Israel Gunakan DIME dan Bom Fosfor di Gaza
http://www.islamtimes.org/vdcjxhethuqehtz.bnfu.html
Islam
Times - "Gelombang tekanan [dari Dime] bergerak dari tanah ke atas dan
itulah sebabnya kenapa sebagian besar pasien mengalami luka parah pada
bagian bawah tubuh dan perut," jelas Fosse.
Serangan bom Israel (Press TV)
Seorang dokter Jerman, Jan Brommundt yang bekerja di Khan Younis,
Gaza mengatakan bahwa ia menyaksikan korban bom yang mengerikan di sana.
Mengutip al-Jazeera, Liveleak melaporkan bahwa mayoritas korban kehilangan kedua kakinya. Hal ini memperkuat dugaan bahwa Israel menggunakan Dense Inert Metal Explosive (DIME).
Saat meledak, DIME akan mengeluarkan debu yang akan membakar dan menghancurkan segala sesuatu dalam radius empat meter.
Brommundt mengatakan, dalam beerapa kasus, luka di bagian perut korban awalnya terlihat kecil tapi beberapa jam kemudian memburuk dan membuat organ lain mengalami gagal fungsi.
"Awalnya semua terlihat biasa...tapi dalam 1-5 jam abdomen akan terlihat akut seperti terkena appendictus yang saat dioperasi akan terlihat lusinan partikel kecil di seluruh organ," katanya.
"Ini tampaknya semacam peledak kecil yang menyebarkan partikel kecil seukuran 1x1 atau 2x1 milimeter yang menembus semua organ. Ini cedera kecil dan Anda tidak bisa menyelesaikannya dengan pembedahan," lanjut Brommundt.
Para dokter di sana mengatakan, banyak pasien yang kemudian mengalami keracunan darah dan mati.
Dr. Erik Fosse, asal Norwegia yang bekerja di rumah sakit al-Shifa di utara Gaza juga mengatakan pada al-Jazeera, "Kami menduga mereka menggunakan senjata DIME sebab kami menyaksikan banyak sekali amputasi atau robekan daging di tubuh bagian bawah."
"Gelombang tekanan [dari Dime] bergerak dari tanah ke atas dan itulah sebabnya kenapa sebagian besar pasien mengalami luka parah pada bagian bawah tubuh dan perut," jelas Fosse.
Di mata Fosse, cedera yang dialami pasien-pasiennya sangat mengerikan dan lebih parah dari cedera akibat ranjau darat karena luka sampai ke pangkal paha dan kaki korban hancur berkeping-keping.
Ia meminta PBB mengirim badan yang menyelidiki korban yang selamat apakah mereka kemudian menderita kanker karena muncul klaim bahwa DIME memiliki bahan-bahan radioaktif.
Pihak medis juga mengecam Israel karena menggunakan fospor putih--senjata kimia terlarang--dalam serangannya di Gaza.
Fosfor putih adalah bahan kimia beracun yang menyebabkan luka bakar cukup parah dan percikan api yang sulit dipadamkan.[IT/Tan/Liveleak]
Mengutip al-Jazeera, Liveleak melaporkan bahwa mayoritas korban kehilangan kedua kakinya. Hal ini memperkuat dugaan bahwa Israel menggunakan Dense Inert Metal Explosive (DIME).
Saat meledak, DIME akan mengeluarkan debu yang akan membakar dan menghancurkan segala sesuatu dalam radius empat meter.
Brommundt mengatakan, dalam beerapa kasus, luka di bagian perut korban awalnya terlihat kecil tapi beberapa jam kemudian memburuk dan membuat organ lain mengalami gagal fungsi.
"Awalnya semua terlihat biasa...tapi dalam 1-5 jam abdomen akan terlihat akut seperti terkena appendictus yang saat dioperasi akan terlihat lusinan partikel kecil di seluruh organ," katanya.
"Ini tampaknya semacam peledak kecil yang menyebarkan partikel kecil seukuran 1x1 atau 2x1 milimeter yang menembus semua organ. Ini cedera kecil dan Anda tidak bisa menyelesaikannya dengan pembedahan," lanjut Brommundt.
Para dokter di sana mengatakan, banyak pasien yang kemudian mengalami keracunan darah dan mati.
Dr. Erik Fosse, asal Norwegia yang bekerja di rumah sakit al-Shifa di utara Gaza juga mengatakan pada al-Jazeera, "Kami menduga mereka menggunakan senjata DIME sebab kami menyaksikan banyak sekali amputasi atau robekan daging di tubuh bagian bawah."
"Gelombang tekanan [dari Dime] bergerak dari tanah ke atas dan itulah sebabnya kenapa sebagian besar pasien mengalami luka parah pada bagian bawah tubuh dan perut," jelas Fosse.
Di mata Fosse, cedera yang dialami pasien-pasiennya sangat mengerikan dan lebih parah dari cedera akibat ranjau darat karena luka sampai ke pangkal paha dan kaki korban hancur berkeping-keping.
Ia meminta PBB mengirim badan yang menyelidiki korban yang selamat apakah mereka kemudian menderita kanker karena muncul klaim bahwa DIME memiliki bahan-bahan radioaktif.
Pihak medis juga mengecam Israel karena menggunakan fospor putih--senjata kimia terlarang--dalam serangannya di Gaza.
Fosfor putih adalah bahan kimia beracun yang menyebabkan luka bakar cukup parah dan percikan api yang sulit dipadamkan.[IT/Tan/Liveleak]
Perlawanan Palestina
Israel Hujani Wilayah Gaza dengan Bom Fosfor
Islam
Times- Sementara paramedis juga mengatakan beberapa warga Palestina di
wilayah itu banyak yang terluka oleh jenis senjata baru yang bahkan oleh
para dokter dengan berbagai pengalaman sebelumnya di zona perang tidak
mengenalinya.
Bom Fosfor Zionis Israel di Gaza.jpg
http://www.islamtimes.org/vdcgqz9tqak9z74.1ira.html
Laporan terbaru mengatakan pasukan udara dan darat Israel menggunakan bom fosfor putih di beberapa wilayah pemukiman Jalur Gaza.
Penggunaan bom mematikan itu melanggar semua Konvensi internasional dan merupakan senjata terlarang untuk digunakan di wilayah sipil.
Penggunaan bom terlarang ini diketahui ketika dokter Norwegia di Gaza yang dikepung baru-baru ini mengatakan, Israel menggunakan bom yang mengakibatkan kanker terhadap warga sipil Palestina.
Sementara paramedis juga mengatakan beberapa warga Palestina di wilayah itu banyak yang terluka oleh jenis senjata baru yang bahkan oleh para dokter dengan berbagai pengalaman sebelumnya di zona perang tidak mengenalinya.
Selain itu, Israel juga menggunakan peluru uranium murni dan fosfor putih di wilayah terkepung dalam serangan mereka sebelumnya.
Sementara itu, tank-tank dan pesawat tempur Israel terus menghujani daerah terkepung itu dengan berbagai jenis peluru. Sumber-sumber media mengatakan setidaknya 39 warga Palestina gugur dalam serangan Israel pada hari Senin saja (21/7).
Bagi warga Gaza, Ahad kemarin merupakan hari paling berdarah dalam konflik dua minggu., yang dilaporkan menelan 100 nyawa warga Palestina hanya di lingkungan Shejaiya dekat Gaza City. Sebagian besar korban adalah warga sipil termasuk anak anak, para wanita dan orang tua.[IT/r]
Penggunaan bom mematikan itu melanggar semua Konvensi internasional dan merupakan senjata terlarang untuk digunakan di wilayah sipil.
Penggunaan bom terlarang ini diketahui ketika dokter Norwegia di Gaza yang dikepung baru-baru ini mengatakan, Israel menggunakan bom yang mengakibatkan kanker terhadap warga sipil Palestina.
Sementara paramedis juga mengatakan beberapa warga Palestina di wilayah itu banyak yang terluka oleh jenis senjata baru yang bahkan oleh para dokter dengan berbagai pengalaman sebelumnya di zona perang tidak mengenalinya.
Selain itu, Israel juga menggunakan peluru uranium murni dan fosfor putih di wilayah terkepung dalam serangan mereka sebelumnya.
Sementara itu, tank-tank dan pesawat tempur Israel terus menghujani daerah terkepung itu dengan berbagai jenis peluru. Sumber-sumber media mengatakan setidaknya 39 warga Palestina gugur dalam serangan Israel pada hari Senin saja (21/7).
Bagi warga Gaza, Ahad kemarin merupakan hari paling berdarah dalam konflik dua minggu., yang dilaporkan menelan 100 nyawa warga Palestina hanya di lingkungan Shejaiya dekat Gaza City. Sebagian besar korban adalah warga sipil termasuk anak anak, para wanita dan orang tua.[IT/r]
Perang Darat, Tank, Jet dan Kapal Perang Israel Gempur Gaza
Jum'at, 18 Juli 2014 − 13:01 WIB
http://international.sindonews.com/read/884177/43/perang-darat-tank-jet-dan-kapal-perang-israel-gempur-gaza
Salah satu tank tempur Israel memasuki Jalur Gaza untuk perang darat. | (Reuters)
GAZA - Israel
pada Jumat (18/7/2014) kembali melanjutkan perang darat dalam skala
besar-besaran di Jalur Gaza. Tank-tank Israel dilaporkan telah memasuki
Gaza, setelah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu memerintahkan
untuk melakukan invasi darat ke Jalur Gaza.
Invasi Israel dalam sepuluh hari terakhir di Jalur Gaza sudah menewaskan sekitar 259 warga Palestina. Mayoritas korban adalah warga sipil Palestina di Jalur Gaza.
Tidak tank-tank Israel yang menggempur Gaza. Sejumlah saksi di Gaza mengatakan, Israel mengerahkan pesawat jet tempur, kapal perang dan artileri yang ditempatkan di sepanjang perbatasan Gaza sejak Kamis kemarin. Sasaran tempur Israel rata-rata diarahkan ke wilayah Gaza utara.
Juru bicara militer Israel Peter Lerner, mengkonfirmasi perang darat Israel di Gaza pagi ini. ”Tujuan militer ada dua,” katanya.
"Untuk menyerang Hamas sebagai organisasi teroris, sehingga mereka tidak memiliki motivasi untuk melanjutkan agresi ini terhadap Israel. Dan kedua untuk menyerang infrastruktur teroris, seperti roket dan terowongan yang mereka gunakan untuk menyerang dan menyerang Israel,” ujar Lerner.
Para pejabat Palestina mengatakan 19 warga Palestina tewas dalam pertempuran sengit semalam. Belasan korban terbaru itu menambah jumlah korban invasi Israel di Gaza menjadi 259, termasuk 39 anak. Lebih dari 1.900 warga Palestina lainnya terluka.
Sementara itu, berbicara kepada Al Jazeera, juru bicara Hamas, Fawzi Barhoum mengatakan bahwa operasi darat Israel secara besar-besaran adalah bentuk kebodohan.”Tentara Israel akan membayar mahal atas semua ini,” kesalnya. (mas)
Palestina vs Zionis Israel:
Ismail Haniyeh dalam sebuah pernyataan mengatakan Jalur Gaza yang terkepung akan menjadi kuburan massal tentara Zionis Israel yang melakukan kejahatan terhadap warga Palestina.
Pernyataan Haniyeh itu diutarakan pada Senin (21/7/14), dan menyebut bahwa warga Palestina di Gaza menghadapi perang agresif dari Israel.
"Rezim Tel Aviv melancarkan serangan besar di Gaza karena telah gagal memaksa warga Pelestina meninggalkan perjuangan mereka", katanya.
Ditekankannya, "perlawanan akan terus berlanjut."
Pemimpin Hamas itu juga mengatakan pembunuhan yang dilakukan oleh Israel menunjukkan sifat asli dan membuktikan bahwa Israel tengah bergulat dengan masalahnya sendiri.
"Tel Aviv menargetkan warga sipil karena tidak mampu memecahkan keseimbangan yang diciptakan oleh para pejuang perlawanan di medan perang", tegasnya lagi.
Haniyeh juga mengkritik bungkamnya masyarakat internasional terutama Arab atas kejahatan Israel yang sedang berlangsung di hadapan mereka pada warga Palestina.[IT/r]
Invasi Israel dalam sepuluh hari terakhir di Jalur Gaza sudah menewaskan sekitar 259 warga Palestina. Mayoritas korban adalah warga sipil Palestina di Jalur Gaza.
Tidak tank-tank Israel yang menggempur Gaza. Sejumlah saksi di Gaza mengatakan, Israel mengerahkan pesawat jet tempur, kapal perang dan artileri yang ditempatkan di sepanjang perbatasan Gaza sejak Kamis kemarin. Sasaran tempur Israel rata-rata diarahkan ke wilayah Gaza utara.
Juru bicara militer Israel Peter Lerner, mengkonfirmasi perang darat Israel di Gaza pagi ini. ”Tujuan militer ada dua,” katanya.
"Untuk menyerang Hamas sebagai organisasi teroris, sehingga mereka tidak memiliki motivasi untuk melanjutkan agresi ini terhadap Israel. Dan kedua untuk menyerang infrastruktur teroris, seperti roket dan terowongan yang mereka gunakan untuk menyerang dan menyerang Israel,” ujar Lerner.
Para pejabat Palestina mengatakan 19 warga Palestina tewas dalam pertempuran sengit semalam. Belasan korban terbaru itu menambah jumlah korban invasi Israel di Gaza menjadi 259, termasuk 39 anak. Lebih dari 1.900 warga Palestina lainnya terluka.
Sementara itu, berbicara kepada Al Jazeera, juru bicara Hamas, Fawzi Barhoum mengatakan bahwa operasi darat Israel secara besar-besaran adalah bentuk kebodohan.”Tentara Israel akan membayar mahal atas semua ini,” kesalnya. (mas)
Palestina vs Zionis Israel:
Haniyeh: Gaza Akan Menjadi Kuburan Massal Tentara Israel
Islam
Times- "Rezim Tel Aviv melancarkan serangan besar di Gaza karena telah
gagal memaksa warga Pelestina meninggalkan perjuangan mereka", katanya.
Ismail Haniyeh, PM Palestina
http://www.islamtimes.org/vdcizua5pt1auv2.k8ct.html
Ismail Haniyeh dalam sebuah pernyataan mengatakan Jalur Gaza yang terkepung akan menjadi kuburan massal tentara Zionis Israel yang melakukan kejahatan terhadap warga Palestina.
Pernyataan Haniyeh itu diutarakan pada Senin (21/7/14), dan menyebut bahwa warga Palestina di Gaza menghadapi perang agresif dari Israel.
"Rezim Tel Aviv melancarkan serangan besar di Gaza karena telah gagal memaksa warga Pelestina meninggalkan perjuangan mereka", katanya.
Ditekankannya, "perlawanan akan terus berlanjut."
Pemimpin Hamas itu juga mengatakan pembunuhan yang dilakukan oleh Israel menunjukkan sifat asli dan membuktikan bahwa Israel tengah bergulat dengan masalahnya sendiri.
"Tel Aviv menargetkan warga sipil karena tidak mampu memecahkan keseimbangan yang diciptakan oleh para pejuang perlawanan di medan perang", tegasnya lagi.
Haniyeh juga mengkritik bungkamnya masyarakat internasional terutama Arab atas kejahatan Israel yang sedang berlangsung di hadapan mereka pada warga Palestina.[IT/r]
Israel Kerahkan 18.000 Tentara Cadangan
Islam
Times- Israel juga mempersiapkan serangan besar ke Gaza, demikian
peryataan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada Jumat (18/7) setelah
mengirim pasukan darat ke perbatasan Gaza.
Tentara Zionis Israel, di perbatasan dengan Gaza yang terkepung
Rezim Israel dalam sebuah pernyataan mengatakan mereka menambahkan
18.000 tentara cadangan dari 56.000 yang sudah dimobilisasi sebagai
langkah untuk meningkatkan serangan darat ke Gaza.
Pasukan cadangan Israel itu ditempatkan di dekat perbatasan Gaza pada Jumat (18/7/14), untuk meningkatkan serangan darat, artileri, tank dan infanteri yang mentargetkan penduduk sipil di Jalur Gaza.
Israel juga mempersiapkan serangan besar ke Gaza, demikian peryataan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada Jumat (18/7) setelah mengirim pasukan darat ke perbatasan Gaza.
Serangan membabi buta Israel saat ini masih berlangsung.
Sementara itu, kelompok perlawanan Hamas meluncurkan serangan mortir dan roket yang melintasi perbatasan di kota-kota Zionis Israel di selatan Asdod dan Ashkelon. Israel mengatakan salah satu dari pasukannya tewas dan beberapa lainnya luka-luka dalam bentrokan Gaza Jumat kemarin.
Hamas mengatakan pejuang mereka menembaki tank-tank Israel dengan mortir dan bom yang melintasi perbatasan di bawah kabut asap.
Serangan darat Israel itu mengikuti gencatan senjata singkat di mana rezim Zionis menghentikan tembakan untuk memungkinkan warga Gaza mendapatkan makanan dan kebutuhan lain setelah sebagian besar bersembunyi di rumah-rumah sejak konflik dimulai bulan lalu.
Sejak 8 Juli, serangan Zionis Israel menargetkan lebih dari 2.000 sasaran di Gaza, sementara Hamas meluncurkan hampir 1.500 roket. [IT/r]
Pasukan cadangan Israel itu ditempatkan di dekat perbatasan Gaza pada Jumat (18/7/14), untuk meningkatkan serangan darat, artileri, tank dan infanteri yang mentargetkan penduduk sipil di Jalur Gaza.
Israel juga mempersiapkan serangan besar ke Gaza, demikian peryataan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada Jumat (18/7) setelah mengirim pasukan darat ke perbatasan Gaza.
Serangan membabi buta Israel saat ini masih berlangsung.
Sementara itu, kelompok perlawanan Hamas meluncurkan serangan mortir dan roket yang melintasi perbatasan di kota-kota Zionis Israel di selatan Asdod dan Ashkelon. Israel mengatakan salah satu dari pasukannya tewas dan beberapa lainnya luka-luka dalam bentrokan Gaza Jumat kemarin.
Hamas mengatakan pejuang mereka menembaki tank-tank Israel dengan mortir dan bom yang melintasi perbatasan di bawah kabut asap.
Serangan darat Israel itu mengikuti gencatan senjata singkat di mana rezim Zionis menghentikan tembakan untuk memungkinkan warga Gaza mendapatkan makanan dan kebutuhan lain setelah sebagian besar bersembunyi di rumah-rumah sejak konflik dimulai bulan lalu.
Sejak 8 Juli, serangan Zionis Israel menargetkan lebih dari 2.000 sasaran di Gaza, sementara Hamas meluncurkan hampir 1.500 roket. [IT/r]
views: 3.682x
Bodies lie in Shujayeh streets as thousands flee Israeli attacks on Gaza
http://english.al-akhbar.com/content/dead-bodies-lie-shujayeh-streets-thousands-palestinians-flee-israeli-bombardments
Updated at 3:02 pm: Thousands were fleeing northern Gaza
Sunday after a night of fierce bombardment as Israel expanded a ground
assault on day 13 of the deadliest violence in the enclave in five
years, breaking a temporary ceasefire agreement on Sunday afternoon.
As UN chief Ban Ki-moon was to arrive in the region to add his weight to truce efforts, the Palestinian death toll surpassed 400 after a night of intense attacks to the north and east of Gaza City.
"410 people have been killed since the war started and more than 3,020 people have been injured, most of them civilians," deputy health minister Yussef Abu Rish told reporters at Shifa hospital in Gaza City.
At least 50 Palestinians were killed on Sunday by Israeli shelling of the eastern Gaza district of Shujayeh, a medical official said.
Naser Tattar, director of the Shifa hospital, told Reuter that at least 400 people were wounded in the Israeli attack.
Emergency services spokesman Ashraf al-Qudra said at least 20 bodies had been retrieved from the eastern Shujayeh district, but ongoing fire was preventing the evacuation of many more.
Earlier, Qudra said at least six people had been killed in heavy shelling east of Gaza City, among them a woman, two children and the son of senior Hamas official Khalil al-Hayya.
Another seven people were killed in the southern city of Rafah overnight by both tank fire and air strikes.
And a 29-year-old man died in an air strike in central Gaza.
A Palestinian cameraman and a paramedic were also among dozens of people killed in Shujayeh on Sunday, medics said.
"Cameraman Khaled Hammad and paramedic Fuad Jaber were killed in a strike on an ambulance, while they were trying to evacuate the wounded from Shujayeh," Qudra told AFP.
"He wasn't a fighter, he was a fighter for humanity," wailed one relative of Jaber as the family buried him. "
"He was an ambulance worker, did he deserve to die?"
Early on Sunday, the Israeli army confirmed two more soldiers had been killed overnight, raising to seven the overall Israeli toll.
Four soldiers were killed on Saturday, among them two who died in militant raid inside Israel. Another was killed by an anti-tank missile while the fourth died in a firefight with a militant, the army said.
Diplomatic efforts to seek a truce were to intensify Sunday with Hamas's exiled leader Khaled Meshaal to meet Palestinian Authority President Mahmoud Abbas in Qatar to discuss an Egyptian truce proposal.
The UN chief was also headed to the Qatari capital.
Although Hamas had made its position clear, it was "ready to cooperate with a move by any party that will achieve the specific Palestinian demands," a statement said.
The Egyptian foreign ministry was not able to confirm or deny the new invitation.
Earlier this week, an Egyptian truce proposal was accepted by Israel, but turned down by Hamas which said it had not been consulted.
Hamas is demanding an end of the "war on the Gaza Strip," a complete lift of the siege on it, opening the Rafah crossing with Egypt, freedom of movement in the border areas, cancelling the buffer zone and expanding the freedom to fish 12 nautical miles from shore.
In addition, Hamas demands the release of its members who had been freed in a 2011 deal and recently re-arrested in an Israeli crackdown on the West Bank.
A senior official in the Palestine Liberation Organization, which is dominated by Abbas's Fatah party, said in an interview on Palestinian television that the West Bank-based leadership recognized Hamas's demands.
"These are also our demands," Yasser Abed Rabbo said. "If Gaza is broken, all Palestinians will be broken."
Hamas said Sunday it had accepted a proposal for a three-hour humanitarian ceasefire in Gaza it said was made by the International Committee of the Red Cross.
"The ICRC contacted (us) and offered to broker a three-hour humanitarian truce to enable ambulances to evacuate the dead and wounded and Hamas accepted it," spokesman Sami Abu Zuhri said in a statement.
Israel agreed to observe an immediate two-hour humanitarian ceasefire in Shujayeh, a military spokeswoman said on Sunday.
"There is going to be a humanitarian window between 1:30 and 3:30 (1030 and 1230 GMT) in Shujayeh," an army spokeswoman said.
However, Israel's army said it had resumed its attack on Shujayeh around 2:30 pm, claiming Hamas had breached the truce. Hamas had no immediate comment on Israeli allegations it had breached the ceasefire.
Israel had previously indicated that its ground operation was to "expand" later Sunday.
"This evening, the ground phase of Operation Protective Edge expands, as additional forces join the effort to combat terror in the Gaza Strip and establish a reality in which Israeli residents can live in safety and security," the army said.
”Dead people lying in the streets”
Thousands of Palestinians, barefoot and in their pajamas, streamed out of Shujayeh after a night of non-stop Israeli bombing.
They described hours of terror, as tank shells slammed into homes, with no electricity and no way to escape.
They called ambulances, but there was no way for the vehicles to get in under the constant fire.
So in the end, thousands of desperate residents fled on foot at first light, walking two hours or more into Gaza City.
They left behind the bodies of the dead in the streets of their neighborhoods - in Nazzaz, in Shaaf and in other parts of this flashpoint area between Gaza City and the border.
Video given to Reuters by a local showed at least a dozen mangled corpses, including three children, lying in the rubble-filled streets.
As the ceasefire got under way, a convoy of ambulances entered Shujayeh, with medics seen picking up at least three dead bodies, including that of a man with his intestines hanging out and his head completely destroyed, an AFP correspondent reported.
Ahmed fled with his wife and sisters-in-law and their children.
His daughters were barefoot and confused, sleepy as they walked into eastern Gaza City, their parents desperately searching for a safe place to take shelter.
"The shelling started last night, around 9pm and it just got worse and worse," he said.
"The bombing was all around us - there was no light, no water, we didn't know what to do."
"We called the emergency services but they said they couldn't reach us, so we decided to leave on foot," he added.
With both the Israeli and Egyptian borders sealed off, Gazans say they have few places to escape to.
So far, UNRWA has opened 55 of its schools to shelter those fleeing the most heavily bombarded areas, with more than 63,000 people taking refuge in them, the agency said.
"The number has tripled in the last three days reflecting the intensity of the conflict and the inordinate threats the fighting is posing to civilians," spokesman Chris Gunness said in a statement.
At the Shifa hospital, ambulances arrived every five minutes.
But the wounded and the dead were also brought in by car and truck.
One man came in with his legs sticking out of a rolled-down window.
The injuries were mostly from shrapnel, with one boy peppered with wounds, his arms held out to the side, screaming in pain as he was brought into the hospital.
Anguished cries of "Did you see Ahmed?" "Did you see my wife?" echoed through the courtyard of the hospital, where panicked residents of Shujayeh gathered in family groups, while inside bodies and wounded lay on blood-stained floors.
One child was clearly already dead, his head hanging lifelessly.
Fights broke out in the emergency room as hysterical parents banged on the walls in fear and sorrow.
Before dawn, an intensive artillery barrage struck areas east of Gaza City, killing at least two children, medics said.
The increasing number of children killed in the conflict is causing a growing outcry, with a joint statement from NGOs War Child and Defense for Children International saying more children had been killed than fighters.
Figures provided by the UN children's agency on Sunday showed that at least 73 of the victims were under the age of 18.
Many people were coated in a layer of dust that turned their faces grey and stuck to their blood on their clothes.
Doctor Said Hassan was standing outside waiting for the arrivals, after evacuating his family from the frontlines in Shujayeh the day before.
"The ambulances can't reach everyone, the ones who are coming in now were injured hours and hours ago and have either walked or been carried to places where they could be picked up," he said.
"We've been told that there are injured and dead people lying in the streets," he said.
"The is the worst I've ever seen it," added Hassan, 38, who has worked for Gaza's health ministry for the last eight years.
Ambulance worker Alaa washed down the inside of his vehicle with disinfectant and a blanket after bringing in another round of wounded.
"We had a pregnant woman who was injured, and on the road we found a man with his daughter so we brought them too," he said.
"But we can't get to many areas, there is too much fire, we got trapped at one point."
Distraught men and women begged the ambulances to go to their neighborhoods to pick up the wounded.
"There are dead people in our house, why won't you come?" one man screamed at Alaa.
"We're trying, we can't get in. We were fired on more than once," Alaa replied in frustration.
Sabah Mamluk, 40, arrived at the hospital with her mother and her two daughters, both of them barefoot.
"The shelling was non-stop, it was everywhere," she told AFP.
"We ran into the streets and started to walk. It was terrifying. We got split up and found an ambulance that could bring us, but my husband is still there with the rest of the children and I can't reach him by telephone."
At the hospital, about three kilometers (two miles) away from Shujayeh, elderly men said the Israeli attack was the fiercest they had seen since the 1967 Middle East war, when Israel captured Gaza.
Residents still trapped inside Shujayeh described absolute terror.
"This is one of the worst days of our lives," said 23-year-old Marah al-Wadia, speaking by phone from the Nazzaz district.
"We've been sitting all together in one room since last night just waiting for the shelling to stop so we can leave," she added.
"A shell hit our neighbor's house yesterday and we heard the sound of screaming but we couldn't come to their rescue and we still don't know what's happened to them."
(AFP, Reuters, Al-Akhbar)
As UN chief Ban Ki-moon was to arrive in the region to add his weight to truce efforts, the Palestinian death toll surpassed 400 after a night of intense attacks to the north and east of Gaza City.
"410 people have been killed since the war started and more than 3,020 people have been injured, most of them civilians," deputy health minister Yussef Abu Rish told reporters at Shifa hospital in Gaza City.
At least 50 Palestinians were killed on Sunday by Israeli shelling of the eastern Gaza district of Shujayeh, a medical official said.
Naser Tattar, director of the Shifa hospital, told Reuter that at least 400 people were wounded in the Israeli attack.
Emergency services spokesman Ashraf al-Qudra said at least 20 bodies had been retrieved from the eastern Shujayeh district, but ongoing fire was preventing the evacuation of many more.
Earlier, Qudra said at least six people had been killed in heavy shelling east of Gaza City, among them a woman, two children and the son of senior Hamas official Khalil al-Hayya.
Another seven people were killed in the southern city of Rafah overnight by both tank fire and air strikes.
And a 29-year-old man died in an air strike in central Gaza.
A Palestinian cameraman and a paramedic were also among dozens of people killed in Shujayeh on Sunday, medics said.
"Cameraman Khaled Hammad and paramedic Fuad Jaber were killed in a strike on an ambulance, while they were trying to evacuate the wounded from Shujayeh," Qudra told AFP.
"He wasn't a fighter, he was a fighter for humanity," wailed one relative of Jaber as the family buried him. "
"He was an ambulance worker, did he deserve to die?"
Early on Sunday, the Israeli army confirmed two more soldiers had been killed overnight, raising to seven the overall Israeli toll.
Four soldiers were killed on Saturday, among them two who died in militant raid inside Israel. Another was killed by an anti-tank missile while the fourth died in a firefight with a militant, the army said.
Diplomatic efforts to seek a truce were to intensify Sunday with Hamas's exiled leader Khaled Meshaal to meet Palestinian Authority President Mahmoud Abbas in Qatar to discuss an Egyptian truce proposal.
The UN chief was also headed to the Qatari capital.
Although Hamas had made its position clear, it was "ready to cooperate with a move by any party that will achieve the specific Palestinian demands," a statement said.
The Egyptian foreign ministry was not able to confirm or deny the new invitation.
Earlier this week, an Egyptian truce proposal was accepted by Israel, but turned down by Hamas which said it had not been consulted.
Hamas is demanding an end of the "war on the Gaza Strip," a complete lift of the siege on it, opening the Rafah crossing with Egypt, freedom of movement in the border areas, cancelling the buffer zone and expanding the freedom to fish 12 nautical miles from shore.
In addition, Hamas demands the release of its members who had been freed in a 2011 deal and recently re-arrested in an Israeli crackdown on the West Bank.
A senior official in the Palestine Liberation Organization, which is dominated by Abbas's Fatah party, said in an interview on Palestinian television that the West Bank-based leadership recognized Hamas's demands.
"These are also our demands," Yasser Abed Rabbo said. "If Gaza is broken, all Palestinians will be broken."
Hamas said Sunday it had accepted a proposal for a three-hour humanitarian ceasefire in Gaza it said was made by the International Committee of the Red Cross.
"The ICRC contacted (us) and offered to broker a three-hour humanitarian truce to enable ambulances to evacuate the dead and wounded and Hamas accepted it," spokesman Sami Abu Zuhri said in a statement.
Israel agreed to observe an immediate two-hour humanitarian ceasefire in Shujayeh, a military spokeswoman said on Sunday.
"There is going to be a humanitarian window between 1:30 and 3:30 (1030 and 1230 GMT) in Shujayeh," an army spokeswoman said.
However, Israel's army said it had resumed its attack on Shujayeh around 2:30 pm, claiming Hamas had breached the truce. Hamas had no immediate comment on Israeli allegations it had breached the ceasefire.
Israel had previously indicated that its ground operation was to "expand" later Sunday.
"This evening, the ground phase of Operation Protective Edge expands, as additional forces join the effort to combat terror in the Gaza Strip and establish a reality in which Israeli residents can live in safety and security," the army said.
”Dead people lying in the streets”
Thousands of Palestinians, barefoot and in their pajamas, streamed out of Shujayeh after a night of non-stop Israeli bombing.
They described hours of terror, as tank shells slammed into homes, with no electricity and no way to escape.
They called ambulances, but there was no way for the vehicles to get in under the constant fire.
So in the end, thousands of desperate residents fled on foot at first light, walking two hours or more into Gaza City.
They left behind the bodies of the dead in the streets of their neighborhoods - in Nazzaz, in Shaaf and in other parts of this flashpoint area between Gaza City and the border.
Video given to Reuters by a local showed at least a dozen mangled corpses, including three children, lying in the rubble-filled streets.
As the ceasefire got under way, a convoy of ambulances entered Shujayeh, with medics seen picking up at least three dead bodies, including that of a man with his intestines hanging out and his head completely destroyed, an AFP correspondent reported.
Ahmed fled with his wife and sisters-in-law and their children.
His daughters were barefoot and confused, sleepy as they walked into eastern Gaza City, their parents desperately searching for a safe place to take shelter.
"The shelling started last night, around 9pm and it just got worse and worse," he said.
"The bombing was all around us - there was no light, no water, we didn't know what to do."
"We called the emergency services but they said they couldn't reach us, so we decided to leave on foot," he added.
With both the Israeli and Egyptian borders sealed off, Gazans say they have few places to escape to.
So far, UNRWA has opened 55 of its schools to shelter those fleeing the most heavily bombarded areas, with more than 63,000 people taking refuge in them, the agency said.
"The number has tripled in the last three days reflecting the intensity of the conflict and the inordinate threats the fighting is posing to civilians," spokesman Chris Gunness said in a statement.
At the Shifa hospital, ambulances arrived every five minutes.
But the wounded and the dead were also brought in by car and truck.
One man came in with his legs sticking out of a rolled-down window.
The injuries were mostly from shrapnel, with one boy peppered with wounds, his arms held out to the side, screaming in pain as he was brought into the hospital.
Anguished cries of "Did you see Ahmed?" "Did you see my wife?" echoed through the courtyard of the hospital, where panicked residents of Shujayeh gathered in family groups, while inside bodies and wounded lay on blood-stained floors.
One child was clearly already dead, his head hanging lifelessly.
Fights broke out in the emergency room as hysterical parents banged on the walls in fear and sorrow.
Before dawn, an intensive artillery barrage struck areas east of Gaza City, killing at least two children, medics said.
The increasing number of children killed in the conflict is causing a growing outcry, with a joint statement from NGOs War Child and Defense for Children International saying more children had been killed than fighters.
Figures provided by the UN children's agency on Sunday showed that at least 73 of the victims were under the age of 18.
Many people were coated in a layer of dust that turned their faces grey and stuck to their blood on their clothes.
Doctor Said Hassan was standing outside waiting for the arrivals, after evacuating his family from the frontlines in Shujayeh the day before.
"The ambulances can't reach everyone, the ones who are coming in now were injured hours and hours ago and have either walked or been carried to places where they could be picked up," he said.
"We've been told that there are injured and dead people lying in the streets," he said.
"The is the worst I've ever seen it," added Hassan, 38, who has worked for Gaza's health ministry for the last eight years.
Ambulance worker Alaa washed down the inside of his vehicle with disinfectant and a blanket after bringing in another round of wounded.
"We had a pregnant woman who was injured, and on the road we found a man with his daughter so we brought them too," he said.
"But we can't get to many areas, there is too much fire, we got trapped at one point."
Distraught men and women begged the ambulances to go to their neighborhoods to pick up the wounded.
"There are dead people in our house, why won't you come?" one man screamed at Alaa.
"We're trying, we can't get in. We were fired on more than once," Alaa replied in frustration.
Sabah Mamluk, 40, arrived at the hospital with her mother and her two daughters, both of them barefoot.
"The shelling was non-stop, it was everywhere," she told AFP.
"We ran into the streets and started to walk. It was terrifying. We got split up and found an ambulance that could bring us, but my husband is still there with the rest of the children and I can't reach him by telephone."
At the hospital, about three kilometers (two miles) away from Shujayeh, elderly men said the Israeli attack was the fiercest they had seen since the 1967 Middle East war, when Israel captured Gaza.
Residents still trapped inside Shujayeh described absolute terror.
"This is one of the worst days of our lives," said 23-year-old Marah al-Wadia, speaking by phone from the Nazzaz district.
"We've been sitting all together in one room since last night just waiting for the shelling to stop so we can leave," she added.
"A shell hit our neighbor's house yesterday and we heard the sound of screaming but we couldn't come to their rescue and we still don't know what's happened to them."
(AFP, Reuters, Al-Akhbar)
The victims of Gaza: A list of Palestinians killed in Israel's ongoing assault
http://english.al-akhbar.com/content/victims-gaza-list-palestinians-killed-israels-ongoing-assault
Updated July 20 at 12:44 pm: The Gaza health ministry has
confirmed the deaths of over 370 Palestinians so far in the besieged
strip since Israel began its relentless assault on July 8. Among those
killed, over 80 were aged 16 or younger.
The youngest victim was five-month-old Fares Jomaa al-Mahmoum, killed by Israeli tank shelling in Rafah. The next two youngest victims were both 18 months old: Mohammed Malakiyeh was killed along with his 27-year-old mother, and Ranim Jawde Abdel Ghafour was killed along with a member of her family in Khan Younis. The three oldest victims were all 80 years old. Naifeh Farjallah was killed in an air strike on the town of Moghraqa, southwest of Gaza City, and Saber Sukkar was killed in an airstrike on Gaza City. Hijaziyah Hamid al-Helou succumbed on Sunday to wounds sustained in the bombing of her home in Gaza City on Saturday night.
Victims’ names and ages were compiled based on information released by the Gaza health ministry, while the circumstances of the deaths were taken from the ministry and local news sources.
Al-Akhbar will update the list as new information is released.
Tuesday, July 8:
1. Mohammed Sha’aban, 24, was killed in a bombing of his car in Gaza City.
2. Ahmad Sha’aban, 30, died in the same bombing.
3. Khadir al-Bashiliki, 45, died in the same bombing.
4. Rashad Yaseen, 27, was killed in a bombing of the Nusseirat refugee camp in central Gaza.
5. Riad Mohammed Kawareh, 50, was killed in a bombing of his family’s home in Khan Younis.
6. Seraj Ayad Abed al-A’al, 8, was wounded in the same bombing and succumbed to his injuries on Tuesday evening.
7. Mohammed Ayman Ashour, 15, died in the same bombing.
8. Bakr Mohammed Joudah, 22, died in the same bombing.
9. Ammar Mohammed Joudah, 26, died in the same bombing.
10. Hussein Yousef Kawareh, 13, died in the same bombing.
11. Mohammed Ibrahim Kawareh, 50, died in the same bombing.
12. Bassim Salim Kawareh, 10, died in the same bombing.
13. Mousa Habib, 16, from Gaza City’s al-Shujaiyah neighborhood, was killed along with his 22-year old cousin while the pair were riding a motorcycle.
14. Mohammed Habib, 22, was killed with Mousa Habib.
15. Sakr Aysh al-Ajouri, 22, was killed in an attack on Jabalia, in northern Gaza.
16. Ahmad Na’el Mehdi, 16, from Gaza City’s Sheikh Radwan neighborhood, was killed in a bombing that wounded two of his friends.
17. Hafiz Mohammed Hamad, 30, an Islamic Jihad commander, was killed in the bombing of his home in Beit Hanoun, along with five of his family members.
18. Ibrahim Mohammed Hamad, 26, died in the same bombing.
19. Mehdi Mohammed Hamad, 46, died in the same bombing.
20. Fawzia Khalil Hamad, 62, died in the same bombing.
21. Dunia Mehdi Hamad, 16, died in the same bombing.
22. Suha Hamad, 25, died in the same bombing.
23. Suleiman Salman Abu Soaween, 22
Wednesday, July 9:
24. Abdelhadi Jamaat al-Sufi, 24, was killed in a bombing near the Rafah crossing.
25. Naifeh Farjallah, 80, was killed in an airstrike on the town of Moghraqa, southwest of Gaza City.
26. Abdelnasser Abu Kweek, 60, was killed in the bombing of Gaza’s central governorate along with his son.
27. Khaled Abu Kweek, 31, Abdelnasser Abu Kweek’s son, was killed in the same bombing.
28. Mohammed Areef, 13, died in a bombing in Sha’af.
28. Amir Areef, 10, died in the same bombing.
30. Mohammed Malakiyeh, 18 months old, died in a bombing along with his mother and a young man.
31. Hana Malakiyeh, 27, Mohammed Malakiyeh’s mother, died in the same bombing.
32. Hatem Abu Salem, 28, died in the same bombing.
33. Mohammed Khaled al-Nimri, 22
34. Sahar Hamdan, 40, died in the bombing of her home in Beit Hanoun.
35. Ibrahim Masri, 14, Sahar Hamdan’s son, was killed in the same bombing.
36. Mahmoud Nahid al-Nawasra was killed in a bombing in al-Meghazi.
37. Mohammed Khalaf al-Nawasra, 4, was killed in the same bombing and arrived at the hospital “in shreds.”
38. Nidal Khalaf al-Nawasra al-Meghazi, 5, was killed in the same bombing.
39. Salah Awwad al-Nawasra al-Meghazi, 6, was killed in the same bombing. His body was found under the rubble of the house.
40. Aisha Nijm al-Meghazi, 20, was killed in the same bombing.
41. Amal Youssef Abdel Ghafour, 27, was killed in a bombing in Khan Younis.
42. Ranim Jawde Abdel Ghafour, an 18-month-old girl, was killed in the same bombing.
43. Rashid al-Kafarneh, 30, was killed when the motorcycle he was riding was bombed.
44. Ibrahim Daoud al-Balawi, 24
45. Abdelrahman Jamal al-Zamli, 22
46. Ibrahim Ahmad Abideen, 42
47. Mustafa Abu Mar, 20
48. Khalid Abu Mar, 23
49. Mazen Farj al-Jarbah, 30, was killed in a bombing in Deir al-Balah.
50. Marwan Slim, 27, was killed in a bombing in Deir al-Balah.
51. Hani Saleh Hamad, 57, was killed in a bombing in Beit Hanoun along with his son Ibrahim.
52. Ibrahim Hamad, 20, was killed in the same bombing.
53. Salima Hassan Musallim al-Arja, 60, was killed in a bombing in Rafah that wounded five others.
54. Maryam Atieh Mohammed al-Arja, 11, was killed in the same bombing.
55. Hamad Shahab, 37
56. Ibrahim Khalil Qanun, 24, was killed in a bombing of Khan Younis.
57. Mohammed Khalil Qanun, 26, was killed in the same attack.
58. Hamdi Badieh Sawali, 33, was killed in the same attack.
59. Ahmad Sawali, 28, was killed in the same attack.
60. Suleiman Salim al-Astal, 55, was killed in a bombing of Khan Younis.
61. Mohammed al-Aqqad, 24
62. Ra'ed Shalat, 37, was killed in a bombing that wounded 6 others.
Thursday, July 10:
63. Asma Mahmoud al-Hajj, 22, was killed in a bombing in Khan Younis that killed eight members of the same family and wounded 16 other people.
64. Basmah Abdelfattah al-Hajj, 57, was wounded in the bombing and succumbed to her injuries shortly afterwards.
65. Mahmoud Lutfi al-Hajj, 58, died in the same bombing.
66. Tarek Mahmoud al-Hajj, 18, died in the same bombing.
67. Sa'ad Mahmoud al-Hajj, 17, died in the same bombing.
68. Najla Mahmoud al-Hajj, 29, died in the same bombing.
69. Fatima Mahmoud al-Hajj, 12, died in the same bombing.
70. Omar Mahmoud al-Hajj, 20, died in the same bombing.
71. Ahmad Salim al-Astal, 24, was killed in the bombing of a beach house in Khan Younis that critically wounded more than 15 people.
72. Mousa Mohammed al-Astal, 50, was killed in the same bombing. The two bodies were recovered four hours after the bombing.
73. Ra'ed al-Zawareh, 33, succumbed to his wounds and died. The location of his death was unreported.
74. Baha' Abu al-Leil, 35, was killed in a bombing.
75. Salim Qandil, 27, was killed in the same bombing.
76. Omar al-Fyumi, 30, was killed in the same bombing.
77. Abdullah Ramadan Abu Ghazzal, 5, was killed in a bombing in Beit Lahiya.
78. Ismail Hassan Abu Jamah, 19, was killed in a bombing in Khan Younis that injured two children, one critically.
79. Hassan Awda Abu Jamah, 75, was killed in a bombing in Khan Younis.
80. Mohammed Ahsan Ferwanah, 27, was killed in a bombing in Khan Younis.
81. Yasmin Mohammed Mutawwaq, 4 was killed in a bombing in Beit Hanoun.
82. Mahmoud Wulud, 26, was killed in a bombing of a civilian vehicle in northern Gaza. His remains were taken to Kamal Adwan Hospital in Jabalia.
83. Hazem Balousha, 30, was killed in the same bombing. His remains are at Kamal Adwan Hospital.
84. Nour Rafik Adi al-Sultan, 27, was killed in the same bombing. His remains are at Kamal Adwan Hospital.
85. Ahmad Zaher Hamdan, 24, was killed in a bombing in Beit Hanoun.
86. Mohammed Kamal al-Kahlout, 25, was killed in a bombing in Jabalia.
87. Sami Adnan Shaldan, 25, was killed in a bombing in Gaza City.
88. Jamah Atieh Shalouf, 25, was killed in a bombing in Rafah.
89. Bassem Abdelrahman Khattab, 6, was killed in a bombing in Deir al-Balah.
90. Abdullah Mustafa Abu Mahrouk, 22, was killed in a bombing in Deir al-Balah.
Friday, July 11:
91. Anas Rizk Abu al-Kas, 33, was killed in a bombing in Gaza City.
92. Nour Marwan al-Najdi, 10, was killed in a bombing in Rafah.
93. Mohammed Mounir Ashour, 25, was killed in a bombing on the al-Ghanam family home in Rafah.
94. Ghalia Deeb Jabr al-Ghanam, 7, was killed in the same bombing.
95. Wasim Abd al-Rizk Hassan al-Ghanam, 23, was killed in the same bombing.
96. Mahmoud Abd al-Rizk Hassan al-Ghanam, 26, was killed in the same bombing.
97. Kifah Shahada Deeb al-Ghanam, 20, was killed in the same bombing.
98. Ra’ed Hani Abu Hani, 31, was killed in a bombing in Rafah.
99. Shahraman Ismail Abu al-Kas, 42, was killed in a bombing in a refugee camp in central Gaza.
100. Mazen Mustafa Aslan, 63, was killed in the same bombing.
101. Mohammed Rabih Abu Humeidan, 65, was killed in shelling that struck northern Gaza.
102. Abdel Halim Ashra, 54, was killed in an airstrike on Wednesday in the area of Birka Deir al-Balah, but his body wasn’t discovered until Friday.
103. Saher Abu Namous, 3, was killed in an airstrike on his home in northern Gaza.
104. Hussein al-Mamlouk, 47, was killed in an airstrike on Gaza City.
105. Saber Sukkar, 80, was killed in an airstrike on Gaza City.
106. Nasser Rabih Mohammed Samamah, 49, was killed in an airstrike on Gaza City.
Saturday, July 12:
107. Rami Abu Massaad, 23, was killed in a strike on Deir al-Balah.
108. Mohammed al-Samiri, 24, was killed in the same attack.
109. Houssam Deeb al-Razayneh, 39, was killed in an attack on Jabalia.
110. Anas Youssef Kandil, 17, was killed in the same bombing.
111. Abdel Rahim Saleh al-Khatib, 38, was killed in the same bombing.
112. Youssef Mohammed Kandil, 33, was killed in the same bombing.
113. Mohammed Idriss Abu Saninah, 20, was killed in the same bombing.
114. Hala Wishahi, 31, was killed in an attack on the Mabarra association for the disabled in Jabalia.
115. Suha Abu Saade, 38, was killed in the same attack.
116. Ali Nabil Basal, 32, was killed in a strike on western Gaza City.
117. Mohammed Bassem al-Halabi, 28, was killed in the same strike.
118. Mohammed al-Sowayti (Abu Askar), 20, was killed in the same strike.
119. Ibrahim Nabil Humaide, 30, was killed in a bombing in the Tufah neighborhood in eastern Gaza City.
120. Hassan Ahmed Abu Ghoush, 24, was killed in the same attack.
121. Ahmed Mahmoud al-Ballaoui, 26, was killed in the same attack.
122. Ratib Sabahi al-Sifi, 22, was killed in a bombing in Gaza City along with five others.
123. Azmi Mahmoud Abid, 51, was killed in the same attack.
124. Nidal Mahmoud Abu al-Malish, 22, was killed in the same attack.
125. Suleiman Said Abid, 56, was killed in the same attack.
126. Ghassan Ahmad al-Masri, 25, was killed in the same attack.
127. Mustafa Mohammed Anaieh, 58, was killed in the same attack.
128. Rafa’at Youssef Amer, 36, succumbed to wounds sustained in a bombing in Gaza City.
129. Ghazi Mustafa Areef, 62, died when his home in Gaza City was bombed. His son sustained serious injuries.
130. Mohammed Adriss Abu Sulim, 20, was killed in a bombing in Jabaliya.
131. Fadi Yaqub Sakr, 25, was killed in a bombing in Gaza City.
132. Qassem Jaber Adwan Awdeh, 16, was killed in a bombing in Khan Younis.
133. Mohammed Ahmad Bassal, 19, was killed in a bombing in Gaza City.
134. Muhannad Youssef Dhahir, 23, was killed in a bombing in Rafah.
135. Mahmoud Abdallah Shratiha, 53, was killed in a bombing in north Gaza.
136. Shadi Mohammed Zarb, 21, was killed in a bombing in Rafah that wounded three others.
137. Imad Bassam Zarb, 21, was killed in the same bombing.
138. Nahid Ta’im al-Batash, 41, was killed in a bombing in Gaza City along with 16 family members. Dozens more were wounded in the same attack.
139. Baha Majid al-Batash, 28, was killed in the same bombing.
140. Qassi Isam al-Batash, 12, was killed in the same bombing.
141. Aziza Youssef al-Batash, 59 was killed in the same bombing.
142. Mohammed Isam al-Batash, 17 was killed in the same bombing.
143. Ahmad Naman al-Batash, 27 was killed in the same bombing.
144. Yahya Alaa al-Batash, 18 was killed in the same bombing.
145. Jalal Majid al-Batash, 26 was killed in the same bombing.
146. Mahmoud Majid al-Batash, 22 was killed in the same bombing.
147. Marwa Majid al-Batash, 25 was killed in the same bombing.
148. Majid Subhi al-Batash was killed in the same bombing.
149. Khalid Majid al-Batash, 20 was killed in the same bombing.
150. Ibrahim Majid al-Batash, 18 was killed in the same bombing.
151. Manar Majid al-Batash, 14 was killed in the same bombing.
152. Amal Hassan al-Batash, 49 was killed in the same bombing.
153. Anas Alaa al-Batash, 10 was killed in the same bombing.
154. Qassi Alaa al-Batash was killed in the same bombing.
Sunday, July 13:
155. Rami Abu Shanab, 25, succumbed to wounds sustained several days ago in Deir al-Balah.
156. Khawla al-Hawajri, 25, was killed in a bombing in Nusseirat.
157. Mohammed Ghazi Areef, 35, was killed in a bombing in Gaza City.
158. Ahmad Youssef Daloul, 47, was killed in a bombing in Gaza City.
159. Hijaziyah Hamid al-Helou, 80, succumbed to wounds sustained in the bombing of her home in Gaza City on Saturday night.
160. Fawzia Abdela’el, 73, was killed in a bombing in Gaza City.
161. Haitham Ashraf Zarb, 21, succumbed to wounds sustained during an attack on Rafah on Saturday that killed two other members of the Zarb family.
162. Leila Hassan al-Awdat, 41, was killed in an attack on Meghazi that wounded four others.
163. Hussam Ibrahim al-Najjar, 14, was killed in a bombing in north Gaza. His remains were taken to Beit Hanoun Hospital.
164. Rawidah Abu Harb al-Zwaida, 31, was killed.
165. Samer Tallal Hamdan was killed in a bombing in Beit Hanoun.
166. Hussein Abd al-Qadir Muheisen, 19, succumbed to wounds sustained in Gaza City.
167. Maher Thabit Abu Mar, 24, was killed in a bombing in Rafah.
168. Mohammed Salim Abu Bureis, 65, was killed in a bombing in Deir al-Balah.
169. Saddam Moussa Moamar, 23, was killed in Khan Younis.
170. Mousa Shehade Moamar, 60, was killed in Khan Younis.
171. Hanadi Hamadi Moamar, 27, was killed in Khan Younis.
172. Adham Mohammed Abed el-Fatah Abed el-Al, was killed in Gaza.
Monday, July 14:
173. Qassem Tallal Hamdan, 23, was killed in Beit Hanoun.
174. Hamid Suleiman Abu al-Araj Deir al-Balah, 60.
175. Abdullah Mahmoud Barakah, 24, was killed in Khan Younis.
176. Tamer Salem Kodeih, 37, was killed in Khan Younis.
177. Ziad Maher al-Najjar, 17, was killed in Khan Younis.
178. Ziad Salem al-Shawi, 25, was killed in Rafah.
179. Mohammed Yasser Hamdan, 24, was killed in Gaza.
180. Mohammed Shakib al-Agha, 22, was killed in Khan Younis.
181. Mohammed Younis Abu Youssif, 25, was killed in Khan Younis.
182. Sara Omar Sheikh al-Eid, 4, was killed in Rafah.
183. Omar Ahmad Sheikh al-Eid, 24, was killed in Rafah.
184. Jihad Ahmad Sheikh al-Eid, 48, was killed in Rafah.
185. Kamal Ated Youssif Abu Taha, 16, was killed in Khan Younis.
186. Ismail Nabil Ahmad Abu Hatab, 21, was killed in Khan Younis.
Tuesday, July 15:
187. Ahmad Younis Abu Youssif, 28, was killed in Khan Younis.
188. Bushra Khalil Zoarob, 53, was killed in Rafah.
189. Atwa Amira al-Maamour, 63, was killed in Khan Younis.
190. Ismail Salim al-Najjar, 46, was killed in Khan Younis.
191. Mohammed Ahmad Ibrahim al-Najjar, 49, was killed in Khan Younis.
192. Suleiman Abu Louli, 33, was killed in Khan Younis.
193. Sobhi Abed el-Hamid Moussa, 77, was killed in Khan Younis.
194. Ismail Ftouh, 24, was killed in Gaza.
195. Saleh Said Dahliz Rafah, 20, was killed in Rafah.
196. Yasser Abed el-Mahmoun, 18, was killed in Rafah.
197. Ibrahim Khalil al-Asaafi, 66, was killed in Jiher el-Deek
198. Mohammed Abdullah al-Zahouk, 23, was killed in Rafah.
199. Mohammed Ismail Abu Awda, 27, was killed in Rafah.
Wednesday, July 16:
200. Mohammed Sabri al-Dibari, 20, was killed in Rafah.
201. Abdullah Mohammed Abdullah al-Irjani, 19, was killed in Khan Younis.
202. Ahmad Adel Ahmad al-Niwajha, 23, was killed in Rafah.
203. Mohammed Tayseer Sharab, 23, was killed in Khan Younis.
204. Farid Mohammed Abu Daqa, 33, was killed in Khan Younis.
205. Ashraf Khalil Abu Shanab, 33, was killed in Rafah.
206. Khadra al-Abd Salama Abu Daqa, 65, was killed in an attack on Khan Younis.
207. Omar Ramadan Hassan Abu Daqa, 24, was killed in the same attack.
208. Ibrahim Ramadan Hassan Abu Daqa, 10, was killed in the same attack.
209. Abdelrahman Ibrahim Khalil al-Sarkhi, 37, was killed in an attack on Gaza City.
210. Ahed Atef Bakr, 10, was killed on a beach in Gaza.
211. Zakaria Ahed Bakr, 10, was killed on a beach in Gaza.
212. Mohammed Ramez Bakr, 11, was killed on a beach in Gaza.
213. Ismail Mohammed Bakr, 9, was killed on a beach in Gaza.
214. Hamza Ra'ed Thari, 6, succumbed to wounds sustained "a few days ago" and passed away.
215. Mohammed Akram Abu Amer, 34, was killed in an attack on Khan Younis.
216. Kamal Mohammed Abu Amer, 38, Mohammed's brother, was reported seriously injured and then dead in the same attack.
217. Raqia al-Astal, 70, was killed in the bombing of a mosque in Khan Younis which killed at least three others and critically wounded several children.
218. Yasmin al-Astal, 4, was killed in the same attack.
219. Hussein Abdelnasser al-Astal, 23, was killed in the same attack.
220. Usama Mahmoud al-Astal, 6, was critically wounded in the same attack and succumbed to his wounds shortly afterwards.
221. Hossam Shamlakh, 23, succumbed to wounds sustained in an attack on Sheikh Ajlin.
222. Mohammed Kamal Abdelrahman, 30, was killed in an attack on Sheikh Ajlin.
Thursday, July 17:
223. Mohammed Mahmoud al-Qadim, 22, succumbed to wounds sustained in Deir al-Balah.
224. Zeinab Mohammed Saeed al-Abadleh, 70, died of her wounds in the Gaza European hospital.
225. Mohammed Abdelrahman Hassouneh, 67, was killed in an attack on Rafah.
226. Mohammed Ahmad al-Hout, 41, was killed in the same attack while on his way to morning prayers.
227. Ahmad Rihan, 23, was killed in an attack on North Gaza.
228. Salam Salah Fayyad, 25, succumbed to his wounds in a hospital in Gaza's central province.
229. Abdallah al-Akhras, 27, was killed in an attack on Rafah.
230. Bashir Abd al-A'el, 20, was killed in the same attack.
231. Mohammed Ziyad Ghanem, 25, was killed in the same attack.
232. Fulla Tarek Shaheber, 8, was killed along with two child relatives in an airstrike on their home in Gaza City.
233. Jihad Issam Shaheber, 10, was killed in the same strike.
234. Wassim Issam Shaheber, 9, was killed in the same strike.
235. Yassin al-Humaideh, 4, died of wounds suffered in an earlier attack on Gaza City.
236. Rahaf Khalil al-Jabbour, 4, was killed in an attack in Khan Younis.
237. Hamza Houssam al-Abadaleh, 29, was killed in an attack on Khan Younis.
238. Abed Ali Natiz, 26, was killed in Gaza.
239. Mohammed Salem Natiz, 4, was killed in Gaza City.
240. Mohammed Shadi Natiz, 15, was killed in Gaza City.
241. Salah Salah al-Shafiai, was killed in Khan Younis.
242. Majdi Suleiman Salamah Jabarah, 22, was killed in Rafah.
243. Fares Jomaa al-Mahmoum, 5 months old, was killed in Rafah.
Friday, July 18:
244. Nassim Mahmoud Nassir was killed in an attack on Beit Hanoun.
245. Karam Mahmoud Nassir was killed in the same attack.
246. Omar Ayyad al-Mahmoum, 18, from Rafah, was killed in an attack on al-Shawka.
247. Salmiah Suleiman Ghayyad, 70, was killed in an attack east of Rafah.
248. Rami Saqqer Abu Tawila was killed in an attack east of Shujiyah that wounded 7 of his family members.
249. Hamad Abu Lahyia, 23, was killed in an attack east of Qarara that critically wounded several others.
250. Bassem Mohammed Mahmoud Madi, 22, was killed in an attack east of Rafah that wounded 11 others.
251. Mohammed Abdel Fattah Rashad Fayyad, 26, was killed in Khan Younis.
252. Mahmoud Mohammed Fayyad, 25, was killed in Khan Younis.
253. Bilal Mahmoud Radwan, 23, was killed in an attack in Khan Younis.
254. Mundhir Radwan, 22, was killed in the same attack.
255. Ahmad Fawzia Radwan, 23, was killed in the same attack.
256. Mahmoud Fawzia Radwan, 24, was killed in the same attack.
257. Ismail Youssef Taha Qassim, 59, was killed in an attack in Beit Hanoun that wounded 25 others.
258. Amal Khadir Ibrahim Badour, 40, was killed in the same attack.
259. Hani As'ad Abd al-Karim al-Shami, 35, was killed in an attack in Khan Younis that killed his nephew and wounded 4 others.
260. Mohammed Hamdan Abd al-Karim al-Shami, 35, was killed in the same attack.
261. Hussam Muslim Abu Eissa, 26, was killed in Jahr al-Dik.
262. Walaa Abu Ismail Muslim,12, was killed in Abraj al-Nada.
263. Mohammed Abu Muslim, 13, was killed in Abraj al-Nada.
264. Ahmad Abu Muslim, 14, was killed in Abraj al-Nada.
265. Ahmed Abdullah al-Bahnasawi, 25, was killed in the village of Om al-Nasr in Gaza.
266. Saleh Zaghidi, 20, was killed in Rafah.
267. Alaa Abu Shbat, 23, was killed in Rafah.
268. Ahmed Hasan Saleh al-Ghalban, 23, was killed in al-Fakhari.
269. Hamada Abdallah al-Bashiti, 21, was killed in al-Fakhari.
270. Abdullah Jamal al-Samiri, 17, was killed in Khan Younis.
271. Mahmoud Ali Darwish, 40, was killed in Nusseirat.
272. Wila al-Qara, 20, was killed in Khan Younis.
273. Raafat Mohammed al-Bahloul, 35, was killed in Khan Younis.
274. Mohammed Awad Matar, 37, was killed in Beit Lahia.
275. Hamza Mohammed Abu al-Hussein, 27, was killed in Rafah.
276. Imad Hamed Alouwein, 7, was killed in a strike in Gaza City.
277. Qassem Hamed Alouwein, 4, was killed in the same strike.
278. Sara Mohammed Boustan, 13, was killed in a strike in Gaza City.
279. Rizk Ahmed al-Hayek, 2, was killed in Gaza City.
280. Mohammed Saad Mahmoud Abu Saade, 26, was killed in Khan Younis.
281. Naim Moussa Abu Jarad, 24, was killed in tank shelling on his home in Beit Hanoun along with seven members of his family.
282. Abed Moussa Abu Jarad, 30, was killed in the same attack.
283. Siham Moussa Abu Jarad, 15, was killed in the same attack.
284. Rijaa Alyan Abu Jarad, 31, was killed in the same attack.
285. Ahlam Naim Abu Jarad, 13, was killed in the same attack.
286. Hania Abdel Rahman Abu Jarad, 3, was killed in the same attack.
287. Samih Naim Abu Jarad, 1, was killed in the same attack.
288. Moussa Abdel Rahman Abu Jarad, 6, was killed in the same attack.
289. Moustafa Faysal Abu Sanina, 18, was killed in an air strike on Rafah along with two relatives.
290. Imad Faysal Abu Sanina, 18, was killed in the same attack.
291. Nizar Fayez Abu Sanina, 38, was killed in the same attack.
292. Ghassan Salem Moussa, 28, was killed in Khan Younis.
293. Mohammed Salem Shaat, 20, was killed in Khan Younis.
294. Ahmed Salem Shaat, 22, was killed in the same attack.
295. Amjad Salem Shaat, 15, was killed in the same attack.
296. Mohamed Talal al-Sanaa, 20, was killed in Rafah.
Saturday, July 19:
297. Ayad Ismail al-Rakib, 26, was killed in an attack on Khan Younis.
298. Yehya Bassam al-Sirri, 20, was killed in Khan Younis.
299. Mohammed Bassam al-Sirri, 17, was killed in the same attack.
300. Mahmoud Redda Salhia, 56, was killed in Khan Younis.
301. Moustafa Redda Salhia, 21, was killed in the same attack.
302. Mohammed Moustafa Salhia, 22, was killed in the same attack.
303. Wissam Redda Salhia, 15, was killed in the same attack.
304. Ibrahim Jamal Kamal Nasser, 13, was killed in Khan Younis.
305. Ahmed Mahmoud Hassan Aziz, 34, Khan Younis.
306. Said Ola Issa, 30, was killed in the central disrict.
307. Mohammed Awad Fares Nassar, 25, was killed in Khan Younis.
308. Mohammed Jihad al-Kara, 29, was killed in Khan Younis.
309. Rashdi Khaled Nassar, 24, was killed in the same Khan Younis.
310. Raed Walid Likan, 27, was killed in Khan Younis.
311. Raafat Ali Bahloul, 36, was killed in Khan Younis.
312. Bilal Ismail Abu Daqqah, 33, was killed in Khan Younis.
313. Mohammed Ismail Samour, 21, was killed in Khan Younis.
314. Ismail Ramadan al-Lawalhi, 21, was killed in Khan Younis.
315. Mohammed Ziad al-Rahhel, 6, was killed in Beit Lahia.
316. Mohammed Ahmed Abu Zaanounah, 36, was killed in Gaza.
317. Mohammed Rafic al-Rahhel, 22, was killed in Beit Lahia.
318. Fadel Mohammed al-Banna, 29. was killed in Jbalia.
319. Mohammed Atallah Awdeh Saadat, 25, was killed in Beit Hanoun.
320. Mohammed Abedel Rahman Abu Hamad, 25, was killed in Beit Lahia.
321. Maali Abedel Rahman Suleiman Abu Zayed, 24, al-Wista.
322. Mahmoud Abdel Hamid al-Zuweidi, 23, was killed in Beit Lahia.
323. Dalia Abdel Hamid al-Zuweidi, 37, was killed in Beit Lahia.
324. Ruaia Mahmoud al-Zuweidi, 6, was killed in Beit Lahia.
325. Nagham Mahmoud al-Zuweidi, 2, was killed in Beit Lahia.
326. Amer Hamoudah, 7, was killed in Beit Lahia.
327. Mahmoud Rizk Mohammed Hamoudah, 18, was killed in Beit Lahia.
328. Mohammed Khaled Jamil al-Zuweidi, 20, was killed in Beit Lahia.
329. Mohammed Ahmad al-Saidi, 18, was killed in Khan Younis.
330. Abdel Rahman Mohammed Awdah Barak, 23, al-Wista.
331. Tarek Samir Khalil al-Hitto, 26, was killed in al-Wista.
332. Mahmoud al-Sharif, 24, was killed in al-Wista.
333. Mohammed Fathi al-Ghalban, 23, was killed in Khan Younis.
334. Mahmoud Anwar Abu Shabab, 16, was killed in Rafah.
335. Mo'men Taysir al-Abed Abu Dan, 24, was killed in al-Wista.
336. Abdel Aziz Samir Abu Zeiter, 31, was killed in al-Wista.
337. Mohammed Ziad Zaabout, 24, was killed in Gaza.
338. Hatem Ziadah Zaabout, 22, was killed in Gaza.
339. Ahmad Maher Mohammed Abu Thuria, 25, was killed in al-Wista.
340. Abdullah Ghazi Abdullah al-Masri, 30, was killed in al-Wista.
341. Ayman Hisham al-Naaouq, 25, was killed in al-Wista.
342. Akram Mahmoud al-Matwouk, 37, was killed in Jabalia.
343. Salem Ali Abu Saadah, was killed in Khan Younis.
Sunday, July 20:
344. Hosni Mahmoud al-Absi, 56, was killed in Rafah.
345. Mohammed Mahmoud Moamar, 30, was killed in Rafah,
346. Hamza Mahmoud Moamar, 21, was killed in Rafah.
347. Anas Mahmoud Moamar, 17, was killed in rafah.
348. Mohammed Ali Jundieh, 38, was killed in Gaza.
349. Mohammed Khalil al-Hayyah,
350. Osama Khalil al-Hayyah
351. Khalil Osama al-Hayyah
352. Hala Saqer Abu Hin
353. Fahmi Abdel Aziz Abu Said, 29, was killed in al-Wista.
354. Ahmad Tawfiq Zannoun, 26, was killed in Rafah.
355. Sohaib Ali Jomaa Abu Qoura, 21, was killed in Rafah.
356. Homeid Sobh Mohammed Abu Foujo, 22, was killed in Rafah.
357. Toufic Marshoud, 52, was killed in Gaza.
358. Hiba Hamed al-Sheikh Khalil, 14, was killed in Gaza.
359. Toufic al-Barawi Marshoud, was killed in al-Shujaieh.
360. Ahmad Ishaq al-Rimlawi, was killed in al-Shujaieh.
361. Marwa Suleiman al-Sirsawi, was killed in al-Shujaieh.
362. Raed Mansour Nayfa, was killed in al-Shujaieh.
363. Osama Rabhi Ayyad, was killed in al-Shujaieh.
364. Ahed Moussa al-Sirsik, was killed in al-Shujaieh.
365. Fouad Jaber, was killed in al-Shujaieh.
366. Khaled Hamed, was killed in al-Shujaieh.
367. Mohammed Ayman al-Shaer, 5, was killed in Khan Younis.
368. Leila Hasan al-Shaer, 33, was killed in Khan Younis.
369. Salah Saleh al-Shaer, in his forties, was killed in Khan Younis.
- At least 4 victims are still unidentified.
(Al-Akhbar)
The youngest victim was five-month-old Fares Jomaa al-Mahmoum, killed by Israeli tank shelling in Rafah. The next two youngest victims were both 18 months old: Mohammed Malakiyeh was killed along with his 27-year-old mother, and Ranim Jawde Abdel Ghafour was killed along with a member of her family in Khan Younis. The three oldest victims were all 80 years old. Naifeh Farjallah was killed in an air strike on the town of Moghraqa, southwest of Gaza City, and Saber Sukkar was killed in an airstrike on Gaza City. Hijaziyah Hamid al-Helou succumbed on Sunday to wounds sustained in the bombing of her home in Gaza City on Saturday night.
Victims’ names and ages were compiled based on information released by the Gaza health ministry, while the circumstances of the deaths were taken from the ministry and local news sources.
Al-Akhbar will update the list as new information is released.
Tuesday, July 8:
1. Mohammed Sha’aban, 24, was killed in a bombing of his car in Gaza City.
2. Ahmad Sha’aban, 30, died in the same bombing.
3. Khadir al-Bashiliki, 45, died in the same bombing.
4. Rashad Yaseen, 27, was killed in a bombing of the Nusseirat refugee camp in central Gaza.
5. Riad Mohammed Kawareh, 50, was killed in a bombing of his family’s home in Khan Younis.
6. Seraj Ayad Abed al-A’al, 8, was wounded in the same bombing and succumbed to his injuries on Tuesday evening.
7. Mohammed Ayman Ashour, 15, died in the same bombing.
8. Bakr Mohammed Joudah, 22, died in the same bombing.
9. Ammar Mohammed Joudah, 26, died in the same bombing.
10. Hussein Yousef Kawareh, 13, died in the same bombing.
11. Mohammed Ibrahim Kawareh, 50, died in the same bombing.
12. Bassim Salim Kawareh, 10, died in the same bombing.
13. Mousa Habib, 16, from Gaza City’s al-Shujaiyah neighborhood, was killed along with his 22-year old cousin while the pair were riding a motorcycle.
14. Mohammed Habib, 22, was killed with Mousa Habib.
15. Sakr Aysh al-Ajouri, 22, was killed in an attack on Jabalia, in northern Gaza.
16. Ahmad Na’el Mehdi, 16, from Gaza City’s Sheikh Radwan neighborhood, was killed in a bombing that wounded two of his friends.
17. Hafiz Mohammed Hamad, 30, an Islamic Jihad commander, was killed in the bombing of his home in Beit Hanoun, along with five of his family members.
18. Ibrahim Mohammed Hamad, 26, died in the same bombing.
19. Mehdi Mohammed Hamad, 46, died in the same bombing.
20. Fawzia Khalil Hamad, 62, died in the same bombing.
21. Dunia Mehdi Hamad, 16, died in the same bombing.
22. Suha Hamad, 25, died in the same bombing.
23. Suleiman Salman Abu Soaween, 22
Wednesday, July 9:
24. Abdelhadi Jamaat al-Sufi, 24, was killed in a bombing near the Rafah crossing.
25. Naifeh Farjallah, 80, was killed in an airstrike on the town of Moghraqa, southwest of Gaza City.
26. Abdelnasser Abu Kweek, 60, was killed in the bombing of Gaza’s central governorate along with his son.
27. Khaled Abu Kweek, 31, Abdelnasser Abu Kweek’s son, was killed in the same bombing.
28. Mohammed Areef, 13, died in a bombing in Sha’af.
28. Amir Areef, 10, died in the same bombing.
30. Mohammed Malakiyeh, 18 months old, died in a bombing along with his mother and a young man.
31. Hana Malakiyeh, 27, Mohammed Malakiyeh’s mother, died in the same bombing.
32. Hatem Abu Salem, 28, died in the same bombing.
33. Mohammed Khaled al-Nimri, 22
34. Sahar Hamdan, 40, died in the bombing of her home in Beit Hanoun.
35. Ibrahim Masri, 14, Sahar Hamdan’s son, was killed in the same bombing.
36. Mahmoud Nahid al-Nawasra was killed in a bombing in al-Meghazi.
37. Mohammed Khalaf al-Nawasra, 4, was killed in the same bombing and arrived at the hospital “in shreds.”
38. Nidal Khalaf al-Nawasra al-Meghazi, 5, was killed in the same bombing.
39. Salah Awwad al-Nawasra al-Meghazi, 6, was killed in the same bombing. His body was found under the rubble of the house.
40. Aisha Nijm al-Meghazi, 20, was killed in the same bombing.
41. Amal Youssef Abdel Ghafour, 27, was killed in a bombing in Khan Younis.
42. Ranim Jawde Abdel Ghafour, an 18-month-old girl, was killed in the same bombing.
43. Rashid al-Kafarneh, 30, was killed when the motorcycle he was riding was bombed.
44. Ibrahim Daoud al-Balawi, 24
45. Abdelrahman Jamal al-Zamli, 22
46. Ibrahim Ahmad Abideen, 42
47. Mustafa Abu Mar, 20
48. Khalid Abu Mar, 23
49. Mazen Farj al-Jarbah, 30, was killed in a bombing in Deir al-Balah.
50. Marwan Slim, 27, was killed in a bombing in Deir al-Balah.
51. Hani Saleh Hamad, 57, was killed in a bombing in Beit Hanoun along with his son Ibrahim.
52. Ibrahim Hamad, 20, was killed in the same bombing.
53. Salima Hassan Musallim al-Arja, 60, was killed in a bombing in Rafah that wounded five others.
54. Maryam Atieh Mohammed al-Arja, 11, was killed in the same bombing.
55. Hamad Shahab, 37
56. Ibrahim Khalil Qanun, 24, was killed in a bombing of Khan Younis.
57. Mohammed Khalil Qanun, 26, was killed in the same attack.
58. Hamdi Badieh Sawali, 33, was killed in the same attack.
59. Ahmad Sawali, 28, was killed in the same attack.
60. Suleiman Salim al-Astal, 55, was killed in a bombing of Khan Younis.
61. Mohammed al-Aqqad, 24
62. Ra'ed Shalat, 37, was killed in a bombing that wounded 6 others.
Thursday, July 10:
63. Asma Mahmoud al-Hajj, 22, was killed in a bombing in Khan Younis that killed eight members of the same family and wounded 16 other people.
64. Basmah Abdelfattah al-Hajj, 57, was wounded in the bombing and succumbed to her injuries shortly afterwards.
65. Mahmoud Lutfi al-Hajj, 58, died in the same bombing.
66. Tarek Mahmoud al-Hajj, 18, died in the same bombing.
67. Sa'ad Mahmoud al-Hajj, 17, died in the same bombing.
68. Najla Mahmoud al-Hajj, 29, died in the same bombing.
69. Fatima Mahmoud al-Hajj, 12, died in the same bombing.
70. Omar Mahmoud al-Hajj, 20, died in the same bombing.
71. Ahmad Salim al-Astal, 24, was killed in the bombing of a beach house in Khan Younis that critically wounded more than 15 people.
72. Mousa Mohammed al-Astal, 50, was killed in the same bombing. The two bodies were recovered four hours after the bombing.
73. Ra'ed al-Zawareh, 33, succumbed to his wounds and died. The location of his death was unreported.
74. Baha' Abu al-Leil, 35, was killed in a bombing.
75. Salim Qandil, 27, was killed in the same bombing.
76. Omar al-Fyumi, 30, was killed in the same bombing.
77. Abdullah Ramadan Abu Ghazzal, 5, was killed in a bombing in Beit Lahiya.
78. Ismail Hassan Abu Jamah, 19, was killed in a bombing in Khan Younis that injured two children, one critically.
79. Hassan Awda Abu Jamah, 75, was killed in a bombing in Khan Younis.
80. Mohammed Ahsan Ferwanah, 27, was killed in a bombing in Khan Younis.
81. Yasmin Mohammed Mutawwaq, 4 was killed in a bombing in Beit Hanoun.
82. Mahmoud Wulud, 26, was killed in a bombing of a civilian vehicle in northern Gaza. His remains were taken to Kamal Adwan Hospital in Jabalia.
83. Hazem Balousha, 30, was killed in the same bombing. His remains are at Kamal Adwan Hospital.
84. Nour Rafik Adi al-Sultan, 27, was killed in the same bombing. His remains are at Kamal Adwan Hospital.
85. Ahmad Zaher Hamdan, 24, was killed in a bombing in Beit Hanoun.
86. Mohammed Kamal al-Kahlout, 25, was killed in a bombing in Jabalia.
87. Sami Adnan Shaldan, 25, was killed in a bombing in Gaza City.
88. Jamah Atieh Shalouf, 25, was killed in a bombing in Rafah.
89. Bassem Abdelrahman Khattab, 6, was killed in a bombing in Deir al-Balah.
90. Abdullah Mustafa Abu Mahrouk, 22, was killed in a bombing in Deir al-Balah.
Friday, July 11:
91. Anas Rizk Abu al-Kas, 33, was killed in a bombing in Gaza City.
92. Nour Marwan al-Najdi, 10, was killed in a bombing in Rafah.
93. Mohammed Mounir Ashour, 25, was killed in a bombing on the al-Ghanam family home in Rafah.
94. Ghalia Deeb Jabr al-Ghanam, 7, was killed in the same bombing.
95. Wasim Abd al-Rizk Hassan al-Ghanam, 23, was killed in the same bombing.
96. Mahmoud Abd al-Rizk Hassan al-Ghanam, 26, was killed in the same bombing.
97. Kifah Shahada Deeb al-Ghanam, 20, was killed in the same bombing.
98. Ra’ed Hani Abu Hani, 31, was killed in a bombing in Rafah.
99. Shahraman Ismail Abu al-Kas, 42, was killed in a bombing in a refugee camp in central Gaza.
100. Mazen Mustafa Aslan, 63, was killed in the same bombing.
101. Mohammed Rabih Abu Humeidan, 65, was killed in shelling that struck northern Gaza.
102. Abdel Halim Ashra, 54, was killed in an airstrike on Wednesday in the area of Birka Deir al-Balah, but his body wasn’t discovered until Friday.
103. Saher Abu Namous, 3, was killed in an airstrike on his home in northern Gaza.
104. Hussein al-Mamlouk, 47, was killed in an airstrike on Gaza City.
105. Saber Sukkar, 80, was killed in an airstrike on Gaza City.
106. Nasser Rabih Mohammed Samamah, 49, was killed in an airstrike on Gaza City.
Saturday, July 12:
107. Rami Abu Massaad, 23, was killed in a strike on Deir al-Balah.
108. Mohammed al-Samiri, 24, was killed in the same attack.
109. Houssam Deeb al-Razayneh, 39, was killed in an attack on Jabalia.
110. Anas Youssef Kandil, 17, was killed in the same bombing.
111. Abdel Rahim Saleh al-Khatib, 38, was killed in the same bombing.
112. Youssef Mohammed Kandil, 33, was killed in the same bombing.
113. Mohammed Idriss Abu Saninah, 20, was killed in the same bombing.
114. Hala Wishahi, 31, was killed in an attack on the Mabarra association for the disabled in Jabalia.
115. Suha Abu Saade, 38, was killed in the same attack.
116. Ali Nabil Basal, 32, was killed in a strike on western Gaza City.
117. Mohammed Bassem al-Halabi, 28, was killed in the same strike.
118. Mohammed al-Sowayti (Abu Askar), 20, was killed in the same strike.
119. Ibrahim Nabil Humaide, 30, was killed in a bombing in the Tufah neighborhood in eastern Gaza City.
120. Hassan Ahmed Abu Ghoush, 24, was killed in the same attack.
121. Ahmed Mahmoud al-Ballaoui, 26, was killed in the same attack.
122. Ratib Sabahi al-Sifi, 22, was killed in a bombing in Gaza City along with five others.
123. Azmi Mahmoud Abid, 51, was killed in the same attack.
124. Nidal Mahmoud Abu al-Malish, 22, was killed in the same attack.
125. Suleiman Said Abid, 56, was killed in the same attack.
126. Ghassan Ahmad al-Masri, 25, was killed in the same attack.
127. Mustafa Mohammed Anaieh, 58, was killed in the same attack.
128. Rafa’at Youssef Amer, 36, succumbed to wounds sustained in a bombing in Gaza City.
129. Ghazi Mustafa Areef, 62, died when his home in Gaza City was bombed. His son sustained serious injuries.
130. Mohammed Adriss Abu Sulim, 20, was killed in a bombing in Jabaliya.
131. Fadi Yaqub Sakr, 25, was killed in a bombing in Gaza City.
132. Qassem Jaber Adwan Awdeh, 16, was killed in a bombing in Khan Younis.
133. Mohammed Ahmad Bassal, 19, was killed in a bombing in Gaza City.
134. Muhannad Youssef Dhahir, 23, was killed in a bombing in Rafah.
135. Mahmoud Abdallah Shratiha, 53, was killed in a bombing in north Gaza.
136. Shadi Mohammed Zarb, 21, was killed in a bombing in Rafah that wounded three others.
137. Imad Bassam Zarb, 21, was killed in the same bombing.
138. Nahid Ta’im al-Batash, 41, was killed in a bombing in Gaza City along with 16 family members. Dozens more were wounded in the same attack.
139. Baha Majid al-Batash, 28, was killed in the same bombing.
140. Qassi Isam al-Batash, 12, was killed in the same bombing.
141. Aziza Youssef al-Batash, 59 was killed in the same bombing.
142. Mohammed Isam al-Batash, 17 was killed in the same bombing.
143. Ahmad Naman al-Batash, 27 was killed in the same bombing.
144. Yahya Alaa al-Batash, 18 was killed in the same bombing.
145. Jalal Majid al-Batash, 26 was killed in the same bombing.
146. Mahmoud Majid al-Batash, 22 was killed in the same bombing.
147. Marwa Majid al-Batash, 25 was killed in the same bombing.
148. Majid Subhi al-Batash was killed in the same bombing.
149. Khalid Majid al-Batash, 20 was killed in the same bombing.
150. Ibrahim Majid al-Batash, 18 was killed in the same bombing.
151. Manar Majid al-Batash, 14 was killed in the same bombing.
152. Amal Hassan al-Batash, 49 was killed in the same bombing.
153. Anas Alaa al-Batash, 10 was killed in the same bombing.
154. Qassi Alaa al-Batash was killed in the same bombing.
Sunday, July 13:
155. Rami Abu Shanab, 25, succumbed to wounds sustained several days ago in Deir al-Balah.
156. Khawla al-Hawajri, 25, was killed in a bombing in Nusseirat.
157. Mohammed Ghazi Areef, 35, was killed in a bombing in Gaza City.
158. Ahmad Youssef Daloul, 47, was killed in a bombing in Gaza City.
159. Hijaziyah Hamid al-Helou, 80, succumbed to wounds sustained in the bombing of her home in Gaza City on Saturday night.
160. Fawzia Abdela’el, 73, was killed in a bombing in Gaza City.
161. Haitham Ashraf Zarb, 21, succumbed to wounds sustained during an attack on Rafah on Saturday that killed two other members of the Zarb family.
162. Leila Hassan al-Awdat, 41, was killed in an attack on Meghazi that wounded four others.
163. Hussam Ibrahim al-Najjar, 14, was killed in a bombing in north Gaza. His remains were taken to Beit Hanoun Hospital.
164. Rawidah Abu Harb al-Zwaida, 31, was killed.
165. Samer Tallal Hamdan was killed in a bombing in Beit Hanoun.
166. Hussein Abd al-Qadir Muheisen, 19, succumbed to wounds sustained in Gaza City.
167. Maher Thabit Abu Mar, 24, was killed in a bombing in Rafah.
168. Mohammed Salim Abu Bureis, 65, was killed in a bombing in Deir al-Balah.
169. Saddam Moussa Moamar, 23, was killed in Khan Younis.
170. Mousa Shehade Moamar, 60, was killed in Khan Younis.
171. Hanadi Hamadi Moamar, 27, was killed in Khan Younis.
172. Adham Mohammed Abed el-Fatah Abed el-Al, was killed in Gaza.
Monday, July 14:
173. Qassem Tallal Hamdan, 23, was killed in Beit Hanoun.
174. Hamid Suleiman Abu al-Araj Deir al-Balah, 60.
175. Abdullah Mahmoud Barakah, 24, was killed in Khan Younis.
176. Tamer Salem Kodeih, 37, was killed in Khan Younis.
177. Ziad Maher al-Najjar, 17, was killed in Khan Younis.
178. Ziad Salem al-Shawi, 25, was killed in Rafah.
179. Mohammed Yasser Hamdan, 24, was killed in Gaza.
180. Mohammed Shakib al-Agha, 22, was killed in Khan Younis.
181. Mohammed Younis Abu Youssif, 25, was killed in Khan Younis.
182. Sara Omar Sheikh al-Eid, 4, was killed in Rafah.
183. Omar Ahmad Sheikh al-Eid, 24, was killed in Rafah.
184. Jihad Ahmad Sheikh al-Eid, 48, was killed in Rafah.
185. Kamal Ated Youssif Abu Taha, 16, was killed in Khan Younis.
186. Ismail Nabil Ahmad Abu Hatab, 21, was killed in Khan Younis.
Tuesday, July 15:
187. Ahmad Younis Abu Youssif, 28, was killed in Khan Younis.
188. Bushra Khalil Zoarob, 53, was killed in Rafah.
189. Atwa Amira al-Maamour, 63, was killed in Khan Younis.
190. Ismail Salim al-Najjar, 46, was killed in Khan Younis.
191. Mohammed Ahmad Ibrahim al-Najjar, 49, was killed in Khan Younis.
192. Suleiman Abu Louli, 33, was killed in Khan Younis.
193. Sobhi Abed el-Hamid Moussa, 77, was killed in Khan Younis.
194. Ismail Ftouh, 24, was killed in Gaza.
195. Saleh Said Dahliz Rafah, 20, was killed in Rafah.
196. Yasser Abed el-Mahmoun, 18, was killed in Rafah.
197. Ibrahim Khalil al-Asaafi, 66, was killed in Jiher el-Deek
198. Mohammed Abdullah al-Zahouk, 23, was killed in Rafah.
199. Mohammed Ismail Abu Awda, 27, was killed in Rafah.
Wednesday, July 16:
200. Mohammed Sabri al-Dibari, 20, was killed in Rafah.
201. Abdullah Mohammed Abdullah al-Irjani, 19, was killed in Khan Younis.
202. Ahmad Adel Ahmad al-Niwajha, 23, was killed in Rafah.
203. Mohammed Tayseer Sharab, 23, was killed in Khan Younis.
204. Farid Mohammed Abu Daqa, 33, was killed in Khan Younis.
205. Ashraf Khalil Abu Shanab, 33, was killed in Rafah.
206. Khadra al-Abd Salama Abu Daqa, 65, was killed in an attack on Khan Younis.
207. Omar Ramadan Hassan Abu Daqa, 24, was killed in the same attack.
208. Ibrahim Ramadan Hassan Abu Daqa, 10, was killed in the same attack.
209. Abdelrahman Ibrahim Khalil al-Sarkhi, 37, was killed in an attack on Gaza City.
210. Ahed Atef Bakr, 10, was killed on a beach in Gaza.
211. Zakaria Ahed Bakr, 10, was killed on a beach in Gaza.
212. Mohammed Ramez Bakr, 11, was killed on a beach in Gaza.
213. Ismail Mohammed Bakr, 9, was killed on a beach in Gaza.
214. Hamza Ra'ed Thari, 6, succumbed to wounds sustained "a few days ago" and passed away.
215. Mohammed Akram Abu Amer, 34, was killed in an attack on Khan Younis.
216. Kamal Mohammed Abu Amer, 38, Mohammed's brother, was reported seriously injured and then dead in the same attack.
217. Raqia al-Astal, 70, was killed in the bombing of a mosque in Khan Younis which killed at least three others and critically wounded several children.
218. Yasmin al-Astal, 4, was killed in the same attack.
219. Hussein Abdelnasser al-Astal, 23, was killed in the same attack.
220. Usama Mahmoud al-Astal, 6, was critically wounded in the same attack and succumbed to his wounds shortly afterwards.
221. Hossam Shamlakh, 23, succumbed to wounds sustained in an attack on Sheikh Ajlin.
222. Mohammed Kamal Abdelrahman, 30, was killed in an attack on Sheikh Ajlin.
Thursday, July 17:
223. Mohammed Mahmoud al-Qadim, 22, succumbed to wounds sustained in Deir al-Balah.
224. Zeinab Mohammed Saeed al-Abadleh, 70, died of her wounds in the Gaza European hospital.
225. Mohammed Abdelrahman Hassouneh, 67, was killed in an attack on Rafah.
226. Mohammed Ahmad al-Hout, 41, was killed in the same attack while on his way to morning prayers.
227. Ahmad Rihan, 23, was killed in an attack on North Gaza.
228. Salam Salah Fayyad, 25, succumbed to his wounds in a hospital in Gaza's central province.
229. Abdallah al-Akhras, 27, was killed in an attack on Rafah.
230. Bashir Abd al-A'el, 20, was killed in the same attack.
231. Mohammed Ziyad Ghanem, 25, was killed in the same attack.
232. Fulla Tarek Shaheber, 8, was killed along with two child relatives in an airstrike on their home in Gaza City.
233. Jihad Issam Shaheber, 10, was killed in the same strike.
234. Wassim Issam Shaheber, 9, was killed in the same strike.
235. Yassin al-Humaideh, 4, died of wounds suffered in an earlier attack on Gaza City.
236. Rahaf Khalil al-Jabbour, 4, was killed in an attack in Khan Younis.
237. Hamza Houssam al-Abadaleh, 29, was killed in an attack on Khan Younis.
238. Abed Ali Natiz, 26, was killed in Gaza.
239. Mohammed Salem Natiz, 4, was killed in Gaza City.
240. Mohammed Shadi Natiz, 15, was killed in Gaza City.
241. Salah Salah al-Shafiai, was killed in Khan Younis.
242. Majdi Suleiman Salamah Jabarah, 22, was killed in Rafah.
243. Fares Jomaa al-Mahmoum, 5 months old, was killed in Rafah.
Friday, July 18:
244. Nassim Mahmoud Nassir was killed in an attack on Beit Hanoun.
245. Karam Mahmoud Nassir was killed in the same attack.
246. Omar Ayyad al-Mahmoum, 18, from Rafah, was killed in an attack on al-Shawka.
247. Salmiah Suleiman Ghayyad, 70, was killed in an attack east of Rafah.
248. Rami Saqqer Abu Tawila was killed in an attack east of Shujiyah that wounded 7 of his family members.
249. Hamad Abu Lahyia, 23, was killed in an attack east of Qarara that critically wounded several others.
250. Bassem Mohammed Mahmoud Madi, 22, was killed in an attack east of Rafah that wounded 11 others.
251. Mohammed Abdel Fattah Rashad Fayyad, 26, was killed in Khan Younis.
252. Mahmoud Mohammed Fayyad, 25, was killed in Khan Younis.
253. Bilal Mahmoud Radwan, 23, was killed in an attack in Khan Younis.
254. Mundhir Radwan, 22, was killed in the same attack.
255. Ahmad Fawzia Radwan, 23, was killed in the same attack.
256. Mahmoud Fawzia Radwan, 24, was killed in the same attack.
257. Ismail Youssef Taha Qassim, 59, was killed in an attack in Beit Hanoun that wounded 25 others.
258. Amal Khadir Ibrahim Badour, 40, was killed in the same attack.
259. Hani As'ad Abd al-Karim al-Shami, 35, was killed in an attack in Khan Younis that killed his nephew and wounded 4 others.
260. Mohammed Hamdan Abd al-Karim al-Shami, 35, was killed in the same attack.
261. Hussam Muslim Abu Eissa, 26, was killed in Jahr al-Dik.
262. Walaa Abu Ismail Muslim,12, was killed in Abraj al-Nada.
263. Mohammed Abu Muslim, 13, was killed in Abraj al-Nada.
264. Ahmad Abu Muslim, 14, was killed in Abraj al-Nada.
265. Ahmed Abdullah al-Bahnasawi, 25, was killed in the village of Om al-Nasr in Gaza.
266. Saleh Zaghidi, 20, was killed in Rafah.
267. Alaa Abu Shbat, 23, was killed in Rafah.
268. Ahmed Hasan Saleh al-Ghalban, 23, was killed in al-Fakhari.
269. Hamada Abdallah al-Bashiti, 21, was killed in al-Fakhari.
270. Abdullah Jamal al-Samiri, 17, was killed in Khan Younis.
271. Mahmoud Ali Darwish, 40, was killed in Nusseirat.
272. Wila al-Qara, 20, was killed in Khan Younis.
273. Raafat Mohammed al-Bahloul, 35, was killed in Khan Younis.
274. Mohammed Awad Matar, 37, was killed in Beit Lahia.
275. Hamza Mohammed Abu al-Hussein, 27, was killed in Rafah.
276. Imad Hamed Alouwein, 7, was killed in a strike in Gaza City.
277. Qassem Hamed Alouwein, 4, was killed in the same strike.
278. Sara Mohammed Boustan, 13, was killed in a strike in Gaza City.
279. Rizk Ahmed al-Hayek, 2, was killed in Gaza City.
280. Mohammed Saad Mahmoud Abu Saade, 26, was killed in Khan Younis.
281. Naim Moussa Abu Jarad, 24, was killed in tank shelling on his home in Beit Hanoun along with seven members of his family.
282. Abed Moussa Abu Jarad, 30, was killed in the same attack.
283. Siham Moussa Abu Jarad, 15, was killed in the same attack.
284. Rijaa Alyan Abu Jarad, 31, was killed in the same attack.
285. Ahlam Naim Abu Jarad, 13, was killed in the same attack.
286. Hania Abdel Rahman Abu Jarad, 3, was killed in the same attack.
287. Samih Naim Abu Jarad, 1, was killed in the same attack.
288. Moussa Abdel Rahman Abu Jarad, 6, was killed in the same attack.
289. Moustafa Faysal Abu Sanina, 18, was killed in an air strike on Rafah along with two relatives.
290. Imad Faysal Abu Sanina, 18, was killed in the same attack.
291. Nizar Fayez Abu Sanina, 38, was killed in the same attack.
292. Ghassan Salem Moussa, 28, was killed in Khan Younis.
293. Mohammed Salem Shaat, 20, was killed in Khan Younis.
294. Ahmed Salem Shaat, 22, was killed in the same attack.
295. Amjad Salem Shaat, 15, was killed in the same attack.
296. Mohamed Talal al-Sanaa, 20, was killed in Rafah.
Saturday, July 19:
297. Ayad Ismail al-Rakib, 26, was killed in an attack on Khan Younis.
298. Yehya Bassam al-Sirri, 20, was killed in Khan Younis.
299. Mohammed Bassam al-Sirri, 17, was killed in the same attack.
300. Mahmoud Redda Salhia, 56, was killed in Khan Younis.
301. Moustafa Redda Salhia, 21, was killed in the same attack.
302. Mohammed Moustafa Salhia, 22, was killed in the same attack.
303. Wissam Redda Salhia, 15, was killed in the same attack.
304. Ibrahim Jamal Kamal Nasser, 13, was killed in Khan Younis.
305. Ahmed Mahmoud Hassan Aziz, 34, Khan Younis.
306. Said Ola Issa, 30, was killed in the central disrict.
307. Mohammed Awad Fares Nassar, 25, was killed in Khan Younis.
308. Mohammed Jihad al-Kara, 29, was killed in Khan Younis.
309. Rashdi Khaled Nassar, 24, was killed in the same Khan Younis.
310. Raed Walid Likan, 27, was killed in Khan Younis.
311. Raafat Ali Bahloul, 36, was killed in Khan Younis.
312. Bilal Ismail Abu Daqqah, 33, was killed in Khan Younis.
313. Mohammed Ismail Samour, 21, was killed in Khan Younis.
314. Ismail Ramadan al-Lawalhi, 21, was killed in Khan Younis.
315. Mohammed Ziad al-Rahhel, 6, was killed in Beit Lahia.
316. Mohammed Ahmed Abu Zaanounah, 36, was killed in Gaza.
317. Mohammed Rafic al-Rahhel, 22, was killed in Beit Lahia.
318. Fadel Mohammed al-Banna, 29. was killed in Jbalia.
319. Mohammed Atallah Awdeh Saadat, 25, was killed in Beit Hanoun.
320. Mohammed Abedel Rahman Abu Hamad, 25, was killed in Beit Lahia.
321. Maali Abedel Rahman Suleiman Abu Zayed, 24, al-Wista.
322. Mahmoud Abdel Hamid al-Zuweidi, 23, was killed in Beit Lahia.
323. Dalia Abdel Hamid al-Zuweidi, 37, was killed in Beit Lahia.
324. Ruaia Mahmoud al-Zuweidi, 6, was killed in Beit Lahia.
325. Nagham Mahmoud al-Zuweidi, 2, was killed in Beit Lahia.
326. Amer Hamoudah, 7, was killed in Beit Lahia.
327. Mahmoud Rizk Mohammed Hamoudah, 18, was killed in Beit Lahia.
328. Mohammed Khaled Jamil al-Zuweidi, 20, was killed in Beit Lahia.
329. Mohammed Ahmad al-Saidi, 18, was killed in Khan Younis.
330. Abdel Rahman Mohammed Awdah Barak, 23, al-Wista.
331. Tarek Samir Khalil al-Hitto, 26, was killed in al-Wista.
332. Mahmoud al-Sharif, 24, was killed in al-Wista.
333. Mohammed Fathi al-Ghalban, 23, was killed in Khan Younis.
334. Mahmoud Anwar Abu Shabab, 16, was killed in Rafah.
335. Mo'men Taysir al-Abed Abu Dan, 24, was killed in al-Wista.
336. Abdel Aziz Samir Abu Zeiter, 31, was killed in al-Wista.
337. Mohammed Ziad Zaabout, 24, was killed in Gaza.
338. Hatem Ziadah Zaabout, 22, was killed in Gaza.
339. Ahmad Maher Mohammed Abu Thuria, 25, was killed in al-Wista.
340. Abdullah Ghazi Abdullah al-Masri, 30, was killed in al-Wista.
341. Ayman Hisham al-Naaouq, 25, was killed in al-Wista.
342. Akram Mahmoud al-Matwouk, 37, was killed in Jabalia.
343. Salem Ali Abu Saadah, was killed in Khan Younis.
Sunday, July 20:
344. Hosni Mahmoud al-Absi, 56, was killed in Rafah.
345. Mohammed Mahmoud Moamar, 30, was killed in Rafah,
346. Hamza Mahmoud Moamar, 21, was killed in Rafah.
347. Anas Mahmoud Moamar, 17, was killed in rafah.
348. Mohammed Ali Jundieh, 38, was killed in Gaza.
349. Mohammed Khalil al-Hayyah,
350. Osama Khalil al-Hayyah
351. Khalil Osama al-Hayyah
352. Hala Saqer Abu Hin
353. Fahmi Abdel Aziz Abu Said, 29, was killed in al-Wista.
354. Ahmad Tawfiq Zannoun, 26, was killed in Rafah.
355. Sohaib Ali Jomaa Abu Qoura, 21, was killed in Rafah.
356. Homeid Sobh Mohammed Abu Foujo, 22, was killed in Rafah.
357. Toufic Marshoud, 52, was killed in Gaza.
358. Hiba Hamed al-Sheikh Khalil, 14, was killed in Gaza.
359. Toufic al-Barawi Marshoud, was killed in al-Shujaieh.
360. Ahmad Ishaq al-Rimlawi, was killed in al-Shujaieh.
361. Marwa Suleiman al-Sirsawi, was killed in al-Shujaieh.
362. Raed Mansour Nayfa, was killed in al-Shujaieh.
363. Osama Rabhi Ayyad, was killed in al-Shujaieh.
364. Ahed Moussa al-Sirsik, was killed in al-Shujaieh.
365. Fouad Jaber, was killed in al-Shujaieh.
366. Khaled Hamed, was killed in al-Shujaieh.
367. Mohammed Ayman al-Shaer, 5, was killed in Khan Younis.
368. Leila Hasan al-Shaer, 33, was killed in Khan Younis.
369. Salah Saleh al-Shaer, in his forties, was killed in Khan Younis.
- At least 4 victims are still unidentified.
(Al-Akhbar)
Abbas Desak Israel Hentikan Serangan Darat
Jum'at, 18 Juli 2014 − 20:26 WIB
http://international.sindonews.com/read/884368/43/abbas-desak-israel-hentikan-serangan-darat
Pasukan miiliter Israel (Reuters)
KAIRO - Presiden
Palestina, Mahmoud Abbas mendesak Israel untuk menghentikan serangan
darat ke wilayah Gaza. Menurut Abbas, hal ini akan semakin mempersulit
upaya gencatan senjata yang coba dicapai kedua pihak.
Melansir Al Arabitya, Jumat (18/7/2014), pernyataan Abbas tersebut muncul hanya berselang beberapa jam setelah Israel mulai melancarkan operasi darat yang bertujuan untuk memukul mundur Hamas.
"Isarel harus menghentikan operasi darat di Jalur Gaza. Operasi ini hanya akan menyebabkan lebih banyak pertumpahan darah dan mempersulit situasi dan upaya untuk menghentikan agresi Israel," ungkap Abbas saat ia berbicara dihadap sekelompok intelektual Mesir.
Sehari sebelumnya, Abbas bertemu dengan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi. Mereka membahas upaya-upaya diplomatik untuk mengakhiri konflik antara Israel dan kelompok Hamas yang telah memasuki hari ke-11.
Kementerian Luar Negeri Mesir juga mengecam operasi darat Israel dan menuntut agar kedua belah pihak untuk menerima proposal gencatan senjata yang diusulkan Kairo. “Mereka harus menerima proposal itu, sesegera mungkin dan tanpa syarat,” ungkap kementerian itu.
Operasi darat yang dilakukan Israel sendiri setidaknya telah memakan 12 korban jiwa. Salah satu diantaranya adalah tentara mereka sendiri, Sersan Eitan Barak, 20 dari Herzliya dan merupakan yang pertama kali dari kubu militer Israel jatuh korban sepanjang perang selama 11 hari terakhir. (esn)
Melansir Al Arabitya, Jumat (18/7/2014), pernyataan Abbas tersebut muncul hanya berselang beberapa jam setelah Israel mulai melancarkan operasi darat yang bertujuan untuk memukul mundur Hamas.
"Isarel harus menghentikan operasi darat di Jalur Gaza. Operasi ini hanya akan menyebabkan lebih banyak pertumpahan darah dan mempersulit situasi dan upaya untuk menghentikan agresi Israel," ungkap Abbas saat ia berbicara dihadap sekelompok intelektual Mesir.
Sehari sebelumnya, Abbas bertemu dengan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi. Mereka membahas upaya-upaya diplomatik untuk mengakhiri konflik antara Israel dan kelompok Hamas yang telah memasuki hari ke-11.
Kementerian Luar Negeri Mesir juga mengecam operasi darat Israel dan menuntut agar kedua belah pihak untuk menerima proposal gencatan senjata yang diusulkan Kairo. “Mereka harus menerima proposal itu, sesegera mungkin dan tanpa syarat,” ungkap kementerian itu.
Operasi darat yang dilakukan Israel sendiri setidaknya telah memakan 12 korban jiwa. Salah satu diantaranya adalah tentara mereka sendiri, Sersan Eitan Barak, 20 dari Herzliya dan merupakan yang pertama kali dari kubu militer Israel jatuh korban sepanjang perang selama 11 hari terakhir. (esn)
Korban Invasi Israel Tembus 307 Jiwa, AS Mulai Gusar
Sabtu, 19 Juli 2014 − 10:23 WIB
http://international.sindonews.com/read/884468/43/korban-invasi-israel-tembus-307-jiwa-as-mulai-gusar
Invasi Israel di Gaza terus terjadi, meski korban tewas sudah tembus 307 jiwa. | (AP)
GAZA - Korban
tewas invasi Israel di Jalur Gaza selama lebih dari sepekan sudah
mencapai 307 jiwa, dan 2.260 terluka. Amerika Serikat (AS) kini mulai
gusar dan memperingatkan sekutunya itu, bahwa invasi berisiko memakan
korban jiwa lebih banyak lagi.
Data yang dirilis pejabat Gaza, dari total 307 warga Palestina di Jalur Gaza yang tewas, kebanyakan warga sipil. Di mana lebih dari 50 di antaranya berusia di bawah 18 tahun. Invasi Israel di Jalur Gaza sudah dimulai sejak 8 Juli 2014.
Bahkan selama perang darat sejak Kamis lalu, serangan militer Israel telah menewaskan 65 warga Palestina. Setidaknya 15 di antaranya berusia di bawah 18 tahun. (Baca: Perang Darat, Tank, Jet dan Kapal Perang Israel Gempur Gaza)
Militer Israel mengatakan, sebanyak 17 orang bersenjata Palestina tewas. Sedangkan 13 lainnya menyerah dan dibawa untuk diinterogasi setelah infanteri dan tank menggempur Jalur Gaza. Selain itu, militer Israel dalam invasi terbaru sudah menyerang 150 target, termasuk 21 peluncur roket tersembunyi dan empat terowongan.
Presiden AS, Barack Obama, telah memperingatkan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, bahwa AS khawatir risiko jatuhnya korban warga sipil di Gaza akan lebih banyak. ”Kami berharap bahwa Israel akan terus mendekati proses ini dengan cara yang meminimalkan korban sipil,” kata Obama, seperti dikutip Reuters, Sabtu (19/7/2014).
Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, merencanakan untuk melakukan perjalanan ke Timur Tengah pada hari ini untuk mengupayakan diakhirnya permusuhan Hamas dan Israel.
Semalam, pasukan Israel menemabakkan rudal yang mengeluarkan cahaya oranye di atas wilayah pantai Gaza, yang kemudian terdengar ledakan. (Baca juga: Tank-tank Israel Kepung Gaza, Hamas Tak Gentar)
”Kami memilih untuk memulai operasi ini setelah kami kehabisan pilihan lain dan mencapai kesimpulan bahwa tanpa itu kita bisa membayar harga yang lebih tinggi,” kata Netanyahu menjelaskan alasan menginvasi Gaza karena Hamas menolak gencatan senjata.
”Tujuan utama (invasi) adalah untuk memulihkan ketenangan (warga Israel),” imbuh dia. ”Instruksi saya kepada tentara Israel, dengan persetujuan kabinet keamanan, adalah untuk mempersiapkan kemungkinan pelebaran, pelebaran signifikan dari operasi darat.” (mas)
Data yang dirilis pejabat Gaza, dari total 307 warga Palestina di Jalur Gaza yang tewas, kebanyakan warga sipil. Di mana lebih dari 50 di antaranya berusia di bawah 18 tahun. Invasi Israel di Jalur Gaza sudah dimulai sejak 8 Juli 2014.
Bahkan selama perang darat sejak Kamis lalu, serangan militer Israel telah menewaskan 65 warga Palestina. Setidaknya 15 di antaranya berusia di bawah 18 tahun. (Baca: Perang Darat, Tank, Jet dan Kapal Perang Israel Gempur Gaza)
Militer Israel mengatakan, sebanyak 17 orang bersenjata Palestina tewas. Sedangkan 13 lainnya menyerah dan dibawa untuk diinterogasi setelah infanteri dan tank menggempur Jalur Gaza. Selain itu, militer Israel dalam invasi terbaru sudah menyerang 150 target, termasuk 21 peluncur roket tersembunyi dan empat terowongan.
Presiden AS, Barack Obama, telah memperingatkan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, bahwa AS khawatir risiko jatuhnya korban warga sipil di Gaza akan lebih banyak. ”Kami berharap bahwa Israel akan terus mendekati proses ini dengan cara yang meminimalkan korban sipil,” kata Obama, seperti dikutip Reuters, Sabtu (19/7/2014).
Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, merencanakan untuk melakukan perjalanan ke Timur Tengah pada hari ini untuk mengupayakan diakhirnya permusuhan Hamas dan Israel.
Semalam, pasukan Israel menemabakkan rudal yang mengeluarkan cahaya oranye di atas wilayah pantai Gaza, yang kemudian terdengar ledakan. (Baca juga: Tank-tank Israel Kepung Gaza, Hamas Tak Gentar)
”Kami memilih untuk memulai operasi ini setelah kami kehabisan pilihan lain dan mencapai kesimpulan bahwa tanpa itu kita bisa membayar harga yang lebih tinggi,” kata Netanyahu menjelaskan alasan menginvasi Gaza karena Hamas menolak gencatan senjata.
”Tujuan utama (invasi) adalah untuk memulihkan ketenangan (warga Israel),” imbuh dia. ”Instruksi saya kepada tentara Israel, dengan persetujuan kabinet keamanan, adalah untuk mempersiapkan kemungkinan pelebaran, pelebaran signifikan dari operasi darat.” (mas)
Dubes Palestina: Tak Ada Perang di Gaza, yang Ada Pembantaian
Rabu, 16 Juli 2014 | 16:54 WIB
http://internasional.kompas.com/read/2014/07/16/16541771/Dubes.Palestina.Tak.Ada.Perang.di.Gaza.yang.Ada.Pembantaian
Seorang wanita Palestina berdiri di tengah puing-puing gedung yang
hancur akibat serangan udara Israel ke kota Gaza, 8 Juli 2014. Puluhan
warga Palestina termasuk wanita dan anak-anak turut menjadi korban dalam
serangan tersebut.
JAKARTA, KOMPAS.COM — Sedikitnya 200 warga Palestina
telah tewas dan 1.000 lebih lain luka-luka dalam delapan hari terakhir
serangan militer Israel di Jalur Gaza. Israel mengatakan, serangan
tersebut untuk menghentikan militan Hamas menembakkan roket ke wilayah
Israel.
Kekerasan terbaru itu berawal saat tiga orang remaja Yahudi diculik dan kemudian ditemukan tewas pada Juni lalu. Israel menuding Hamas sebagai pelaku penculikan dan pembunuhan itu. Tak lama setelah itu, seorang pemuda Palestina diculik dan diduga telah dibakar hidup-hidup oleh orang-orang yang diperkirakan berasal dari kelompok Yahudi garis keras.
Terkait situasi terbaru di Palestina itu, wartawan Kompas TV, Timothy Marbun, mewawancarai Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Fariz N Mehdawi, Senin (14/7/2014). Berikut adalah petikan wawancara tersebut.
Media tidak selalu bisa menunjukkan apa yang sebenarnya terjadi di Palestina. Apa kondisi Gaza yang tidak terlihat di media?
Yang tidak kita lihat, orang selalu tertarik dengan angka. Kita sudah berhitung berapa angka martir di sana. Sudah lebih dari 200 orang, dan bangunan yang hancur juga sudah mencapai 200 lebih, lebih dari 5.000 warga tidak bisa tidur tadi malam. Ada lebih dari 1.000 orang terluka, jauh melebihi kemampuan fasilitas kesehatan kami. Masalah dengan kamera adalah tidak mampu menunjukkan bagaimana gambaran besarnya. Contohnya, menggambarkan Gaza. Gaza hanyalah sebidang tanah kecil. Lebar 10 kilometer dan panjangnya 35 kilometer. Jadi, hanya sekitar 350 kilometer persegi, jauh lebih kecil dari Jakarta. Itulah Gaza. Saat dimasuki 45.000 personel pasukan Israel, yang menguasai darat, laut, dan udara, ditambah lagi 2.000 pesawat tempur F-16 atau F-17 yang menjatuhkan bom di daerah kecil dengan penduduk 1,8 juta, maka di mana pun bom itu dijatuhkan, pasti warga yang jadi korban.
Seperti Anda ingin memukul seseorang yang botak, di mana pun anda memukulnya, pasti akan mengenai kulit kepalanya. Lalu, kondisi ini dibuat seakan terlihat seperti ada perang antara dua pasukan yang seimbang. Bukan itu keadaannya. Di Gaza, yang ada hanyalah penduduk sipil. Kami tidak ada tentara. Kami bahkan hampir tidak memiliki pasukan kepolisian untuk keamanan internal. Kami tidak memiliki pasukan yang bisa bertempur melawan tank dan persenjataan berat dari pasukan Israel, pasukan terbesar dan terbaik ke-4 dunia.
Bagaimana kami di Gaza bisa bertempur melawan pasukan sebesar itu? Jadi menunjukkan bahwa yang terjadi di Gaza adalah perang, itu tidak adil. Ini adalah pembantaian oleh pasukan yang sangat canggih dari negara Israel, melawan populasi sipil, yang bahkan tidak bisa memenuhi kebutuhan dasarnya. Tidak ada cukup air di Gaza, pasokan listrik tidak memadai, bahkan warganya tidak bebas untuk keluar masuk dari Tepi Barat ke Gaza. Mereka semua hidup dalam kondisi yang sangat berat, ditambah lagi aksi militer.
Kemarin saya berbicara dengan mereka di telepon, dan mereka bilang mereka bahkan tidak bisa tidur karena serangan udara ini tidak berhenti. Mereka bilang rumah mereka seperti terkena gempa bumi, barang-barang berserakan, kaca pecah di lantai, meskipun bom tidak mengenai rumah mereka. Tragedi kemanusiaannya adalah mereka tidak punya pasokan makanan dan air yang cukup. Kehidupan sehari-hari mereka terhenti selama seminggu penuh.
Kamera tidak bisa menangkap ini, media tidak bisa menangkap ini. Karena ini membuat seluruh warga Gaza hidup di bawah belas kasihan siapa pun yang datang untuk membantu.
Gaza jadi berita saat serangan seperti ini terjadi. Di saat lain, seakan jadi tidak penting. Anda bisa berikan gambaran bagaimana kehidupan sehari-hari di Gaza?
Sayangnya, seluruh dunia memperlakukan Gaza dengan tidak adil. Salah satunya adalah dengan menggambarkan Gaza sebagai tanahnya Hamas yang penuh teroris, tentara sipil, roket, bangsa yang ingin menghancurkan bangsa Yahudi dan membinasakan Israel. Ini semua gambaran yang diberikan tentang Gaza.
Sayangnya, beberapa negara menganggap ini benar, dan menyebarkannya demikian.
Hamas hanyalah sebuah organisasi politik yang memenangkan pemilu tahun 2006. Selain Hamas, ada 13 organisasi politik lain di Gaza. Mereka pun punya sistem milisi sendiri, tetapi bukan tentara profesional. Seluruh Gaza sudah dikuasai. Kami tidak memiliki perdagangan dengan bagian dunia mana pun. Kami tidak punya pelabuhan ataupun lapangan terbang. Kami hanya memiliki perbatasan Rafah dan terowongan bawah tanah.
Jadi bayangkan, dari mana pula kami bisa mendapatkan persenjataan militer yang canggih? Tidak ada. Yang mungkin ada hanyalah persenjataan lokal yang sederhana, dan sangat primitif. Tidak bisa membunuh atau melukai siapa pun. Kami akui, terkadang kami menembak ke arah mereka, tetapi itu murni untuk membela diri. Mana mungkin warga Gaza mau bunuh diri dan menerima keadaan yang buruk tanpa mencoba melawan? Tentu ada perlawanan, tetapi apakah sebanding dengan apa yang akan diterima? Tentu saja tidak. Kami hanya mencoba membela diri, dengan cara apa pun yang tersedia.
Jadi kekuatan dari kedua pihak dalam konflik ini tidak seimbang. Tidak adil bila masyarakat berpikir kondisi ini seperti Afganistan, atau pihak mana pun, yang ingin membahayakan Israel.
Bagaimana mungkin kami mau membahayakan Israel? Listrik yang kami butuhkan datangnya dari Israel. Obat-obatan yang kami butuhkan, datangnya dari Israel. Makanan yang kami beli untuk Gaza juga datang dari Israel. Bagaimana mungkin kami ingin membahayakan Israel? Sudah berapa orang yang terbunuh dalam lima tahun terakhir? Tidak ada alasan.
Izinkan saya mundur sedikit, latar belakang dari agresi ini adalah kegagalan dari pendamaian. Semua tahu bahwa otoritas Palestina selama ini mencoba melakukan pembicaraan damai dengan Israel untuk menyepakati perdamaian yang permanen. Karena inti dari konflik ini adalah okupansi militer yang dilakukan Israel sejak 1967. Seluruh dunia mengatakan bahwa solusinya adalah menciptakan dua negara yang hidup damai berdampingan. Ada beberapa kendala, pertama adalah di mana batas negaranya? Kami mengatakan, batas negaranya mengikuti kondisi tahun 1967, sebelum Israel mengokupansi wilayah itu. Menurut batasan ini, Palestina adalah Gaza, Tepi Barat, dan Jerusalem. Itu basis fundamental dari kesepakatan damai. Namun, meski diterima seluruh dunia, Israel menolak mengakui batasan ini.
(John) Kerry (Menlu AS) sudah memberikan dukungan luar biasa, dengan negosiasi berkelanjutan selama sembilan bulan, tetapi tidak menemukan kesepakatan. Sementara itu, Israel terus membangun permukiman di Tepi Barat. Ini sebenarnya tujuan utama Israel. Tujuan utama Israel bukan di Gaza, tetapi membangun permukiman di Jerusalem dan di Tepi Barat. Jadi mereka ingin mengalihkan seluruh perhatian dunia ke Gaza, daripada membicarakan tentang pembangunan permukiman mereka di tanah yang dirampas di Tepi Barat. Jadi, selama pendudukan ini terus terjadi, lingkaran kekerasan akan terus berulang. Mengapa mereka menyerang Gaza? Karena kami juga telah mencapai rekonsiliasi damai antara Hamas dan Fatah. Saat ini, tidak ada pemisahan lagi di Palestina. Hanya ada satu pemerintahan, satu presiden, dan satu institusi di Palestina, beserta berbagai partai politik, yang akan bersiap menghadapi pemilihan umum pada Januari untuk memilih anggota parlemen dan presiden. Kami mulai bersatu, dan ini yang tidak diterima oleh Israel. Mereka ingin menyerang Gaza dan mencoba menganggap Hamas berbeda sendiri, menciptakan perang antara Israel dan Hamas saja. Ini adalah perang antara pasukan Israel melawan seluruh Palestina, bukan hanya Hamas, dan bukan hanya Gaza.
Ketua Umum DPP Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia
Michael Wattimena saat menggelar pertemuan dengan Dubes
Palestina FarizMehdawi di Kantor Kedutaan besar Palestina untuk
Indonesia di Jakarta, Rabu (16/7/2014)
Masyarakat Indonesia sangat terdorong untuk membantu rakyat
Palestina. Ada yang memberikan uang mereka, ada yang memanjatkan doa,
ada yang ingin datang dan membantu perjuangan di sana. Apa saran Anda
untuk mereka?
Kekerasan terbaru itu berawal saat tiga orang remaja Yahudi diculik dan kemudian ditemukan tewas pada Juni lalu. Israel menuding Hamas sebagai pelaku penculikan dan pembunuhan itu. Tak lama setelah itu, seorang pemuda Palestina diculik dan diduga telah dibakar hidup-hidup oleh orang-orang yang diperkirakan berasal dari kelompok Yahudi garis keras.
Terkait situasi terbaru di Palestina itu, wartawan Kompas TV, Timothy Marbun, mewawancarai Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Fariz N Mehdawi, Senin (14/7/2014). Berikut adalah petikan wawancara tersebut.
Media tidak selalu bisa menunjukkan apa yang sebenarnya terjadi di Palestina. Apa kondisi Gaza yang tidak terlihat di media?
Yang tidak kita lihat, orang selalu tertarik dengan angka. Kita sudah berhitung berapa angka martir di sana. Sudah lebih dari 200 orang, dan bangunan yang hancur juga sudah mencapai 200 lebih, lebih dari 5.000 warga tidak bisa tidur tadi malam. Ada lebih dari 1.000 orang terluka, jauh melebihi kemampuan fasilitas kesehatan kami. Masalah dengan kamera adalah tidak mampu menunjukkan bagaimana gambaran besarnya. Contohnya, menggambarkan Gaza. Gaza hanyalah sebidang tanah kecil. Lebar 10 kilometer dan panjangnya 35 kilometer. Jadi, hanya sekitar 350 kilometer persegi, jauh lebih kecil dari Jakarta. Itulah Gaza. Saat dimasuki 45.000 personel pasukan Israel, yang menguasai darat, laut, dan udara, ditambah lagi 2.000 pesawat tempur F-16 atau F-17 yang menjatuhkan bom di daerah kecil dengan penduduk 1,8 juta, maka di mana pun bom itu dijatuhkan, pasti warga yang jadi korban.
Seperti Anda ingin memukul seseorang yang botak, di mana pun anda memukulnya, pasti akan mengenai kulit kepalanya. Lalu, kondisi ini dibuat seakan terlihat seperti ada perang antara dua pasukan yang seimbang. Bukan itu keadaannya. Di Gaza, yang ada hanyalah penduduk sipil. Kami tidak ada tentara. Kami bahkan hampir tidak memiliki pasukan kepolisian untuk keamanan internal. Kami tidak memiliki pasukan yang bisa bertempur melawan tank dan persenjataan berat dari pasukan Israel, pasukan terbesar dan terbaik ke-4 dunia.
Bagaimana kami di Gaza bisa bertempur melawan pasukan sebesar itu? Jadi menunjukkan bahwa yang terjadi di Gaza adalah perang, itu tidak adil. Ini adalah pembantaian oleh pasukan yang sangat canggih dari negara Israel, melawan populasi sipil, yang bahkan tidak bisa memenuhi kebutuhan dasarnya. Tidak ada cukup air di Gaza, pasokan listrik tidak memadai, bahkan warganya tidak bebas untuk keluar masuk dari Tepi Barat ke Gaza. Mereka semua hidup dalam kondisi yang sangat berat, ditambah lagi aksi militer.
Kemarin saya berbicara dengan mereka di telepon, dan mereka bilang mereka bahkan tidak bisa tidur karena serangan udara ini tidak berhenti. Mereka bilang rumah mereka seperti terkena gempa bumi, barang-barang berserakan, kaca pecah di lantai, meskipun bom tidak mengenai rumah mereka. Tragedi kemanusiaannya adalah mereka tidak punya pasokan makanan dan air yang cukup. Kehidupan sehari-hari mereka terhenti selama seminggu penuh.
Kamera tidak bisa menangkap ini, media tidak bisa menangkap ini. Karena ini membuat seluruh warga Gaza hidup di bawah belas kasihan siapa pun yang datang untuk membantu.
Gaza jadi berita saat serangan seperti ini terjadi. Di saat lain, seakan jadi tidak penting. Anda bisa berikan gambaran bagaimana kehidupan sehari-hari di Gaza?
Sayangnya, seluruh dunia memperlakukan Gaza dengan tidak adil. Salah satunya adalah dengan menggambarkan Gaza sebagai tanahnya Hamas yang penuh teroris, tentara sipil, roket, bangsa yang ingin menghancurkan bangsa Yahudi dan membinasakan Israel. Ini semua gambaran yang diberikan tentang Gaza.
Sayangnya, beberapa negara menganggap ini benar, dan menyebarkannya demikian.
Hamas hanyalah sebuah organisasi politik yang memenangkan pemilu tahun 2006. Selain Hamas, ada 13 organisasi politik lain di Gaza. Mereka pun punya sistem milisi sendiri, tetapi bukan tentara profesional. Seluruh Gaza sudah dikuasai. Kami tidak memiliki perdagangan dengan bagian dunia mana pun. Kami tidak punya pelabuhan ataupun lapangan terbang. Kami hanya memiliki perbatasan Rafah dan terowongan bawah tanah.
Jadi bayangkan, dari mana pula kami bisa mendapatkan persenjataan militer yang canggih? Tidak ada. Yang mungkin ada hanyalah persenjataan lokal yang sederhana, dan sangat primitif. Tidak bisa membunuh atau melukai siapa pun. Kami akui, terkadang kami menembak ke arah mereka, tetapi itu murni untuk membela diri. Mana mungkin warga Gaza mau bunuh diri dan menerima keadaan yang buruk tanpa mencoba melawan? Tentu ada perlawanan, tetapi apakah sebanding dengan apa yang akan diterima? Tentu saja tidak. Kami hanya mencoba membela diri, dengan cara apa pun yang tersedia.
Jadi kekuatan dari kedua pihak dalam konflik ini tidak seimbang. Tidak adil bila masyarakat berpikir kondisi ini seperti Afganistan, atau pihak mana pun, yang ingin membahayakan Israel.
Bagaimana mungkin kami mau membahayakan Israel? Listrik yang kami butuhkan datangnya dari Israel. Obat-obatan yang kami butuhkan, datangnya dari Israel. Makanan yang kami beli untuk Gaza juga datang dari Israel. Bagaimana mungkin kami ingin membahayakan Israel? Sudah berapa orang yang terbunuh dalam lima tahun terakhir? Tidak ada alasan.
Izinkan saya mundur sedikit, latar belakang dari agresi ini adalah kegagalan dari pendamaian. Semua tahu bahwa otoritas Palestina selama ini mencoba melakukan pembicaraan damai dengan Israel untuk menyepakati perdamaian yang permanen. Karena inti dari konflik ini adalah okupansi militer yang dilakukan Israel sejak 1967. Seluruh dunia mengatakan bahwa solusinya adalah menciptakan dua negara yang hidup damai berdampingan. Ada beberapa kendala, pertama adalah di mana batas negaranya? Kami mengatakan, batas negaranya mengikuti kondisi tahun 1967, sebelum Israel mengokupansi wilayah itu. Menurut batasan ini, Palestina adalah Gaza, Tepi Barat, dan Jerusalem. Itu basis fundamental dari kesepakatan damai. Namun, meski diterima seluruh dunia, Israel menolak mengakui batasan ini.
(John) Kerry (Menlu AS) sudah memberikan dukungan luar biasa, dengan negosiasi berkelanjutan selama sembilan bulan, tetapi tidak menemukan kesepakatan. Sementara itu, Israel terus membangun permukiman di Tepi Barat. Ini sebenarnya tujuan utama Israel. Tujuan utama Israel bukan di Gaza, tetapi membangun permukiman di Jerusalem dan di Tepi Barat. Jadi mereka ingin mengalihkan seluruh perhatian dunia ke Gaza, daripada membicarakan tentang pembangunan permukiman mereka di tanah yang dirampas di Tepi Barat. Jadi, selama pendudukan ini terus terjadi, lingkaran kekerasan akan terus berulang. Mengapa mereka menyerang Gaza? Karena kami juga telah mencapai rekonsiliasi damai antara Hamas dan Fatah. Saat ini, tidak ada pemisahan lagi di Palestina. Hanya ada satu pemerintahan, satu presiden, dan satu institusi di Palestina, beserta berbagai partai politik, yang akan bersiap menghadapi pemilihan umum pada Januari untuk memilih anggota parlemen dan presiden. Kami mulai bersatu, dan ini yang tidak diterima oleh Israel. Mereka ingin menyerang Gaza dan mencoba menganggap Hamas berbeda sendiri, menciptakan perang antara Israel dan Hamas saja. Ini adalah perang antara pasukan Israel melawan seluruh Palestina, bukan hanya Hamas, dan bukan hanya Gaza.
Saya merasa terharu dengan perhatian yang diberikan rakyat Indonesia, siapa pun mereka. Pria, wanita, siapa pun. Ini sangat penting bagi kami. Seperti yang sudah saya katakan, ini bukan konflik militer. Maka, dukungan Indonesia di sini mungkin sebaiknya berbentuk dukungan politis dan kemanusiaan.
Ini juga yang selama ini dilakukan Pemerintah Indonesia. Kita semua tahu bahwa Indonesia memiliki posisi penting dalam kancah perpolitikan dunia untuk berperan dan bersuara untuk membantu posisi kami. Ini juga telah dilakukan.
Sekadar mengingatkan, saat kami mengajukan keanggotaan di PBB, Pak Marty Natalegawa, sebagai Menteri Luar Negeri Indonesia, dengan perintah Presiden Yudhoyono, datang sendiri ke New York untuk mendukung draf resolusi yang berisi permintaan keanggotaan kami. Ini adalah bantuan yang sangat besar karena di situ Indonesia sekaligus mewakili 56 negara lain, yang sebagian besar di antaranya adalah negara non-blok dan negara Muslim. Jadi Indonesia bisa membantu dengan memobilisasi dukungan di negara –negara ASEAN secara politis maupun diplomatis.
Indonesia juga bisa mendukung melalui OIC, di mana Indonesia punya pengaruh besar pada organisasi berpenduduk Muslim. Indonesia juga berpengaruh di kelompok negara G-77 dan negara-negara non-blok. Di tiga kelompok ini, Indonesia sudah berperan, dan kami pun berkoordinasi penuh di New York, Jeddah, dan lainnya. Itu faktanya.
Baru dua bulan lalu, Indonesia membentuk konferensi bernama CEAPAD, yaitu konferensi negara-negara Asia Timur untuk pembangunan Palestina.
Pembangunan
Palestina adalah suatu proses yang panjang, di mana negara-negara tadi
telah mendeklarasikan dukungan mereka untuk membangun institusi dan
ekonomi kami. Kami telah mengadakan Expo Palestina pertama di Borobudur,
di mana kami mulai bisa merencanakan untuk mengekspor komoditas kami,
khususnya dalam bidang agrikultur, dan produk industri lain untuk
memasuki pasar Indonesia.
Jadi bantuan politis sudah memadai?
Begitu besar bantuan politis, ekonomi, dan kemanusiaan. Baru kemarin kabinet memutuskan untuk mengirimkan bantuan tunai sebesar 1 juta dollar AS dalam bentuk bantuan medis yang akan disiapkan oleh Kimia Farma. Ini sangat penting. Tidak hanya jumlah uangnya, tetapi bahwa ini berasal dari masyarakat Indonesia. Bayangkan, betapa besar dampaknya saat obat-obatan tersebut tiba di Gaza, dan mereka menyadari bahwa obat-obatan itu datang dari Jakarta, yang 14.000 kilometer jauhnya. Bayangkan sokongan moral yang didapatkan oleh warga kami bahwa mereka tidak sendirian. Kekuatan kami datang dari bantuan dan dukungan yang kami dapat dari warga biasa di Indonesia, dan ini sangat besar.
Kami sangat tersentuh dengan mereka yang memberikan dukungan melalui Facebook, mereka yang datang ke kedutaan, yang menelepon karena ingin menyumbangkan uangnya. Kepada mereka semua, saya katakan bahwa mereka bisa koordinasikan bantuan apa pun melalui kedutaan. Mereka bisa menelepon kami kapan pun mereka mau.
Kami juga memiliki gerakan Persahabatan Indonesia – Palestina yang diketuai seseorang yang sangat dihormati, Pak Profesor Din Syamsuddin, yang juga Ketua Muhammadiyah. Selama bertahun-tahun dia dipercaya untuk membantu mengirimkan bantuan kemanusiaan. Sebagian besar kebutuhan pangan, dan obat-obatan, melalui organisasi internasional, melalui sistem dalam PBB, lewat UNRWA, badan pemberi bantuan yang paling berperan bagi masyarakat Gaza dalam menyalurkan bantuan. Itu adalah organisasi yang sangat transparan, akuntabel, dan dapat diandalkan. Karena terus terang, di luar itu, kami tidak bisa benar-benar yakin. Kami tidak bisa benar-benar yakin bahwa bantuan sampai ke tangan yang tepat.
Terkait pemberian bantuan yang tidak terorganisasi dengan baik, apa pendapat Anda?
Situasi di Gaza sangat unik. Perbatasan antara Mesir dan Gaza tidak selalu bebas untuk dilalui. Kami harus terus mengorganisasi bantuan-bantuan ini agar bisa masuk ke Gaza tepat waktu dan sesuai prioritas. Karena kebutuhan selalu berbeda-beda.
Hari ini contohnya, kami baru mendapat kabar dari menteri kesehatan kami tentang kondisi terakhir di Gaza, dan obat apa yang dibutuhkan saat ini. Kami selalu membutuhkan obat-obatan, tetapi tidak sembarang obat-obatan, tetapi obat-obatan yang memang dibutuhkan, dan pasokannya sudah menipis. Kondisi saat ini, ada 1.000 korban luka dalam sehari, ini jauh di atas kemampuan kami. Itu sebabnya kami harus mengevakuasi beberapa di antaranya ke Mesir, untuk mendapatkan perawatan yang layak.
Jadi saya sarankan bagi teman-teman kami di Indonesia, berbaik hatilah pada saudara-saudarimu di Palestina. Berdoalah bagi mereka apabila memungkinkan. Kalau mampu, akan baik sekali bila bisa menyumbangkan sesuatu, melalui jalur-jalur yang saya katakan tadi. Kami juga terus membutuhkan dukungan moralmu dengan mengangkat suara dalam masyarakat, dalam demonstrasi damai, biar dunia tahu bahwa Indonesia tidak menyetujui agresi ini, dan bahwa sampai saat ini tidak menerima pendudukan militer di mana pun.
Sejak zaman Soekarno, hingga saat ini, Indonesia selalu mendukung kami. Kenapa? Karena ini adalah permasalahan keadilan. Ini bukan konflik agama, bukan masalah perselisihan batas wilayah dua negara. Ini masalah nasionalisasi, kemerdekaan, dan keadilan. Itulah mengapa kami dalam konsensus dengan Indonesia. Seluruh Indonesia, seluruh partai politik di Indonesia setuju. Alhamdullilah. Baik itu Muslim, Kristen, Buddha, semua di Indonesia mendukung Palestina. Saya bisa katakan, banyak sekali umat Kristen yang ingin membantu kami. Ada cara lain juga untuk membantu kami, yaitu dengan berinteraksi dan bekerja sama dengan kami. Berinteraksilah dengan kami dalam perdagangan, dalam pendidikan, dalam pariwisata. Tahun lalu saja ada 50.000 warga Indonesia yang berangkat ke Palestina. Mereka berkunjung ke Yerusalem, berkunjung ke Bethlehem, dan Hebron. Kami ingin melihat angka ini bertumbuh. Ini membantu ekonomi kami, sekaligus membuat mereka mengenal langsung bagaimana situasi yang sebenarnya di sana. Saya juga ingin mengajak media untuk melihat langsung ke lokasi karena mengalaminya langsung berbeda dengan mendengarnya dari orang lain.
Jadi Gaza membutuhkan bantuan, tetapi pastikan bantuan disalurkan melalui saluran yang tepat. Itukah pesan Anda?
Mohon lakukan itu. Pemerintah Indonesia juga akan dengan senang hati menyalurkan bantuan ini. Kami pun dari kedutaan siap untuk membantu menyalurkan bantuan yang ingin anda sampaikan. Gerakan Persahabatan Indonesia – Palestina yang dikepalai Pak Din Syamsuddin juga sudah bekerja dengan sangat baik dalam menyalurkan bantuan.
Saya bisa sarankan ke 3 saluran itu. Namun bila melalui saluran lain, saya tidak bisa berkomentar, tetapi saya pun tidak dapat menjamin bantuan tersebut akan tiba ke tangan yang tepat. Tentu saja ada saluran lain, ada organisasi kesehatan lain juga, seperti Mer-C yang membangun rumah sakit. Mungkin sekarang sudah selesai, meski merupakan proyek lama. Namun saluran-saluran seperti itu, baik dari pemerintah, maupun internasional sangat transparan dan akuntabel, sehingga siapa pun yang ingin menyumbang, mereka akan pastikan sumbangan itu sampai kepada mereka yang membutuhkan.
Banyak warga Indonesia yang berpikir ini perang antara dua agama. Mungkin Anda bisa meluruskan apakah ini perang antar-agama, atau penjajahan wilayah?
Dalam politik, seorang politisi akan menggunakan isu agama. Bahkan terkadang saat pemilu, isu agama akan dibawa-bawa. Jadi Anda bisa bayangkan. Saat gerakan zionis memulai proyek pembentukan wilayah Israel, mereka menggunakan isu agama dengan mengatakan adanya kerajaan bagi bangsa Yahudi 3.000 tahun lalu.
Ini cara gerakan zionis yang sebenarnya sekuler, membawa isu agama untuk meyakinkan bangsa Yahudi untuk bermigrasi ke Palestina. Di Palestina hanya ada 30.000 warga Yahudi saat deklarasi Balfour itu dicanangkan. Ini proyek kolonial yang tanpa bantuan Inggris, mungkin kita tidak akan pernah melihat adanya negara Israel di Palestina. Mereka berpikir untuk membangun permukiman Yahudi di Palestina karena adanya gerakan anti-semit di Eropa, bukan karena ada gerakan anti-semit di Timur Tengah, negara-negara Arab, atau negara-negara Muslim. Jadi ada dimensi agama dalam gerakan politis bernama zionis.
Namun, konflik yang terjadi sekarang adalah antara pihak yang menjajah dengan yang terjajah. Ini proyek kolonialisasi yang harus berakhir. Itu sebabnya kami meminta nasionalisasi dan kemerdekaan. Persis seperti yang terjadi di Indonesia. Apa yang terjadi di Indonesia bukanlah perang antara Kristen Belanda dengan Muslim Indonesia, tetapi upaya kolonialisasi dari sebuah negara. Begitu perang ini berakhir, hubungan kalian pun kini sangat baik satu sama lain. Itulah yang kita bicarakan. Kalau pendudukan ini berakhir besok, maka kami menawarkan solusi dua negara dijalankan. Apa maksudnya? Bahwa Palestina akan hidup berdampingan dengan Israel. Kedua negara ini harus memperbaiki hubungan dengan saling mengakui keberadaan satu sama lain. Inilah yang dikatakan negara-negara Arab, bahwa apabila ini berhasil dilakukan, maka Israel akan memiliki hubungan diplomatik yang normal dengan semua negara tetangganya. Bahkan OIC sudah mengatakan hal yang sama, juga Indonesia. Apabila besok sebuah negara yang berdaulat dan merdeka berdiri di Palestina, maka tidak akan ada masalah antara Indonesia dan Israel sama sekali. Jadi di mana pula dimensi agama dalam masalah ini?
Apabila seluruh umat Muslim di dunia melawan Israel, maka Israel sudah lenyap dari muka bumi. Ada 1,5 miliar warga Muslim di seluruh dunia. Jadi justru warga Muslim tidak melihatnya dari dimensi agama. Tetapi tentu saja setiap umat muslim berhak marah saat Palestina terusik karena situs suci agama Islam terletak di sini di bawah pendudukan. Umat Muslim tak akan membiarkan Masjid Al Aqsa berada di bawah pendudukan. Ini kiblat pertama bagi umat Muslim, bahkan sebelum Mekkah. Ada Al Haram Ibrahimi di Hebron, ini situs Abraham. Ini adalah situs suci yang dimiliki oleh setiap Muslim, termasuk di Indonesia.
Jadi setiap ada serangan atas Palestina dan situs ini oleh Israel, tentu berdampak pada semua Muslim di seluruh dunia. Saya ingatkan, satu fakta. OIC, yang merupakan Konferensi Negara Islam, dibentuk karena ada 1 atau 2 warga Israel yang menyebabkan kebakaran di masjid Al Aqsa. Ini membakar perasaan seluruh umat Muslim, hingga mendorong dibentuknya OIC. Jadi bayangkan betapa pentingnya ini bagi umat Muslim.
Israel selalu mengatakan bahwa Jerusalem adalah ibu kota abadi Israel. Ini artinya mereka mengabaikan hak umat Muslim, karena Jerusalem pun diduduki oleh mereka. Itu juga yang membuatnya seperti memiliki dimensi agama. Bangsa Israel yang ingin membuatnya terlihat seperti konflik antara Muslim dan Yahudi, sehingga mereka bisa menyertakan dunia Barat untuk mendukung mereka. Mereka bisa membawa Eropa dan Amerika Serikat untuk mendukung mereka sehingga ini seakan menjadi konflik antara mereka dan kita. Antara dunia Barat dan segala idealismenya, melawan umat Islam yang primitif, oriental, dan teroris. Itu sebenarnya agenda Israel untuk memosisikan konflik ini.
Bagi kami, bukan itu. Kami mencari dukungan. Lihat siapa yang mendukung Palestina. Apakah hanya negara Muslim? Tidak. Lihat di PBB, lihat Vatikan, Sri Paus ada di Palestina, dan tidak ke Israel. Dia berangkat dari Amman, lalu terbang dengan helikopter ke Bethlehem. Ia tidak menganggap Bethlehem sebagai bagian dari Israel. Jadi ini posisi dari Sri Paus, dan Gereja Katolik. Bagaimana pula ini hanya menjadi masalah bagi umat Muslim?
Saat isu agama yang dibawa, fokus masyarakat beralih dari apa yang sebenarnya terjadi di Tepi Barat?
Tepat sekali. Mereka ingin membuat konteks konflik ini sangat terbatas, bahwa masalah mereka hanyalah Gaza, dengan sebuah organisasi bernama Hamas. Pertanyaannya begini: Hamas dibentuk tahun 1989, lalu mengapa Israel sudah menduduki Palestina sejak 1948? Apa alasan mereka pada saat itu?
Jadi bantuan politis sudah memadai?
Begitu besar bantuan politis, ekonomi, dan kemanusiaan. Baru kemarin kabinet memutuskan untuk mengirimkan bantuan tunai sebesar 1 juta dollar AS dalam bentuk bantuan medis yang akan disiapkan oleh Kimia Farma. Ini sangat penting. Tidak hanya jumlah uangnya, tetapi bahwa ini berasal dari masyarakat Indonesia. Bayangkan, betapa besar dampaknya saat obat-obatan tersebut tiba di Gaza, dan mereka menyadari bahwa obat-obatan itu datang dari Jakarta, yang 14.000 kilometer jauhnya. Bayangkan sokongan moral yang didapatkan oleh warga kami bahwa mereka tidak sendirian. Kekuatan kami datang dari bantuan dan dukungan yang kami dapat dari warga biasa di Indonesia, dan ini sangat besar.
Kami sangat tersentuh dengan mereka yang memberikan dukungan melalui Facebook, mereka yang datang ke kedutaan, yang menelepon karena ingin menyumbangkan uangnya. Kepada mereka semua, saya katakan bahwa mereka bisa koordinasikan bantuan apa pun melalui kedutaan. Mereka bisa menelepon kami kapan pun mereka mau.
Kami juga memiliki gerakan Persahabatan Indonesia – Palestina yang diketuai seseorang yang sangat dihormati, Pak Profesor Din Syamsuddin, yang juga Ketua Muhammadiyah. Selama bertahun-tahun dia dipercaya untuk membantu mengirimkan bantuan kemanusiaan. Sebagian besar kebutuhan pangan, dan obat-obatan, melalui organisasi internasional, melalui sistem dalam PBB, lewat UNRWA, badan pemberi bantuan yang paling berperan bagi masyarakat Gaza dalam menyalurkan bantuan. Itu adalah organisasi yang sangat transparan, akuntabel, dan dapat diandalkan. Karena terus terang, di luar itu, kami tidak bisa benar-benar yakin. Kami tidak bisa benar-benar yakin bahwa bantuan sampai ke tangan yang tepat.
Terkait pemberian bantuan yang tidak terorganisasi dengan baik, apa pendapat Anda?
Situasi di Gaza sangat unik. Perbatasan antara Mesir dan Gaza tidak selalu bebas untuk dilalui. Kami harus terus mengorganisasi bantuan-bantuan ini agar bisa masuk ke Gaza tepat waktu dan sesuai prioritas. Karena kebutuhan selalu berbeda-beda.
Hari ini contohnya, kami baru mendapat kabar dari menteri kesehatan kami tentang kondisi terakhir di Gaza, dan obat apa yang dibutuhkan saat ini. Kami selalu membutuhkan obat-obatan, tetapi tidak sembarang obat-obatan, tetapi obat-obatan yang memang dibutuhkan, dan pasokannya sudah menipis. Kondisi saat ini, ada 1.000 korban luka dalam sehari, ini jauh di atas kemampuan kami. Itu sebabnya kami harus mengevakuasi beberapa di antaranya ke Mesir, untuk mendapatkan perawatan yang layak.
Jadi saya sarankan bagi teman-teman kami di Indonesia, berbaik hatilah pada saudara-saudarimu di Palestina. Berdoalah bagi mereka apabila memungkinkan. Kalau mampu, akan baik sekali bila bisa menyumbangkan sesuatu, melalui jalur-jalur yang saya katakan tadi. Kami juga terus membutuhkan dukungan moralmu dengan mengangkat suara dalam masyarakat, dalam demonstrasi damai, biar dunia tahu bahwa Indonesia tidak menyetujui agresi ini, dan bahwa sampai saat ini tidak menerima pendudukan militer di mana pun.
Sejak zaman Soekarno, hingga saat ini, Indonesia selalu mendukung kami. Kenapa? Karena ini adalah permasalahan keadilan. Ini bukan konflik agama, bukan masalah perselisihan batas wilayah dua negara. Ini masalah nasionalisasi, kemerdekaan, dan keadilan. Itulah mengapa kami dalam konsensus dengan Indonesia. Seluruh Indonesia, seluruh partai politik di Indonesia setuju. Alhamdullilah. Baik itu Muslim, Kristen, Buddha, semua di Indonesia mendukung Palestina. Saya bisa katakan, banyak sekali umat Kristen yang ingin membantu kami. Ada cara lain juga untuk membantu kami, yaitu dengan berinteraksi dan bekerja sama dengan kami. Berinteraksilah dengan kami dalam perdagangan, dalam pendidikan, dalam pariwisata. Tahun lalu saja ada 50.000 warga Indonesia yang berangkat ke Palestina. Mereka berkunjung ke Yerusalem, berkunjung ke Bethlehem, dan Hebron. Kami ingin melihat angka ini bertumbuh. Ini membantu ekonomi kami, sekaligus membuat mereka mengenal langsung bagaimana situasi yang sebenarnya di sana. Saya juga ingin mengajak media untuk melihat langsung ke lokasi karena mengalaminya langsung berbeda dengan mendengarnya dari orang lain.
Jadi Gaza membutuhkan bantuan, tetapi pastikan bantuan disalurkan melalui saluran yang tepat. Itukah pesan Anda?
Mohon lakukan itu. Pemerintah Indonesia juga akan dengan senang hati menyalurkan bantuan ini. Kami pun dari kedutaan siap untuk membantu menyalurkan bantuan yang ingin anda sampaikan. Gerakan Persahabatan Indonesia – Palestina yang dikepalai Pak Din Syamsuddin juga sudah bekerja dengan sangat baik dalam menyalurkan bantuan.
Saya bisa sarankan ke 3 saluran itu. Namun bila melalui saluran lain, saya tidak bisa berkomentar, tetapi saya pun tidak dapat menjamin bantuan tersebut akan tiba ke tangan yang tepat. Tentu saja ada saluran lain, ada organisasi kesehatan lain juga, seperti Mer-C yang membangun rumah sakit. Mungkin sekarang sudah selesai, meski merupakan proyek lama. Namun saluran-saluran seperti itu, baik dari pemerintah, maupun internasional sangat transparan dan akuntabel, sehingga siapa pun yang ingin menyumbang, mereka akan pastikan sumbangan itu sampai kepada mereka yang membutuhkan.
Banyak warga Indonesia yang berpikir ini perang antara dua agama. Mungkin Anda bisa meluruskan apakah ini perang antar-agama, atau penjajahan wilayah?
Dalam politik, seorang politisi akan menggunakan isu agama. Bahkan terkadang saat pemilu, isu agama akan dibawa-bawa. Jadi Anda bisa bayangkan. Saat gerakan zionis memulai proyek pembentukan wilayah Israel, mereka menggunakan isu agama dengan mengatakan adanya kerajaan bagi bangsa Yahudi 3.000 tahun lalu.
Ini cara gerakan zionis yang sebenarnya sekuler, membawa isu agama untuk meyakinkan bangsa Yahudi untuk bermigrasi ke Palestina. Di Palestina hanya ada 30.000 warga Yahudi saat deklarasi Balfour itu dicanangkan. Ini proyek kolonial yang tanpa bantuan Inggris, mungkin kita tidak akan pernah melihat adanya negara Israel di Palestina. Mereka berpikir untuk membangun permukiman Yahudi di Palestina karena adanya gerakan anti-semit di Eropa, bukan karena ada gerakan anti-semit di Timur Tengah, negara-negara Arab, atau negara-negara Muslim. Jadi ada dimensi agama dalam gerakan politis bernama zionis.
Namun, konflik yang terjadi sekarang adalah antara pihak yang menjajah dengan yang terjajah. Ini proyek kolonialisasi yang harus berakhir. Itu sebabnya kami meminta nasionalisasi dan kemerdekaan. Persis seperti yang terjadi di Indonesia. Apa yang terjadi di Indonesia bukanlah perang antara Kristen Belanda dengan Muslim Indonesia, tetapi upaya kolonialisasi dari sebuah negara. Begitu perang ini berakhir, hubungan kalian pun kini sangat baik satu sama lain. Itulah yang kita bicarakan. Kalau pendudukan ini berakhir besok, maka kami menawarkan solusi dua negara dijalankan. Apa maksudnya? Bahwa Palestina akan hidup berdampingan dengan Israel. Kedua negara ini harus memperbaiki hubungan dengan saling mengakui keberadaan satu sama lain. Inilah yang dikatakan negara-negara Arab, bahwa apabila ini berhasil dilakukan, maka Israel akan memiliki hubungan diplomatik yang normal dengan semua negara tetangganya. Bahkan OIC sudah mengatakan hal yang sama, juga Indonesia. Apabila besok sebuah negara yang berdaulat dan merdeka berdiri di Palestina, maka tidak akan ada masalah antara Indonesia dan Israel sama sekali. Jadi di mana pula dimensi agama dalam masalah ini?
Apabila seluruh umat Muslim di dunia melawan Israel, maka Israel sudah lenyap dari muka bumi. Ada 1,5 miliar warga Muslim di seluruh dunia. Jadi justru warga Muslim tidak melihatnya dari dimensi agama. Tetapi tentu saja setiap umat muslim berhak marah saat Palestina terusik karena situs suci agama Islam terletak di sini di bawah pendudukan. Umat Muslim tak akan membiarkan Masjid Al Aqsa berada di bawah pendudukan. Ini kiblat pertama bagi umat Muslim, bahkan sebelum Mekkah. Ada Al Haram Ibrahimi di Hebron, ini situs Abraham. Ini adalah situs suci yang dimiliki oleh setiap Muslim, termasuk di Indonesia.
Jadi setiap ada serangan atas Palestina dan situs ini oleh Israel, tentu berdampak pada semua Muslim di seluruh dunia. Saya ingatkan, satu fakta. OIC, yang merupakan Konferensi Negara Islam, dibentuk karena ada 1 atau 2 warga Israel yang menyebabkan kebakaran di masjid Al Aqsa. Ini membakar perasaan seluruh umat Muslim, hingga mendorong dibentuknya OIC. Jadi bayangkan betapa pentingnya ini bagi umat Muslim.
Israel selalu mengatakan bahwa Jerusalem adalah ibu kota abadi Israel. Ini artinya mereka mengabaikan hak umat Muslim, karena Jerusalem pun diduduki oleh mereka. Itu juga yang membuatnya seperti memiliki dimensi agama. Bangsa Israel yang ingin membuatnya terlihat seperti konflik antara Muslim dan Yahudi, sehingga mereka bisa menyertakan dunia Barat untuk mendukung mereka. Mereka bisa membawa Eropa dan Amerika Serikat untuk mendukung mereka sehingga ini seakan menjadi konflik antara mereka dan kita. Antara dunia Barat dan segala idealismenya, melawan umat Islam yang primitif, oriental, dan teroris. Itu sebenarnya agenda Israel untuk memosisikan konflik ini.
Bagi kami, bukan itu. Kami mencari dukungan. Lihat siapa yang mendukung Palestina. Apakah hanya negara Muslim? Tidak. Lihat di PBB, lihat Vatikan, Sri Paus ada di Palestina, dan tidak ke Israel. Dia berangkat dari Amman, lalu terbang dengan helikopter ke Bethlehem. Ia tidak menganggap Bethlehem sebagai bagian dari Israel. Jadi ini posisi dari Sri Paus, dan Gereja Katolik. Bagaimana pula ini hanya menjadi masalah bagi umat Muslim?
Saat isu agama yang dibawa, fokus masyarakat beralih dari apa yang sebenarnya terjadi di Tepi Barat?
Tepat sekali. Mereka ingin membuat konteks konflik ini sangat terbatas, bahwa masalah mereka hanyalah Gaza, dengan sebuah organisasi bernama Hamas. Pertanyaannya begini: Hamas dibentuk tahun 1989, lalu mengapa Israel sudah menduduki Palestina sejak 1948? Apa alasan mereka pada saat itu?
Pejuang Hamas Terobos Perbatasan, Tewaskan 2 Tentara Israel
Minggu, 20 Juli 2014 | 01:27 WIB
http://internasional.kompas.com/read/2014/07/20/01275451/Pejuang.Hamas.Terobos.Perbatasan.Tewaskan.2.Tentara.Israel
Unit-unit infantri Israel dikerahkan ke perbatasan dengan Jalur Gaza
untuk mendukung serangan darat terhadap wilayah Palestina itu.
Kedua tentara yang tewas itu, Sersan Adar Bersano (20) dan Mayor Amotz Greenberg (45) tewas dalam baku tembak dengan pasukan Hamas yang masuk ke wilayah Israel melalui terowongan dari Jalur Gaza.
"Pasukan Hamas menembakkan senapan mesin dan roket anti-tank ke arah para tentara yang kemudian balas menembak. Satu orang militan tewas dan sisanya kembali ke Gaza," demikian pernyataan AD Israel.
Sementara itu, sayap militer Hamas Brigade Ezzedine al-Qassam mengatakan sebanyak 12 pejuangnya berada di wilayah Israel selama enam jam sebelum terlibat baku tembak dengan pasukan Israel.
"Mereka membalaskan darah syuhada kami, terutama anak-anak kami. Kami berhasil menewaskan enam prajurit Israel dan melukai beberapa lainnya," demikian pernyataan Brigade Ezzedine al-Qassam.
Dalam baku tembak di lokasi terpisah, juga pada Sabtu, militer Israel menewaskan dua pejuang Palestina di wilayah selatan Gaza setelah mereka menembakkan roket anti-tank ke arah sepasukan tentara Israel.
Sejauh ini sudah tiga tentara Israel tewas sejak negeri itu menggelar operasi militer untuk menghentikan serangan roket dari Jalur Gaza pada 8 Juli lalu.
Sedangkan di pihak Gaza, setelah baku tembak ini berlangsung 12 hari, sebanyak 341 orang warga Palestina tewas dan ribuan lainnya terluka.
Rusia Usulkan Liga Arab Masuk Kelompok Segi Empat Timur Tengah
Rusia mengusulkan kepada Dewan Keamanan PBB supaya memasukan perwakilan Liga Arab dalam kelompok segi empat Timur Tengah.
Vitaly Churkin, wakil tetap Rusia di PBB dalam sidang Dewan Keamanan membahas kondisi Gaza menegaskan peran kelompok segi empat Timur Tengah dan mengusulkan masuknya perwakilan Liga Arab di kelompok tersebut.
"Masuknya perwakilan Liga Arab di kelompok segi empat sangat penting.Setiap keputusan mengenai masalah Timur Tengah pertama-tama harus bermusyawarah dengan Mesir dan negara Arab lainnya, " ujar Churkin, Sabtu (19/7).
Kelompok segi empat Timur Tengah terdiri dari perwakilan AS, Rusia, Uni Eropa dan PBB. (IRIB Indonesia/PH)
Hutang minyak negara dibayar dengan bom
HUTANG MINYAK NEGARA DIBAYAR DENGAN BOM
http://blogaksesbisnis.blogspot.com/2014/04/hutang-minyak-negara-dibayar-dengan-bom.html
Berita heboh terkini. Hutang minyak negara dibayar dengan bom Sebelum membahas motif utama sebagai pokok topik artikel ini, sebaiknya menengok kembali surat Hugo Chaves, Presiden Venezuela kala itu kepada Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagaimana dikutip oleh Lizzie Phelan, 2011. Ya. Suratnya dikirim di tengah-tengah bombardier NATO terhadap Libya dengan berbekal Resolusi PBB Nomor 1973 tentang Zona Larangan Terbang (No Fly Zone). Ia menulis: "Ada ancaman yang sangat serius terhadap perdamaian dunia. Sebuah seri baru perang kolonial yang dimulai di Libya dengan tujuan jahat untuk memulihkan sistem kapitalisme global".
Hasil diskusi terbatas di GFI, Jakarta, tentang esensi surat Chavez ke Majelis Umum PBB seperti dicuplik oleh Phelan, diperoleh dua pointres. Pertama, bahwa sistem dan ideologi kapitalis kini di ujung kebangkrutan; kedua, ada modus-modus baru dalam metode kolonial di muka bumi. Dan agaknya, kedua isyarat tadi saling bertaut, berkait serta ada sebab dan akibat tak terpisah. Lalu, dimana letak keterkaitan kedua isyarat dimaksud?
Sinyalemen Chaves bukannya mengada-ada. Betapa badai krisis ekonomi dan
finansial seperti enggan berhenti menyapu negeri Paman Sam, selain ia
sebagai titik inti serta awal krisis ekonomi global, termasuk
negara-negara penyanggahnya. Efek domino tidak dapat dielak terutama
jajaran Uni Eropa (EU). Tidak hanya ekonomi dan finansial, aspek lain
seperti sosial, politik, moral dan lainnya pun diterjang. Banyak
penembakan-penembakan massal di tempat umum, bahkan di pangkalan
Angkatan Laut di Washington yang nota bene merupakan ksatrian militer
bisa terjadi penembakan-penembakan. Ada badai, topan, serta banjir yang
tak kunjung reda melanda. Bank-bank dan tidak sedikit lembaga sejenisnya
gulung tikar. Ya. Sekitar 90-an bank dinyatakan ambruk. Beberapa negara
bagian sepertinya mengambil sikap hendak memisahkan diri. Bahkan pusat
otomotif di AS sekelas Detroit pun akhirnya colaps. Tak pelak,
penganguran meningkat, unjuk rasa kian meraja lela menggugat kinerja
kapitalis.
Perlu dicatat, substansi gerakan Occupy Wall Street, Occupy Melbern, dan gerakan sejenisnya yang sempat marak kemarin di banyak negara, intinya memprotes dominasi segelintir elit (1%) super kaya raya, sedang sisanya (99%) biasa-biasa bahkan banyak yang terlunta-lunta. Tata Dunia yang diawaki kapitalis sebagai ideologi unggulan pasca Perang Dingin, sepertinya tengah berdiri di ujung kehancuran.
Prof Dr Beat Bernet (21/11), pakar ekonomi Universitas Saint Gallen, Swiss, berani menyatakan bahwa dampak krisis finansial dan ekonomi EU adalah runtuhnya lembaga tersebut. Pasca krisis bank-bank dan lembaga finansial, niscaya akan memunculkan krisis politik. Dan UE di masa mendatang tidak akan bertahan dalam bentuk yang kita kenal saat ini (alias bubar). Hey, benarkah UE bakal bubar?
Ia menambahkan, hingga kini tidak ada indikasi akan ada pemulihan kondisi di Eropa bahkan sampai beberapa bulan mendatang. Indikasi yang ada justru menunjukkan sebaliknya. Menurutnya, program penghematan dan kenaikan pajak diperkirakan akan menyulut instabilitas sosial di negara-negara UE. Bahkan akan muncul kekuatan baru yang bakal mengubahnya. Sejak dibentuk hingga kini, UE belum pernah menghadapi krisis separah dan seluas saat ini. Krisis finansial dan ekonomi itu disebut bak bola salju tak terbendung. Bukan hanya sekedar krisis nilai tukar euro saja, melainkan juga akar-akar krisis tersebut begitu dalam, termasuk di antaranya masalah struktur, penurunan kekuatan bersaing dan melemahnya kekuatan finansial anggota UE.
Dosen ekonomi Eropa itu menekankan, kondisi saat ini sangat berbahaya dan dimensinya lebih luas dari yang diumumkan secara resmi. Saya tidak yakin krisis ini dapat diselesaikan dengan "payung penalang" atau dana-dana bantuan, kata Bernet. “Solusi yang dibicarakan hanya mampu menutupi permukaan masalah saja, oleh karena dasar krisisnya sangat dalam. Negara-negara yang mengeluarkan dana penyelamatan ekonomi hanya mengulur-ulur waktu. Pada hakikatnya, mata uang euro kini sudah sampai di ujung usianya”, jelas Bernet. Pertanyaan timbul, bagaimana dengan negara inti dan awal (sumber) krisis dalam hal ini AS itu sendiri? Sedangkan efek domino begitu mengerikan sebagaimana dipaparkan oleh Bernet.
Betapa ironi. Di tengah krisis multi dimensional tak kunjung usai, Paman Sam justru menyebar militernya di berbagai belahan dunia dengan aneka dalih. Ada paradoks skenario saling bertolak belakang. Di satu sisi, rakyat AS dan sekutu ingin segera ada langkah-langkah nyata perbaikan ekonomi dan penarikan seluruh pasukan, namun di sisi lain, para elit penguasa menebar teror melalui penyebaran pasukan di berbagai belahan dunia. Agaknya inilah isyarat Chaves sesuai esensi suratnya ke PBB, bahwa AS dan sekutunya hendak menggunakan “seri baru” perang kolonial guna memulihkan sistem kapitalisme yang terseok-seok menuju kehancuran. Dan jika merujuk surat Chaves, tampaknya seri baru perang kolonial tersebut telah dimulai di Libya. Apakah itu?
Perlu dicatat, substansi gerakan Occupy Wall Street, Occupy Melbern, dan gerakan sejenisnya yang sempat marak kemarin di banyak negara, intinya memprotes dominasi segelintir elit (1%) super kaya raya, sedang sisanya (99%) biasa-biasa bahkan banyak yang terlunta-lunta. Tata Dunia yang diawaki kapitalis sebagai ideologi unggulan pasca Perang Dingin, sepertinya tengah berdiri di ujung kehancuran.
Prof Dr Beat Bernet (21/11), pakar ekonomi Universitas Saint Gallen, Swiss, berani menyatakan bahwa dampak krisis finansial dan ekonomi EU adalah runtuhnya lembaga tersebut. Pasca krisis bank-bank dan lembaga finansial, niscaya akan memunculkan krisis politik. Dan UE di masa mendatang tidak akan bertahan dalam bentuk yang kita kenal saat ini (alias bubar). Hey, benarkah UE bakal bubar?
Ia menambahkan, hingga kini tidak ada indikasi akan ada pemulihan kondisi di Eropa bahkan sampai beberapa bulan mendatang. Indikasi yang ada justru menunjukkan sebaliknya. Menurutnya, program penghematan dan kenaikan pajak diperkirakan akan menyulut instabilitas sosial di negara-negara UE. Bahkan akan muncul kekuatan baru yang bakal mengubahnya. Sejak dibentuk hingga kini, UE belum pernah menghadapi krisis separah dan seluas saat ini. Krisis finansial dan ekonomi itu disebut bak bola salju tak terbendung. Bukan hanya sekedar krisis nilai tukar euro saja, melainkan juga akar-akar krisis tersebut begitu dalam, termasuk di antaranya masalah struktur, penurunan kekuatan bersaing dan melemahnya kekuatan finansial anggota UE.
Dosen ekonomi Eropa itu menekankan, kondisi saat ini sangat berbahaya dan dimensinya lebih luas dari yang diumumkan secara resmi. Saya tidak yakin krisis ini dapat diselesaikan dengan "payung penalang" atau dana-dana bantuan, kata Bernet. “Solusi yang dibicarakan hanya mampu menutupi permukaan masalah saja, oleh karena dasar krisisnya sangat dalam. Negara-negara yang mengeluarkan dana penyelamatan ekonomi hanya mengulur-ulur waktu. Pada hakikatnya, mata uang euro kini sudah sampai di ujung usianya”, jelas Bernet. Pertanyaan timbul, bagaimana dengan negara inti dan awal (sumber) krisis dalam hal ini AS itu sendiri? Sedangkan efek domino begitu mengerikan sebagaimana dipaparkan oleh Bernet.
Betapa ironi. Di tengah krisis multi dimensional tak kunjung usai, Paman Sam justru menyebar militernya di berbagai belahan dunia dengan aneka dalih. Ada paradoks skenario saling bertolak belakang. Di satu sisi, rakyat AS dan sekutu ingin segera ada langkah-langkah nyata perbaikan ekonomi dan penarikan seluruh pasukan, namun di sisi lain, para elit penguasa menebar teror melalui penyebaran pasukan di berbagai belahan dunia. Agaknya inilah isyarat Chaves sesuai esensi suratnya ke PBB, bahwa AS dan sekutunya hendak menggunakan “seri baru” perang kolonial guna memulihkan sistem kapitalisme yang terseok-seok menuju kehancuran. Dan jika merujuk surat Chaves, tampaknya seri baru perang kolonial tersebut telah dimulai di Libya. Apakah itu?
Utang Dibayar Bom!
Kembali pada pointers diskusi terbatas di GFI, pimpinan Hendrajit,
sekurang-kurangnya telah diendus pola atau metode (seri baru) penjajahan
yang hendak ditebar oleh AS dan sekutu di muka bumi, dan salah satunya
adalah modus ‘utang dibayar bom’. Ya. Utang dibayar bom! Maka merujuk
suratnya Chaves tentang seri baru perang kolonial berpola ‘utang dibayar
bom’ telah diawali oleh Barat ketika mereka menyerbu Libya. Inilah
kronologis secara sederhana.
Tak bisa tidak. Keberanian Gaddafi mencetak uang emas/dinar disinyalir merupakan titik awal. Ia menyatakan bahwa sistem transaksi minyak Libya harus menggunakan dinar, bukan uang kertas (US Dollar) seperti biasanya. Hal tersebut membuat AS dan UE geram sebab mereka berutang lebih 200 miliar USD atas minyak Libya. Secara kasuistis, gempuran Barat terhadap Libya hampir mirip dengan serbuan militer AS dan sekutu ke Irak, oleh karena salah satu penyebabnya ---meski banyak penyebab lainnya--- diawali ketika Presiden Saddam Hussein menyatakan transaksi minyaknya harus menggunakan uero, bukan dolar AS lagi. Kebijakan (rencana) Saddam tadi membuat rezim Bush Jr marah besar dan berujung invasi militer oleh AS dan sekutu ke Negeri 1001 Malam dengan isue: ‘Saddam menyimpan senjata pemusnah massal’.
Stigma bergerak. Itulah modus lanjutan yang bisa dipotret dalam invasi ilegal dimaksud. Artinya ketika di lapangan tidak ditemukan senjata pemusnah massal (bahkan hingga kini tak terbukti), maka isue pun berubah ‘melawan pemimpin tirani’. Selanjutnya tatkala Saddam berhasil digantung oleh Bush Jr, maka stigma pun diubah lagi menjadi ‘menjaga stabilitas’, demikian seterusnya. Sekali lagi, itulah sekilas cerita ‘stigma atau isue bergerak’ yang pernah dimainkan Barat ketika Saddam berkuasa, dimana hakiki stigma sejatinya hanya dalih dan pembenaran bagi pendudukan AS dan sekutu di Irak.
Kembali ke Libya. Selain daripada itu, bahwa konsesi para korporasi minyak milik Barat di Libya berakhir tahun 2012-an. Gaddafi mengatakan bahwa jika mereka tidak segera membayar utangnya dengan uang emas, maka konsesi baru akan diberikan kepada perusahaan-perusahaan minyak milik Rusia dan Cina (http://libyasos.blogspot.com/). Sudah barang tentu deadline itu membuat para pemilik korporasi minyak Barat kebakaran jenggot.
Sebagaimana uraian sekilas di atas, khusus dalam prinsip dasar geopolitik (Barat), apabila suatu negara dinilai tak lagi selaras dengan kepentingan nasionalnya (dan sekutu) maka pemerintah dimaksud mutlak harus diganti, dikudeta, dan lain-lain. Singkat cerita, terbitnya Resolusi PBB Nomor 1973 tentang No Fly Zone bagi Libya yang mandatnya turun ke NATO, sejatinya ialah penerapan modus kolonial baru bertitel “utang dibayar bom”!
Dugaan GFI, sasaran metode ‘utang dibayar bom’ berikut pasca Libya diluluh-lantakan oleh NATO kemungkinan besar ialah Cina dan Jepang. Kenapa Jepang, bukankah ia sekutu dekat Paman Sam di Asia? Dalam politik, tak ada kawan dan lawan abadi tetapi kepentingan sebagai ‘tuhan’. Kalau Cina sudah jelas, selain ia merupakan kompetitor inti dalam mengkonsumsi BBM (separuh) di pasar dunia, juga dalam beberapa asymmetric warfare sebenarnya Cina lebih unggul daripada Paman Sam.
Simak utang AS kepada kedua negara tadi. Cina menguasai surat utang milik AS sebesar 1,107 triliun USD, meski September 2011 turun dibanding per Juli 2011 yang sebesar 1,173 triliun USD. Entah 2013 kini. Mungkin lebih berlipat lagi angkanya mengingat, selain ekonomi AS belum stabil, juga munculnya berbagai bencana yang tak kunjung usai menyapu kota-kota di Amerika. Sedang Jepang selain merupakan partner dagang terbesar, ia menguasai surat utang AS hingga mencapai 1,038 triliun USD (Detik.com, 02/02/2012, 08:35:56, Ini Dia Pemberi Utang Terbesar AS). Isue dan pemicunya diperkirakan sengketa Kepulauan Diaoyu/Senkaku antara Cina versus Jepang. Disinyalir AS akan kembali menerapkan metode “utang dibayar bom” seperti ia dan NATO membombardir Libya era 2011-an dulu. Sengketa kepulauan bakal dijadikan isue, pemicu sekaligus skenario utama dalam melancarkan seri baru penjajahan melalui taktik divide et impera. Adu domba negara-negara proxy.
Kembali lagi ke Syria. Hipotesa pun berkembang: apakah motif utama AS dan sekutu menyerang Syria guna menerapkan kembali modus utang dibayar bom seperti yang ia lakukan di Libya, atau (kemungkinan akan dilakukannya) terhadap Cina dan Jepang? Mari kita telaah hipotesa ini agak dalam.
Memang tak diketemukan data utang AS kepada Syria, demikian pula tidak ada utang Syria ke AS. Sebagaimana utangnya terhadap Libya, Cina, Jepang, dan lain-lain. Akan tetapi tagihan PBB pada AS ternyata cukup besar. Data 2010 menyebut, bahwa ia memiliki utang sebesar 1,2 miliar USD (15 Oktober 2010 17:14 wib, Fajar Nugraha – Okezone). Tidak bisa dielak, angka itu setara dengan seperempat tunggakan iuran dari keseluruhan anggota PBB. Entah sekarang. Kemungkinan lebih membengkak mengingat sistem perekonomian Paman Sam belum pulih. Pertanyaanya: siapa bisa ‘menekan’ superpower untuk segera melunasi utangnya kecuali PBB? Inilah asumsi pembuka.
Sebagaimana dibahas bab terdahulu, Syria kini tengah merintis pembangunan pipa gas dari Irak dan Iran. Seandainya hal ini terwujud, maka Syria akan sangat kaya dan bahkan kuat karena faktor fee atas geopolitic of pipeline dan geo-strategi posisi di Jalur Sutera. Hal yang sangat dikhawatirkan oleh Israel karena saluran pipa ke Mediterania mutlak harus melalui Syria, walau outlet pipanisasi yang menuju Afrika Utara ada di Isreal dan outlet ke Eropa berada di Turki (Ceyhean), tetapi Syria merupakan “titik simpul” dari semua pipanisasi minyak dan gas di Jalur Sutera. Sekali lagi, betapa dahsyatnya pemberdayaan geopolitik Syria oleh Presiden Bashar al Assad.
Pada mapping geopolitik di Jalur Sutera telah jelas, bahwa Israel dan Turki yang ketempatan outlet saluran pipa Iran-Irak-Syria sebagaimana penandatanganan nota di Bushehr, Iran, pada 25 Juni 2011 adalah sekutu dekat Paman Sam. Maka penggulingan rezim Assad adalah langkah pasti. Tak boleh tidak. Inilah beberapa kronologis acara.
Ketika Arab Spring sukses mengoyak Tunisia, Yaman dan Mesir tetapi gagal di Syria, kualitas isue pun ditingkatkan menjadi ‘perang sipil’ yang diawaki oposisi anti-Assad didukung oleh Barat (baca: Mencermati Pola Kolonialisme di Syria dan Mesir, www.theglobal-review). Sudah tentu bumbunya adalah sektarian sebagai citarasa terlezat bagi konflik-konflik di Timur Tengah.
Dalam perang sipil pun dimunculkan goro-goro agar supaya terbit Resolusi PBB sebagaimana lazimnya di Libya, Irak, dan lain-lain. Pertama adalah tuduhan genosida (pelanggaran HAM) terhadap militer pemerintah Syria di Hawla. Isue inipun terbantah dan tak terbukti sehingga dalih humanitarian intervention PBB pun tak jadi ‘mendarat’ di Syria. Kedua, tuduhan penggunaan senjata kimia oleh militer Assad yang hingga kini masih tarik ulur antara Rusia versus AS, meskipun Tim Pertama PBB dibawah pimpinan Carla Del Ponte, anggota Komisi Independen untuk Penyelidikan di Syria sudah mengatakan: “Kami tidak menemukan bukti bahwa pasukan pemerintah Damaskus menggunakan senjata kimia terhadap milisi bersenjata” (Reuters, Senin 6/5/13). Silahkan dihitung, sudah berapa tahapan skenario dimulai dari Arab Spring hingga senjata kimia guna melengserkan rezim bandel ----di mata Barat--- seperti Bashar al Assad.
Kuat dugaan penulis, entah gagal atau bakal terlaksana serangan Barat ke Syria kelak, maka motif utamanya adalah utang dibayar bom sebagai metode pamungkas. Entah guna melunasi berbagai utang baik ke Cina, Jepang, maupun ke PBB, dan lainnya, inilah motif utama yang dapat dibaca. Ya. Menguasai Syria ibarat mengendalikan separuh Jalur Sutera, terutama kompensasi fee atas setiap pipanisasi disana. Teorinya ada: "Kapitalisme yang terjebak krisis akhirnya membuahkan fasisme, sedang fasisme ialah perjuangan penghabisan para monopolis kapitalis yang terancam bangkrut" (Bung Karno, 1959). Mungkin inilah jawaban atas surat Chaves dahulu. Itulah satu-satunya jalan!
Tak bisa tidak. Keberanian Gaddafi mencetak uang emas/dinar disinyalir merupakan titik awal. Ia menyatakan bahwa sistem transaksi minyak Libya harus menggunakan dinar, bukan uang kertas (US Dollar) seperti biasanya. Hal tersebut membuat AS dan UE geram sebab mereka berutang lebih 200 miliar USD atas minyak Libya. Secara kasuistis, gempuran Barat terhadap Libya hampir mirip dengan serbuan militer AS dan sekutu ke Irak, oleh karena salah satu penyebabnya ---meski banyak penyebab lainnya--- diawali ketika Presiden Saddam Hussein menyatakan transaksi minyaknya harus menggunakan uero, bukan dolar AS lagi. Kebijakan (rencana) Saddam tadi membuat rezim Bush Jr marah besar dan berujung invasi militer oleh AS dan sekutu ke Negeri 1001 Malam dengan isue: ‘Saddam menyimpan senjata pemusnah massal’.
Stigma bergerak. Itulah modus lanjutan yang bisa dipotret dalam invasi ilegal dimaksud. Artinya ketika di lapangan tidak ditemukan senjata pemusnah massal (bahkan hingga kini tak terbukti), maka isue pun berubah ‘melawan pemimpin tirani’. Selanjutnya tatkala Saddam berhasil digantung oleh Bush Jr, maka stigma pun diubah lagi menjadi ‘menjaga stabilitas’, demikian seterusnya. Sekali lagi, itulah sekilas cerita ‘stigma atau isue bergerak’ yang pernah dimainkan Barat ketika Saddam berkuasa, dimana hakiki stigma sejatinya hanya dalih dan pembenaran bagi pendudukan AS dan sekutu di Irak.
Kembali ke Libya. Selain daripada itu, bahwa konsesi para korporasi minyak milik Barat di Libya berakhir tahun 2012-an. Gaddafi mengatakan bahwa jika mereka tidak segera membayar utangnya dengan uang emas, maka konsesi baru akan diberikan kepada perusahaan-perusahaan minyak milik Rusia dan Cina (http://libyasos.blogspot.com/). Sudah barang tentu deadline itu membuat para pemilik korporasi minyak Barat kebakaran jenggot.
Sebagaimana uraian sekilas di atas, khusus dalam prinsip dasar geopolitik (Barat), apabila suatu negara dinilai tak lagi selaras dengan kepentingan nasionalnya (dan sekutu) maka pemerintah dimaksud mutlak harus diganti, dikudeta, dan lain-lain. Singkat cerita, terbitnya Resolusi PBB Nomor 1973 tentang No Fly Zone bagi Libya yang mandatnya turun ke NATO, sejatinya ialah penerapan modus kolonial baru bertitel “utang dibayar bom”!
Dugaan GFI, sasaran metode ‘utang dibayar bom’ berikut pasca Libya diluluh-lantakan oleh NATO kemungkinan besar ialah Cina dan Jepang. Kenapa Jepang, bukankah ia sekutu dekat Paman Sam di Asia? Dalam politik, tak ada kawan dan lawan abadi tetapi kepentingan sebagai ‘tuhan’. Kalau Cina sudah jelas, selain ia merupakan kompetitor inti dalam mengkonsumsi BBM (separuh) di pasar dunia, juga dalam beberapa asymmetric warfare sebenarnya Cina lebih unggul daripada Paman Sam.
Simak utang AS kepada kedua negara tadi. Cina menguasai surat utang milik AS sebesar 1,107 triliun USD, meski September 2011 turun dibanding per Juli 2011 yang sebesar 1,173 triliun USD. Entah 2013 kini. Mungkin lebih berlipat lagi angkanya mengingat, selain ekonomi AS belum stabil, juga munculnya berbagai bencana yang tak kunjung usai menyapu kota-kota di Amerika. Sedang Jepang selain merupakan partner dagang terbesar, ia menguasai surat utang AS hingga mencapai 1,038 triliun USD (Detik.com, 02/02/2012, 08:35:56, Ini Dia Pemberi Utang Terbesar AS). Isue dan pemicunya diperkirakan sengketa Kepulauan Diaoyu/Senkaku antara Cina versus Jepang. Disinyalir AS akan kembali menerapkan metode “utang dibayar bom” seperti ia dan NATO membombardir Libya era 2011-an dulu. Sengketa kepulauan bakal dijadikan isue, pemicu sekaligus skenario utama dalam melancarkan seri baru penjajahan melalui taktik divide et impera. Adu domba negara-negara proxy.
Kembali lagi ke Syria. Hipotesa pun berkembang: apakah motif utama AS dan sekutu menyerang Syria guna menerapkan kembali modus utang dibayar bom seperti yang ia lakukan di Libya, atau (kemungkinan akan dilakukannya) terhadap Cina dan Jepang? Mari kita telaah hipotesa ini agak dalam.
Memang tak diketemukan data utang AS kepada Syria, demikian pula tidak ada utang Syria ke AS. Sebagaimana utangnya terhadap Libya, Cina, Jepang, dan lain-lain. Akan tetapi tagihan PBB pada AS ternyata cukup besar. Data 2010 menyebut, bahwa ia memiliki utang sebesar 1,2 miliar USD (15 Oktober 2010 17:14 wib, Fajar Nugraha – Okezone). Tidak bisa dielak, angka itu setara dengan seperempat tunggakan iuran dari keseluruhan anggota PBB. Entah sekarang. Kemungkinan lebih membengkak mengingat sistem perekonomian Paman Sam belum pulih. Pertanyaanya: siapa bisa ‘menekan’ superpower untuk segera melunasi utangnya kecuali PBB? Inilah asumsi pembuka.
Sebagaimana dibahas bab terdahulu, Syria kini tengah merintis pembangunan pipa gas dari Irak dan Iran. Seandainya hal ini terwujud, maka Syria akan sangat kaya dan bahkan kuat karena faktor fee atas geopolitic of pipeline dan geo-strategi posisi di Jalur Sutera. Hal yang sangat dikhawatirkan oleh Israel karena saluran pipa ke Mediterania mutlak harus melalui Syria, walau outlet pipanisasi yang menuju Afrika Utara ada di Isreal dan outlet ke Eropa berada di Turki (Ceyhean), tetapi Syria merupakan “titik simpul” dari semua pipanisasi minyak dan gas di Jalur Sutera. Sekali lagi, betapa dahsyatnya pemberdayaan geopolitik Syria oleh Presiden Bashar al Assad.
Pada mapping geopolitik di Jalur Sutera telah jelas, bahwa Israel dan Turki yang ketempatan outlet saluran pipa Iran-Irak-Syria sebagaimana penandatanganan nota di Bushehr, Iran, pada 25 Juni 2011 adalah sekutu dekat Paman Sam. Maka penggulingan rezim Assad adalah langkah pasti. Tak boleh tidak. Inilah beberapa kronologis acara.
Ketika Arab Spring sukses mengoyak Tunisia, Yaman dan Mesir tetapi gagal di Syria, kualitas isue pun ditingkatkan menjadi ‘perang sipil’ yang diawaki oposisi anti-Assad didukung oleh Barat (baca: Mencermati Pola Kolonialisme di Syria dan Mesir, www.theglobal-review). Sudah tentu bumbunya adalah sektarian sebagai citarasa terlezat bagi konflik-konflik di Timur Tengah.
Dalam perang sipil pun dimunculkan goro-goro agar supaya terbit Resolusi PBB sebagaimana lazimnya di Libya, Irak, dan lain-lain. Pertama adalah tuduhan genosida (pelanggaran HAM) terhadap militer pemerintah Syria di Hawla. Isue inipun terbantah dan tak terbukti sehingga dalih humanitarian intervention PBB pun tak jadi ‘mendarat’ di Syria. Kedua, tuduhan penggunaan senjata kimia oleh militer Assad yang hingga kini masih tarik ulur antara Rusia versus AS, meskipun Tim Pertama PBB dibawah pimpinan Carla Del Ponte, anggota Komisi Independen untuk Penyelidikan di Syria sudah mengatakan: “Kami tidak menemukan bukti bahwa pasukan pemerintah Damaskus menggunakan senjata kimia terhadap milisi bersenjata” (Reuters, Senin 6/5/13). Silahkan dihitung, sudah berapa tahapan skenario dimulai dari Arab Spring hingga senjata kimia guna melengserkan rezim bandel ----di mata Barat--- seperti Bashar al Assad.
Kuat dugaan penulis, entah gagal atau bakal terlaksana serangan Barat ke Syria kelak, maka motif utamanya adalah utang dibayar bom sebagai metode pamungkas. Entah guna melunasi berbagai utang baik ke Cina, Jepang, maupun ke PBB, dan lainnya, inilah motif utama yang dapat dibaca. Ya. Menguasai Syria ibarat mengendalikan separuh Jalur Sutera, terutama kompensasi fee atas setiap pipanisasi disana. Teorinya ada: "Kapitalisme yang terjebak krisis akhirnya membuahkan fasisme, sedang fasisme ialah perjuangan penghabisan para monopolis kapitalis yang terancam bangkrut" (Bung Karno, 1959). Mungkin inilah jawaban atas surat Chaves dahulu. Itulah satu-satunya jalan!
Semoga artikel kutipan dari sahabat saya ini bermanfaat untuk anda.sekian informasi "Hutang minyak negara dibayar dengan bom"
UEA-Israel Bekerjasama Serang Jalur Gaza
Para
pejabat Uni Emirat Arab (UEA) dan Israel telah melakukan penjajakan
untuk menyerang Jalur Gaza dan menumpas Gerakan Perlawanan Islam
Palestina (Hamas).
Kantor berita Qodsna mengutip situs Akka melaporkan,
Menteri Luar Negeri Israel Avigdor Lieberman sekitar sebulan lalu
melakukan pertemuan rahasia dengan timpalannya dari UEA, Sheikh Abdullah
bin Zayed Al Nahyan di Paris, Perancis.
Dalam pertemuan itu, mereka membahas rencana untuk menumpas gerakan Hamas di Gaza.
Channel-2 rezim Zionis juga mengatakan, pemerintah UEA sepenuhnya
mengetahui serangan Israel ke Jalur Gaza dan mereka menyetujui langkah
itu.
"Alasan UEA menyetujui perang Israel di Gaza
karena Abu Dhabi tidak senang dengan hubungan Hamas dengan Ikhwanul
Muslimin dan menginginkan penumpasan gerakan itu," kata Channel-2
Israel.
Sejalan dengan itu, UEA menyatakan kesiapannya
untuk membantu Israel dalam menyerang Gaza dengan catatan menghancurkan
gerakan Hamas. (IRIB Indonesia/RM)
Eskalasi Kejahatan Zionis Israel Lewat Serangan Darat
Rezim
Zionis Israel berusaha meningkatkan kejahatannya terhadap warga
Palestina lewat serangan darat ke Jalur Gaza. Hal itu dilakukan setelah
beberapa hari menyerang daerah ini dari udara yang menyebabkan dua ratus
lebih warga Gaza yang gugur syahid dan seribuan lainnya cedera.
Dimulainya serangan darat rezim Zionis Israel ke Gaza dilakukan dalam
kondisi ada pembicaraan soal gencatan senjata komprehensif antara rezim
Zionis dengan para pejuang Palestina. PBB meminta kedua pihak untuk
melakukan gencatan senjata lima jam, namun baru beberapa jam berlalu,
militer Zionis Israel melanggarnya dan melakukan serangan ke Gaza.
Bagaimanapun juga, agresi rezim Zionis Israel ke Gaza lewat udara, laut
dan darat merupakan serangan brutal yang dilakukan di balik sikap
masyarakat internasional yang pasif. Di sisi lain, Amerika menyatakan
dukungannya atas serangan Zionis Israel ke Gaza dan itu berarti kembali
menunjukkan satu kenyataan bahwa serangan darat Israel sama dengan yang
lainnya dilakukan setelah terlebih dahulu mendapat restu Amerika.
Sekaitan dengan hal ini, John Kerry, Menteri Luar Negeri Amerika
beberapa menit setelah Benjamin Netanyahu mengeluarkan perintah serangan
darat ke Gaza, berbicara dengannya dan menyebut kejahatan Israel ini
sebagai hak membela diri!
Tak syak, dukungan luas
Amerika dan sikap pasif masyarakat internasional dihadapan kejahatan
Zionis Israel membuat rezim ini semakin congkak, sekalipun opini dunia
memrotes keras kejahatannya. Aksi-aksi rezim Zionis Israel menunjukkan
rezim ini tidak lagi mengenal batasan kejahatan, bahkan dengan serangan
darat yang dilakukannya ini menunjukkan esensinya sebagai pelaku
kejahatan.
Tujuan lain Zionis Israel meningkatkan
serangannya ke Jalur Gaza adalah untuk menutupi segala ketidakmampuannya
selama beberapa hari lalu menghadapi resistensi rakyat Palestina dan
balasan mematikan yang dilancarkan para pejuang Palestina. Dalam
beberapa hari ini pusat-pusat penting Zionis di pelbagai daerah
Palestina pendudukan menjadi target roket-roket para pejuang Palestina
sebagai balasan atas kejahatan Israel.
Rezim Zionis
Israel meningkatkan serangannya ke Gaza untuk kembali menduduki daerah
itu dan masalah ini menunjukkan babak baru ekspansi rezim ini di
Palestina pendudukan. Tapi berita-berita yang ada menyebut rezim Zionis
Israel tetap akan gagal untuk mengekspansi Gaza, bahkan secara praktis,
militer Zionis Israel di hari pertama serangan daratnya telah mendapat
perlawanan luar biasa dari para pejuang Palestina.
Sebelum ini, Gerakan Muqawama Islam Palestina (Hamas) telah menyatakan
kesiapannya untuk menghadapi musuh Zionis dan menyebut serangan darat
Israel ke Gaza harus dibayar sangat mahal. Transformasi di medan
pertempuran menunjukkan kegagalan rezim Zionis Israel dalam menghadapi
bangsa Palestina dan itu berarti kekalahan baru sedang menanti rezim
haus perang ini. Posisi rezim penjajah Palestina ini bak seseorang yang
tenggelam dalam lumpur hisap yang akan semakin cepat tenggelam bila
lebih banyak bergerak.
Tapi berlanjutnya sikap lamban
masyarakat internasional menyikapi serius kejahatan rezim Zionis Israel
hanya akan menciptakan tragedi kemanusiaan yang lebih besar bagi warga
Palestina. Saat ini yang diharapkan oleh opini publik adalah masyarakat
internasional mengakhiri kebungkamannya dan sikap pasifnya menyaksikan
kejahatan yang dilakukan rezim Zionis Israel. Setelah itu mereka harus
menyeret para pejabat Zionis Israel ke pengadilan untuk
mempertanggungjawabkan kejahatan perangnya. (IRIB Indonesia)
Israel’s brutal war on Palestinian children
http://english.al-akhbar.com/content/israel%E2%80%99s-brutal-war-palestinian-children
Gaza – Ten-year-old Ahed was playing with his cousins on
the beach at Gaza City harbor when three Israeli missiles hit them. Four
cousins, including Ahed, were instantly killed, and two others were
injured. Ten-year-old Zakaria, nine-year-old Ismail and 11-year-old
Mohammed were killed by the Israeli navy missiles. The deadly incident
of July 16 was witnessed by NBC’s reporter in Gaza Ayman Mohyeldin.
Mohammed’s brother, Sayyid, survived the shelling. He said this was the first time they dared to leave the house to play on the beach since the Israeli aggression on Gaza started on July 8. It was the last time, too. “We negotiated what game to play, some wanted to play football, others wanted to play a fighting game [called] ‘Jews vs. Arabs’,” nine-year-old Sayyid told Al-Akhbar.
“We divided ourselves into the Israeli army and the Arabs. We started playing and chasing each other when my cousin Ismail [who played an Israeli soldier] climbed up a container. Suddenly, we heard a blast, and Ismail fell off. We started shouting “Ismail, Ismail!” and ran away, but another missile hit us, and three of my cousins fell down. I was screaming and kept on running,” Sayyid said, through sobs.
Children in Gaza have been consistently targeted by Israeli forces. During Operation Cast Lead in 2008-9, Israeli airstrikes killed or fatally injured 350 children, according to Defence for Children International. During its eight-day onslaught on Gaza in November 2012, Israeli forces killed 33 children. Meanwhile, since the start of its latest aggression on Gaza dubbed “Operation Protective Edge,” 54 children have been killed by Israeli airstrikes and missiles so far.
Mohammed’s brother, Sayyid, survived the shelling. He said this was the first time they dared to leave the house to play on the beach since the Israeli aggression on Gaza started on July 8. It was the last time, too. “We negotiated what game to play, some wanted to play football, others wanted to play a fighting game [called] ‘Jews vs. Arabs’,” nine-year-old Sayyid told Al-Akhbar.
“We divided ourselves into the Israeli army and the Arabs. We started playing and chasing each other when my cousin Ismail [who played an Israeli soldier] climbed up a container. Suddenly, we heard a blast, and Ismail fell off. We started shouting “Ismail, Ismail!” and ran away, but another missile hit us, and three of my cousins fell down. I was screaming and kept on running,” Sayyid said, through sobs.
Children in Gaza have been consistently targeted by Israeli forces. During Operation Cast Lead in 2008-9, Israeli airstrikes killed or fatally injured 350 children, according to Defence for Children International. During its eight-day onslaught on Gaza in November 2012, Israeli forces killed 33 children. Meanwhile, since the start of its latest aggression on Gaza dubbed “Operation Protective Edge,” 54 children have been killed by Israeli airstrikes and missiles so far.
In the same context, the Palestinian Ministry of Information in
Ramallah has revealed that a total of 1,518 Palestinian children were
killed by Israeli forces since the outbreak of the second Palestinian
Intifada in September 2000 up until April 2013, an average of one
Palestinian child killed every three days for the last 13 years.
While the Bakr family’s massacre has received ample coverage, many other atrocities against children in Gaza have gone unnoticed.
On Wednesday, July 9, 12-year-old Amir Areef and his 10-year-old brother Mohammed were both killed in an Israeli airstrike which hit them directly. The two little brothers were on their way to buy yogurt for their breakfast.
Asked how they were killed, the children’s father Saeed told Al-Akhbar, “Does the world really want to know how they were killed? I’ll tell them.”
“At 11 in the morning, they went out,” he continued, with mounting anger in his voice, “they were on their way to fire rockets into Israel! On their way back, an Israeli drone fired a missile and killed them,” the father’s biting sarcasm hard to swallow.
Saeed now walks into his children’s room every day and looks at their beds, clothes and toys.
“They’ve killed my children,” he said soberly. “I wish they killed me instead. Why kill innocent children like these? I want my children to forgive me, I couldn’t protect them.”
Amir and Mohammed’s mother, Najiyya, blames herself every day for letting her children leave the house.
Their mother, grieving and beside herself because of the loss of her two sons, explained that the area was quiet and there were no blasts in the neighborhood when the attack took place. “I lament their death every day; I shouldn’t have let them go. I wish I’d gone to the shop myself,” Najiyya told Al-Akhbar.
In a similar incident, an Israeli drone fired a missile at three children who were going to the grocery store near their house. One of them, 16-year-old Ahmed Mahdy, was killed immediately, and two others aged 15 were moderately injured.
In his testimony for Al Mezan Center for Human Rights, which Al-Akhbar has seen, Iyad Abu Taqiyya, who works as a janitor in a building next to the attack scene, said that he heard an explosion and rushed out to see three children lying on the ground and covered in blood.
“It was shocking,” he said. “It happened suddenly, there was nothing going on before the attack. The area was completely calm.”
During its ongoing assault on Gaza, Israel’s targeting of children continues unabated.
On July 17, three children from the Shuheibar family were killed in an Israeli airstrike which hit them directly. The children were on the rooftop feeding their poultry when the Israeli missile hit them. They are eight-year-old Afnan, 11-year-old Jihad and his eight-year-old brother Wasseem. Two others, 16-year-old Oday and eight-year-old Yasser were injured.
“We were sitting at our home when we heard a massive blast coming from the roof,” The children’s grandmother Jamila said. “When we got to the roof, we saw their bodies. They were torn apart, and next to them, there was a bag of feed that was scattered on the ground.”
Walid Zaglool is an 11-year old child who lives with his family in Jabaliya refugee camp. Walid told Al-Akhbar he feels scared that their home will be bombed like their neighbors. He is terrified to leave the house even during the day lest he be hit by a missile like the children he has heard of or seen.
“The other day, we were having suhour [the traditional meal eaten before the daily fast during Ramadan] when our neighbor’s house was bombed. I screamed at the top of my voice and spilled my tea on my sister… now we all sleep in one room, and we wake up to the sound of bombs every night,” Walid said.
Walid dreams of living a normal life like other children. He can’t go to the beach, play football on the street, or visit his relatives.
“We are terrified. We are all trapped in one room, thinking of our death,” he said.
Follow Mohammed Suliman on Twitter | @imPalestine
While the Bakr family’s massacre has received ample coverage, many other atrocities against children in Gaza have gone unnoticed.
On Wednesday, July 9, 12-year-old Amir Areef and his 10-year-old brother Mohammed were both killed in an Israeli airstrike which hit them directly. The two little brothers were on their way to buy yogurt for their breakfast.
Asked how they were killed, the children’s father Saeed told Al-Akhbar, “Does the world really want to know how they were killed? I’ll tell them.”
“At 11 in the morning, they went out,” he continued, with mounting anger in his voice, “they were on their way to fire rockets into Israel! On their way back, an Israeli drone fired a missile and killed them,” the father’s biting sarcasm hard to swallow.
Saeed now walks into his children’s room every day and looks at their beds, clothes and toys.
“They’ve killed my children,” he said soberly. “I wish they killed me instead. Why kill innocent children like these? I want my children to forgive me, I couldn’t protect them.”
Amir and Mohammed’s mother, Najiyya, blames herself every day for letting her children leave the house.
Their mother, grieving and beside herself because of the loss of her two sons, explained that the area was quiet and there were no blasts in the neighborhood when the attack took place. “I lament their death every day; I shouldn’t have let them go. I wish I’d gone to the shop myself,” Najiyya told Al-Akhbar.
In a similar incident, an Israeli drone fired a missile at three children who were going to the grocery store near their house. One of them, 16-year-old Ahmed Mahdy, was killed immediately, and two others aged 15 were moderately injured.
In his testimony for Al Mezan Center for Human Rights, which Al-Akhbar has seen, Iyad Abu Taqiyya, who works as a janitor in a building next to the attack scene, said that he heard an explosion and rushed out to see three children lying on the ground and covered in blood.
“It was shocking,” he said. “It happened suddenly, there was nothing going on before the attack. The area was completely calm.”
During its ongoing assault on Gaza, Israel’s targeting of children continues unabated.
On July 17, three children from the Shuheibar family were killed in an Israeli airstrike which hit them directly. The children were on the rooftop feeding their poultry when the Israeli missile hit them. They are eight-year-old Afnan, 11-year-old Jihad and his eight-year-old brother Wasseem. Two others, 16-year-old Oday and eight-year-old Yasser were injured.
“We were sitting at our home when we heard a massive blast coming from the roof,” The children’s grandmother Jamila said. “When we got to the roof, we saw their bodies. They were torn apart, and next to them, there was a bag of feed that was scattered on the ground.”
Walid Zaglool is an 11-year old child who lives with his family in Jabaliya refugee camp. Walid told Al-Akhbar he feels scared that their home will be bombed like their neighbors. He is terrified to leave the house even during the day lest he be hit by a missile like the children he has heard of or seen.
“The other day, we were having suhour [the traditional meal eaten before the daily fast during Ramadan] when our neighbor’s house was bombed. I screamed at the top of my voice and spilled my tea on my sister… now we all sleep in one room, and we wake up to the sound of bombs every night,” Walid said.
Walid dreams of living a normal life like other children. He can’t go to the beach, play football on the street, or visit his relatives.
“We are terrified. We are all trapped in one room, thinking of our death,” he said.
Follow Mohammed Suliman on Twitter | @imPalestine
Perang Gaza Merupakan Contoh Kejahatan Perang Dan Kejahatan Kemanusiaan
Demo Israel (Foto: Aktual.co/Tino Oktaviano)
Dhghani juga menunjuk Zionis Rezim rasis, ekspansionis dan kebijakan agresif dalam lima dekade terakhir, dan menggambarkan serangan rezim baru-baru ini terhadap warga sipil di Gaza sebagai "contoh kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan".
Jakarta, Aktual.co — Satu serangan udara Israel terhadap rumah kepala kepolisian Gaza menewaskan 15 warga Palestina, Sabtu, kata Kementerian Kesehatan Gaza, dan ini adakah serangan paling mematikan sejak Israel melancarkan serangan di wilayah kantung itu lima hari lalu.
Seorang juru bicara militer Israel mengatakan, pihaknya sedang memeriksa laporan itu.
Satu sumber dalam kelompok Hamas yang dominan di Gaza mengatakan bahwa Kepala Polisi tersebut, Tayseer Al-Batsh, berada dalam kondisi kritis dan sebagian besar yang tewas adalah dari keluarga yang sama.
Sementara itu para utusan Organisasi Kerja sama Islam (OKI) untuk Perserikatan Bangsa Bangsa mendesak tindakan segera PBB untuk menghentikan kejahatan Israel terhadap warga Gaza.
Kantor berita negara Iran, IRNA, melaporkan dari markas PBB di New York bahwa Gholamhosein Dehghani, utusan permanen Iran untuk PBB dan utusan OKI lainnya menghadiri pertemuan untuk mengatasi serangan Israel terhadap Jalur Gaza itu.
Dehghani, bersama dengan utusan OKI lainnya mengutuk serangan Israel terhadap warga sipil di Gaza, dan mengatakan negara-negara OKI bersedia mendukung dan mengirim bantuan kemanusiaan ke Palestina.
Dhghani juga menunjuk Zionis Rezim rasis, ekspansionis dan kebijakan agresif dalam lima dekade terakhir, dan menggambarkan serangan rezim baru-baru ini terhadap warga sipil di Gaza sebagai "contoh kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan".
Dia menyambut pernyataan OKI terbaru yang dikeluarkan Kamis lalu di Jeddah untuk menyediakan dasar-dasar bagi anggota OKI dan Generakan Non Blok (GNB), dan organisasi-organisasi internasional lainnya untuk mengambil langkah-langkah konkret "untuk menghentikan kejahatan Zionis".
Pertemuan tersebut menyepakati untuk dua upaya terutama di Dewan Keamanan dan tuntutan situasi di Majelis Umum untuk segera menghentikan serangan-serangan di Gaza.
SURAT TERBUKA UNTUK BANGSA INDONESIA DARI GAZA
Wahai Saudaraku di Indonesia, ..
Akhir desember kemarin, saya menghadiri acara wisuda penamatan
hafalan 30 juz anakku yang pertama, ia diantara 1000 anak yang tahun ini
menghapal al qur?an, umurnya baru 10 tahun , Saya yakin anak-anak
kalian jauh lebih cepat menghapal al quran ketimbang anak-anak kami
disini, di Gaza tidak ada SDIT seperti di tempat kalian, yang menyebar
seperti jamur sekarang.
Mereka belajar di antara puing-puing reruntuhan gedung yang hancur,
yang tanahnya sudah Diratakan, diatasnya diberi beberapa helai daun
pohon kurma .., yah di tempat itulah mereka belajar Saudaraku,, bunyi
suara setoran hafalan al quran mereka bergemuruh diantara bunyi-bunyi
senapan tentara Israel? Ayat-ayat Jihad paling cepat mereka hafal ..,
karena memang didepan mereka tafsirnya. Langsung Mereka rasakan…..
| SURAT TERBUKA UNTUK BANGSA INDONESIA DARI GAZA |
| SURAT TERBUKA UNTUK BANGSA INDONESIA DARI GAZA |
Mungkin surat ini sudah menyebar cukup lama untuk rakyat Indonesia,
namun tidak sedikit pula yang belum membaca dan meresapi isinya, Bagi
yang sudah membaca silahkan dibaca lagi dan dibagikan, jika yang belum
silahkan membaca nya..
♥ Bismillaahir Rahmaanir Rahiim ♥
Untuk saudaraku di Indonesia, ..Saya tidak tahu, mengapa saya harus
menulis dan mengirim surat ini untuk kalian di Indonesia .. Namun, jika
kalian tetap bertanya kepadaku, kenapa?? Mungkin satu-satunya jawaban
yang saya miliki Adalah karena Negeri kalian berpenduduk muslim
Terbanyak di punggung bumi ini .. bukan
kah demikian wahai saudaraku???
kah demikian wahai saudaraku???
Disaat saya menunaikan ibadah haji beberapa tahun silam, ketika
pulang dari melempar jumrah, saya sempat berkenalan dengan salah seorang
aktivis da’wah dari Jama’ah haji asal Indonesia, dia mengatakan
kepadaku, setiap tahun musim haji ada sekitar 205 ribu jama’ah haji
berasal dari Indonesia datang ke Baitullah ini?!!!?.
Wah,,,,sungguh jumlah angka yang sangat fantastis & membuat saya berdecak kagum, Lalu saya mengatakan kepadanya, saudaraku ..jika jumlah jama’ah Haji asal GAZA sejak tahun 1987 Sampai sekarang di gabung .. itu belum bisa menyamai jumlah jama’ah haji Dari negeri kalian dalam satu musim haji saja …
Wah,,,,sungguh jumlah angka yang sangat fantastis & membuat saya berdecak kagum, Lalu saya mengatakan kepadanya, saudaraku ..jika jumlah jama’ah Haji asal GAZA sejak tahun 1987 Sampai sekarang di gabung .. itu belum bisa menyamai jumlah jama’ah haji Dari negeri kalian dalam satu musim haji saja …
Padahal jarak tempat kami ke Baitullah lebih dekat di banding kalian
yah? Wah?.wah?pasti uang kalian sangat banyak yah, apalagi menurut
sahabatku itu ada 5 % dari rombongan tersebut yang menunaikan ibadah
haji untuk yang kedua kalinya ..? .. Subhanallah.
Wahai saudaraku di Indonesia, ..
Pernah saya berkhayal dalam hati, kenapa saya & kami yang ada di
GAZA ini, tidak dilahirkan di negeri kalian saja. Wah? pasti sangat
indah dan mengagumkan yah. Negeri kalian aman, kaya dan subur,
setidaknya itu yang saya ketahui tentang negeri kalian..
Pasti para ibu-ibu disana amat mudah Menyusui bayi-bayinya, susu
formula bayi pasti dengan mudah kalian dapatkan di toko-toko & para
wanita hamil kalian mungkin dengan mudah bersalin di rumah sakit yang
mereka inginkan.
Ini yang membuatku iri kepadamu saudaraku Tidak seperti di negeri
kami ini, saudaraku, anak-anak bayi kami lahir di tenda-tenda
pengungsian. Bahkan tidak jarang tentara Israel menahan mobil ambulance
yang akan mengantarkan istri kami Melahirkan di rumah sakit yang lebih
lengkap alatnya di daerah Rafah, Sehingga istri-istri kami terpaksa
melahirkan diatas mobil … yah diatas mobil saudaraku!!
Susu formula bayi adalah barang yang langka di GAZA sejak kami di
blokade 2 tahun lalu, Namun isteri kami tetap menyusui bayi-bayinya dan
menyapihnya hingga dua tahun lamanya Walau, terkadang untuk memperlancar
ASI mereka, isteri kami rela minum air rendaman gandum. Namun ..,
mengapa di negeri kalian, katanya tidak sedikit kasus pembuangan bayi
yang tidak jelas siapa ayah & ibunya, terkadang ditemukan mati di
parit-parit, di selokan-selokan dan di tempat sampah …itu yang kami
dapat dari informasi televisi.
Dan yang membuat saya terkejut dan merinding,,, ,, ternyata negeri
kalian adalah negeri yang tertinggi kasus Abortusnya untuk wilayah ASIA …
Astaghfirullah. Ada apa dengan kalian ..???
Apakah karena di negeri kalian tidak ada konflik bersenjata seperti
kami disini, sehingga orang bisa melakukan hal hina tersebut ..?!! !,
sepertinya kalian belum menghargai arti sebuah nyawa bagi kami di sini.
Memang hampir setiap hari di GAZA sejak penyerangan Israel, kami
menyaksikan bayi-bayi kami mati, Namun, bukanlah diselokan-selokan ..
atau got-got apalagi ditempat sampah? saudaraku! !!, Mereka mati syahid
.. saudaraku! mati syahid karena serangan roket tentara Israel !!!
Kami temukan mereka tak bernyawa lagi dipangkuan ibunya, di bawah
puing-puing bangunan rumah kami yang hancur oleh serangan roket tentara
Zionis Israel …
Saudaraku .., bagi kami nilai seorang bayi adalah Aset perjuangan
perlawanan kami terhadap penjajah Yahudi. Mereka adalah mata rantai yang
akan menyambung perjuangan kami memerdekakan Negeri ini. Perlu kalian
ketahui,,,sejak serangan Israel tanggal 27 desember (2009) kemarin,
Saudara-saudara kami yang syahid sampai 1400 orang, 600 diantaranya
adalah anak-anak kami Namun,,,,sejak penyerangan itu pula sampai hari
ini, kami menyambut lahirnya 3000 bayi baru Dijalur Gaza, dan
Subhanallah kebanyakan mereka adalah anak laki-laki dan banyak yang
kembar … Allahu Akbar!!!
Wahai saudaraku di Indonesia, …
Negeri kalian subur dan makmur, tanaman apa saja yang kalian tanam
akan tumbuh dan berbuah, Namun kenapa di negeri kalian masih ada bayi
yang kekurangan gizi, menderita busung lapar, Apa karena kalian sulit
mencari rezki disana ..? apa negeri kalian sedang di blokade juga ..?
Perlu kalian ketahui .. saudaraku, tidak ada satupun bayi di Gaza
yang menderita kekurangan gizi apalagi sampai mati kelaparan .., walau
sudah lama kami diblokade .. Kalian terlalu manja?!? Saya adalah pegawai
Tata usaha di kantor pemerintahan Hamas Sudah 7 bulan ini, gaji bulanan
belum saya terima, tapi Allah SWT yang akan mencukupkan rezki untuk
kami.
Perlu kalian ketahui pula, bulan ini saja ada sekitar 300 pasang
pemuda Baru saja melangsungkan pernikahan,, ,yah,,,mereka menikah di
sela-sela serangan agresi Israel, Mereka mengucapkan akad nikah,
diantara bunyi letupan bom dan peluru saudaraku. Dan Perdana menteri
kami, yaitu ust Ismail Haniya memberikan santunan awal pernikahan Bagi
semua keluarga baru tersebut.
Wahai Saudaraku di Indonesia, ..
Terkadang saya pun iri, seandainya saya bisa merasakan pengajian atau
halaqoh pembinaan Di Negeri antum, seperti yang diceritakan teman saya
tersebut.
Program pengajian kalian pasti bagus bukan, banyak kitab mungkin yang
telah kalian baca, dan Buku-buku pasti kalian telah lahap .., kalian
pun sangat bersemangat bukan, itu karena kalian punya waktu .. Kami
tidak memiliki waktu yang banyak disini wahai saudaraku … Satu jam ..,
yah satu jam itu adalah waktu yang dipatok untuk kami disini untuk
halaqoh Setelah itu kami harus terjun langsung ke lapangan jihad, sesuai
dengan tugas yang Telah diberikan kepada kami.
Kami di sini sangat menanti-nantikan hari halaqoh tersebut walau Cuma
satu jam saudaraku ..,Tentu kalian lebih bersyukur, kalian lebih punya
waktu untuk menegakkan rukun-rukun halaqoh, Seperti ta’aruf (saling
mengenal), tafahum (saling memahami) dan takaful (saling menangung
beban) di sana .. Hafalan antum pasti lebih banyak dari kami .. Semua
pegawai dan pejuang Hamas di sini wajib menghapal surat al anfaal
sebagai nyanyian perang kami, saya menghapal di sela-sela waktu
istirahat perang, bagaimana Dengan kalian??
Akhir desember kemarin, saya menghadiri acara wisuda penamatan
hafalan 30 juz anakku yang pertama, ia diantara 1000 anak yang tahun ini
menghapal al qur?an, umurnya baru 10 tahun , Saya yakin anak-anak
kalian jauh lebih cepat menghapal al quran ketimbang anak-anak kami
disini, di Gaza tidak ada SDIT seperti di tempat kalian, yang menyebar
seperti jamur sekarang.
Mereka belajar di antara puing-puing reruntuhan gedung yang hancur,
yang tanahnya sudah Diratakan, diatasnya diberi beberapa helai daun
pohon kurma .., yah di tempat itulah mereka belajar Saudaraku,, bunyi
suara setoran hafalan al quran mereka bergemuruh diantara bunyi-bunyi
senapan tentara Israel? Ayat-ayat Jihad paling cepat mereka hafal ..,
karena memang didepan mereka tafsirnya. Langsung Mereka rasakan.
Wahai Saudaraku di Indonesia, ..
Oh, iya, kami harus berterima kasih kepada kalian semua, melihat aksi
solidaritas yang kalian perlihatkan kepada masyarakat dunia, kami
menyaksikan demo-demo kalian disini. Subhanallah, .. kami sangat
terhibur, karena kalian juga merasakan apa yang kami rasakan disini.
Memang banyak masyarakat dunia yang menangisi kami di sini, termasuk
kalian di Indonesia.
Namun,,,bukan tangisan kalian yang kami butuhkan saudaraku Biarlah
butiran air matamu adalah catatan bukti nanti di akhirat yang dicatat
Allah sebagai Bukti ukhuwah kalian kepada kami. Doa-doa kalian dan dana
kalian telah kami rasakan manfaatnya.
Oh.., iya hari semakin larut, sebentar lagi adalah giliran saya Untuk
menjaga kantor, tugasku untuk menunggu jika ada telepon dan fax yang
masuk Insya Allah, nanti saya ingin sambung dengan surat yang lain lagi
Salam untuk semua pejuang-pejuang islam di Indonesia.
( Gaza City ..1430 H )
Akhhuka….. Abdullah
Bagitulah isi surat tanpa harus mengubah isinya, Silakan baca dan
resapi surat diatas, betapa miris dan terlukanya hati saat surat diatas
diterima nurani kita, betapa terlukanya saudara kita disana. Tetap
dukung mereka walau hanya Do’a ataupun dana yang bisa kita lakukan,
Allahu Akbar …
(♥ Subhallah & Semoga Bermanfaat ♥)______________________________________________________
Jika menurut kalian, artikel ini bermanfaat. Silakan di-share untuk teman Anda, sahabat Anda, keluarga Anda, atau bahkan orang yang tidak Anda kenal sekalipun. semoga Anda juga mendapatkan balasan pahala yang berlimpah dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Aamiin Ya rabbal ‘alamiin |
#BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI#
… Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa atuubu Ilaik .. —
—————————–
sumber : https://www.facebook.com/photo.php?fbid=549796691701720&set=a.188257157855677.51883.188256551189071&type=
One States Solution, Jalan Keluar untuk Palestina-Israel
Dina Y. Sulaeman*
PBB, AS, (bahkan juga pemerintah Indonesia), mengusulkan solusi dua negara (two states solution)
untuk mendamaikan Palestina-Israel. Tawaran solusi ini adalah: Israel
dan Palestina menjadi dua negara yang hidup berdampingan secara damai.
Ada lobang besar dalam tawaran ini, yaitu sifat alami (nature)
dari Rezim Zionis sendiri. Penyelesaian dengan cara mendirikan dua
negara terpisah yang berdampingan secara damai, sementara wilayah
Palestina sendiri (Tepi Barat dan Gaza) letaknya terpisah satu sama
lain, sulit terwujud. Sifat alami Rezim Zionis sejak didirikan adalah
menyerang, mengusir, dan menduduki wilayah milik orang-orang Palestina.
Terbukti, hingga hari ini, Israel masih terus melakukan kekerasan, yang
dibalas oleh para pejuang Palestina; pembangunan permukiman terus
dilanjutkan, bahkan ditambah pula dengan pembangunan Tembok Zionis.
Israel juga melancarkan perang terbuka secara terang-terangan, seolah
mengejek dunia internasional yang tidak mampu berbuat apa-apa. Pada
tahun 2006, Israel membombardir Gaza dengan Summer Rains and Autumn
Clouds Operation, tahun 2009 dengan ‘Cast Lead Operation', tahun 2012
dengan ‘Pillar of Defence Operation, dan kini tahun 2014 aksinya diulang
lagi dengan diberi nama ‘Protective Edge Operation'.
Dr. Ilan Pappe, sejarawan Yahudi, mengatakan,
"Two-state solution lebih merupakan sebuah cara untuk mengatur sejenis
pemisahan antara penjajah dan yang dijajah, daripada sebuah solusi
permanen yang terkait dengan kriminalitas Israel tahun 1948, dengan
keberadaan 20% orang Palestina di dalam wilayah Israel, dan dengan
populasi para pengungsi yang terus meningkat sejak 1948.
Ketika ide two-state menjadi landasan dari proses perdamaian, ide itu
memberikan payung bagi Israel untuk meneruskan operasi pendudukannya
tanpa takut. Hal ini karena pemerintah Israel, siapapun perdana
menterinya, dianggap terlibat dalam proses perdamaian- dan Anda tidak
bisa mengkritik sebuah negara yang terlibat dalam proses perdamaian.
Di bawah kedok ‘proses perdamaian', atau bisa juga disebut "di bawah
kedok dua negara untuk dua bangsa, permukiman-permukiman diperluas,
kekerasan dan penindasan terhadap bangsa Palestina semakin mendalam."[1]
Virginia Tilley, profesor ilmu politik asal AS, penulis buku The One State Solution, juga menyatakan kepesimisannya atas ide two-state solution.
"Two-state solution untuk konflik Israel-Palestina adalah ide, dan
kemungkinan, yang waktunya telah habis. Kematian ide ini dikaburkan oleh
tontonan sehari-hari: wacana ‘Peta Jalan' yang tak berguna, lingkaran
pembunuhan yang dilakukan tentara Israel dan bom bunuh diri orang
Palestina, pertarungan politik internal Palestina, penghancuran
rumah-rumah dan angka kematian – semua memperlihatkan konflik yang
selalu mendominasi wilayah itu."[2]
Di Mana Jalan Keluar?
Untuk mencari jawaban dari pertanyaan ini, mari kita kembali menelaah
pemikiran Ahmadinejad. Dalam peringatan Intifadhah Palestina di Teheran,
15 April 2006, Ahmadinejad menyampaikan pidato berikut ini.
Apakah tragedi yang diakibatkan oleh rezim seperti ini (Zionis)
dianggap kecil dibanding tragedi Holocaust yang kalian klaim itu? Jika
dalam tragedi Holocaust terdapat keragu-raguan, maka dalam holocaust di
Palestina tidak ada keraguan sama sekali, Holocaust ini telah dan sedang
terjadi di Palestina selama 60 tahun.
Kenyataan pahit
adalah, jaringan Zionisme yang luas selama puluhan tahun dengan tujuan
penguasaan dan penjajahan, telah memperalat negara-negara Barat untuk
melayani kepentingannya dan sebagian pemerintahan yang lemah di Barat
telah menyerah di depan kekuatan kaum Zionis. Hari ini tidak hanya
Palestina dan dunia Islam yang terkena pengaruh ancaman Zionisnme,
melainkan bangsa-bangsa di Barat; sebagian besar keuntungan ekonomi dan
kekuatan politik mereka berada dalam cengkeraman Zionis. Dengan menyesal
harus saya umumkan bahwa pemerintahan-pemerintahan di sebagian negara
Eropa yang berada di bawah pengaruh Zionis, untuk memperkuat kedudukan
mereka, telah menyerahkan sumber-sumber keuangan, industri, pertanian
dan pos-pos penting dalam negerinya kepada Zionis, begitu pula dengan
kebebasan, kehormatan, dan kemuliaan rakyatnya sendiri.
Masalah Palestina bukan hanya problem bagi Dunia Islam, melainkan juga
masalah kemanusiaan hari ini. Tragedi pendudukan dan kejahatan harian di
Palestina telah memberikan pukulan terhadap kehormatan dan kemuliaan
kemanusiaan. Manusia bebas mana yang akan rela terhadap apa yang sedang
terjadi di tanah pendudukan? Betapa banyak orang Palestina yang
meninggal dalam harapan untuk kembali ke rumahnya?Betapa banyak
anak-anak Palestina yang berada dalam impian untuk hidup di tanah airnya
sendiri dan berharap bisa kembali ke rumah ayah mereka? Di manakah
jalan keluar?
Kedamaian dan ketenangan yang abadi
haruslah berdasarkan keimanan kepada Tuhan, penghormatan atas kemuliaan
manusia, dan keadilan yang kokoh. Kezaliman dan permusuhan tidak akan
sejalan dgn keimanan, kemuliaan manusia, dan keadilan. Rezim Zionis
adalah sebuah kezaliman yang terang-terangan dan esensinya adalah sebuah
ancaman yang berkelanjutan; pendiriannya pun dengan tujuan yang sama,
yaitu untuk menempatkan sebuah ancaman kontinyu di kawasan. Oleh karena
itu keberlanjutan kehidupan rezim ini adalah keberlanjutan ancaman dan
kezaliman. Rezim ini tak punya wajah lain selain ancaman dan agresi dan
secara esensial, karena itu memang tidak mungkin berada dalam atmosfer
yang damai dan tenang. Rezim seperti ini bahkan bila hanya hidup di satu
jengkal tanah Palestina, tetap akan melanjutkan ancamannya.
Perhatikanlah betapa kekuatan-kekuatan arogan saat membela rezim Zionis
sama sekali tidak menghiraukan keadilan, HAM, dan kemuliaan manusia.
Pemerintahan illegal Zionis merupakan meeting point dari semua
kejahatan dan ketidakadilan kekuatan-kekuatan jahat dan arogan. Konflik
Palestina dan nasib bangsa-bangsa di kawasan hanya bisa selesai dengan
berdirinya sebuah pemerintahan yang merakyat. Hak memerintah adalah dari
rakyat Palestina dan merekalah yang harus memilih jenis dan pejabat
pemerintahan mereka sendiri. Dengan kata lain, harus diberikan
kesempatan supaya semua orang Palestina asli, baik itu muslim, Kristen
dan Yahudi, yang tinggal di dalam Palestina serta para pengungsi
Palestina yang tinggal di negara-negara lain secara bebas mengungkapkan
kehendak mereka dalam penentuan jenis pemerintahan dan siapa pejabatnya.
Dengan kata lain, satu-satunya jalan yang bijaksana dan logis dalam
parameter yang diakui oleh dunia internasional adalah referendum dengan
diikuti oleh semua orang Palestina asli. Para
pendukung rezim Zionis dalam menghadapi usulan logis ini berdiam diri.
Kepada mereka kita katakan, mau tidak mau, rezim Zionis pasti akan
hancur. Front perjuangan Palestina dipenuhi oleh para pemuda dan (jiwa
mereka dipenuhi) oleh iman dan kebebasan. Rezim Zionis adalah pohon yang
telah kering dan meranggas, yang akan segera ditumbangkan oleh sebuah
topan.
Yang dimaksud dengan Palestina asli
oleh Ahmadinejad dalam pidatonya adalah semua orang yang tinggal di
Palestina (artinya, termasuk juga orang-orang yang tinggal di wilayah
Palestina yang sejak 1948 diberi nama ‘Israel') dan orang-orang yang
semula tinggal di Palestina, lalu diusir keluar oleh tentara Zionis dan
hingga kini hidup di pengungsian.
Minimalnya, ada dua kesimpulan utama yang bisa diambil dari pendapat Ahmadinejad di atas, yaitu sebagai berikut.
1. Rezim Zionis secara esensial tidak akan bisa mengakomodasi solusi
perdamaian apapun. Karena itu, satu-satunya jalan keluar adalah
perubahan rezim.
2. Rezim
(pemerintahan) baru harus dibentuk dan pembentukannya harus melalui
referendum yang diikuti oleh semua orang Palestina asli.
Pernyataan Ahmadinejad di atas, dalam Kajian Palestina, masuk ke dalam ide one-state solution. One state solution
adalah ide untuk mendirikan sebuah negara bersama Palestina-Israel,
dengan dihuni oleh semua ras dan agama yang semuanya memiliki hak suara.
Bila ide ini diterima, konsekuensinya, Rezim Zionis
dibubarkan, begitu pula Otoritas Palestina; semua batas wilayah
Palestina-Israel dihapus dan dilebur ke dalam satu negara; para
pengungsi diizinkan kembali ke tanah/rumah mereka masing-masing; serta
dilakukan referendum untuk menentukan bentuk pemerintahan dan menetapkan
pejabat pemerintahan itu.
Ide ini dilandaskan pada pemikiran berikut:
1. Bila Rezim Zionis terus berdiri, perang tidak akan pernah berhenti
karena cita-cita Zionis adalah mendirikan negara khusus Yahudi dan untuk
itu, mereka akan terus mengusir orang-orang Palestina demi memperluas
wilayahnya.
2. Bila Palestina ingin
mendirikan negara khusus Palestina dan mengusir keluar orang-orang
Yahudi, perang juga akan terus berlanjut. Namun dalam perang ini,
Palestina berada dalam posisi yang lebih lemah: wilayahnya lebih kecil
dan terpisah, dikepung oleh wilayah Israel, serta kekurangan logistik
karena blokade Israel. Akibatnya, lagi-lagi, penindasan akan terus
berlangsung di Palestina.
Pertanyaannya, mungkinkah kedua pihak mau menerima ide ini?
Secara garis besar ada dua masalah dalam penerapan ide ini, pertama
dari sisi orang-orang Israel dan kedua, dari sisi orang-orang Palestina.
Bagi kebanyakan orang Israel, melepaskan cita-cita historis pendirian
"negara khusus Yahudi" adalah hal yang sangat sulit. Cita-cita itu telah
berurat-berakar dalam benak banyak orang dan sebagian mereka
menyatakan, lebih baik mati daripada melepaskan cita-cita ini. Bahkan,
para aktivis perdamaian Israel pun (mereka menyuarakan dihentikannya
pendudukan dan kekerasan terhadap bangsa Palestina) juga banyak yang
menolak ide berdirinya ‘satu negara bersama' ini. Misalnya, Uri Avnery,
aktivis perdamaian Israel, "Saya orang Israel. Saya berdiri dengan dua
kaki di atas realitas Israel. Saya ingin mengubah realitas ini dari satu
bentuk ke bentuk yang lain, tapi saya ingin negara ini tetap berdiri."[3]
Orang-orang Israel juga mengkhawatirkan bahwa bila dibentuk negara
bersama, otomatis mereka akan menjadi penduduk minoritas, sehingga
negara yang dibentuk itu akan menjadi sebuah negara Islam dengan
dipimpin oleh kelompok-kelompok ‘garis keras' macam Hamas, Jihad Islam.
Selain itu, umumnya mereka selama 60 tahun hidup dalam dunia mereka
sendiri, hidup di permukiman-permukiman yang dijaga ketat dan terisolir
dari kehidupan orang-orang Arab, dan menerima informasi satu arah.
Banyak di antara mereka yang tidak percaya bahwa militer Israel
sedemikian kejam seperti yang diceritakan orang-orang kepada mereka.
Mereka memandang orang-orang Arab Palestina dengan citra yang buruk dan
identik dengan teroris. Itulah sebabnya, sulit bagi mereka untuk
menerima ide ini: hidup bertetangga dengan orang-orang Arab.
Di pihak Palestina sendiri, situasi juga tidak sedemikian mudah. Pihak elit politik Palestina lebih diuntungkan dengan status quo.
Hal seperti ini sangat umum terjadi di banyak negara, dimana kehendak
elit politik belum tentu menyuarakan kehendak rakyat. Elit politik
Palestina, harus diakui, banyak hidup makmur berkat berlangsungnya
konflik. Karena itu banyak dari mereka yang lebih menyukai two-states solution, yang sebenarnya hanya memperpanjang konflik.
Alasan lain adalah, adanya paham-paham radikal yang berpaham the winner takes all, tidak ada damai dengan Yahudi. Setiap
jengkal Palestina harus dikembalikan, dan semua orang Yahudi harus
enyah dari Palestina, begitu biasanya retorika kaum radikal. Mereka tidak bisa menerima ide ‘hidup bersama dengan Yahudi' dalam satu negara.
Namun, dalam teori resolusi konflik, resolusi (kesepakatan,
penyelesaian) sulit tercapai jika tidak ada kemauan saling ‘memberi'
secara rasional (masing-masing pihak mengalah sedikit demi keuntungan
yang lebih besar).
Sebagian orang mengkhawatirkan
nasib orang-orang Yahudi bila para pengungsi Palestina diizinkan kembali
ke tanah/rumah mereka masing-masing. Namun, hal itu bisa diatasi bila
ada undang-undang yang adil. Di antara solusinya adalah ganti rugi yang
layak bagi orang-orang Palestina yang rumah/tanahnya ternyata sudah
diduduki orang Yahudi. Dengan uang ganti rugi itu, mereka bisa membeli
tanah/rumah baru di lokasi yang berdekatan atau di tempat lain. Tidak
perlu ada pengusiran di manapun karena akan menimbulkan konflik baru. Di
sini, poin utama yang dibutuhkan adalah kesamaan pandangan
dan motivasi dari semua pihak yang bertikai, yaitu motivasi untuk
menciptakan negara yang demokratis dan adil. Untuk mencapai kondisi seperti ini, Dr Ilan Pappe mengatakan diperlukannya ‘pendidik' (educator).
Ada perbedaan besar antara two state solution dan one state solution.
Untuk two state solution, diperlukan politisi, tapi untuk one state
solution, diperlukan pendidik. Pendidik adalah orang-orang yang tidak
mengharapkan hasil dalam satu-dua tahun. Bahkan mungkin terjadi, para
pendidik itu tidak melihat hasil kerja mereka sampai mereka mati. Apa
yang tidak bisa dilakukan Yossi Beilin, saya bisa lakukan: mati tanpa
mengetahui apakah benih pendidikan tentang satu negara bersama
Yahudi-Arab akan berbuah atau tidak. Seorang politisi tidak bisa
melakukan hal seperti ini, bukan karena dia tidak mau konflik berakhir,
tapi karena dia tidak mau karir politiknya berhenti.[4]
Perkataan Pappe senada dengan seruan Ahmadinejad, yaitu bahwa para
pemikir dan cendekiawanlah yang harus maju untuk memperjuangkan
penghentian kejahatan di Palestina.
Saya pikir, semua
pembunuhan dan perang sudah cukup. Telah tiba waktunya (untuk
menegakkan) semua sisi persaudaraan dan perdamaian. Tentu saja, yang
mengambil langkah awal dalam menegakkan keadilan adalah para pemikir,
cendekiawan, ulama, dan orang-orang yang hatinya dipenuhi hanya oleh
cinta kepada kemanusiaan, kemuliaan kemanusian, dan perdamaian. Kita
harus saling bergandengan tangan dalam melakukan usaha global untuk
menegakkan perdamaian dan mengikis akar ketidakamanan dan ketidakadilan
di dunia.[5] (IRIB Indonesia / SL)
*) Dikutip dari buku Ahmadinejad on Palestine, karya Dina Y. Sulaeman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar