Krisis Suriah
Tentara Suriah Ambil Alih Kota Kristen Sadad
Islam Times - http://www.islamtimes.org/vdccepq102bqss8.5fa2.html
Kota Sadad berhasil direbut setelah Tentara Suriah seminggu bentrok dengan para militan di kota itu.
Tentara Suriah berhasil mengambil alih kendali kota Kristen kuno
Sadad dari militan takfiri yang berafiliasi dengan al-Qaeda di Suriah.
Pada hari Senin (28/10/13), kantor berita pemerintah Suriah, SANA, mengutip dari sumber resmi yang tak disebutkan namanya, bahwa tentara negara berhasil mengambil alih dan mengembalikan keamanan serta stabilitas ke kota Sadad, utara Damaskus.
Kota Sadad berhasil direbut setelah Tentara Suriah seminggu bentrok dengan para militan di kota itu.
"Pengejaran teroris di sekitar wilayah peternakan di Sadad masih terus berlanjut," tambah sumber itu.
Sebelumnya Front al-Nusra yang berafiliasi dengan al-Qaeda mengambil alih kota Kristen Sadad, termasuk sebuah pos pemeriksaan yang membuat mereka bisa mengontrol penuh bagian barat kota itu.
Pertempuran di kota itu memaksa banyak warga mengungsi ke kota terdekat di Homs. Sementara sebagian warga terjebak di rumah-rumah mereka.
Lokasi Sadad yang terletak dekat jalan raya utama menuju ke Damaskus terbilang strategis.
Pada hari Minggu (27/10/13), warga Kristen mengadakan demo di luar katedral Damaskus meminta pembebasan kerabat mereka dari tangan kelompok militan bersenjata.(IT/TGM)
Krisis Saudi Arabia
Raja Saudi Arabia Berjuang Melawan Maut
Islam
Times- http://www.islamtimes.org/vdcdkk0skyt0fx6.lp2y.html
Dan untuk alasan yang sama, semua keluarga kerajaan Saudi dalam
keadaan waspada penuh, demikian situs berbahasa Arab al-manar pada
Senin, 28/10/13, melaporkan.
Raja Abdullah berjuang melawan maut
Penyakit yang mendera Abdullah al-Saud memperburuk kondisi raja Arab
Saudi dan mendorong semua anggota keluarga kerajaan dipanggil untuk
keadaan siaga, demikian laporan beberapa media setempat.
Menurut pesan yang dikirim oleh para pejabat Saudi untuk sekutu mereka di Barat, kondisi kesehatan Raja Saudi semakin memburuk dan Raja tengah berjuang melawan kematian yang sudah menghantuinya.
Dan untuk alasan yang sama, semua keluarga kerajaan Saudi dalam keadaan waspada penuh, demikian situs berbahasa Arab al-manar pada Senin, 28/10/13, melaporkan.
Pesan dari para pejabat Saudi itu juga menyebutkan bahwa Menteri Garda Nasional Saudi Mutaib Bin Abdullah, putra Raja Abdullah, menjadi satu-satunya orang yang menyaksikan Raja dalam 20 hari terakhir ini.
Menurut pesan yang dikirim oleh para pejabat Saudi untuk sekutu mereka di Barat, kondisi kesehatan Raja Saudi semakin memburuk dan Raja tengah berjuang melawan kematian yang sudah menghantuinya.
Dan untuk alasan yang sama, semua keluarga kerajaan Saudi dalam keadaan waspada penuh, demikian situs berbahasa Arab al-manar pada Senin, 28/10/13, melaporkan.
Pesan dari para pejabat Saudi itu juga menyebutkan bahwa Menteri Garda Nasional Saudi Mutaib Bin Abdullah, putra Raja Abdullah, menjadi satu-satunya orang yang menyaksikan Raja dalam 20 hari terakhir ini.
[IT/Onh/Ass]
Gejolak Suriah:
Brahimi: Pembicaraan Damai Suriah Tanpa Prasyarat
IslamTimes
-
Utusan khusus PBB-Liga Arab untuk Suriah, Lakhdar Brahimi mengatakan
konferensi perdamaian Jenewa 2 harus diadakan tanpa prasyarat.
Lakhdar Brahimi, Utusan Khusus PBB dan Liga Arab untuk Suriah.jpg
"Ada kesepakatan bahwa peserta yang hadir di Jeneva 2 tidak akan
didasarkan pada prasyarat dari sisi manapun," kata Brahimi pada
konferensi pers di ibukota Libanon, Beirut pada hari Jumat (1/11/13),
mengungkapkan harapan bahwa konferensi itu akan diadakan dalam beberapa
minggu mendatang terlepas dari masalah yang ada.
Kedua belah pihak ketika mereka duduk di meja ... akan membahas bagaimana kita bisa bergerak dari hambatan, krisis pembunuh yang di hadapi rakyat Suriah ini, " tambahnya.
Sebelumnya, Brahimi mengumumkan pada konferensi pers di ibukota Suriah, Damaskus bahwa dia akan melakukan perjalanan ke Jenewa untuk bertemu dengan perwakilan AS dan Rusia, yang kemudian akan bergabung dengan utusan dari Inggris, Cina dan Perancis , tiga anggota tetap lain dari Dewan Keamanan PBB .
Kedua belah pihak ketika mereka duduk di meja ... akan membahas bagaimana kita bisa bergerak dari hambatan, krisis pembunuh yang di hadapi rakyat Suriah ini, " tambahnya.
Sebelumnya, Brahimi mengumumkan pada konferensi pers di ibukota Suriah, Damaskus bahwa dia akan melakukan perjalanan ke Jenewa untuk bertemu dengan perwakilan AS dan Rusia, yang kemudian akan bergabung dengan utusan dari Inggris, Cina dan Perancis , tiga anggota tetap lain dari Dewan Keamanan PBB .
Pada bulan Mei, Rusia dan Amerika Serikat mengusulkan konferensi kedua yang akan diselenggarakan di Jenewa tetapi oposisi Suriah berselisih, sejauh ini telah menolak keras menghadiri acara tersebut .
Apa yang disebut Koalisi Nasional Suriah ( SNC ) mengatakan tidak akan mengambil bagian dalam pertemuan yang diusulkan jika pengunduran diri Presiden Bashar al-Assad tidak ada di atas meja. Kelompok ini diharapkan akan dapat bertemu pada tanggal 9 November untuk memutuskan partisipasinya dalam pembicaraan.
Pada tanggal 27 Oktober, lebih dari 20 kelompok pemberontak yang didukung asing mengatakan dalam sebuah pernyataan bersama bahwa siapa pun yang menghadiri pembicaraan damai akan melakukan "pengkhianatan" dan "harus menjawab hal itu dihadapan pengadilan kita."
Suriah telah dilanda kerusuhan yang mematikan sejak 2011. Menurut laporan, negara-negara Barat dan sekutu regional mereka - terutama Qatar, Arab Saudi, dan Turki - yang mendukung pemberontak yang beroperasi di dalam negeri .
Lebih dari 100.000 orang tewas dan jutaan mengungsi karena gejolak yang melanda Suriah selama lebih dari dua tahun itu .[IT/r]
Hubungan Saudi - Zionis Israel:
Pertemuan Ketua Intelejen Saudi dan Mossad Memicu Kemarahan
IslamTimes
- Sebuah pertemuan antara kepala mata-mata Arab Saudi, Pangeran Bandar
bin Sultan bin Abdulaziz Al Saud dan direktur badan intelijen Israel
Mossad, Tamir Bardo, telah membuat marah pemerintah Saudi.
http://www.islamtimes.org/vdcf0cdm1w6dyxa.,8iw.html
Bandar bin Sultan - Pangeran Saudi
Menurut sumber yang tidak disebutkan namanya dari kedutaan Saudi di ibukota Yordania Amman, pertemuan yang berlangsung di kota Aqaba, Yordania itu telah menimbulkan kemarahan Putra Mahkota Arab Saudi, Salman bin Abdulaziz.
Pangeran Salman sebenarnya telah menyarankan Kepala intelijen Saudi untuk ‘secara tidak langsung’ berkonsultasi dengan rezim Israel pada isu-isu strategis di Timur Tengah , kata sumber itu .
Akibat dari pembicaraan rahasia itu, Pangeran Salman memerintahkan agar kepala intelejen tersebut dituntut.
Menurut Wall Street Journal, Bandar memimpin pasukan pemberontak yang berusaha menggulingkan pemerintah Suriah. Banyak analis menganggap Bandar tersangka utama dalam ‘bendera palsu’ serangan senjata kimia di al- Ghouta.
Adam Entous dari Wall Street Journal mengatakan bahwa Pangeran Bandar dan Badan Intelijen Saudi itu memproduksi " bukti " bahwa pemerintah Suriah telah menggunakan gas sarin sebelum serangan al- Ghouta.
Entous menyatakan dalam wawancara Democracy Now: "badan intelijen Bandar menyimpulkan bahwa senjata kimia telah digunakan dalam skala kecil oleh rezim. Selanjutnya, Inggris dan Perancis yakin akan kesimpulan yang sama . Itu membuat badan intelijen AS benar-benar sampai kesimpulan itu pada bulan Juni. "
Penulis Amerika Kevin Barrett mengatakan Pangeran Bandar dilaporkan telah "memimpin operasi al-Qaeda, basis data CIA dari legiun Arab yaitu pejuang mujahidin, sejak perang Afghanistan pada 1980-an . Memang CIA - yang didukung Mossad – mendukung pejuang al-Qaeda yang diperintah Bandar hari ini di Suriah." [IT/r]
TURKI AKAN USIR DIPLOMAT SAUDI
(BUNTUT KEGAGALAN PROYEK KONFLIK SYRIA, TURKI AKHIRNYA SADAR)
http://cahyono-adi.blogspot.com/2013/11/turki-dikabarkan-akan-usir-diplomat.html#more
http://cahyono-adi.blogspot.com/2013/11/turki-dikabarkan-akan-usir-diplomat.html#more
Turki merencanakan akan menutup kantor perwakilan inteligen Saudi di Turki menyusul perselisihan kedua negara terkait konflik Syria dan Mesir. Demikian laporan media Lebanon Al Akhbar mengutip keterangan seorang pejabat Turki. Selama ini Saudi membuka kantor inteligen di Turki untuk mendukung operasi pemberontakan di Syria yang sebagiannya digerakkan melalui Turki.
Menurut sumber Al Akhbar yang tidak disebutkan namanya karena alasan politik, Turki telah menganggap Saudi tidak lagi satu visi dengan Turki dalam masalah konflik Syria di mana Turki cenderung untuk memperbaiki hubungannya dengan Iran dan Syria, sementara Saudi cenderung untuk meningkatkan intensitas konflik Syria.
Hubungan politik Saudi-Turki yang sebelumnya sangat kompak, terutama dalam menyikapi konflik Syria, runtuh seketika setelah tumbangnya kekuasaan Presiden Mesir Mohammad Moersi tgl 3 Juli lalu. Turki dan Saudi mengambil posisi yang berseberangan dalam menyikapi tumbangnya Moersi di mana Turki tetap mendukung Moersi dan mengecam aksi kudeta yang dilakukan militer Mesir, sementara Saudi justru mendukung aksi kudeta tersebut.
Namun faktor pemicu utama terputusnya hubungan
Saudi-Turki adalah upaya Saudi memarginalkan Turki (dan Qatar) dalam
penanganan konflik Syria. Perselisihan tersebut terimplementasikan dalam
bentuk pertempuran antara kelompok ISIL dan Al Nusra Front yang
didukung Saudi melawan kelompok Free Syrian Army dan Northern Brigade
yang didukung Turki. Baru-baru ini ISIL dan Al Nusra berhasil
menghancurkan pasukan Northern Brigade dari perbatasan Turki-Syria,
meski Turki telah mencoba menyelamatkan pasukan binaannya itu.
Menurut sumber Al Akhbar menlu Saudi Saud al-Faisal telah memperingatkan rekannya dari Turki, Ahmet Davutoglo, bahwa Turki tidak perlu lagi turut campur dalam konflik Syria bahkan seandainya regim Bashar al Assad berhasil ditumbangkan. Saud juga meminta Turki untuk tidak turut campur dalam krisis politik Mesir. Sementara para pejabat Turki melihat Saudi bersama Jordania dan Uni Emirat Arab telah bekerjasama berupaya menghancurkan pengaruh Turki, Qatar, Hamas, dan Muslim Brotherhood.
Konflik Turki-Saudi juga tampak dalam peristiwa tukar tawanan antara Lebanon dan Turki di kota Azzas dekat perbatasan Syria-Turki baru-baru ini. Dalam peristiwa itu para pemberontak Syria dukungan Turki membebaskan warga Lebanon yang diculik mereka dengan imbalan pembebasan 2 pilot Turki yang diculik di Lebanon. Saudi melalui ISIL berusaha menggagalkan pertukaran tersebut karena tidak mendapatkan keuntungan apapun darinya, sebaliknya dengan tetap menahan tawanan Lebanon, Saudi tetap bisa "menekan" Hizbollah.
PRESIDEN TURKI AKHIRNYA SADAR BAHAYA TERORIS
Di sisi lain, semakin berkepanjangannya konflik Syria membuat Presiden Turki Abdullah Gul menyadari bahaya yang dapat ditimbulkannya. Kepada koran Inggris The Guardian, Gul mengingatkan bahwa Syria bisa menjadi Afghanisan di kawasan Mediterania yang mengancam keamanan kawasan tersebut. Peringatan Gul tersebut disampaikannya di sela-sela kunjungan di ibukota Skotlandia, Edinburg, Minggu (3/11).
"Jika atmosfirnya tetap seperti sekarang, maka ini akan semakin menimbulkan radikalisasi yang lebih besar dan beberapa kelompok akan semakin ekstrim. Saya rasa tidak ada yang bisa mentolerir munculnya sesuatu seperti Afghanistan di kawasan pantai Mediterania," kata Gul.
Yang agak mengherankan adalah pengakuan Gul bahwa negaranya telah berusaha mencegah timbulnya konflik bersenjata yang tidak terkendali, sementara pada kenyataannya Turki-lah salah satu pihak yang mendorong timbulnya konflik bersenjata di Syria. Lebih jauh ia bahkan menuduh sekutu-sekutu Turki dalam konflik di Syria telah gagal memberikan dukungan yang cukup bagi Turki untuk melakukan negosiasi dengan pemerintah Syria sebelum terjadinya konflik yang tidak terkendali.
"Kami semua telah bekerja sangat keras (untuk mencegah konflik) dan kami bahkan harus berhadapan dengan sekutu-sekutu kami yang menganggap negosiasi akan berjalan lambat dan tidak memberikan solusi apapun," kata Gul.
Menurut Gul jika saja upaya Turki untuk berunding dengan Bashar al Assad terealisir, maka sebanyak 100 ribu warga Syria tidak akan tewas dan kehancuran pun bisa dihindari.
Sebenarnya Gul tengah menyalahan diri sendiri dan rekannya sesama anggota Partai Keadilan yg menjadi perdana menteri, Recep Erdogan.
Menurut sumber Al Akhbar menlu Saudi Saud al-Faisal telah memperingatkan rekannya dari Turki, Ahmet Davutoglo, bahwa Turki tidak perlu lagi turut campur dalam konflik Syria bahkan seandainya regim Bashar al Assad berhasil ditumbangkan. Saud juga meminta Turki untuk tidak turut campur dalam krisis politik Mesir. Sementara para pejabat Turki melihat Saudi bersama Jordania dan Uni Emirat Arab telah bekerjasama berupaya menghancurkan pengaruh Turki, Qatar, Hamas, dan Muslim Brotherhood.
Konflik Turki-Saudi juga tampak dalam peristiwa tukar tawanan antara Lebanon dan Turki di kota Azzas dekat perbatasan Syria-Turki baru-baru ini. Dalam peristiwa itu para pemberontak Syria dukungan Turki membebaskan warga Lebanon yang diculik mereka dengan imbalan pembebasan 2 pilot Turki yang diculik di Lebanon. Saudi melalui ISIL berusaha menggagalkan pertukaran tersebut karena tidak mendapatkan keuntungan apapun darinya, sebaliknya dengan tetap menahan tawanan Lebanon, Saudi tetap bisa "menekan" Hizbollah.
PRESIDEN TURKI AKHIRNYA SADAR BAHAYA TERORIS
Di sisi lain, semakin berkepanjangannya konflik Syria membuat Presiden Turki Abdullah Gul menyadari bahaya yang dapat ditimbulkannya. Kepada koran Inggris The Guardian, Gul mengingatkan bahwa Syria bisa menjadi Afghanisan di kawasan Mediterania yang mengancam keamanan kawasan tersebut. Peringatan Gul tersebut disampaikannya di sela-sela kunjungan di ibukota Skotlandia, Edinburg, Minggu (3/11).
"Jika atmosfirnya tetap seperti sekarang, maka ini akan semakin menimbulkan radikalisasi yang lebih besar dan beberapa kelompok akan semakin ekstrim. Saya rasa tidak ada yang bisa mentolerir munculnya sesuatu seperti Afghanistan di kawasan pantai Mediterania," kata Gul.
Yang agak mengherankan adalah pengakuan Gul bahwa negaranya telah berusaha mencegah timbulnya konflik bersenjata yang tidak terkendali, sementara pada kenyataannya Turki-lah salah satu pihak yang mendorong timbulnya konflik bersenjata di Syria. Lebih jauh ia bahkan menuduh sekutu-sekutu Turki dalam konflik di Syria telah gagal memberikan dukungan yang cukup bagi Turki untuk melakukan negosiasi dengan pemerintah Syria sebelum terjadinya konflik yang tidak terkendali.
"Kami semua telah bekerja sangat keras (untuk mencegah konflik) dan kami bahkan harus berhadapan dengan sekutu-sekutu kami yang menganggap negosiasi akan berjalan lambat dan tidak memberikan solusi apapun," kata Gul.
Menurut Gul jika saja upaya Turki untuk berunding dengan Bashar al Assad terealisir, maka sebanyak 100 ribu warga Syria tidak akan tewas dan kehancuran pun bisa dihindari.
Sebenarnya Gul tengah menyalahan diri sendiri dan rekannya sesama anggota Partai Keadilan yg menjadi perdana menteri, Recep Erdogan.
REF:
"Turkey Expels Saudi Intelligence over Diplomatic RifT"; ALMANAR.COM.LB; 1 November 2013
"Gul Warns: Syria Becoming “Mediterranean Afghanistan”; ALMANAR.COM.LB; 4 November 2013
"Turkey Expels Saudi Intelligence over Diplomatic RifT"; ALMANAR.COM.LB; 1 November 2013
"Gul Warns: Syria Becoming “Mediterranean Afghanistan”; ALMANAR.COM.LB; 4 November 2013
1 komentar:
-
demikian turki berkawan tetapi tidak tertawan,terasing akibat kesilapan
strategis,terasing dibarat yang disangkakan kawan,akhir memilih misil
China membikin barat mendekam,berkawan dengan Iran kemudian
memusuhinya-akhirnya AKP kini bisa mengerti erti kawan dan musuh-
manusia bisa melakukan kesilapan kerana kurangnya pengalaman-tidak Iran
yang sudah tiga dekad revolusinya...mengetahui kedutaan US adalah
sarang spionase, tiga dekad kawan-kini negara yg diintip
dipermainkan,kelompok yang bisa dipermainkan kerana kurangnya pengalaman
atas nama agama menentang musuh,usahlah berlagak sombong,pelajarilah
bahawa iran adalah tiga dekad di hadapan anda...sangat disayangkan
kebencian tanpa dasar itulah menghalangi
Turkey expels Saudi intelligence over diplomatic rift: source
Ankara plans to shut Saudi intelligence offices in Turkey following a
series of diplomatic disputes over the conflicts in Syria and Egypt, a
well-placed Turkish source told Al-Akhbar.
The Saudi intelligence presence in Turkey is mainly there to provide support and training for armed groups fighting in Syria.
According to the source, Turkish authorities believe Saudi Arabia's
position on Syria is no longer in line with Turkey's interests, as
Ankara is reportedly trying to ease tensions with Tehran and Damascus.
The historic alliance between Saudi Arabia and Turkey began to
crumble following the Saudi-sponsored military overthrow of Egypt's
Islamist president Mohammed Mursi on July 3.
Turkish Prime Minister Tayyip Erdogan has repeatedly denounced the
Egyptian coup and the military crackdown on Mursi's Muslim Brotherhood
party.
But the tipping point came when Riyadh attempted to diminish Turkey's
influence over the opposition Syrian National Council and the National
Coalition for Syrian Revolutionary and Opposition Forces, the source
said.
Saudi foreign minister Saud al-Faisal allegedly told his Turkish
counterpart Ahmet Davutoglo that Turkey would no longer play a role in
the Syrian conflict even if the regime were to fall, and asked Ankara
not to interfere in Egypt's political crisis.
According to the source, Turkish officials believe Saudi Arabia,
along with Jordan and the United Arab Emirates, are strategically
working against the interests of two different regional blocs:
Hezbollah, Syria, Iran and Iraq on one front, and Turkey, Qatar, Hamas,
and the Muslim Brotherhood on the other.
The Turkish source added that Saudi Arabia had attempted to disrupt a
prisoner swap deal that saw the release of the nine Lebanese pilgrims
held in northern Syria in exchange for two Turkish pilots kidnapped in
Beirut.
(Al-Akhbar)
Comments
Submitted by Anonymous (not verified) on Mon, 2013-11-04 21:57.
In all this play of power struggle, where do American interests lie?
At a time when the rules of play are extremely dynamic with results that
are unpredictable in the region and Russia overtly extending her
influence into the region, can America afford to lose two or one of her
most valuable allies in the Middle East namely Qatar and Saudi Arabia?
Qatar and Saudi Arabia who massively sponsored and spear headed the
instabilities and insecurity in Syria for over 25 months, are now at
logger heads over the Egyptian question.
I think the ousting of Mursi in Egypt has been a blessing in disguise for Syria and the entire region. At last sanity is finally returning the region, Turkey and Qatar who were greatly contributing to the thriving of the insurgency by way of funding, training and any other form of facilitation of the insurgent forces inside Syria have stopped. This implies the insurgents could soon be running out of supplies and the most logical option would be to surrender to government forces or flee to safety.
The million Euro question is where does the “Egyptian Question” leave the three protagonists of the region- Qatar, US and Saudi Arabia? Will the US succeed in reconciling the two big ego boys-Saudi and Qatar as their rift puts American interests in the region at stake? At least Qatar woke up from the bad dream to cut her losses. The faster Saudi rises from her dream already shattered the better for her. But she has lost badly, the over 1000 insurgent groups it has sponsored for that long to topple Assad are increasingly facing a steep mountain. Only diplomacy can solve the Syrian question NOT arming the opposition and mercenary foreign forces namely Alqaeda.
I think the ousting of Mursi in Egypt has been a blessing in disguise for Syria and the entire region. At last sanity is finally returning the region, Turkey and Qatar who were greatly contributing to the thriving of the insurgency by way of funding, training and any other form of facilitation of the insurgent forces inside Syria have stopped. This implies the insurgents could soon be running out of supplies and the most logical option would be to surrender to government forces or flee to safety.
The million Euro question is where does the “Egyptian Question” leave the three protagonists of the region- Qatar, US and Saudi Arabia? Will the US succeed in reconciling the two big ego boys-Saudi and Qatar as their rift puts American interests in the region at stake? At least Qatar woke up from the bad dream to cut her losses. The faster Saudi rises from her dream already shattered the better for her. But she has lost badly, the over 1000 insurgent groups it has sponsored for that long to topple Assad are increasingly facing a steep mountain. Only diplomacy can solve the Syrian question NOT arming the opposition and mercenary foreign forces namely Alqaeda.
Submitted by Anonymous (not verified) on Sat, 2013-11-02 20:46.
The world knows that Saudi Arabia sponsors terrorism around the
world. The world is now shifting from Saudi and the gulf countries. For
so long they dominated the world because of oil that nature gave them
for free.
Thausands if not millions have lost their lives because of the gulf countries policy and disregard to human life. The gulf countries are full of corruption and crulity to their own people. Thausands are dying in Syria and Libya as a result of power struggle between the gulf countries and Turkey, Turkey``s support of terrorists in Syria will difinately backfire.
Thausands if not millions have lost their lives because of the gulf countries policy and disregard to human life. The gulf countries are full of corruption and crulity to their own people. Thausands are dying in Syria and Libya as a result of power struggle between the gulf countries and Turkey, Turkey``s support of terrorists in Syria will difinately backfire.
Submitted by Anonymous (not verified) on Fri, 2013-11-01 21:01.
Good and blessed riddance from the demented kingdom
Submitted by Paul J (not verified) on Fri, 2013-11-01 20:15.
Great news for peace in Syria if it's true.
The Saudis are displaying a level of diplomatic ineptness which comes from decades of getting their own way by bulldozing problems with money. Now the strategic stakes are higher, they're finding throwing money at the problem doesn't always work any longer.
It's one thing pushing at an open door with an oil dependent West, by buying vast quantities of military equipment it doesn't know how to use in order to guarantee protection from the likes of Saddam and Ahmadinijad. It's a different deal altogether when it comes to Putin or an energy self-sufficient US, or a Turkey which has slowly realised that backing al qeada is a dumb move, and still wants free trade with Europe.
As Assad slowly gets the upper hand, and Saudi get increasingly ignored, they might well try some further dumb stunt, like causing more problems in Lebanon, or encouraging al qeada, in order to show the world how important they still are.
Frankly, as the world's most hypocritical regime (and society), we'd be better off as a planet if the House of Saud became less and less relevant. .
The Saudis are displaying a level of diplomatic ineptness which comes from decades of getting their own way by bulldozing problems with money. Now the strategic stakes are higher, they're finding throwing money at the problem doesn't always work any longer.
It's one thing pushing at an open door with an oil dependent West, by buying vast quantities of military equipment it doesn't know how to use in order to guarantee protection from the likes of Saddam and Ahmadinijad. It's a different deal altogether when it comes to Putin or an energy self-sufficient US, or a Turkey which has slowly realised that backing al qeada is a dumb move, and still wants free trade with Europe.
As Assad slowly gets the upper hand, and Saudi get increasingly ignored, they might well try some further dumb stunt, like causing more problems in Lebanon, or encouraging al qeada, in order to show the world how important they still are.
Frankly, as the world's most hypocritical regime (and society), we'd be better off as a planet if the House of Saud became less and less relevant. .
Submitted by mmckinl (not verified) on Fri, 2013-11-01 16:18.
It was only a matter of time. Turkey now has a big problem with
terrorists both in Syria and at home. Bandar will turn them loose ...
Submitted by Anonymous (not verified) on Fri, 2013-11-01 21:04.
Good ridden from a demented kingdom
Tidak ada komentar:
Posting Komentar