami pada Yaman kami dan berkatilah kami Ya Allah! pada Syam kami.Maka sebahagian sahabat berkata: Dan pada Najd kami Ya Rasulallah! Rasulullah pun bersabda: Ya Allah! Berkatilah kami pada Yaman kami dan berkatilah kami Ya Allah! pada Syam kami.Maka sebahagian sahabat berkata: Dan pada Najd kami Ya Rasulallah!Dan aku menyangka (seingat aku) pada kali ketiga Rasulullah SAW bersabda: Di sanalah berlakunya gegaran-gegaran, fitnah-fitnah dan di sanalah terbitnya tanduk Syaitan.Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, Imam al-Tirmidzi, Imam Ahmad, Imam Ibnu Hibban dan lain-lain.
Inilah berita sedih dan memprihatinkan
bagi peradaban Islam dan sejarah peradaban umat manusia secara umum.
Pemerintahan Wahabi Arab Saudi telah menghancurkan ratusan situs/tempat
sejarah Islam yang telah berusia 14 abad. Semua ini dilakukan
semata-mata demi uang dan modernisasi walaupun dibungkus dengan
‘dalil-dalil agama’ versi mereka, bukan dalil-dalil agama yang
difatwakan oleh jumhur ulama umat Islam dunia.
Bagaimana bisa dibiarkan begitu saja
sepak terjang kaum Wahabi yang merupakan kelompok sangat minoritas dari
umat Islam secara keseluruhan ini untuk mengobok-obok warisan peradaban
Islam tanpa izin atau musyawarah dulu dengan mayoritas umat Islam dunia ?
Inilah yang akhirnya terjadi ketika
orang-orang Arab Badui Nejed menguasai tanah suci Mekah-Madinah setelah
berhasil memberontak dari Kekhilafahan Usmani (Ottoman Empire).
Pemberontakan yang disokong Inggris ini akhirnya berujung pembentukan
negara baru yang bernama Kerajaan Saudi Arabia yang wilayahnya meliputi
kawasan Hijaz dan sekitarnya, termasuk dua tanah suci Mekah dan Madinah.
Kaum Quraisy yang penduduk asli Mekah pun lama-kelamaan kian
tersingkir. Bahkan bani Hasyim juga telah dipaksa bermigrasi ke Yordania
(dengan skenario Inggris).
Kini Mekah dan Madinah sudah tak sama
lagi dengan Mekah dan Madinah yang kita baca di buku-buku sejarah Islam.
Suasana sakralnya makin tergerus oleh suasana hedonisme ala Amerika.
Dulu ketika kaum pemberontak Wahabi
Nejed ini berhasil menguasai kota suci Mekah dan Madinah setelah
mengalahkan pasukan pemerintah Khilafah Usmani, maka para ulama di
Nusantara ini pun segera merespons dengan pembentukan ‘Komisi Hijaz’.
Respons ini karena para pemberontak Wahabi tersebut telah mulai
melakukan perusakan dan penghancuran situs-situs sejarah Islam yang
mereka temui di kedua kota suci tersebut.
Namun lama-kelamaan karena kerajaan
Wahabi Saudi Arabia ini makin eksis (apalagi dengan dukungan penuh dari
Amerika dan Inggris) maka respons tersebut kian kendur. Dan tak terasa
sudah sekitar 300 situs sejarah peradaban Islam yang mereka hancurkan.
Akankah ini dibiarkan terus oleh mayoritas umat Islam dunia ?
Akankah ini dibiarkan terus oleh mayoritas umat Islam dunia ?
Seluruh situs sejarah Islam di kedua
kota suci tersebut adalah milik umat Islam sedunia. Dan kaum Wahabi yang
sekarang menduduki kedua kota suci itu sama sekali tak punya hak untuk
mengacak-acaknya seenak perut mereka.
Menanggapi banyaknya permintaan pembaca
tentang sejarah berdirinya Wahabi maka kami berusaha memenuhi permintaan
itu sesuai dengan asal usul dan sejarah perkembangannya semaksimal
mungkin berdasarkan berbagai sumber dan rujukan kitab-kitab yang dapat
dipertanggung-jawabkan, diantaranya, Fitnatul Wahabiyah karya Sayyid
Ahmad Zaini Dahlan, I’tirofatul Jasus AI-Injizy pengakuan Mr. Hempher,
Daulah Utsmaniyah dan Khulashatul Kalam karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan,
dan lain-lain. Nama Aliran Wahabi ini diambil dari nama pendirinya,
Muhammad bin Abdul Wahab (lahir di Najed tahun 1111 H / 1699 M). Asal
mulanya dia adalah seorang pedagang yang sering berpindah dari satu
negara ke negara lain dan diantara negara yang pernah disinggahi adalah
Baghdad, Iran, India dan Syam. Kemudian pada tahun 1125 H/1713 M, dia
terpengaruh oleh seorang orientalis Inggris bernama Mr. Hempher yang
bekerja sebagai mata-mata Inggris di Timur Tengah. Sejak itulah dia
menjadi alat bagi Inggris untuk menyebarkan ajaran barunya. Inggris
memang telah berhasil mendirikan sekte-sekte bahkan agama baru di tengah
umat Islam seperti Ahmadiyah dan Baha’i. Bahkan Muhammad bin Abdul
Wahab ini juga termasuk dalam target program kerja kaum kolonial dengan
alirannya Wahabi.
Mulanya Muhammad bin Abdul Wahab hidup
di lingkungan sunni pengikut madzhab Hanbali, bahkan ayahnya Syaikh
Abdul Wahab adalah seorang sunni yang baik, begitu pula guru-gurunya.
Namun sejak semula ayah dan guru-gurunya mempunyai firasat yang kurang
baik tentang dia bahwa dia akan sesat dan menyebarkan kesesatan. Bahkan
mereka menyuruh orang-orang untuk berhati-hati terhadapnya. Ternyata
tidak berselang lama firasat itu benar. Setelah hal itu terbukti ayahnya
pun menentang dan memberi peringatan khusus padanya. Bahkan kakak
kandungnya, Sulaiman bin Abdul Wahab, ulama besar dari madzhab Hanbali,
menulis buku bantahan kepadanya dengan judul As-Sawa’iqul Ilahiyah Fir
Raddi Alal Wahabiyah. Tidak ketinggalan pula salah satu gurunya di
Madinah, Syekh Muhammad bin Sulaiman AI-Kurdi as-Syafi’i, menulis surat
berisi nasehat: “Wahai Ibn Abdil Wahab, aku menasehatimu karena Allah,
tahanlah lisanmu dari mengkafirkan kaum muslimin, jika kau dengar
seseorang meyakini bahwa orang yang ditawassuli bisa memberi manfaat
tanpa kehendak Allah, maka ajarilah dia kebenaran dan terangkan dalilnya
bahwa selain Allah tidak bisa memberi manfaat maupun madharrat, kalau
dia menentang bolehlah dia kau anggap kafir, tapi tidak mungkin kau
mengkafirkan As-Sawadul A’zham (kelompok mayoritas) diantara kaum
muslimin, karena engkau menjauh dari kelompok terbesar, orang yang
menjauh dari kelompok terbesar lebih dekat dengan kekafiran, sebab dia
tidak mengikuti jalan muslimin.”
Sebagaimana diketahui bahwa madzhab
Ahlus Sunah sampai hari ini adalah kelompok terbesar. Allah berfirman:
“Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya,
dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia
leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu (Allah biarkan
mereka bergelimang dalam kesesatan) dan kami masukkan ia ke dalam
jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS: An-Nisa
115)
Salah satu dari ajaran yang (diyakini
oleh Muhammad bin Abdul Wahab, adalahasan yang dapat diterima. Bahkan
lebih dari itu, justru berbalik mengkafirkan kaum mus mengkufurkan kaum
muslim sunni yang mengamalkan tawassul, ziarah kubur, maulid nabi, dan
lain-lain. Berbagai dalil akurat yang disampaikan ahlussunnah wal
jama’ah berkaitan dengan tawassul, ziarah kubur serta maulid, ditolak
tanpa allimin sejak 600 tahun sebelumnya, termasuk guru-gurunya sendiri.
Pada satu kesempatan seseorang bertanya
pada Muhammad bin Abdul Wahab, “Berapa banyak Allah membebaskan orang
dari neraka pada bulan Ramadhan?” Dengan segera dia menjawab, “Setiap
malam Allah membebaskan 100 ribu orang, dan di akhir malam Ramadhan
Allah membebaskan sebanyak hitungan orang yang telah dibebaskan dari
awal sampai akhir Ramadhan” Lelaki itu bertanya lagi “Kalau begitu
pengikutmu tidak mencapai satu persen pun dari jumlah tersebut, lalu
siapakah kaum muslimin yang dibebaskan Allah tersebut? Dari manakah
jumlah sebanyak itu? Sedangkan engkau membatasi bahwa hanya pengikutmu
saja yang muslim.” Mendengar jawaban itu Ibn Abdil Wahab pun terdiam
seribu bahasa. Sekalipun demikian Muhammad bin Abdul Wahab tidak
menggubris nasehat ayahnya dan guru-gurunya itu.
Dengan berdalihkan pemurnian ajaran
Islam, dia terus menyebarkan ajarannya di sekitar wilayah Najed.
Orang-orang yang pengetahuan agamanya minim banyak yang terpengaruh.
Termasuk diantara pengikutnya adalah penguasa Dar’iyah, Muhammad bin
Saud (meninggal tahun 1178 H/1765 M) pendiri dinasti Saudi, yang
dikemudian hari menjadi mertuanya. Dia mendukung secara penuh dan
memanfaatkannya untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Ibn Saud sendiri
sangat patuh pada perintah Muhammad bin Abdul Wahab. Jika dia menyuruh
untuk membunuh atau merampas harta seseorang dia segera melaksanakannya
dengan keyakinan bahwa kaum muslimin telah kafir dan syirik selama 600
tahun lebih, dan membunuh orang musyrik dijamin surga.
Sejak semula Muhammad bin Abdul Wahab sangat gemar mempelajari sejarah nabi-nabi palsu, seperti Musailamah Al-Kadzdzab, Aswad Al-Ansiy, Tulaihah Al-Asadiy dll. Agaknya dia punya keinginan mengaku nabi, ini tampak sekali ketika ia menyebut para pengikut dari daerahnya dengan julukan Al-Anshar, sedangkan pengikutnya dari luar daerah dijuluki Al-Muhajirin. Kalau seseorang ingin menjadi pengikutnya, dia harus mengucapkan dua syahadat di hadapannya kemudian harus mengakui bahwa sebelum masuk Wahabi dirinya adalah musyrik, begitu pula kedua orang tuanya. Dia juga diharuskan mengakui bahwa para ulama besar sebelumnya telah mati kafir. Kalau mau mengakui hal tersebut dia diterima menjadi pengikutnya, kalau tidak dia pun langsung dibunuh. Muhammad bin Abdul Wahab juga sering merendahkan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dengan dalih pemurnian akidah, dia juga membiarkan para pengikutnya melecehkan Nabi di hadapannya, sampai-sampai seorang pengikutnya berkata: “Tongkatku ini masih lebih baik dari Muhammad, karena tongkat-ku masih bisa digunakan membunuh ular, sedangkan Muhammad telah mati dan tidak tersisa manfaatnya sama sekali. Muhammad bin Abdul Wahab di hadapan pengikutnya tak ubahnya seperti Nabi di hadapan umatnya. Pengikutnya semakin banyak dan wilayah kekuasaan semakin luas. Keduanya bekerja sama untuk memberantas tradisi yang dianggapnya keliru dalam masyarakat Arab, seperti tawassul, ziarah kubur, peringatan Maulid dan sebagainya. Tak mengherankan bila para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab lantas menyerang makam-makam yang mulia. Bahkan, pada 1802, mereka menyerang Karbala-Irak, tempat dikebumikan jasad cucu Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, Husein bin Ali bin Abi Thalib. Karena makam tersebut dianggap tempat munkar yang berpotensi syirik kepada Allah. Dua tahun kemudian, mereka menyerang Madinah, menghancurkan kubah yang ada di atas kuburan, menjarah hiasan-hiasan yang ada di Hujrah Nabi Muhammad.
Sejak semula Muhammad bin Abdul Wahab sangat gemar mempelajari sejarah nabi-nabi palsu, seperti Musailamah Al-Kadzdzab, Aswad Al-Ansiy, Tulaihah Al-Asadiy dll. Agaknya dia punya keinginan mengaku nabi, ini tampak sekali ketika ia menyebut para pengikut dari daerahnya dengan julukan Al-Anshar, sedangkan pengikutnya dari luar daerah dijuluki Al-Muhajirin. Kalau seseorang ingin menjadi pengikutnya, dia harus mengucapkan dua syahadat di hadapannya kemudian harus mengakui bahwa sebelum masuk Wahabi dirinya adalah musyrik, begitu pula kedua orang tuanya. Dia juga diharuskan mengakui bahwa para ulama besar sebelumnya telah mati kafir. Kalau mau mengakui hal tersebut dia diterima menjadi pengikutnya, kalau tidak dia pun langsung dibunuh. Muhammad bin Abdul Wahab juga sering merendahkan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dengan dalih pemurnian akidah, dia juga membiarkan para pengikutnya melecehkan Nabi di hadapannya, sampai-sampai seorang pengikutnya berkata: “Tongkatku ini masih lebih baik dari Muhammad, karena tongkat-ku masih bisa digunakan membunuh ular, sedangkan Muhammad telah mati dan tidak tersisa manfaatnya sama sekali. Muhammad bin Abdul Wahab di hadapan pengikutnya tak ubahnya seperti Nabi di hadapan umatnya. Pengikutnya semakin banyak dan wilayah kekuasaan semakin luas. Keduanya bekerja sama untuk memberantas tradisi yang dianggapnya keliru dalam masyarakat Arab, seperti tawassul, ziarah kubur, peringatan Maulid dan sebagainya. Tak mengherankan bila para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab lantas menyerang makam-makam yang mulia. Bahkan, pada 1802, mereka menyerang Karbala-Irak, tempat dikebumikan jasad cucu Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, Husein bin Ali bin Abi Thalib. Karena makam tersebut dianggap tempat munkar yang berpotensi syirik kepada Allah. Dua tahun kemudian, mereka menyerang Madinah, menghancurkan kubah yang ada di atas kuburan, menjarah hiasan-hiasan yang ada di Hujrah Nabi Muhammad.
Keberhasilan menaklukkan Madinah
berlanjut. Mereka masuk ke Mekkah pada 1806, dan merusak kiswah, kain
penutup Ka’bah yang terbuat dari sutra. Kemudian merobohkan puluhan
kubah di Ma’la, termasuk kubah tempat kelahiran Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam,
tempat kelahiran Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Ali, juga kubah
Sayyidatuna Khadijah, masjid Abdullah bin Abbas. Mereka terus
menghancurkan masjid-masjid dan tempat-tempat kaum solihin sambil
bersorak-sorai, menyanyi dan diiringi tabuhan kendang. Mereka juga
mencaci-maki ahli kubur bahkan sebagian mereka kencing di kubur kaum
salihin tersebut. Gerakan kaum Wahabi ini membuat Sultan Mahmud II,
penguasa Kerajaan Usmani, Istanbul-Turki, murka. Dikirimlah prajuritnya
yang bermarkas di Mesir, di bawah pimpinan Muhammad Ali, untuk
melumpuhkannya. Pada 1813, Madinah dan Mekkah bisa direbut kembali.
Gerakan Wahabi surut.
Tapi, pada awal abad ke-20, Abdul Aziz bin Sa’ud
bangkit kembali mengusung paham Wahabi. Tahun 1924, ia berhasil
menduduki Mekkah, lalu ke Madinah dan Jeddah, memanfaatkan kelemahan
Turki akibat kekalahannya dalam Perang Dunia I. Sejak itu, hingga kini,
paham Wahabi mengendalikan pemerintahan di Arab Saudi. Dewasa ini
pengaruh gerakan Wahabi bersifat global. Riyadh mengeluarkan jutaan
dolar AS setiap tahun untuk menyebarkan ideologi Wahabi. Sejak hadirnya
Wahabi, dunia Islam tidak pernah tenang penuh dengan pergolakan
pemikiran, sebab kelompok ekstrem itu selalu menghalau pemikiran dan
pemahaman agama Sunni-Syafi’i yang sudah mapan.
Kekejaman dan kejahilan Wahabi lainnya adalah meruntuhkan kubah-kubah di atas makam sahabat-sahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
yang berada di Ma’la (Mekkah), di Baqi’ dan Uhud (Madinah) semuanya
diruntuhkan dan diratakan dengan tanah dengan mengunakan dinamit
penghancur. Demikian juga kubah di atas tanah Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
dilahirkan, yaitu di Suq al Leil diratakan dengan tanah dengan
menggunakan dinamit dan dijadikan tempat parkir onta, namun karena
gencarnya desakan kaum Muslimin International maka dibangun
perpustakaan. Kaum Wahabi benar-benar tidak pernah menghargai
peninggalan sejarah dan menghormati nilai-nilai luhur Islam. Semula
AI-Qubbatul Khadra (kubah hijau) tempat Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
dimakamkan juga akan dihancurkan dan diratakan dengan tanah tapi karena
ancaman International maka orang-orang biadab itu menjadi takut dan
mengurungkan niatnya. Begitu pula seluruh rangkaian yang menjadi manasik
haji akan dimodifikasi termasuk maqom Ibrahim akan digeser tapi karena
banyak yang menentangnya maka diurungkan.
Pengembangan kota suci Makkah dan
Madinah akhir-akhir ini tidak mempedulikan situs-situs sejarah Islam.
Makin habis saja bangunan yang menjadi saksi sejarah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan sahabatnya. Bangunan itu dibongkar karena khawatir dijadikan tempat keramat. Bahkan sekarang, tempat kelahiran Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
terancam akan dibongkar untuk perluasan tempat parkir. Sebelumnya,
rumah Rasulullah pun sudah lebih dulu digusur. Padahal, disitulah
Rasulullah berulang-ulang menerima wahyu. Di tempat itu juga
putra-putrinya dilahirkan serta Khadijah meninggal.
Islam dengan tafsiran kaku yang
dipraktikkan Wahabisme paling punya andil dalam pemusnahan ini. Kaum
Wahabi memandang situs-situs sejarah itu bisa mengarah kepada pemujaan
berhala baru. Pada bulan Juli yang lalu, Sami Angawi, pakar arsitektur
Islam di wilayah tersebut mengatakan bahwa beberapa bangunan dari era
Islam kuno terancam musnah. Pada lokasi bangunan berumur 1.400 tahun Itu
akan dibangun jalan menuju menara tinggi yang menjadi tujuan ziarah
jamaah haji dan umrah.
“Saat ini kita tengah menyaksikan saat-saat terakhir sejarah Makkah. Bagian bersejarahnya akan segera diratakan untuk dibangun tempat parkir,” katanya kepada Reuters. Angawi menyebut setidaknya 300 bangunan bersejarah di Makkah dan Madinah dimusnahkan selama 50 tahun terakhir. Bahkan sebagian besar bangunan bersejarah Islam telah punah semenjak Arab Saudi berdiri pada 1932. Hal tersebut berhubungan dengan maklumat yang dikeluarkan Dewan Keagamaan Senior Kerajaan pada tahun 1994. Dalam maklumat tersebut tertulis, “Pelestarian bangunan bangunan bersejarah berpotensi menggiring umat Muslim pada penyembahan berhala.” (Mirip Masonic bukan?)
“Saat ini kita tengah menyaksikan saat-saat terakhir sejarah Makkah. Bagian bersejarahnya akan segera diratakan untuk dibangun tempat parkir,” katanya kepada Reuters. Angawi menyebut setidaknya 300 bangunan bersejarah di Makkah dan Madinah dimusnahkan selama 50 tahun terakhir. Bahkan sebagian besar bangunan bersejarah Islam telah punah semenjak Arab Saudi berdiri pada 1932. Hal tersebut berhubungan dengan maklumat yang dikeluarkan Dewan Keagamaan Senior Kerajaan pada tahun 1994. Dalam maklumat tersebut tertulis, “Pelestarian bangunan bangunan bersejarah berpotensi menggiring umat Muslim pada penyembahan berhala.” (Mirip Masonic bukan?)
Nasib situs bersejarah Islam di Arab
Saudi memang sangat menyedihkan. Mereka banyak menghancurkan
peninggalan-peninggalan Islam sejak masa Ar-Rasul Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
Semua jejak jerih payah Rasulullah itu habis oleh modernisasi ala
Wahabi. Sebaliknya mereka malah mendatangkan para arkeolog (ahli
purbakala) dari seluruh dunia dengan biaya ratusan juta dollar untuk
menggali peninggalan-peninggalan sebelum Islam baik yang dari kaum
jahiliyah maupun sebelumnya dengan dalih obyek wisata. Kemudian dengan
bangga mereka menunjukkan bahwa zaman pra Islam telah menunjukkan
kemajuan yang luar biasa, tidak diragukan lagi ini merupakan pelenyapan
bukti sejarah yang akan menimbulkan suatu keraguan di kemudian hari.
Gerakan Wahabi dimotori oleh para juru
dakwah yang radikal dan ekstrim, mereka menebarkan kebencian permusuhan
dan didukung oleh keuangan yang cukup besar. Mereka gemar menuduh
golongan Islam yang tak sejalan dengan mereka dengan tuduhan kafir,
syirik dan ahli bid’ah. Itulah ucapan yang selalu didengungkan di setiap
kesempatan, mereka tak pernah mengakui jasa para ulama Islam manapun
kecuali kelompok mereka sendiri. Di negeri kita ini mereka menaruh
dendam dan kebencian mendalam kepada para Wali Songo yang menyebarkan
dan meng-Islam-kan penduduk negeri ini.
Mereka mengatakan ajaran para wali itu
masih kecampuran kemusyrikan Hindu dan Budha, padahal para Wali itu
telah meng-Islam-kan 90 % penduduk negeri ini. Mampukah Wahabi-wahabi
itu meng-Islam-kan yang 10% sisanya? Mempertahankan yang 90 % dari
terkaman orang kafir saja tak bakal mampu, apalagi mau menambah 10 %
sisanya. Justru mereka dengan mudahnya mengkafirkan orang-orang yang
dengan nyata bertauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Jika
bukan karena Rahmat Allah yang mentakdirkan para Wali Songo untuk
berdakwah ke negeri kita ini, tentu orang-orang yang menjadi corong kaum
Wahabi itu masih berada dalam kepercayaan animisme, penyembah berhala
atau masih kafir. (Naudzu billah min dzalik).
Oleh karena itu janganlah dipercaya
kalau mereka mengaku-aku sebagai faham yang hanya berpegang teguh pada
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mereka berdalih mengikuti keteladanan kaum
salaf apalagi mengaku sebagai golongan yang selamat dan sebagainya, itu
semua omong kosong belaka. Mereka telah menorehkan catatan hitam dalam
sejarah dengan membantai ribuan orang di Makkah dan Madinah serta daerah
lain di wilayah Hijaz (yang sekarang dinamakan Saudi). Tidakkah anda
ketahui bahwa yang terbantai waktu itu terdiri dari para ulama yang
shaleh dan alim, bahkan anak-anak serta balita pun mereka bantai di
hadapan ibunya. Tragedi berdarah ini terjadi sekitar tahun 1805. Semua
itu mereka lakukan dengan dalih memberantas bid’ah, padahal bukankah
nama Saudi sendiri adalah suatu nama bid’ah” Karena nama negeri
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam diganti dengan nama satu keluarga kerajaan pendukung faham wahabi yaitu As-Sa’ud.
Sungguh Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah memberitakan akan datangnya Faham Wahabi ini dalam beberapa hadits, ini merupakan tanda kenabian beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dalam
memberitakan sesuatu yang belum terjadi. Seluruh hadits-hadits ini
adalah shahih, sebagaimana terdapat dalam kitab shahih BUKHARI &
MUSLIM dan lainnya. Diantaranya: “Fitnah itu datangnya dari sana, fitnah
itu datangnya dari arah sana,” sambil menunjuk ke arah timur (Najed).
(HR. Muslim dalam Kitabul Fitan)
“Akan keluar dari arah timur segolongan
manusia yang membaca Al-Qur’an namun tidak sampai melewati kerongkongan
mereka (tidak sampai ke hati), mereka keluar dari agama seperti anak
panah keluar dari busurnya, mereka tidak akan bisa kembali seperti anak
panah yang tak akan kembali ketempatnya, tanda-tanda mereka ialah
bercukur (Gundul).” (HR Bukhari no 7123, Juz 6 hal 20748). Hadis ini
juga diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, Abu Daud, dan Ibnu Hibban
Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
pernah berdo’a: “Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam dan
Yaman,” Para sahabat berkata: Dan dari Najed, wahai Rasulullah, beliau
berdo’a: “Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam dan Yaman,”
dan pada yang ketiga kalinya beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
bersabda: “Di sana (Najed) akan ada keguncangan fitnah serta di sana
pula akan muncul tanduk syaitan.” Dalam riwayat lain dua tanduk syaitan.
Dalam hadits-hadits tersebut dijelaskan,
bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul). Dan ini adalah
merupakan nash yang jelas ditujukan kepada para penganut Muhammad bin
Abdul Wahab, karena dia telah memerintahkan setiap pengikutnya mencukur
rambut kepalanya hingga mereka yang mengikuti tidak diperbolehkan
berpaling dari majlisnya sebelum bercukur gundul. Hal seperti ini tidak
pernah terjadi pada aliran-aliran sesat lain sebelumnya. Seperti yang
telah dikatakan oleh Sayyid Abdurrahman Al-Ahdal: “Tidak perlu kita
menulis buku untuk menolak Muhammad bin Abdul Wahab, karena sudah cukup
ditolak oleh hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam itu
sendiri yang telah menegaskan bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur
(gundul), karena ahli bid’ah sebelumnya tidak pernah berbuat demikian.”
Al-Allamah Sayyid AIwi bin Ahmad bin Hasan bin Al-Quthub Abdullah
AI-Haddad menyebutkan dalam kitabnya Jala’uzh Zholam sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Abbas bin Abdul Muthalib dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam:
“Akan keluar di abad kedua belas (setelah hijrah) nanti di lembah BANY
HANIFAH seorang lelaki, yang tingkahnya bagaikan sapi jantan (sombong),
lidahnya selalu menjilat bibirnya yang besar, pada zaman itu banyak
terjadi kekacauan, mereka menghalalkan harta kaum muslimin, diambil
untuk berdagang dan menghalalkan darah kaum muslimin” AI-Hadits.
BANY HANIFAH adalah kaum nabi palsu Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad bin Saud. Kemudian dalam kitab tersebut Sayyid Alwi menyebutkan bahwa orang yang tertipu ini tiada lain ialah Muhammad bin Abdul Wahab. Adapun mengenai sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang mengisyaratkan bahwa akan ada keguncangan dari arah timur (Najed) dan dua tanduk setan, sebagian, ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dua tanduk setan itu tiada lain adalah Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad Ibn Abdil Wahab. Pendiri ajaran Wahabiyah ini meninggal tahun 1206 H/ 1792 M.
BANY HANIFAH adalah kaum nabi palsu Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad bin Saud. Kemudian dalam kitab tersebut Sayyid Alwi menyebutkan bahwa orang yang tertipu ini tiada lain ialah Muhammad bin Abdul Wahab. Adapun mengenai sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang mengisyaratkan bahwa akan ada keguncangan dari arah timur (Najed) dan dua tanduk setan, sebagian, ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dua tanduk setan itu tiada lain adalah Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad Ibn Abdil Wahab. Pendiri ajaran Wahabiyah ini meninggal tahun 1206 H/ 1792 M.
Diambil dari rubrik Bayan, majalah bulanan Cahaya Nabawiy No. 33 Th. III Sya’ban 1426 H / September 2005 M
Artikel terkait:
- Potret Arab Saudi di Masa Datang:Menghilangkan Jejak Rasulullah?
- Penghancuran Situs-situs Sejarah Oleh Kaum Wahhabi Saudi
- Dinasti Saudi: Darimana Asal Mereka?
- Asal-usul: Penciptaan Sindikat Kriminal Saudi
- Globalis Menciptakan Terorisme Wahhabi Untuk Menghancurkan Islam Dan Menjustifikasi Negara Dunia
- Detik-detik Tegaknya Kembali Khilafah
Link terkait: Sauduction.com
Sumber: http://bs-ba.facebook.com/topic.php?uid=97047744628&topic=27892
Pengkhianatan Syiah Kufah, Terbunuhnya Imam Husein dan Peringatan Hari Asyura
http://kucingtengil.blogspot.com/2012/06/pengkhianatan-syiah-kufah-terbunuhnya.html
Berawal dari keingintahuan salah satu teman, sodara (teileeee.. sodara :D) Sengkiq Isme mengenai hari Asyura sbg peringatan terbunuhnya imam Al-Husein beserta keluarga dan kaum muslim di Padang Karbala. Orang Syiah Rafidhah melakukan ritual disetiap hari Asyura dengan cara memukuli-mukuli diri baik dg tangan maupun benda tajam, merobek-robek baju, meratap dengan mencakar-cakar atau menjambak-jambak rambut mereka sepanjang jalan menuju padang Karbala.
Banyak orang-orang pada umumnya menganggap tradisi ini adalah tradisi orang-orang smua orang Syi'ah yang terkenal sebagai kelompok pecinta Ahlul Bayt. Akan tetapi, sekali lagi, anggapan tersebut adalah generalisasi saudara-saudara. Sama seperti orang menggeneralisasi orang Minang itu adalah orang padang (Minang itu nama suku, Padang itu nama ibukota di Sumatera Barat. Dan asal usul orang Padang sebenarnya bukanlah orang Minang. tapi orang pesisir). Intinya, manusia begitu mudah menggeneralisasi suatu hal yang dikarenakan kekurangtahuannya, gampang mengambil kesimpulan atau dikarenakan trauma terhadap suatu hal (sama seperti cewek yang patah hati dengan cowoknya atau cowok yang patah hati dengan ceweknya, langsung aja menggeneralisir pasangan mereka dengan perkataan, "huh! semua cowok/cewek memang sama aja.")
Kembali ke cerita. Jadi, Syi'ah itu terbagi menjadi 22 golongan (sama seperti Sunni yang juga terbagi menjadi beberapa golongan. Ada Sunni Selanjutnya golongan Sunni terpecah lagi menjadi 4 mazhab, yaitu : Maliki, Syafi'i, Hanafi dan Hanbali. Dan di Indonesia sendiri yang memakai madzhab Syafi'i ini, terpecah lagi menjadi NU dan Muhammadiyah. Dan setiap madzhab pasti mengalami terpecah-pecah menjadi beberapa golongan. Akan tetapi golongan-golongan ini ada yang masih tetap sejalan dengan syariat yang telah ditetapkan oleh Allah dengan berpegang atas Al-Quran dan hadist tetapi ada juga golongan-golongan dari madzhab ini yang menyimpang dari syariat islam beserta rukun islam dan rukun iman bahkan ada pula yang ingkar terhadap Quran dan hadist yang shahih.
Pada perkembangannya, kaum Syiah terbagi menjadi 22 golongan (silahkan lihat tentang Syi'ah dan golongan Syiah yang ada disini http://kucingtengil.blogspot.com/2012/03/syiah-kedudukan-mereka-di-dalam-islam.html). Salah satu dari golongan tersebut adalah Syi'ah Rafidhah. Dan Syi'ah golongan inilah yang mempunyai tradisi memukul-mukul diri mereka atau menyakiti diri mereka baik dengan tangan maupun dengan pedang. Alasannya, agar mereka merasakan penderitaan Imam Husein dan keluarga dan umat muslim yang dibantai di Padang Karbala.
AKAN TETAPI... ada satu hal yang mungkin sedikit diketahui oleh ummat islam termasuk dari kaum Syiah sendiri. Bahwa, kaum Syi'ah Rafidhah melakukan ritual tersebut berasal kebiasaan kaum syi'ah Kufah (yang mungkin sebagai cikal bakal kaum syiah Rafidhah), sebagai bentuk penyesalan dan tanda tobat mereka karena tindakan pengkhianatan mereka terhadap Imam Husein.
1. Pengangkatan Yazidz bin Muawiyah menjadi Kalifah Pengganti Muawiyah bin Abu Sufyan
Yazidz adalah anak dari Muawiyah yang ia angkat sebagai khalifah pengganti dirinya. Pengangkatan Yazidz secara sepihak oleh Muawiyah, berarti telah melanggar peraturan yang telah ditetapkan oleh Dewan Syura (sama dg MPR kita) yang dibentuk dijaman khalifah Umar bin Khattab, yang menetapkan hukum syura, pemilihan menurut hasil permusyawaratan terbanyak dan khalifah yang terpilih dari hasil suara terbanyak ini akan dikukuhkan oleh Majlis Permusyawaratan Ummat Islam (sama dg DPR kita) dan jika khalifah tersebut berakhir masa kepemimpinannya, maka ia harus menyerahkan kembali pangkat kekhalifahan tersebut ke tangan Dewan Syura yang nanti akan mengadakan pemilihan khalifah baru berdasarkan suara ummat. Sistem ini yang berlaku sejak di zaman al-Khulafaurrasyidin, akan tetapi dewan ditugaskan untuk mengemban tugas tersebut baru terbentuk di jaman kekhalifahan Umar. Sistem tersebut menyerupai aturan pemerintahan Republik (jumhuriyyah) di zaman kita ini. Akan tetapi, ditangan Muawiyah pangkat Khalifah menjadi pusaka turun-temurun, maka daulat Islam pun berubah sifatnya menjadi daulat yang bersifat kerajaan (monarchie).
Pada tahun 56 H. (676 M.) Mu’awiyah mengangkat puteranya Yazid menjadi putera Mahkota yang akan langsung menggantikan dirinya kalau ia mati. Dengan perbuatannya ini berarti Mu’awiyah telah merubah undang-undang khilafah yang semula dipilih oleh Majlis Permusyawaratan Ummat Islam menjadi turun temurun. Dan diapun telah melanggar janjinya dengan Hasan bin Ali, yaitu janji yang telah diikrarkannya, bahwa pangkat Khalifah sepeninggalnya diserahkan kembali kepada Permusyawaratan Ummat Islam
Akan tetapi, tentu saja cara Muawiyah tersebut tidak diterima oleh beberapa petinggi-petinggi dan ummat islam lainnya. Walau diantara mereka adalah pendukung Muawiyah, akan tetapi banyak diantara mereka tidak menyukai Yazidz. Walaupun Muawiyah mendapatkan kekuasaan dengan cara taktik yang kurang terpuji (dengan makar terhadap Ali dikala Ali menjadi khalifah yang sah, berusaha membunuh Hasan dengan racun melalui perantara istri Hasan karena dikala itu Hasan banyak mendapat dukungan dari ummat dan menjadi saingan terberat Muawiyah), akan tetapi, Muawiyah mempunyai sikap terpuji lainnya seperti adil terhadap ummat, menjaga ketenangan dan ketentraman ummat baik dari dalam maupun dari luar, memperluas kekuasaan islam, dan lainnya. Sedangkan Yazidz, dikenal bukanlah seorang yang ahli untuk menduduki kursi Kholifah seperti ayahnya, karena ia dinilai mempunyai tabi’at yang kurang baik untuk menjadi pemimpin seperti ayahnya. Oleh karena itu pemerintahannya tidak disukai oleh para sahabat besar dan terutama, Husein bin Ali dan Abdullah bin Zubair.
2. Pengkhianatan Syi'ah di Kufah Terhadap Ali bin Abi Thalib dan Hasan Bin Ali
Kufah, adalah salah satu daerah yang terdapat di Iraq. Para pendukung Ali adalah dari kelompok Syiah. Dan kelompok Syiah sebagian besar pendukung berasal dari Iraq terutama penduduk Syiah di Kufah dan penduduk Syiah di Bashrah.
Penduduk Syiah Kufa, walaupun mereka menyatakan diri sebagai pecinta ahlul bayt, akan tetapi sikap dan perbuatan mereka bertolak belakang dengan ucapan mereka (munafik). Hal ini sudah berkali-kali dibuktikan sikap munafik mereka ketika Ali pergi berperang bersama mereka ke Syam, setelah berhasil meredam fitnah Kaum Khawarij (salah satu sekte pecahan syiah Ali sendiri yang malah mengkafirkan Ali bin Abi Thalib), para Syiah Kufah malah meninggalkan beliau dan kaum Syiah lainnya yang sudah berkumpul berperang bersama Ali. padahal sebelumnya mereka telah berjanji untuk membantunya dan pergi bersamanya.
Selain itu, ketika Al Hasan Radhiyallahu anhu dibaiat menjadi khalifah, para penduduk Syiah di Kufah meminta Al Hasan untuk memerangi Muawiyah dan penduduk Syam karena mereka berkali-kali diserang oleh Muawiyah. Padahal waktu itu Al Hasan berkeinginan menyatukan kaum muslimin saat itu, karena beliau faham sekali tentang kelakuan orang-orang syiah di Iraq terutama di Kufah ini yang munafik dan tidak bisa menempati janji kepada ayahnya. Akan tetapi sebagai khalifah, beliau berusaha adil. Ketika beliau menyetujui mereka (orang-orang syiah di Iraq) dan beliau mengirimkan pasukannya serta mengirim Qais bin Ubadah di bagian terdepan untuk memimpin dua belas ribu tentaranya, dan singgah di Maskan, ketika Al Hasan sedang berada di Al Mada’in tiba-tiba salah seorang penduduk Iraq berteriak bahwa Qais telah terbunuh.
Mulailah terjadi kekacauan di dalam pasukan, para maka orang-orang syiah Kufah kembali para tabiat mereka yang asli (berkhianat), mereka tidak sabar dan mulai menyerang kemah Al Hasan serta merampas barang-barangnya, bahkan mereka sampai melepas karpet yang ada dibawahnya, mereka menikamnya dan melukainya. Dari sinilah salah seorang penduduk Syiah Iraq, Mukhtar bin Abi Ubaid Ats Tsaqafi merencanakan sesuatu yang jahat, yaitu mengikat Al Hasan bin Ali dan menyerahkan kepadanya, karena ketamakannya dalam harta dan kedudukan. Pamannya yang bernama Sa’ad bin Mas’ud Ats Tsaqafi datang, dia adalah salah seorang wali dari Mada’in dari kelompok Ali. Dia (Mukhtar bin Abi Ubaid) bertanya kepadanya, “Apakah engkau menginginkan harta dan kedudukan?
Sa'ad berkata, “Apakah itu?”
Mas'ud Menjawab,”Al Hasan kamu ikat lalu kamu serahkan kepada Muawiyah”
Kemudian pamannya berkata “ Allah akan melaknatmu, "
Anak putrinya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, ia memperhatikannya lalu mengatakan, "kamu adalah sejelek-jelek manusia”
Maka Al Hasan radhiyallahu anhu sendiri berkata “Aku Memandang Muawiyah lebih baik terhadapku dibanding orang-orang yang mengaku mendukungku (Syiahku), mereka malah ingin membunuhku, mengambil hartaku, demi Allah saya dapat meminta dari Muawiyah untuk menjaga keluargaku dan melindungi keselamatan seluruh keluargaku, dan semua itu lebih baik daripada mereka membunuhku sehingga keluarga dan keturunanku menjadi punah. Demi Allah, jikalau aku berperang dengan Muawiyah niscaya mereka akan menyeret leherku dan menganjurkan untuk berdamai, demi Allah aku tetap mulia dengan melakukan perdamaian dengan Muawiyah dan itu lebih baik dibanding ia memerangiku dan aku menjadi tahanannya”
Akhirnya Hasan bin Ali memutuskan utk berdamai dgn Muawiyah dan menyerahkan tampuk kekuasaan Khalifah kepadanya demi utk menghindarkan jurang perpecahan yg lbh dalam lagi dikalangan umat Islam antara pendukung Ahlul bayt dengan pendukung Muawiyah, dgn beberapa persyaratan perjanjian. Beberapa isi dari perjanjian itu adalah
"Pemerintahan Muawiyah akan menjalankan pemerintahan berdasarkan kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya menjaga persatuan umat menyejahterakannya melindungi kepentingannya tidak membalas dendam kepada anak-anak yg orang tuanya gugur didalam berperang dgn Muawiyah juga tidak mengganggu seluruh keluarga Nabi Muhammad Saw baik secara terang-terangan maupun tersembunyi dan menghentikan caci maki terhadap para Ahli Bait ini serta tidak mempergunakan gelar “Amirul Mukminin” sebagaimana pernah disandang oleh Khalifah Abu Bakar, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib."
Muawiyah menyetujuinya. Akan tetapi selang beberapa saat sesudah Muawiyah diakui sebagai Khalifah dia mulai melanggar isi perjanjian tersebut dengan melakukan usaha pembunuhan terhadap Hasan dengan racun melalui isteri Hasan yang bernama Ja'dah binti Asy’ats bin Qais al-Kindî, dan Mu'wiyah yang memerintahkan kepadanya, dan bila ia berhasil membunuh Hasan ia akan dapat 100.000 dirham dan akan mengawinkannya dengan Yazidz.
Tatkala Hasan meninggal, ia mengirim uang tersebut dengan surat: ‘Sesungguhnya kami mencintai nyawa Yazîd, kalau tidak maka tentu akan kami penuhi janji dan mengawinkan engkau dengannya’. {Mas’ûdî, Murûj adz-Dzahab, jilid 2, hlm. 50}
Dan pelanggaran lainnya dilakukan oleh Muawiyah adalah mengangkat putranya Yazidz sebagai putra mahkota setelah Hasan meninggal. telah merubah undang-undang khilafah yang semula dipilih oleh Majlis Permusyawaratan Ummat Islam menjadi anarki (dinasti) sehingga fungsi Dewan Syuro pun dihapuskan.
Atas perdamaian yang dilakukan Al Hasan dan Muawiyah, maka membuat Syiah Kufah membenci terhadap Al Hasan bahkan keturunannya.Alasannya adalah karena Al Hasan berdamai dengan Muawiyah dan menyatukan kaum muslimin saat itu, sehingga tercelalah keturunannya dan tidak layaklah mereka menjadi imam mereka, itulah hakikat tabiat sejati seorang penghianat yang tidak pernah menginginkan perdaimaian dan persatuan diantara kaum muslimin. namun mereka berusaha menutup-nutupinya. Maka mereka (Syiah berasal dari kufah membuat pecahan Syiah bernama syiah rafidhoh imamiyah) mengeluarkan keturunan Al Hasan dari silsilah para Imam ma’shum versi mereka yang mereka mengangkat Imam-Imam mereka itu bahkan kedudukan para imam mereka diatas kedudukan para Nabi dan malaikat terdekat dengan Allah (tulisan Khumaini dalam, al hukumah islamiyah hal 52), walaupun demikian agar tidak terbongkar kebencian mereka ini mereka tetap mencantumkan Al Hasan dalam deretan Imam mereka.
3. Perburuan Yazidz Terhadap Al Husein, Pengkhianatan Syiah Kufah dan Peristiwa Karbala
[Apakah ada kolaborasi antara Penguasa dan para Pengkhianat???]
Hasan meninggal dunia sebelum Mu’awiyah meninggal. Maka ketika itu Mu’awiyah memberikan kekhalifahan kepada anaknya, Yazid. Tatkala Mu’awiyah meninggal, maka Yazid memegang perintah, dan Husain enggan memba’iatnya.
Yazid memerintahkan gubernur Madinah agar mengambil baiat dari Imam Husein untuknya dan bila membangkang, maka Imam Husein harus dibunuh. Gubernur Madinah menyampaikan perintah Yazid kepada Imam Husein as, dan Imam Husein meminta waktu semalam untuk mempertimbangkan persoalan tersebut, namun lantaran baiat dengan Yazid dan mensetujui khilafahnya dipandang oleh Imam Husein adalah tidak menguntungkan Islam dan jiwanya terancam, beliau terpaksa meninggalkan Madinah menuju Mekkah dan tinggal di Mekkah yang merupakan tempat yang relatif aman sebagai rumah Allah, dan pada tanggal 3 Sya'ban, beliau tiba di mekkah.
Berita sampainya Imam Husin di Makkah ini tersebar ke berbagai daerah. Masyarakat Irak yang tidak setuju dan tidak puas dengan pemerintahan Muawiyah dan Yazid, terutama penduduk Kufah menulis banyak surat kepada Imam Husein dan mengundang beliau ke Irak. Mereka menyatakan dukungan terhadap Husein dan ketidaksukaan mereka terhadap peemrintahan Umayah dan yazid. Para penduduk Kufah ini meminta agar Imam Husein datang ke Kufah untuk di bai’at sebagai khalifah.
Meskipun surat yang dikirim dari Kufah tidak ada henti-hentinya, namun Imam Husin tetap tidak mau pergi ke Kufah. Sebab beliau masih ingat betul pengkhianatan yang dilakukan orang-orang Kufah terhadap ayahnya dan saudaranya, Hasan.
Setelah melalui berbagai surat gagal, maka orang-orang Kufah tersebut mengutus beberapa orang guna menemui Imam Husin, meminta agar Imam Husin mau datang ke Kufah untuk dibai’at sebagai khalifah. Sebagai orang yang arif lagi bijaksana, walaupun sudah berkali-kali dikhianati oleh orang-orang yang mengaku sebagai Syi’ahnya Ahlul Bait, beliau akhirnya mengutus Muslim bin Agil (sepupunya) ke Kufah guna membuktikan apa yang sudah mereka sampaikan.
Sesampainya Muslim bin Agil di Kufah, puluhan ribu penduduk Kufah menyambutnya serta membai’atnya sebagai wakil Imam Husin. Muslim bin Agil segera mengirim surat kepada Imam Husin memberitahukan mengenai keadaan dan apa yang terjadi di Kufah, serta mengharap agar Imam Husin segera berangkat ke Kufah. Setelah menerima surat tersebut, Imam Husin segera memutuskan untuk segera pergi ke Kufah dan rencana tersebut beliau sampaikan kepada famili-familinya serta sahabat-sahabatnya dan banyak para sahabat yang melarang Husein untuk pergi ke Kufah. Di antara mereka adalah Ibnu Umar, Abdulloh bin Ja’far dan lainnya. Bahkan Abdulloh bin Umar terus mendesak kepada Husain agar tetap tinggal di Mekkah dan tidak keluar.
Abdullah bin Abbas (sepupu Imam Ali) begitu mendengar rencana Imam Husin tersebut segera mendatangi Imam Husin dan menasehati agar Imam Husin menggagalkan rencananya. Sebab Ibnu Abbas tahu benar watak orang-orang yang selalu mengaku sebagai Syi’ahnya Ahlul Bait tersebut. Namun dengan dilandasi baik sangka, Husain menyelisihi permusyawarahan mereka dan keluar, lalu Ibnu Umar berkata kepadanya, “Aku menitipkanmu kepada Alloh dari pembunuhan!"
Begitu Husain Radhiyallahu ‘anhu keluar, ia menemui Farozdaq di jalan yang berkata kepadanya, “Berhati-hatilah engkau, mereka bersamamu namun pedang-pedang mereka bersama Bani Umayyah. Mereka adalah Syi’ah yang mengirim surat kepadamu, dan mereka menginginkanmu untuk keluar (ke tempat mereka), tetapi hati-hati mereka tidak bersamamu. Secara hakiki mereka mencintaimu, akan tetapi pedang-pedang mereka terhunus bersama Bani Umayyah!”
Dengan harapan dapat menyelamatkan Negara dari orang-orang yang tidak layak memimpin negara, maka Imam Husin terpaksa menolak nasihat para sahabat dan keluarganya yang lain dan tetap berangkat ke Kufah beserta keluarga dan beberapa kaum muslimin lainnya (bbrp org dr kelompok Syiah dan kaum Anshar).
Namun apa yang terjadi di Kufah?
Muslim bin Agil akhirnya ditangkap dan dibunuh oleh Gubernur Kufah (Ubaidillah bin Ziyad). Sedang orang-orang Kufah yang telah menyatakan dirinya sebagai Syi’ahnya Imam Husin dan telah membai’at Muslim bin Agil sebagai wakil Imam Husin tersebut, telah berkhianat. Mereka berubah haluan, mereka terpengaruh oleh bujukan dan rayuan Ubaidillah bin Ziyad dan berbalik menjadi pengikut Yazid. Bahkan mereka menjadi tentara yang dikirim oleh Ubaidillah bin Ziyad waktu menyerang dan membunuh Imam Husin beserta keluarganya di Karbala.
Pasukan Yazid bersama pasukan Syiah Kufah telah mengepung Imam Husein dan pasukannya di sebuah negeri bernama Karbala dan mereka tidak mengijinkan Imam Husein as dan para sahabatnya melanjutkan perjalanan ke Kufah. Kemudian datanglah intruksi dari Yazid , bahwa apabila Husein menyerah, maka ambillah baiat darinya dan kirim dia ke sisiku, agar aku ambil keputusan tentangnya , namun bila ia tidak mau menyerah, maka perangilah."
Imam Husein tidak menyerahkan dirinya kepada kehinaan dan tidak bersedia kompromi dengan pemerintahan tirani Yazid dan beliau memilih berperang dengan pasukannnya yang sangat kecil dan sedikit jumlahnya dan bertahan di hadapan pasukan Yazid yang begitu banyak jumlahnya. Dan dengan penuh keberanian dan keperkasaaan, beliau dan para keluarga serta sahabatnya berperang dan membunuh sejumlah musuh. Akhirnya, beliau sendiri beserta keluarga (kecuali Ali Zainal yang kala itu ditinggal didalam tenda karena sakit bersama bibinya, siti Zainab) dan para sahabatnya menemui syahadah dan pada tanggal sepuluh 10 Muharram tahun 61 Hijriyah, beliau terbunuh dan badannya dimakamkan di Karbala sedangkan kepalanya dibawa kehadapan Yazidz dan sempat menjadi bulan-bulan oleh Yazid dan membuat pedih hati sahabat rasul yang sudah tua dan hadir disaat Yazidz menghina kepala Imam Husein. Lalu kepala Imam Husein dibawa berkeliling untuk dipamerkan kepada rakyat sebagai contoh agar tidak membangkang. Dan pada akhirnya, setelah berpindah-pindah tempat beberapa puluhan tahun, kepala Imam Husein dipindahkan ke Mesir. Dan kabarnya, tempat kepala Imam Husein dikuburkan didirikan Masjid Husein di Mesir. Imam Husein as hiudp di dunia selama 58 tahun.
Begitulah asal mula terjadinya peristiwa Karbala. Satu-satunya anak laki-laki Sayyidina Husin yang tidak mati dan selamat dari kekejaman orang-orang Syi’ah tersebut adalah Sayyidina Ali Zainal Abidin yang dilindungi oleh bibinya Siti Zainab, putri Rasulullah yang dikala itu menjaga Imam Ali Zainal yang masih kecil, sehingga tidak ada kelompok dari Yazidz menyentuh Imam Ali yang berada didekapan bibi beliau. Sedangkan saudara-saudara dari Imam Ali Zainal tewas bersama Ayahandanya, Imam Husein bersama kaum Anshor dan kelompok Syiah lainnya yang setia mendampingi Ali.
Seorang ahli sejarah (tokoh Syi’ah) yang dikenal dengan sebutan AL Ya’Quubi, menerangkan dalam kitabnya sebagai berikut : Ketika Imam Ali Zainal Abidin memasuki kota kufah, beliau melihat orang-orang Syi’ah kufah menangis, beliaupun berkata kepada mereka: “ Kalian membunuhnya tetapi kalian menangisinya. Kalianlah yang membunuhnya, lalu siapa yang membunuhnya kalau bukan kalian ? Kalianlah yang membunuhnnya.” Itulah keterangan ulama Syi’ah, mengenai kata-kata Imam Ali Zainal Abidin dalam menanggapi tangisan orang-orang Syi’ah, atas terbunuhnya keluarga Rasulullah saw di Karbala.
4. Alasan Tangisan Syiah Rafdihah Atas Peristiwa Karbala
Selang berlalunya waktu, generasi yang datang belakangan tidak pernah memahami sebab utama ritual ini dan mengira bahwa ritual ini hanya bertujuan untuk mengungkapkan kesedihan atas kejadian yang menimpa Husein bin Ali dan ahlul bait seperti yang didengungkan oleh para ulama. Sementara itu generasi belakangan tetap meyakini bahwa ritual ini untuk mencara pahala dengan rasa cinta kepada Husein bin Ali dan mereka lupa bahwa sebenarnya ritual ini diadakan sebagai hukuman kepada diri mereka sendiri yang telah menkhianati Husein bin Ali
Hasan meninggal dunia sebelum Mu’awiyah meninggal. Maka ketika itu Mu’awiyah memberikan kekhalifahan kepada anaknya, Yazid. Tatkala Mu’awiyah meninggal, maka Yazid memegang perintah, dan Husain enggan memba’iatnya.
Yazid memerintahkan gubernur Madinah agar mengambil baiat dari Imam Husein untuknya dan bila membangkang, maka Imam Husein harus dibunuh. Gubernur Madinah menyampaikan perintah Yazid kepada Imam Husein as, dan Imam Husein meminta waktu semalam untuk mempertimbangkan persoalan tersebut, namun lantaran baiat dengan Yazid dan mensetujui khilafahnya dipandang oleh Imam Husein adalah tidak menguntungkan Islam dan jiwanya terancam, beliau terpaksa meninggalkan Madinah menuju Mekkah dan tinggal di Mekkah yang merupakan tempat yang relatif aman sebagai rumah Allah, dan pada tanggal 3 Sya'ban, beliau tiba di mekkah.
Berita sampainya Imam Husin di Makkah ini tersebar ke berbagai daerah. Masyarakat Irak yang tidak setuju dan tidak puas dengan pemerintahan Muawiyah dan Yazid, terutama penduduk Kufah menulis banyak surat kepada Imam Husein dan mengundang beliau ke Irak. Mereka menyatakan dukungan terhadap Husein dan ketidaksukaan mereka terhadap peemrintahan Umayah dan yazid. Para penduduk Kufah ini meminta agar Imam Husein datang ke Kufah untuk di bai’at sebagai khalifah.
Meskipun surat yang dikirim dari Kufah tidak ada henti-hentinya, namun Imam Husin tetap tidak mau pergi ke Kufah. Sebab beliau masih ingat betul pengkhianatan yang dilakukan orang-orang Kufah terhadap ayahnya dan saudaranya, Hasan.
Setelah melalui berbagai surat gagal, maka orang-orang Kufah tersebut mengutus beberapa orang guna menemui Imam Husin, meminta agar Imam Husin mau datang ke Kufah untuk dibai’at sebagai khalifah. Sebagai orang yang arif lagi bijaksana, walaupun sudah berkali-kali dikhianati oleh orang-orang yang mengaku sebagai Syi’ahnya Ahlul Bait, beliau akhirnya mengutus Muslim bin Agil (sepupunya) ke Kufah guna membuktikan apa yang sudah mereka sampaikan.
Sesampainya Muslim bin Agil di Kufah, puluhan ribu penduduk Kufah menyambutnya serta membai’atnya sebagai wakil Imam Husin. Muslim bin Agil segera mengirim surat kepada Imam Husin memberitahukan mengenai keadaan dan apa yang terjadi di Kufah, serta mengharap agar Imam Husin segera berangkat ke Kufah. Setelah menerima surat tersebut, Imam Husin segera memutuskan untuk segera pergi ke Kufah dan rencana tersebut beliau sampaikan kepada famili-familinya serta sahabat-sahabatnya dan banyak para sahabat yang melarang Husein untuk pergi ke Kufah. Di antara mereka adalah Ibnu Umar, Abdulloh bin Ja’far dan lainnya. Bahkan Abdulloh bin Umar terus mendesak kepada Husain agar tetap tinggal di Mekkah dan tidak keluar.
Abdullah bin Abbas (sepupu Imam Ali) begitu mendengar rencana Imam Husin tersebut segera mendatangi Imam Husin dan menasehati agar Imam Husin menggagalkan rencananya. Sebab Ibnu Abbas tahu benar watak orang-orang yang selalu mengaku sebagai Syi’ahnya Ahlul Bait tersebut. Namun dengan dilandasi baik sangka, Husain menyelisihi permusyawarahan mereka dan keluar, lalu Ibnu Umar berkata kepadanya, “Aku menitipkanmu kepada Alloh dari pembunuhan!"
Begitu Husain Radhiyallahu ‘anhu keluar, ia menemui Farozdaq di jalan yang berkata kepadanya, “Berhati-hatilah engkau, mereka bersamamu namun pedang-pedang mereka bersama Bani Umayyah. Mereka adalah Syi’ah yang mengirim surat kepadamu, dan mereka menginginkanmu untuk keluar (ke tempat mereka), tetapi hati-hati mereka tidak bersamamu. Secara hakiki mereka mencintaimu, akan tetapi pedang-pedang mereka terhunus bersama Bani Umayyah!”
Dengan harapan dapat menyelamatkan Negara dari orang-orang yang tidak layak memimpin negara, maka Imam Husin terpaksa menolak nasihat para sahabat dan keluarganya yang lain dan tetap berangkat ke Kufah beserta keluarga dan beberapa kaum muslimin lainnya (bbrp org dr kelompok Syiah dan kaum Anshar).
Namun apa yang terjadi di Kufah?
Muslim bin Agil akhirnya ditangkap dan dibunuh oleh Gubernur Kufah (Ubaidillah bin Ziyad). Sedang orang-orang Kufah yang telah menyatakan dirinya sebagai Syi’ahnya Imam Husin dan telah membai’at Muslim bin Agil sebagai wakil Imam Husin tersebut, telah berkhianat. Mereka berubah haluan, mereka terpengaruh oleh bujukan dan rayuan Ubaidillah bin Ziyad dan berbalik menjadi pengikut Yazid. Bahkan mereka menjadi tentara yang dikirim oleh Ubaidillah bin Ziyad waktu menyerang dan membunuh Imam Husin beserta keluarganya di Karbala.
Pasukan Yazid bersama pasukan Syiah Kufah telah mengepung Imam Husein dan pasukannya di sebuah negeri bernama Karbala dan mereka tidak mengijinkan Imam Husein as dan para sahabatnya melanjutkan perjalanan ke Kufah. Kemudian datanglah intruksi dari Yazid , bahwa apabila Husein menyerah, maka ambillah baiat darinya dan kirim dia ke sisiku, agar aku ambil keputusan tentangnya , namun bila ia tidak mau menyerah, maka perangilah."
Imam Husein tidak menyerahkan dirinya kepada kehinaan dan tidak bersedia kompromi dengan pemerintahan tirani Yazid dan beliau memilih berperang dengan pasukannnya yang sangat kecil dan sedikit jumlahnya dan bertahan di hadapan pasukan Yazid yang begitu banyak jumlahnya. Dan dengan penuh keberanian dan keperkasaaan, beliau dan para keluarga serta sahabatnya berperang dan membunuh sejumlah musuh. Akhirnya, beliau sendiri beserta keluarga (kecuali Ali Zainal yang kala itu ditinggal didalam tenda karena sakit bersama bibinya, siti Zainab) dan para sahabatnya menemui syahadah dan pada tanggal sepuluh 10 Muharram tahun 61 Hijriyah, beliau terbunuh dan badannya dimakamkan di Karbala sedangkan kepalanya dibawa kehadapan Yazidz dan sempat menjadi bulan-bulan oleh Yazid dan membuat pedih hati sahabat rasul yang sudah tua dan hadir disaat Yazidz menghina kepala Imam Husein. Lalu kepala Imam Husein dibawa berkeliling untuk dipamerkan kepada rakyat sebagai contoh agar tidak membangkang. Dan pada akhirnya, setelah berpindah-pindah tempat beberapa puluhan tahun, kepala Imam Husein dipindahkan ke Mesir. Dan kabarnya, tempat kepala Imam Husein dikuburkan didirikan Masjid Husein di Mesir. Imam Husein as hiudp di dunia selama 58 tahun.
Begitulah asal mula terjadinya peristiwa Karbala. Satu-satunya anak laki-laki Sayyidina Husin yang tidak mati dan selamat dari kekejaman orang-orang Syi’ah tersebut adalah Sayyidina Ali Zainal Abidin yang dilindungi oleh bibinya Siti Zainab, putri Rasulullah yang dikala itu menjaga Imam Ali Zainal yang masih kecil, sehingga tidak ada kelompok dari Yazidz menyentuh Imam Ali yang berada didekapan bibi beliau. Sedangkan saudara-saudara dari Imam Ali Zainal tewas bersama Ayahandanya, Imam Husein bersama kaum Anshor dan kelompok Syiah lainnya yang setia mendampingi Ali.
Seorang ahli sejarah (tokoh Syi’ah) yang dikenal dengan sebutan AL Ya’Quubi, menerangkan dalam kitabnya sebagai berikut : Ketika Imam Ali Zainal Abidin memasuki kota kufah, beliau melihat orang-orang Syi’ah kufah menangis, beliaupun berkata kepada mereka: “ Kalian membunuhnya tetapi kalian menangisinya. Kalianlah yang membunuhnya, lalu siapa yang membunuhnya kalau bukan kalian ? Kalianlah yang membunuhnnya.” Itulah keterangan ulama Syi’ah, mengenai kata-kata Imam Ali Zainal Abidin dalam menanggapi tangisan orang-orang Syi’ah, atas terbunuhnya keluarga Rasulullah saw di Karbala.
4. Alasan Tangisan Syiah Rafdihah Atas Peristiwa Karbala
Selang berlalunya waktu, generasi yang datang belakangan tidak pernah memahami sebab utama ritual ini dan mengira bahwa ritual ini hanya bertujuan untuk mengungkapkan kesedihan atas kejadian yang menimpa Husein bin Ali dan ahlul bait seperti yang didengungkan oleh para ulama. Sementara itu generasi belakangan tetap meyakini bahwa ritual ini untuk mencara pahala dengan rasa cinta kepada Husein bin Ali dan mereka lupa bahwa sebenarnya ritual ini diadakan sebagai hukuman kepada diri mereka sendiri yang telah menkhianati Husein bin Ali
Tetapi bagi kalangan sejarah yang mengetahui pengkhianatan yang
dilakukan oleh Syiah Kufah (syiah rafidhah) yang karena perbuatan
merekalah Imam Husein terbunuh di Karbala setelah mereka sendiri yang
meminta pertolongan dan dukungan kepada Imam Husein dengan mengundang
beliau ke Kufah untuk di baiat tetapi kemudian berkhianat.
Mereka (syiah Rafidhah) terus bergumam, bahwa mereka tidak pernah bermaksud untuk membunuh Imam Husein dan keluarganya. Sebagai penyesalan atas pengkhianatan mereka, mereka berusaha menebusnya dengan ritual menyiksa diri mereka sebagai hukuman kepada diri mereka sendiri yang telah menkhianati Husein bin Ali. Mereka menebus dosa mereka dengan hukuman di dunia, dan berharap di akherat Allah tidak akan menghukum mereka dengan hukuman yang lebih berat.
Entah bagaimana mereka mengubah ritual ini dari hukuman berubah maknanya sehingga menjadi ibadah yang berpahala dan bahkan mensucikan Padang Karbala. Bahkan mereka mengatakan mengunjungi Padang Karbala lebih utama dan lebih besar pahalanya daripada melakukan ibadah haji di Makkah
Pendapat di atas dikuatkan oleh perkataan Zainab binti Ali yang ditujukan kepada mereka : “Wahai penduduk kufah, wahai para pengkhianat, perumpamaan kalian adalah bagaikan seorang perempuan yang mengurai benang yang sudah dipintal. Kalian hanya mempunyai kesombongan, kejahatan, kebencian dan kedustaan. Apakah kalian menangisi saudaraku? Tentu, demi Allah, maka perbanyaklah tangis dan jangan banyak tertawa, sungguh kalian telah diuji dengan kehinaan..bagaimana kalian menganggap enteng membunuh menantu nabi terakhir?"
Selain itu, dengan perbuatan ratapan dan menyakiti diri mereka atas kematian Al Husein, sudah melanggar larangan Allah, tentang diharamkannya perbuatan meratapi kemalangan, musibah dan kematian dengan cara berlebihan (memukul diri, menjerit, mencakar dll)
Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu ia berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam, “Tidak termasuk golongan kami orang yang memukul-mukul muka, merobek-robek baju dan berteriak-teriak seperti orang-orang jahiliyah .” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari Abu Musa Al-Asy’ary radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Ada empat perkara diantara perkara jahiliyah terdapat di tengah umatku; berbangga dengan kesukuan, mencela ketuturunan (orang lain), meminta hujan dengan bintang-bintang dan meratapi mayat. Dan beliau bersabda, “Wanita yang meratapi mayat apabila tidak bertaubat sebelium meninggal. Ia akan dibangkit pada hari kiamat dengan memakai mantel dari tembaga panas dan jaket dari penyakit kusta.”
Pelanggaran lainnya dilakukan oleh mereka adalah, mereka mencela dan menghina para sahabat nabi didalam perayaan Ashura sebagai bentuk dukungan dan kecintaan mereka terhadap Ahlul Bayt. Hal ini sendiri sudah melanggar dari apa yang disabdakan oleh Rasul
Dari Abu Sa’iid Al-Khudri bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Jangan kalian mencela para sahabatku. Seandainya salah seorang kalian mengimfaqkan emas sebesar gunung Uhud, niscaya tidak akan sampai (nilainya) segegam (pahalanya) salah seorang mereka dan tidak pula separohnya"
Mereka (syiah Rafidhah) terus bergumam, bahwa mereka tidak pernah bermaksud untuk membunuh Imam Husein dan keluarganya. Sebagai penyesalan atas pengkhianatan mereka, mereka berusaha menebusnya dengan ritual menyiksa diri mereka sebagai hukuman kepada diri mereka sendiri yang telah menkhianati Husein bin Ali. Mereka menebus dosa mereka dengan hukuman di dunia, dan berharap di akherat Allah tidak akan menghukum mereka dengan hukuman yang lebih berat.
Entah bagaimana mereka mengubah ritual ini dari hukuman berubah maknanya sehingga menjadi ibadah yang berpahala dan bahkan mensucikan Padang Karbala. Bahkan mereka mengatakan mengunjungi Padang Karbala lebih utama dan lebih besar pahalanya daripada melakukan ibadah haji di Makkah
Pendapat di atas dikuatkan oleh perkataan Zainab binti Ali yang ditujukan kepada mereka : “Wahai penduduk kufah, wahai para pengkhianat, perumpamaan kalian adalah bagaikan seorang perempuan yang mengurai benang yang sudah dipintal. Kalian hanya mempunyai kesombongan, kejahatan, kebencian dan kedustaan. Apakah kalian menangisi saudaraku? Tentu, demi Allah, maka perbanyaklah tangis dan jangan banyak tertawa, sungguh kalian telah diuji dengan kehinaan..bagaimana kalian menganggap enteng membunuh menantu nabi terakhir?"
Selain itu, dengan perbuatan ratapan dan menyakiti diri mereka atas kematian Al Husein, sudah melanggar larangan Allah, tentang diharamkannya perbuatan meratapi kemalangan, musibah dan kematian dengan cara berlebihan (memukul diri, menjerit, mencakar dll)
Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu ia berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam, “Tidak termasuk golongan kami orang yang memukul-mukul muka, merobek-robek baju dan berteriak-teriak seperti orang-orang jahiliyah .” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari Abu Musa Al-Asy’ary radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Ada empat perkara diantara perkara jahiliyah terdapat di tengah umatku; berbangga dengan kesukuan, mencela ketuturunan (orang lain), meminta hujan dengan bintang-bintang dan meratapi mayat. Dan beliau bersabda, “Wanita yang meratapi mayat apabila tidak bertaubat sebelium meninggal. Ia akan dibangkit pada hari kiamat dengan memakai mantel dari tembaga panas dan jaket dari penyakit kusta.”
Pelanggaran lainnya dilakukan oleh mereka adalah, mereka mencela dan menghina para sahabat nabi didalam perayaan Ashura sebagai bentuk dukungan dan kecintaan mereka terhadap Ahlul Bayt. Hal ini sendiri sudah melanggar dari apa yang disabdakan oleh Rasul
Dari Abu Sa’iid Al-Khudri bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Jangan kalian mencela para sahabatku. Seandainya salah seorang kalian mengimfaqkan emas sebesar gunung Uhud, niscaya tidak akan sampai (nilainya) segegam (pahalanya) salah seorang mereka dan tidak pula separohnya"
Sumber
http://blog.re.or.id/analisa-syiah-sunni.htm
http://aslibumiayu.wordpress.com/2011/12/05/syiah-rafidhah-kesesatan-pesta-duka-hari-asyuraa/
http://esq-news.com/2009/03/10/77/muawiyyah-bin-abu-sufyan-khalifah-pertama-dinasti-umayyah.html
http://saidaneffendi-darussalam.blogspot.com/2011/07/pengkhianatan-syiah-terhadap-ahlu-bait.html
http://www.alhassanain.com/indonesian/book/book/beliefs_library/fundamentals_of_Religion/general_books/semua_perlu_tahu/010.html
http://yayasan-aljawad.blogspot.com/2011/01/terbunuhnya-imam-hasan-bin-ali-bin-abi.html
http://aslibumiayu.wordpress.com/2011/12/05/ritual-asyura-orang-orang-syiah-rafidhah-yang-mengaku-sebagai-ahlul-bait-kok-seperti-ini-ya/
73 Golongan Umat Nabi SAW
- Diterbitkan pada Rabu, 02 September 2009 00:00
- Dilihat: 12648
- http://majlisdzikrullahpekojan.org/kisah-quran-dan-hadist/golongan-umat-nabi-saw.html
Tentang Islam akan terpecah menjadi banyak golongan
“Akan ada segolongan umatku yang tetap atas Kebenaran sampai Hari Kiamat dan mereka tetap atas Kebenaran itu.” HR. Bukhari dan Muslim.
Rasulullah Saw lewat riwayat Jabir Ibnu Abdullah bersabda :
“Akan ada
generasi penerus dari umatku yang akan memperjuangkan yang haq,
kamu akan mengetahui mereka nanti pada hari kiamat, dan kemudian Isa bin
Maryam akan datang, dan orang-orang akan berkata, “Wahai Isa, pimpinlah
jamaa’ah (sholat), ia akan berkata, “Tidak, kamu memimpin satu sama
lain, Allah memberikan kehormatan pada umat ini (Islam) bahwa tidak
seorang pun akan memimpin mereka kecuali Rasulullah SAW dan orang-orang
mereka sendiri.”
Hadits tentang sejumlah 73 golongan yang terpecah dalam Islam
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Orang-orang
Yahudi terpecah kedalam 71 atau 72 golongan, demikian juga orang-orang
Nasrani, dan umatku akan terbagi kedalam 73 golongan.” HR. Sunan Abu Daud.
Dalam
sebuah kesempatan, Muawiyah bin Abu Sofyan berdiri dan memberikan
khutbah dan dalam khutbahnya diriwayatkan bahwa dia berkata, “Rasulullah
SAW bangkit dan memberikan khutbah, dalam khutbahnya beliau berkata,
'Millah ini akan terbagi ke dalam 73 golongan, seluruhnya akan masuk
neraka, (hanya) satu yang masuk surga, mereka itu Al-Jamaa’ah,
Al-Jamaa’ah. Dan dari kalangan umatku akan ada golongan yang mengikuti
hawa nafsunya, seperti anjing mengikuti tuannya, sampai hawa nafsunya
itu tidak menyisakan anggota tubuh, daging, urat nadi (pembuluh darah)
maupun tulang kecuali semua mengikuti hawa nafsunya.” HR. Sunan Abu Daud.
Dari Auf bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda:"Yahudi
telah berpecah menjadi 71 golongan, satu golongan di surga dan
70 golongan di neraka. Dan Nashara telah berpecah belah menjadi 72
golongan, 71 golongan di neraka dan satu di surga. Dan demi Allah yang
jiwa Muhammad ada dalam tangan-Nya umatku ini pasti akan berpecah belah
menjadi 73 golongan, satu golongan di surga dan 72 golongan di neraka."
Lalu beliau ditanya: "Wahai Rasulullah siapakah mereka ?" Beliau
menjawab: "Al Jamaah." HR Sunan Ibnu Majah.
Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Orang-orang
Bani Israil akan terpecah menjadi 71 golongan dan umatku akan terpecah
kedalam 73 golongan, seluruhnya akan masuk neraka, kecuali satu, yaitu
Al-Jamaa’ah.” HR. Sunan Ibnu Majah.
“Bahwasannya
bani Israel telah berfirqah sebanyak 72 firqah
dan akan berfirqah umatku sebanyak 73 firqah, semuanya akan masuk Neraka
kecuali satu.” Sahabat-sahabat yang mendengar ucapan ini bertanya:
“Siapakah yang satu itu Ya Rasulullah?” Nabi menjawab: ” Yang satu itu
ialah orang yang berpegang sebagai peganganku dan pegangan
sahabat-sahabatku.” HR Imam Tirmizi.
Abdullah Ibnu Amru meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda : “Umatku
akan menyerupai Bani Israil selangkah demi selangkah. Bahkan jika
seseorang dari mereka menyetubuhi ibunya secara terang-terangan,
seseorang dari umatku juga akan mengikutinya. Kaum Bani Israil terpecah
menjadi 72 golongan. Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan,
seluruhnya akan masuk neraka, hanya satu yang masuk surga.” Kami (para
shahabat) bertanya, “Yang mana yang selamat ?” Rasulullah Saw menjawab, “
Yang mengikutiku dan para sahabatku.” HR Imam Tirmizi.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Orang-orang
Yahudi terbagi dalam 71 golongan atau 72 golongan dan Nasrani pun
demikian. Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan.” HR Imam Tirmizi.
Diriwayatkan oleh Imam Thabrani, ”Demi
Tuhan yang memegang jiwa Muhammad di
tangan-Nya, akan berpecah umatku sebanyak 73 firqah, yang satu masuk
Syurga dan yang lain masuk Neraka.” Bertanya para Sahabat: “Siapakah
(yang tidak masuk Neraka) itu Ya Rasulullah?” Nabi menjawab:
“Ahlussunnah wal Jamaah.”
Mu’awiyah Ibnu Abu Sofyan meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani) dalam masalah agamanya terbagi
menjadi 72 golongan dan dari umat ini (Islam) akan terbagi menjadi 73
golongan, seluruhnya masuk neraka, satu golongan yang akan masuk surga,
mereka itu Al-Jamaa’ah, Al-Jamaa’ah. Dan akan ada dari umatku yang
mengikuti hawa nasfsunya seperti anjing mengikuti tuannya, sampai hawa
nafsunya itu tidak menyisakan anggota tubuh, daging, pembuluh darah,
maupun tulang kecuali semua mengikuti hawa nafsunya. Wahai orang Arab!
Jika kamu tidak bangkit dan mengikuti apa yang dibawa Nabimu…” HR.Musnad Imam Ahmad.
Umat Islam terpecah menjadi 7 golongan besar yaitu:
1. Mu'tazilah,
yaitu kaum yang mengagungkan akal pikiran dan bersifat filosofis,
aliran ini dicetuskan oleh Washil bin Atho (700-750 M) salah seorang
murid Hasan Al Basri.
Mu’tazilah memiliki 5 ajaran utama, yakni :
- Tauhid. Mereka berpendapat :
- Sifat Allah ialah dzatNya itu sendiri.
- al-Qur'an ialah makhluk.
- Allah di alam akhirat kelak tak terlihat mata manusia. Yang terjangkau mata manusia bukanlah Ia.
- Keadilan-Nya. Mereka berpendapat bahwa Allah SWT akan memberi imbalan pada manusia sesuai perbuatannya.
- Janji dan ancaman. Mereka berpendapat Allah takkan ingkar janji: memberi pahala pada muslimin yang baik dan memberi siksa pada muslimin yang jahat.
- Posisi di antara 2 posisi. Ini dicetuskan Wasil bin Atha yang membuatnya berpisah dari gurunya, bahwa mukmin berdosa besar, statusnya di antara mukmin dan kafir, yakni fasik.
- Amar ma’ruf (tuntutan berbuat baik) dan nahi munkar (mencegah perbuatan yang tercela). Ini lebih banyak berkaitan dengan hukum/fikih.
Aliran
Mu’tazilah berpendapat dalam masalah qada dan qadar, bahwa manusia
sendirilah yang menciptakan perbuatannya. Manusia dihisab berdasarkan
perbuatannya, sebab ia sendirilah yang menciptakannya.
Golongan Mu'tazilah pecah menjadi 20 golongan.
2. Syiah,
yaitu kaum yang mengagung-agungkan Sayyidina Ali Kw, mereka tidak
mengakui khalifah Rasyidin yang lain seperti Khlifah Sayyidina Abu
Bakar, Sayidina Umar dan Sayyidina Usman bahkan membencinya. Kaum ini di
sulut oleh Abdullah bin Saba, seorang pendeta yahudi dari Yaman yang
masuk islam. Ketika ia datang ke Madinah tidak mendapat perhatian dari
khalifah dan umat islam lainnya sehingga ia menjadi jengkel. Golongan Syiah pecah menjadi 22 golongan dan yang paling parah adalah Syi'ah Sabi'iyah.
3. Khawarij,
yaitu kaum yang sangat membenci Sayyidina Ali Kw, bahkan mereka
mengkafirkannya. Salah satu ajarannya Siapa orang yang melakukan dosa
besar maka di anggap kafir. Golongan Khawarij Pecah menjadi 20 golongan.
4. Murjiah.
- Al-Murji’ah meyakini bahwa seorang mukmin cukup hanya mengucapkan “Laailahaillallah” saja dan ini terbantah dengan pernyataan hadits bahwa dia harus mencari dengan hal itu wajah Allah, dan orang yang mencari tentunya melakukan segala sarananya dan konsekuensi-konsekuensi pencariannya sehingga dia mendapatkan apa yang dia cari dan tidak cukup hanya mengucapkan saja. Jadi menurut al-murji’ah bahwa cukup mengucapkan “Laailahaillallah” dan setelah itu dia berbuat amal apa saja tidak akan mempengaruhi keimanannya, maka ini jelas bertentangan dengan hadits “dia mencari dengan itu wajah Allah”, maka ini adalah bentuk kesesatan al-murji’ah.
- Al-Mu’tazilah dan Al-Khawarij meyakini bahwa seorang yang melakukan dosa-dosa besar kekal didalam api neraka, dan ini terbantah dengan sabda Rasulullah “sesungguhnya Allah mengharamkan atas api neraka orang yang mengucapkan Laailahaillallah”. Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah bahwasanya pengharaman api neraka membakar orang-orang yang mengucapkan “Laailahaillallah” itu ada dua, pertama pengharaman secara mutlak dan ini bagi orang yang mengucapkan “Laailahaillallah” dengan mendatangkan seluruh syarat-syaratnya, konsekuensi-konsekuensinya dan kandungan-kendungannya sehingga dia terlepas dari syirik besar, syirik kecil dan perbuatan-perbuatan dosa besar, kalaupun dia terjatuh kepada perbuatan dosa maka dia bertaubat dan tidak terus menerus diatasnya, maka orang yang sempurna tauhidnya seperti ini diharamkan api neraka untuk membakarnya secara mutlak, yakni dia tidak disentuh oleh api neraka sama sekali. Kemudian yang kedua, yaitu pengharaman yang tidak mutlak dan bersifat kurang, yang dimaksud yaitu pengharaman untuk kekal didalam api neraka, ini bagi orang-orang yang kurang tauhidnya sehingga dia terjatuh kedalam syirik kecil atau dosa-dosa besar yang dia terus menerus didalamnya, maka orang yang demikian ini diharamkan atas api neraka untuk membakarnya dalam jangka waktu yang kekal selama dia belum mengugurkan tauhidnya ketika didunia. Oleh karena itu pendapat al-mu’tazilah dan al-khawarij yang menyatakan bahwa pelaku dosa besar kekal didalam api neraka, ini adalah pendapat yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah.
- Tidak ada dzikir yang lebih utama didunia ini kecuali “Laailahaillallah”.
- Salah satu sebab dikabulkannya doa adalah dengan menggunakan sifat Allah dan nama-Nya, secara khusus memanggil Allah dengan uluhiyah-Nya, meminta dan berdoa kepada Allah dengan menyebutkan rububiyah-Nya.
“Laailahaillallah”
merupakan dzikir dan doa, disebut dengan doa karena orang yang
mengucapkan “Laailahaillallah” mengharapkan ridha Allah dan ingin sampai
kepada surga-Nya.
Golongan Murjiah pecah menjadi 5 golongan.
5. Najariyah, Kaum yang menyatakan perbuatan manusia adalah mahluk, yaitu dijadikan Tuhan dan tidak percaya pada sifat Allah yang 20. Golongan Najariyah pecah menjadi 3 golongan.
6. Al Jabbariyah,
Kaum yang berpendapat bahwa seorang hamba adalah tidak berdaya apa-apa
(terpaksa), ia melakukan maksiyat semata-mata Allah yang melakukan. Golongan Al Jabbariyah pecah menjadi 1 golongan.
7. Al Musyabbihah / Mujasimah, kaum yang menserupakan pencipta yaitu Allah dengan manusia, misal bertangan, berkaki, duduk di kursi. Golongan Al Musyabbihah / Mujasimah pecah menjadi 1 golongan.
Dan satu golongan yang selamat adalah Ahli Sunah Wal Jama'ah.
Ahli Sunah wal Jama'ah.
1. Pengertian.
Secara
etimologi Ahli adalah kelompok/keluarga/pengikut. Sunah adalah
perbuatan-perbuatan Rasulullah yang diperagakan beliau untuk menjelaskan
hukum-hukum Al Qur'an yang dituangkan dalam bentuk amalan. Al Jama'ah
yaitu Al Ummah ( Al Munjid) yaitu sekumpulan orang-orang beriman yang di
pimpin oleh imam untuk saling bekerjasama dalam hal urusan yang
penting.
Menurut istilah Ahli Sunah
wal Jama'ah adalah sekelompok orang yang mentaati sunah Rasulullah
secara berjama'ah, atau satu golongan umat islam di bawah satu komando
untuk urusan agama islam sesuai dengan ajaran Rasulullah dan para
sahabatnya.
2.Syarat terbentuknya Al Jama'ah.
Secara singkat telah diterangkan oleh Sayyidina Umar RA:
" Tidak ada islam kecuali dengan jama'ah, Tidak ada jama'ah kecuali
dengan imam, Tidak ada imam kecuali dengan Bai'at, Tidak ada bai'at
kalau tidak ada taat.
Dan bai'at
bukanlah syahadat, sebagaimana yang diyakini oleh mereka yang salah, dan
apalagi dengan pengkafiran diluar kelompok tersebut.
3. Terpeliharanya Islam.
Dalam
masa-masa kerusakan islam Allah menunjukkan kasih sayangnya dengan
membangkitkan para mujadidnya setiap 100 tahun sekali yang meluruskan
kembali pemahaman ajaran Rasul sesuai dengan kebutuhan pemahaman mereka
saat itu hingga turunnya masa imam Mahdi.
Dari berbagai sumber.
terima kasih kawan beritanya, Ya ALLAH hancurkanlah wahabi sebagaimana engkau menghancurkan kaum Fir'un!!!
BalasHapusbagi kami kaum awam sangatlah mengherankan setelah membaca persitiwa Karbala yang sangat mnyedihkan...dan sangat aneh bagi kalangan awam... Seperti tidak masuk akal...kok terjadi kekejaman-dan pengkhianatan serta kolaborasi kaum pengkhianat dan penguasa serta para tentara pencari harta...dan kedudukan...dengan sangat keji dan sangat kejam membantai seluruh keluarga sydh Fathimah-Syd Ali yang merupakan keturunan langsung satu2nya dari Rasulullah saw.
BalasHapusMengapa kelompok Yazid-Muawiyah dan para pengkhianat dan kolaborator2 itu ...harus membasmi habis keturunan bani Hasyim dan cucu-cicit Rasulullah SAW..??
Mengapa mereka demikian keji dan dengki...sehingga melakukan perbuatan aniaya dan kekejaman yang sangat tiadatandingan... Seraya mereka kaum pengikut dan penyokong pembantaian ini hingga kini hatinya tak bergeming..dan tak pernah ingin memperbaiki perilakunya.... Bahkan mereka menyepelekan peristiwa kejam ini...???
Ada apa dengan ajaran dan ilmu kebenaran Syd Husein-Syd hassan da Syd Ali..sehingga mereka semua harus dibunuh dan dimusnahkan..???
Kaum awam sangatlah tidak bisa memahami cara berfikir kaum pendengki dan kaum yang memusuhi Syd Ali-Syd Hasan-Syd Husein dan anak2 dan cucunya..itu..???
kalau hanya orang perorangan tentulah tidak akan sekejam itu... dan para pembunuh itu tidak akan sebebas dan sekuat itu... Ini tentu ada kekuatan inteligen-kolaborasi politik kekuasaan-dan para pemburu harta dan kedudukan..yang ikut serta.. bahkan konon be-ribu2 tentara dengan kekuatan penuh dan persenjataan lengkap untuk menghadang dan memusnahkan keturunan Nabi dan Bani Hasyim ini..??
Yang mengherankan, kaum Wahabi -Salafy yang selalu gembar gembor paling islami dan paling murni ajarannya,... namun tak sedikitpun tersentuh untuk memperingati peristiwa ini, bahkan dalam tulisan2nya lebih menggambarkan ketidak sukaan dengan pihak2 yang memperingati peristiwa karbala..??
Mengapa para salafi-dan konon ada sahabat atau tabiin atau tabiuttabiin di zaman itu ikut terlibat dalam pembunuhan cucu-dan cicit Rasulullah saw..?? >> Benarkah seperti itu..??
Sejarah islam ternyata banyak pengkhianatan... ??? >> hal ini bukan emata-mata kekuasaan.. tetapi menyangkut kemurnian ajaran dan titah Rasulullah SAW ?? >> apakah para sakafi itu sudah mulai menyimpang dari ajaran yang lurus...?? >>
Lalu bagaimana kau awam harus bersikap...?? Sedangkan para penguasa dan ulama2 suu' sudah demikian kuat dan terus-menerus membunuh dan memfitnah ajaran2 Rasulullah saw..?? dan apakah mereka gak segan memalsukan ajaran2 dan menyelewengkan ajaran2 Rasulullah saw..??
Wahai ilmuwan-cendekiawan dan ulama2 haq...serta para ahli tarikh dan sejarah serta ahli2 agama..bersatulah dan luruskan agama dan ajaran agama ini...sehingga kita bisa benar2 kuat dan bersatu....>> dan pastinya kaum munafiqin akan selalu berkolaborasi dengan musuh2 agama dan selalu akan menista ajaran2 agama demi kebohongan dan dusta2 mereka..??
Semoga Allah memberikan taufiq, hidayah, inayah, maunah,..ma'rifah kepada kita sekalian yang ingin Islam yang lurus-utuh-menyeluruh...aamiin