Kemenangan Dusta Jokowi Bikin Megawati Menangis
Saya sulit membayangkan, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan
kelompoknya demi secuil kekuasaan terpaksa harus melacuri diri di jalan
kejahatan berdemokrasi. Sebuah bentuk prilaku busuk yang dihasilkan oleh
gelora politik yang menjijikan dan tanpa rasa malu.
Dalam berbagai kesempatan Megawati berpidato dengan mulut berbusa-busa menegaskan bahwa pihaknya sangat menentang berbagai bentuk korupsi dan praktek politik kotor. Bahkan Mega mengkritik proses pemilu yang tengah berlangsung sarat dengan kecurangan, politik uang, manipulasi data IT dan dituding telah ditunggangi oleh kepentingan asing dan pemilik modal besar.
Namun ucapan-ucapan Megawati hanyalah retorika kosong dan inkonsisten. Bahkan justru yang terjadi sebaliknya, terbukti mengais jalan keuntungan dari bobroknya pelaksanaan pemilu sebagai sebuah kesempatan untuk ikut melanggengkan kecurangan di depan mata rakyat.
Ihwal perilaku Megawati yang inkonsisten dan sikap munafik telah menjadi watak bawaan dan sekaligus modal politiknya untuk tetap melenggang bebas di panggung politik nasional. Tak peduli benar atau salah, yang penting dapat mengais "jatah haram" dengan berbagai cara melalui akal bulusnya untuk menipu rakyat.
Prestasi puncak dari tabiat ironi Megawati kian menjadi-jadi di perhelatan pilpres 2014. Yakni, berawal dari skandal pengingkaran "perjanjian Batu Tulis" terhadap Prabowo Subianto yang berujung pada tukar guling kepentingan politik pragmatis berupa pemberian mandat PDIP kepada Jokowi sebagai capres bonekanya.
Dari alur politik yang menyesatkan itu, Megawati tampil menghimpun berbagai kepentingan yang sejalan dengan ambisinya. Memoles rupa penampilan pencitraan Jokowi sebagai capres boneka untuk dipaksakan menang dalam sebuah proses pemilu yang curang dan tidak berkualitas.
Hasilnya, Jokowi bergerak lincah di atas kebohongan berdemokrasi, kian melaju mengejar ambisinya sebagai orang nomor satu di negeri ini. Drama politik ala capres boneka, spontan menyiram rasa haru dan puja-puji atas nama dukungan fanatik membabi-buta dari pengusung setianya.
Dan menariknya, Megawati selaku dalang di balik kisah politik Jokowi karbitan yang serba instan tersebut sangat larut menikmati semua bentuk kebohongan yang dilakukan. Tak heran, saat KPU memaksakan keputusan untuk memenangkan Jokowi melalui pemilu curang, Megawati dan komplotan pengusung capres boneka membalas dengan senyum, sembari meneteskan air mata di hadapan publik.
Situasi itu membuat berjuta pemirsa di tanah air menyindir: "para badut politik sedang euforia merayakan kemenangan dusta Jokowi melalui kebohongan berdemokrasi...". Sungguh memalukkan !
(visibaru)
salam
by Faizal Assegaf
Ketua Progres 98
Dalam berbagai kesempatan Megawati berpidato dengan mulut berbusa-busa menegaskan bahwa pihaknya sangat menentang berbagai bentuk korupsi dan praktek politik kotor. Bahkan Mega mengkritik proses pemilu yang tengah berlangsung sarat dengan kecurangan, politik uang, manipulasi data IT dan dituding telah ditunggangi oleh kepentingan asing dan pemilik modal besar.
Namun ucapan-ucapan Megawati hanyalah retorika kosong dan inkonsisten. Bahkan justru yang terjadi sebaliknya, terbukti mengais jalan keuntungan dari bobroknya pelaksanaan pemilu sebagai sebuah kesempatan untuk ikut melanggengkan kecurangan di depan mata rakyat.
Ihwal perilaku Megawati yang inkonsisten dan sikap munafik telah menjadi watak bawaan dan sekaligus modal politiknya untuk tetap melenggang bebas di panggung politik nasional. Tak peduli benar atau salah, yang penting dapat mengais "jatah haram" dengan berbagai cara melalui akal bulusnya untuk menipu rakyat.
Prestasi puncak dari tabiat ironi Megawati kian menjadi-jadi di perhelatan pilpres 2014. Yakni, berawal dari skandal pengingkaran "perjanjian Batu Tulis" terhadap Prabowo Subianto yang berujung pada tukar guling kepentingan politik pragmatis berupa pemberian mandat PDIP kepada Jokowi sebagai capres bonekanya.
Dari alur politik yang menyesatkan itu, Megawati tampil menghimpun berbagai kepentingan yang sejalan dengan ambisinya. Memoles rupa penampilan pencitraan Jokowi sebagai capres boneka untuk dipaksakan menang dalam sebuah proses pemilu yang curang dan tidak berkualitas.
Hasilnya, Jokowi bergerak lincah di atas kebohongan berdemokrasi, kian melaju mengejar ambisinya sebagai orang nomor satu di negeri ini. Drama politik ala capres boneka, spontan menyiram rasa haru dan puja-puji atas nama dukungan fanatik membabi-buta dari pengusung setianya.
Dan menariknya, Megawati selaku dalang di balik kisah politik Jokowi karbitan yang serba instan tersebut sangat larut menikmati semua bentuk kebohongan yang dilakukan. Tak heran, saat KPU memaksakan keputusan untuk memenangkan Jokowi melalui pemilu curang, Megawati dan komplotan pengusung capres boneka membalas dengan senyum, sembari meneteskan air mata di hadapan publik.
Situasi itu membuat berjuta pemirsa di tanah air menyindir: "para badut politik sedang euforia merayakan kemenangan dusta Jokowi melalui kebohongan berdemokrasi...". Sungguh memalukkan !
(visibaru)
salam
by Faizal Assegaf
Ketua Progres 98
NB: catatan kecil ini dibuat sebagai renungan jelang lebaran, semoga
dapat membuka kesadaran anak bangsa untuk berpikir kritis dan selalu
berpihak pada kebenaran.
Ini Isi Perjanjian Batu Tulis Antara-Megawati dengan Prabowo
JAKARTA - Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Pejuangan telah mengusung Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sebagai calon Presiden pada Pemilu 2014. Tak terima, Partai Gerindra pun mengusut perjanjian keduanya pada 2009 yang dikenal dengan batu tulis.
Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Hashim Djojohadikusumo memastikan perjanjian Batu Tulis yang disepakati pada 2009 lalu menyebut, PDI Perjuangan akan memberikan dukungannya terhadap Prabowo Subianto sebagai calon presiden 2014.
Berikut isi keseluruhan perjanjian yang ditandatangani pada 16 Mei 2009 itu:
Kesepakatan Bersama PDI Perjuangan dan Partai Gerindra dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Negara Kesatuan Republik Indonesia 2009-2014
Megawati Soekarnopitri sebagai Calon Presiden, Prabowo Subianto sebagai Calon Wakil Presiden
1. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Partai Gerindra) sepakat mencalonkan Megawati Soekarnoputri sebagai Calon Presiden dan Prabowo Subianto sebgai calon Wakil Presiden dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2009.
2. Prabowo Subianto sebagai Calon Wakil Presiden, jika terpilih, mendapat penguasaan untuk mengendalikan program dan kebijakan kebangkitan ekonomi Indonesia yang berdasarkan asas berdiri di kaki sendiri, berdaulat di bidang politik, dan berkepribadian nasional di bidang kebudayaan dalam kerangka sistim presidensial. Esensi kesepakatan ini akan disampaikan Megawati Soekarnoputri pada saat pengumuman pencalonan Presiden dan calon Wakil Presiden serta akan dituangkan lebih lanjut dalam produk hukum yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
3. Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto bersama-sama membentuk kabinet berdasarkan pada penugasan butir 2 di atas. Prabowo Subianto menentukan nama-nama menteri yang terkait, menteri-menteri tersebut adalah: Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian, Menteri Keuangan, Menteri BUMN, Menteri ESDM, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Perindustrian, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Hukum dan HAM, dan Menteri Pertahanan.
4. Pemerintah yang terbentuk akan mendukung program kerakyatan PDI Perjuangan dan 8 (delapan) program aksi Partai Gerindra untuk kemakmuran rakyat.
5. Pendanaan pemenangan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 ditanggung secara bersama-sama dengan prosentase 50% dari pihak Megawati Soekarnoputri dan 50% dari pihak Prabowo Subianto.
6. Tim sukses pemenangan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dibentuk bersama-sama melibatkan kader PDI Perjuangan dan Partai Gerindra serta unsur-unsur masyarakat.
7. Megawati Soekarnoputri mendukung pencalonan Prabowo Subianto sebagai Calon Presiden pada Pemilu Presiden tahun 2014.
Jakarta 16 Mei 2009
Megawati Soekarnoputri
Prabowo Subianto (keduanya tandatangan di atas materai) (kem)
Sabam Sirait:
Tidak Benar Perjanjian Batu Tulis Capreskan Prabowo
[JAKARTA] Politisi
senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Sabam Sirait membantah ada kesepakatan antara PDI-P dan
Partai Gerindra untuk menjadikan Prabowo Subianto sebagai calon presiden
(capres) pada Pemilu 2014.
“Saya tidak pernah dengar ada kesepakatan itu. Atau mungkin Megawati membuat kesepakatan lain di luar pertemuan Batu Tulis,” kata Sabam di Jakarta, Rabu (19/3).
Calon anggota DPD RI itu menuturkan, pada 16 Mei 2009, dirinya diundang ke Batu Tulis. Ada enam orang dari PDI-P dan enam orang dari Partai Gerindra yang hadir.
“Prabowo ada di situ. Megawati ada di situ. Kami sepakat memutuskan PDI-P dan Gerindra mencalonkan Megawati-Prabowo sebagai calon presiden dan calon wakil presiden 2009,” katanya.
“Itu saja. Tidak ada di luar itu. Saya dengar setelah mau pulang, ada yang bicara tahun 2014. Karena itu tidak ada di agenda pertemuan, semua teman-teman pulang. Agenda hanya membicarakan Pemilu 2009,” tambah Sabam.
Sementara itu, pengamat politik M Qodari melihat ada perbedaan penafsiran soal isi Perjanjian Batu Tulis.
“Kalau Gerindra tidak melihat semua isi perjanjian, tetapi langsung ke nomor 7. Kalau PDI-P melihat secara keseluruhan,” katanya.
Di Pasal 3 perjanjian itu, kata Qodari, berbunyi, “Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto bersama-sama membentuk kabinet. Berkaitan dengan penugasan pada butir 2 di atas, Prabowo Subianto menentukan nama-nama menteri yang terkait. Menteri-menteri tersebut adalah Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian, Menteri keuangan, Menteri BUMN, Menteri ESDM, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Perindustrian, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Hukum dan HAM, dan Menteri Pertahanan.”
Sementara bagi PDI-P, kalau perjanjian nomor 3 ini terpenuhi, dimana keduanya menang Pemilu 2009, maka Prabowo Subianto akan diusung menjadi calon presiden pada Pemilu 2014.
Tetapi Partai Gerindra langsung melihat Pasal 7 yang berbunyi, “Megawati Soekarnoputri mendukung pencalonan Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada Pemilu Presiden tahun 2014.”
Selain itu, kata Qodari, langkah Gerindra mempersoalkan hal ini ke media sudah salah. “Gerindra lakukan pendekatan yang salah ke PDI-P, terutama ke Megawati Soekarnoputri,” katanya.
Menurut Qodari, Ibu Megawati itu orang yang tidak bisa ditekan. Makin ditekan, makin keras sikapnya. Ibu Megawati tidak bisa dikalkulasi secara rasional, perlu pendekatan hati.
Jangan pernah melakukan upaya politik menyakiti hatinya. Karena kalau Megawati merasa sakit hatinya, semua pintu akan tertutup dengan sendirinya.
“Pendekatan teman-teman dari Gerindra ini menyerang dan menekan. Apakah dengan sikap itu akan mengubah situasi? Jawabannya tidak akan,” kata Qodari. [L-8]
Berikut ini isi Perjanjian Batu Tulis yang dipersoalkan Prabowo:
KESEPAKATAN BERSAMA
PDI PERJUANGAN DAN PARTAI GERINDRA
DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA 2009-2014
Megawati Soekarnoputri sebagai calon presiden
Prabowo Subianto sebagai calon wakil presiden
1. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Partai Gerindera) sepakat mencalonkan Megawati Soekarnoputri sebagai calon presiden dan Prabowo Subianto sebagai calon wakil presiden dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2009.
2. Prabowo Subianto sebagai wakil presiden, jika terpilih, mendapat penugasan untuk mengendalikan program dan kebijakan kebangkitan ekonomi Indonesia yang berdasarkan azas berdiri di kaki sendiri, berdaulat di bidang politik, dan kepribadian nasional di bidang kebudayaan dalam kerangka sistem presidensial. Esensi kesepakatan ini akan disampaikan oleh Megawati Soekarnoputri pada saat pengumuman pencalonan calon presiden dan calon wakil presiden serta akan dituangkan lebih lanjut dalam produk hukum yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
3. Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto bersama-sama membentuk kabinet. Berkaitan dengan penugasan pada butir 2 diatas, Prabowo Subianto menentukan nama-nama menteri yang terkait. Menteri-menteri tersebut adalah Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian, Menteri keuangan, Menteri BUMN, Menteri ESDM, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Perindustrian, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Hukum dan HAM, dan Menteri Pertahanan.
4. Pemerintah yang terbentuk akan mendukung program kerakyatan PDI Perjuangan dan 8 (delapan) program aksi Partai Gerindera untuk kemakmuran rakyat.
5. Pendanaan pemenangan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 ditanggung secara bersama-sama dengan presentase 50% dari pihak Megawati Soekarnoputri dan 50% dari pihak Prabowo Subianto.
6. Tim sukses pemenangan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 dibentuk bersama-sama melibatkan kader-kader PDI Perjuangan dan Partai Gerindera serta unsur-unsur masyarakat.
7. Megawati Soekarnoputri mendukung pencalonan Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada Pemilu Presiden tahun 2014.
Jakarta, 16 Mei 2009
“Saya tidak pernah dengar ada kesepakatan itu. Atau mungkin Megawati membuat kesepakatan lain di luar pertemuan Batu Tulis,” kata Sabam di Jakarta, Rabu (19/3).
Calon anggota DPD RI itu menuturkan, pada 16 Mei 2009, dirinya diundang ke Batu Tulis. Ada enam orang dari PDI-P dan enam orang dari Partai Gerindra yang hadir.
“Prabowo ada di situ. Megawati ada di situ. Kami sepakat memutuskan PDI-P dan Gerindra mencalonkan Megawati-Prabowo sebagai calon presiden dan calon wakil presiden 2009,” katanya.
“Itu saja. Tidak ada di luar itu. Saya dengar setelah mau pulang, ada yang bicara tahun 2014. Karena itu tidak ada di agenda pertemuan, semua teman-teman pulang. Agenda hanya membicarakan Pemilu 2009,” tambah Sabam.
Sementara itu, pengamat politik M Qodari melihat ada perbedaan penafsiran soal isi Perjanjian Batu Tulis.
“Kalau Gerindra tidak melihat semua isi perjanjian, tetapi langsung ke nomor 7. Kalau PDI-P melihat secara keseluruhan,” katanya.
Di Pasal 3 perjanjian itu, kata Qodari, berbunyi, “Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto bersama-sama membentuk kabinet. Berkaitan dengan penugasan pada butir 2 di atas, Prabowo Subianto menentukan nama-nama menteri yang terkait. Menteri-menteri tersebut adalah Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian, Menteri keuangan, Menteri BUMN, Menteri ESDM, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Perindustrian, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Hukum dan HAM, dan Menteri Pertahanan.”
Sementara bagi PDI-P, kalau perjanjian nomor 3 ini terpenuhi, dimana keduanya menang Pemilu 2009, maka Prabowo Subianto akan diusung menjadi calon presiden pada Pemilu 2014.
Tetapi Partai Gerindra langsung melihat Pasal 7 yang berbunyi, “Megawati Soekarnoputri mendukung pencalonan Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada Pemilu Presiden tahun 2014.”
Selain itu, kata Qodari, langkah Gerindra mempersoalkan hal ini ke media sudah salah. “Gerindra lakukan pendekatan yang salah ke PDI-P, terutama ke Megawati Soekarnoputri,” katanya.
Menurut Qodari, Ibu Megawati itu orang yang tidak bisa ditekan. Makin ditekan, makin keras sikapnya. Ibu Megawati tidak bisa dikalkulasi secara rasional, perlu pendekatan hati.
Jangan pernah melakukan upaya politik menyakiti hatinya. Karena kalau Megawati merasa sakit hatinya, semua pintu akan tertutup dengan sendirinya.
“Pendekatan teman-teman dari Gerindra ini menyerang dan menekan. Apakah dengan sikap itu akan mengubah situasi? Jawabannya tidak akan,” kata Qodari. [L-8]
Berikut ini isi Perjanjian Batu Tulis yang dipersoalkan Prabowo:
KESEPAKATAN BERSAMA
PDI PERJUANGAN DAN PARTAI GERINDRA
DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA 2009-2014
Megawati Soekarnoputri sebagai calon presiden
Prabowo Subianto sebagai calon wakil presiden
1. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Partai Gerindera) sepakat mencalonkan Megawati Soekarnoputri sebagai calon presiden dan Prabowo Subianto sebagai calon wakil presiden dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2009.
2. Prabowo Subianto sebagai wakil presiden, jika terpilih, mendapat penugasan untuk mengendalikan program dan kebijakan kebangkitan ekonomi Indonesia yang berdasarkan azas berdiri di kaki sendiri, berdaulat di bidang politik, dan kepribadian nasional di bidang kebudayaan dalam kerangka sistem presidensial. Esensi kesepakatan ini akan disampaikan oleh Megawati Soekarnoputri pada saat pengumuman pencalonan calon presiden dan calon wakil presiden serta akan dituangkan lebih lanjut dalam produk hukum yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
3. Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto bersama-sama membentuk kabinet. Berkaitan dengan penugasan pada butir 2 diatas, Prabowo Subianto menentukan nama-nama menteri yang terkait. Menteri-menteri tersebut adalah Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian, Menteri keuangan, Menteri BUMN, Menteri ESDM, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Perindustrian, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Hukum dan HAM, dan Menteri Pertahanan.
4. Pemerintah yang terbentuk akan mendukung program kerakyatan PDI Perjuangan dan 8 (delapan) program aksi Partai Gerindera untuk kemakmuran rakyat.
5. Pendanaan pemenangan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 ditanggung secara bersama-sama dengan presentase 50% dari pihak Megawati Soekarnoputri dan 50% dari pihak Prabowo Subianto.
6. Tim sukses pemenangan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 dibentuk bersama-sama melibatkan kader-kader PDI Perjuangan dan Partai Gerindera serta unsur-unsur masyarakat.
7. Megawati Soekarnoputri mendukung pencalonan Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada Pemilu Presiden tahun 2014.
Jakarta, 16 Mei 2009
http://www.suarapembaruan.com/home/tidak-benar-perjanjian-batu-tulis-capreskan-prabowo/51518
Ternyata Jokowi Sudah Teken Kontrak Terkait Freeport Sebelum Pilpres
Mayoritas suara Pilpres 2014 di Bumi Cenderawasih mengalir ke Joko Widodo alias Jokowi. Di Provinsi Papua, Jokowi menang telak dengan perolehan suara 72,49 persen, sementara di Provinsi Papua Barat unggul dari Prabowo Subianto dengan mendapat 67,63 persen suara.
Belakangan terbongkar soal strategi Jokowi mendulang kemenangan di Papua. Salah satu strateginya adalah menandatangani kontrak politik terkait operasi Freeport, perusahaan tambang asal Amerika Serikat di Papua.
"Jokowi janji akan memindahkan smelter Freeport ke salah satu kota di Papua, tapi belum tahu akan dibuat di kota mana. Pekerja (Freeport) rekam pembicaraan mereka dengan Jokowi," ujar seorang sumber kepada redaksi rmol tadi malam (Kamis, 25/7).
Freeport berencana akan PHK 50 persen pekerja tambang lapangannya. Selama ini rencana PHK selalu dikait-kaitkan karena Freeport tidak mau membangun smelter. Freeport sendiri memang sama sekali tidak berencana dan berkeinginan membangun smelter karena menurut mereka kewajiban tersebut sudah dipenuhi tahun 1995 ketika Smelter Gresik beroperasi, dimana 75% nya diurus Mitsubishi dan 25% Freeport McMoran.
Tidak mau berurusan dengan arbitrase dan urusan lain-lain dengan pemerintah, Freeport secara terpaksa belakangan mau membangun smelter lagi.
Smelter akan bangun di Gresik, Jawa Timur. Daerah Gresik dipilih
karena faktor bisnis dimana di sana tersedia energi gas. Pertimbangan
lainnya karena faktor lingkungan dimana produk buangan smelter berupa
H2SO4 atau asam sulfat pekat yang sangat beracun dapat dikelola langsung
oleh Pupuk Gresik sebagai salah satu bahan utama pembuatan pupuk.
Janji Jokowi membangun smelter di Papua tidak tepat. Juga, tidak tepat upaya Jokowi mengatasi rencana 50 persen PHK pekerja Freeport dengan membangun smelter di Papua.
"Kalau bangun di Papua sama saja bohong, karena gak ada sumber energi yang tersedia, gak ada pembangkit listrik se pulau Papua selain menggunakan solar dan batubara impor dari kalimantan, serta pengelolaan lingkungan yang beresiko tinggi karena hasil buangan smelter harus secara khusus dilakukan pengelolaan dengan biaya tinggi," papar sumber yang paham betul soal seluk beluk Freeport Indonesia itu.
Diingatkan, smelter merupakan pabrik yang mengandalkan mekanisasi dan otomatisasi. Pabrikasi tidaklah padat karya. Paling banyak smelter hanya akan memiliki tenaga kerja 600 orang, atau jauh lebih kecil dari jumlah tenaga kerja pabrik panci Maspion, atau pabrik garment kelas menengah di Bandung.
"Mungkin saja Jokowi dan Freeport main mata soal smelter akan dibangun di Papua. Untung untuk Jokowi dapat suara banyak di timur. Untuk Freeport biar rugi sedikit asal dapat kepastian di perpanjang sampai 2041," demikian sumber itu menutup perbincangan dengan redaksi.
sumber: rmol
Calon presiden (capres) Prabowo Subianto mengatakan pelaksanaan pilpres lalu banyak terjadi kecurangan khususnya dalam proses rekapitulasi.
Bahkan kecurangan tersebut melibatkan para pejabat Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi yang berpihak kepada salah satu kandidat karena telah menerima sejumlah uang.
"Ini mencemaskan kita semua bagaimana bisa kita hidup sebagai negara merdeka kalau semua pejabat kita atau hampir semua pejabat kita tidak punya integritas, bisa disogok, bisa dibeli, dimana tempat keadilan untuk rakyat yang tidak punya uang," ujar Prabowo dalam pernyataannya yang dikutip dari akun Youtube pribadinya, Sabtu (26/7/2014).
Menurutnya, seharusnya para pejabat terutama penyelenggara pemilu bisa bersikap independen dan tidak berpihak. Bahkan tidak boleh berpihak karena ada sejumlah uang yang diterima.
"Ternyata kalau semua lembaga-lembaga tersebut buntu karena korupsi, hakim-hakim sudah tidak punya integritas. Hakim bisa dibeli, pejabat KPU bisa dibeli, pejabat KPUD bisa dibeli, kalau ini terjadi apa masa depan bangsa kita," ungkapnya.
Prabowo mengatakan, sikapnya yang menolak hasil rekapitulasi KPU semata-mata karena ingin menegakkan demokrasi yang sebenarnya. Sebab proses pilpres yang baru lalu jauh dari kata demokrasi.
"Apakah kita berdiri tegak untuk membela keutuhan bangsa, kemandirian bangsa, dan nilai-nilai yang kita junjung tinggi atau kita menyerah kepada uang, kita menjual nilai-nilai kita, menjual diri, kepribadian, dan harga diri kita," tandasnya.
Janji Jokowi membangun smelter di Papua tidak tepat. Juga, tidak tepat upaya Jokowi mengatasi rencana 50 persen PHK pekerja Freeport dengan membangun smelter di Papua.
"Kalau bangun di Papua sama saja bohong, karena gak ada sumber energi yang tersedia, gak ada pembangkit listrik se pulau Papua selain menggunakan solar dan batubara impor dari kalimantan, serta pengelolaan lingkungan yang beresiko tinggi karena hasil buangan smelter harus secara khusus dilakukan pengelolaan dengan biaya tinggi," papar sumber yang paham betul soal seluk beluk Freeport Indonesia itu.
Diingatkan, smelter merupakan pabrik yang mengandalkan mekanisasi dan otomatisasi. Pabrikasi tidaklah padat karya. Paling banyak smelter hanya akan memiliki tenaga kerja 600 orang, atau jauh lebih kecil dari jumlah tenaga kerja pabrik panci Maspion, atau pabrik garment kelas menengah di Bandung.
"Mungkin saja Jokowi dan Freeport main mata soal smelter akan dibangun di Papua. Untung untuk Jokowi dapat suara banyak di timur. Untuk Freeport biar rugi sedikit asal dapat kepastian di perpanjang sampai 2041," demikian sumber itu menutup perbincangan dengan redaksi.
sumber: rmol
Bukti Ditemukan Indikasi Kuat, KPUD Hingga KPU Menerima Uang Untuk Jegal Prabowo
http://www.suaranews.com/search/label/top/
Calon presiden (capres) Prabowo Subianto mengatakan pelaksanaan pilpres lalu banyak terjadi kecurangan khususnya dalam proses rekapitulasi.
Bahkan kecurangan tersebut melibatkan para pejabat Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi yang berpihak kepada salah satu kandidat karena telah menerima sejumlah uang.
"Ini mencemaskan kita semua bagaimana bisa kita hidup sebagai negara merdeka kalau semua pejabat kita atau hampir semua pejabat kita tidak punya integritas, bisa disogok, bisa dibeli, dimana tempat keadilan untuk rakyat yang tidak punya uang," ujar Prabowo dalam pernyataannya yang dikutip dari akun Youtube pribadinya, Sabtu (26/7/2014).
Menurutnya, seharusnya para pejabat terutama penyelenggara pemilu bisa bersikap independen dan tidak berpihak. Bahkan tidak boleh berpihak karena ada sejumlah uang yang diterima.
"Ternyata kalau semua lembaga-lembaga tersebut buntu karena korupsi, hakim-hakim sudah tidak punya integritas. Hakim bisa dibeli, pejabat KPU bisa dibeli, pejabat KPUD bisa dibeli, kalau ini terjadi apa masa depan bangsa kita," ungkapnya.
Prabowo mengatakan, sikapnya yang menolak hasil rekapitulasi KPU semata-mata karena ingin menegakkan demokrasi yang sebenarnya. Sebab proses pilpres yang baru lalu jauh dari kata demokrasi.
"Apakah kita berdiri tegak untuk membela keutuhan bangsa, kemandirian bangsa, dan nilai-nilai yang kita junjung tinggi atau kita menyerah kepada uang, kita menjual nilai-nilai kita, menjual diri, kepribadian, dan harga diri kita," tandasnya.
Modus Rekayasa Agar Cocok Hasil Survey Dengan Hasil Pemilu
Yusril Ungkap Modus Rekayasa bagaimana Hasil pemilu bisa sama dengan hasil Lembaga Survei
Lembaga Survei & Kedaulatan Rakyat
Yusril Ihza Mahendra: Pakar Hukum Tata Negara
Yusril Ihza Mahendra: Pakar Hukum Tata Negara
Saya ingin menuliskan tentang lembaga survei Pemilu yang akhir-akhir ini sering menghebohkan dunia politik kita.
Kita sudah tahu-sama-tahu bahwa lembaga-lembaga survei yang menjamur
itu bukanlah lembaga yang murni akademis, tetapi lembaga profesial yang
komersial. Tidak saya pungkiri bahwa dalam bekerja, lembaga-lembaga
survei itu menggunakan metode-metode akademis. Namun aspek komersialnya
tidak dapat diabaikan pula.
Partai politik atau politisi yang akan berkompetisi, sudah lazim
meminta lembaga survei melakukan kegiatannya. Tujuannya bukan
semata-mata untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan dirinya, tetapi juga
untuk membentuk opini publik.
Tidak jarang suatu lembaga survei sdh menandatangani kontrak dengan
partai politik atau politisi untuk jangka waktu tertentu. Besarnya nilai
kontrak tentu sesuai kemampuan partai atau politisi yang bersangkutan.
Makin besar uang, makin canggih lembaga surveinya.
Biasanya laporan hasil riset ada 2 macam. Satu yang benar, hanya
untuk kepentingan internal; dan yang tidak benar, untuk kepentingan
publik. Hasil survei yang tidak benar dan disulap itulah yang dijadikan
konsumsi untuk memengaruhi opini publik.
Hasil survei yang disulap itu dipublikasikan secara luas melalui
jaringan media sehingga menjadi kontroversi. Hasil survei yang disulap
itu bisa dijadikan sebagai bagian dari upaya kecurangan pemilu secara
sistemik. Melalui pengumuman hasil survei yang meluas itu, pelan-pelan
opini publik akan terbentuk, mana partai atau tokoh yang unggul, mana
yang memble.
Kalau opini sudah terbentuk, langkah selanjutnya merekayasa perolehan
suara agar pas seperti hasil survei. Banyak cara dapat dilakukan untuk
merekayasa perolehan suara. Langkah pertama dimulai dari penyusunan
Daftar Pemilih Tetap (DPT). Makin kacau dan tidak akurat DPT, rekayasa
akan makin mudah. Surat suara yang berlebih, bisa dicoblos sendiri untuk
menangkan suatu parpol.
Berbagai trik untuk mengatur perolehan suara dilakukan sejak dari
tingkatan TPS (lokasi), PPS (Desa/Kelurahan), PPK (Kecamatan) sampai
Kabupaten/kota. Luasnya wilayah negara kita membuat pengawasan
penghitungan suara menjadi sangat sulit dan rumit. Ada potensi untuk
curang disini.
Tiap kali Pemilu, Teknologi Infoemasi (IT) Komisi Pemilihan Umum
selalu ngadat, pengumpulan suara lamban dan membosankan. Keadaan ini
membuat orang lelah, apatis dan akhirnya putus asa serta tidak perduli
lagi. Dalam keadaan seperti itu, praktik jual beli suara, transaksi
pemindahan suara dari 1 parpol ke parpol lain terjadi dengan mudahnya.
Siapa yang dapat melakukan kecurangan seperti ini? Yang dapat
melakukan kecurangan sistemik seperti itu hanya mereka yang kuat secara
politik, birokrasi dan finansial. Akhirnya Pemilu ditentukan oleh
transaksi uang dan kekuasaan. Suara rakyat dipermainkan dan
dimanipulasi. Kedaulatan rakyat hanyalah mimpi.
Akhirnya apa yang terjadi? Hasil akhir pemilu persis seperti hasil
survei yang sebelumnya sudah dicekokkan kepada public. Rakyat pun
akhirnya dapat menerima urutan pemenang pemilu, toh sudah cocok dengan
hasil survei jauh hari sebelum pemilu yang sudah ada di otak mereka.
Kalau demikian, maka bukan lembaga survei itu yang canggih bisa
memprediksi hasil Pemilu. Tapi sebaliknya, hasil pemilu yang direkayasa
secara sistemik agar hasilnya sesuai dengan hasil survei.
Demikian tulisan saya. Semoga mencerahkan mengenai sisi lain survei dan hasil Pemilu di negeri yang makin antah berantah ini.
Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar