Ketua MK Memberikan Ceramah di Kompas Gramedia
Jumat, 07 September 2012
| 17:07 WIB
Dibaca:
15
Ketua Mahkamah Konstitusi Moh. Mahfud MD memberikan ceramah
(tausiyah) dihadapan ratusan karyawan Kompas Gramedia, dalam sebuah
acara halal bi halal yang diselenggarakan oleh Kompas Gramedia, Kamis
(6/9), di Halaman Utama Kompas TV, Jakarta. Presiden Kompas Gramedia
Jacob Oetama, beserta para pimpinan sejumlah media masa yang berada
dalam naungan Kompas Gramedia juga hadir dalam acara tersebut.
Dalam tausiyahnya, Mahfud mengawali dengan menjelaskan terkait idul
fitri. Menurutnya, keberadaan hari raya idul fitri dimaksudkan supaya
setiap orang islam yang ada di dunia ini bisa menjadi fitri (suci)
kembali. Sehingga dengan kesucian tersebut, manusia bisa melangkah lebih
baik dengan kesuciannya, dan tidak melangkah dengan segala noda yang
melekat pada dirinya.
Dalam hal ini, Mahfud memperkuat penjelasannya dengan menyitir ayat
dari Al-Quran yaitu Tuhan menciptkan manusia dari gumpalan tanah, dan
akhirnya akan kembali ke tanah. Kemudian, pada ayat beikutnya, kata dia,
setelah tanah terbentuk tubuh, Tuhan meniupkan ruh pada tanah tersebut.
“Setelah Tuhan meniupkan ruh pada tanah tersebut, maka menjadi mulialah
manusia ini, kemudian seluruh mahluk hidup tunduk kecuali iblis,” tutur
Mahfud MD.
Selanjutnya, Mahfud mengatakan lagi, dalam tubuh manusia juga ada 2
(dua) unsur, yaitu tanah dan ruh. Unsur tanah melambangkan nafsu, yang
selalu mengajak setiap orang untuk melakukan perbuatan jelek. Kalau anda
menusia pasti suatu saat akan melakukan perbuatan jelek. kalau anda
tidak pernah melakukan perbuatan jelek, maka anda bukan manusia, tetapi
malaikat.
Sebaliknya, unsur ruh melambangkan kebaikan. Setiap orang seberapapun
jeleknya pasti mempunyai sifat yang baik atau ingin berbuat baik,
disebabkan ada unsur ruh yang didapatkan dari Allah SWT. “Kalau tidak
ingin berbuat jelek berarti bukan manusia tetapi malaikat, namun kalau
tidak ingin berbuat baik pasti setan. Jadi manusia itu ada unsur berbuat
baik, ada unsur berbuat jelek,” urai Guru Besar Universitas Islam
Indonesia ini.
Disini timbul sebuah pertanyaan, untuk apa idul fitri. Menurut
Mahfud, idul fitri adalah kembali suci. “Sebenarnya kita adalah orang
yang baik, dengan adanya idul fitri kita kembali ke kebaikan,”
terangnya.
Diskrimnasi Melanggar Fitrah
Disamping menjelaskan berkaitan dengan asal-usul manusia, Mahfud juga
menjelaskan lebih luas lagi, yakni hubungan fitrah manusia dengan
fitrah sebuah bangsa atau negara. Menurutnya, fitrah setiap orang akan
mempengaruhi fitrah suatu bangsa. Sebab, fitrah adalah asal kejadian
yang membentuk manusia. Kemudian, negara pastinya juga mempunyai asal
kejadian yakni fitrahnya kembali ke ideologinya, kembali ke konstitusi
yang benar. “Itu negara yang fitrah,” ucap Ketua MK tersebut.
Oleh karena itu, kata Mahfud, bernegara merupakan fitrah bagi
manusia. Dimana setiap hidup di dunia ini tidak bisa hidup tanpa adanya
negara. Sehingga manusia harus bertanggung jawab terhadap kelangsungan
bangsanya. “Kita merasa bertanggung jawab atas kelangsung dan
keselamatan bernegara, karena fitrah kita sendiri perlu kepada fitrahnya
negara,” jelasnya.
Lebih penting lagi, kata Mahfud, masyarakat Indonesia sebenarnya
sadar hidup di negaranya, dan sadar sepenuhnya hidup dengan perbedaan
dan keberagaman. “Dan itu adalah fitrah dari bangsa indonesia,” ucapnya.
“Sehingga tidak mungkin kita memaksakan orang itu menjadi sama. Kalau
kita memaksakan menjadi sama, fitrahnya hancur, dan negara juga hancur,”
tambahnya.
Oleh karena itu, Mahfud melanjutkan mengatakan tidak boleh ada
perilaku diskriminasi pada suatu kelompok, etnis, maupun kelompok agama.
Sebab, hal demikian melanggar fitrah, baik fitrah manusia maupun
negara, dan melakukan diskriminasi terhadap kelompok agama. (Shohibul Umam/mh)
Saat Bersalawat Orang Sunni Akui Kekhalifahan Syiah
Tribun Jogja - Kamis, 6 September 2012 22:25 WIB
TRIBUNNEWS.COM/FX ISMANTO
MAHFUD
MD TERIMA CEDERA MATA DARI JAKOB OETAMA - Ketua Mahkamah Konstitusi RI
Mohammad Mahfud MD menerima cedera mata dari Presiden Komisaris Kompas
Gramedia Jakob Oetama usai memberikan tausiah dalam acara halal bihalal
bersama karyawan Kompas Gramedia, Kamis (6/9/2012) yang berlangsung di
halaman Studio 21 Orange Kompas TV, Jakarta. (TRIBUNNEWS.COM/FX ISMANTO)
Berita Terkait
- Dien Syamsudin Minta Ulama Tak Keluarkan Fatwa Sesat…
- Komnas Perempuan Kecam Pelaku Kekerasan di Sampang
- SBY: Persoalan Sampang Bukan Hanya Soal Beda Aliran…
- Kasus Sampang Bermula dari Kalah Pamor
- Polda Jatim Periksa Tujuh Provokator Kekerasan Sampang
- Menag : Akar Konflik Sampang karena Masalah Keluarga
TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Ketua
http://jogja.tribunnews.com/2012/09/06/saat-bersalawat-orang-sunni-akui-kekhalifahan-syiah
Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD lahir dan dan besar di pondok
pesantren di Madura. Sejak kecil hingga dirinya kini menjadi tokoh
nasional, tak pernah ada konflik Sunni dan Syiah di Madura.
Kini Mahfud pun heran, kenapa ada konflik Syiah dan Sunni di Madura. Saking rukunnya, warga Sunni pun saat bersalawat juga menyebut ahlul bayt (keluarga Nabi Muhammad SAW) yang selama ini dipercaya oleh Syiah sebagai penerus kekhalifahan.
"Saya orang Madura, sejak bayi hingga umur 16 tahun saya hidup dan besar di Madura. Dari dulu tidak ada konflik Sunni dan Syiah. Itu baru muncul 2010. Di Madura tidak pernah dipermasalahkan aliran-aliran itu. Semuanya hidup berdampingan secara damai. Di Madura juga ada gereja, kelenteng. Dari dulu orang Madura berbeda-beda agama dan aliran, tapi tidak ada apa-apa," ujar Mahfud MD saat memberi ceramah dalam acara Halal Bihalal Karyawan Kompas Gramedia di Halaman Gedung Oranye Kompas Gramedia, Jakarta, Kamis (6/9/2012).
Kini Mahfud pun heran, kenapa ada konflik Syiah dan Sunni di Madura. Saking rukunnya, warga Sunni pun saat bersalawat juga menyebut ahlul bayt (keluarga Nabi Muhammad SAW) yang selama ini dipercaya oleh Syiah sebagai penerus kekhalifahan.
"Saya orang Madura, sejak bayi hingga umur 16 tahun saya hidup dan besar di Madura. Dari dulu tidak ada konflik Sunni dan Syiah. Itu baru muncul 2010. Di Madura tidak pernah dipermasalahkan aliran-aliran itu. Semuanya hidup berdampingan secara damai. Di Madura juga ada gereja, kelenteng. Dari dulu orang Madura berbeda-beda agama dan aliran, tapi tidak ada apa-apa," ujar Mahfud MD saat memberi ceramah dalam acara Halal Bihalal Karyawan Kompas Gramedia di Halaman Gedung Oranye Kompas Gramedia, Jakarta, Kamis (6/9/2012).
Ditambahkan
Mahfud, orang Madura baru marah jika istrinya digoda orang lain.
"Selama ini tidak ada apa-apa. Yang masalah, kalau istri diganggu
orang," ujar Mahfud sambil tersenyum.
Menurut Mahfud, konflik Syiah dan Sunni di Madura itu terjadi baru belakangan ini. Mahfud yang besar di pondok pesantren, menceriterakan hidup rukunnya Syiah dan Sunni yang sampai digunakan dalam salawat.
"Saat bersalawat, orang Sunni juga mengakui (kekhalifahan) Syiah. Contohnya ahlul bayt itu kerap disebut dalam salawat. Dan selama ini enggak apa-apa," jelas Mahfud.
Bahkan dalam doa warga Sunni di Madura juga menyebut detail keturunan Nabi Muhammad yang dipercaya menjadi khalifah. "Itu enggak apa-apa, tidak ada masalah selama ini," lanjut Mahfud.
Seperti diketahui, kaum Sunni mengakui bahwa khulafur rasyidin atau empat khalifah yakni Abu Bakar, Umar Bin Khatab, Ustman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib. Sedangkang kaum Syiah hanya mengakui Ali Bin Abi Thalib sebagai khalifah. Kaum Syiah menganggap, penerus sah kepemimpinan Muhammad SAW adalah Ali dan lalu diteruskan imam yang suci dari kalangan Ahlul Bayt (keluarga Nabi Muhammad SAW). (*)
Menurut Mahfud, konflik Syiah dan Sunni di Madura itu terjadi baru belakangan ini. Mahfud yang besar di pondok pesantren, menceriterakan hidup rukunnya Syiah dan Sunni yang sampai digunakan dalam salawat.
"Saat bersalawat, orang Sunni juga mengakui (kekhalifahan) Syiah. Contohnya ahlul bayt itu kerap disebut dalam salawat. Dan selama ini enggak apa-apa," jelas Mahfud.
Bahkan dalam doa warga Sunni di Madura juga menyebut detail keturunan Nabi Muhammad yang dipercaya menjadi khalifah. "Itu enggak apa-apa, tidak ada masalah selama ini," lanjut Mahfud.
Seperti diketahui, kaum Sunni mengakui bahwa khulafur rasyidin atau empat khalifah yakni Abu Bakar, Umar Bin Khatab, Ustman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib. Sedangkang kaum Syiah hanya mengakui Ali Bin Abi Thalib sebagai khalifah. Kaum Syiah menganggap, penerus sah kepemimpinan Muhammad SAW adalah Ali dan lalu diteruskan imam yang suci dari kalangan Ahlul Bayt (keluarga Nabi Muhammad SAW). (*)
Editor : M Iwan Al Khasni SIP || Sumber : Tribunnews
Akses Tribunjogja.com lewat perangkat mobile anda melalui alamat m.tribunjogja.com
Kasus Sampang Bermula dari Kalah Pamor
Tribun Jogja - Senin, 27 Agustus 2012 14:22 WIB
http://jogja.tribunnews.com/2012/08/27/kasus-sampang-bermula-dari-kalah-pamor
Berita Terkait
- Ketua PBNU: Konflik Sampang Bukan Konflik NU dan Syiah
- SBY: Persoalan Sampang Bukan Hanya Soal Beda Aliran…
- Menag : Akar Konflik Sampang karena Masalah Keluarga
- Polda Jatim Periksa Tujuh Provokator Kekerasan Sampang
- Kekerasan Sampang Dibawa ke Dewan HAM PBB
- Dien Syamsudin Minta Ulama Tak Keluarkan Fatwa Sesat…
TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA -
Peristiwa penyerangan terhadap komunitas Muslim Syiah di Dusun
Nangkernang, Desa Karang Gayam, Kabupaten Sampang, Madura, pada 26
Agustus 2012, tak serta merta terjadi. Ada muasal peristiwa itu sampai
jatuh korban tewas bernama Hamama (50).
"Alasan primordial adalah kecemburuan para ulama setempat kepada Ustadz Tajul Muluk yang mendapat simpati warga," ujar Koordinator Aliansi Solidaritas Kasus Sampang, Hertasning Ichlas dalam konferensi pers bersama di LBH Jakarta, Senin (27/8/2012).
Menurut Hertasning, kecemburuan itu kemudian dimanfaatkan saudara dari Tajul Muluk untuk mengambil momen ini. Mereka yang kadung membenci pengaruh Tajul akhirnya bergabung dengan Badan Silaturahmi Ulama Madura (Basra) yang ikut kalah pamornya.
Mulanya, mereka ingin memberi pelajaran kepada Tajul dengan mengusirnya keluar Sampang. Tapi itu tidak cukup. Mereka lalu mengkriminalisasinya dengan hukuman penjara dua tahun dengan dalil penodaan agama.
Iklil, kakak kandung Tajul, mengatakan massa pelaku yang melakukan penyerangan, sama dan pernah membakar serta meneror mereka pada 29 Desember 2011. Ancaman penyerangan yang direncanakan usai lebaran sudah disampaikan kepada mereka sebelum dan saat Ramadhan tiba.
Para peneror itu mengancam akan menghabisi warga Syiah jika tetap berada di lokasi yang mereka tinggali sekarang usai Ramadhan. "Kita akan dibuat habis," begitu ucap Iklil. Upaya ke arah sana nyata. Tiga hari sebelum peristiwa Minggu kelabu, mereka melakukan sweeping warga Syiah.
Sekitar pukul 09.00 WIB, Iklil menelpon Polsek Omben dan Polres Sampang, menginformasikan eskalasi massa yang mencekam di kampungnya. Laporan itu disahut polisi dengan janji akan mengirimkan anggota ke TKP. Namun, jumlah mereka terlalu kecil, sekitar lima orang, untuk menghadipi 500 sampai 1000 orang. (*)
"Alasan primordial adalah kecemburuan para ulama setempat kepada Ustadz Tajul Muluk yang mendapat simpati warga," ujar Koordinator Aliansi Solidaritas Kasus Sampang, Hertasning Ichlas dalam konferensi pers bersama di LBH Jakarta, Senin (27/8/2012).
Menurut Hertasning, kecemburuan itu kemudian dimanfaatkan saudara dari Tajul Muluk untuk mengambil momen ini. Mereka yang kadung membenci pengaruh Tajul akhirnya bergabung dengan Badan Silaturahmi Ulama Madura (Basra) yang ikut kalah pamornya.
Mulanya, mereka ingin memberi pelajaran kepada Tajul dengan mengusirnya keluar Sampang. Tapi itu tidak cukup. Mereka lalu mengkriminalisasinya dengan hukuman penjara dua tahun dengan dalil penodaan agama.
Iklil, kakak kandung Tajul, mengatakan massa pelaku yang melakukan penyerangan, sama dan pernah membakar serta meneror mereka pada 29 Desember 2011. Ancaman penyerangan yang direncanakan usai lebaran sudah disampaikan kepada mereka sebelum dan saat Ramadhan tiba.
Para peneror itu mengancam akan menghabisi warga Syiah jika tetap berada di lokasi yang mereka tinggali sekarang usai Ramadhan. "Kita akan dibuat habis," begitu ucap Iklil. Upaya ke arah sana nyata. Tiga hari sebelum peristiwa Minggu kelabu, mereka melakukan sweeping warga Syiah.
Sekitar pukul 09.00 WIB, Iklil menelpon Polsek Omben dan Polres Sampang, menginformasikan eskalasi massa yang mencekam di kampungnya. Laporan itu disahut polisi dengan janji akan mengirimkan anggota ke TKP. Namun, jumlah mereka terlalu kecil, sekitar lima orang, untuk menghadipi 500 sampai 1000 orang. (*)
Editor : Hanan Wiyoko || Sumber : Tribunnews
Akses Tribunjogja.com lewat perangkat mobile anda melalui alamat m.tribunjogja.com
Dien Syamsudin Minta Ulama Tak Keluarkan Fatwa Sesat Syiah
http://jogja.tribunnews.com/2012/08/29/dien-syamsudin-minta-ulama-tak-keluarkan-fatwa-sesat-syiah
Tribun Jogja - Rabu, 29 Agustus 2012 16:25 WIB
internet
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Dien Syamsudin
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ikrob Didik Irawan
TRIBUNJOGJA.COM, SOLO -
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Dien Syamsudin tak sepakat
jika penganut syiah di Sampang, Madura dikatakan sebagai aliran sesat.
Sebab, belakangan ini banyak tokoh ulama yang mengeluarkan fatwa bagi
kelompoknya sendiri bahwa syiah sesat. Ada penolakan dari kelompok
masyakat ini menunjukkan masih adanya sikap intoleransi di Tanah Air.
"Saya tak setuju dengan fatwa beberapa ulama yang mengatakan syiah aliran sesat. Fatwa yang diperuntukkan bagi kelompok mereka sendiri itu malah bisa memicu kerawanan di tengah masyarakat," kata Dien saat ditemui usai mengisi ceramah Massa Taaruf (Masta) mahasiswa baru di kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Rabu (29/8/2012).
Dari pengamatan pria yang juga menjabat sebagai wakil ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini, di sejumlah daerah di Tanah Air masih banyak ulama yang mengatas namakan organisasi ataupun pribadi mengeluarkan fatwa yang memicu persoalan. Kelompok ini menganggap golongan mereka paling benar lalu menganggap sesat kelompok lain sesat karena berbeda paham.
“Saya sudah mempelajari tentang syiah maupun suni, semua muncul setelah wafatnya Nabi Muhammad. Masing-masing ada baik buruknya, ada benar salahnya. Tapi yang perlu ditekankan adalah keduanya Islam,” ujar Dien.
Adanya peristiwa bentrok yang sampai mengakibatkan dua orang tewas kemarin adalah cermin dari sikap masyarakat yang masih sulit menerima perbedaan ketika datang kelompok baru. (*)
"Saya tak setuju dengan fatwa beberapa ulama yang mengatakan syiah aliran sesat. Fatwa yang diperuntukkan bagi kelompok mereka sendiri itu malah bisa memicu kerawanan di tengah masyarakat," kata Dien saat ditemui usai mengisi ceramah Massa Taaruf (Masta) mahasiswa baru di kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Rabu (29/8/2012).
Dari pengamatan pria yang juga menjabat sebagai wakil ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini, di sejumlah daerah di Tanah Air masih banyak ulama yang mengatas namakan organisasi ataupun pribadi mengeluarkan fatwa yang memicu persoalan. Kelompok ini menganggap golongan mereka paling benar lalu menganggap sesat kelompok lain sesat karena berbeda paham.
“Saya sudah mempelajari tentang syiah maupun suni, semua muncul setelah wafatnya Nabi Muhammad. Masing-masing ada baik buruknya, ada benar salahnya. Tapi yang perlu ditekankan adalah keduanya Islam,” ujar Dien.
Adanya peristiwa bentrok yang sampai mengakibatkan dua orang tewas kemarin adalah cermin dari sikap masyarakat yang masih sulit menerima perbedaan ketika datang kelompok baru. (*)
Penulis : Ikrob Didik Irawan || Editor : Hanan Wiyoko
Akses Tribunjogja.com lewat perangkat mobile anda melalui alamat m.tribunjogja.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar