Demonstran Mesir Mulai Khawatir Balas Dendam Aparat Mubarak
Dikalangan para demonstran Mesir anti Mubarak saat ini berkembang kekhawatiran bahwa rezim yang berkuasa yang sudah berurat berakar kuat akan mencoba untuk melakukan aksi balas dendam dengan cara yang pernah dilakukan berkali-kali sebelumnya - seperti penculikan,penangkapan dan penyiksaan terhadap tahanan.
Banyak orang di Tahrir Square, pusat unjuk rasa di Kairo, menjadikan Tahrir Square sebagai tempat ajang "rekreasi". Dengan telepon seluler mereka melakukan perekaman video situasi yang ada di tahrir Square. Para pengunjuk rasa menduga mereka ini adalah polisi yang menyamar yang sengaja mengambil dokumentasi para demonstran.
"Kami telah mendengar tentang aparat keamanan yang berpakaian preman berseliweran di tengah kerumunan massa anti Mubarak," kata Saleh Abdul Aziz, 39 tahun, yang pertama kali bergabung dengan aksi unjuk rasa di lapangan Tahrir pada 28 Januari lalu, hari bentrokan demonstran dengan polisi anti huru-hara.
"Kami berhati-hati terhadap apa yang kami katakan satu sama lain. Dan kami berusaha tidak bicara politik ditengah keramaian orang yang kami tidak kenal."
Selama beberapa dekade, Mesir telah mengalami kebrutalan dan korupsi di tangan polisi, dan membuat rasa ketakutan adalah bagian dari tujuan mereka.
Seorang guru 30-tahun yang telah bertemu dengan pejabat pemerintah untuk membahas reformasi mengatakan salah satu tuntutan utama para demonstran adalah pembatalan undang-undang represif darurat di Mesir, di mana pemerintah telah berjanji untuk mengangkat undang-undang tersebut.
"Ini harus terjadi. Jika tidak kami tidak akan aman. Kami dapat ditangkap kapan saja," kata guru, yang hanya memberikan nama depannya, Heba, karena takut ditangkap pemerintah.
Seorang pekerja Human Rights Watch mengatakan ia mendengar tentang adanya penahanan baru-baru ini yang melibatkan "pelecehan tingkat yang lebih rendah" terhadap orang-orang mendekati Tahrir Square, atau menangkap orang atas dugaan melakukan pelanggaran jam malam malam.
"Ada laporan baru setiap hari," kata aktivis HAM Morayef Heba. "Ini tidak semua target."
Jaringan Arab untuk Hak Asasi Manusia Informasi, sebuah kelompok HAM Mesir, mengatakan seorang blogger Mesir terkemuka telah hilang sejak Minggu malam.
Abdel Kareem Nabil menghilang setelah meninggalkan Tahrir Square, kata Gamal Eid, seorang aktivis kelompok. Nabil dirilis pada November lalu setelah empat tahun di penjara karena tulisan-tulisan yang dianggap menghina Islam dan untuk menyebut Mubarak "simbol tirani."
Eid mengatakan kelompoknya telah mencatat sekitar 40 orang hilang, dan diyakini berada di penahanan polisi, sejak 28 Januari. Dia mengatakan itu bukan daftar yang komprehensif dan kelompoknya masih mengumpulkan data orang yang hilang.(fq/ap)
Dilecehkan, Rakyat Mesir Bangkit
http://indonesian.irib.ir/index.php?option=com_content&view=article&id=29415:dilecehkan-rakyat-mesir-bangkit&catid=29:rahbar&Itemid=102
Islam adalah agama kehidupan. Namun kehidupan yang dimaksud bukanlah kehidupan yang jauh dari kemuliaan dan kebebasan. Kezaliman dan keterzaliman adalah faktor yang bisa merongrong kebesaran dan wibawa sebuah bangsa atau masyarakat. Karena itu, Islam menyeru semua orang untuk hidup terhormat. Dalam perspektif kenabian, manusia mesti melangkah untuk mendapatkan kemuliaan. Beliau bersabda, "Bukan dari kami orang yang menjerumuskan diri sendiri ke dalam kehinaan."
Masyarakat yang bersandar pada diri sendiri dan menjadikan agama sebagai acuan langkah dan kebijakannya berarti telah membuka jalan baginya untuk berkembang, maju dan hidup secara terhormat. Saat ini sebagian bangsa Muslim bangkit untuk meraih kehormatan dan kemuliaannya. Kebangkitan ini menyentak sekaligus menjadi momok yang menakutkan bagi kaum arogan. Gaung dari gema suara menuntut kehormatan dan keterbebasan dari belenggu penindasan yang muncul dari Tunisia, Mesir, Jordania, Yaman, Aljazair dan beberapa negara Arab dan Timur Tengah lainnya kini terdengar di seantero jagat. Suara pekikan itu telah membuat bulu kuduk para penindas dan kubu arogansi terutama Amerika Serikat (AS) dan Rezim Zionis Israel berdiri. Mereka tak lagi bisa tidur nyenyak menyaksikan gerakan massa di negara-negara itu.
Peristiwa yang terjadi di Mesir dan Tunisia saat ini sangat krusial dan merupakan satu guncangan nyata. Itulah satu kalimat yang dipetik dari khutbah Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatollah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei pada forum Shalat Jum'at (4/2) di kota Tehran. Dalam khutbah tersebut, beliau mengulas transformasi terkini di kawasan utara Afrika dan menyebutnya sebagai gerakan kebangkitan Islam. Menurut Rahbar, kebangkitan ini adalah salah satu fenomena yang dihasilkan oleh revolusi Islam Iran. Kepada rakyat Iran beliau mengungkapkan, "Hari ini di Mesir suara kalian terdengar lantang. Beberapa hari lalu Jimmy Carter yang menjadi Presiden AS saat kemenangan revolusi Islam di Iran mengatakan bahwa dia mengenal betul suara yang sedang bergema di Mesir hari ini. Suara itu sudah ia dengar di Tehran ketika menjabat sebagai presiden."
Kemenangan revolusi Islam tahun 1979 menimbulkan kesan spiritual yang sangat dalam di tengah bangsa-bangsa dunia. Sekarang, Tunisia dan Mesir bergolak. Rakyat di kedua negara utara Afrika itu bangkit menunjuk kehormatan dan harga diri yang selama ini dilecehkan oleh rezim penguasa. Apalagi rakyat Mesir merasa sebagai bangsa yang punya sejarah gemilang dengan peradaban yang tinggi dan tua.
Semua orang mengenal Mesir dengan peradaban tua yang mengalami masa keemasan lebih dari empat ribu tahun sebelum Masehi. Secara politik dan budaya Mesir juga dipandang sebagai negara penting di Dunia Arab dan Timur Tengah. Mengenai masa lalu Mesir, Ayatollah al-Udzma Khamenei mengatakan, "Di Dunia Islam, Mesir adalah negara pertama yang mengenal budaya Eropa dan sekaligus negara pertama yang mendeteksi dan lalu melawan bahaya serangan budaya ini."
Beliau menyinggung berbagai gerakan keislaman di Mesir sepanjang sejarah, termasuk gerakan yang dimotori oleh para tokoh seperti Sayyid Jamaluddin dan murid-muridnya. Rahbar mengatakan, "Tokoh besar dan pejuang Islam gagah berani Sayyid Jamaludin memilih Mesir sebagai basis terbaik untuk perjuangannya. Jejaknya diikuti oleh murid-muridnya, Muhammad Abduh dan lain-lain. Inilah latar belakang gerakan Islamisme di Mesir. Rakyat Mesir memiliki tokoh-tokoh besar politik maupun kebudayaan. Mereka semua adalah para penuntut kebebasan."
Pemimpin Besar Revolusi Islam melanjutkan, "Secara pemikiran dan politik, Mesir adalah pemimpin Dunia Arab dan karena itu Mesir menjadi pusat perhatian negara-negara Arab dari masa ke masa. Gerakan kemerdekaan dan kebebasan bergelora di Mesir. Hanya saja, rakyat tidak banyak menemukan kesempatan yang bagus. Mesir juga merupakan negara pertama atau negara terbesar yang sepakat dengan Suriah untuk terlibat perang demi persoalan Palestina. Sedangkan diantara negara-negara Islam lain tidak ada satupun yang terlibat dalam beberapa peperangan melawan Israel."
Dengan berlalunya zaman, kekuasaan Mesir jatuh ke tangan Hosni Mubarak yang dikenal selalu mengekor dan menjalankan kebijakan AS. Mesirpun berubah dari pelindung Palestina menjadi negara yang bergerak menentang kepentingan Palestina dan Dunia Arab. Rahbar mengatakan, "Negara sehebat ini akhirnya jatuh selama 30 tahun ke tangan orang yang bukannya berorientasikan kebebasan, tapi malah menjadi musuh kebebasan; bukannya anti Zionisme tapi malah berkawan, bekerjasama dan menjadi orang kepercayaan atau bahkan boneka Zionis! Akibatnya, Mesir yang semula menjadi simbol dan pusat inspirasi perjuangan anti Zionis di seantero Dunia Arab akhirnya malah terpuruk sebagai negara dimana Mubarak menjadi batu pijakan semua agenda Israel dan kaum Zionis dalam menumpas orang-orang Palestina."
Ayatollah al-Udzma Khamenei mengungkapkan keyakinan bahwa Gaza tak mungkin bisa diblokade jika Israel tidak dibantu oleh rezim Mubarak. Dalam menjelaskan faktor yang memicu gerakan kebangkitan rakyat Mesir, beliau menegaskan, "Inilah kondisi yang mewarnai Mesir dan menjenuhkan rakyatnya. Rakyat Mesir merasa harga dirinya terinjak-injak akibat keberpihakan rezim Mesir kepada Israel dan kepatuhan mutlaknya kepada AS. Inilah yang memicu kebangkitan rakyat Muslim. Gerakan dimulai dari solat Jumat dan mengalir dari masjid-masjid. Mereka meneriakkan kalimat "Allahu Akbar". Mereka menyerukan slogan-slogan agama, dan gerakan ini menjadi gerakan perjuangan yang paling besar di sana. Rakyat ingin mengakhiri keterhinaannya selama ini. Inilah pemicunya, tapi Barat tidak menghendaki faktor itu mengemuka dalam analisis-analisis internasional dan menjadi opini yang popular di dunia."
Beliau menepis pemberitaan media Barat yang mengesankan bahwa kebangkitan rakyat di Mesir dipicu oleh faktor ekonomi semata. Beliau mengatakan, "Semua analisis difokuskan pada faktor ekonomi. Faktor ini sebenarnya memang nyata, tapi harus diingat bahwa inipun juga tak lepas dari kepatuhan orang semisal Hosni Mubarak kepada AS sehingga tidak mampu memberikan langkah maju untuk Mesir. Dari total populasi 70 sekian juta jiwa, 40 persen hidup di bawah garis kemiskinan!"
Gejolak yang sedang terjadi di Mesir mengguncang seluruh kawasan. Namun yang paling mencemaskan nasib rezim Hosni Mubarak adalah Israel. Bagi Rezim Zionis kondisi Mesir sangat mengecewakan dan mengkhawatirkan. Selama 30 tahun, rezim Mubarak menjalankan kebijakan yang memihak kepada persahabatan dengan Israel. Jika rezim ini jatuh, sangat besar kemungkinan Mesir tidak akan lagi bersahabat dengan Israel. Kondisi akan semakin menakutkan bagi Tel Aviv jika kekuasaan jatuh ke tangan kelompok Muslim. Secara strategis, Israel akan semakin dipusingkan dengan adanya ancaman baru setelah Hizbullah di Lebanon dan Hamas di Palestina.
Rezim Zionis mencemaskan kejadian yang sama akan bermunculan bak mata rantai di negara-negara lain termasuk Jordania. Menyinggung transformasi di utara Afrika, Pemimpin Besar Revolusi Islam menandaskan, "Dengan pertolongan Allah, jika rakyat Mesir bisa menyukseskan perkembangan ini, maka ini akan menghasilkan kekandasan yang sangat fatal bagi agenda politik AS di kawasan Timur tengah. Sekarang ini Israel bisa jadi lebih panik daripada para pejabat yang sudah kabur dari Tunisia dan Mesir sendiri. Musuh dari pihak Israel dan Zionis adalah pihak yang paling cemas. Mereka menyadari betapa besarnya peristiwa yang akan terjadi di kawasan Timteng jika Mesir sampai keluar dari persekongkolan mereka dan kembali ke posisinya yang sejati. "
Ultimatum Ikhwanul Muslimin Bagi Mubarak
http://indonesian.irib.ir/index.php?option=com_content&view=article&id=29421:ultimatum-ikhwanul-muslimin-bagi-mubarak&catid=17:berita3&Itemid=18
Kelompok Ikhwanul Muslimin Mesir hari ini (Rabu 9/2) dalam statemennya menekankan tekadnya untuk tidak berdamai dengan Presiden Hosni Mubarak. Kelompok ini memberikan ultimatum kepada Mubarak selama sepekan untuk mundur. Seperti dilaporkan Fars News mengutip Koran The Guardian, Ikhwanul Muslimin dalam statemennya menyatakan, Mubarak hanya memiliki waktu sepekan untuk segera mengundurkan diri dari jabatannya dan tidak ada kata damai dalam hal ini. Essam al-Arian salah satu petinggi Ikhwanul Muslimin menjelaskan, kami memahami adanya sejumlah kesulitan dalam proses transisi kekuasaan, oleh karena itu kami memberi waktu kepada Mubarak selama sepekan untuk menyelesaikan kesulitan ini. Ia menambahkan bahwa Ikhwanul Muslimin tidak berniat menguasai pemerintahan dan membentuk pemerintahan tunggal."Ikhwanul Muslimin mengerahkan upayanya untuk membentuk aliansi luas di parlemen" ungkap Essam. (IRIB/Fars/MF) Ikhwanul Muslimin Tolak Usulan Mubarak http://indonesian.irib.ir/index.php?option=com_content&view=article&id=29414:ikhwanul-muslimin-tolak-usulan-mubarak&catid=17:berita3&Itemid=18 Kelompok Ikhwanul Muslimin menolak usulan Presiden Mesir Hosni Mubarak terkait pembentukan komite hukum untuk melakukan amandemen undang-undang dasar. Ikhwanul Muslimin kemarin (Selasa 8/2) merilis statemen yang menyatakan meski mereka mengkormati pihak-pihak yang membentuk komite ini, namun mereka tetap menolak komite seperti ini karena penggagasnya adalah presiden yang tidak memiliki legalitas. Sebelumnya, Omar Suleiman, wakil presiden menandaskan bahwa instruksi pembentukan komite ini dikeluarkan langsung oleh Mubarak. Ia juga menambahkan bahwa Mubarak juga memerintahkan Perdana Menteri Ahmad Syafiq untuk membentuk komite khusus menangani hasil kesepakatan antara pemerintah dan para demonstran. Statemen yang dirilis Ikhwanul Muslimin menekankan bahwa mereka tetap menolak setiap keputusan Mubarak karena ia adalah presiden ilegal. Gerakan oposisi terbesar Mesir ini menilai sikap Mubarak dan kroninya tersebut untuk menipu publik dan menyelewengkan tuntutan rakyat serta mengulur waktu. Kelompok ini juga bersikeras pada tuntutannya kepada Mubarak untuk mundur dari kursi kepresidenan Mesir dan menyerahkan diri. (IRIB/ Fars/MF) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar