Minggu, 27 Februari 2011

Kisruh Di Wilayah Penghasil Mnyak Dunia, dan akibatnya terhadap Pasokan serta kecenderungan kenaikan harga Minyak. Apa yang terbaik kita harus mencari jalan alternatifnya??? AS dan Negara Eropa serta Negara2 Industri lainnya, akankah terpengaruh, atau sudah memiliki alternatif2 yang dispersiapkan.... Bilamana tidak, maka bisa jadi hal tersebut mendorong Harga minyak sangat tinggi dan menyulitkan bage perekonomian rakyat miskin. RI seyogianya segera mempersiapkan dengan kongkrit akan langkah2 untuk mengatasinya secara jangka panjang.........

Venezuela: AS Kobarkan Kerusuhan Libya Untuk Rebut Minyak

   
CARACAS, Venezuela (Berita SuaraMedia) – Diplomat papan atas Venezuela pada kamis (24/2) waktu setempat menggemakan tuduhan Fidel Castro bahwa Washington mengobarkan perlawaan di Libya untuk membenarkan sebuah invasi merebut persediaan minyak negara Afrika Utara tersebut.
Menteri Luar Negeri Venezuela, Nicolas Maduro mengklaim bahwa AS berusaha untuk menciptakan sebuah gerakan di dalam Libya yang bertujuan untuk menggulingkan Moammar Gaddafi.
Maduro tidak mengutuk atau membela tindakan kekerasan pada rakyat Libya yang berpartisipasi dalam perlawanan poluler yang menentang kekuasaan Gaddafi yang sudah berlangsung lama tersebut.
Ia menyerukan sebuah solusi penuh damai pada pemberontakan di Libya dan mempertanyakan kebenaran laporan-laporan media pada perlawanan berdarah tersebut, yang telah menjalar semakin mendekat pada benteng pertahanan Gaddafi di Tripoli.
"Mereka menciptakan kondisi untuk membenarkan sebuah invasi di Libya," Maduro mengatakan.
"Libya akan melalui masa-masa sulit, yang tidak seharusnya diukur dengan informasi dari agen-agen berita yang berpihak," Maduro menambahkan, merujuk pada media Barat.
Gaddafi telah menjadi sebuah sekutu dekat Presiden Venezuela Hugo Chavez, dan para penentang politik Gaddafi yang telah secara kuat mengecam hubungan dekat tersebut.
Dalam sebuah pesan Twitter pada Kamis (24/2), presiden sayap kiri Venezuela mengatakan: "Viva Libya (Hidup Libya) dan kemerdekaan! Gaddafi sedang menghadapi sebuah perang sipil."
Ini adalah pertama kalinya bahwa Chavez telah secara publik merujuk pada kekerasan di Libya.
Pada Kamis, Castro, pembimbing Chavez, mengatakan bahwa perlawanan di Libya kemungkinan menjadi sebuah dalih oleh AS untuk mendorong sebuah invasi NATO.
Castro mengatakan dalam sebuah kolom yang dipublikasikan oleh media pemerintah Kuba bahwa terlalu awal untuk mengecam Gaddafi. Namun ia benar-benar mendesak protes terhadap sesuatu yang ia klaim terencana: Sebuah invasi yang dipimpin AS untuk mengambil alih minyak Libya.
Venezuela dan Libya, keduanya adalah anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (Organization of Petroleum Exporting Countries – OPEC).
Chavez, yang mengusahakn ikatan kuat dengan Gaddafi semenjak mengambil alih kekuasaan pada tahun 1999, telah terus-terusan menuduh Washington berkonspirasi untuk menggulingkan pemerintahannya.
Presiden yang mengklaim dirinya sendiri sebagai seorang sosialis tersebut mengatakan bahwa AS ingin mengendalikan persediaan minyak Venezuela yang sangat besar.
Para pejabat AS telah meremehkan saran-saran bahwa Washington merencanakan menetang pemerintah Venezuela.
Sebelumnya pada Kamis, Afif Tajeldine, duta besar Venezuela untuk Libya, mengatakan bahwa berpuluh-puluh warga Venezuela yang sedang bekerja di negara tersebut telah dievakuasi oleh para pemiliki perusahaan mereka. Sedikitnya 76 warga Venezuela tinggal di Libya, kedutaan tersebut mengatakan.
Tajeldine mengatakan pada jaringan televisi yang berbasis di Caracas, Telesur bahwa semua warga Venezuela telah lama menetap di kedutaan, di ibukota Tripoli dan hanya 13 warga yang masih tersisa pada Kamis.

Tambahan Produksi Saudi Tahan Kenaikan Minyak
Headline
foto: istimewa
Oleh: Wahid Ma'ruf
Ekonomi - Sabtu, 26 Februari 2011 | 10:28 WIB
TERKAIT. http://ekonomi.inilah.com/read/detail/1272742/tambahan-produksi-saudi-tahan-kenaikan-minyak
INILAH.COM, New York - Minyak mentah Brent naik pada perdagangan Jumat (25/2) di atas US$112 per barel. Langkah Arab Saudi menaikkan produksi telah menghentikan trend kenaikan tersebut.
Arab Saudi telah meningkatkan output dengan lebih dari 700.000 barel per hari. Produksi minyak Arab Saudi menuju ke tingkat melebihi 9 juta barel per hari. Pasar yang sebelumnya khawatir akhirnya meredakan meskipun ada potensi gangguan pasokan dengan adanya krisis Libya.

Kekhawatiran tentang memburuknya situasi di Libya, dengan penutupan produksi minyak telah naik sebanyak tiga perempat dari output 1,6 juta barel per hari-nya. Hal ini memacu aksi short covering jangka pendek sebelum akhir pekan. Meskipun tingkat harga saat ini masih di bawah level tertinggi 2,5 tahun terakhir.

Langkah ini kemudian juga dipicu keputusan Amerika Serikat menjatuhkan sanksi dan memutus hubungan diplomatik dengan Libya. Sebab tentara diktator Libya ini menumpas pemberontakan yang semakin meluas terhadap pemerintahannya.

Walaupun perkiraan menurunnya pasokan dari Libya tidak dapat dikonfirmasi. Namun, dengan kondisi tidak tenang ketika pemberontak berjuang untuk merebut kendali atas ladang minyak dan terminal di bagian timur negara dari loyalis Gaddafi.

Di London, minyak Brent berjangka untuk bulan April ditutup naik 78 sen pada $112,14 per barel, penyelesaian mingguan tertinggi sejak 21 Agustus 2008. Dengan tertinggi intraday pada $113,91, di bawah tertinggi hari Kamis di $119,79, yang menjadi tertinggi intraday sejak Agustus 2008 demikian dikutip dari finance.yahoo.com.

Minyak mentah berjangka AS bulan April diselesaikan naik 60 sen di $97,88, penutupan mingguan tertinggi sejak September 2008, dan mencapai $99,20 sebelumnya. Jauh di bawah puncak intraday Kamis di $103,41, yang juga tertinggi sejak September 2008.

Harga Barang Naik 5% Jika Minyak US$100
Headline
Foto: Istimewa
Oleh: Ahmad Munjin
Ekonomi - Senin, 28 Februari 2011 | 07:31 WIB
INILAH.COM, Jakarta - Gejolak revolusi di Libya belakangan ini sudah menyebabkan harga minyak dunia kian liar. Para pelaku industri pun sudah ancang-ancang menaikkan 5% harga jual produknya.
Ketua Asosiasi pengusaha Indonesia (Apindo) Djimanto mengatakan, seiring gejolak di Libya, para pengusaha sudah memperhitungkan pengaruh kenaikan harga minyak mentah dunia terhadap industri. Menurutnya, pelaku industri sudah menyiapkan beberapa skenario untuk asumsi tiga kondisi terkait fluktuasi harga minyak global.
Asumsi pertama, adalah skenario ketika harga minyak stabil. Kedua, apabila terjadi kenaikan harga minyak dunia, dan terakhir adalah skenario ketika harga minyak anjlok. “Apabila terjadi lagi kenaikan harga minyak dunia, pastinya produsen akan menghitung ulang harga jual produknya. Terutama untuk kontrak-kontrak penjualan baru,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Jumat (25/2).
Pihaknya, lanjut Djimanto, sudah ancang-ancang menaikan harga jual barang-barang yang diproduksi industri rata-rata 5% di kuartal kedua 2011. “Ini dengan asumsi, jika harga minyak mentah dunia jenis light sweet yang dikenal sebagai West Texas Intermediate (WTI) di level US$100 ke atas per barel,” ujarnya.
Sementara itu, kenaikan harga minyak jenis brent ke level US$112 per metrik ton, tidak menjadi pertimbangan pengusaha. “Sebab, hanya minyak light sweet yang paling berhubungan langsung dengan industri,” papar Djimanto.
Lebih jauh ia menjelaskan, musim dingin di AS sudah hampir selesai. Tapi kondisi ini, belum menurunkan permintaan atas minyak mentah dunia. Sehingga bisa jadi harga minyak tidak mencapai level US$100 per barel.
“Sejauh ini, para pengusaha belum menaikkan harga jual produk mereka,” tuturnya. Namun pengusaha sudah melakukan antisipasi meskipun revolusi di Libya belum berpengaruh pada peningkatan ongkos produksi.
Menurutnya, perusahaan-perusahaan yang paling terdampak negatif harga minyak adalah perusahaan yang menggunakan energi Bahan Bakar Minyak (BBM) paling besar seperti restoran, transportasi dan indusrti yang banyak melakukan pembakaran kimia dalam proses produksinya. “Inilah industri yang paling besar komponen BBM-nya,” ujarnya.
Karena itu, menurutnya, pemerintah harus memberikan pemahaman dan penjelasan bagi masyarakat luas perihal kenaikan harga minyak. Tujuannya, pada saat harga-harga naik, masyarakat bisa memahaminya. “Sebab, bagi industri, kenaikan harga jual 5% tidaklah besar,” tukasnya.
Yang menjadi masalah adalah kenaikan harga itu dibebankan ke pelanggan atau konsumen. Bagaimanapun, buyer selalu menginginkan harga yang stabil dan tak mau tahu soal kenaikan harga minyak.
Ia menilai, dalam kondisi harga minyak seperti saat ini, seharusnya pemerintah jangan mengambil kebijakan drastis seperti rencana pembatasan premium bersubsidi atau pengalihan ke Pertamax.
Menurutnya, lebih baik BBM bersubsidi dinaikkan pelan-pelan. Misalnya, premium naik Rp50 per liter bulan ini. Begitu juga dengan bulan berikutnya. “Lama-kelamaan, premium akan mencapai harga pasarnya. Artinya, subsidinya sudah lepas, kalau di pasar naik, harganya naik. Begitu juga jika turun,” imbuhnya.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian MS Hidayat sangat mengkhawatirkan lonjakan harga minyak. Terutama, dampaknya terhadap kinerja industri nasional. Menurutnya, harga minyak menjadi faktor yang sulit dikontrol dan imbasnya bagi industri akan cukup signifikan.
"Itu kita ngeri tetapi tidak bisa apa-apa. Saya harapkan itu sementara saja kalau bertengger di atas US$100 per barel, pasti pengaruhnya ke BBM, otomotif, elektronik, dan industri-industri lain. Dan itu sangat tidak kondusif," tutur Hidayat. [mdr]

Inilah Penyebab Merosotnya Produksi Minyak RI
Headline
Pengamat perminyakan Kurtubi - Foto : Istimewa
Oleh: Tio Sukanto
Ekonomi - Sabtu, 26 Februari 2011 | 07:08 WIB
INILAH.COM, Jakarta - Pengamat perminyakan Kurtubi menilai, keberadaan UU Migas No.22 tahun 2001 menjadi penyebab utama terus merosotnya produksi minyak mentah Indonesia dari tahun ke tahun.

Untuk itu, tidak ada kata lain bagi pemerintah selain harus mencabut UU tersebut. "Cabut UU tersebut, bila perlu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengeluarkan perpeu untuk mencabutnya," ketus, Kurtubi, kepada INILAH.COM, di Jakarta, Jumat(25/2) menanggapi rencana Pertamina yang akan mengimpor minyak dari Petronas seandainya pasokan minyak dari Libya terhenti.

Terkait UU tersebut Kurtubi mengakui bahwa itulah yang menjadi penyebab target lifting minyak dalam APBN tidak pernah tercapai alias selalu gagal. Padahal, lanjut dia masyarakat membutuhkan bahan bakar minyak agar ekonomi tetap berjalan. "Jadi, kalau pasokan saja tidak ada bagaimana perekonomian mau jalan. Padahal kebutuhan impor minyak kita dari Libya mencapai 400 ribu barel per hari," ujar dia.

Untuk itu, lanjut dia tidak ada kata lain untuk mengatasi kekurangan pasokan ini Pertamina harus segera membangun kilang-kilang baru, supaya kekurangan pasokan ini bisa diminimalisir. [cms]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar