REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --
http://id.berita.yahoo.com/menaikkan-harga-bbm-cerminkan-pemerintah-malas-115111267.html
Soal kenaikan harga BBM, pemerintah mendasarkannya pada kondisi harga minyak dunia yang melonjak. Namun, kenaikan harga BBM ini banyak mengundang protes dari masyarakat.
Menurut pengamat politik dari Reform Institute, Yudi Latief, menaikkan harga BBM memperlihatkan pemerintah yang tidak pernah serius dan malas untuk mencari solusi atas fenomena BBM dunia untuk masyarakatnya. Kalau pemerintah serius, katanya, permasalahan ini bisa ditangani dengan berbagai cara.
Mengurangi subsidi hanya bisa dilakukan dengan mengurangi pemakaian BBM, tapi solusi yang diambil pemerintah untuk itu tidak ada. Masalah kenaikan BBM akan terus muncul karena pemerintah tidak pernah mencari solusi jangka panjang. “Kalau hanya menaikan BBM bukan hal baru. Tidak pernah ada solusi jangka panjang yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal ini, solusinya hanya solusi yang mencari gampangnya saja. Selalu ujungnya jalan pintas yang mudah," katanya, Kamis (8/3).
Yudi pun mencontohkan, kenapa pemerintah tidak memperbaiki transportasi umum dan sarana infrakstruktur yang memadai bagi rakyat. "Jangan salahkan rakyat jika kemudian memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi yang memakan banyak BBM, karena tidak ada kendaraan umum yang memadai dan jalanan yang super macet. Pemerintah cenderung tidak melakukan apa-apa,” jelasnya.
Dia berpendapat, pemerintah yang dipimpin oleh Presiden bisa saja membuat rakyat tak puas, bahkan bisa berujung pada impeachment. Diakuinya, bukan hanya masalah BBM saja, Presiden bisa di-impeach.
"Kalau terus dibiarkan seperti ini maka tentu akan ada konsekuensi politik dan ujungnya bisa memancing rakyat untuk bertindak inkonstitusional kalau pemerintah dan DPR tidak memenuhi asprirasi rakyat dan tidak menjalankan kepentingan umum. Sekarang ini rakyat masih memiliki celah untuk sabar," sambungnya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menakuti publik dengan TNI untuk meredam aksi demonstrasi dinilai tidak arif. Anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo, mengatakan dampak dari rencana kebijakan menaikkan harga BBM bisa tereskalasi jika pemerintah menurunkan pasukan TNI untuk menghadapi demonstrasi menentang kenaikan harga BBM.
"Sebab, dengan menurunkan pasukan TNI ke jalan, pemerintah sama sekali tidak menjawab atau merespons aspirasi rakyat," katanya kepada Republika, Ahad (25/3).
Jika pemerintah tetap pada pendiriannya, pemerintah harus berani berkomunikasi dan berdialog dengan semua elemen masyarakat. Pemerintah harus bisa menjelaskan alasan-alasan strategis yang melatarbelakangi rencana kebijakan menaikkan harga BBM itu.
Menurutnya, menurunkan pasukan TNI bukanlah jawaban yang diinginkan massa pengunjuk rasa. Bukannya mereduksi persoalan, massa bisa menuduh pemerintah menakut-nakuti mereka dengan menurunkan pasukan TNI.
Dengan begitu, inisiatif pemerintah menurunkan pasukan TNI bukan hanya kontraproduktif, melainkan juga memperlihatkan perilaku pemerintah yang begitu amatiran. "Bahkan sama sekali tidak bijaksana," katanya. "Kalau seperti itu cara menghadapi atau menyelesaikan persoalan, apa bedanya pemerintah dengan kelompok-kelompok tertentu yang terbiasa mengerahkan massa untuk menakut-nakuti lawan mereka?".
Pengerahan pasukan TNI dalam pengamanan unjuk rasa BBM boleh jadi tidak melanggar aturan. Namun, ia beranggapan persoalannya bukan sekadar melanggar atau tidak melanggar aturan perundang-undangan. Persoalan utama dalam konteks ini adalah kualitas kearifan pemerintah merespons psikologi massa dalam alam demokrasi.
"Menakut-nakuti publik jelas tidak arif. Menurunkan pasukan TNI bukanlah solusi. Kalau publik turun ke jalan berunjukrasa, mereka ingin agar aspirasinya tak sekadar didengar tetapi juga ditanggapi. Bukan justru ditakut-takuti," katanya.
Pemerintah Tidak Mau Ngaca dari Kegagalan
Posted by KabarNet pada 05/03/2012
https://kabarnet.wordpress.com/2012/03/05/pemerintah-tidak-mau-ngaca-dari-kegagalan/
Ada nasehat dari Orang Bijak: “Janganlah anda jatuh dua kali pada lubang yang sama, karena sebodoh-bodoh manusia adalah orang yang JATUH DUA KALI PADA LUBANG YANG SAMA”
Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau saat ini dirubah menjadi Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), pernah dilakukan oleh Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dua kali, yaitu pada tahun 2005 dan tahun 2008 silam. Kini Pemerintah akan melakukan kembali setelah menaikkan harga BBM pada bulan April, 2012 mendatang.
Pada tahun 2005, Program BLT sangat rawan menimbulkan konflik. Bahkan beberapa aparat Pemerintah saat itu di daerah banyak yang menyatakan menolak untuk dilibatkan dalam program tersebut, namun Pemerintah pusat bergeming dengan tetap meneruskan program BLT. Aparat di daerah seperti mengalami pengalaman traumatik terhadap program BLT tahun 2005.
Pelaksanaan program BLT pada tahun 2005 dinilai gagal karena banyak sekali konflik yang terjadi. Dana BLT yang diterima masyarakat miskin tidak sebanding dengan kenaikan biaya hidup yang harus ditanggung akibat kenaikan harga BBM. Demikian juga terjadi hal serupa pada tahun 2008.
Sebagian besar pengamat atau ahli ekonomi di negeri ini merasakan bahwa pemberian BLT yang pernah dua kali dilaksanakan Pemerintah adalah perbuatan Mubadzir. Selain itu program BLT juga bukan merupakan program yang mendidik rakyat untuk hidup mandiri. Bahkan BLT bisa dibilang telah merusak mental masyarakat miskin menjadi pemalas dan bermental pengemis. Rakyat miskin dibuat “terbuai” dengan kenikmatan BLT, yang notabene BLT itu tidak diterima dalam jangka panjang, melainkan hanya beberapa bulan saja. Setelah habis masa BLT, rakyat berkutat dengan kemiskinan kembali.
Kalangan Ekonom Praktis mengatakan bahwa BLT adalah suatu tindakan yang mencerminkan ketidakberdayaan Pemerintah menciptakan solusi yang permanen atas penurunan daya beli masyarakat ketika BBM harganya dinaikkan, sehingga Pemerintah memberikan bantuan langsung tunai untuk meningkatkan daya beli masyarakat yang sifatnya sementara dan tidak ber bekas, akan tetapi dampak dari kebijakan tersebut adalah menimbulkan permasalahan baru, yaitu carut marutnya database kependudukan sehingga banyak kalangan dari masyarakat yang tidak seharusnya menerima BLT jadi menerima BLT begitu pun sebaliknya.
Disini saya tidak akan menyoroti hal-hal tersebut di atas, akan tetapi lebih terfokus pada Pemerintah yang tidak mau belajar dari kegagalan, atau setidaknya menciptakan sistem antisipasi jaring pengaman yang lebih baik dari Bantuan Langsung Tunai (BLT), yang pada kenyataannya memang tidak efektif dan amburadul dari segi teknis pembagiannya di masyarakat.
Rencananya Pemerintah akan menyalurkan BLT 2012 sejumlah 25 Trilyun dan dana tersebut akan diambil dari APBN 2012. Kalau dilihat dari segi tujuan, dinaikkannya harga BBM adalah untuk menyelamatkan APBN yang terbebani oleh Subsidi BBM disaat harga BBM di Pasar Dunia naik maka tindakan Pemerintah untuk menyalurkan 25 Trilyun sebagai BLT adalah tindakan yang sia-sia, karena dana tersebut diambil lagi dari APBN dan memang benar hanya menimbulkan problema baru saat penyalurannya.
Kesimpulan:
- BLT adalah cerminan dari kebijakan Pemerintah untuk memaksakan mencabut subsidi BBM saat ini.
- BLT adalah cerminan dari kebijakan Pemerintah yang tidak mempunyai rencana untuk menghadapi situasi kenaikan harga pasar BBM dunia, kalau kita mau melihat kebelakang, bahwa Pemerintah bukan tidak mempunyai pengalaman dalam menghadapi situasi seperti sekarang ini, akan tetapi Pemerintah tidak pernah mau belajar dari kegagalan dan selalu menyanyikan lagu lama dengan mengatakan APBN terbebani subsidi BBM.
- BLT memberikan pelajaran yang gamblang kepada kita, bahwa Pemerintah sekarang ini hanya mau bekerja secara gampang dan setengah hati.
- BLT memberikan pelajaran yang berharga kepada kita bahwa alasan utama Pemerintah menaikkan harga BBM bukan karena APBN terbebani oleh subsidi BBM, karena masih ada pos-pos pendapatan baru yang bisa dihasilkan Pemerintah dari selain manaikkan harga BBM dan lebih menentramkan rakyat.
Inventarisasi Problema Penyaluran BLT dari tahun-tahun sebelumnya adalah:
- Dana tunai rawan di korupsi dan sulit sekali untuk di audit apalagi menyangkut daerah-daerah terpencil. (Dana non tunai saja mudah di korupsi, apalagi dana tunai).
- Masyarakat di daerah terpencil kesulitan untuk mencairkan dana tersebut, banyak terjadi di daerah-daerah terpencil, ongkos untuk mengambil dana tersebut bisa sampai 60% dari jumlah dana BLT yang diterima.
- Marak timbulnya percaloan untuk pengambilan dana BLT tersebut.
- Carut marutnya database kependudukan yang selalu tidak update sehingga menimbulkan penduduk yang seharusnya tidak menerima BLT jadi penerima BLT dan sebaliknya.
- Memberikan kesempatan pada masyarakat daerah untuk berbuat KKN (sering ditemui para kepala desa memasukkan semua keluarganya sebagai penduduk miskin agar dapat menerima BLT).
- Pemborosan APBN (karena banyak dari penerima BLT menggunakan dana tersebut untuk membeli pulsa dan rokok, Pemerintah bisa melihat dari statistik peningkatan penjualan pulsa dan rokok).
- Menguras energi Pemerintahan di seluruh Indonesia untuk melaksanakan kerja sia-sia dan tidak berbekas.
- Sangat mungkin dijadikan alat Money Politic bagi partai berkuasa.
Alhasil BLT atau BLSM, akankah menjatuhkan Bangsa ini tiga kali pada lubang yang sama??.. Marilah kita kita tunggu episode ketiga dari BLT versi Pemerintahan sekarang.
Penulis: Husin Ali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar