Jumat, 20 Januari 2012

Skenario Menuju Perang Dunia III????.....>>>> Israel Dalam Memicu Serangan Atas Iran....>>> Tujuh Negara Sasaran semntara- sebagai Media Perang Besar Terhadap Cina-Rusia......>>> Medan Timur Tengah dan Afrika Timur menjadi Perang Antara.... Sehingga Kekacauan Dunia dan Opini Dunia... terfokus...>>> Dasar2 Kemanusiaan akan hilang ditelan ambisi Perang....>>> Iraq-Suriah-Lebanon-Sudan-Somalia-Libya- dan Iran akan menjadi Sasaran Tahap I sebelum menggempur Cina-Korut-Rusia....>>> Persiapan awal sejak 1967 sampai sekarang sudah berada pada Pematangan Opini...>> Hollywood akan menjadi Pusat Propaganda..Opini Perang..>>> Arab Saudi -Kuwait dan Negara2 Teluk akan menjadi medan pembantaian senjata2 mutakhir dari semua pihak yang terlibat...>>> Israel telah memiliki Rudal2 jarak Jauh hingga kepenghujung Iran dan Pakistan dan Afghanistan... dengan bantuan AS dan pengembangan sendiri...>>> Benar2 Theater Pembantaian manusia..yang paling akbar sepanjang sejarah Kemanusiaan...>>> Para Kapitalis dan ahli2 Keuangan Perang telah mempersiapkan semua system yang diskenario sedemikian rupa... Sehingga Umat manusia.. tak sanggup menyadarinya dan menahannya...>> Inilah Perang Tercanggih.. yang sedang dirancang Para Dewa2 Perang Yang serakah dan Haus Darah... >>> Tak peduli apapun yang akan jadi akhir.. Bagi Umat Manusia... lainnya...>> Hanya yang Utama memnyelamatkan Bangsa2 Aria... dan Ummat Terpilih...harus menguasai dunia.. yang menjadi Lord para hamba sahaya [Goyim2] anak jajahan...>>> Bangsa AS dan Eropa terutama ambisi para politisinya adalah Goym2 pilihan paling taat...>>> Waspadalah... Sdr2... Setiap saat peperangan besar semakin siap dan tinggal gerakan pemicunya.. apakah sudah siap dengan utuh...>>> Perang!!! Perang!!!! Waspadalah....

Skenario Menuju Perang Dunia III?

Peran Israel Dalam Memicu Serangan Atas Iran
Oleh: Michel Chossudovsky
Penimbunan dan penyebaran sistem senjata canggih yang diarahkan terhadap Iran dimulai sesudah pengeboman dan invasi kepada Irak tahun 2003. Sejak awal, rencana perang ini dipimpin oleh Amerika Serikat, dalam hubungannya dengan NATO dan Israel.
Setelah invasi Irak tahun 2003, pemerintahan Bush mengidentifikasi Iran dan Suriah sebagai tahapan berikutnya dari “peta jalan untuk perang”. Sumber-sumber militer Amerika Serikat mengisyaratkan bahwa serangan udara terhadap Iran bisa melibatkan penyebaran yang berskala besar sebanding dengan “shock and awe” serangan bom Amerika Serikat di Irak pada Maret tahun 2003.
“Serangan udara Amerika terhadap Iran akan jauh melebihi jangkauan serangan Israel tahun 1981 di pusat nuklir Osiraq di Irak, dan akan lebih menyerupai hari pertama dari serangan udara tahun 2003 melawan Irak (See Globalsecurity).
“Theater Iran Near Term” (TIRRANT)
Nama kode yang diberikan oleh para perencana militer Amerika Serikat adalah TIRANNT, “Theater Iran Near Term”, simulasi serangan terhadap Iran telah dimulai pada Mei tahun 2003 “ketika pemodel dan spesialis intelijen mengumpulkan data yang diperlukan untuk tingkat-medan perang (berarti berskala besar) analisis skenario bagi Iran.” ((William Arkin, Washington Post, 16 April 2006).
Skenarionya mengidentifikasikan beberapa ribu sasaran di dalam wilayah Iran sebagai bagian dari “Shock and Awe” Blitzkrieg:
“Analisis yang disebut TIRANNT, singkatan dari “Theater Iran Near Term,” masih ditambah pula dengan skenario tiruan invasi Korps Marinir dan simulasi kekuatan rudal Iran. Dalam waktu yang bersamaan para perencana Amerika Serikat dan Inggris melakukan sebuah permainan perang Laut Kaspia. Bush mengarahkan Komando Strategis Amerika Serikat untuk menyusun rencana aksi serangan perang global untuk menyerang lokasi senjata pemusnah massal Iran. Semua ini akhirnya akan menjadi masukan berupa rencana perang baru untuk “major combat operations” terhadap Iran yang sekarang sudah dikonfirmasikan oleh sumber militer [April 2006] dalam bentuk draft.
… Di bawah TIRANNT, Angkatan Darat dan Perencana Pusat Komando Amerika Serikat telah melakukan pemeriksaan, baik skenario jangka pendek maupun jangka panjang perang dengan Iran, termasuk semua aspek operasi tempur utama, dari mobilisasi dan pengerahan pasukan melalui operasi stabilitas pasca perang setelah terjadi perubahan rezim. ” (William Arkin, Washington Post, 16 April 2006)
Perbedaan “Skenario medan perang” dalam menyerang Iran secara maksimal telah dipikirkan: “Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Marinir Amerika Serikat telah memiliki semua rencana pertempuran yang disusun selama empat tahun, membangun pangkalan-pangkalan dan pelatihan untuk melaksanakan “Operasi Pembebasan Iran.”
Laksamana Fallon, Kepala Pusat Komando Amerika Serikat yang baru telah menerima rencana komputerisasi TIRANNT (Teater Iran Near Term).” (New Statesman, 19 Februari 2007)
Pada tahun 2004, dirumuskan skenario perang awal di bawah TIRANNT, Wakil Presiden Dick Cheney menginstruksikan USSTRATCOM untuk menyusun sebuah “rencana darurat” operasi militer berskala besar yang diarahkan terhadap Iran “digunakan dalam merespon terhadap serangan teroris sejenis 9/11 di Amerika Serikat” dengan anggapan bahwa pemerintah Teheran berada di belakang persekongkolan teroris. Rencana tersebut termasuk penggunaan pre-emptive senjata nuklir terhadap negara non-nuklir
“Rencana tersebut termasuk serangan udara besar-besaran terhadap Iran baik menggunakan senjata nuklir maupun konvensional dan taktis. Di dalam wilayah Iran terdapat lebih dari 450 sasaran strategis penting, termasuk sejumlah sasaran yang dicurigai sebagai tempat pengembangan program-senjata-nuklir. Banyak target keras atau jauh berada di bawah tanah dan tidak bisa dihancurkan oleh senjata konvensional, maka akan dihancurkan dengan opsi nuklir. Seperti dalam kasus Irak, respon ini kurang penting apakah Iran yang sesungguhnya terlibat dalam tindakan terorisme yang ditujukan terhadap Amerika Serikat. Beberapa pejabat senior Angkatan Udara yang terlibat dalam perencanaan dilaporkan terkejut terhadap implikasi dari apa yang akan mereka lakukan – bahwa Iran sedang disiapkan untuk sebuah serangan nuklir yang tak beralasan – namun tidak seorangpun siap untuk merusak karirnya dengan mengajukan keberatan.” (Philip Giraldi, Deep Background,The American Conservative August 2005)
The Military Road Map: “Pertama Iraq, kemudian Iran
Keputusan untuk menargetkan Iran di bawah TIRANNT adalah bagian dari proses perencanaan militer yang lebih luas dari urutan operasi militer. Hal tersebut sudah dilakukan di bawah pemerintahan Clinton, Pusat Komando Amerika Serikat (USCENTCOM) telah menyusun “rencana medan perang”, pertama untuk menyerang Irak dan kemudian Iran. Akses terhadap minyak Timur Tengah adalah merupakan tujuan strategis lain.
“Kepentingan dan tujuan keamanan nasional yang luas dinyatakan Presiden dalam Strategi Keamanan Nasional – National Security Strategy (NSS) dan Ketua Strategi Militer Nasional – National Military Strategy (NMS) membentuk dasar strategi medan perang Pusat Komando Amerika Serikat (NSS) mengarahkan pelaksanaan strategi penahanan ganda dari negara-negara nakal seperti Irak dan Iran selama negara-negara tersebut menjadi ancaman terhadap kepentingan Amerika Serikat, kepada negara-negara lain di wilayah ini, dan termasuk para warganegaranya.
Penahanan ganda dirancang untuk menjaga keseimbangan kekuasaan di wilayah itu tanpa tergantung baik kepada Iraq atau Iran. Strategi medan perang terhadap Iran yaitu USCENTCOM adalah merupakan interest-based dan threat-focused. Tujuan dari keterlibatan Amerika Serikat seperti yang dianut pada NSS, adalah untuk melindungi kepentingan vital Amerika Serikat di wilayah tersebut – supaya tidak terganggu, Amerika Serikat aman demikian juga akses Sekutu kepada minyak Teluk.” (USCENTCOM, http://www.milnet.com/milnet/pentagon/centcom/chap1/stratgic.htm#USPolicy, link no longer active, archived at http://tinyurl.com/37gafu9)
Perang di Iran dipandang sebagai bagian dari suksesi operasi militer. Menurut (mantan) Panglima NATO Jenderal Wesley Clark, peta-jalan militer Pentagon terdiri dari urutan negara-negara: “Rencana operasi militer lima tahun [termasuk] … total tujuh negara, dimulai dengan Irak, kemudian Suriah, Libanon, Libya, Iran, Somalia dan Sudan.” Dalam “Winning Modern Wars” (halaman 130) Jenderal Clark menyatakan sebagai berikut:
“Ketika saya kembali melalui Pentagon pada bulan November 2001, salah seorang staf petugas senior militer punya waktu untuk bercakap-cakap. Ya, kami masih berada dalam jalur melawan Irak. Tapi masih ada lagi. Katanya hal ini sedang dibahas sebagai bagian dari rencana operasi militer lima tahun, dan jumlahnya ada tujuh negara, dimulai dengan Irak, lalu Suriah, Libanon, Libya, Iran, Somalia dan Sudan (See Secret 2001 Pentagon Plan to Attack Lebanon, Global Research, July 23, 2006)
Peran Israel
Terdapat banyak perdebatan mengenai peranan Israel dalam memulai serangan terhadap Iran.
Israel merupakan bagian dari sebuah aliansi militer. Tel Aviv bukanlah penggerak utama. Israel tidak memiliki agenda militer yang terpisah dan berbeda.
Israel terintegrasi ke dalam “rencana perang untuk operasi tempur besar” terhadap Iran yang dirumuskan pada tahun 2006 oleh Komando Strategis Amerika Serikat (USSTRATCOM). Dalam konteks operasi militer skala besar, suatu tindakan militer sepihak yang tidak terkoordinasi oleh salah satu mitra koalisi, yaitu Israel, dari sudut pandang militer dan strategis hampir mustahil. Israel secara de facto anggota NATO. Setiap tindakan oleh Israel akan membutuhkan “lampu hijau” dari Washington.
Sebuah serangan oleh Israel bagaimanapun juga bisa digunakan sebagai “mekanisme pemicu” yang akan melancarkan perang habis-habisan terhadap Iran, serta pembalasan oleh Iran yang diarahkan kepada Israel.
Dalam hal ini, ada indikasi bahwa Washington mungkin mempertimbangkan pilihan serangan awal Israel dengan (dukungan Amerika Serikat) dan bukan sebuah operasi militer pimpinan Amerika Serikat langsung diarahkan terhadap Iran. Serangan Israel – meskipun hubungannya dekat dengan Pentagon dan NATO – akan disampaikan kepada opini publik sebagai keputusan sepihak oleh Tel Aviv. Hal ini kemudian akan digunakan oleh Washington untuk membenarkan di mata opini Dunia, berupa intervensi militer Amerika Serikat dan NATO dengan maksud untuk “mempertahankan Israel”, daripada menyerang Iran. Dalam perjanjian kerja sama militer yang ada, baik Amerika Serikat maupun NATO “diwajibkan” untuk “membela Israel” bila diserang Iran dan Suriah.
Perlu dicatat, dalam hal ini, bahwa pada awal masa jabatan kedua Bush, (mantan) Wakil Presiden Dick Cheney mengisyaratkan, dengan tegas, bahwa Iran berada “paling atas dalam daftar” dari “musuh nakal” Amerika, dan bahwa Israel akan menyatakan “melakukan pemboman untuk kita”, tanpa keterlibatan militer Amerika Serikat dan tanpa kita menekan mereka “untuk melakukannya” (See Michel Chossudovsky, Planned US-Israeli Attack on Iran, Global Research, May 1, 2005):
Menurut Cheney: “Salah satu kekhawatiran orang adalah bahwa Israel mungkin melakukannya tanpa diminta … Mngingat fakta bahwa Iran memiliki kebijakan yang menyatakan bahwa tujuan mereka adalah untuk menghancurkan Israel, Israel mungkin memutuskan untuk bertindak lebih awal, dan membiarkan seluruh dunia khawatir mengenai penyelesaian kekacauan diplomatik setelah itu, “(Dick Cheney, dikutip dari Wawancara MSNBC, Januari 2005)
Mengomentari pernyataan Wakil Presiden, mantan penasehat Keamanan Nasional, Zbigniew Brzezinski dalam sebuah wawancara di PBS, menegaskan dengan sedikit ketakutan pada sesuatu yang akan terjadi, ya: Cheney menginginkan Perdana Menteri Ariel Sharon untuk bertindak atas nama Amerika dan “melakukannya” untuk kita.
“Saya pikir Iran lebih ambigu. Dan ada masalah disana, tentu bukan tirani;.. itu adalah senjata nuklir. Dan Wakil Presiden hari ini dalam pernyataan paralel yang aneh terhadap pernyataan kebebasan ini yang mengisyaratkan bahwa Israel mungkin melakukannya, namun kenyataannya menggunakan bahasa yang terdengar seperti pembenaran atau bahkan suatu dorongan bagi Israel untuk melakukannya.”
Apa yang berurusan dengan kita adalah operasi militer bersama Amerika Serikat-NATO-Israel untuk membom Iran, yang telah dalam tahap perencanaan aktif sejak tahun 2004. Pejabat Departemen Pertahanan, di bawah Bush dan Obama, telah bekerja tekun dengan militer Israel dan mitra-mitra intelijennya mengidentifikasi dengan hati-hati sasaran di dalam wilayah Iran. Dalam istilah praktis militer, setiap tindakan oleh Israel harus direncanakan dan dikoordinasikan di tingkat tertinggi koalisi yang dipimpin Amerika Serikat.
Serangan oleh Israel juga akan memerlukan koordinasi dukungan logistik Amerika Serikat–NATO, khususnya yang berkaitan dengan sistem pertahanan udara Israel, yang sejak Januari 2009 sepenuhnya terintegrasi ke dalam sistem Amerika Serikat dan NATO. (See Michel Chossudovsky, Unusually Large U.S. Weapons Shipment to Israel: Are the US and Israel Planning a Broader Middle East War? Global Research, January 11,2009)
Sistem radar X band Israel dibangun pada awal tahun 2009 dengan dukungan teknis Amerika Serikat telah “mengintegrasikan sistem pertahanan rudal Israel dengan jaringan deteksi rudal global Amerika Serikat [Pangkalan-Ruang Angkasa], yang meliputi satelit, kapal Aegis di Mediterania, Teluk Persia dan Laut Merah serta Patriot radar dan yang berpangkalan di darat.” (Defense Talk.com, January 6, 2009,)
Apakah ini berarti bahwa Washington akhirnya memutuskan apa yang seharusnya dilakukan. Lebih baik Amerika Serikat daripada Israel yang mengendalikan sistem pertahanan udara:’ ‘ini artinya tetap dengan menggunakan sistem radar Amerika Serikat,’ “kata jurubicara Pentagon, Geoff Morrell. “Jadi ini bukan sesuatu yang kita berikan atau menjualnya kepada Israel dan hal itu adalah sesuatu yang wajar akan memerlukan personel Amerika Serikat untuk mengoperasikannya.’” (Dikutip dari Israel National News, 9 Januari 2009).
Angkatan Udara Amerika Serikat mengawasi sistem Pertahanan Udara Israel, yang terintegrasi ke dalam sistem global Pentagon. Dengan kata lain, Israel tidak dapat melancarkan perang terhadap Iran tanpa persetujuan Washington. Oleh karena pentingnya undang-undang yang disebut “Green Light” di Kongres Amerika Serikat yang disponsori oleh partai Republik di bawah Resolusi House 1553, yang secara eksplisit mendukung serangan Israel terhadap Iran:
“Undang-undang diajukan oleh Louie Gohmert, partai Republik dari Texas dan 46 rekannya, mendukung penggunaan “semua sarana yang diperlukan Israel” terhadap Iran “termasuk penggunaan kekuatan militer….”Kita harus melakukan ini. Kami perlu menunjukkan dukungan kepada Israel. Kita harus berhenti bermain game dengan sekutu penting di tengah wilayah yang sulit”’ (See Webster Tarpley, Fidel Castro Warns of Imminent Nuclear War; Admiral Mullen Threatens Iran; US-Israel Vs. Iran-Hezbollah Confrontation Builds On, Global Research, August 10, 2010)
Dalam praktek, undang-undang yang diusulkan tersebut adalah “Green Light” kepada Gedung Putih dan Pentagon daripada kepada Israel. Ini merupakan persetujuan untuk perang yang disponsori Amerika Serikat melawan Iran yang menggunakan Israel sebagai landasan melancarkan gerakan militer yang sesuai. Hal ini juga berfungsi sebagai pembenar untuk berperang dengan tujuan untuk membela Israel.
Dalam konteks ini, Israel memang bisa memberikan alasan palsu untuk berperang, sebagai tanggapan terhadap dugaan serangan Hamas atau serangan Hizbullah dan/atau memicu permusuhan di perbatasan Israel dengan Lebanon. Apa yang penting untuk dipahami adalah bahwa sebuah “insiden” kecil dapat digunakan sebagai alasan untuk memicu sebuah operasi militer besar terhadap Iran.
Dikenal oleh perencana militer Amerika Serikat, Israel (bukan Amerika Serikat) akan menjadi sasaran pertama pembalasan militer Iran. Secara umum, bangsa Israel akan menjadi korban dari intrik Washington maupun pemerintah mereka sendiri. Ya, dalam hal ini, sangat penting bahwa Israel tegas menentang setiap tindakan oleh pemerintah Netanyahu untuk menyerang Iran.
Peperangan Global: Peran Komando Strategis Amerika Serikat (USSTRATCOM)
Operasi militer global dikoordinasikan dari Markas Komando Strategis Amerika Serikat (USSTRATCOM) dari pangkalan Angkatan Udara Offutt di Nebraska, berkerja sama dengan komando regional, Komando Pejuang Terpadu (misalnya Komando Sentral Amerika Serikat di Florida, yang bertanggung jawab untuk Timur Tengah -Tengah dan kawasan Asia, lihat peta di bawah) serta unit komando koalisi di Israel, Turki, Teluk Persia dan Diego Garcia, yaitu pangkalan militer Amerika Serikat di Samudera Hindia. Perencanaan Militer dan pengambilan keputusan di tingkat negara sekutu Amerika Serikat-NATO yang dilakukan oleh individu juga “negara-negara mitra” diintegrasikan ke dalam desain militer global termasuk mempersenjatai ruang angkasa.
Di bawah mandat baru, USSTRATCOM memiliki tanggung jawab untuk “mengawasi rencana serangan global” yang terdiri dari senjata konvensional dan nuklir. Dalam jargon militer, yang dijadwalkan untuk memainkan peran adalah “sebuah integrator global dengan beban misi Operasi Ruang Angkasa; Operasi Informasi; Pertahanan Rudal Terpadu; Komando Global & Pengendalian; Intelijen, Surveillance dan Reconnaissance; Global Strike; dan Strategic Deterrence…. “
Tanggungjawab USSTRATCOM meliputi: “Memimpin, perencanaan, pelaksanaan strategis & operasi pencegahan ” di tingkat global, “sinkronisasi rencana operasi dan pertahanan rudal global”, “sinkronisasi rencana perang regional”, dll. USSTRATCOM merupakan lembaga utama dalam mengkoordinasikan peperangan modern .
Pada bulan Januari 2005, pada awal pengerahan dan pembangunan militer yang ditujukan kepada Iran, USSTRATCOM diidentifikasi sebagai “Komando Peramg untuk integrasi dan sinkronisasi Departemen Pertahanan Amerika Serikat dalam upaya memerangi senjata pemusnah massal.” (Michel Chossudovsky, Nuclear War against Iran, Global Research, January 3, 2006).
Apakah ini berarti bahwa koordinasi serangan yang berskala besar terhadap Iran, termasuk berbagai skenario eskalasi di dalam dan di luar wilayah Timur Tengah serta yang lebih luas Asia Tengah akan dikoordinasikan oleh USSTRATCOM.
Map: US Central Command’s Area of Jurisdiction
Senjata-senjata Nuklir Taktis Diarahkan Langsung Kepada Iran
Dikonfirmasi dengan dokumen militer serta laporan resmi, baik Amerika Serikat maupun Israel memikirkan penggunaan senjata nuklir yang diarahkan terhadap Iran. Pada tahun 2006, Komando Strategis Amerika Serikat (USSTRATCOM) mengumumkan bahwa pihaknya telah mencapai kemampuan operasional untuk mentargetkan sasaran secara cepat dengan menggunakan senjata nuklir atau senjata konvensional ke seluruh dunia. Pengumuman ini dibuat setelah melakukan simulasi militer yang berkaitan dengan serangan nuklir yang dipimpin Amerika Serikat terhadap negara fiktif. (David Ruppe, Preemptive Nuclear War in a State of Readiness: U.S. Command Declares Global Strike Capability, Global Security Newswire, December 2, 2005)
Kesinambungan dalam hubungannya dengan era Bush-Cheney: Presiden Obama telah mendukung sebagian besar doktrin pre-emptive penggunaan senjata nuklir yang dirumuskan oleh pemerintahan sebelumnya. Di bawah the 2010 Nuclear Posture Review, pemerintahan Obama menegaskan “bahwa itu merupakan pesan berupa hak untuk menggunakan senjata nuklir terhadap Iran” sebagai risiko ketidak-kepatuhan Iran terhadap tuntutan Amerika Serikat mengenai program dugaan (tidak ada) senjata nuklir. (U.S. Nuclear Option on Iran Linked to Israeli Attack Threat – IPS ipsnews.net, April 23, 2010). Pemerintahan Obama juga mengisyaratkan bahwa mereka akan menggunakan nuklir dalam hal Iran merespon atas serangan Israel kepada Iran. (Ibid).
Israel juga membuat sendiri “rencana rahasia” untuk membom Iran dengan senjata nuklir taktis.
Sumber-sumber senior mengatakan “”Komandan militer Israel yakin serangan konvensional mungkin tidak lagi cukup untuk memusnahkan fasilitas pengayaan yang semakin baik dipertahankan. Beberapa telah dibangun di bawah tanah minimal 70 kaki dari beton dan batu. Namun, the nuclear-tipped bunker-busters akan digunakan hanya jika serangan konvensional dikesampingkan dan jika Amerika Serikat menolak untuk campur tangan.”(Revealed: Israel plans nuclear strike on Iran – Times Online, January 7, 2007)
Pernyataan Obama tentang penggunaan senjata nuklir terhadap Iran dan Korea Utara konsisten dengan doktrin senjata nuklir Amerika Serikat pasca 9/11 yang memungkinkan untuk penggunaan senjata nuklir taktis di medan perang konvensional.
Melalui kampanye propaganda yang telah meminta dukungan dari “otoritatif” ilmuwan nuklir, senjata nuklir mini itu didukung sebagai instrumen perdamaian, yaitu sarana untuk memerangi “terorisme Islam” dan mengukuhkan “demokrasi” gaya Barat di Iran. Nuklir low-yield telah dibersihkan untuk “digunakan di medan perang”. Senjata nuklir tersebut dijadwalkan akan digunakan Amerika terhadap Iran dan Suriah dalam tahap berikutnya, disamping senjata konvensional dalam “perang melawan Terorisme”.
“Para pejabat pemerintah menyatakan bahwa senjata nuklir low-yield diperlukan sebagai pencegah yang kredibel terhadap negara-negara nakal [Iran, Suriah, Korea Utara] logika mereka adalah bahwa senjata nuklir yang ada terlalu destruktif untuk digunakan kecuali dalam perang nuklir yang berskala penuh. Musuh-musuh potensial menyadari hal ini, sehingga mereka tidak memperhitungkan ancaman pembalasan nuklir dapat dipercaya Namun, senjata-senjata low-yield kurang daya merusaknya, sehingga dapat dipikirkan untuk digunakan. Dengan demikian akan menjadikan mereka lebih efektif sebagai senjata penangkal.” (Opponents Surprised By Elimination of Nuke Research Funds Defense News November 29, 2004)
Pemilihan penggunaan senjata nuklir terhadap Iran berupa senjata nuklir taktis (Buatan Amerika), yaitu bunker buster bom dengan hulu ledak nuklir (misalnya B61-11), dengan kapasitas peledak antara sepertiga sampai enam kali bom Hiroshima. The B61-11 adalah “versi nuklir” dari “konvensional” BLU 113 atau Unit Pemandu Bom GBU-28.. Bom ini dapat dibawa dengan cara yang sama seperti bunker buster bom konvensional. (See Michel Chossudovsky, http://www.globalresearch.ca/articles/CHO112C.html, see also http://www.thebulletin.org/article_nn.php?art_ofn=jf03norris). Sementara Amerika Serikat tidak bermaksud menggunakan senjata termonuklir strategis terhadap Iran, sebagian besar penyebaran senjata nuklir Israel terdiri dari bom termonuklir dan dapat digunakan dalam perang dengan Iran.  Dengan sistem rudal Jericho-III Israel yang jangkauannya berkisar antara 4.800 km sampai 6.500 km, maka semua wilayah Iran akan berada dalam jangkauannya.
Conventional bunker buster Guided Bomb Unit GBU-27
B61 bunker buster bomb
Jatuhan Radioaktif
Persoalan jatuhan radioaktif dan kontaminasi, meski begitu saja dikesampingkan oleh analis militer Amerika Serikat-NATO, dampaknya akan menghancurkan, berpotensi merusak wilayah yang luas di Timur Tengah (termasuk Israel) dan wilayah Asia Tengah.
Dengan logika yang diplintir, senjata nuklir disajikan sebagai sarana untuk membangun perdamaian dan mencegah “kerusakan kolateral”. Tidak ada senjata nuklir Iran apalagi merupakan ancaman bagi keamanan global, sebaliknya Amerika Serikat dan Israel adalah instrumen perdamaian yang “tidak membahayakan bagi penduduk sipil di sekitarnya”.
“Ibu Dari Semua Bom” “The Mother of All Bombs” (MOAB) Dijadwalkan Digunakan Terhadap Iran
Signifikansi militer senjata konvensional dalam angkatan bersenjata Amerika adalah 21.500-pon “senjata rakasa” dijuluki “ibu dari semua bom” The GBU-43/B or Massive Ordnance Air Blast bomb (MOAB) dikategorikan “sebagai senjata non-nuklir paling kuat yang pernah dirancang” diketahui sebagai arsenal konvensional terbesar di Amerika Serikat. MOAB diuji pada awal Maret 2003 sebelum dikirim ke medan perang Irak. Menurut sumber-sumber militer Amerika Serikat, Kepala Staf Gabungan telah memberitahu pemerintah Saddam Hussein sebelum diluncurkan tahun 2003 bahwa “ibu dari semua bom” akan digunakan terhadap Irak. (Ada laporan yang belum dikonfirmasi bahwa MOAB telah digunakan di Irak).
Departemen Pertahanan Amerika Serikat telah mengkonfirmasi pada bulan Oktober 2009 bahwa bermaksud untuk menggunakan “Ibu dari semua Bom” (MOAB) terhadap Iran. Dikatakannya MOAB “ideal untuk mengubur fasilitas nuklir seperti Natanz atau Qom di Iran” (Jonathan Karl, Is the U.S. Preparing to Bomb Iran? ABC News, October 9, 2009). Kebenaran dari masalah ini adalah bahwa MOAB, karena mengingat daya ledaknya tersebut, akan mengakibatkan korban sipil yang sangat besar. Ini adalah “mesin pembunuh” konvensional dengan jenis awan jamur nuklir.
Pengadaan empat MOAB ditugaskan pada bulan Oktober 2009 dengan biaya yang cukup besar sejumlah US$,58,4 juta ($ 14,6 juta untuk masing-masing bom). Jumlah ini termasuk untuk membiaya pengembangan dan pengujian serta integrasi bom MOAB ke pembom siluman B-2. (ibid). pengadaan ini berkaitan langsung dengan persiapan perang dalam hubungannya dengan Iran. Pemberitahuan dimuat dalam sebuah “reprogramming memo” setebal 93 halaman termasuk instruksi berikut ini:
“Departemen memiliki sebuah Urgent Operational Need (UON) yang berkemampuan menyerang sasaran keras di daerah yang tinggi tingkat ancamannya dan sekaligus menguburkannya. MOP [Ibu Segala Bom] adalah senjata pilihan yang memenuhi persyaratan UON [Urgent Operational Need].” Dinyatakan lebih lanjut bahwa permintaan tersebut didukung oleh Komando Pasifik (yang memiliki tanggung jawab atas Korea Utara) dan Komando Sentral (yang memiliki tanggung jawab atas Iran). (ABC News, op cit, emphasis added). To consult the reprogramming request (pdf) di sini
Pentagon merencanakan sebuah proses kehancuran infrastruktur Iran dan korban massal sipil melalui penggunaan gabungan nuklir taktis dan bom konvensional raksasa awan jamur, termasuk MOAB dan yang lebih besar lagi yaitu GBU-57a/B atau Massive Ordnance Penetrator (MOP), yang melampaui MOAB dalam hal kapasitas daya ledaknya.
MOP digambarkan sebagai “sebuah bom baru yang kuat dan tepat sasaran untuk menghantam fasilitas nuklir bawah tanah Iran dan Korea Utara. Bom raksasa yang ukuran panjangnya lebih dari 11 orang duduk berdempetan bahu-ke-bahu [lihat gambar di bawah] atau lebih dari 20 kaki dari lantai ke hidung” (See Edwin Black, “Super Bunker-Buster Bombs Fast-Tracked for Possible Use Against Iran and North Korea Nuclear Programs”,
Ini adalah WMD dalam artian yang sebenarnya dari kata tersebut. Tujuannya tidak begitu tersembunyi dari MOAB dan MOP, termasuk penggunaan nama julukan Amerika untuk menggambarkan secara sederhana bahwa MOAB (“ibu dari semua bom’), adalah “pemusnah massal” dan korban sipil secara massal dengan maksud untuk menanamkan rasa takut dan putus asa.
“Mother of All Bombs” (MOAB)
GBU-57A/B Mass Ordnance Penetrator (MOP)
MOAB: screen shots of test: explosion and mushroom cloud
Teknologi Persenjataan Tercanggih:
“Perang Menjadi Mungkin Dengan Teknologi  Baru
Proses pengambilan keputusan militer Amerika Serikat dalam hubungannya dengan Iran ini didukung oleh Star Wars, militerisasi ruang angkasa dan revolusi dalam komunikasi serta sistem informasi. Mengingat kemajuan teknologi militer dan pengembangan sistem senjata baru, serangan terhadap Iran bisa secara signifikan berbeda dalam hal campuran sistem senjata, bila dibandingkan dengan Blitzkrieg yang dilancarkan pada bulan Maret 2003 terhadap Irak. Operasi militer terhadap Iran dijadwalkan untuk menggunakan sistem senjata yang paling canggih untuk mendukung serangan udara tersebut. Dan dalam semua kemungkinan, sistem senjata baru akan diuji.
Dokumen The 2000 Project of the New American Century – Proyek Tahun 2000 Abad Baru Amerika yang berjudul Rebuilding American Defenses – Membangun Kembali Pertahanan Amerika, menguraikan mandat militer Amerika Serikat dalam hal medan perang berskala besar, yang akan dilancarkan secara bersamaan di berbagai wilayah Dunia:
“Memenangkan Beberapa pertempuran dengan meyakinkan secara simultan dalam beberapa medan perang.”
Formulasi ini serupa dengan penaklukan perang global oleh kekaisaran adidaya tunggal. Dokumen PNAC juga menyerukan transformasi pasukan Amerika Serikat untuk mengeksploitasi “revolusi dalam urusan militer”, yaitu penerapan “perang yang dimungkinkan melalui teknologi baru” (See Project for a New American Century, Rebuilding Americas Defenses Washington DC, September 2000, pdf). Yang terakhir ini terdiri dari pengembangan dan penyempurnaan kecanggihan mesin pembunuh global berdasarkan gudang persenjataan baru yang canggih, yang pada akhirnya akan menggantikan paradigma yang ada.
“Dengan demikian, dapat diramalkan bahwa proses transformasi justru akan menjadi proses dua-tahap:. Pertama transisi, yaitu transformasi yang lebih menyeluruh. Titik nyaman akan datang ketika jumlah yang lebih besar sistem senjata baru mulai memasuki masa tugasnya, mungkin ketika, misalnya, pesawat udara tak berawak mulai banyak menjadi biasa seperti pesawat berawak. Dalam hal ini, Pentagon harus sangat berhati-hati melakukan investasi besar dalam program-program baru misalnya -. tank, pesawat, kapal induk, – dimana pasukan Amerika Serikat akan berkomitmen melakukan paradigma baru untuk berperang selama beberapa dekade yang akan datang. (ibid, penekanan ditambahkan)
Perang dengan Iran memang bisa menandai breakpoint penting ini, dengan sistem senjata baru yang berpangkalan-di angkasa dipergunakan dengan maksud untuk melumpuhkan musuh yang memiliki kemampuan konvensional militer yang signifikan yang jumlahnya lebih dari setengah juta pasukan darat.
Senjata Elektromagnetik
Senjata elektromagnetik dapat digunakan untuk mengacaukan sistem komunikasi Iran, menonaktifkan pembangkit tenaga listrik, merusak dan mengacaukan komando serta kontrol, infrastruktur pemerintah, transportasi, energi, dll.
Dalam keluarga senjata yang sama, teknik modifikasi lingkungan (ENMOD) (peperangan cuaca) yang dikembangkan berdasarkan program HAARP juga bisa diterapkan. (Lihat Chossudovsky Michel, “Owning the Weather” for Military Use,, Global Research, September 27, 2004). Sistem senjata ini sepenuhnya operasional. Dalam konteks ini, dokumen Angkatan Udara Amerika Serikat AF 2025 secara eksplisit membenarkan aplikasi militer dengan teknologi modifikasi cuaca.
“Modifikasi Cuaca akan menjadi bagian dari keamanan domestik dan internasional dan bisa dilakukan secara sepihak … Senjata ini bisa aplikasikan baik secara ofensif maupun defensif dan bahkan dapat digunakan untuk tujuan pencegahan. Senjata ini berkemampuan untuk menghasilkan curah hujan, kabut, dan badai di bumi atau mengubah ruang cuaca, meningkatkan komunikasi melalui modifikasi ionosfir (penggunaan cermin ionosfir), serta produksi cuaca buatan, yang kesemuanya itu merupakan bagian dari serangkaian teknologi terpadu yang dapat memberikan peningkatan penting dalam kemampuan Amerika Serikat atau dalam menundukkan musuh, juga untuk mencapai kesadaran global, jangkauan, dan kekuasaan. ” (Air Force 2025 Final Report, See also US Air Force: Weather as a Force Multiplier: Owning the Weather in 2025, AF2025 v3c15-1 | Weather as a Force Multiplier: Owning… | (Ch 1) at www.fas.org).
Radiasi elektromagnetik memungkinkan melakukan “gangguan kesehatan dari jarak jauh” mungkin juga dipikirkan untuk digunakan dalam medan perang. (See Mojmir Babacek, Electromagnetic and Informational Weapons:, Global Research, August 6, 2004). Pada gilirannya, penggunaan baru senjata biologis oleh militer Amerika Serikat juga mungkin akan dipertimbangkan seperti yang disarankan oleh PNAC: “Lebih lanjut bentuk peperangan biologis dapat “mentargetkan” genotipe tertentu yang mungkin mengubah perang biologis dari dunia teror menjadi alat politik yang berguna.” (PNAC cit, op, hal. 60).
Kemampuan Militer Iran: Misil Jarak Menengah dan Jauh
Kemampuan militer Iran telah maju, termasuk misil jarak menengah dan jauh yang mampu mencapai sasaran di Israel dan negara-negara Teluk. Karena itu perhatian aliansi Amerika Serikat-NATO Israel pada penggunaan senjata nuklir, yang dijadwalkan akan digunakan baik secara pre-emptive maupun sebagai respons pembalasan terhadap serangan rudal Iran.
Range of Iran’s Shahab Missiles. Copyright Washington Post
Pada bulan November 2006, Iran menguji-coba rudal permukaan 2 yang diputuskan bertahap dengan operasi perencanaan yang tepat dan hati-hati. Menurut seorang ahli rudal senior Amerika (dikutip oleh Debka), “Iran memperlihatkan up-to-date teknologi peluncur-rudal dimana Barat tidak mengetahui bahwa Iran memilikinya.” (See Michel Chossudovsky, Iran’s “Power of Deterrence” Global Research, November 5, 2006) Israel acknowledged that “the Shehab-3, whose 2,000-km range brings Israel, the Middle East and Europe within reach” (Debka, November 5, 2006)
Menurut Uzi Rubin, mantan kepala program misil anti-balistik Israel, bahwa “intensitas latihan militer belum pernah terjadi sebelumnya … Hal itu dimaksudkan untuk membuat kesan – dan berhasil membuat kesan.” (www.cnsnews.com 3 November 2006)
Latihan tahun 2006, sekaligus menciptakan sebuah gelora politik di Amerika Serikat dan Israel, dengan cara apa pun tidak mengubah keputusan Amerika Serikat-NATO-Israel untuk melancarkan perang terhadap Iran.
Teheran telah menegaskan dalam beberapa pernyataannya bahwa Iran akan merespon jika diserang. Israel akan menjadi tujuan langsung dari serangan rudal Iran seperti ditegaskan oleh pemerintah Iran. Oleh karena itu persoalan sistem pertahanan udara Israel penting. Amerika Serikat dan fasilitas militer sekutu di negara-negara Teluk seperti Turki, Arab Saudi, Afghanistan dan Irak juga bisa menjadi sasaran target Iran.
Angkatan Darat Iran
Sementara wilayah Iran dikelilingi oleh pangkalan militer Amerika Serikat dan sekutu, Republik Islam Iran memiliki kemampuan militer yang signifikan. (Lihat peta di bawah). Apa yang penting untuk diakui adalah jumlah kekuatan angkatan bersenjata Iran yang dilihat semata-mata dari segi jumlah personil (angkatan darat, angkatan laut dan angkatan udara) jika dibandingkan dengan pasukan Amerika Serikat dan NATO yang bertugas di Afghanistan dan Irak.
Menghadapi sebuah pemberontakan yang terorganisir, pasukan koalisi sudah kewalahan di Afghanistan dan Irak. Apakah kekuatan ini mampu mengatasi jika pasukan darat Iran memasuki medan perang yang ada di Irak dan Afghanistan? Potensi gerakan perlawanan terhadap Amerika Serikat dan sekutu pendudukan pasti akan terpengaruh.
Pasukan darat Iran adalah 700.000 orang, sejumlah 130.000 orang adalah tentara profesional, 220.000 wajib militer dan 350.000 tentara cadangan. (See Islamic Republic of Iran Army – Wikipedia). Ada 18.000 personil Angkatan Laut dan 52.000 angkatan udara Iran. Menurut International Institute for Strategic Studies, Iran “memiliki Pengawal Revolusi yang diperkirakan berjumlah 125.000 personil dalam lima angkatan: Mereka punya Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Pasukan Darat sendiri serta Pasukan Quds (Pasukan Khusus)” Menurut CISS, Basij yaitu sukarelawan paramiliter Iran diperkirakan berkekuatan 90.000 orang berseragam aktif bertugas dan dikontrol oleh Pengawal Revolusi, 300.000 cadangan, dan total 11 juta orang yang dapat dimobilisasi jika diperlukan” (Armed Forces of the Islamic Republic of Iran – Wikipedia). Dengan kata lain, Iran bisa memobilisasi sampai setengah juta pasukan reguler dan beberapa juta milisi. Pasukan khusus Quds sudah beroperasi di Irak.
US Military and Allied Facilties Surrounding Iran
Dalam beberapa tahun ini Iran telah melakukan latihan-latihan perang sendiri. Sementara Angkatan Udaranya memiliki kelemahan, namun rudal jarak menengah dan jauh sepenuhnya operasional. Militer Iran dalam keadaan siap-siaga. Pemusatan pasukan Iran saat ini berada dalam jarak beberapa kilometer dari perbatasan Irak dan Afghanistan, dan dekat perbatasan Kuwait. Angkatan Laut Iran dikerahkan ke Teluk Persia dengan jarak yang dekat kepada fasilitas militer Amerika Serikat dan sekutu di Uni Emirat Arab.
Perlu dicatat bahwa dalam menanggapi peningkatan jumlah besar militer Iran, Amerika Serikat telah mengirim senjata kepada sekutu non-anggota NATO di Teluk Persia termasuk Kuwait dan Arab Saudi.
Sementara senjata canggih Iran tidak sebanding dengan Amerika Serikat dan NATO, pasukan Iran berada dalam posisi untuk menimbulkan kerugian besar terhadap pasukan koalisi dalam sebuah medan perang konvensional, di wilayah Irak atau Afghanistan. Pasukan darat Iran dan tank pada bulan Desember 2009 melintasi perbatasan masuk ke wilayah Irak tanpa dihadapi atau ditantang oleh pasukan sekutu dan menduduki wilayah sengketa di ladang minyak Maysan Timur.
Bahkan di saat terjadi Blitzkrieg yang efektif, dengan menargetkan fasilitas militer Iran, sistem komunikasinya dll melalui pemboman udara besar-besaran, dengan menggunakan rudal jelajah, bom bunker buster konvensional dan senjata nuklir taktis, perang dengan Iran, sekali dimulai, akhirnya bisa mengarah menjadi perang darat. Ini merupakan sesuatu hal dimana perencana militer Amerika Serikat tidak ragu-ragu bahwa hal tersebut seperti yang dimaksudkan dalam skenario simulasi perang mereka.
Jenis operasi ini akan mengakibatkan korban militer dan sipil yang signifikan, terutama jika menggunakan senjata nuklir.
Anggaran yang membengkak untuk membiayai perang di Afghanistan saat ini diperdebatkan di Kongres Amerika Serikat juga dimaksudkan untuk digunakan dalam kemungkinan serangan terhadap Iran.
Dalam skenario eskalasi, pasukan Iran dapat menyeberang ke perbatasan Irak dan Afghanistan.
Pada gilirannya, eskalasi militer dengan menggunakan senjata nuklir bisa membawa kita ke dalam sebuah skenario Perang Dunia III, meluas di luar kawasan Timur Tengah Asia Tengah.
Dalam arti yang sangat nyata, proyek militer ini, yang telah di gambarkan Pentagon selama lebih dari lima tahun, mengancam masa depan kemanusiaan.
Sementara kami memfokuskan tulisan ini terhadap persiapan perang. Faktanya bahwa persiapan perang telah sempurna dan dalam keadaan siap, namun tidak berarti bahwa mereka akan melakukannya sesuai dengan rencana.
Aliansi Amerika Serikat-NATO-Israel menyadari bahwa musuh memiliki kemampuan yang signifikan untuk merespon dan membalas. Faktor ini sendiri penting selama lima tahun terakhir dalam mengambil keputusan, baik oleh Amerika Serikat maupun sekutunya untuk menunda serangan terhadap Iran.
Faktor penting lainnya adalah kerangka aliansi militer. Sementara NATO telah menjadi kekuatan yang tangguh, Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO), yang merupakan aliansi antara Rusia dan Cina dan sejumlah negara mantan republik Sovyet melemah secara signifikan.
Ancaman militer Amerika Serikat secara terus-menerus yang langsung ditujukan kepada Cina dan Rusia, dimaksudkan untuk melemahkan SCO dan mencegah segala bentuk aksi militer sebagai pihak sekutu yang akan membela Iran, dalam hal terjadinya serangan NATO-Amerika Serikat-Israel.
Kekuatan seimbang apa yang mungkin dapat mencegah perang ini terjadi? Ada banyak kekuatan-kekuatan di dalam aparatur Negara Amerika Serikat yang sedang bekerja langsung, baik Kongres maupun Pentagon dan NATO.
Kekuatan sentral dalam mencegah terjadinya perang pada akhirnya secara mendasar datang dari dalam masyarakat yang dengan penuh kekuatan melakukan tindakan menentang antiperang oleh ratusan juta orang di seluruh negeri, baik nasional maupun internasional.
Rakyat harus memobilisir tidak hanya terhadap agenda militer jahat, namun juga harus menentang terhadap otoritas Negara dan para pejabatnya.
This war can be prevented if people forcefully confront their governments, pressure their elected representatives, organize at the local level in towns, villages and municipalities, spread the word, inform their fellow citizens as to the implications of a nuclear war, initiate debate and discussion within the armed forces.
Perang ini dapat dicegah jika rakyat bersikap tegas dalam menghadapi pemerintah mereka, memberikan tekanan kepada wakil yang dipilih oleh mereka, mengorganisir di tingkat lokal di perkotaan dan pedesaan, menyebarkan berita, menginformasikan sesama warga mengenai implikasi perang nuklir, memulai debat dan diskusi dalam upaya mencegah perang di dalam angkatan bersenjata.
Tidak cukup hanya dengan menyelenggaraan demonstrasi massa dan protes antiperang. Apa yang diperlukan adalah pengembangan jaringan akar rumput antiperang yang luas dan terorganisir dengan baik yang menantang struktur otoritas dan kekuasaan.
Apa yang diperlukan adalah gerakan massa rakyat yang kuat menentang legitimasi perang, gerakan masyarakat global yang menyadari bahwa perang merupakan sebuah kejahatan.
Michel Chossudovsky seorang penulis pemenang penghargaan, Profesor Ekonomi (Emeritus) pada Universitas Ottawa dan Direktur dari the Centre for Research on Globalization (CRG), Montreal. Ia menulis buku berjudul The Globalization of Poverty and The New World Order (2003) dan America’s “War on Terrorism” (2005). Ia juga seorang kontributor the Encyclopaedia Britannica. Tulisan-tulisannya telah diterbitkan dalamlebih dari duapuluh bahasa. Ia dapat dihubungi di globalresearch.ca website
Catatan Penulis: Pembaca budiman, silakan sebarkan tulisan ini secara luas ke teman-teman dan keluarga, forum internet, tempat kerja, di lingkungan Anda, nasional dan internasional, dengan maksud untuk membalikkan gelombang perang.
Bersiap-siap Menghadapi Perang Dunia III, Sasarannya Iran
Oleh: Michel Chossudovsky
Kemanusiaan berada di persimpangan jalan yang berbahaya. Persiapan perang untuk menyerang Iran berada dalam “keadaan siap-siaga”. Sistem Hi-tech termasuk senjata berhulu ledak nuklir dikerahkan sepenuhnya.
Petualangan militer ini telah digambarkan Pentagon sejak pertengahan tahun 1990-an. Menurut dokumen rahasia 1995 Komando Sentral Amerika Serikat, pertama Irak, berikutnya Iran.
Eskalasi merupakan bagian daripada agenda militer. Sementara Iran adalah target berikutnya bersama-sama dengan Suriah dan Lebanon, penyebaran militer strategis ini juga mengancam Korea Utara, Cina dan Rusia.
Sejak tahun 2005, Amerika Serikat dan sekutunya, termasuk mitra Amerika, NATO dan Israel, telah terlibat dalam penyebaran luas dan penimbunan sistem senjata mutakhir. Sistem pertahanan udara Amerika Serikat dan negara-negara anggota NATO serta Israel sepenuhnya terintegrasi.
Ini merupakan sebuah upaya terkoordinasi Pentagon, NATO, Israel Defense Force (IDF), dengan keterlibatan militer aktif dari beberapa negara mitra non-NATO termasuk negara-negara Arab garis depan (members of NATO’s Mediterranean Dialogue and the Istanbul Cooperation Initiative), antara lain Arab Saudi, Jepang, Korea Selatan, India, Indonesia, Singapura, Australia, (NATO terdiri dari 28 negara anggota NATO dan 21 negara-negara lainnya merupakan negara anggota Euro-Atlantic Partnership Council (EAPC), Dialog Mediterania dan Istanbul Cooperation Initiative termasuk sepuluh negara Arab ditambah Israel.)
Peran Mesir, negara-negara Teluk dan Arab Saudi (dalam aliansi militer yang luas) hubungannya khusus. Mesir mengontrol transit kapal perang dan kapal tanker minyak melalui Terusan Suez. Arab Saudi dan negara-negara Teluk menempati garis pantai Barat di Selatan Teluk Persia, Selat Hormuz dan Teluk Oman. Pada awal Juni, “Dilaporkan Mesir mengizinkan sebuah kapal Israel dan sebelas kapal Amerika Serikat melewati Terusan Suez …. yang merupakan sinyal jelas kepada Iran
Pada tanggal 12 Juni, sumber pers daerah melaporkan bahwa Saudi telah memberikan hak kepada Israel untuk terbang di atas wilayah udaranya … ” (Muriel Mirak Weissbach, Israel’s Insane War on Iran Must Be Prevented., Global Research, July 31, 2010)
Doktrin militer setelah peristiwa serangan 9/11 berupa penyebaran besar-besaran perangkat keras militer yang dijelaskannya sebagai bagian dari apa yang disebut “Perang Global Melawan Terorisme”, dengan sasaran organisasi teroris “non-negara” termasuk al Qaeda dan apa yang disebut sebagai Negara sponsor “terorisme”, termasuk Iran, Suriah, Libanon, Sudan.
Amerika Serikat membangun pangkalan militer baru, menimbun sistem persenjataan canggih termasuk senjata nuklir taktis, dsb, sudah diimplementasikan sebagai bagian dari doktrin pertahanan militer pre-emptive di bawah payung “Perang Global Melawan Terorisme”.
Perang dan Krisis Ekonomi
Implikasi lebih luas dari serangan Amerika Serikat-NATO-Israel terhadap Iran jauh jangkauannya. Perang dan krisis ekonomi sangat terkait erat. Ekonomi perang dibiayai oleh Wall Street, yang berdiri sebagai kreditur pemerintah Amerika Serikat. Produsen senjata Amerika Serikat adalah penerima kontrak pengadaan sistem senjata mutakhir yang bernilai miliaran dolar dari Department Pertahanan Amerika Serikat dengan. Pada gilirannya,
Amerika Serikat dan sekutunya “memukul genderang perang” di puncak depresi ekonomi di seluruh dunia, belum lagi bencana lingkungan paling serius dalam sejarah Dunia. Dalam memutar-balikkan malapetaka yang menyedihkan salah satu pemain utama (BP) dalam permainan geopolitik Timur Tengah – Asia Tengah, yang sebelumnya dikenal sebagai Anglo-Persian Oil Company, adalah penghasut bencana ekologis di Teluk Meksiko.
Media Disinformation
Opini publik dipengaruhi oleh agitasi media yang secara diam-diam mendukung, acuh tak acuh atau berpura-pura bodoh mengenai dampak yang mungkin terjadi, dari apa yang terus-menerus dipropagandakan sebagai sebuah operasi “hukuman” yang khusus diarahkan terhadap fasilitas nuklir Iran, sebaliknya tidak memberitakan sebuah peperangan yang bersifat habis-habisan, termasuk persiapan perang serta penyebaran senjata nuklir yang diprodukasi Amerika Serikat dan Israel. Dalam konteks ini, konsekuensi yang menghancurkan dari perang nuklir apakah memang sengaja tidak disebutkan atau disepelekan.
Menurut media dan pemerintah “krisis nyata” yang sebenarnya mengancam kemanusiaan bukan perang nuklir akan tetapi pemanasan global. Media akan membuat rekayasa krisis walaupun sebenarnya tidak ada krisis: “menakut-nakuti dunia” – dengan pandemi global H1N1 – tapi tidak seorang pun tampak takut terhadap perang nuklir yang disponsori Amerika Serikat.
Rencana perang terhadap Iran disajikan untuk opini publik antara lain sebagai sebuah isu. Hal ini tidak dipandang sebagai sebuah ancaman atas “Tanah Air” seperti dalam kasus pemanasan global. Perang terhadap Iran bukan berita yang pantas dimuat di halaman depan. Fakta bahwa serangan terhadap Iran bisa menimbulkan eskalasi dan berpotensi memicu “perang global” yang tidak terkendali bukanlah masalah yang menjadi perhatian.
Klenik Pembunuhan dan Pembinasaan
Mesin  pembunuh global juga menyokong klenik yang merupakan bagian penting dalam pembunuhan dan pembinasaan yang disebarkan melalui film-film Hollywood, belum lagi Radio dan TV, perang dan kejahatan serial TV di jaringan televisi. Ilmu klenik pembunuh ini didukung oleh CIA dan Pentagon yang juga mendukung produksi (keuangan) Hollywood sebagai alat propaganda perang.
“Mantan agen CIA Bob Baer mengatakan kepada kami,” Ada simbiosis antara CIA dan Hollywood “dan mengungkapkan bahwa mantan direktur CIA, George Tenet sekarang ini,” keluar-masuk Hollywood, berbicara dengan orang-orang studio. ” (Matthew Alford and Robbie Graham, Lights, Camera… Covert Action: The Deep Politics of Hollywood, Global Research, January 31, 2009)
Mesin pembunuh ini disebarkan pada tingkat global, dalam kerangka struktur komando tempur terpadu. Hal ini secara rutin dikuatkan oleh instansi pemerintah, pemilik media dan birokrat serta intelektual dari the New World Order dan think-tank di Washington serta lembaga penelitian studi strategis sebagai sebuah instrumen yang tidak diragukan lagi dari perdamaian dan kemakmuran global.
Budaya pembunuhan dan kekerasan telah menjadi bagian penting dalam kesadaran manusia.
Perang secara luas diterima sebagai bagian dari proses sosial: Tanah air harus “dibela” dan dilindungi.
“Kekerasan yang dilegitimasi” dan pembunuhan di luar hukum yang ditujukan kepada “teroris” dijunjung tinggi dalam demokrasi barat, sebagai instrumen penting dari keamanan nasional.
Sebuah “perang kemanusiaan” ditegakkan oleh mereka yang menyebut dirinya sebagai masyarakat internasional. Namun hal ini tidak dikutuk sebagai tindak pidana. Arsitek utamanya dihargai atas kontribusi mereka bagi perdamaian dunia.
Sehubungan dengan Iran, apa yang diungkapkan adalah legitimasi langsung perang atas nama suatu gagasan ilusi keamanan global.
Sebuah “Pre-emptive” berupa serangan udara yang ditujukan terhadap Iran akan mengakibatkan Eskalasi perang.
Saat ini secara terpisah terdapat tiga medan perang Timur Tengah – Asia Tengah: Irak, Afghanistan-Pakistan dan Palestina.
Dimana Iran menjadi objek serangan udara “pre-emptive” oleh pasukan sekutu, maka seluruh kawasan, dari Mediterania Timur ke perbatasan barat Cina dengan Afghanistan dan Pakistan, akan bergejolak, yang secara potensial akan menggiring kita kepada sebuah skenario Perang Dunia III.
Perang juga akan meluas ke Lebanon dan Suriah.
Hal ini sangat tidak mungkin bahwa pemboman, jika mereka laksanakan, hanya akan membatasi terhadap fasilitas nuklir Iran sebagaimana pernyataan resmi yang diklaim oleh Amerika Serikat-NATO. Apa yang lebih mungkin adalah sebuah serangan udara habis-habisan, baik terhadap infrastruktur militer maupun sipil termasuk sistem transportasi, pabrik, gedung-gedung publik.
Iran diperkirakan memiliki cadangan minyak dan gas sebesar sepuluh persen, menduduki peringkat ketiga setelah Saudi Arabia (25%) dan Irak (11%) dalam ukuran cadangannya. Sebagai perbandingan, Amerika Serikat memiliki kurang dari 2,8% dari cadangan minyak dunia. Cadangan minyak Amerika Serikat diperkirakan kurang dari 20 milyar barel. Daerah yang lebih luas di Timur Tengah dan Asia Tengah memiliki cadangan minyak lebih dari tiga puluh kali yang dimiliki Amerika Serikat, yang mewakili lebih dari 60% dari total cadangan minyak dunia. (Lihat Waddell Eric, The Battle for Oil, Global Research, Desember 2004).
Signifikansinya adalah penemuan baru-baru ini di Iran mengenai cadangan kedua terbesar yang diketahui berupa gas alam di Soumar dan Halgan dan diperkirakan mencapai 12,4 triliun kubik kaki.
Penargetan atas Iran unsur utamanya tidak hanya sekedar menyatakan kembali kontrol Anglo-Amerika atas minyak Iran dan gas murah, termasuk juga rute pipa dan menantang kehadiran pengaruh Cina serta Rusia di kawasan itu.
Serangan yang direncanakan terhadap Iran merupakan bagian dari peta jalan militer global yang terkoordinasi. Ini adalah bagian dari “perang yang berlangsung lama” Pentagon, perang yang didorong oleh keuntungan ekonomi tanpa batas, sebuah proyek dominasi Dunia, yang diwujudkan dalam rangkaian operasi militer.
Perencana militer Amerika Serikat-NATO telah memikirkan berbagai skenario eskalasi militer. Mereka juga menyadari akan implikasi geopolitiknya, yaitu bahwa perang bisa melampaui kawasan Timur Tengah – Asia Tengah. Termasuk dampak ekonomi di pasar minyak serta yang lain-lainnya juga telah dianalisis.
Sementara Iran, Suriah dan Libanon merupakan target langsung, Cina, Rusia, Korea Utara, belum lagi Venezuela dan Kuba juga merupakan tujuan yang di ancam oleh Amerika Serikat.
Taruhannya adalah struktur aliansi militer. Penyebaran militer Amerika Serikat-NATO-Israel termasuk latihan militer dan latihan yang dilakukan di perbatasan Rusia dan Cina segera membuahkan hubungan langsung dengan perang yang diusulkan terhadap Iran. Ancaman terselubung, termasuk pengaturan waktu mereka, merupakan suatu petunjuk yang jelas terhadap kekuasaan semasa era Perang Dingin untuk tidak campur tangan dalam cara apapun yang dapat mengganggu terhadap serangan yang dipimpin Amerika Serikat terhadap Iran.
Peperangan Global
Tujuan strategis jangka menengah adalah untuk mentargetkan Iran dan menetralisir sekutu Iran, melalui diplomasi kapal perang – gunboat diplomacy. Tujuan militer jangka panjang adalah langsung menargetkan Cina dan Rusia.
Sementara Iran adalah target langsung, penyebaran militer tidak terbatas dilakukan ke Timur Tengah dan Asia Tengah. Agenda militer global telah dirumuskan.
Penggelaran pasukan koalisi dan sistem persenjataan maju oleh Amerika Serikat, NATO dan mitra-mitranya yang berlangsung secara bersamaan di seluruh wilayah utama Dunia.
Tindakan militer Amerika Serikat baru-baru ini di lepas pantai Korea Utara termasuk melakukan permainan perang-perangan adalah bagian dari desain global.
Diarahkan terutama terhadap Rusia dan Cina, Amerika Serikat, sekutu NATO dan latihan militer, latihan perang, penyebaran senjata, dll sedang dilakukan secara simultan di hotspot geopolitik utama.
-    Semenanjung Korea, Laut Jepang, Selat Taiwan, Laut Cina Selatan mengancam Cina.
- Penggelaran rudal Patriot di Polandia, pusat peringatan dini di Republik Ceko mengancam Rusia.
-  Penyebaran Angkatan Laut di Bulgaria, Rumania di  Laut Hitam, mengancam Rusia.
-         Penyebaran pasukan Amerika Serikat dan NATO di Georgia.
-         Penyebaran angkatan laut yang tangguh di Teluk Persia termasuk kapal selam Israel diarahkan terhadap Iran.
Serentak di Timur Mediterania, Laut Hitam, Karibia, Amerika Tengah dan wilayah Andean di Amerika Selatan adalah wilayah-wilayah yang sedang berlangsung militerisasi. Di Amerika Latin dan Karibia, ancaman diarahkan terhadap Venezuela dan Kuba.
“Bantuan Militer” Amerika Serikat
Pada gilirannya, senjata berskala besar telah ditransfer dilakukan di bawah bendera “bantuan militer” Amerika Serikat ke negara-negara yang terpilih, termasuk kesepakatan persenjataan sebesar 5 miliar dolar dengan India yang dimaksudkan untuk membangun kemampuan militer India yang diarahkan terhadap Cina. (Huge U.S.-India Arms Deal To Contain China, Global Times, July 13, 2010).
“Penjualan senjata akan meningkatkan hubungan antara Washington dengan New Delhi, dan disengaja atau tidak, akan memiliki efek yang menahan terhadap pengaruh China di wilayah tersebut.” Dikutip dalam Rick Rozoff, Confronting both China and Russia: U.S. Risks Military Clash With China In Yellow Sea, Global Research, July 16, 2010)
Amerika Serikat memiliki perjanjian kerjasama militer dengan sejumlah negara-negara Asia Tenggara, termasuk Singapura, Vietnam dan Indonesia, meliputi “bantuan militer” serta partisipasi dalam latihan perang pimpinan Amerika di Pacific Rim (Juli-Agustus 2010). Perjanjian ini mendukung penyebaran senjata yang ditujukan terhadap Republik Rakyat Cina. (Lihat Rick Rozoff, Confronting both China and Russia: U.S. Risks Military Clash With China In Yellow Sea, Global Research, July 16, 2010).
Demikian pula dan lebih langsung berkaitan dengan serangan yang direncanakan terhadap Iran, Amerika Serikat mempersenjatai negara-negara Teluk (Bahrain, Kuwait, Qatar dan Uni Emirat Arab) dengan rudal pencegat darat, Patriot Advanced Capability-3 dan Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) serta yang berpangkalan di laut yaitu pencegat Rudal Standar-3 yang terpasang pada kapal perang kelas Aegis di Teluk Persia. (Lihat Rozoff Rick, NATO’s Role In The Military Encirclement Of Iran, Global Research, February 10, 2010).
Jadwal Penimbunan dan Penyebaran Militer
Apa yang penting dalam hal transfer senjata Amerika Serikat ke negara-negara mitra dan sekutunya adalah pemilihan waktu saat pengiriman dan penyebarannya. Melancarkan operasi militer yang disponsori Amerika Serikat biasanya akan dilakukan setelah sistem persenjataan ini berada di tempat, dengan efektif dikerahkan melalui pelaksanaan pelatihan personil. (India e.g).
Apa yang kita pahami adalah desain militer global yang teliti dan terkoordinasi yang dikontrol oleh Pentagon, melibatkan angkatan bersenjata gabungan lebih dari empat puluh negara. Ini merupakan penyebaran militer multinasional global, dan sejauh ini merupakan pertunjukkan terbesar sistem senjata mutakhir dalam sejarah Dunia.
Pada gilirannya, Amerika Serikat dan sekutunya telah mendirikan pangkalan militer baru di berbagai belahan dunia. “Permukaan Bumi Disusun sebagai sebuah Medan Perang yang Luas – The Surface of the Earth is Structured as a Wide Battlefield”. (See Jules Dufour, The Worldwide Network of US Military Bases , Global Research, July 1, 2007).
The Unified Command susunannya dibagi menjadi Combatant Command geografis berdasarkan pada strategi militerisasi tingkat global. “Militer Amerika Serikat memiliki pangkalan di 63 negara. Pangkalan militer baru telah dibangun sejak 11 September 2001 di tujuh negara. Secara total terdapat 255.065 personel militer Amerika Serikat yang ditempatkan di seluruh dunia.”
 (Lihat Jules Dufour, The Worldwide Network of US Military Bases , Global Research, July 1, 2007
Source:
DefenseLINK-Unified Command Plan –
Skenario Perang Dunia III
“Tanggung Jawab Wilayah Komandan Dunia” (Lihat peta di atas) mendefinisikan rancangan militer global Pentagon, yang merupakan salah satu penaklukan Dunia. Penyebaran militer ini terjadi di beberapa wilayah secara bersamaan di bawah koordinasi Komando regional Amerika Serikat, yang melibatkan penimbunan sistem persenjataan buatan Amerika Serikat oleh pasukan Amerika Serikat dan negara-negara mitra, beberapa di antaranya mantan musuh, termasuk Vietnam dan Jepang.
Keadaan sekarang ditandai dengan pembangunan militer global yang dikontrol oleh sebuah negara adidaya Dunia, yang menggunakan banyak sekutunya untuk memicu perang regional.
Sebaliknya, sewaktu terjadi Perang Dunia Kedua merupakan gabungan yang terpisah dari medan perang regional. Mengingat teknologi komunikasi dan sistem senjata tahun 1940-an, belum ada strategi yang koordinasi selama “waktu aktual proses berlangsung” dalam aksi militer antara wilayah geografis yang luas.
Perang global didasarkan pada penyebaran terkoordinasi kekuatan militer tunggal dominan, yang mengawasi tindakan sekutu-sekutu dan mitranya.
Dengan pengecualian Hiroshima dan Nagasaki, Perang Dunia Kedua ditandai dengan penggunaan senjata konvensional. Perencanaan perang global bergantung pada militerisasi ruang angkasa. Apakah perang yang diarahkan terhadap Iran yang akan diluncurkan tidak hanya akan menggunakan senjata nuklir, tapi juga seluruh gamut baru sistem persenjataan canggih, termasuk senjata elektrometrik dan teknik modifikasi lingkungan (ENMOD) akan digunakan.
Dewan Keamanan PBB
Dewan Keamanan PBB pada awal Juni mengadopsi putaran keempat sanksi sweeping terhadap Republik Islam Iran, termasuk embargo senjata yang diperluas dan juga “kontrol keuangan yang lebih ketat”. Hal tersebut merupakan sebuah ironi yang pahit, karena resolusi ini disahkan oleh Dewan Keamanan PBB yang dalam beberapa hari sebelumnya secara tegas Dewan Keamanan PBB menolak untuk mengadopsi sebuah mosi yang mengutuk Israel atas serangannya terhadap Freedom Flotilla di Gaza, armada di perairan internasional.
Baik Cina maupun Rusia, ditekan oleh Amerika Serikat, yang telah mendukung sanksi DK PBB yang merugikan mereka. Keputusan mereka dalam DK PBB berkontribusi melemahkan aliansi militer mereka, yaitu organisasi Kerjasama Shanghai (SCO), di mana Iran memiliki status pengamat. Resolusi Dewan Keamanan membekukan kerjasama militer bilateral masing-masing China dan Rusia dan perjanjian dagang dengan Iran. Hal ini berakibat serius pada sistem pertahanan udara Iran yang sebagian bergantung pada teknologi dan keahlian Rusia.
Resolusi Dewan Keamanan memberi “lampu hijau” secara de facto untuk melancarkan perang pre-emptive terhadap Iran.
Inquisi Amerika: Membangun Sebuah Konsensus Politik Untuk Perang
Secara serempak media Barat telah mencap Iran sebagai ancaman terhadap keamanan global mengingat dugaan (tidak ada) program senjata nuklir. Bergemanya pernyataan resmi, media kini menuntut pelaksanaan hukuman pemboman yang diarahkan terhadap Iran dalam rangka menjaga keamanan Israel.
Media Barat memukul genderang perang. Tujuannya adalah untuk menanamkan secara diam-diam, melalui pengulangan laporan media, yang menurut kesadaran batin orang sampai memuakkan, karena semata-mata berdasarkan dugaan bahwa ancaman Iran adalah nyata dan bahwa Republik Islam harus “dihancurkan”.
Dalam membangun sebuah konsensus proses untuk berperang mirip dengan inkuisisi Spanyol. Hal ini mengharuskan dan menuntut ketundukkan terhadap gagasan bahwa perang adalah usaha kemanusiaan.
Dikenal dan didokumentasikan, ancaman nyata terhadap keamanan global berasal dari aliansi Amerika Serikat-NATO-Israel, sekalipun demikian relitasnya dalam lingkungan inquisitorial adalah terbalik: para penghasut perang berkomitmen untuk perdamaian, para korban perang diperkenalkan sebagai tokoh utama perang. Padahal pada tahun 2006, hampir dua pertiga orang Amerika menentang tindakan militer terhadap Iran, baru-baru ini jajak pendapat Reuter-Zogby pada Februari 2010 menunjukkan bahwa 56% orang Amerika mendukung aksi militer Amerika Serikat-NATO terhadap Iran.
Membangun sebuah konsensus politik yang didasarkan pada sesuatu yang sama sekali bohong, bagaimanapun juga hanya mengandalkan posisi resmi mereka yang merupakan sumber kebohongan.
Gerakan anti-perang di Amerika Serikat, yang sebagian telah diinfiltrasi dan dikooptasi, berasumsi pada posisi yang lemah berkaitan dengan Iran. Gerakan antiperang terpecah. Penekanannya hanya terhadap perang yang telah terjadi (Afghanistan, Irak) daripada tegas menentang perang yang sedang dipersiapkan dan yang saat ini dirancang Pentagon. Sejak pelantikan pemerintahan Obama, gerakan antiperang telah kehilangan beberapa daya pendorongnya.
Selain itu, mereka yang aktif menentang perang di Afghanistan dan Irak, tidak menentang pelaksanaan “pemboman hukuman” yang diarahkan kepada Iran, juga tidak mengkategorikan pengeboman tersebut sebagai tindakan perang yang berpotensi bisa menjadi awal Perang Dunia III.
Skala protes anti-perang dalam kaitannya dengan Iran sangat minim dibandingkan dengan demonstrasi rakyat yang mendahului pemboman dan invasi Irak tahun 2003.
Ancaman nyata terhadap keamanan global berasal dari aliansi Amerika Serikat-NATO-Israel.
Operasi Iran tidak ditentang di arena diplomatik oleh Cina dan Rusia, mendapat dukungan dari pemerintah negara-negara Arab garis depan yang terintegrasikan ke dalam NATO yang disponsori dialog Mediterania. Hal ini juga mendapat dukungan diam-diam opini publik Barat.
Kami menyerukan kepada orang-orang di seluruh wilayah Amerika, Eropa Barat, Israel, Turki dan di seluruh dunia untuk bangkit menentang rencana militer, melawan pemerintah mereka yang mendukung tindakan militer terhadap Iran, terhadap media yang berfungsi untuk menutupi implikasi menghancurkan dari perang terhadap Iran.
Agenda militer mendukung keuntungan yang mendorong merusak sistem ekonomi global yang memiskinkan kawasan besar penduduk dunia.
Perang ini kegilaan belaka.
Perang Dunia III adalah terminal.
Albert Einstein memahami bahaya perang nuklir dan kepunahan kehidupan di bumi, yang telah dimulai dengan kontaminasi radioaktif yang dihasilkan depleted uranium. “Saya tidak tahu dengan senjata apa Perang Dunia III akan dipertarungkan, tetapi Perang Dunia IV akan dipertarungkan dengan tongkat dan batu.”
Media, kaum intelektual, para ilmuwan dan para politisi, serempak, mengaburkan kebenaran yang tidak diceriterakan, bahwa perang dengan menggunakan hulu ledak nuklir akan menghancurkan kemanusiaan, dan bahwa proses keaneka-ragaman kerusakan yang secara bertahap telah dimulai.
Ketika kebohongan menjadi kebenaran maka tidak akan berbalik kembali.
Ketika perang ditegakkan sebagai upaya kemanusiaan, Keadilan dan seluruh sistem hukum internasional terbalik: maka pasifisme dan gerakan antiperang dianggap kriminal. Menentang perang menjadi tindak pidana.
Kebohongan harus disingkapkan untuk apa itu dan apa yang dilakukannya. Ini sanksi pembunuhan tanpa pandang bulu pria, wanita dan anak-anak.
Ia bisa menghancurkan keluarga dan masyarakat. Ia bisa menghancurkan komitmen masyarakat terhadap sesama manusia.
Perang mencegah orang untuk mengekspresikan solidaritasnya kepada mereka yang menderita. Menjunjung tinggi perang dan negara polisi hanya satu-satunya jalan.
Ia menghancurkan baik nasionalisme maupun internasionalisme.
Menghentikan kebohongan berarti menghentikan proyek kejahatan kehancuran global, di mana pencarian keuntungan yang merupakan kekuatan utamanya.
Keuntungan yang mendorong agenda militer ini akan menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan dan mengubah orang tidak sadar menjadi zombie.
Mari Kita Membalikkan Arus.
Menentang penjahat perang yang berkedudukan tinggi dan termasuk kelompok pelobi yang kuat yang mendukung mereka.
Pecahkan inkuisisi Amerika.
Rusak usaha perang pembasmian militer Amerika Serikat-NATO-Israel.
Tutup pabrik-pabrik senjata dan pangkalan militer.
Bawa pulang pasukan.
Personel angkatan bersenjata harus menentang perintah dan menolak untuk berpartisipasi dalam perang kriminal.
Michel Chossudovsky seorang penulis pemenang penghargaan, Profesor Ekonomi (Emeritus) pada Universitas Ottawa dan Direktur dari the Centre for Research on Globalization (CRG), Montreal. Ia menulis buku berjudul The Globalization of Poverty and The New World Order (2003) dan America’s “War on Terrorism” (2005). Ia juga seorang kontributor the Encyclopaedia Britannica. Tulisan-tulisannya telah diterbitkan dalamlebih dari duapuluh bahasa. Ia dapat dihubungi di globalresearch.ca website
Syria: Prahara di Negeri Kaum Pengungsi
©Dina Y. Sulaeman
Ada satu tesis yang pernah saya dapat dari seorang ulama Iran: dalam menganalisis konflik di dunia ini, lihat siapa yang berada di sisi AS, maka itulah pihak yang salah (atau lebih salah). Silahkan saja untuk tidak percaya. Tetapi, tesis ini berkali-kali terbukti dalam berbagai analisis politik, bahkan yang ditulis analis Barat sekalipun. Di manapun AS berada, maka yang berada di barisan AS-lah yang terbukti berbuat makar. Tak perlu jauh-jauh, kita masyarakat Indonesia hari ini bisa melihat, siapa saja yang berada satu kubu dengan AS (lewat tangan-tangannya, semisal IMF atau Bank Dunia, atau LSM-LSM asing, atau dalam berbagai bentuk ‘tangan’ lainnya), pastilah dia melakukan aksi-aksi yang anti-rakyat. Contoh konkritnya, mantan Menkeu kita yang rajin menambah hutang negara ke Bank Dunia itu. Sudah banyak analis ekonomi yang memperingatkan bahaya hutang, tapi mantan menkeu kita yang anak emasnya AS itu tetap saja berhutang. Tak heran ketika dia tersandung kasus Century yang merampok uang rakyat 6,7 T, induk semangnya menyelamatkannya dengan cara mengangkatnya sebagai salah satu Direktur Bank Dunia.
Tesis ini kembali terbukti di Libya dan Syria. Libya, betapapun Qaddafi adalah diktator bagi rakyatnya, tapi ketika AS ikut campur, bisa dipastikan di antara kedua pihak, Qaddafi atau AS, maka yang lebih salah adalah AS. Qaddafi adalah pemimpin yang kejam terhadap lawan politiknya, tapi dia juga pemimpin sebuah negara dengan cadangan minyak terbanyak di Afrika; minyak yang diincar oleh serigala-serigala rakus di belakang NATO. Lebih-lebih lagi, Qaddafi sedang merintis gerakan ‘pertukaran minyak dengan emas’. Qaddafi tahu bahwa Dollar dan Euro adalah uang semu; dia menyerukan agar Afrika menjual minyak dengan emas. Bila gagasan Qaddafi terlaksana, Euro dan Dollar akan langsung kolaps. Serigala-serigala rakus (para kapitalis top dunia) tidak akan rela menukar emas mereka dengan emas. Mereka ingin sistem dunia tetap berjalan sebagaimana hari ini: mereka bebas membeli emas dengan uang kertas yang harganya hanya setara dengan harga cetak uang kertas itu (=selembar kertas yang dicetak angka-angka tertentu di atasnya). Gagasan perlawanan dari Qaddafi adalah gagasan berbahaya, dan untuk itu dia harus disingkirkan. Untuk menutupi belangnya, mereka menamakan aksi mereka dengan istilah ‘humanitarian intervention’, melakukan operasi militer demi kemanusiaan. Bahkan mengebom rumah Qaddafi dan menewaskan anak-cucunya pun dianggap sah.
Sekali lagi, kita tidak sedang membela Qaddafi, tapi dalam kasus ini, AS jauh, jauh, jauh lebih kotor dari Qaddafi.
Bagaimana dengan Syria? Bashir Al Asad bukan pemimpin suci yang harus dibela sampai mati. Tapi, Syria selama 60 tahun terakhir berada di kubu yang berbeda dengan AS. Syria berada di kubu yang sama dengan Hizbullah, Hamas, dan Iran untuk menentang Israel, ‘anak emas’ AS. Mari kita pakai lagi tesis di atas, maka akan terbukti bahwa sekalipun Asad bukan pemimpin suci, tapi AS jauh,jauh, jauh lebih kotor.
Syria adalah sebuah negeri dengan tingkat pengangguran yang semakin hari semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh sikap Asad sendiri yang mau saja dibodoh-bodohi IMF. Syria adalah negara penerima petunjuk IMF: berusaha memperbaiki ekonomi dengan deregulasi keuangan, reformasi perdagangan, dan privatisasi, yang ujung-ujungnya hanya memperkaya yang kaya, dan memperbanyak kelas miskin dan pengagguran. Maka, memang wajar bila ada demo-demo menentang Asad.
Namun, ketika AS berkeras ingin menyingkirkan Asad dengan alasan demokrasi (padahal pada saat yang sama melindungi raja-raja Arab yang sudah jelas-jelas monarkhi dan despotik), maka, AS-lah yang jauh, jauh, jauh lebih salah.
Benar bahwa ada sebagian rakyat Syria yang demo menentang Asad, tapi siapa mereka? Mengapa mereka juga bersenjata militer? Darimana senjata mereka? Mereka menembaki demonstran dan polisi, lalu mengapa media Barat tidak mengupas hal ini?
Pakar Timur Tengah, Michel Choosudovsky menulis bahwa ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa manipulasi dalam pemberitaan aksi demo di Syria. Bahkan media tidak memberitakan adanya demo besar-besaran pro Asad, dengan jumlah peserta yang jauh lebih besar daripada demo anti-Asad. Kenyataan bahwa Asad minta maaf kepada rakyatnya karena ada tentara yang bersikap keras menghadapi demonstran, menujukkan kualitas Asad: dia dengan segala kekurangannya sesungguhnya cinta kemanusiaan.
Asad adalah ‘bapak’ bagi jutaan pengungsi Palestina dan Irak. Sejak 63 tahun yang lalu, Syria adalah tempat berlindung bagi orang-orang Palestina yang terusir dari tanah air mereka sendiri. Syria bahkan menjadi markas perjuangan Hamas untuk membebaskan Palestina dari penjajahan Israel. Kondisi 500.000 pengungsi Palestina di Syria jauh lebih baik daripada kondisi pengungsi Palestina di Lebanon atau Jordan. Para pengungsi itu mendapat layanan kesehatan dan perumahan yang sama sebagaimana rakyat Syria.
Masih belum cukup, perang Irak pun membawa dampak membanjirnya pengungsi ke Syria. AS yang konon datang ke Irak untuk menyelamatkan rakyat Irak, justru telah menyebabkan 1,5 juta warga Irak terpaksa mengungsi, menjauhkan diri dari berbagai aksi kekerasan di Irak. Bagi Syria yang berpenduduk 18 juta jiwa itu, kedatangan 2000 pengungsi per hari (data tahun 2007), jelas memerlukan sebuah kelapangan hati yang luar biasa. Bandingkan dengan Mesir era Mubarak yang dengan bengis menutup pintu perbatasan Rafah, menghalangi pengungsi Palestina, yang sekarat sekalipun, untuk mendapatkan pertolongan.
Menurut UNHCR, kedatangan pengungsi dalam jumlah sangat besar itu menambah berat beban Syria karena mereka diberi layanan sebagaimana warga Syria: pendidikan, kesehatan, rumah, dan subsidi minyak. Tak heran bila Syria disebut sebagai negara yang terbaik di kawasan Timur Tengah dalam memberikan layanan sosial dan ekonomi bagi para pengungsi.
Dan kini, AS dan sekutu-sekutunya berupaya menggulingkan Assad dengan alasan demokrasi. Namun, alasan sesungguhnya adalah jelas: Asad adalah satu-satunya pemimpin Arab yang hingga hari ini tetap teguh menolak berdamai dengan Israel, Asad bahkan membantu Hizbullah untuk melawan invasi Israel ke Lebanon selatan, bahkan Asad menyediakan perlindungan bagi aktivis-aktivis top Hamas. Bagi Israel, Asad adalah duri dalam daging. Dan kepada AS-lah Israel meminta bantuan untuk menyingkirkan Asad. AS, lagi-lagi, menggunakan cara lama, membiayai kelompok-kelompok oposan di Syria untuk melawan Asad. Media pun digunakan untuk membesar-besarkan demo di Syria (bahkan dengan cara curang sekalipun, dengan menggunakan kamuflase gambar-gambar dan video). Bahkan, untuk kasus Libya dan Syria, justru Al Jazeera (yang sering dicitrakan sebagai media non-Barat) yang menjadi ujung tombak untuk menggalang opini dunia agar AS diberi hak untuk melakukan ‘humanitarian intervention’: menyerbu Libya dan Syria, menggulingkan Qaddafi dan Asad, dan mengganti keduanya dengan pemimpin yang bisa ‘diatur’.
(Written by Dina Y. Sulaeman, based on article written by GRTV, Sara Flounders, and Michel Chossudovsky) (IRIB)
Libya Soal Minyak atau Soal Perbankan
-
Fakta ganjil mengenai konflik Libya
Beberapa penulis telah mencatat fakta ganjil bahwa para pemberontak Libya mengambil waktu rehat dari pemberontakan mereka pada bulan Maret untuk mendirikan bank sentral mereka sendiri – ini bahkan sebelum mereka punya pemerintahan. Robert Wenzel menulis di Jurnal Economic Policy:
‘Saya belum pernah mendengar tentang bank sentral yang diciptakan hanya dalam hitungan minggu dari pemberontakan populis. Hal ini menunjukkan kita memiliki lebih dari sekadar sekelompok pemberontak yang berlari-lari dan bahwa ada sejumlah pengaruh yang cukup canggih.’
Alex Newman menulis dalam the New American:
‘Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pekan lalu, para pemberontak melaporkan hasil pertemuan yang diselenggarakan pada tanggal 19 Maret. Antara lain, para pejuang revolusioner mengumumkan ‘pendirian Bank Sentral Benghazi sebagai otoritas moneter kompeten dalam kebijakan moneter di Libya dan pengangkatan Gubernur Bank Sentral Libya, dengan markas sementara Benghazi.’
Newman mengutip editor senior CNBC, John Carney, yang bertanya, ‘Apakah ini pertama kalinya sebuah kelompok revolusioner telah menciptakan sebuah bank sentral saat masih di tengah-tengah pertempuran kekuasaan politik? Hal ini tentu tampaknya menunjukkan bagaimana luar biasanya kekuatan para gubernur bank sentral di zaman kita.’
Ada anomali lain pembenaran resmi untuk mengangkat senjata melawan Libya. Seharusnya itu merupakan pelanggaran tentang hak asasi manusia, tapi buktinya bertentangan. Menurut sebuah artikel di situs Fox News pada tanggal 28 Februari:
Saat Perserikatan Bangsa-Bangsa bekerja keras untuk mengutuk pemimpin Libya Muammar al-Qaddafi dalam menindak pengunjuk rasa, Dewan Hak Asasi Manusia PBB justru mengadopsi laporan penuh pujian bagi catatan hak asasi manusia Libya.
Laporan itu memuji Libya karena meningkatkan kesempatan pendidikan, membuat hak asasi manusia sebagai ‘prioritas’ dan memperbaiki ‘kerangka konstitusional’nya. Beberapa negara, termasuk Iran, Venezuela, Korea Utara, dan Arab Saudi tetapi juga Kanada, memberikan tanda positif Libya bagi perlindungan hukum yang diberikan kepada warga negaranya – yang sekarang memberontak terhadap rezim itu dan menghadapi pembalasan berdarah.
Apa pun yang dapat dikatakan dari Gaddafi, orang-orang Libya tampaknya akan berkembang. Sebuah delegasi dari profesional medis Rusia, Ukraina dan Belarus menulis dalam sebuah laporan ke Presiden Rusia Medvedev dan Perdana Menteri Putin bahwa setelah berkenalan dengan kehidupan Libya, pandangan mereka menyatakan hanya di beberapa negara orang hidup dengan kenyamanan seperti:
[Warga Libya] berhak atas pengobatan gratis, dan rumah sakit mereka memberikan yang terbaik dalam dunia peralatan medis. Pendidikan di Libya gratis, orang muda mampu memiliki kesempatan untuk belajar di luar negeri dengan biaya pemerintah. Ketika menikah, pasangan muda menerima 60.000 dinar Libya (sekitar 50.000 dolar AS) bantuan keuangan. Pinjaman Negara tanpa bunga, dan sebagian, tidak bertanggal. Karena subsidi pemerintah harga mobil jauh lebih rendah daripada di Eropa, dan sangat terjangkau bagi setiap keluarga. Bensin dan haga roti satu sen, tidak ada pajak bagi pertanian. Orang-orang Libya tenang dan damai, tidak cenderung untuk minum, dan sangat religius.
Mereka menyatakan bahwa masyarakat internasional telah salah informasi tentang perjuangan melawan rezim itu . “Beritahu kami,” kata mereka, “siapa yang tidak suka sebuah rezim seperti itu?”
Bahkan jika itu hanya propaganda, tidak ada yang menyangkal setidaknya satu prestasi yang sangat populer dari pemerintah Libya: air dibawa ke padang pasir melalui proyek irigasi terbesar dan paling mahal dalam sejarah, proyek GMMR (Great Man-Made River) senilai 33 milyar USD. Bahkan lebih dari minyak, air sangat penting untuk kehidupan di Libya. GMMR ini menyediakan 70 persen dari populasi dengan air untuk minum dan irigasi, pemompaan dilakukan dari Libya Sandstone System, akuifer bawah tanah Nubia di selatan ke daerah-daerah pesisir berpenduduk, 4.000 kilometer ke arah utara. Pemerintah Libya telah melakukan setidaknya beberapa hal yang tepat.
Penjelasan lain untuk serangan di Libya adalah bahwa hal itu ‘urusan minyak’, tapi teori itu juga bermasalah. Sebagaimana dicatat di Jurnal National, Negara ini hanya menghasilkan sekitar 2 persen dari minyak dunia. Arab Saudi sendiri memiliki kapasitas yang cukup untuk membuat cadangan untuk setiap produksi yang hilang jika minyak Libya menghilang dari pasar. Dan jika itu semua tentang minyak, mengapa buru-buru untuk mendirikan sebuah bank sentral yang baru?
Data provokatif lain yang beredar di Internet adalah ‘Democracy Now’ , wawancara pejabat AS, Jenderal Wesley Clark (Purn), tahun 2007. Di dalamnya ia mengatakan bahwa sekitar 10 hari setelah 11 September 2001, ia diberitahu oleh seorang jenderal bahwa keputusan telah dibuat untuk berperang dengan Irak. Clark terkejut dan bertanya mengapa. ‘Aku tidak tahu!’ adalah responnya. Saya kira mereka tidak tahu harus berbuat apa lagi.’ Selanjutnya, jenderal yang sama mengatakan mereka berencana untuk mengambil tujuh negara lain dalam lima tahun: Irak, Suriah, Libanon, Libya, Somalia, Sudan, dan Iran.
Apa tujuh negara ini memiliki kesamaan? Dalam konteks perbankan, salah satu yang menonjol adalah bahwa tidak satupun dari mereka terdaftar di antara 56 bank anggota Bank for International Settlements (BIS). Yang menempatkan mereka di luar jangkauan peraturan bank sentral para bankir sentral di Swiss.
Yang paling nyempal adalah Libya dan Irak, dua negara yang telah benar-benar diserang. Kenneth Schortgen Jr, menulis di Examiner.com, mencatat bahwa “enam bulan sebelum AS bergerak ke Irak untuk menghancurkan Saddam Hussein, negara minyak ini telah membuat langkah untuk menerima Euro bukan dolar untuk minyak, dan ini menjadi ancaman bagi dominasi global dolar sebagai mata uang cadangan, dan kekuasaan petrodollar itu.”
Menurut sebuah artikel Rusia berjudul ‘Pemboman di Libya – Hukuman untuk Ghaddafi untuk Mencoba Menolak Dolar AS,’ Gadaffi mengambil langkah yang sama beraninya: ia memulai gerakan untuk menolak dolar dan euro, dan mengimbau negara-negara Arab dan Afrika untuk menggunakan mata uang baru sebagai gantinya, dinar emas. Gadaffi menyarankan membentuk benua Afrika Bersatu, dengan 200 juta penduduknya menggunakan mata uang tunggal. Selama tahun terakhir, gagasan itu disetujui oleh banyak negara-negara Arab dan sebagian besar negara Afrika. Penentangnya hanya Republik Afrika Selatan dan Liga Arab. Inisiatif ini dipandang negatif oleh AS dan Uni Eropa, dengan Presiden Perancis Nicolas Sarkozy menyebut Libya sebagai ancaman terhadap keamanan keuangan manusia, tetapi Gaddafi tidak bergoyang dan terus mendorong untuk menciptakan sebuah Afrika Bersatu.
Dan itu membawa kita kembali ke teka-teki bank sentral Libya. Dalam sebuah artikel di Market Oracle, Eric Encina mengatakan:
“Salah satu fakta yang jarang disebutkan oleh para politisi barat dan pakar media: Bank Sentral Libya adalah 100% Milik Negara. Saat ini, pemerintah Libya menciptakan uang sendiri, Dinar Libya, melalui fasilitas bank sentral sendiri. Beberapa dapat menyatakan bahwa Libya adalah negara berdaulat dengan sumber daya sendiri yang besar, mampu mempertahankan ekonomi sendiri. Salah satu masalah utama bagi kartel perbankan globalis adalah bahwa dalam rangka untuk melakukan bisnis dengan Libya, mereka harus melalui Bank Sentral Libya dan mata uang nasional, tempat di mana mereka benar-benar tak memiliki kekuasaan atau kemampuan bermakelar. Oleh karena itu, soal Bank Sentral Libya (CBL) mungkin tidak muncul dalam pidato Obama, Cameron dan Sarkozy tapi ini tentu di bagian atas agenda globalisasi untuk menyerap Libya ke dalam sarang bangsa-bangsa tunduk-patuh.”
Libya tidak hanya memiliki minyak. Menurut IMF, bank sentralnya memiliki hampir 144 ton emas di brankasnya. Dengan kekuatan aset begitu, siapa yang membutuhkan BIS, IMF dan segala aturan mereka?
Kita lihat lebih dekat aturan BIS dan efeknya pada ekonomi lokal. Sebuah artikel pada website BIS menyatakan bahwa bank sentral seharusnya berada dalam Central Bank Governance Network yang memiliki tujuan mereka tunggal atau utama. Mereka harus tetap independen dari pemerintah untuk memastikan bahwa tidak ada pertimbangan politik ‘untuk menjaga stabilitas harga’ yang mengganggu mandat ini. “Stabilitas harga” berarti menjaga pasokan uang yang stabil, bahkan jika itu berarti membebani rakyat dengan utang luar negeri yang berat. Bank-bank sentral disarankan untuk meningkatkan jumlah uang beredar dengan mencetak uang dan menggunakannya untuk kepentingan negara, baik secara langsung atau sebagai pinjaman.
Dalam sebuah artikel tahun 2002 di Asia Times berjudul ” BIS vs Bank Nasional,” Henry Liu menyatakan:
‘Peraturan BIS hanya melayani satu tujuan yaitu memperkuat sistem perbankan internasional swasta, bahkan bila itu membahayakan ekonomi nasional. BIS melakukan sesuatu untuk sistem perbankan nasional sebagaimana IMF melakukan untuk rezim moneter nasional. Perekonomian nasional di bawah globalisasi keuangan tidak lagi melayani kepentingan nasional.
FDI [investasi asing langsung] dalam mata uang asing, terutama dolar, telah mengutuk ekonomi nasional membawanya ke dalam pembangunan yang timpang terhadap ekspor, hanya untuk pembayaran bunga dalam mata uang dolar untuk PMA, dengan keuntungan bersih sangat sedikit untuk ekonomi domestik.’
Dia menambahkan, ‘Menerapkan Teori Uang Negara, pemerintah apapun bisa memperoleh dana untuk semua kebutuhan dalam negeri dengan uang sendiri untuk pembangunan dan mempertahankan pekerjaan penuh tanpa inflasi.’ ‘Teori uang negara’ adalah uang yang dicetak sendiri oleh pemerintah dan bukan oleh bank swasta.
Anggapan yang ada adalah pinjaman dari bank sentral sendiri oleh pemerintah akan menimbulkan inflasi, sementara pinjaman uang dari bank asing atau IMF tidak. Tapi semua bank menciptakan uang yang mereka pinjamkan semata-mata dalam pembukuan mereka, baik itu bank milik umum atau milik swasta. Kebanyakan uang baru hari ini berasal dari pinjaman bank. Pinjaman dari bank sentral pemerintah sendiri memiliki keuntungan bahwa pinjaman bebas bunga efektif. Menghilangkan bunga telah terbukti mengurangi biaya proyek publik dengan rata-rata 50%.
Dan itu tampaknya cara kerja sistem Libya. Menurut Wikipedia, fungsi Bank Sentral Libya termasuk ‘menerbitkan dan mengatur uang kertas dan uang logam di Libya’ dan ‘mengelola dan menerbitkan semua pinjaman negara.’ Bank Libya sepenuhnya milik Negara dan tidak menerbitkan mata uang nasional dan meminjamkannya untuk keperluan negara.
Itu akan menjelaskan sumber Libya mendapatkan uang untuk menyediakan pendidikan gratis dan perawatan medis cuma-cuma, dan setiap pasangan muda mendapat santunan $ 50.000 pinjaman bebas bunga. Hal ini juga akan menjelaskan dari mana negara mendapatkan 33 milyar dolar untuk membangun proyek Man-Made Great River. Warga Libya khawatir bahwa serangan udara yang dipimpin NATO akan datang makin mendekati pipa ini, mengancam bencana kemanusiaan lain.
Jadi ini perang baru adalah soal minyak atau perbankan? Mungkin keduanya – dan air juga. Dengan energi, air, dan kredit yang cukup untuk mengembangkan infrastruktur untuk mengaksesnya, suatu bangsa bisa bebas dari cengkeraman kreditur asing. Dan yang mungkin menjadi ancaman nyata Libya: bisa menunjukkan kepada dunia apa yang mungkin. Sebagian besar negara tidak memiliki minyak, tapi teknologi baru yang dikembangkan yang bisa membuat negara-negara non-minyak memproduksi energi-independen, terutama jika biaya infrastruktur yang dibelah dua dengan meminjam dari bank negara milik publik sendiri. Energi kemerdekaan akan membebaskan pemerintah dari jerat para bankir internasional, dan kebutuhan untuk pergeseran produksi dari dalam negeri ke pasar luar negeri ke layanan kredit.
Jika pemerintah Gaddafi runtuh, maka akan menarik untuk melihat apakah bank sentral yang baru bergabung dengan BIS, apakah industri minyak nasional akan dijual kepada investor asing, dan apakah pendidikan dan perawatan kesehatan akan terus digratiskan.
*) Ellen Brown adalah seorang pengacara dan presiden Public Banking Institute. Website nya adalah http://webofdebt.com dan http://ellenbrown.com.
Presiden Paling Miskin diDunia Patut Dijadikan Teladan
Rabu 8 September, 2010 Jam 12:14 WITE Katagori :Artikel Ditulis Oleh
Mahmoud Ahmadinejad, Presiden Paling Miskin di Dunia dan Patut Dijadikan Teladan.
Presiden Iran saat ini: Mahmoud Ahmadinejad, ketika di wawancara oleh TV Fox (AS) soal kehidupan pribadinya: “Saat anda melihat di cermin setiap pagi, apa yang anda katakan pada diri anda?”
Jawabnya: “Saya melihat orang di cermin itu dan mengatakan padanya: “Ingat, kau tak lebih dari seorang pelayan, hari di depanmu penuh dengan tanggung jawab yang berat, yaitu melayani bangsa Iran .”
Berikut adalah gambaran Ahmadinejad, yang membuat orang ternganga dan terheran-heran :
1. Saat pertama kali menduduki kantor kepresidenan Ia menyumbangkan seluruh karpet Istana Iran yang sangat tinggi nilainya itu kepada masjid2 di Teheran dan menggantikannya dengan karpet biasa yang mudah dibersihkan.
2. Ia mengamati bahwa ada ruangan yang sangat besar untuk menerima dan menghormati tamu VIP, lalu ia memerintahkan untuk menutup ruang tersebut dan menanyakan pada protokoler untuk menggantinya dengan ruangan biasa dengan 2 kursi kayu, meski sederhana tetap terlihat impresive.
3. Di banyak kesempatan ia bercengkerama dengan petugas kebersihan di sekitar rumah dan kantor kepresidenannya.
4. Di bawah kepemimpinannya, saat ia meminta menteri2 nya untuk datang kepadanya dan menteri2 tsb akan menerima sebuah dokumen yang ditandatangani yang berisikan arahan2 darinya, arahan tersebut terutama sekali menekankan para menteri2nya untuk tetap hidup sederhana dan disebutkan bahwa rekening pribadi maupun kerabat dekatnya akan diawasi, sehingga pada saat menteri2 tsb berakhir masa jabatannya dapat meninggalkan kantornya dengan kepala tegak.
5. Langkah pertamanya adalah ia mengumumkan kekayaan dan propertinya yang terdiri dari Peugeot 504 tahun 1977, sebuah rumah sederhana warisan ayahnya 40 tahun yang lalu di sebuah daerah kumuh di Teheran.
Rekening banknya bersaldo minimum, dan satu2nya uang masuk adalah uang gaji bulanannya.
6. Gajinya sebagai dosen di sebuah universitas hanya senilai US$ 250.
7. Sebagai tambahan informasi, Presiden masih tinggal di rumahnya.
Hanya itulah yang dimilikinya seorang presiden dari negara yang penting baik secara strategis, ekonomis, politis, belum lagi secara minyak dan pertahanan.
Bahkan ia tidak mengambil gajinya, alasannya adalah bahwa semua kesejahteraan adalah milik negara dan ia bertugas untuk menjaganya.
8. Satu hal yang membuat kagum staf kepresidenan adalah tas yg selalu dibawa sang presiden tiap hari selalu berisikan sarapan roti isi atau roti keju yang disiapkan istrinya dan memakannya dengan gembira, ia juga menghentikan kebiasaan menyediakan makanan yang dikhususkan untuk presiden.
9. Hal lain yang ia ubah adalah kebijakan Pesawat Terbang Kepresidenan, ia mengubahnya menjadi pesawat kargo sehingga dapat menghemat pajak masyarakat dan untuk dirinya, ia meminta terbang dengan pesawat terbang biasa dengan kelas ekonomi.
10. Ia kerap mengadakan rapat dengan menteri2 nya untuk mendapatkan info tentang kegiatan dan efisiensi yang sdh dilakukan, dan ia memotong protokoler istana sehingga menteri2 nya dapat masuk langsung ke ruangannya tanpa ada hambatan.
Ia juga menghentikan kebiasaan upacara2 seperti karpet merah, sesi foto, atau publikasi pribadi, atau hal2 spt itu saat mengunjungi berbagai tempat di negaranya.
11. Saat harus menginap di hotel, ia meminta diberikan kamar tanpa tempat tidur yg tidak terlalu besar karena ia tidak suka tidur di atas kasur, tetapi lebih suka tidur di lantai beralaskan karpet dan selimut.
Apakah perilaku tersebut merendahkan posisi presiden?
Presiden Iran tidur di ruang tamu rumahnya sesudah lepas dari pengawal2nya yg selalu mengikuti kemanapun ia pergi.
Menurut koran Wifaq, foto2 yg diambil oleh adiknya tersebut, kemudian dipublikasikan oleh media masa di seluruh dunia, termasuk amerika.
12. Sepanjang sholat, anda dapat melihat bahwa ia tidak duduk di baris paling muka
13. Bahkan ketika suara azan berkumandang, ia langsung mengerjakan sholat dimanapun ia berada meskipun hanya beralaskan karpet biasa
14. baru-baru ini dia baru saja mempunyai Hajatan Besar Yaitu Menikahkan Puteranya. Tapi pernikahan putra Presiden ini hanya layaknya pernikahan kaum Buruh. Berikut dokumentasi pernikahan Putra Seorang Presiden
Lihat aja makanannya cuman ada Pisang, Jeruk, Apel
Mari mewaspadai dan TOLAK — IIPAC(Indonesia Israel Public Affairs Committee)
12/04/2010 Sekna Nenava Tinggalkan komentar Go to comments
Benjamin Ketang (Direktur Eksekutif IIPAC)
Bisa dipastikan IIPAC turut berperan dalam Pemilu dan Pilpres di Indonesia. Persis seperti AIPAC di Amerika. Sehingga, untuk menjadi Presiden RI harus “Israel First”. Pantas bila negeri kita terus mengekor AS.
——————
Jum’at, 29 Januari 2010 | 17:54 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta – Komite urusan publik Indonesia-Israel (Indonesia Israel Public Affairs Committee – IIPAC) hari ini, Jumat (29/1) meresmikan peluncuran Indonesia Business Lobby. Lembaga di bawah IIPAC itu bertujuan memfasilitasi para investor yahudi di seluruh dunia untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Menurut Direktur Eksekutif IIPAC, Benjamin Ketang, lembaganya akan bekerja sama dengan Komite Urusan Publik Amerika Isreal (AIPAC) di Amerika Serikat dan Komite Urusan Australia – Yahudi – Isreal AIJAC di Australia. Sejauh ini, kata dia, sudah ada 19 pengusaha baik dari Indonesia maupun dari Isreal yang masuk dalam forum lobi itu.
Benjamin menegaskan bahwa pihaknya tidak khawatir soal hubungan bisnis dengan Isreal yang merupakan isu sangat sensitif di Indonesia. “Nggak masalah, kita sudah siap,” katanya kepada Tempo, saat ditanya soal kemungkinan protes yang akan dilakukan umat Islam.
IIPAC didirikan pada 2002 dan berkantor di sebuah tempat di Jakarta Selatan.
Jakarta, 15 Desember, 2009 Benjamin Ketang The Indonesia-Israel Public Affairs Committee (IIPAC) Jl. Kyai Haji Wahid HASYEM, 28 Jakarta Pusat 11000 phone: +62 21 93442874 Mobile: +62 81288834728 E-mail:
ben.ketang@gmail.com
Alamat jl kramat raya 164
SITUS IIPAC: http://iipac.wordpress.com/
LAMBANG IIPAC
:
EKONOMI-POLITIK GLOBAL (Dominasi dollar-penjajahan The Fed-penjajahan Israel atas Palestina)
I. Pengantar (khususnya untuk teman2 penstudi HI, yang tidak tertarik silahkan langsung saja ke bagian II)
Seorang profesor yang mengajari kami matakuliah EPG (Ekonomi Politik Global), mengatakan bahwa EPG adalah jantung dari HI. Bila Anda menguasai EPG, maka Anda akan menguasai esensi studi HI. Sebabnya, hubungan antarnegara, baik konflik maupun kerjasama ujung-ujungnya adalah hubungan ekonomi, upaya satu aktor (baik aktor negara maupun non-negara) untuk meraup sumber daya sebanyak-banyaknya dari aktor lain. Tapi, dalam pandangan EPG, tak ada aktivitas ekonomi yang terjadi di ruang kosong (pure economic), melainkan pasti ada frame politiknya. Selanjutnya, untuk mempelajari EPG, kita pun harus merunut jauh ke kajian-kajian filsafat mengenai sifat-sifat manusia, lalu ideologi-ideologi yang melandasi aktivitas ekonomi-politik manusia, mulai dari liberalisme, merkantilisme, strukturalisme (marxisme), dan Islam (ini tambahan dari saya saja; setau saya, sejauh ini Islam belum dianggap sebagai ideologi yang melandasi aktivitas ekonomi-politik dalam kajian EPG). Dan masih banyak lagi aspek lain, yang sangat luas spektrumnya.
Menurut saya sendiri, inti dari EPG di zaman ini adalah distribusi uang (saya pribadi punya keyakinan, suatu saat keadilan akan tegak di muka bumi, jadi pada saat itu inti EPG tentunya bukan lagi uang). Uang-lah yang menjadi pangkal kekisruhan (atau kerjasama) global. Problemnya terletak pada kekacauan fungsi uang. Seharusnya, uang adalah barang berharga yang layak untuk untuk dijadikan alat tukar bagi barang dan jasa. Bila Anda sudah berpeluh mengangkat barang ratusan kilo, sudah selayaknya Anda dibayar dengan benda berharga, semisal emas atau perak dengan jumlah tertentu. Tapi, dewasa ini, upah diberikan dalam bentuk uang kertas, yang dicetak di percetakan, diberi nominal angka tertentu dan ditandatangani oleh pejabat bank. Di sini, ada perubahan proses: uang yang seharusnya didistribusikan, kini malah diciptakan oleh pihak-pihak tertentu. Sesungguhnya, uang diciptakan sekali saja, oleh Tuhan, dalam bentuk logam mulia yang terbatas jumlahnya, dan tidak bisa diciptakan ulang oleh manusia. Ketika jumlahnya terbatas, proses ekonomi adalah proses pendistribusian uang. Pemilik jasa akan mendapat uang, pemakai jasa menyerahkan uang. Pemilik minyak meraup uang, pembeli minyak memberikan uang.
Ketika uang diciptakan di mesin cetak, yang terjadi adalah chaos (kekacauan). Krisis moneter yang melanda Indonesia tahun 1997-1998 adalah salah satu bukti yang kita rasakan bersama, betapa pahitnya. Tapi negara-negara dunia masih mampu bertahan dengan terus-menerus mencetak uang di mesin-mesin percetakan. Namun, semua tipuan ini akan ada ujungnya, pasti. Bahkan ada ekonom yang meramalkan tahun 2011 bank-bank global akan kolaps karena sistem uang kertas sudah tak mampu lagi mendukung aktivitas ekonomi manusia. Namun, pertanyaan pentingnya, siapa yang menciptakan sistem uang kertas ini? Tidakkah mereka dulu memperkirakan adanya kemungkinan chaos (kekacauan) ini? Jawabnya, karena memang semua ini adalah proses penjajahan era baru. Para pencipta sistem keuangan kertas ini memang ingin menjajah manusia di dunia tanpa perlu senjata dan darah. Dan ironisnya, negara yang paling awal terjajah melalui sistem ini justru AS. Berikut ini uraiannya.
II. Sejarah Dominasi Dollar di AS dan Dunia
Awalnya, semua negara di dunia menggunakan emas dan perak ketika bertransaksi satu sama lain. Bahkan AS pun dalam UUD-nya mencantumkan bahwa negara menggunakan koin emas dan perak sebagai alat pembayaran. Pada tahun 1800-an hingga 1900-an, orang-orang AS menggunakan uang koin emas dan perak.
Lalu pada 1862, Presiden Lincoln perlu uang untuk membiayai perang saudara (pertanyaan klasik yang hingga kini bisa terus dipertanyakan: siapakah pemicu perang? siapakah yang meraup uang dari perang?). Parlemen AS mengizinkan Lincoln untuk meminjam uang dari bank negara (saat itu masih benar-benar bank milik pemerintah AS) sebesar 150 juta dollar (dalam bentuk koin emas/perak). Seharusnya, pemerintahan Lincoln mengembalikan uang itu dengan uang lagi, namun karena tidak mampu, diperkenalkanlah uang kertas yang berisi ‘janji’ untuk membayar kelak di lain waktu. Ketika itulah pemerintah AS memperkenalkan uang kertas dalam bentuk ‘sertifikat emas/perak’. Para pemilik uang menyimpan uangnya di bank pemerintah, pemerintah akan memberikan sertifikat bukti simpanan itu. Sertifikat itu kemudian bisa dijadikan alat tukar. Si A bisa membeli barang kepada si B dengan menggunakan sertifikat ini, lalu ketika si B butuh uang, dia bisa menyerahkan sertifikat ke bank dan menukarnya dengan koin emas/perak sesuai yang tertera di sertifikat.
Uang kertas ini secara bertahap diperkenalkan ke masyarakat dan dicetak terus-menerus untuk membiayai pengeluaran negara. Awalnya, saat itu ada cadangan emas di bank yang menjadi penjamin uang kertas itu, namun kelak, lama kelamaan, emas cadangan pun habis, sehingga pada akhirnya, uang kertas hanya uang kertas, bukan lagi ‘bukti’ penyimpanan cadangan emas di bank.
[Pertanyaan: mengapa uang kertas yang dijadikan jalan keluar?
Jawabnya:
1) karena dgn uang kertas, segelintir orang bisa melakukan apa saja; misalnya, pemerintah bisa hidup mewah, yang tak mungkin bisa dilakukan bila hanya uang emas yang beredar; uang emas sangat terbatas dan hanya orang yang benar-benar bekerja dan punya sumber daya yang bisa memilikinya. Pemerintah korup tentu tak bisa bermewah-mewah dalam sistem uang emas, kecuali bila dengan terang-terangan menindas rakyat. Padahal, di era modern, penindasan dan perbudakan terang-terangan seperti zaman feodal dulu sudah tidak mungkin lagi dilakukan.
2) karena ada segelintir orang kaya yang bisa meraup kekayaan yang sangat-sangat-super banyak melalui sistem ini; selanjutnya akan dijelaskan pada bagian III “Sejarah The Fed”]
Tentu saja, prosesnya tidak mudah dan memakan waktu sangat panjang. Rakyat AS zaman itu sudah pasti tidak mau begitu saja dibodoh-bodohi: menyerahkan emas perak mereka untuk ditukar dengan kertas cetakan. Akhirnya pada 1933, dengan alasan untuk menyelamatkan perekonomian negara, Presiden Roosevelt menggunakan cara kekerasan: penyitaan emas-perak. Siapa saja yang menyimpan emas-perang dianggap kriminal dan terancam penjara dan denda. Transaksi harus menggunakan uang kertas. Semua kontrak bisnis yang menggunakan uang emas harus dikonversi ke uang kertas. Semua pemilik uang emas-perak harus datang ke bank untuk ditukar dengan sejumlah uang kertas. [Proses penyitaan emas ini juga dibarengi dengan indoktrinasi di sekolah-sekolah/universitas, karena pada era itu, sekolah di AS sudah dibawah kendali pemerintah. Rakyat AS didoktrin bahwa uang kertas sama baiknya dengan uang emas dan bahwa penyitaan emas adalah demi kebaikan rakyat.]
Setelah SEMUA uang emas ditarik, dan rakyat menggenggam uang kertas, bank pun melakukan devaluasi mata uang. Pemerintah AS lalu menjual sebagian emas yang disita dari rakyatnya itu kepada pasar internasional (tentu dengan melalui bank), dengan harga yang lebih mahal daripada harga beli dari rakyat. Pemerintah AS menerima uang kertas sebagai ganti emas yang ‘dirampok’ dari rakyat itu, lalu digunakan untuk membiayai roda pemerintahan (atau tepatnya, untuk membiayai kehidupan mewah para pejabat negara). Jelas ini adalah perampokan uang rakyat besar-besaran.
Makanya dikatakan: sejak saat itu, rakyat AS dijajah oleh bank. Mereka harus bekerja keras, dibayar dengan uang kertas. Sumber daya alam –yang sejatinya milik rakyat- dieksplorasi (misalnya, emas dan minyak digali) lalu ditukar dengan uang kertas.
Pertanyaannya: siapa bank yang sedemikian berkuasa itu? Apakah benar-benar bank milik pemerintah AS?
Jawabnya:
baca di bagian III : Sejarah The Fed]
Selanjutnya, pada tahun 1944, AS menggagas sistem keuangan internasional yang disebut Perjanjian Bretton Woods.
Perjanjian ini dihadiri 44 negara Barat ini sepakat bahwa negara-negara tidak lagi menggunakan emas sebagai alat transaksi internasional, melainkan dengan dollar yang di-back up oleh emas. Artinya, AS menjamin bahwa setiap uang kertas dollar yang dicetaknya, ada cadangan emas di bank dalam jumlah tertentu. Lalu, mengapa negara-negara adikuasa macam Inggris, Perancis, dll, mau menerima perjanjian ini? Pertama, karena saat itu mereka sedang dalam posisi lemah akibat Perang Dunia I-II. Kedua, karena bank AS saat itu memiliki cadangan emas terbanyak. Dengan demikian, negara-negara lain diminta percaya pada uang dollar karena bank AS menyimpan 2/3 emas dunia.
Kenyataannya, akhirnya AS tak mampu lagi (atau, saya curiganya, sudah didesain demikian oleh para penggagas uang kertas) mem-back up semua dollar hasil cetakan pabrik dengan uang (seperti dikatakan tadi, emas itu terbatas, uang kertas bisa dicetak semau pemilik percetakan). Akibatnya, pertukaran dolar dengan emas tidak lagi setara dengan harga pertukaran emas resmi yang disepakati di Bretton Woods. Pada tahun 1971, AS sepihak mengumumkan tidak lagi terikat pada Bretton Woods dan tidak lagi melakukan back-up emas terhadap dollar yang dicetaknya. Namun terlambat bagi dunia, dollar sudah merasuk ke seluruh penjuru dunia dan menjadi alat tukar utama transaksi internasional. Dunia sudah dicengkeram oleh penjajahan bank AS yang bisa seenaknya mencetak dollar. Pertanyaannya, siapakah sebenarnya bank yang mencetak dollar itu?
III. Sejarah The Fed
Satu-satunya lembaga yang ‘berhak’ mencetak dollar adalah bank bernama The Fed (Federal Reserve Bank). Ironisnya, ternyata bank ini bukan bagian/milik pemerintah AS. Bank itu murni bank swasta, bahkan dimiliki bukan oleh orang AS, melainkan klan konglomerat Yahudi-Zionis, bernama Rothschild dan rekan-rekannya (antara lain: Rothschild Bank of London, Rothschild Bank of Berlin, Warburg Bank of Hamburg, Warburg Bank of Amsterdam, Israel Moses Seif Bank of Italy, Lazard Brothers of Paris, Citibank, Goldman & Sach of New York, Lehman & Brothers of New York, Chase Manhattan Bank of New York, dan Kuhn & Loeb Bank of New York.)
Awalnya pada 1837-1862 AS punya bank pemerintah yang mencetak uang (sertifikat emas/perak, seperti sudah diceritakan sebelumnya). Secara bertahap, uang kertas diperkenalkan kepada masyarakat dan menjadi alat tukar pengganti koin emas/perak.
Lalu, pada tahun 1913, Rothschild dkk membentuk The Fed. The Fed memiliki cadangan emas yang sangat banyak, sehingga mampu meminjamkan uang yang sangat besar kepada pemerintah AS. Kandidat-kandidat presiden AS dibiayai kampanye mereka oleh The Fed, dan setelah berkuasa, para presiden itu mengeluarkan keputusan/UU yang menguntungkan The Fed. Dimulai dari Presiden Woodrow Wilson, pada tahun 1914 menandatangani keputusan memberikan hak cetak mata uang AS kepada The Fed. Pemerintah mendapatkan uang kertas produksi The Fed dalam bentuk hutang yang harus dibayar kembali beserta bunganya. Rakyat AS dipaksa membayar pajak untuk membayar bunga tersebut.
Kelak Wilson menyesali keputusannya ini dan berkata, “Saya adalah orang yang paling tidak bahagia. Saya telah menghancurkan negara saya. Sebuah bangsa industri yang besar ini dikontrol oleh sistem kredit.
Sistem kredit kita terkonsentrasi. Pertumbuhan bangsa ini dan seluruh aktivitas kita berada di tangan segelintir orang. Kita telah menjadi pemerintah yang paling diatur, dikontrol, dan didominasi di dunia modern. [Kita] tidak lagi pemerintah yang memiliki pandangan yang bebas, pemerintah yang diakui, yang dipilih oleh suara mayoritas, melainkan pemerintah yang dikontrol oleh opini dan paksaan sekelompok kecil orang yang mendominasi.”
(“I am a most unhappy man. I have unwittingly ruined my country. A great industrial nation is controlled by its system of credit. Our system of credit is concentrated. The growth of the nation, therefore, and all our activities are in the hands of a few men. We have come to be one of the worst ruled, one of the most completely controlled and dominated governments in the civilized world. No longer a government by free opinion, no longer a government by conviction and the vote of the majority, but a government by the opinion and duress of a small group of dominant men.”)
Pada tahun 1933, menyusul terjadinya krisis moneter, Presiden Roosevelt yang juga kampanyenya didanai The Fed, melakukan aksi penyitaan emas rakyat dan menyerahkannya kepada The Fed sehingga dollar benar-benar menjadi mata uang AS dan uang emas/perak tidak digunakan lagi.
Tentu tidak semua presiden AS sebodoh Wilson atau Roosevelt, sehingga mau menukar kedaulatan negara dengan uang bantuan kampanye.
Presiden F Kennedy pernah berusaha melepaskan AS dari jeratan The Fed dengan membuat rencana penerbitan mata uang sendiri.
Namun, sebelum rencananya terlaksana, dia sudah mati dibunuh. Presiden-presiden sebelumnya, dan para politisi dan ekonom AS pun sudah banyak yang memperingatkan bahaya penyerahan hak cetak dollar dan hak pendistribusiannya kepada bankir swasta; namun suara-suara itu lenyap begitu saja, seiring dengan terus berlanjutnya proses indoktrinasi sistem ekonomi uang kertas di kalangan akademisi seluruh dunia.
Situasi ini dijelaskan sendiri oleh Rothschild pada tahun 1863, “Sedikit orang yang memahami sistem ini sangat tertarik pada keuntungan sistem ini atau sangat memiliki ketergantungan pada sistem ini, sehingga tidak akan ada perlawanan dari mereka” (“The few who understand the system, will either be so interested from it’s profits or so dependant on it’s favours, that there will be no opposition from that class.”)
Meluasnya penggunaan dollar di dunia, dan dijadikannya dollar sebagai standar mata uang dunia (contoh: harga2 di Indonesia selalui dikaitkan dengan dollar, dollar naik, harga barang di Indonesia juga naik) membuat The Fed kini pada hakikatnya adalah penjajah dunia, termasuk rakyat AS sendiri. The Fed leluasa mencetak dollar, dan rakyat sedunia memberikan kekayaan alam dan keringat mereka untuk ditukar dengan dollar. Contohnya Indonesia, karena pemerintah Indonesia mau saja dibodoh-bodohi menerima hutang dollar; untuk membayarnya, digunakanlah uang pajak hasil keringat rakyat dan dengan menjual sumber daya alam.

IV. Kemana Uang The Fed Mengalir?
Pertanyaan akhir, buat apa klan Rothschild dan kroni-kroninya itu mengeruk kekayaan dari seluruh penjuru dunia? Masih kurang kayakah mereka? Kapankah mereka akan bisa terpuaskan?
Jawabnya:
1. Kalau kita kembali pada Al Quran (AlHumazah:2-3), mereka inilah yang disebut “orang yang mengumpulkan uang dan menghitung-hitungnya; dan mengira bahwa hartanya itu akan mengekalkan dirinya.”
Mereka terus-menerus mengumpulkan uang, dengan menghalalkan segala cara, termasuk dengan menjajah secara terang-terangan, atau menjajah melalui sistem uang kertas, demi mempertahankan keabadian diri dan keluarga mereka di muka bumi. Dan inilah ujian bagi manusia yang beriman: mau terus tunduk di bawah penjajahan manusia-manusia jenis ini, atau bergerak, bergerak, bergerak, berjuang membebaskan diri dan menciptakan keadilan di muka bumi.
2. Kalau mau diperdalam lagi pembahasannya: Rothschild adalah Yahudi-Zionis yang punya impian untuk membangun Israel Raya. Israel mengenang Baron Edmond James (Avrahim Binyamin) de Rothschild (1845-1934) sebagai “Father of the Settlement”. Dialah yang pertama kali memulai proyek permukiman Israel dengan membeli tanah-tanah di Palestina untuk kemudian dihuni oleh imigran-imigran Yahudi dari berbagai penjuru dunia. Impian Edmond Rothschild ini diteruskan oleh keturunannya (bahkan, darah klan Rothschild tetap ‘murni’ hingga sekarang karena ada aturan ketat tentang pernikahan dalam keluarga itu). Ketika jumlah penduduk Yahudi sudah cukup signifikan, dengan uangnya, klan Rothschild menggunakan segala macam cara untuk menekan wakil-wakil negara-negara anggota PBB sampai mereka akhirnya pada tahun 1947 menyetujui Resolusi 181 yang merampas 56,5% wilayah Palestina untuk dijadikan negara Israel. Hingga kini, biaya operasional Israel masih terus disuplai oleh AS (dan siapa sesungguhnya pemilik uang di AS, dan bagaimana uang itu dikeruk, sudah terjawab di uraian di atas).
Oya, ingat juga fakta bahwa Deklarasi Balfour 1917 -yang berisi kesepakatan Inggris untuk menyiapkan tanah air bagi bangsa Yahudi- disampaikan secara resmi oleh Menlu Inggris kepada Walter Rothschild (anak Edmon Rothschild).
Jasa Edmond Rothschild diabadikan dalam uang koin emas Israel yang dimanai “Koin Hari Kemerdekaan” berikut ini:
Bagian depan:
foto Baron Rothschild bertulisan aksara Hebrew  “Father of the Jewish Settlement”.
Bagian belakang:
 lambang negara Israel dengan tulisan di bawahnya “Baron Edmond de Rothschild”, “1845-1934″ (masa hidup Edmond Rothschild), “Centenary of His First Settlement Activities in Eretz Israel”. Kata “Israel” ditulis dalam huruf Hebrew, Inggris, dan Arab. Tahun penerbitan mata uang ini adalah 1982.
V. Penutup
Jadi menurut pendapat pribadi saya, inilah esensi Hubungan Internasional yang sesungguhnya: dunia ini berjalin berkelindan, tak ada manusia/bangsa yang benar-benar hidup sendirian, semua saling terkait dan terpaut, dan karenanya umat manusia seharusnya berjalan bersama, berjuang bersama mencapai kesadaran diri (emansipasi), dan memandang dunia secara jernih supaya bisa melihat bahwa sebagian besar penduduk dunia ini saat ini sedang ditindas oleh segelintir lainnya. Dan karenanya, masihkah ada lagi yang harus bertanya: mengapa kita orang Indonesia musti membela Palestina, bukankah lebih baik mengurusi korban Lapindo? Lihatlah, siapa yang ada di balik semua ini dan bergeraklah! Minimalnya, bergeraklah dengan cara menyebarluaskan penyadaran dan pencerahan, melalui sikap sehari-hari (misalnya, mulai bersikap independen dan tidak lagi selalu berorientasi uang dalam menjalani hidup), kata-kata, atau tulisan.[Dina Y. Sulaeman]
Catatan:
-Bila berkenan, silahkan disebarkan, tak perlu pakai izin
The Fed: Penguasa Amerika yang Sebenarnya
Ditulis oleh: Sufyan al Jawi – Numismatik Indonesia
Prof. Richard Claproth dalam kertas kerja berjudul “U.S Government Bankruptcy Proceedings” menerangkan dengan detail bagaimana konspirasi Yahudi menguasai Amerika Serikat. Inilah salinannya:
Sebelum 1913, Pemerintah AS memperoleh dana dari tarif impor. Saat itu belum ada pajak terhadap warga AS. Mata uang Amerika dibuat dari logam asli (koin emas & perak) atau uang kertas dolar yang dihargai dan bisa dikembalikan sebagai logam (gold dolar notes dan silver dolar notes).
Pada tahun 1913, para bankir memutuskan bahwa telah terjadi kekurangan mata uang di AS, dan pemerintah tidak bisa menerbitkan mata uang lagi karena semua emas cadangannya telah terpakai. Agar ada sirkulasi tambahan uang, sekelompok orang mendirikan satu bank yang dinamakan “The Federal Reserve Bank of New York” yang kemudian hari populer disingkat The Fed. Kemudian The Fed menjual stok emas yang dimiliki, dan dibeli oleh mereka sendiri senilai US$ 450 juta lewat Rothschild Bank of London, Rothschild Bank of Berlin, Warburg Bank of Hamburg, Warburg Bank of Amsterdam (milik keluarga Warburg yang mengontrol German Reichsbank bersama keluarga Rothschild), Israel Moses Seif Bank of Italy, Lazard Brothers of Paris, Citibank, Goldman & Sach of New York, Lehman & Brothers of New York, Chase Manhattan Bank of New York, dan Kuhn & Loeb Bank of New York.
Karena bank-bank tersebut memiliki cadangan emas yang besar, maka kelompok bank tersebut dapat menerbitkan mata uang dengan jaminan emas yang mereka miliki. Dan mata uang kelompok ini disebut “Federal Reserve Notes”. Bentuknya sama dengan mata uang Amerika dan masing-masing dapat saling tukar.
Untuk membayar bunga atas utang negara, pemerintah AS menciptakan pajak pendapatan – income tax.
Dengan kaitan ini, sebenarnya warga negara AS membayar bunga kepada The Fed, yang secara de facto sejak 1913 mereka sudah tidak merdeka lagi. Karena seluruh income tax yang terkumpul dibayarkan ke Federal Reserve sebagai bunga atas pinjaman.
Awal tahun 1929, The Fed berhenti menerima uang emas sebagai pembayaran. Yang berlaku hanya ‘uang resmi’. The Fed mulai menarik uang kertas yang dijamin emas dari sirkulasi, dan menggantinya dengan ‘uang resmi’. Sebelum tahun 1929 berakhir, ekonomi Amerika mengalami malapetaka depresi besar ‘The Great Depression. Tahun 1931, Presiden AS, Hoover mengumumkan kekurangan budget sebesar US$ 920 juta.
Tahun 1932, Amerika menjual emas senilai US$ 750 juta yang digunakan untuk menjamin mata uang Amerika. Ini sama dengan ‘penjualan likuidasi sebuah perusahaan bermasalah. Emas yang dijual ini dibeli dengan diskon oleh bank internasional (asing), dan pembelinya adalah para pemilik The Fed di New York. Pada sisi lain, secara diam-diam, Roosevelt mendapat sokongan dana besar dari para bankir Yahudi untuk biaya kampanye presiden.
Roosevelt mengalahkan Hoover dalam pemilu Presiden tahun 1932. dalam sambutannya, Roosevelt mengatakan: “satu-satunya hal yang harus kita takutkan adalah ketakutan itu sendiri”. Roosevelt melakukan serangkaian keputusan untuk melakukan reorganisasi pemerintah AS sebagai suatu perusahaan.
Perusahaan ini [USA] kemudian mengalami kebangkrutan. AS bangkrut karena tidak mampu membayar bunga akibat berhutang kepada Federal Reserve. Akibat bangkrutnya AS, maka bank-bank yang merupakan pemilik The Fed sekarang memiliki SELURUH Amerika, termasuk warga negaranya dan aset-asetnya! Amerika mengalami bentuk penjajahan yang sempurna. Negara USA adalah anak perusahaan Federal Reserve. Sehingga tidaklah mengherankan bila pemerintah AS selalu membela kepentingan Yahudi di tanah jajahan mereka di Palestina.

Seminggu kemudian, di Parlemen, dilakukan tuntutan impeachment terhadap anggota-anggota dari Dewan Federal Reserve. Mereka, agen-agen Federal Reserve dan para manajer dari Departemen Keuangan AS dituduh telah melakukan kejahatan luar biasa dan penyalahgunaan wewenang, termasuk pencurian lebih dari US$ 80 juta pertahun selama lima tahun (total US$ 400 juta). Namun impeachment ini kandas di tengah jalan, mirip seperti kandasnya kasus Bank Century di negara kita.
Perampasan Harta Warga Negara
Tahun 1934, Presiden Roosevelt memerintahkan seluruh bank di Amerika untuk tutup selama satu minggu, dan menarik emas juga uang kertas yang di back up emas dari masyarakat, lalu menggantinya dengan uang kertas yang dicetak Federal Reserve. Tahun itu dikenang sebagai ‘Libur Bank Nasional. Rakyat mulai menahan emasnya, karena mereka tidak mau menggunakan kertas tak bernilai yang dipaksakan ‘seolah-olah uang. Karena hal itu Roosevelt murka, dan mengeluarkan perintah bahwa setiap warga negara dilarang memiliki emas, karena ilegal. Emas dan perak dicantumkan sebagai barang haram seperti narkotika! Para hamba hukum melakukan razia besar-besaran, dan menggeledah orang-orang yang memiliki emas dan perak, yang diperlakukan laiknya kriminal. Mereka menyita emas dan perak yang ditemukan di masyarakat.
Pada saat itu, rakyat yang ketakutan, berbondong-bondong menukar emasnya dengan sertifikat (bond) bertuliskan I.O.U yang ditanda tangani oleh Morgenthau, Menteri Keuangan Amerika. Setiap warga AS yang menukarkan emasnya menerima kompensasi $ 20,67 / troy ons. Dalam waktu singkat Pemerintah Federal berhasil meraup 5 juta troy ons emas (155,5 ton), yang segera dilebur menjadi batangan. Taklama kemudian, The Fed mendevaluasi uang kertas menjadi $ 35 / troy ons emas. Hal ini merupakan perampokan emas terbesar yang terjadi dalam sejarah umat manusia. Pada tahun 1976, Presiden Jimmy Carter mencabut aturan ini.
Tahun 1963, Presiden John F Kennedy memerintahkan Departemen Keuangan AS untuk mencetak uang koin perak. Langkah ini mengakhiri kekuasaan Federal Reserve dengan memiliki uang sendiri, maka rakyat Amerika tak perlu membayar bunga atas uangnya sendiri. Lima bulan setelah perintah itu dikeluarkan, Presiden Kennedy mati dibunuh! Presiden Johnson yang ketakutan, membatalkan keputusan Presiden Kennedy, kemudian menarik mata uang perak dari peredaran untuk dimusnahkan. Pada hari yang sama ketika Kennedy dimakamkan, The Fed mengeluarkan uang ‘no promise yang pertama. Dalam teks yang tercantum pada uang kertas, The Fed tidak menjanjikan bahwa mereka akan membayar apapun, kecuali kertas itu sendiri. Uang kertas dolar adalah murni alat tanda pembayaran, dan nilai tukarnya tidak dijamin oleh The Fed.
Presiden Ronald Reagen merencanakan memperbaiki pemerintahan AS sesuai aturan konstitusi. Ia di tembak beberapa bulan kemudian di tahun 1981 oleh anak dari teman dekatnya, Wakil Presiden George Bush. Namun Reagen luput dari maut. Akhirnya Ia menunda keinginannya tersebut, baru pada masa pemerintahannya yang kedua, Reagen di tahun 1987 mulai merealisasikan perbaikan pemerintahan, namun tidak didukung oleh pejabat pemerintah AS lainnya.
Henry Ford pernah berkata: “Barangkali ada bagusnya rakyat Amerika pada umumnya tidak mengetahui asal-usul uang, karena jika mereka mengetahuinya, saya yakin esok pagi akan timbul revolusi” Pada hari ini rakyat Amerika sudah tidak lagi mempercayai uang kertas dolar. Diantara mereka ada yang telah paham bagaimana konspirasi Yahudi telah menguasai Amerika. Lalu orang-orang yang telah paham ini membangun Liberty dollar, yaitu uang dolar berupa koin emas yang diedarkan sebagai ‘uang sungguhan’. Langkah mereka ini coba diredam oleh FBI dengan memberangus markas Liberty dollar, namun pengadilan memenangkan pihak Liberty dollar. Dampak dari serbuan ini, pengguna Liberty dollar menjadi surut nyalinya.[]
Peran Bank Dunia dalam Kemunduran Perekonomian Indonesia
©Dina Y. Sulaeman
Sejarah Bank Dunia
Bank Dunia adalah sebuah lembaga keuangan global yang secara struktural berada di bawah PBB dan diistilahkan sebagai “specialized agency”. Bank Dunia dibentuk tahun 1944 sebagai hasil dari Konferensi Bretton Woods yang berlangsung di AS. Konferensi itu diikuti oleh delegasi dari 44 negara, namun yang paling berperan dalam negosiasi pembentukan Bank Dunia adalah AS dan Inggris. Tujuan awal dari dibentuknya Bank Dunia adalah untuk mengatur keuangan dunia pasca PD II dan membantu negara-negara korban perang untuk membangun kembali perekonomiannya.
Sejak tahun 1960-an, pemberian pinjaman difokuskan kepada negara-negara non-Eropa untuk membiayai proyek-proyek yang bisa menghasilkan uang, supaya negara yang bersangkutan bisa membayar kembali hutangnya, misalnya proyek pembangunan pelabuhan, jalan tol, atau pembangkit listrik. Era 1968-1980, pinjaman Bank Dunia banyak dikucurkan kepada negara-negara Dunia Ketiga, dengan tujuan ideal untuk mengentaskan kemiskinan di negara-negara tersebut. Pada era itu, pinjaman negara-negara Dunia Ketiga kepada Bank Dunia meningkat 20% setiap tahunnya.
Peran Bank Dunia dalam Ekonomi dan Politik Global
Rittberger dan Zangl (2006: 172) menulis, sejak tahun 1970-an Bank Dunia mengubah konsentrasinya karena situasi semakin meningkatnya jurang perekonomian antara negara berkembang dan negara maju. Pada era itu, seiring dengan merdekanya negara-negara yang semula terjajah, jumlah negara berkembang semakin meningkat. Negara-negara berkembang menuntut distribusi kemakmuran (distribution of welfare) yang lebih merata dan negara-negara maju memenuhi tuntutan ini dengan cara menyuplai dana pembangunan di negara-negara berkembang.
Basis keuangan Bank Dunia adalah modal yang diinvestasikan oleh negara anggota bank ini yang berjumlah 186 negara. Lima pemegang saham terbesar di Bank Dunia adalah AS, Perancis, Jerman, Inggris, dan Jepang. Kelima negara itu berhak menempatkan masing-masing satu Direktur Eksekutif dan merekalah yang akan memilih Presiden Bank Dunia. Secara tradisi, Presiden Bank Dunia adalah orang AS karena AS adalah pemegang saham terbesar. Sementara itu, 181 negara lain diwakili oleh 19 Direktur Eksekutif (satu Direktur Eksekutif akan menjadi wakil dari beberapa negara).
Bank Dunia berperan besar dalam membangun kembali tatanan ekonomi liberal pasca Perang Dunia II (Rittberger dan Zangl, 2006: 41). Pembangunan kembali tatanan ekonomi liberal itu dipimpin oleh AS dengan rancangan utama mendirikan sebuah tatanan perdagangan dunia liberal. Untuk mencapai tujuan ini, perlu dibentuk tatanan moneter yang berlandaskan mata uang yang bebas untuk dikonversi. Rittberger dan Zangl (2006: 43) menulis, “Perjanjian Bretton Woods mewajibkan negara-negara untuk menjamin kebebasan mata uang mereka untuk dikonversi dan mempertahankan standar pertukaran yang stabil terhadap Dollar AS.
Lembaga yang bertugas untuk menjaga kestabilan moneter itu adalah IMF (International Monetary Funds) dan IBRD (International Bank for Reconstruction dan Development). IBRD inilah yang kemudian sering disebut “Bank Dunia”. Pendirian Bank Dunia dan IMF tahun 1944 diikuti oleh pembentukan tatanan perdagangan dunia melalui lembaga bernama GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) pada tahun 1947. Pada tahun 1995, GATT berevolusi menjadi WTO (World Trade Organization).
Meskipun tugas Bank Dunia adalah mengatur kestabilan moneter, namun dalam prakteknya, Bank Dunia sangat mempengaruhi politik global karena hampir semua negara di dunia menjadi penerima hutang dari Bank Dunia. Sejak awal beroperasinya, Bank Dunia sudah mempengaruhi politik dalam negeri negara yang menjadi penghutangnya. Penerima hutang pertama Bank Dunia adalah Perancis, yaitu pada tahun 1947, dengan pinjaman sebesar $ 987 juta. Pinjaman itu diberikan dengan syarat yang ketat, antara lain staf dari Bank Dunia mengawasi penggunaan dana itu dan menjaga agar Perancis mendahulukan membayar hutang kepada Bank Dunia daripada hutangnya kepada negara lain. AS juga ikut campur dalam proses pencairan hutang ini. Kementerian Dalam Negeri AS meminta Perancis agar mengeluarkan kelompok komunis dari koalisi pemerintahan. Hanya beberapa jam setelah Perancis menuruti permintaan itu, pinjaman pun cair.
Kebijakan yang diterapkan Bank Dunia yang mempengaruhi kebijakan politik dan ekonomi suatu negara, disebut SAP (Structural Adjustment Program). Bila negara-negara ingin meminta tambahan hutang, Bank Dunia memerintahkan agar negara penerima hutang melakukan “perubahan kebijakan” (yang diatur dalam SAP). Bila negara tersebut gagal menerapkan SAP, Bank Dunia akan memberi sanksi fiskal. Perubahan kebijakan yang diatur dalam SAP antara lain, program pasar bebas, privatisasi, dan deregulasi.
Karena adanya SAP ini, tak dapat dipungkiri, pengaruh Bank Dunia terhadap politik dan ekonomi dalam negeri Indonesia juga sangat besar, sebagaimana akan diuraikan berikut ini.
Kinerja Bank Dunia di Indonesia
Bank Dunia telah aktif di Indonesia sejak 1967. Sejak saat itu hingga saat ini, Bank Dunia telah membiayai lebih dari 280 proyek dan program pembangunan senilai 26,2 milyar dollar atau setara dengan Rp243,725 triliun (dengan kurs Rp9.302 per USD). Menurut Managing Director The World Bank Group, Ngozi Okonjo (30/1/2008), pinjaman tersebut telah digunakan pemerintah Indonesia untuk mendukung pengembangan energi, industri, dan pertanian. Sementara yang sektor yang paling mendominasi selama 20 tahun pertama yakni infrastruktur yang pemberiannya kepada masyarakat miskin. Total hutang Indonesia kepada Bank Dunia adalah 243,7 Trilyun rupiah dan total hutang pemerintah Indonesia kepada berbagai pihak mencapai 1600 Trilyun rupiah.
Anggoro (2008) menulis, ada beberapa tugas Bank Dunia di Indonesia. Pertama, memimpin Forum CGI. Aggota CGI (Consultative Group meeting on Indonesia) adalah 33 negara dan lembaga-lembaga donor yang dikoordinasikan oleh Bank Dunia. CGI “membantu” pembangunan di Indonesia dengan cara memberikan pinjaman uang serta bantuan teknik untuk menciptakan aturan-aturan pasar dan aktivitas ekonomi liberal. Dalam hal ini, Bank Dunia bertugas menciptakan pasar yang kuat bagi kepentingan negara-negara dan lembaga donor.
Tugas kedua Bank Dunia adalah menyediakan hutang dalam jumlah besar, bekerjasama dengan Jepang dan ADB (Asian Development Bank). Tugas Bank Dunia yang lain adalah mendorong pemerintah Indonesia untuk melakukan privatisasi dan kebijakan yang memihak pada perusahaan-perusahaan besar.
Dana hutang yang diberikan kepada Indonesia, antara lain dalam bentuk hutang proyek dan hutang dana segar.
a. Hutang Proyek
Hutang proyek adalah hutang dalam bentuk fasilitas berbelanja barang dan jasa secara kredit. Namun, sayangnya, hutang ini justru menjadi alat bagi Bank Dunia untuk memasarkan barang dan jasa dari negara-negara pemegang saham utama, seperti Amerika, Inggris, Jepang dan lainnya kepada Indonesia.
b. Hutang Dana Segar

Hutang dana segar bisa dicairkan bila Indonesia menerima Program Penyesuaian Struktural (SAP). SAP mensyaratkan pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan yang bentuknya, antara lain:

1. swastanisasi (Privatisasi) BUMN dan lembaga-lembaga pendidikan
2. deregulasi dan pembukaan peluang bagi investor asing untuk memasuki semua sektor
3. pengurangan subsidi kebutuhan-kebutuhan pokok, seperti: beras, listrik, pupuk dan rokok
4. menaikkan tarif telepon dan pos
5. menaikkan harga bahan bakar (BBM)
Besarnya jumlah hutang (yang terus bertambah) membuat pemerintah juga harus terus mengalokasikan dana APBN untuk membayar hutang dan bunganya. Sebagai illustrasi, dapat kita lihat data APBN 2004 dimana pemerintah mengalokasikan Rp 114.8 trilyun (28% dari total anggaran) untuk belanja daerah, Rp 113.3 trilyun untuk pembayaran utang dalam dan luar negeri (27% dari total anggaran), dan subsidi hanya Rp 23.3 trilyun (5% dari total anggaran). Dari ketiga komponen anggaran belanja tersebut, anggaran belanja daerah dan subsidi masing-masing mengalami penurunan sebesar Rp 2 trilyun dan Rp 2.1 trilyun. Sedangkan alokasi untuk pembayaran utang mengalami kenaikan sebesar Rp 14.1 trilyun.
Komposisi dalam anggaran belanja negara tersebut mencerminkan besarnya beban utang tidak saja menguras sumber-sumber pendapatan negara, tetapi juga mengorbankan kepentingan rakyat berupa pemotongan subsidi dan belanja daerah. Karena itu, meski Bank Dunia memiliki semboyan “working for a world free of poverty”, namun meski telah lebih dari 60 tahun beroperasi di Indonesia, angka kemiskinan masih tetap tinggi. Data dari Badan Pusat Statistik tahun 2009, ada 31,5 juta penduduk miskin di Indonesia.
Anggoro (2008), peneliti dari Institute of Global Justice, menulis, kerugian yang diderita Indonesia karena menerima pinjaman dari Bank Dunia adalah sebagai berikut.

1. Kerugian dalam bidang ekonomi
-Indonesia kehilangan hasil dari pengilangan minyak dan penambangan mineral (karena diberikan untuk membayar hutang dan karena proses pengilangan dan penambangan itu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan transnational partner Bank Dunia)
-Jebakan hutang yang semakin membesar, karena mayoritas hutang diberikan dengan konsesi pembebasan pajak bagi perusahaan-perusahaan AS dan negara donor lainnya.
-Hutang yang diberikan akhirnya kembali dinikmati negara donor karena Indonesia harus membayar “biaya konsultasi” kepada para pakar asing, yang sebenarnya bisa dilakukan oleh para ahli Indonesia sendiri.
-Hutang juga dipakai untuk membiayai penelitian-penelitian yang tidak bermanfaat bagi Indonesia melalui kerjasama-kerjasama dengan lembaga penelitian dan universitas-universitas.
-Bahkan, sebagian hutang dipakai untuk membangun infrastuktur demi kepentingan perusahaan-perusahaan asing, seperti membangun fasilitas pengeboran di ladang minyak Caltex atau Exxon Mobil. Pembangunan infrastruktur itu dilakukan bukan di bawah kontrol pemerintah Indonesia, tetapi langsung dilakukan oleh Caltex dan Exxon.
2. Kerugian dalam bidang politik
- Keterikatan pada hutang membuat pemerintah menjadi sangat bergantung kepada Bank Dunia dan mempengaruhi keputusan-keputusan politik yang dibuat pemerintah. Pemerintah harus berkali-kali membuat reformasi hukum yang sesuai dengan kepentingan Bank Dunia.
Hal ini juga diungkapkan ekonom Rizal Ramli (2009), ”Lembaga-lembaga keuangan internasional, seperti Bank Dunia, IMF, ADB, dan sebagainya dalam memberikan pinjaman, biasanya memesan dan menuntut UU ataupun peraturan pemerintah negara yang menerima pinjaman, tidak hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga di bidang sosial. Misalnya, pinjaman sebesar 300 juta dolar AS dari ADB yang ditukar dengan UU Privatisasi BUMN, sejalan dengan kebijakan Neoliberal. UU Migas ditukar dengan pinjaman 400 juta dolar AS dari Bank Dunia.”
Cara kerja Bank Dunia (dan lembaga-lembaga donor lainnya) dalam menyeret Indonesia (dan negara-negara berkembang lain) ke dalam jebakan hutang, diceritakan secara detil oleh John Perkins dalam bukunya, “Economic Hit Men”. Perkins adalah mantan konsultan keuangan yang bekerja pada perusahaan bernama Chas T. Main, yaitu perusahaan konsultan teknik. Perusahaan ini memberikan konsultasi pembangunan proyek-proyek insfrastruktur di negara-negara berkembang yang dananya berasal dari hutang kepada Bank Dunia, IMF, dll.
Mengenai pekerjaannya itu, Perkins (2004: 13-16) menulis, “…saya mempunyai dua tujuan penting. Pertama, saya harus membenarkan (justify) kredit dari dunia internasional yang sangat besar jumlahnya, yang akan disalurkan melalui Main dan perusahaan-perusahaan Amerika lainnya (seperti Bechtel, Halliburton, Stone & Webster) melalui proyek-proyek engineering dan konstruksi raksasa. Kedua, saya harus bekerja untuk membangkrutkan negara-negara yang menerima pinjaman raksasa tersebut (tentunya setelah mereka membayar Main dan kontraktor Amerika lainnya), sehingga mereka untuk selamanya akan dicengkeram oleh para kreditornya, dan dengan demikian negara-negara penerima utang itu akan menjadi target yang mudah ketika kita memerlukan yang kita kehendaki seperti pangkalan-pangkalan militer, suaranya di PBB, atau akses pada minyak dan sumber daya alam lainnya.”
Dalam wawancaranya dengan Democracy Now! Perkins mengatakan, “Pekerjaan utama saya adalah membuat kesepakatan (deal-making) dalam pemberian hutang kepada negara-negara lain, hutang yang sangat besar, jauh lebih besar daripada kemampuan mereka untuk membayarnya. Salah satu syarat dari hutang itu adalah—contohnya, hutang 1 milyar dolar untuk negara seperti Indonesia atau Ecuador—negara ini harus memberikan 90% dari hutang itu kepada perusahaan AS untuk membangun infrastruktur, misalnya perusahaan Halliburton atau Bechtel. Ini adalah perusahaan-perusahaan besar. Perusahaan ini kemudian akan membangun jaringan listrik, pelabuhan, atau jalan tol, dan ini hanya akan melayani segelintir keluarga kaya di negara-negara itu. Orang-orang miskin di sana akan terjebak dalam hutang yang luar biasa yang tidak mungkin bisa mereka bayar.”
Untuk kasus Ekuador, Perkins menulis, negara itu kini harus memberikan lebih dari 50% pendapatannya untuk membayar hutang. Hal itu tentu tak mungkin dilakukan Ekuador. Sebagai kompensasinya, AS meminta Ekuador agar memberikan ladang-ladang minyaknya kepada perusahaan-perusahaan minyak AS yang kini beroperasi di kawasan Amazon yang kaya minyak.
Tak heran bila kemudian ekonom Joseph Stiglitz pada tahun 2002 mengkritik keras Bank Dunia dan menyebutnya “institusi yang tidak bekerja untuk orang miskin, lingkungan, atau bahkan stabilitas ekonomi”. Dengan demikian, menurut Stiglitz, Bank Dunia pada prakteknya menyalahi tujuan didirikannya bank tersebut, sebagaimana disebutkan di awal tulisan ini, yaitu untuk membantu mengentaskan kemiskinan dan menjaga kestabilan ekonomi.
Melihat kinerja seperti ini, menurut Anggoro (2008), Bank Dunia sesungguhnya telah melanggar Piagam PBB yang menyebutkan, “to employ international machinery for the promotion of the economic and social advancement of all peoples”. Dengan kata lain, Bank Dunia sebagai salah satu organ PBB mendapatkan mandat untuk membantu meningkatkan kesejahteraan bangsa-bangsa. Bank Dunia malah memfokuskan operasinya pada penguatan pasar dan keuangan melalui ekspansi ekonomi perusahaan multinasional, dan membiarkan Indonesia selalu berada dalam jeratan hutang tak berkesudahan.[]
Perang Gaza, Perang Gas
Tulisan ini saya sarikan dari tulisan Chossudovsky (penulis buku America’s War on Terrorism’). Chossudovsky menulisnya Januari 2009, saat Israel tengah melancarkan invasi ke Gaza. Tulisan ini menyingkap fakta bahwa ada ladang gas di balik invasi tersebut. Detil laporan Chossudovsky mengenai ladang gas, termasuk petanya, bisa dilihat di sini. Tulisan ini saya posting krn ada kaitannya dengan posting sblmnya “Kritik untuk Era Muslim: Mengapa AS Menyerang Irak”.

Pada 27 Desember 2008, Israel melancarkan invasi ke Gaza dalam operasi militer “Menuang Timah” (Cast Lead Operation). Tujuan utama Israel adalah menumbangkan Hamas. Namun, meski 1200 warga Gaza syahid dan ribuan lainnya terluka Hamas tetap tegak hingga sekarang. Padahal, Israel telah mengerahkan segenap senjata canggihnya. Menurut, Michael Chassudovsky invasi militer Israel tersebut memiliki kaitan langsung dengan kontrol dan kepemilikan cadangan gas strategis di lepas pantai Gaza.
Mendiang Yasser Arafat telah meneken kontrak konsesi ekplorasi gas Gaza selama 25 tahun pada November 1999 dengan British Gas (yang mendapat bagian 60 persen) dan Consolidated Contractors (mendapat jatah 30 persen). Otoritas Palestina sendiri kebagian 10%. Menurut British Gas (BG), cadangan gas Gaza bernilai 4 milyar dollar (dan sangat mungkin, angka sesungguhnya lebih besar lagi).
Terpilihnya PM Ariel Sharon pada 2001 menjadi titik balik kruisial dalam masalah ini. Kedaulatan Palestina atas ladang gas itu digugat dalam Mahkamah Tinggi Israel oleh Sharon. Sharon meyatakan bahwa “Israel tidak akan membeli gas dari Palestina dan ladang gas itu milik Israel.
Pada 2003, Sharon memveto perjanjian Israel-BG yang mengizinkan BG menyuplai gas ke Israel dari sumur gas di Gaza (The Independent, August 19, 2003). Tahun 2004, Yasser Arafat meninggal, kemudian disusul dengan menangnya Hamas dalam pemilu sehingga menguasai tampuk pemerintahan. Otoritas Palestina dan rezim Mahmoud Abbas pun semakin lemah dan terjadi friksi internal Hamas-Fatah. Pada saat yang sama, Hamas gencar dicitrakan sebagai teroris dan terus ditekan oleh Barat.
Situasi ini memberi peluang kepada Israel untuk menguasai cadangan gas Gaza secara de facto. BG Group pun melanjutkan perundingan atas ladang gas Gaza dengan pemerintahan Tel Aviv, bukan dengan Hamas. Berbagai upaya dilakukan Israel untuk membatalkan perjanjian BG sebelumnya dengan Otoritas Palestina. Akhirnya December 2007, BG memutuskan keluar dari ladang gas Gaza. Pada Juni 2008 Israel menyusun rencana invasi ke Gaza (Cast Lead Operation). Bersamaan dengan itu, Olmert kembali membuka negosiasi dengan BG, sehingga terlihat bahwa selain menyusun rencana invasi Gaza, Israel juga menyusun rencana pasca-invasi; yaitu eksplorasi gas Gaza.
Selanjutnya, bila melihat jalur gas yang dibangun oleh Israel, ternyata memanjang dari Eilat, Ashkelon, hingga ke Ceyhan (Turki). Ceyhan adalah terminal gas dari jalur “Baku-Tbilisi-Ceyhan” (BTC), sehingga terciptalah link antara jalur BTC dengan Trans-Israel Eilat-Ashkelon, yang disebut dengan “Israel Tipline”. Dan ternyata… realisasi “Israel Tipline” pun melibatkan Lebanon, sehingga aksi-aksi militer Israel di Lebanon pun rupanya tak jauh-jauh dari urusan gas dan minyak (insya Allah lain waktu akan dikupas). []

Bisnis Opium AS di Afghanistan
Pertanyaan besar: mengapa mengapa AS sedemikian ngotot menduduki Afghanistan, mengirim pasukan 70.000 pasukan (dan terus akan ditambah dengan target 10.000 pasukan), dan menghabiskan 30 milyar dollar pertahun untuk membiayai perang? Benarkah alasannya karena ada teroris di sana? Prof. Peter Scott Dale memberikan jawabannya: bisnis opium.
Berikut ini ringkasan dari artikel yang ditulis Dale (diterjemahkan oleh tim Global Future Institute). Versi lengkap terjemahan artikel ini bisa dibaca di The Global Review.
Sejarah Kehancuran Afghanistan
Sejak masa kekuasaan Kerajaan Dinasti Durani di abad 18, Afghanistan sudah masuk kategori negara yang menjadi obyek rampasan dan jarahan berbagai kepentingan negara-negara asing.
Meski secara teknis Afghanistan bukan negara yang jadi jajahan suatu negara asing, namun Afghanistan praktis berada dalam orbit pengaruh Kerajaan Inggris dan Rusia. Yang ketika itu Inggris dan Rusia bersaing keras untuk berebut pengaruh di Afghanistan. Sehingga, netralitas Afghanistan masa itu, bukan karena kemauan dari kerajaan Afghanistan itu sendiri, melainkan karena kesepakatan antara Inggris dan Rusia.
Dengan begitu praktis Afghanistan disepakati sebagai wilayah jajahan Inggris dan Rusia sama-sama meraup keuntungan dari Afghanistan. Selain itu, stabilitas politik yang terbangun di Afghanistan di era Dinasti Durani, sejatinya merupakan koalisi longgar dari berbagai pemimpin suku. Jadi bukan merupakan monopoli kekuasaan oleh pusat kekuasaan. Salah satu simptom dari setting politik semacam ini, tak ada satu kekuatan pun di Afghanistan untuk membangun rel kereta api. Padahal ini salah satu aspek yang mengindikasikan adanya pembangunan nasional.
Inggris, yang takut dengan pengaruh Rusia di Afghanistan, senantiasa ikut campur dalam menentukan keseimbangan politik dari berbagai pemimpin suku di negara tersebut. Inilah yang terjadi pada 1839, ketika Inggris ikut campur mendukung klaim salah satu anggota keluarga Dinasti Durani yang bernama Shuja Shah.
Shuja Shah karena kedekatannya dengan Inggris, mendapat dukungan Inggris untuk merebut kekuasaan kerajaan. Namun upaya ini berakhir tragis dengan tewasnya 12000 tentara Inggris. Bahkan ketika Inggris mundur dari keterlibatannya dalam pertarungan internal anggota kerajaan, Shuja Shah pun akhirnya mati terbunuh.
Kondisi sosial Afghanistan, yang bermula dengan adanya jaringan berbagai suku yang rumit, akhirnya sempat berantakan akibat campur tangan asing pada setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua. Di era perang dingin, kesenjangan antara Kabul dan daerah-daerah pedesaan semakin lebar.
Daerah perkotaan Afghanistan, umumnya dipengaruhi oleh budaya dan gaya hidup perkotaan yang kebarat-baratan.Beberapa generasi kelas birokrat dilatih di Moskow. Alhasil, kelas birokrat perkotaan Afghanistan semakin terasing dari budaya tradisional pedesaan. Mereka menganggap warga pedesaan sebagai tidak beradab, ketinggalan zaman dan reaksioner.
Sementara itu, memasuki era 1980-an, para tokoh Islam sufi (Kyai) di daerah pedesaan secara drastis tergusur dan diambil-alih oleh kelompok-kelompok Islam radikal berkat besarnya kucuran dana bantuan dari agen-agen Intelijen Pakistan (Inter-Service Intelligence). Sumber dana keuangan yang mengucur drastis kepada kelompok-kelompok Islam radikal tersebut, berasal dari Saudi Arabia dan Amerika Serikat.
Alhasil, perang saudara meletus, yang berujung pada invasi Uni Soviet pada 1980, praktis merupakan refleksi dari pertarungan antar kekuatan-kekuatan global dari luar Afghanistan itu sendiri. Afghanistan pada perkembangannya, telah terpecah-belah sedemikian rupa akibat konflik yang dipicu oleh pertarungan antar negara adidaya. Lebih tragisnya lagi, bahkan hingga kini pun keterpecahan Afghanistan pun kian menjadi-jadi akibat kehadiran militer Amerika sejak invasi militernya pada 2001.
Bisnis Opium di Afghanistan
Sesudah Pakistan melarang penanaman opium pada Februari 1979 dan diikuti oleh Iran pada April 1979, tidak adanya pengawasan dari para penegak hukum di wilayah kekuasaan Suku Pastun yang berlokasi di Pakistan dan Afghanistan, telah menarik minat para kartel pedagang obat bius untuk mengadu untung dalam perdagangan barang haram ini. Bahkan para pengejar kekayaan asal Eropa dan Amerika, dengan tanpa ragu kemudian mendirikan fasilitas pemrosesan heroin di wilayah kekuasaan suku Pastun tersebut.
Pada 1976, laboratorium dibuka di provinsi North-West frontier. Fakta ini bersumberkan dari Majalah Canadian Maclean’s pada April 1979. Menurut Alfred McCoy, pada 1980 para pedagang opium dan obat bius dari Pakistan dan Afghanistan sepenuhnya menguasai pasar Eropa. Bahkan berhasil menguasai 60 persen kebutuhan pengguna opium di Amerika.
90 persen perdagangan narkoba dunia berasal Afghanistan. Itupun yang menikmati keuntungannya bukan Afghanistan. Karena Afghanistan sendiri sebagai bagian dari jaringan global perdagangan obat bius, jika dihitung dalam nilai dolar, hanya mendapat keuntungan 10 persen dari total keuntungan perdagangan global obat bius.
Pada 2007, Afghanistan memasok 93 persen dari opium ke seluruh dunia, begitu menurut laporan Departemen Luar Negeri. Dengan begitu, Afghanistan mendapat perolehan hasil perdagangan obat bius sebesar 4 miliar dolar AS. Berarti mencapai setengah dari total ekonomi Afghanistan yang diperkirakan sebesar 7,5 miliar dollar AS. Demikian menurut data dari United Nations Office of Drug Control (UNODC).
CIA dan Opium
Ketika Amerika melancarkan serangan militer pertama kali ke Afghanistan pada 2001, menurut Ahmad Rashid, Pentagon memiliki daftar sekitar 25 laboratorium pemrosesan dan gudang obat bius di Afghanistan. Namun pihak Amerika, khususnya Pentagon, menolak membom tempat-tempat tersebut. Alasannya, itu merupakan aset bisnis milik CIA dan sekutu lokalnya the North Alliance (Aliansi Utara).
Rashid ketika itu mendapat keterangan dari beberapa pejabat UNDODC, bahwa Amerika sebenarnya tahu lebih banyak tentang keberadaan lokasi beberapa laboratorium obat bius tersebut. Sehingga penolakan Pentagon untuk membom laboratorium obat bius tersebut, pada perkembangannya merupakan sebuah kemunduran bagi upaya kontra perdagangan narkotika dan obat bius.
Bahkan James Risen melaporkan bahwa penolakan pihak Amerika untuk menghancurkan laboratorium narkotika dan obat bius, berasal dari para pentolan Neo-Konservatif yang menguasai birokrasi keamnanan nasoonal Amerika. Mereka adalah Douglas Feith, Paul Wolfowitz, Zalmay Khalilzad, dan patron mereka Donald Rumsfeld.

Ketika Hamid Karzai kembali ke Afghanistan dari pengasingannya di Amerika Serikat, sebagai presiden dia bertekad akan memerangi para pengedar narkoba. Namun kini, teman-temannya dan bahkan keluarganya serta sekutu-sekutu politikmya, justru terlibat dalam perdagangan barang haram tersebut.
Uang hasil perdagangan narkoba ini, ternyata digunakan untuk mengamankan dunia perbankan Amerika dan Eropa dari hantaman krisis keuangan global. Selain itu, 80 persen hasil keuntungan perdagangan barang haram ini sepenuhnya dimanfaatkan negara-negara pengguna komoditas haram ini.
Perdagangan Narkoba: Buah Dari Campur Tangan Amerika
Sekadar informasi, sejak berakhirnya Perang Dunia II, sudah jadi rahasia umum bahwa para agen CIA telah menggunakan dan mendayagunakan para pedagang narkoba sebagai aset mereka dalam menjalankan berbagai operasi terselubungnya di beberapa negara di berbagai kawasan dunia.
Akibat parah yang ditimbulkan gara-gara CIA menggunakan jaringan pengedar narkoba sekaligus melindungi mereka dari jeratan penegak hukum, bisa dilihat dengan jelas melalui adanya keterkaitan langsung antara meningkatnya produksi dan arus perdagangan narkoba dengan campur tangan Amerika di suatu negara. Artinya, ketika Amerika melancarkan intervensi ke sebuah negara atau kawasan tertentu, maka ketika itu pula produksi dan arus perdagangan narkoba semakin meningkat.
Begitu juga ketika intervensi Amerika ke sebuah negara atau kawasan menurun, prodoksi dan arus perdagangan narkoba pun menurun.
Sebagai misal, begitu Amerika campur tangan di Afghanistan pada 1979 dengan mendukung berbagai kelompok Islam radikal yang melawan Uni Soviet, produksi obat bius (Opium) di Afghanistan pun semakin meningkat secara drastis.
Pola yang sama juga berulang ketika pada 2001 Amerika di bawah kepresidenan Goerge W. Bush memutuskan menyerbu Afghanistan untuk menumpas Kelompok radikal Taliban dan Al-Qaeda. Pada 1999, penanaman opium di negara ini memerlukan lahan sekitar 91.000 hektar. Ini terjadi karena semasa kekuasaan Taliban di Afghanistan, ternyata produksi opium berhasil dikurangi hingga mencapai 8000 di tahun 2001.
Namun pada 2001 bersamaan dengan serbuan Amerika ke Afghanistan menyusul pemboman gedung WTC dan Pentagon, produksi opium meningkat secara drastis mencapai 165.000 pada 2006. Dan 193.000 pada tahun 2007. Kalaupun pada 2008 mengalami penurunan sehingga hanya mencapai 157.000, itupun lebih dikarenakan over-produksi, sehingga tidak terserap oleh pasar.

Tak seorangpun harus terkejut dengan peningkatan drastis dari produksi dan arus perdagangan narkoba ini. Ketika Amerika melancarkan campur tangannya baik secara militer maupun politis, maka peningkatan produksi dan arus perdagangan narkoba tersebut meningkat drastis.
Mari kita simak beberapa catatan berikut ini. Pada 1950, berkat campur tangan CIA di Birma, negara ini mengalami peningkatan produksi narkoba dari 40 ton pada 1939 menjadi 600 ton pada 1970.
Di Thailand, meningkat dari 7 ton di tahun 1939 menjadi 200 ton pada tahun 1968. Di Laos, hal serupa juga terjadi. Dari 15 ton di tahun 1939 meningkat menjadi 50 ton pada tahun 1973.
Kasus paling dramits terjadi di Kolombia, ketika Amerika Latin, ketika Amerika campur tangan melalui keterlibatan militer Amerika di negara ini sejak 1980-an, dengan dalih perang memberantas perdagangan narkoba.
Pada konferensi internasional di tahun 1990, saya memprediksi bahwa campur tangan Amerika dengan dalih perang memberantas narkoba ini, justru akan terjadi peningkatan produksi dan arus perdagangan obat narkoba. Bukannya malah semakin berkurang.
Fakta yang muncul kemudian, justru membuat saya terkejut dengan jumlah peningkatannya yang cukup drastis. Produksi kokain meningkat tiga kali lipat antara 1991 dan 1999, yaitu dari 3,8 menjadi 12,3 ribu. Sedangkan dalam penanamn ganja, meningkat drastis dari 13 ribu menjadi 75 ribu hektar.
Karena itu saya berani berkesimpulan, intevensi dan keterlibatan Amerika baik militer ataupun politik pada suatu negara, justru merupakan bagian dari masalah dibandingkan pemecahan masalah.
Sudah menjadi kesepakatan umum di Washington bahwa produksi narkoba merupakan sumber masalah pokok yang harus dihadapi Amerika di Afghanistan saat ini. Bahkan Richard Hallbrooke, utusan khusus Presiden obama ke Pakistan dan Afghanistan, menulis pada 2008 bahwa perdagangan narkoba merupakan akar persoalan yang harus dihadapi Amerika di Afghanistan. Sehingga memberantas dan memutus mata-rantai perdaganan narkoba tersebut merupakan masalah yang cukup esensial. Kalau tidak, maka semua ini akan gagal total.
Karena itu, menarik mengamati tetap diberlakukannya kebijakan penambahan pasukan militer Amerika di Afghanistan pada skala mencapai 30 ribu personil pasukan. Menariknya lagi, Lawrance Korb, penasehat Obama, bahkan mengusulkan keberhasilan kampanye memberantas Taliban dan Al Qaeda mensyaratkan penambahan pasukan mencapai 100 ribu personil militer.
Ini bertentangan dengan laporan Rand Corporation yang menilai bahwa kekuatan militer hanya mampu mengurangi sekitar 7 persen kasus yang melibatkan kelompok-kelompok teroris tersebut. Sementara itu, sebuah think-thank Amerika, Carnegie Endowment, menyimpulkan dalam laporannya, bahwa kehadiran militer Amerika atau pasukan asing dalam operasi yang dilancarkan terhadap Taliban, justru merupakan elemen utama bangkitnya kembali Taliban. Hal ini diperkuat oleh Ivan Eland dari Independent Institute, bahwa kegiatan militer Amerika di Afghanistan telah memberi kontribusi terhadap bangkitnya kembali Taliban dan berbagai kegiatan kelompok-kelompok pemberontak di Pakistan.
Alhasil, keberlangsungan perdagangan narkoba tetap terjamin dengan perlindungan dari CIA dan di bawah tirai perlindungan dari konflik yang tidak bekesudahan di Afghanistan.Dan saya khawatir bahwa aset-aset intelijen CIA telah mengorganisasikan sebuah gerakan peredaran jaringan narkoba hingga melalui kawasan Asia Tengah dan sekitarnya. Sehingga, tanpa perubahan kebijakan yang jelas dari pemerintahan Amerika, maka perdagangan narkoba akan tetap berlangsung terus dengan perlindungan dari CIA.*
Menariknya, hari ini AS menjadi rumah bagi aneka-ragam dosa yang dikumpulkan dari berbagai umat yang pernah hadir sebelum kita: sifat keras kepala umat Nabi Nuh; kesombongan kaum ’Aad; pengingkaran tanda-tanda Allah oleh kaum Tsamud; sodomi kaum Lut; penyimpangan keuangan umat Nabi Syu’aib (sebagaimana kita ketahui) Amerika menjadi pelaksana dan promotor utama ekonomi berbasis bunga; penindasan Abu Jahal dan kawan-kawannya; ketamakan, penipuan, cinta kehidupan fana, kemunafikan Bani Israil; bersama dengan arogansi Fir’aun yang tersesat hanya karena merasa dirinya pemimpin bangsa terkuat di muka bumi dan memiliki armada perang paling digdaya pada masanya, maka ia merasa yakin mampu mengungguli segenap hamba-hamba Allah.
Melawan Strategi –”Makan Gratis”– Amerika Penulis : M Arief Pranoto – Pemerhati Masalah-Masalah Internasional
Dalam kelaziman politik, melihat hegemoni –kekuasaan tertinggi dan pengaruh kuat– suatu negara terhadap negara-negara lain di dunia, setidak-tidaknya dari dua indikator, yaitu (1) nilai kurs mata uang dan intensitas pertukarannya di dunia; dan (2) produk negara dan bangsa tersebut baik bersifat materi maupun non materi dikonsumsi dimana-mana.
Dari dua hal di atas terlihat bahwa Amerika Serikat (AS) atas nama Barat adalah juaranya. Sedang hegemoni budaya (peradaban), lagi-lagi AS merupakan rajanya. Dari orang tua hingga anak-anak niscaya pernah merasakan kentucky fried chicken, coca cola dsb. Atau mengenal popeye, spiderman, superman dan tokoh-tokoh rekaan lainnya. Itulah penitrasi budaya. Siapa yang tidak kenal Rambo, James Bond, atau Tom and Jerry dst lambang keheroikan, kecerdikan sekaligus untuk promosi kecanggihan teknologinya?
Bagi orang dan golongan tak pernah merasakan atau tidak mengenal hal diatas, segera koor publik akan terdengar: ketinggalan zaman! Kampungan loe! Itulah hegemoni Amerika. Penetrasi nilai-nilai Barat, tanpa disadari masuk di lorong politis, sosiologis dan bahkan menyelinap pada ruang privacy dimana-mana.
Sekitar tahun 2000-an, tatkala Saddam Hussein berkuasa. Ia minta kepada PBB agar semua transaksi minyak dibayar euro, bukan dollar seperti sebelumnya. Termasuk simpanan negara sebesar 10 bilyun diubahnya ke euro. Hal itu membuat Amerika Serikat (AS) gerah. Ketika di era George Bush maka AS dan sekutu menyerbu Iraq berdalih macam-macam. Sejatinya, selain minyak, alasan utama invasi militer Bush Jr adalah agar “gerakan anti dollar”-nya Saddam tidak menjalar dan padam.
Cina yang mempunyai cadangan emas terbesar kedua dunia pun meniru Iraq, rencana mengubah cadangan devisa (dollar) ke bentuk/portofolio lain. Maunya tidak tergantung negara manapun, tapi masih “malu-malu” sebab banyak produknya diekspor ke Eropa, AS dsb. Ia belum total fight melawan kapitalis AS. Dan kemarin (25/1, 2009) Hamas “unjuk gigi” di mata dunia. Yakni membagikan bantuan uang –hasil sumbangan beberapa negara– dalam bentuk uero (bukan dollar) kepada para korban perang Gaza.
Sesungguhnya. Ini merupakan “tamparan” bagi negara, bangsa dan/atau kelompok lain yang selama ini meringkuk dalam “penjara” dollar US. Dengan kata lain, Hamas yang cuma faksi di Palestina berani menentang hegemoni AS, bagaimana nyali negara berdaulat lainnya?
Pasca gerakan Saddam yang gagal total dan mengakibatkan negeri 1001 malam itu luluh-lantak, tidak satupun negara berani coba-coba. Sudan memang “tak suka” terhadap AS, ini terlihat sikap pemerintah maupun masyarakat atas kehadiran pasukan peacekeeping PBB –tetapi dollar menjadi nilai tukar utama– selain Sudan Pound (nama uang Sudan). Mungkin Omar el- Basyir takut digantung seperti halnya Saddam Hussein doeloe.
Fenomena “anti dollar”-nya Hamas di Jalur Gaza adalah titik awal. Atau sekurang-kurangnya menjadi inspirasi dan bahkan spirit bagi kebangkitan diri, kelompok, golongan bahkan bangsa dan negara-negara dimana selama ini “bersimpuh” atas hegemoni AS. Sebulan setelah fenonena diatas, ternyata snowball process dari Gaza menjalar ke Venezuela dan Brazil (19/2, 09, presstv. ir.). Kedua negara bersiap menggunakan mata uang sendiri, terinspirasi oleh Amerika Utara yang sudah menggunakan mata uang nasional tanpa pertolongan dollar US. Semoga spirit itu teralisir terus membentuk bola salju kemana-mana.
Merontokkan kedigdayaan AS dan sekutu, lebih efektif melalui boikot dollar, produk materi serta budayanya, niscaya bakal melunturkan hegemoninya. Hal itu membutuhkan persatuan negara non Barat (terutama jajaran OKI) untuk pengubahan penggunaan dollar tiap-tiap negara di tengah krisis ekonomi global. Itulah awal perlawanan.
Ketika kaum ibu melarang anaknya memakan pizza, kentucky, coca cola dst lalu membiasakan anak mengkonsumsi pecel lele, nasi uduk, dawet dll maka ibu sudah melangkah kearah itu. Tatkala pemerintah melarang edar filem-filem made in AS sesungguhnya ia telah masuk domain juang perlawanan. Manakala bapak melarang anak meniru gaya-gaya punk, metal, underground dsb itu langkah selanjutnya.
Ruang perlawanan hendaknya terus bergulir membentuk bola salju yang semakin lama membesar mulai dari individu, keluarga, golongan,bahkan bangsa-bangsa di dunia. Betapa tidak. AS telah menipu dunia. Sudah berapa dollar berseri-seri ganda ditebar pada belahan bumi lain demi ambisi buta kapitalis. Beredar dollar-dollar “bodong”. Bahkan sekutunya (NATO) di Afghanistan mulai meninggalkan satu persatu. Dari 36 anggota NATO, hanya 6 negara tetap bertahan, itupun cuma sampai tahun (2010).
Tempatkan dollar ke asal negara. Itulah jawabannya. Gunakan mata uang lain, agar “utang-utang” membanjir kembali ke negeri asalnya. Bukankah ketika seseorang menyimpan 1 dollar US, sesungguhnya Bank Central AS (The Fed) “berhutang” 1 dollar kepada orang tersebut? Tetapi selama ini, karena kuatnya hegemoni, utang-utang itu justru dibayar oleh masyarakat dunia dan negara pemegang dollar. Tanpa disadari. Sesuka-hati ia mencetak dollar ganda. Entah hingga seri keberapa. Itulah strategi “makan gratis” AS dimana-mana. Alangkah canggih modus penipuan yang dilakukan.
Mengakhiri tulisan sederhana ini, ada retorika menarik: musnahkah nyali bangsa-bangsa dan negara berdaulat, sedangkan Hamas tegak di antara puing-puing reruntuhan Gaza; tegakah membiarkan Brazil dan Venezuela sendirian berjuang melawan hegemoni AS?
Mengakhiri Kediktatoran Dollar?
Minggu, 15 Mei 2011 00:40
Mantan Menteri Koordinator Bidang Kebijakan Ekonomi Ekuador, Prof. Dr. Pedro Paez Perez, dalam kunjungannya ke Jakarta baru-baru ini, mengatakan bahwa dunia tidak dapat lagi menerima kekuatan ekonomi unilateral. Kekuatan unilateral yang dimaksudkan Pedro Paez di sini adalah imperialisme AS.
Pedro Paes, yang juga anggota Komisi Stiglitz untuk penanganan krisis ekonomi dan finansial global, menyimpulkan bahwa sistem kuno itu sudah terbukti rawan, memicu ketidakpastian dan ketidakstabilan, serta menyimpan resiko finansial.
Salah satu bentuk dari sistim tua itu, dari sekian banyak contoh lainnya, adalah dominasi imperialisme AS melalui mata uang bernama dollar. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar keuntungan ekonomi AS, terutama dari sektor keuangan, adalah karena peranan dollar sebagai mata uang cadangan dunia.
Dengan keberhasilan memaksakan apa yang disebut “standard dollar”, Amerika Serikat telah berhasil mengambil keuntungan dari aktivitas perdagangan dunia, dapat membiayai defisit kembarnya ( anggaran dan transaksi berjalan), dan menjadikan politik dollar untuk mengontrol perekonomian negara-negara lain.
Sejak dua dekade yang lalu, menurut Matthias Chang, seorang kontributor di Global Research, elit keuangan global telah membagi dua kerangka kerja perekonomian dunia, yaitu: (1) derivatif global—berbasiskan sistem keuangan, dikendalikan oleh US Federal Reserve Bank dan asosiasi bank-bank negara maju, (2) relokasi produksi barang dari barat ke timur, khususnya produksi barang, terutama ke China, India, Asia timur, dan lain-lain.
Ketika industri manufaktur AS tidak lagi berjaya seperti di “era keemasan”, tetapi sektor pasar finansial telah sedikit menyelamatkan dan mempertahankan hegemoni negeri tersebut, yang disokong pula oleh peranan dollar sebagai “mata uang cadangan”.
Negara-negara dunia ketiga, seperti Indonesia, meskipun punya banyak cadangan dalam bentuk dollar, tetapi tidak bisa menggunakannya karena kita harus tetap mempertahankan diri dari resiko serangan spekulasi (finansial). Jadinya, uang yang sejatinya didapatkan dari keuntungan ekspor itu, karena dipaksa untuk menjaga stabilitas moneter, tidak bisa dipergunakan untuk menciptakan lapangan pekerjaan, membiayai pendidikan, dan lain-lain.
Selain itu, dengan penggunaan dollar, AS punya kesempatan untuk mengekspor krisis kepada negara-negara berkembang. Utang luar negeri dunia ketiga juga berlipat ganda karena politik dollar ini.
Akan tetapi, dalam beberapa tahun terakhir, keperkasaan dollar Amerika yang sudah berkuasa 60-an tahun makin mengarah pada kontradiksi internal: penggunaan dollar AS oleh kebanyakan bank sentral dalam memegang cadangan devisa telah jauh melebihi rasio produksi AS terhadap produksi dunia. Selain itu, penggunaan dollar AS dalam transaksi perdagangan dunia tidak seimbang dengan rasio volume perdagangan AS terhadap perdagangan dunia.
Sekarang ini, ide untuk menggantikan kediktatoran dollar semakin meluas, seperti kelompok negara-negara Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO), negara-negara Amerika Selatan, dan sejumlah negara bekas Uni-Soviet. Seruan untuk bergeser dari mata uang dollar ke mata uang regional atau kawasan juga semakin meningkat. Iran, misalnya, mulai menuntut Jepang membayar minyaknya dalam bentuk yen, bukan dengan dollar.
Indonesia, sebagai salah satu negara yang selama ini menjadi korban paling buruk dari imperialisme, termasuk spekulasi dan beban utang luar negeri, sudah saatnya meninggalkan mata uang dollar dan mulai mendorong penggunaan mata uang alternatif.
Kita tidak bisa lagi membiarkan sebuah sistim ekonomi membunuh mata uang kita, lalu memaksa kita menganut “dolarisme”. Kami sepakat dengan Prof. Pedro Paez, bahwa “Kini tiba waktunya bagi kita untuk menjamin masa depan kita sendiri. Kita harus menciptakan stabilitas finansial, stabilitas ekonomi, stabilitas pangan, dan stabilitas pasar, dengan tangan kita sendiri. Kita tidak dapat lagi terus mengorbankan diri kita sendiri, dan mengorbankan banyak sumber daya internasional karena ketakutan kita akan oligarki ekonomi yang kini telah basi.”(BO)
Saya ulangi sekali lagi paragraf yang sangat relevan dan krusial, yaitu yang berbunyi:
“Their power derives largely from an unrepayable debt that forces the poorest countries….” atau “Kekuatan negara-negara penghisap didasarkan atas utang besar yang tidak mampu dibayar oleh negara-negara target penghisapan.”
Indonesia dan dunia Barat yang baru saja menjadi tidak rahasia, karena masa kerahasiaannya menjadi kadaluwarsa. John Pilger mengutip temuan, pernyataan dan wawancara dengan Jeffrey Winters maupun Brad Simpson. Jeffrey Winters dalam bukunya yang berjudul “Power in Motion” dan Brad Simpson dalam disertasinya mempelajari dokumen-dokumen tentang hubungan
Saya kutip halaman 37 yang mengatakan : “Dalam bulan November 1967, menyusul tertangkapnya ‘hadiah terbesar’, hasil tangkapannya dibagi. The Time-Life Corporation mensponsori konferensi istimewa di Jenewa yang dalam waktu tiga hari merancang pengambilalihan Indonesia. Para pesertanya meliputi para kapitalis yang paling berkuasa di dunia, orang-orang seperti David Rockefeller. Semua raksasa korporasi Barat diwakili : perusahaan-perusahaan minyak dan bank, General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper Corporation, US Steel. Di seberang meja adalah orang-orangnya Soeharto yang oleh Rockefeller disebut “ekonom-ekonom Indonesia yang top”.
“Di Jenewa, Tim Sultan terkenal dengan sebutan ‘the Berkeley Mafia’, karena beberapa di antaranya pernah menikmati beasiswa dari pemerintah Amerika Serikat untuk belajar di Universitas California di Berkeley. Mereka datang sebagai peminta-minta yang menyuarakan hal-hal yang diinginkan oleh para majikan yang hadir. Menyodorkan butir-butir yang dijual dari negara dan bangsanya, Sultan menawarkan : …… buruh murah yang melimpah….cadangan besar dari sumber daya alam ….. pasar yang besar.”
Di halaman 39 ditulis : “Pada hari kedua, ekonomi Indonesia telah dibagi, sektor demi sektor. ‘Ini dilakukan dengan cara yang spektakuler’ kata Jeffrey Winters, guru besar pada Northwestern University, Chicago, yang dengan mahasiwanya yang sedang bekerja untuk gelar doktornya, Brad Simpson telah mempelajari dokumen-dokumen konferensi. ‘Mereka membaginya ke dalam lima seksi : pertambangan di satu kamar, jasa-jasa di kamar lain, industri ringan di kamar lain, perbankan dan keuangan di kamar lain lagi; yang dilakukan oleh Chase Manhattan duduk dengan sebuah delegasi yang mendiktekan kebijakan-kebijakan yang dapat diterima oleh mereka dan para investor lainnya. Kita saksikan para pemimpin korporasi besar ini berkeliling dari satu meja ke meja yang lain, mengatakan : “ini yang kami inginkan : ini, ini dan ini”, dan mereka pada dasarnya merancang infrastruktur hukum untuk berinvestasi di Indonesia. Saya tidak pernah mendengar situasi seperti itu sebelumnya, di mana modal global duduk dengan para wakil dari negara yang diasumsikan sebagai negara berdaulat dan merancang persyaratan buat masuknya investasi mereka ke dalam negaranya sendiri.
Freeport mendapatkan bukit (mountain) dengan tembaga di Papua Barat (Henry Kissinger duduk dalam board). Sebuah konsorsium Eropa mendapat nikel Papua Barat. Sang raksasa Alcoa mendapat bagian terbesar dari bauksit Indonesia. Sekelompok perusahaan-perusahaan Amerika, Jepang dan Perancis mendapat hutan-hutan tropis di Sumatra, Papua Barat dan Kalimantan. Sebuah undang-undang tentang penanaman modal asing yang dengan buru-buru disodorkan kepada Soeharto membuat perampokan ini bebas pajak untuk lima tahun lamanya. Nyata dan secara rahasia, kendali dari ekonomi Indonesia pergi ke Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI), yang anggota-anggota intinya adalah Amerika Serikat, Canada, Eropa, Australia dan, yang terpenting, Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia.
Jadi kalau kita percaya John Pilger, Bradley Simpson dan Jeffry Winters, sejak tahun 1967 Indonesia sudah mulai dihabisi (plundered) dengan tuntunan oleh para elit bangsa Indonesia sendiri yang ketika itu berkuasa.
Oleh Kwik Kian Gie
PARA PERUSAK EKONOMI NEGARA-NEGARA MANGSA
Benarkah sinyalemen John Pilger, Joseph Stiglitz dan masih banyak ekonom AS kenamaan lainnya bahwa utanglah yang dijadikan instrumen untuk mencengkeram Indonesia ?
Dalam rangka ini, kami kutip buku yang menggemparkan. Buku ini ditulis oleh John Perkins dengan judul : “The Confessions of an Economic Hit man”, atau “Pengakuan oleh seorang Perusak Ekonomi”. Buku ini tercantum dalam New York Times bestseller list selama 7 minggu.
Saya kutip sambil menterjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia sebagai berikut.
Halaman 12 : “Saya hanya mengetahui bahwa penugasan pertama saya di Indonesia, dan saya salah seorang dari sebuah tim yang terdiri dari 11 orang yang dikirim untuk menciptakan cetak biru rencana pembangunan pembangkit listrik buat pulau Jawa.”
Halaman 13 : “Saya tahu bahwa saya harus menghasilkan model ekonometrik untuk Indonesia dan Jawa”. “Saya mengetahui bahwa statistik dapat dimanipulasi untuk menghasilkan banyak kesimpulan, termasuk apa yang dikehendaki oleh analis atas dasar statistik yang dibuatnya.”
Halaman 15 : “Pertama-tama saya harus memberikan pembenaran (justification) untuk memberikan utang yang sangat besar jumlahnya yang akan disalurkan kembali ke MAIN (perusahaan konsultan di mana John Perkins bekerja) dan perusahan-perusahaan Amerika lainnya (seperti Bechtel, Halliburton, Stone & Webster, dan Brown & Root) melalui penjualan proyek-proyek raksasa dalam bidang rekayasa dan konstruksi. Kedua, saya harus membangkrutkan negara yang menerima pinjaman tersebut (tentunya setelah MAIN dan kontraktor Amerika lainnya telah dibayar), agar negara target itu untuk selamanya tercengkeram oleh kreditornya, sehingga negara pengutang (baca : Indonesia) menjadi target yang empuk kalau kami membutuhkan favours, termasuk basis-basis militer, suara di PBB, atau akses pada minyak dan sumber daya alam lainnya.”
Halaman 15-16 : “Aspek yang harus disembunyikan dari semua proyek tersebut ialah membuat laba sangat besar buat para kontraktor, dan membuat bahagia beberapa gelintir keluarga dari negara-negara penerima utang yang sudah kaya dan berpengaruh di negaranya masing-masing. Dengan demikian ketergantungan keuangan negara penerima utang menjadi permanen sebagai instrumen untuk memperoleh kesetiaan dari pemerintah-pemerintah penerima utang. Maka semakin besar jumlah utang semakin baik. Kenyataan bahwa beban utang yang sangat besar menyengsarakan bagian termiskin dari bangsanya dalam bidang kesehatan, pendidikan dan jasa-jasa sosial lainnya selama berpuluh-puluh tahun tidak perlu masuk dalam pertimbangan.”
Halaman 15 : “Faktor yang paling menentukan adalah Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Proyek yang memberi kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan PDB harus dimenangkan. Walaupun hanya satu proyek yang harus dimenangkan, saya harus menunjukkan bahwa membangun proyek yang bersangkutan akan membawa manfaat yang unggul pada pertumbuhan PDB.”
Halaman 16 : “Claudia dan saya mendiskusikan karakteristik dari PDB yang menyesatkan. Misalnya pertumbuhan PDB bisa terjadi walaupun hanya menguntungkan satu orang saja, yaitu yang memiliki perusahaan jasa publik, dengan membebani utang yang sangat berat buat rakyatnya. Yang kaya menjadi semakin kaya dan yang miskin menjadi semakin miskin. Statistik akan mencatatnya sebagai kemajuan ekonomi.”
Halaman 19 : “Sangat menguntungkan buat para penyusun strategi karena di tahun-tahun enam puluhan terjadi revolusi lainnya, yaitu pemberdayaan perusahaan-perusahaan internasional dan organisasi-organisasi multinasional seperti Bank Dunia dan IMF.”
Namun sayang bahwa sejak Ibu Megawati menjabat sebagai Presiden, kendali ekonomi jatuh ke tangan Berkeley Mafia lagi, yang sekarang kendali serta kekuasaannya bertambah mutlak.
Konsekuensinya adalah semakin kokohnya liberalisme dan mekanisme pasar primitif, dan semakin kokohnya pengaruh asing dalam menentukan kebijakan-kebijakan ekonomi kita.
Tingkat kerusakannya sudah sangat parah. Jumlah manusia Indonesia yang menderita kemiskinan sudah melampaui batas-batas yang wajar. Infra struktur dan barang dan jasa publik yang krusial buat tingkat kehidupan yang wajar sudah merosot jauh di bawah yang dibutuhkan secara minimal.
Elit bangsa yang sedang berkuasa dengan dukungan dari pembentukan opini publik di dunia semakin gencar menggambarkan bangsa Indonesia yang semakin maju dan sejahtera. Indikator-indikator yang dikemukakannya adalah stabilitas nilai tukar rupiah, PDB yang meningkat, inflasi yang terkendali dan sejenisnya.
Bahwa kesemuanya itu menyesatkan dapat kita pahami kalau kita membandingkannya dengan indikator-indikator yang sama selama penjajahan oleh Belanda selama berabad-abad. Dalam zaman penjajahan segala sesuatunya serba teratur dan stabil. PDB Hindia Belanda meningkat terus. Itulah sebabnya sampai sekarang kita menyaksikan Wassenaar dengan vila-vila yang besar dan mewah dan disebut sebagai daerah pemukimannya oud Indische gasten. Ciri khas Amsterdam sebagai pusat perdagangan ketika itu ialah rumah-rumah besar sepanjang sungai-sungai buatan. Kebanyakan dari gedung-gedung itu sekarang berfungsi sebagai perkantoran. Dalam zaman penjajahan adalah rumah-rumah tinggalnya para keluarga yang memperoleh kekayaannya dari Hindia Belanda. Tetapi rakyat Indonesia hidup dengan segobang sehari.
Sekarang juga begitu, kota-kota besar, terutama Jakarta berlimpah-ruah dengan kemewahan. Indikator-indikator yang selalu didengung-dengungkan serba stabil, walaupun ketertiban dan kebersihannya masih kalah dibandingkan dengan zaman penjajahan Belanda. Pesawat udara penuh penumpang, mal-mal mewah padat pengunjung dan jalan-jalan raya macet dengan mobil-mobil mewah. Tetapi ketika Bank Dunia mengumumkan bahwa garis kemiskinan sekarang ditetapkan US$ 2 per hari per orang, 50 % dari rakyat Indonesia miskin.
Dari semua tonggak-tonggak kehidupan berbangsa dan bernegara yang dikemukakan pada serial tulisan ini yang terdahulu, sangatlah jelas bahwa gejala kemerosotan seluruh bangsa dalam semua aspek kehidupannya bersifat struktural, dengan elit yang berkuasa yang menari-nari di atas penderitaan rakyatnya sendiri, bagaikan rezim kolonial dahulu.
Kondisi ini tidak dapat dibiarkan oleh golongan kemapanan yang masih mempunyai hati nurani. Mengapa golongan kemapanan yang harus membalikkan proses yang menjuruskan bangsa kita ke dalam jurang penderitaan, kemiskinan dan kenistaan? Karena mereka yang miskin dan menderita tidak mempunyai kekuatan apapun untuk memperbaiki nasibnya. Mereka hanya mampu menerawang ke langit dengan wajah tanpa ekspresi sambil menerima kematiannya karena kekurangan makanan dan pelayanan kesehatan yang paling mendasar.
Golongan kemapanan yang dirinya sendiri tidak mempunyai persoalan untuk hidup serba kecukupan, tetapi hatinya terusik, tidak tega menyaksikan penderitaan sesama anak bangsanya itulah yang harus bergerak membela sesama anak bangsanya yang terinjak, terpinggirkan dan ternistakan oleh elit bangsanya sendiri yang sedang berkuasa, dan lebih senang menjadi kroni dan kompradornya para penghisap bangsa-bangsa lain. Kelompok seperti inilah yang berhasil memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan. Para pendiri negara kita adalah orang-orang berpendidikan tinggi, yang kalau mau menjadi pegawai negeri (ambtenaar) pada pemerintahan Hindia Belanda menikmati gaji yang sangat tinggi. Tetapi mereka memilih keluar masuk penjara ketimbang menjadi pegawai negeri yang menjadi bagian dari birokrasi yang menghisap bangsanya sendiri.
JOHN PERKINS SEORANG PEMBUAL ATAU FIKTIF
Para ekonom kelompok mazhab tertentu yang berfungsi sebagai agen pelaksana dari korporatokrasi dan prinsip-prinsip Washington Concensus serta merta mengatakan bahwa John Perkins itu tidak ada. Itu adalah orang yang fiktif. Kalaupun ada orangnya, dia seorang pemimpi dan pembual (fantast).
Kalau memang demikian, bagaimana mungkin bahwa bukunya tercantum dalam best seller list selama enam minggu di New York Times. Seminggu setelah dijual di toko-toko buku, sudah tercantum sebagai buku terlaris nomor 4 di Amazon.com. Dalam waktu kurang dari 14 bulan, bukunya telah diterjemahkan ke dalam 25 bahasa. Copyright-nya telah dibeli oleh perusahaan film utama di Hollywood.
John Perkins mengakui bahwa sangatlah sulit menemukan penerbit, walaupun setiap kali para penerbit itu menunjukkan perhatian yang sangat besar. Tetapi pada akhirnya menolak. Baru penerbit yang ke 26 menyetujui menerbitkannya.
Apa alasannya diceriterakan dalam kata pengantarnya dalam buku terbaru yang ditulis oleh 12 para perusak ekonomi. Judul bukunya “A Game As Old As Empire”, dan sub judulnya “The Secret World of Economic Hit Men and the Web of Global Corruption.”
Saya bertemu dengan seorang insinyur Indonesia yang sampai sekarang masih bekerja di BUMN. Tidak etis buat saya menyebutkan namanya. Beliau menceriterakan kepada saya bahwa beliaulah yang menjadi partnernya John Perkins di Bandung di tahun 1970. Ketika itu beliau tidak mengetahui bahwa Perkins sedang melakukan perusakan ekonomi. Ketika beliau membaca bukunya, begitu marahnya, sehingga segera membuat sangat banyak copy yang dibagi-bagikan.
Mereka yang menyebut John Perkins seorang pembual sekarang ini banyak sekali yang memegang kekuasaan dalam bidang ekonomi. Mengapa tidak ada kebutuhan berkenalan dan menanyakan kepadanya?
Oleh Kwik Kian Gie
PROSES PENJAJAHAN DALAM PERUNDANG-UNDANGAN DAN KEBIJAKAN-KEBIJAKAN OLEH ELIT BANGSA INDONESIA SENDIRI
Menuju ke arah liberalisasi mutlak. Sejak  Republik Indonesia berdiri sampai tahun 1967 tidak pernah ada rincian konkret dari ketentuan pasal 33 UUD 1945 yang bunyinya : “Barang yang penting bagi negara dan cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Penjabaran yang konkret sampai bisa menjadi peraturan tidak pernah ada sampai tahun 1967. Dalam tahun itu terbit UU no. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Terbitnya UU tersebut sebagai tindak lanjut dari Konferensi Jenewa bulan November 1967.
Saya kutip pasal 6 ayat 1 yang berbunyi: “Bidang-bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal asing secara pengusahaan penuh ialah bidang-bidang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak sebagai berikut:
a. pelabuhan-pelabuhan;
b. produksi, transmisi dan distribusi tenaga listrik untuk umum;
c. telekomunikasi;
d. pelayaran;
e. penerbangan;
f. air minum;
g. kereta api umum;
h. pembangkitan tenaga atom;
i. mass media. “
UU tentang Penanaman Modal Dalam Negeri di tahun 1968
Undang-undang nomor 6 tahun 1968 mengenai Penanaman Modal Dalam Negeri pasal 3 ayat 1 sudah mengizinkan investor asing memasuki cabang-cabang produksi yang jelas disebut “menguasai hajat hidup orang banyak” itu asalkan porsinya modal asing tidak melampaui 49%. Namun ada ketentuan bahwa porsi investor Indonesia yang 51% itu harus ditingkatkan menjadi 75% tidak lebih lambat dari tahun 1974.
Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 1994
Di tahun 1994 terbit peraturan pemerintah nomor 20 dengan pasal 5 ayat 1 yang isinya membolehkan perusahaan asing melakukan kegiatan usaha yang tergolong penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak, yaitu pelabuhan, produksi dan transmisi serta distribusi tenaga listrik umum, telekomunikasi, pelayaran, penerbangan, air minum, kereta api umum, pembangkitan tenaga atom dan mass media.”
Pasal 6 ayat 1 mengatakan : “Saham peserta Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) huruf a sekurang-kurangnya 5% (lima perseratus) dari seluruh modal disetor perusahaan pada waktu pendirian.”
Apa artinya ini? Artinya adalah bahwa pasal 6 ayat 1 UU no. 1/1967 mengatakan bahwa perusahaan asing tidak boleh memasuki bidang usaha yang tergolong penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak beserta perinciannya. UU no. 6/1968 pasal 3 ayat 1 secara implisit mengatakan bahwa asing boleh memiliki dan menguasai sampai 49%. UU no. 4/1982 melarang asing sama sekali masuk di dalam bidang usaha pers. PP 20/1994 lalu dengan enaknya mengatakan bahwa kalau di dalam perusahaan kandungan Indonesianya adalah 5% sudah dianggap perusahaan Indonesia yang dapat melakukan kegiatan usaha yang tergolong penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak beserta perinciannya, termasuk media massa Jadi PP no. 20/1994 menentang UU no. 1/1967, menentang UU no. 6/1968, menentang UU no. 4/1982 dan menentang jiwa pasal 33 UUD 1945.
Dalam aspek lain PP 20/1994 juga menentang UU no. 6/1968 pasal 6 yang berbunyi : “Waktu berusaha bagi perusahaan asing, baik perusahaan baru maupun lama, dibatasi sebagai berikut :
a. Dalam bidang perdagangan berakhir pada tanggal 31 Desember 1997;
b. Dalam bidang industri berakhir pada tanggal 31 Desember 1997;
c. Dalam bidang-bidang usaha lainnya akan ditentukan lebih lanjut oleh Pemerintah dengan batas waktu antara 10 dan 30 tahun.”
PP no. 20/1994 menentukan bahwa batas antara boleh oleh asing atau tidaknya adalah kepemilikan oleh pihak Indonesia dengan 5% saja. Tidak ada lagi pembatasan waktu tentang dikuranginya porsi modal asing.
Yang sangat menyakitkan juga ialah diambilnya rumusan pasal 33 UUD 1945 secara mentah-mentah, dirinci bidang-bidangnya persis seperti yang dilarang oleh UU no. 1 tahun 1967, yang lalu dikatakan bahwa semuanya itu sekarang boleh ada di tangan asing dengan kandungan Indonesia 5%. Jadi seperti menantang atau meremehkan UUD 1945.
Infra Struktur Summit I
Posisinya hari ini ialah yang dikumandangkan di Infra Struktur Summit oleh Menko Perekonomian ketika dijabat oleh Aburizal Bakrie di Hotel Shangrilla. Intinya mengumumkan kepada masyarakat bisnis dan korporasi di dunia bahwa Indonesia membuka pintunya lebar-lebar buat investor asing untuk berinvestasi dengan motif memperoleh laba dalam bidang infra struktur dan barang-barang publik lainnya. Kepada masyarakat bisnis dan korporasi diberitahukan bahwa tidak ada cabang produksi yang biasanya disebut public goods yang tertutup bagi investor swasta, termasuk investor asing.
Infra Struktur Summit II
Dalam Infra Struktur Summit II yang Menko Perekonomiannya dijabat oleh Boediono, pengumuman pendahulunya diulangi lagi. Namun sekarang ditambah dengan penegasan bahwa tidak akan ada perbedaan perlakuan sedikitpun antara investor asing dan investor Indonesia.
Undang-Undang tentang Penanaman Modal nomor 25 tahun 2007
Undang-Undang tersebut menggantikan semua perundangan dan peraturan dalam bidang penanaman modal. Butir-butir pokoknya dapat dikemukakan sebagai berikut.
Pasal 1 yang mendefinisikan “Ketentuan Umum” dan yang mempunyai banyak ayat itu intinya menyatakan tidak ada perbedaan antara modal asing dan modal dalam negeri.
Pasal 6 mengatakan : “Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dari negara manapun yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia…..”
Pasal 7 menegaskan bahwa “Pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi atau pengambilalihan hak kepemilikan penanaman modal, kecuali dengan undang-undang.”
Pasal 8 ayat 3 mengatakan “Penanam modal diberi hak untuk melakukan transfer dan repatriasi dalam valuta asing”, yang dilanjutkan dengan perincian tentang apa semua yang boleh ditransfer, yaitu sebanyak 12 jenis, dari a sampai dengan l, yang praktis tidak ada yang tidak boleh ditransfer kembali ke negara asalnya.
Pasal 12 mengatakan bahwa semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali produksi senjata dan bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang.
Hak atas tanah menjadi 95 tahun untuk Hak Guna Usaha, 80 tahun untuk Hak Guna Bangunan dan 70 tahun untuk Hak Pakai.
LIBERALISASI PENUH DAN SURVIVAL OF THE FITTEST
Dengan seluruh rangkaian kebijakan yang telah dikemukakan tadi, menjadi sangat jelas garis kebijakan yang konsisten sejak tahun 1967. Kebijakan itu ialah semakin mengecilnya peran pemerintah dalam bidang pengadaan barang dan jasa yang tergolong barang dan jasa publik, atau barang dan jasa yang pengadaannya membutuhkan dana sangat besar, tetapi merupakan kebutuhan pokok manusia. Karena kebutuhan dana yang sangat besar itu, sifatnya selalu menjadi monopolistik. Karena sifat monopolistik itu dipegang sepenuhnya oleh perusahaan swasta yang motifnya mencari laba, maka rakyat yang sangat membutuhkannya harus membayar dengan harga yang tingginya mencukupi untuk memberi laba yang menarik bagi investor swasta. Karena itu, yang mampu menggunakan barang dan jasa publik ialah perusahaan-perusahaan besar dan perorangan yang tergolong kaya.
Tidak ada lagi kewajiban pemerintah untuk mengadakannya secara gotong royong melalui instrumen pajak. Kalau toh pemerintah mempunyai anggaran pembangunan, yang dibangun oleh pemerintah juga boleh dibangun oleh swasta dengan motif laba. Semuanya adalah obyek mencari laba, dan dalam berlomba mencari laba itu tidak ada lagi perbedaan antara investor asing dan investor Indonesia.
Jalan raya bebas hambatan yang di seluruh dunia dibiayai oleh pemerintah untuk dipergunakan dengan cuma-cuma oleh rakyatnya, di Indonesia diserahkan kepada pengusaha swasta apakah mereka tertarik dan mau membangunnya dengan motif laba.
Semuanya didahului dengan mempengaruhi pikiran dan pembentukan opini publik dalam bidang mekanisme pasar, liberalisasi, swastanisasi dan globalisasi yang cakupannya sebanyak mungkin dan tingkat keterbukaannya sejauh mungkin, yang harus memusnahkan nasionalisme dan patriotisme. Elit negara-negara mangsa harus diyakinkan dan diberi pemahaman bahwa nasionalisme dan patriotisme sudah sangat ketinggalan zaman. Orang modern harus memahami globalisasi yang merupakan the borderless world. Nasionalisme dan patriotisme bagaikan katak dalam tempurung dengan wawasan yang sangat sempit. Demikianlah pikiran, paham, penghayatan yang berlaku pada elit bangsa yang memegang kekuasaan ekonomi sejak tahun 1967 sampai sekarang.
Pusat dari indoktrinasi paham seperti dikemukakan di atas adalah Amerika Serikat. Namun tengoklah apa semua yang dilakukan oleh Amerika Serikat dalam bidang proteksi, melindungi warga negaranya sendiri. Tidak saja defensif dengan menutup pintu masuk negaranya dalam bidang apa saja dan dengan tarif setinggi berapa saja kalau dirasa perlu. Tetapi kalau perlu melakukan agresi, menangkap Presiden Noriega di negaranya sendiri yang lantas dipenjarakan di AS. Irak dihancur leburkan dengan dalih mempunyai senjata pemusnah massal yang akan dipakai untuk memusnahkan umat manusia. Tidak kurang dari Tim Ahli Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diketuai oleh Hans Blik, yang sebelum invasi AS ke Irak menyatakan bahwa di Irak tidak ada senjata pemusnah massal.
Toh Irak diserbu, Presiden Saddam Husein dihukum gantung, semua peninggalan sejarah yang begitu pentingnya untuk peradaban umat manusia dimusnahkan, manusia dalam jumlah sangat besar terbunuh, dan yang sangat penting, bagaimana nasib minyak yang bersumber dari bawah tanah bumi Irak sangatlah tidak jelas. Kami menyebutkan yang terakhir ini, ialah faktor minyak secara eksplisit, karena fokus tulisan ini aspek ekonomi dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Kalau karena minyak Irak dan Presiden Saddam Hussein dihancurkan dan diporak porandakan, itu disebabkan karena pendirian Presiden Saddam Hussein yang demikian kuatnya dalam mempertahankan kemandiriannya.
Lain halnya dengan bangsa kita. Sudah sejak lama sampai sekarang, 92% dari minyak kita dieksploitasi oleh perusahaan-perusahaan minyak asing. Tambang kita dikeduk oleh pemodal asing, dan hasil yang milik mereka itu dicatat oleh Biro Pusat Statistik kita sebagai Produk Domestik Bruto Indonesia. Bangsa Indonesia kebagian royalti dan pajak yang relatif sangat kecil. Hasil tambang dan mineral sangat mahal yang milik pemodal asing itu ketika diekspor dicatat oleh Biro Pusat Statistik sebagai Ekspor Indonesia yang meningkat.
Sejak tahun 1967, tanpa membunuh siapapun, elit bangsa Indonesia sendiri telah menyerahkan segala-galanya kepada kekuatan-kekuatan non Indonesia yang lebih kuat dan lebih raksasa.
 Apakah itu karena kebodohan, karena pengkhianatan, ataukah karena keyakinan bahwa liberalisme, dan fundamentalisme pasar dihayatinya bagaikan agama adalah hal yang tidak jelas.
LIBERALISASI YANG JELAS MELANGGAR KONSTITUSI
Liberalisasi dan mekanisme pasar yang dihayatinya bagaikan “agama” telah diberlakukan sedemikian jauhnya, sehingga terang-terangan melanggar Konstitusi, memberlakukan kebijakan yang menyesatkan  dan  membuat rakyat sangat sengsara.
Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyatakan bahwa Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan Konstitusi. Pemerintah dan DPR sama sekali tidak menghiraukannya.
Bahkan seolah-olah menantang, harga BBM dinaikkan dengan mengacu pada pasal 28 di dalam undang-undang nomor 22 tahun 2001 tersebut, yang oleh MK dianggap paling krusial dalam menentang amanat Konstitusi. Ketua MK menulis surat kepada Presiden bahwa kebijakan menaikkan harga BBM sampai 126%, karena harus ekuivalen dengan harga minyak mentah yang terbentuk melalui mekanisme pasar di New York Mercantile Exchange (NYMEX) bertentangan dengan Konstitusi kita. Surat tersebut tidak dihiraukan tanpa konsekuensi buat Pemerintah, maupun DPR maupun DPD.
Demi mekanisme pasar yang mutlak tanpa pandang bulu, caranya memberi argumen dan penjelasan kepada rakyat juga melalui penyesatan dan kebohongan. Dikatakan bahwa kalau harga BBM tidak disamakan dengan ekuivalennya harga minyak mentah yang terbentuk di NYMEX, pemerintah harus mengeluarkan uang Rp 115 trilyun untuk mensubsidi. Uang itu tidak ada. Maka harga BBM dinaikkan. Sebagai contoh, harga bensin premium dinaikkan dari Rp 2.700 per liter menjadi Rp 4.500 per liter. Ketika itu, harga minyak mentah di New York US$ 60 per barrel. Dengan kenyataan bahwa biaya-biaya untuk penyedotan, pengilangan dan transportasi sebesar US 10 per barrel atau Rp 630 per liter (dengan asumsi kurs US 1 = Rp 10.000), harga bensin premium yang Rp 4.500 per liter sama dengan harga minyak mentah sebesar Rp 61,5 per barrel (1 barrel = 159 liter). Harga minyak mentah di pasar internasional ketika itu US$ 60 per barrel.
Kita membaca dan menyaksikan betapa bagian terbesar dari rakyat serta merta menjadi miskin dan sangat menderita. Bersamaan dengan itu kita saksikan bermunculannya stasiun-stasiun penjualan bensin oleh Shell, Petronas, yang akan disusul dengan perusahaan-perusahaan minyak asing lainnya.
Ketika harga minyak mentah di pasar internasional naik lagi, harga BBM dinaikkan lagi, walaupun masyarakat di seluruh Indonesia minta-minta supaya harga tidak dinaikkan.
Dalam menaikkan harga BBM, Pemerintah mengemukakan dan menjelaskannya kepada publik menggunakan istilah “subsidi” yang disamakan dengan pengeluaran uang tunai, padahal tidak demikian kenyataannya. Kalau kita mengambil bensin premium sebagai contoh, uang tunai yang dikeluarkan Rp 630 per liter. Itupun dengan nilai tukar rupiah yang berlaku ketika itu, yaitu US$ 1 = Rp 10.000. Sebelum dinaikkan, harga bensin premium Rp 2.700 per liternya, sehingga untuk setiap liternya, pemerintah kelebihan uang tunai sebanyak Rp 2.070. Tetapi kepada rakyat dikatakan bahwa uang yang dikeluarkan sama dengan “subsidi” yang bukan pengeluaran uang tunai, tetapi perbedaan antara harga Rp 2.700 dengan Rp 4.500 per liter (yang sama dengan US $ 61,5 per barrel). Maka belum lama berselang IMF menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia sangat kaya uang tunai, karena ketambahan Rp 15 trilyun sebagai hasil menaikkan harga BBM.
Harga BBM, antara lain bensin premium dinaikkan lagi menjadi Rp 6.000 per liter atas dasar prinsip yang sama, yaitu membabi buta mengikuti apa yang terjadi di NYMEX. Dalam kebijakannya itu, pemerintah mengatakan hal yang tidak benar, yaitu subsidi yang perbedaan antara harga minyak mentah di pasar internasional dengan ekuivalennya harga BBM di dalam negeri dijelaskan sebagai pengeluaran uang tunai.
Demikian tidak mandirinya elit bangsa yang memimpin dan memerintah kita, yang membiarkan diri didikte untuk kepentingan perusahaan-perusahaan minyak asing.
Oleh : Kwik Kian Gie

4 komentar:

  1. Part 1
    Komentar ….Komentar….
    Sayangnya para Pimpinan Di NKRI dan juga para kaum Cendekianya.... hanyalah murid2 dan antek2 AS dan Sekutunya yang sangat taat terhadap Tuan Besar Israel.. serta Kaum SuperKaya yang mengendalikan mereka..
    Para politisi AS dan Eropa jelas2 telah menjadi Budak jajahan Sempurna bagi para Borjuasi dan Kapitalis Seraka di Negara mereka...
    Semua tidak ada yang sanggup enentang Keinginan Israel dan Kaum Borjuasi..para antek Penjajah dan Mafia kapitalis Internasional...
    Para Politisi itu dan para Jurnalis serta Media2 mainstream adalah bagian dari budak2 dan antek2 para Borjuasi dan Kapitalis2 Serakah... Serta Kaum Super Kaya Jahat... baik didalam AS dan Eropa maupun diluar sana... termasuk di Indonesia... Lihatlah perilaku mereka.. terhadap Umat Islam dan ajaran Islam... Walapun konon mereka mengaku sebagai umat Islam...
    Mereka tak peduli terhadap Kemanusiaan dan Keadilan dan Kebenaran.. Semua bisa di manipulasi dengan slogan2 kotor dan membingungkan melalui corong2 politisi-jurnalis-kaum cendekiawan dan berbagai opnini yang dimanipulasi dan dengan berbagai cara dan gaya bahkan menggunakan budaya2 yang distir...dikendalikan.. dan diarahkan kepada sasaran.... pembusukan dan penghancuran nilai2 luhur agama dan budaya lokal... [Tidak ada UU RI yang benar2 utuh dan menyeluruh anti gharar-anti riba-anti maisir-anti molimo]
    Rakyat awam menjadi sasaran pembusukan dan pembodohan.. serta slogan2 dusta...
    Kaum cendekiawan ikut2an menjadi opotunis mencari harta.. melalui cara2 jahat.. nan menipu masyarakat...
    Ajaran2 luhur bangsa malahan dinista.. dan dihancurkan..
    Mk rakyat menjadi tolol dan membawa nafsunya tanpa panduan akal sehat-hati nurani dan menjadi amburadul dan terpecah belah..
    Pendidikan di permainkan dan menjadi sangat mahal dan yang terbaik tidak terjangkau rakyat.. walaupun mungkin saja mereka secara pribadi mempunyai kemampuan otak dan jiwa yang baik.. Mk hilanglah generasi2 bangsa yang unggul.. Dan hanya orang2 berduit saja yang mampu membangun generasi.. Tragis... pembunuhan terencana secara systimatis.. Padahal konon DPR dan Presiden itu dipilih Rakyat.. tetapi tak peduli akan nasib rakyatnya.. Sungguh mereka2 itu sangat durjana.. dan zhalim.. membiarkan rakyat semakin terpuruk dan menghancurkan masa depan generasi bangsa dgn penuh slogan tipu dan kebohongan...???

    BalasHapus
  2. Part 2
    Komentar ….Komentar….
    Rakyat kehilangan moral kepemimpinan dengan budi nurani kamanusiaan dan moral luhur.. akhirnya.. menjadi preman2 siap dibayar..dengan berbagai asumsi dan persepsi..
    Semuanya menjadi diacak-acak... dengan sikap Pemimpin yang menjadi budak2-dan goyim2...
    Tidak bisa menjadi tauladan dan praktek berbudi luhur.. Karena hanya mengikuti arahan para Penjajah dan Penjahat Internasional bahkan diagung-agungkan..?? Hmmhmm tragis!!!
    Kalaupun ada ..yang patut dicontoh.. maka media mainstream akan menghilangkannya atau mengaburkannya.. dan menonjol-nonjolkan mereka2 yang dikemas untuk merendahkan moralitas-menjunjung kebrutalan sekan-akan menjadi biasa.. dan Kebenaran mejadi kabur..
    Hukum Kebenaran dan Keadilan sudah kehilangan referensi.. karena para pembuat hukum dan pelaksanannya.. serta para pengawas dan alat monitornya.. sudah takluk kepada fulus2 para Penguasa Dunia.. yang dikendalikan oleh politisi budak2 goyim2 para Penjajah Kriminal Internasional yang dikendalikan oleh para SuperKaya dan Kelompok2 Jahat Dunia yang merancang dan membangun jaringan system dan infra struktur dengan teknologi canggih serta ahli2 bayaran yang haus harta-popularitas-kedudukan-dan kekayaan yang sangat berlebihan....
    Inilah zaman kehancuran Umat manusia... Dan Perang Dunia Ke3 sedang dimulai.... dengan target2 dan sasaran yang dikendalikan...
    Korban manusia sebanyak berapapun dan siapapun tak menjadi masalah...
    Tujuan Akhir adalah The Global New Order untuk kelompok Super Kaya dan para Tuan2 Besar Serakah...
    Satu Dunia tidak cukup.. perlu satu Planet lagi bumi lagi ??? Perang !!! Perang !!!! Perang !!!!....... Hayyolah Ummat Islam bersatu.. Awas adu domba... Disana para penguasa Super Kaya sedang menggunakan emosi2 sejarah...
    Awas Aswaja dan Syiah jangan mau di adu domba... oleh corong2 dan fulus2 Raja2 Serakah dan Jahat...
    Ulama2 dan MUI Indonesia.. wajib mempersatukan Ummat Islam Indonesia seluruhnya seutuhnya... dan secara seksama bersatu dan memperkuat persaudaraan dan silaturahim sesama Umat Islam dan sesama anak2 Bangsa... dalam menyelamatkan NKRI dan Generasi Bangsa..

    BalasHapus
  3. Part 3
    Komentar ….Komentar….
    Awas aparat2 jahat.. dan media2 mainstrean antek2 Penjajah yang selalu jahat terhadap Umat Islam dan memojokan Umat Islam... Waspadalah dan kuatkan Persatuan Ummat Islam...
    Mereka membangun jaringan persekongkolan dengan berbagai kelompok jahat dan menggunakan berbagai cara dan model serta dana2 yang dikendalikan para Penjajah Kriminal Internasional yang selalu bernuansa permusushan dan memecah belah Umat... Khususnya terhadap Umat Islam... waspadalah.. Semua Umat dan ulama2 serta tokoh kelompok muslim...
    Memang mereka membangun jaringan2 Islam palsu.. dengan uang dan fulus2 serta berbagai skenario melelui media2 jahat itu.. Waspadalah Ummat Islam.. Bersatu.. Bersatu.. Bersatu... Merdeka!!! Merdeka!!!

    BalasHapus
  4. sangat ngeri bila perang dunia ketiga terjadi

    BalasHapus