NKRI memiliki masa depan yang sangat cerah I:
http://yohans.wordpress.com/2008/03/24/nkri-memiliki-masa-depan-yang-sangat-cerah-i/#more-1
Dalam jangka panjang, lahan pertanian kita cukup untuk memenuhi kebutuhan energi dasar rakyat Indonesia.
Dalam waktu yang relative lama, seekor kuda bisa menghasilkan energi
yang setara dengan daya 1 HP (Horse Power). Energi ini kira-kira setara
dengan daya 746 watt. Berdasarkan hukum kekekalan energi, kuda juga
membutuhkan energi dalam waktu yang relative lama setara daya sekitar
746 watt juga, kebutuhan ini kira-kira sebanding dengan berat tubuh
kuda. Dengan asumsi berat kuda adalah 450 kg dan berat orang Indonesia
rata-rata 60 kg, maka kebutuhan daya orang Indonesia dalam jangka waktu
yang relative lama kira-kira setara dengan daya 100 watt saja.
Jadi untuk menggerakkan seluruh potensi kreativitas manusia NKRI
hanya diperlukan daya sekitar 100 watt saja. Ini adalah kebutuhan energi
dasar yang harus kita penuhi agar tumbuh segala imajinasi, apresiasi
akan keindahan dan segala harmoni kehidupan. Dalam sehari tubuh kita
memerlukan energi 2,4 kWh atau setara dengan 0,6 lt BBM saja. Angka ini
didapat dari rata-rata genset untuk menghasilkan 4 kwh membutuhkan 1 lt
BBM. Selama setahun, kebutuhan ini kira-kira setara dengan 872 kwh per
orang per tahun atau total kebutuhan daya sekitar 22 GWe.
Sayangnya sampai saat ini belum ada teknologi yang memungkinkan
mendistribusikan kebutuhan energi ke setiap sel penyusun tubuh selain
menggunakan darah yang tentu saja lebih suka mengangkut glukosa. Tapi
tidak perlu kuatir, karena Matahari dan tanaman semacam padilah yang
akan mengerjakannya untuk kita. Kita tinggal menjaga lahan agar tetap
bisa ditumbuh dengan segala kebutuhan unsur hara dan pengairan yang
memadai.
Berapa Ha lahan yang dibutuhkan untuk memenuhi Energi ini? Apakah
dalam jangka panjang, katakanlah dalam jangka waktu 300 tahun (seperti
jangka waktu masa kejayaan dinasti Ming di Cina), lahan NKRI mampu
memenuhi kebutuhan energi dasar 220 juta penduduk dan pertumbuhannya?
Anggab saja kebutuhan energi dasar ini hanya dipenuhi oleh makanan beras
dan umbi-umbian yang ditanam di 20% dari wilayah daratan yang luasnya
mencapai 1,9 jt km2 atau setara dengan 5,7 % dari total 6,7 jt km2.
Mari kita tengok kembali kepada apa yang sudah Gusti Ingkang Murbeng
Dumadi berikan melalui energi matahari yang menyinari wilayah NKRI,
seperti dalam perhitungan kocak ala loedroek setahun yang lalu berikut :
Bagaimana mengukur daya yang disumbangkan oleh Matahari ke NKRI ?
Alat yang paling efiesien untuk mengubah energi matahari ini adalah
hasil engineering manusia yang berupa solar cell dengan kemampuan 4,6
kWh/m2/hari, atau setara dengan rata-rata daya 191,7 Watt (Jadi kalau
mau ekstrim, 1 orang cukup dengan 1 m2 sudah bisa hidup he..he…) dalam
jangka lama, secara rata-rata daya yang kita terima dari matahari yang
bisa dimanfaatkan untuk menunjang kehidupan setara dengan :
Daya(average long term) = 6,7 jt km2 x 191,7 W/m2
= 1.286.722 GWe
Daya(average long term) = 6,7 jt km2 x 191,7 W/m2
= 1.286.722 GWe
Potensi energi yang bisa dimanfaatkan tentu jauh lebih kecil dari angka tersebut, karena efisiensi alam lebih rendah dari pada mesin-mesin hasil rancang bangun anak manusia. Kenapa lebih rendah, karena memang kehidupan tidak melulu masalah efisiensi tinggi. Meskipun jika Tuhan mau, manusia tidak perlu makan sepanjang hayatnya, dengan pemanfaatan energi inti yang ditanam dalam tubuh manusia misalnya. Tapi toch inilah hidup, manusia mesti makan karbohidrat untuk memenuhi energinya, untuk mendapat itu dia musti menanam padi atau gandum, meskipun energinya sudah disumbangkan oleh Matahari. Malah Matahari seolah-olah buang-buang energi, dengan menyebarkan energinya kesegenap penjuru. Efisiensi 10% adalah angka yang masih optimis untuk mengukur total potensi energi terbarukan ini. Tapi biarlah, kita gunakan saja 10% ini agar nanti didapat angka potensi energi bumi yang membuat kita senang. Maka totalnya potensi energi yang bisa kita manfaatkan adalah 128.672 GWe.
Jadi dengan lahan 5,7% wilayah NKRI kita akan mendapatkan daya maksimum sebesar 7.928 GWe. Kita asumsikan berat beras hanyalah 10% dari total tumbuhan padi, maka angka maksimum daya yang dihasilkan tananam padi untuk luas lahan 38 juta Ha tersebut adalah 793 GWe. Angka ini jauh lebih besar daripada kebutuhan dasar tubuh rakyat NKRI yang saat ini mencapai 22 GWe saja dan tentu saja akan cukup bahkan untuk 300 tahun kedepan jika penduduk NKRI menjadi 3 Milyar jiwa.
Apakah angka ini cocok untuk hasil pertanian padi kita saat ini yang
bisa menghasilkan beras 5 ton beras per Ha dengan masa produktif 2 kali
setahun berarti menghasilkan 10 ton per Ha? Jumlah penduduk Indonesia
yang berjumlah 220 juta kebutuhan energi rata-rata ideal adalah 2250
kkal/hari yang bisa dipenuhi dengan 250 gram beras dan tambahan
lain-lain yang setara dengan 250 gram beras atau total menjadi setara
dengan 0,5 kg beras ( Sebagai catatan ini mengindikasikan energi yang
terkandung dalam 1 kg beras hampir setara dengan 1 lt BBM).
Untuk saat ini dengan hasil 10 ton beras per Ha per tahun, maka per
m2 menghasilkan 1 kg beras per tahun. Untuk kebutuhan per orang setara
dengan 0,5 kg beras maka dibutuhkan 183 m2 lahan per orang. Jadi untuk
kebutuhan 220 juta penduduk, idealnya cukup dengan 4 juta Ha lahan. 4
juta Ha lahan ini akan menghasilkan daya sekitar 22 GWe, cukup untuk
kebutuhan rakyat Indonesia.
Jika kita lihat perhitungan sebelumnya, 38 jt Ha akan menghasilkan
maksimum 793 GWe, maka untuk 4 jt Ha bisa menghasilkan maksimum 76 GWe.
Angka ini masih wajar, jadi kemungkinan besar 4 jt Ha lahan akan bisa
menghasilkan lebih dari 10 ton beras pertahun per hektar, bahkan bisa
jadi dengan teknologi pertanian yang mantap bisa dicapai hasil 30 ton
beras per Ha per tahun. Jadi dengan kondisi saat ini, sebenarnya 4 juta
Ha lahan sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok NKRI.
Sebagai catatan saat ini kita memiliki luas lahan sawah 12 juta Ha
yang 30% beralih peruntukan menjadi fungsi lain termasuk untuk
perumahan. Jadi tinggal 8 juta Ha lahan sayah, yang sebenarnya sudah
cukup untuk memenuhi kebutuhan beras NKRI dan seharusnya bisa juga untuk
memenuhi ekspor. Mungkin yang perlu diperbaiki adalah masalah pupuk,
bibit, dan pengairannya saja.
Lebih jauh, idealnya saat ini petani per keluarga memiliki
penghasilan 5 juta sebulan. Jika asumsi cost 50% dari revenue, berarti
dibutuhkan revenue 10 juta sebulan atau 120 juta per tahun. Dengan
asumsi harga beras 5000 per kg cukup, dibutuhkan rata-rata 2,4 Ha per
KK. Artinya untuk memenuhi kebutuhan pokok NKRI cukup ditangani oleh 1,7
juta petani inti yang hidup layak yang bertanggung jawab menghidupi 8,4
juta jiwa keluarganya.
Dengan perluasan asumsi yang bergerak di bidang pertanian untuk
sumber gizi sama dengan petani inti maka diperlukan juga 8,4 juta jiwa
(termauk keluarganya) dan jumlah yang sama untuk nelayan 8,4 juta jiwa
total 33,2 juta jiwa. Jika diperlukan jumlah yang sama untuk ke
pengolahan produk pertanian 33,2 juta jiwa dan supportnya. Maka idealnya
jumlah jiwa yang bergerak di bidang pertanian, perikanan dan produk
turunannya cukup ditangani oleh 66,4 juta jiwa (Asumsi tiap KK ada 5
jiwa). Berarti komposisinya cukup 30 persen saja yang bergerak dibidang
pertanian dan perikanan dari total 220 juta jiwa agar NKRI makmur.
Salam,
-yohan S-
-yohan S-
NKRI memiliki masa depan yang sangat cerah II :
Yohan Suryanto
Dalam jangka panjang, sumber energi kita cukup untuk memenuhi kebutuhan energi listrik rakyat Indonesia yang makmur
Dalam pembahasan “NKRI memiliki masa depan yang sangat cerah I”, kita
melihat bahwa kebutuhan energi dasar yang berupa bahan makanan,
penggerak dasar kehidupan manusia Indonesia agar tumbuh segala
imajinasi, apresiasi akan keindahan dan segala harmoni kehidupan, bisa
tercukupi untuk mendukung kemakmuran NKRI dalam jangka panjang.
Setidaknya untuk 300 tahun kedepan, sebuah durasi waktu yang setara
dengan kejayaan dinasti Ming di Cina.
Kebutuhan tersebut bisa dipenuhi cukup dengan mengalokasikan maksimum
20% lahan daratan atau 5,7 % luas wilayah Indonesia keseluruhan.
Dengan luas yang setara dengan 38 jt Ha lahan pertanian ini, akan
didapat daya pokok yang berupa sumber makanan kira-kira sebesar 793
GWe. Dengan daya 100 watt per orang, sebenarnya luas lahan ini cukup
untuk kebutuhan sampai 3 Milyar penduduk (Maksimum untuk 7,98 Milyar
penduduk, tetapi sudah diperhitungkan juga untuk factor pengaman,
gizi, dan realisasi kemajuan teknologi pertanian) penduduk NKRI dalam
jangka waktu 300 tahun kedepan.
Jika kita berkaca pada Negara yang sudah maju seperti USA yang
konsumsi energi listriknya tahun 2005 secara nasional mencapai 12.347
kWh perkapita pertahun, maka konsumsi energi listrik NKRI dalam jangka
panjang harus ditingkatkan dari konsumsi saat ini yang mencapai 530
kWh per kapita pertahun menjadi setidaknya 12.347 kWh perkapita
pertahun dalam jangka panjang agar tidak malu menyebut sebagai Negara
makmur. Idealnya untuk saat ini, dengan penduduk sekitar 220 juta,
diperlukan energi listrik sebesar 2.716.340 GWh pertahun. Dan untuk
kebutuhan 3 Milyar penduduk dalam jangka panjang, diperlukan energi
listrik sebesar 36.525.013 GWh pertahun
Jika kita lihat tulisan “Hitungan Energi Matahari”, potensi energi
terbarukan untuk listrik di Indonesia dari potensi angin, bio diesel,
ombak, dan air sungai yang realistis setara dengan daya 49 GWe. Energi
panas bumi, berdasarkan data Menteri Energi Sumber Daya Mineral,
Purnomo Yusgiantoro : Indonesia memiliki potensi energi panas bumi
sebesar 27 GWe atau 40 persen dari cadangan panas bumi dunia (11
Desember 2007,Antara). Dan berdasarkan tulisan “catatan stadium
general on Nuclear Energi”, keseluruhan cadangan batubara dan uranium
kita akan cukup untuk waktu kurang dari 100 tahun kedepan. Maka dalam
jangka panjang, sumber-sumber energi ini bahkan tidak akan mampu
mendukung kemakmuran NKRI yang layak dengan jumlah penduduk seperti
sekarang (220 juta orang) dalam 300 tahun kedepan seperti terlihat
dalam tabel berikut.
Tabel 1 : Pemenuhan Energi jangka panjang ver 1.1
Kecuali berhasil mendaratkan orang-orang Indonesia di planet lain
yang mengandung Uranium atau bisa menemukan energi fusi hidrogen, kita
juga harus menemukan alternative solusi yang kira-kira realistis
untuk dikembangkan dalam jangka panjang.
Melihat gambaran kenyataan tersebut, sebaiknya Batubara dan uranium
secara strategis tidak kita manfaatkan 100% untuk kebutuhan listrik
Negara NKRI yang makmur dalam 59 tahun kedepan.
Karena itu berarti
segala hutan kita diatas lahan batubara akan gundul, dan setelah itu
tak punya cadangan uranium lagi. Untuk mendukung kemakmuran selama
300 tahun, sumber-sumber energi ini harus di harmonisasikan dengan
alternatif yang lain.
Misalnya Batubara dan Uranium cukup untuk
kebutuhan 30% dari kebutuhan ideal kemakmuran untuk mengantar menuju
masyarakat makmur tahap 1 dalam jangka 50 tahun kedepan. Dan sisanya
Batubara lebih baik digunakan untuk sumber gas untuk kebutuhan pupuk
pertanian atau sumber BBM misalnya.
Dan Nuklir setelah belajar
pengembangan di BATAN dan mendirikan Reaktor Nuklir untuk listrik
dalam waktu dekat, barulah 20 tahun lagi bisa memanfaatkannya untuk
‘bahan bakar’ kapal-kapal induk dan kapal selam NKRI untuk mengamankan
wilayah dan perikanan NKRI.
Lantas bagaimana jika kita belum berhasil menemukan energi fusi atau
tidak bisa mencari uranium di planet lain, apakah kita masih bisa
survive sebagai Negara makmur dalam 300 kedepan?
Matahari sudah dan terus menerus dengan tanpa perhitungan ekonomi
memberikan pada kita daya sebesar 1.286.722 GWe yang mungkin bisa kita
manfaatkan. Dengan pilihan teknologi yang efisien, kita bisa
mengkonversinya menjadi sesuatu yang mencukupi dalam jangka panjang.
Untuk kebutuhan masyarakat makmur, dengan jumlah penduduk 3 Milyar
yang membutuhkan energi listrik sebesar 36.525.013 GWh per tahun akan
cukup dipenuhi dengan minimum 4.170 GWe atau cukup 0,32% dari apa
yang sudah diberikan oleh Matahari pada kita tersebut. Ini berarti,
besar kemungkinan kita bisa memenuhi kembutuhan masyarakat NKRI makmur
selama 300 tahun kedepan.
Berdasarkan masukan dari teman mailing list IA-ITB yang menyebutkan
bahwa di Cina untuk reservasi energi digunakan bendungan, maka ini
bisa dikombinasikan dengan apa yang sudah dikaruniakan oleh Gusti
Ingkang Murbeng Dumadi tersebut. Saat ini PLTS masih relative mahal
karena selain ketersedian Sel Surya dan juga kendala penyimpanan
energi listrik yang berupa batere untuk kapasitas sangat tinggi.
Dengan kombinasi ini diharapkan harga PLTSA (Pembangkit Listrik Tenaga
Surya dan Air) bisa ditekan sampai kira-kira setara dengan harga
PLTA+Masif Sel Surya. Jadi kemungkinan mahalnya tidak akan
berlipat-lipat, tetapi sekitar harga PLTA + Rp 275 per kWh.
Seandainya kita membangun PLTSA setelah 20 tahun kedepan untuk
menunjang kemakmuran NKRI, kita memerlukan sistem bendungan untuk
penyimpan energi surya. Karena kita hanya bisa mengambil energi surya
disaat siang, tidak hujan, dan ada gradien dari saat matahari terbit
sampai matahari tenggelam. Dengan asumsi 90 hari hujan per tahun,
energi sel surya per m2 4,6 kWh perhari, maka untuk satu sistem PLTSA
dengan energi 7.590 GWh per tahun (atau daya sekitar 1,15 GWe)
dibutuhkan sel surya dengan luas 2×3 km2. Dengan system ini, dibutuhkan
luas sel surya untuk memenuhi kebutuhan jangka panjang sesuai dengan
tabel 2 berikut.
Terlihat dari tabel 2 tersebut dari sisi sel surya, tidak ada masalah
dan hanya akan menambah investasi sebesar Rp 275 per kWh dan dari
sisi lahan masih realistis, masih bisa dicarikan lahan ditepi-tepi
pantai yang gersang atau memiliki kontur yang agak terjal yang cocok
untuk bendungan. Sel surya ini dibentangkan diatas bendungan yang
dibangun yang berfungsi sebagai reservoir.
Tantangannya adalah untuk menyimpan energi matahari yang dihasilkan
oleh sel surya tersebut agar distribusi listrik bisa dilakukan sesuai
kebutuhan saat malam hari dan disaat hujan. Salah satu caranya adalah
dengan membangun bendungan reservoir energi sebagai pengganti sistem
batere yang sangat mahal untuk kapasitas raksasa ini. Berapa besar
bendungan yang kita perlukan? Dari rumus energi potensial :
E = mgh.
Jika kita ingin reservoir tersebut cukup untuk cadangan selama 2 hari
dibutuhkan sistem yang mampu menampung 42 GWh. Dengan m= 1000 kg/m3,
g= 9,8 m/s2 dan ketinggian bendungan 100 m, kaka dibutuhkan luas
bendungan untuk satu sistem ini sebesar 153 km2 atau 10×15 km2
(sekitar 20% luas Jakarta). Kebutuhan bendungan ini memang sangat luas
dibanding sistem utamanya, dan mungkin baru layak kita bangun setelah
20 tahun kedepan (Misalnya bendungan untuk melindungi pantai
strategis dari kenaikan tinggi laut, seperti di Belanda). Tapi
setidaknya kita memiliki solusi untuk kemakmuran NKRI dalam 300
kedepan.
Dengan sistem PLTSA tersebut, untuk mendukung kemakmuran NKRI dengan
jumlah penduduk saat ini atau mengikuti pertumbuhan penduduk kedepan,
dibutuhkan jumlah sistem seperti dalam tabel 3 berikut.
Melihat kenyataan tersebut, untuk 3 milyar penduduk diperlukan 4.812
sistem bendungan dengan luas yang memakan 38,69 % dari luas daratan
NKRI, ini adalah sinyal kita harus menekan angka pertumbuhan penduduk
dibawah 0,51% pertahun. Dengan demikian dalam 300 tahun kedepan akan
ada 1 Milyar penduduk Indonesia, dan kita memerlukan sistem bendungan
yang menghabiskan 13,24 % wilayah daratan atau jika dibangun juga
ditepian pantai akan menghabiskan 4 % dari wilayah total wilayah NKRI.
Dengan penduduk 1 Milyar, dengan dukungan energi pokok dan gizi yang
menghabiskan lahan 20% wilayah daratan, dan energy listrik yang
menghabiskan lahan 4% – 13,24% wilayah daratan, NKRI mampu menjadi
Negara makmur bahkan untuk masa setidaknya 300 tahun.
Salam,
-yohan S-
Salam,
-yohan S-
Uang dan Emas
Cibinong, 15 Agustus 2010
http://yohans.wordpress.com/2010/09/18/uang-dan-emas/
Menjadikan emas sebagai alat tukar dilingkungan kelompok tertentu
atau region tertentu dewasa ini mungkin sah-sah saja. Ini seperti
kembali kemasa ketika emas menjadi alat tukar dan juga sebagai backup
uang sebelum tahun 1970. Dalam lingkungan yang lebih sempit nilai
intrinksik emas mungkin saja bisa mewakili nilai intrinksik dari
barang-barang yang diperlukan oleh sekelompok orang atau di region
terbatas.
Hal ini karena keberadaan emas yang melimpah disuatu region
atau group menyebabkan total nilai intriksi emas disuatu lingkungan
tertentu bisa jadi mencukupi untuk menilai nilai intriksi barang-barang
yang diperdagangkan. Tetapi untuk kepentingan yang lebih luas apalagi
kepentingan global, secara teknis saat ini emas tidak memungkinkan
sebagai alat tukar.
Perdagangan dengan emas (uang real) secara teoritis tidak mungkin.
Hal ini karena sejak jaman revolusi industri, kebutuhan manusia dengan 7
Milyar manusianya sudah sedemikian kompleksnya dibanding masyarakat
awal yang berbasis pada pertanian. Barang-barang yang bernilai tidak
lagi terbatas pada kebun tomat, kebun padi dan kelapa. Barang-barang
yang bernilai bermunculan dan belum pernah disaksikan sebelum kelahiran
revolusi industry. Sebut saja, pesawat udara, gedung megah yang
menjulang ke langit setengah kilometer tingginya, komputer, chipset,
smart phone dan lain-lain.
Total nilai intrinksik emas seluruh dunia hanyalah sebagian kecil
dari total nilai intriksi barang-barang yang akan diwakilinya. Secara
matematis saat ini saja katakanlah total nilai intrinksik emas (nilai
real pasaran) katakanlan = A
Total kebutuhan energy dunia nilainya = B
Total kebutuhan besi = C
Total kebutuhan bahan makanan = D
Total kebutuhan tembaga = E
Total nilai intriksi bangunan = F Dst.
Total kebutuhan besi = C
Total kebutuhan bahan makanan = D
Total kebutuhan tembaga = E
Total nilai intriksi bangunan = F Dst.
Secara matematis pasti nilai intriksi A < A+B+C+D+F dst.
Okelah kalau gitu. Memang tidak mungkin emas sebagai barang komoditas
sekaligus sebagai alat tukar real. Karena pada dasarnya jika suatu
barang dijadikan komoditas dan sekaligus sebagai alat tukar, maka
kejadiannya pasti seperti itu. Secara matematis, nilai komoditas dari
barang itu tidak mungkin bisa mengcover nilai komoditas dari dirinya
sendiri ditambah nilai komoditas dari total barang-barang lainnya.
Kita
bisa saja berargumen cobalah emas jangan dijadikan barang komoditas,
tetapi jadikan ia hanya sebagai uang atau alat tukar.
Marilah kita lihat saat ini, anggab saja bank sentral mampu
mengumpulkan semua emas ditangan pemilik swasta, berapa emas yang bisa
dijadikan uang. Saat ini total emas yang bisa dijadikan uang adalah
sekitar 157.000 ton. Nilai intriksi emas ini adalah hanya 51.967 Trilyun
rupiah. Jelas jauh lebih kecil dari nilai intriksi total barang-barang
yang akan diperdagangkan diantara umat manusia. Jangankan untuk
perdagangan antara semua umat manusia yang mencapai 7 Milyar, untuk
perdagangan antar negara saja nilai intriksi emas masih belum mencukupi.
Untuk saat ini nilai intriksi emas hanya bisa mengkover 46% volume
perdagangan dunia, belum lagi ditahun-tahun yang akan datang. Praktis
pertukaran uang real menjadi tidak memungkinkan. Yang terjadi
paling-paling over value dari nilai emas saat ini, alias uang emas akan
bernilai sekian kali lipat dari nilai intriksiknya. Dan over value ini
akan terus naik, mengingat pertumbuhan cadangan emas merangkak seperti
keong dibanding pertumbuhan penduduk dan kebutuhan perdagangan global.
Begitu juga untuk Indonesia, alat tukar emas bukanlah pilihan yang
bijak. Hal ini mengingat cadangan emas Indonesia hanya sebagian kecil
dari cadangan emas dunia, sementara kebutuhan penduduk Indonesia yang
mencapai 238 juta jiwa bukan hanya melulu masalah emas. Jika mata uang
emas diperlakukan, bagaimana Indonesia akan menilai cadangan emas yang
dimilikinya dengan total nilai ekonomi dan segala kekayaan pendukuk dan
alam yang belum digali itu. Karena nilai intriksik emas diharapkan sama
disemua bagian di dunia, maka bandingkan dengan pihak swasta yang
menimbun emas berton-ton diluar sana, tiba-tiba memiliki kekayaan yang
lebih besar dari total nilai emas dus semua perekonomian Indonesia yang
sebelumnya nggak.
Jadi untuk kebutuhan mata uang global dan mata uang Indonesia, akan lebih bijak jika mata uang ini dari sisi bahan tidak terbatas, tetapi dibatasi oleh kepentingan perdagangan antar manusia itu sendiri. Yaitu angka yang disepakati.
Salam,
-yohan-Al-Quran dan Ilmu Nuklir
http://tsani-oke.blogspot.com/2011/01/al-quran-dan-ilmu-nuklir.html
Kawan pernahkan kalian
pikirkan atau sudah pernahkan ada tersirat dalam pikiran kalian
pertanyaan, hal apakah yang paling kecil di bumi ini? Nah, dalam
postingan ini akan dibahas mengenai perkembangan teknologi dan hal yang di terdapat dalam Al-Quran mengenai teknologi yang akan dibahas nantinya.
Untuk mempersingkat basa-basinya, mari kita mulai saja materinya mengenai, Al-Quran dan Ilmu Nuklir.
"Tidak tersembunyi bagi-Nya
sesuatu seberat atom di langit dan di bumi dan tidak pula yang lebih
kecil maupun yang lebih besar dari itu, kecuali tercatat dalam kitab
secara jelas."
Dalam ayat ini kita dapat melihat
bahwasannya telah terbukti dengan nyata kebenaran bahwa ada suatu benda
kecil yang pada mulanya ditemukan sekitar permulaan abad ke-20, ialah
atom. Berbagai atom pada saat itu ditemukan seperti atom uranium, atom
radium dan sebagainya yang pada saat itu terpecah dengan sendirinya.
Apa itu Uranium? Bahwa uranium
adalah suatu unsur kimia yakni zat kimia yang sudah tidak bisa dibagi
lagi menjadi zat kimia lain dalam sebuah tabel periodik yang dilambangkan oleh U
dan bernomor atom 92 (angka yang menunjukan jumlah proton dalam dalam
inti atom). Uranium merupakan sebuah zat logam berat, beracun, memiliki
warna putih keperakan dan memiliki radioaktif yang alami.
(Tabel Periodik)
Apa itu radium? Radium adalah sebuah unsur kimia yang memiliki simbol Ra
dan juga memiliki nomor atom 88. Radium memiliki warna hampir putih
bersih, bedanya dengan uranium adalah radium ini mudah teroksidasi jika
terkena atau terekspos dengan udara dan akan menjadi hitam. Radium ini
memiliki tingkat radioaktivitas yang tinggi dengan isotop paling stabil.
Atom adalah suatu satuan dasar yang memiliki 3 massa di dalamnya (Pada atom uranium). Yakni:
1. Sebuah massa atom yang didalamnya mengeluarkan dan membawa arus listrik positif disebut Alfa.
2. Sebuah massa atom yang membawa arus listrik negatif yang disebut Beta.
3. Sebuah sinar yang memancar yang selanjutnya disebut sinar Gama.
Pada suatu keterangan disebutkan
bahwa telah ditemukan pecahan yang lebih kecil dari atom, hal ini
dilakukan oleh seorang sarjana dari Akademi Berlin bernama Hahen dan Eshtrasman, yang mampu memecahkan atom uranium menjadi dua bagianbesar dan bagian yang kecil.
Pada awal telah disebutkan bahwa dalam Al-Quran pada 14 abad lalu bahwa adanya sebuah unsur terkecil yakni atom.
Itulah mungkin sedikit yang dapat disampaikan. Terus saksikan Belajar, Bukan Main-Main Semoga bermanfaat. Terima kasih atas kunjungannya ^_^
Itulah mungkin sedikit yang dapat disampaikan. Terus saksikan Belajar, Bukan Main-Main Semoga bermanfaat. Terima kasih atas kunjungannya ^_^
Al-Quran dan Ilmu Nuklir
Reviewed by Muhammad Tsani Abdul Hakim
on
Rating:
Share on: Twitter, Facebook, Delicious, Digg, Reddit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar