800.000 SPBU Asing akan Kuasai Indonesia, ini alasan Jokowi Naikkan BBM?
Hingga saat ini, 40 perusahaan asing sudah memegang izin prinsip
pendirian stasiun pengisian bahan baker umum (SPBU). Masing-masing
perusahaan memiliki hak mendirikan 20.000 SPBU.
“Itu artinya, sejumlah 800.000 SPBU milik asing akan menguasai
Indonesia. Bayangkan, nantinya seluruh kebutuhan minyak harus dibeli di
perusahaan asing dan asing akan menguasai seluruh produksi Indonesia
dari hulu ke hilir, termasuk warung-warung,” kata pengamat ekonomi
Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Revrisond Baswir, yang akrab
disapa Sony, dalam diskusi publik “Menata Ulang Indonesia” di gedung PP
Muhammadiyah, Yogyakarta, yang digelar Majelis Pemberdayaan Masyarakat
(MPM) PP Muhammadiyah.
Jadi katanya, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia,
didukung atau ditolak, juga merupakan pertarungan antarkelompok
kapitalis asing di Indonesia. “Ini pertarungan kapitalis pertambangan
dan indsutri otomotif,” katanya.
Dikatakan, bebas subsidi BBM artinya bangsa Indonesia dipaksa
konversi ke BBM produk asing pertamax. “Maka, SPBU milik Cevron, Shell,
Petronas akan merajalela di negeri ini. Dari sini terlihat jelas, jika
harga BBM dinaikkan, siapa yang dirugikan dan siapa sebaliknya yang
diuntungkan,” katanya.
Dia menegaskan, semua pihak yang berpendapat pro maupun kontra,
mewakili kapital industri. “Perusahaan otomotif jelas dirugikan. Namun
calon pemilik SPBU asing, akan sangat diuntungkan” katanya.
Sony pun menyatakan, hingga tahun 2010 lalu, dari total seluruh kebun
sawit di Indonesia, yang diselenggarakan oleh BUMN hanya 7,8%. Sebagian
besar atau 90% lebih diselenggarakan oleh perusahaan asing.
“Inilah ekspansi kapitalisme besar-besaran. Jadi negara sudah kalah
dalam dalam konteks perekonomian. Negara tidak lagi menguasai
sumber-sumber alam, bahkan untuk mengaturnya saja tidak akan bisa.
Ketika alat produksi dikuasai asing maka kekuatan politik dan kekuatan
legal jelas dikuasai kapitalisme,” urainya.
Kaum kapitalis inilah yang ada dibalik amandemen UU KPK. “Ada proses
pelumpuhan lembaga negara. Itu akan merebak ke BPK dan banyak lagi.
Jadi negara ini sudah tidak mampu melindungi diri sendiri, apalagi
melindungi rakyat,” tegasnya.
Dalam kasus korupsi, Sony menyatakan, korupsi di Indonesia tidak
mungkin terjadi tanpa melibatkan pelaku usaha. Namun uniknya, baru
sedikit konglomerat yang terjerat hukum.
“Baru pejabat publik saja yang bisa diseret oleh KPK maupun lembaga
peradilan. Yang terjadi sebenarnya, inilah pelemahan negara sehingga
rakyat semakin antipati terhadap pejabat publik,” kata Sony.
Pada kenyataannya, total anggaran belanja Indonesia hanya 18% atau
hanya Rp 1.500 triliun dari total produksi domestik bruto (PDB)
Indonesia, yakni Rp 7.500 triliun. Karena itu, perlu menata ulang
Indonesia, menata alat-alat produksi hingga ke akar. “Ini cuma bisa
dilakukan dengan cara revolusi sosial,” tandasnya. [152/sp]
Ada sampah dibalik batu, ada TW dibalik Jokowi
1. belajar MMM alias | Makelar | Mafia | Marketing ala TW kepada bangsa ini
2. ada yang mengetahui | dulu gus dur meminta bantuan TW untuk menarik kembali para pemilik modal tionghoa ke Indonesia
3. TW pun sempat mengatakan seandainya saja ada tiga bankir asal tionghoa menarik modalnya dari indonesia | hancurlah negeri ini
4. lalu ingatkah kita permintaan imbalan seorang TW kepada gus dur atas usahanya membawa pulang pemilik modal asal tionghoa
5. TW meminta ijin resmi pembangunan tempat judi dan kasino di kepulauan seribu | gus dur menolak
6. penolakan gus dur | dipanasi TW dengan bsandar nya kapal pesiar
besar dengan tempat judi terbesar di utara jakarta | gus dur marah besar
7. konflik yang disebabkan taipan bernama TW dgn gus dur juga terkait diberhentikannya kapolri bimantoro dari posisinya
8. kapolri bimantoro (komisaris detik.com saat ini) dianggap gus dur melindungi bisnis besar dua tomy | TW dan Tommy soeharto
9. bimantoro diberhentikan oleh gus dur | tetapi dikembalikan jadi
kapolri kembali oleh megawati juga berkat rekomendasi seorang TW
10. dimasa megawati | TW adalah konsultan untuk penjualan asset milik
negara kepada asing | contoh ladang migas blok tangguh ke china
11. ketahuannya adalah ketika di era SBY | jusuf kalla sbg ketua
negoisiator blok tangguh mmakai jasa TW tuk membantu negoisiasi ulang
12. hegemoni seorang TW dgn kelompok naga nya termasuk klan sembilan
naga nya | kepada suksesi di negeri ini sungguh sangat terasa
13. seorang james riyadi dan lainnya hanyalah shareholder semata sementara TW adalah stakeholder nya alias pemilik aksi
14. gus dur saja bisa digulingkan walau issue awalnya adalah kasus
buloggate | tapi ada hal yg tak diketahui | gus dur tumbang karena TW
15. megawati gagal jadi presiden lagi juga karena sudah tidak punya nilai jual dan memberi lagi kepada kelompok naga nya TW | #2004
16. dan akhirnya SBY terpilih pada 2004 juga berkat ‘bantuan’ kelompok naga | shareholder dan stakeholder indonesia
17. mengapa TW? | sekelas james riyadi saja di buat takut oleh TW gara gara sengketa urusan tanah | sementara JR adalah pemodal
18. hegemoni seorang TW juga sangat terasa di kasus antasari azhar | berkat ilmu tangan tak terlihat nya SBY
19. selain itu | di KPK | ingat kasus suap lahan kuburan mewah di kab bogor | yang memang menyeret perusahaan milik TW
20. atau juga kasus travel cheque yang tersangkanya miranda S Goeltom
| memang siapa yg mberi TC tsebut | kecuali dari aguan tangan kanan TW
21. atau fakta tentang TW yang memiliki jaringan luas sebagai
importir sekaligus broker untuk alutsista TNI dan alat sadap untuk KPK
22. atau hegemoni TW didepartemen pertanian lewat importir sapi dan
benih | sehingga menyingkirkan PT Indoguna utama dari persaingan
23. atau hegemoni TW yang mampu menitipkan nama nama untuk dijadikan menteri kepada presiden RI
24. dulu rusuh soal bunda putri bisa pengaruhi pergantian menteri | adalah non saputri dengan TW
25. juga ingat ketika gita wiryawan dengan TW melakukan operasi pasar daging murah asal australia
26. atau TW yang memberi jalan kepada jokowi untuk bisa berkuasa di
jakarta dgn menarik djan farid sahabatnya dari pencalonan pilgub
27. atau hubungan yang sangat dekat antara TW dengan hendropriyono di PT KIA MOBIL Indonesis | pemilik dan komisaris
28. atau hubungan TW dengan bimantoro komisaris detik.com | baca semua kini menjadi media jokowi
29. tweps pun pasti ingat | TW lah inisiator pertemuan seluruh pemred media di bali | #menyamakanpersepsi jokowi
30. dimana mana ada TW | dari proyek jembatan selat sunda sampai
bendungan raksasa di utara jakarta | TW butuh boneka untuk dana APBN
31. ada TW di jokowi | sangat rapi demi bancakan segala aset milik negeri | termasuk alokasi proyek besar yang akan dibuat nanti
demikianlah kultwit saya | harus saya sudahi karena banyak nya telepon yg meminta saya berhenti
-Dewa Wahyudi- @bang_dwKwik Kian Gie: Subsidi BBM itu Bohong!
Posted on Maret 21, 2012 by Admin
Di bawah adalah tulisan Kwik Kian Gie yang menyatakan Subsidi BBM adalah bohong. Jika kita teliti, itu memang benar.
Sesungguhnya biaya produksi minyak dari menggali minyak, kilang, hingga distribusi ke Pom Bensin menurut KKG adalah US$ 10/brl. Ada baiknya kita naikan saja jadi US$ 15/brl untuk memberi keuntungan bagi pendukung Neoliberalisme yang mengatakan Subsidi BBM itu ada. Itu sudah termasuk keuntungan yang cukup besar bagi para operator dan distributor.
Buat yang ragu angkanya bisa lihat data komponen biaya dari website pemerintah AS: http://www.eia.gov/petroleum/gasdiesel
Di situ dijelaskan biaya minyak mentah 72% dari harga jual, pengilangan 12%, Distribusi dan Pemasaran 5%, Pajak 11%.
Taruhlah rate 1 US$ = Rp 10.000 dan 1 barrel = 159 liter. Jika harga minyak Rp 4.500/liter, artinya Rp 715.500/brl atau US$ 71/brl.
Jadi dengan biaya produksi hanya US$ 15/brl dan harga jual US$ 71/brl, sebetulnya pemerintah untung US$ 56/brl. Bayangkan jika produksi BBM kita 1 tahun 350 juta barel. Pemerintah untung US$ 19,6 milyar atau Rp 196 trilyun/tahun.
Itu kalau pakai harga “Subsidi” Rp 4.500/liter. Kalau pakai harga Pertamax yang Rp 9000/liter, pemerintah untung Rp 392 trilyun/tahun.
Tapi bagaimana dengan harga minyak dunia yang misalnya US$ 120/brl? Bukankah kita rugi US$ 79/brl?
Benar kalau kita adalah negara bukan penghasil minyak seperti Singapura atau Jepang yang harus beli minyak dari negara lain.
Tapi Indonesia
memproduksi sendiri minyaknya sebesar 907 ribu barel/hari. Bahkan
mungkin lebih jika tidak dikadali perusahaan minyak asing yang mengelola
90% minyak kita. Sementara kebutuhan BBM “Subsidi” itu hanya 723 ribu
bph (42 juta kilo liter/tahun). Jadi masih untunglah pemerintah. Mau
harga minyak dunia naik sampai US$ 200/brl pun sebetulnya biaya produksi
minyak di Indonesia tidak akan berubah. Paling banter cuma US$ 15/brl.
Cuma ya itu beda pemikiran ekonom kerakyatan atau Islam dibanding ekonom Neoliberal yang berpihak pada perusahaan-perusahaan minyak asing. Meski untung, mereka tetap bilang rugi.
Cuma ya itu beda pemikiran ekonom kerakyatan atau Islam dibanding ekonom Neoliberal yang berpihak pada perusahaan-perusahaan minyak asing. Meski untung, mereka tetap bilang rugi.
Padahal minyak itu adalah milik bersama rakyat Indonesia. Bukan milik perusahaan minyak atau pemerintah Indonesia. Jadi tak pantas dijual dengan harga “Internasional”.
Simulasi Harga Minyak dalam bentuk XLS bisa didownload di sini:
Kita akan tahu bahwa
meski harga minyak dunia US$ 200/brl, Indonesia tetap untung dgn harga
Rp 4500/ltr atau US$ 71 brl mengingat biaya produksi hanya US$ 15/brl.
Lihat perbandingan beda
pandangan antara pemahaman untung/rugi penjualan minyak antara pemikiran
Ekonom Islam/Rakyat dengan Ekonom Neoliberal yang dipengaruhi Yahudi.
Di zaman Nabi ada Yahudi
yang menjual air dengan harga tinggi kepada rakyat. Harap diketahui,
hingga sekarang harga air di Arab Saudi lebih mahal daripada harga
minyak karena air di sana sangat langka. Namun setelah dibeli ummat
Islam sumur airnya, Nabi membagikannya gratis kepada rakyat. Ini karena
rakyat harus bisa mendapatkan kebutuhan hidupnya dengan mudah.
Perbandingan di bawah dengan asumsi:
1 barel = 159 liter
1 US$ = Rp 10.000
Produksi minyak Indonesia = 907 ribu bph
Kebutuhan BBM “Subsidi” dgn harga Rp 4500/ltr (US$ 71/brl) = 740 ribu bph
Total biaya produksi minyak Indonesia = US$ 15/brl
HARGA MINYAK DUNIA (US$/BRL)
|
||||
Persepsi Untung/Rugi |
60
|
120
|
200
|
400
|
Ekonom Islam/Rakyat |
56
|
56
|
56
|
56
|
Ekonom Neoliberal |
11
|
-49
|
-129
|
-329
|
Orang awam memandang
saat biaya produksi minyak US$ 15/brl dan dijual seharga Rp 4500/ltr
(US$ 71/brl) sebagai untung sebesar US$ 56/brl.
Namun kaum Neolib
memandangnya rugi sebesar US$ 49/brl saat harga minyak Dunia naik jadi
US$ 120/brl. Saat minyak dunia naik jadi US$ 400/brl juga dianggap rugi
sebesar US$ 329/brl padahal sebenarnya tetap untung.
Anggito Abimanyu, salah satu fundamentalis neo-liberal Indonesia yang selalu bersikeras menaikkan harga BBM dengan alasan “mengurangi beban subsidi BBM“,
mengakui bahwa selama ini tidak pernah ada subsidi dalam BBM. “Masih
ada surplus penerimaan BBM dibanding biaya yang dikeluarkan,” katanya
dalam acara talkshow di TVOne hari Senin (13/03/2012), terkait rencana
kenaikan harga BBM akibat kenaikan harga BBM dunia. Anggito menjadi
salah satu narasumber bersama Kwik Kian Gie dan Wamen ESDM. Mungkin
Anggito tidak akan pernah memberikan pengakuan seperti itu kalau saja
tidak karena ada Kwik Kian Gie yang telah lama menyampaikan pendapatnya
bahwa isu “subsidi” adalah pembohongan publik, dan pendapat itu diulangi
lagi dalam acaratalkshow tersebut di atas.
Jika pun “benar” Pemerintah rugi, bisa jadi Pertamina dipaksa membeli
minyak Indonesia yang 90% dikelola oleh perusahaan2 minyak AS seperti
Chevron dan Exxon dengan harga New York. Jika begitu, solusinya adalah
di Nasionalisasi. Cina dan Norwegia mengelola minyak mereka dengan BUMN
mereka. Arab Saudi, Iran, dan Venezuela juga sudah menasionalisasi
perusahaan minyak asing yang dulu memonopoli minyak mereka. Sekarang
mereka makmur karena penerimaannya bertambah karena tidak dibohongi oleh
perusahaan2 minyak asing.
Selama 90% kekayaan alam kita dikuasai asing, selama itu pula Indonesia
melarat. Harga minyak naik, bukannya untung malah rugi karena ceritanya
“Subsidi” bertambah berat. Harga minyak turun juga “Mengeluh” karena
penerimaan berkurang. Tidak pernah bersyukur makanya kena siksa Allah
terus. “Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti
Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” [Ibrahim 7] Satu
wujud syukur kita dengan kekayaan alam kita adalah dengan mengelolanya
sendiri sehingga bisa menikmati seluruh hasilnya. Bukan justru
mengabaikannya dan menyerahkannya ke pihak asing sehingga akhirnya
asinglah yang menikmati hasilnya sementara rakyat Indonesia jadi miskin
dan melarat.
Angka yang diajukan KKG
sebetulnya sangat masuk akal. Apalagi menurut Lembaga Statistika Energi
AS (Energy Information Administration), 42 galon minyak mentah setelah
dikilang akan menghasilkan 45 galon (6% lebih banyak) seperti Bensin,
Diesel, dan Avtuur yang harganya sangat mahal. Jadi kalau pemerintah
bilang rugi…rugi…rugi.. itu cuma bohong belaka.
Referensi:
Pertamina: konsumsi BBM “Subsidi” tahun 2011 sebesar 41,69 kilo liter
BP Migas: Produksi minyak Indonesia 920 ribu bph:
BBM DISUBSIDI ADALAH OMONG KOSONG
Percakapan antara Djadjang dan Mamad
Oleh Kwik Kian Gie
Pemerintah berencana tidak membolehkan
kendaraan berpelat hitam membeli bensin premium, karena harga Rp. 4.500
per liter jauh di bawah harga pokok pengadaannya. Maka pemerintah rugi
besar yang memberatkan APBN.
Dj : Jadi apa benar bahwa untuk mengadakan 1 liter bensin premium pemerintah mengeluarkan uang lebih dari Rp. 4.500 ? Kamu kan doktor Mad, tolong jelaskan perhitungannya bagaimana ?
M : Gampang sekali, dengarkan baik-baik. Untuk mempermudah perhitungan buat kamu yang bukan orang sekolahan, kita anggap saja 1 USD = Rp. 10.000 dan harga minyak mentah USD 80 per barrel. Biaya untuk mengangkat minyak dari perut bumi (lifting) + biaya pengilangan (refining) + biaya transportasi rata-rata ke semua pompa bensin = USD 10 per barrel. 1 barrel = 159 liter. Jadi agar minyak mentah dari perut bumi bisa dijual sebagai bensin premium per liternya dikeluarkan uang sebesar (USD 10 : 159) x Rp. 10.000 = Rp. 628,93 – kita bulatkan menjadi Rp. 630 per liter. Harga minyak mentah USD 80 per barrel. Kalau dijadikan satu liter dalam rupiah, hitungannya adalah : (80 x 10.000) : 159 = Rp. 5.031,45. Kita bulatkan menjadi Rp. 5.000. Maka jumlah seluruhnya kan Rp. 5.000 ditambah Rp. 630 = Rp. 5.630 ? Dijual Rp. 4.500. Jadi rugi sebesar Rp. 1.130 per liter (Rp. 5.630 – Rp. 4.500). Kerugian ini yang harus ditutup oleh pemerintah dengan uang tunai, dan dinamakan subsidi. Dj : Hitung-hitunganmu aku ngerti, karena pernah diajari ketika di SD dan diulang-ulang terus di SMP dan SMA. Tapi yang aku tak paham mengapa kau menghargai minyak mentah yang milik kita sendiri dengan harga minyak yang ditentukan oleh orang lain ? M : Lalu, harus dihargai dengan harga berapa ? Dj : Sekarang ini, minyak mentahnya kan sudah dihargai dengan harga jual dikurangi dengan harga pokok tunai ? Hitungannya Rp. 4.500 – Rp. 630 = Rp. 3.870 per liter ? Kenapa pemerintah dan kamu tidak terima ? Kenapa harga minyak mentahnya mesti dihargai dengan harga yang Rp. 5.000 ? M : Kan tadi sudah dijelaskan bahwa harga minyak mentah di pasar dunia USD 80 per barrel. Kalau dijadikan rupiah dengan kurs 1 USD = Rp. 10.000 jatuhnya kan Rp. 5.000 (setelah dibulatkan ke bawah). Dj : Kenapa kok harga minyak mentahnya mesti dihargai dengan harga di pasar dunia ? M : Karena undang-undangnya mengatakan demikian. Baca UU no. 22 tahun 2001 pasal 28 ayat 2. Bunyinya : “Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar.”
Nah, persaingan usaha dalam bentuk permintaan dan penawaran yang dicatat dan dipadukan dengan rapi di mana lagi kalau tidak di New York Mercantile Exchange atau disingkat NYMEX ? Jadi harga yang ditentukan di sanalah yang harus dipakai untuk harga minyak mentah dalam menghitung harga pokok.
Dj : Paham Mad. Tapi itu akal-akalannya korporat asing yang ikut membuat Undang-Undang no. 22 tahun 2001 tersebut. Mengapa bangsa Idonesia yang mempunyai minyak di bawah perut buminya diharuskan membayar harga yang ditentukan oleh NYMEX ? Itulah sebabnya Mahkamah Konstitusi menyatakannya bertentangan dengan konstitusi kita. Putusannya bernomor 002/PUU-I/2003 yang berbunyi : “Pasal 28 ayat (2) yang berbunyi : “Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.” M : Kan sudah disikapi dengan sebuah Peraturan Pemerintah (PP) ? Dj : Memang, tapi PP-nya yang nomor 36 tahun 2004, pasal 27 ayat (1) masih berbunyi : “Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi, keuali Gas Bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil, DISERAHKAN PADA MEKANISME PERSAINGAN USAHA YANG WAJAR, SEHAT DAN TRANSPARAN”. Maka sampai sekarang istilah “subsidi” masih dipakai terus, karena yang diacu adalah harga yang ditentukan oleh NYMEX. M : Jadi kalau begitu kebijakan yang dinamakan “menghapus subsidi” itu bertentangan dengan UUD kita ? Dj : Betul. Apalagi masih saja dikatakan bahwa subsidi sama dengan uang tunai yang dikeluarkan. Ini bukan hanya melanggar konstitusi, tetapi menyesatkan. Uang tunai yang dikeluarkan untuk minyak mentah tidak ada, karena milik bangsa Indonesia yang terdapat di bawah perut bumi wilayah Republik Indonesia. Menurut saya jiwa UU no. 22/2001 memaksa bangsa Indonesia terbiasa membayar bensin dengan harga internasional. Kalau sudah begitu, perusahaan asing bisa buka pompa bensin dan dapat untung dari konsumen bensin Indonesia. Maka kita sudah mulai melihat Shell, Petronas, Chevron. M : Kembali pada harga, kalau tidak ditentukan oleh NYMEX apakah mesti gratis, sehingga yang harus diganti oleh konsumen hanya biaya-biaya tunainya saja yang Rp. 630 per liternya ?
Dj : Tidak. Tidak pernah pemerintah memberlakukan itu dan penyusun pasal 33 UUD kita juga tidak pernah berpikir begitu. Sebelum terbitnya UU nomor 22 tahun 2001 tentang Migas, pemerintah menentukan harga atas dasar kepatutan, daya beli masyarakat dan nilai strategisnya. Sikap dan kebijakan seperti ini yang dianggap sebagai perwujudan dari pasal 33 UUD 1945 yang antara lain berbunyi : ”Barang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” Dengan harga Rp. 2.700 untuk premium, harga minyak mentahnya kan tidak dihargai nol, tetapi Rp. 2.070 per liter (Rp. 2.700 – Rp. 630). Tapi pemerintah tidak terima. Harus disamakan dengan harga NYMEX yang ketika itu USD 60, atau sama dengan Rp. 600.000 per barrel-nya atau Rp. 3.774 (Rp. 600.000 : 159) per liternya. Maka ditambah dengan biaya-biaya tunai sebesar Rp. 630 menjadi Rp. 4.404 yang lantas dibulatkan menjadi Rp. 4.500. Karena sekarang harga sudah naik lagi menjadi USD 80 per barrel pemerintah tidak terima lagi, karena maunya yang menentukan harga adalah NYMEX, bukan bangsa sendiri. Dalam benaknya, pemerintah maunya dinaikkan sampai ekivalen dengan harga minyak mentah USD 80 per barrel, sehingga harga bensin premium menjadi sekitar Rp. 5.660, yaitu: Harga minyak mentah : USD 80 x 10.000 = Rp. 800.000 per barrel. Per liternya Rp. 800.000 : 159 = Rp. 5.031, ditambah dengan biaya-biaya tunai sebesar Rp. 630 = Rp. 5.660 Karena tidak berani, konsumen dipaksa membeli Pertamax yang komponen harga minyak mentahnya sudah sama dengan NYMEX. M : Kalau begitu pemerintah kan kelebihan uang tunai banyak sekali, dikurangi dengan yang harus dipakai untuk mengimpor, karena konsumsi sudah lebih besar dibandingkan dengan produksi. Dj : Memang, tapi rasanya toh masih kelebihan uang tunai yang tidak jelas ke mana perginya. Kaulah Mad yang harus meneliti supaya diangkat menjadi Profesor.
Kwik Kian Gie: Subsidi BBM Adalah Bohong
Written By Gbrak News on Selasa, 26 Agustus 2014 | 10.26
http://www.gebraknews.com/2014/08/kwik-kian-gie-subsidi-bbm-adalah-bohong.html
Ada baiknya kita naikan saja jadi US$ 15/brl untuk memberi keuntungan bagi pendukung Neoliberalisme yang mengatakan Subsidi BBM itu ada. Itu sudah termasuk keuntungan yang cukup besar bagi para operator dan distributor.
Buat yang ragu angkanya bisa lihat data komponen biaya dari website pemerintah AS: http://www.eia.gov/petroleum/gasdiesel
Di situ dijelaskan biaya minyak mentah 72% dari harga jual, pengilangan 12%, Distribusi dan Pemasaran 5%, Pajak 11%.
Taruhlah rate 1 US$ = Rp 10.000 dan 1 barrel = 159 liter.
Jika harga minyak Rp 4.500/liter, artinya Rp 715.500/barrel atau US$ 71/brl.
Jadi dengan biaya produksi hanya US$ 15/brl dan harga jual US$ 71/barrel, sebetulnya pemerintah untung US$ 56/barrel. Bayangkan jika produksi BBM kita 1 tahun 350 juta barel. Pemerintah untung US$ 19,6 milyar atau Rp 196 trilyun/tahun.
Itu kalau pakai harga “Subsidi” Rp 4.500/liter. Kalau pakai harga Pertamax yang Rp 9000/liter, pemerintah untung Rp 392 trilyun/tahun. Tapi bagaimana dengan harga minyak dunia yang misalnya US$ 120/barrel? Bukankah kita rugi US$ 79/barrell?
Benar kalau kita adalah negara bukan penghasil minyak seperti Singapura atau Jepang yang harus beli minyak dari negara lain. Tapi Indonesia memproduksi sendiri minyaknya sebesar 907 ribu barel/hari. Bahkan mungkin lebih jika tidak dikadali perusahaan minyak asing yang mengelola 90% minyak kita. Sementara kebutuhan BBM "Subsidi" itu hanya 723 ribu bph (42 juta kilo liter/tahun). Jadi masih untunglah pemerintah. Mau harga minyak dunia naik sampai US$ 200/brl pun sebetulnya biaya produksi minyak di Indonesia tidak akan berubah. Paling banter cuma US$ 15/brl.
Cuma ya itu beda pemikiran ekonom kerakyatan atau Islam dibanding ekonom Neoliberal yang berpihak pada perusahaan-perusahaan minyak asing. Meski untung, mereka tetap bilang rugi.
Padahal minyak itu adalah milik bersama rakyat Indonesia. Bukan milik perusahaan minyak atau pemerintah Indonesia. Jadi tak pantas dijual dengan harga "Internasional".
Simulasi Harga Minyak dalam bentuk XLS bisa didownload di sini:
http://www.mediafire.com/?jez4ynm4vzt
Kita akan tahu bahwa meski harga minyak dunia US$ 200/brl, Indonesia tetap untung dgn harga Rp 4500/ltr atau US$ 71 brl mengingat biaya produksi hanya US$ 15/brl.
Lihat perbandingan beda pandangan antara pemahaman untung/rugi penjualan minyak antara pemikiran Ekonom Islam/Rakyat dengan Ekonom Neoliberal yang dipengaruhi Yahudi.
Di zaman Nabi ada Yahudi yang menjual air dengan harga tinggi kepada rakyat. Harap diketahui, hingga sekarang harga air di Arab Saudi lebih mahal daripada harga minyak karena air di sana sangat langka. Namun setelah dibeli ummat Islam sumur airnya, Nabi membagikannya gratis kepada rakyat. Ini karena rakyat harus bisa mendapatkan kebutuhan hidupnya dengan mudah.
Perbandingan di bawah dengan asumsi:
1 barel = 159 liter
1 US$ = Rp 10.000
Produksi minyak Indonesia = 907 ribu bph
Kebutuhan BBM "Subsidi" dgn harga Rp 4500/ltr (US$ 71/brl) = 740 ribu bph
Total biaya produksi minyak Indonesia = US$ 15/barrel
Pendapat Kwik ini ditanggapi serius oleh Raden Nuh praktisi hukum dan ekonomi. Menurut Raden ada beberapa asumsi Kwik yang kurang tepat dan ada asumsi yang harus dipenuhi dulu prasyaratnya agar pendapat Kwik dapat diterima.
"Kwik mengasumsikan produksi minyak mentah Indonesia 907.000 barrel per day, padahal faktanya hanya 800 - 830.000 Bopd. Sedangkan konsumsi diasumsikan Kwik tidak sampai 1.4 juta Bopd, sehingga terdapat selisih besar dalam perhitungan alokasi subsidi BBM," jelas Raden.
Raden menambahkan, misalkan seluruh minyak produksi Indonesia diserahkan kepada Pertamina/negara untuk diolah menjadi minyak produk, tetap saja subsidi dikeluarkan oleh pemerintah. Besarnya subsidi itu tergantung pada cost recovery kontraktor migas yang menjadi beban negara, dan biaya pembelian minyak mentah dan minyak produk dari luar negeri guna memenuhi konsumsi dalam negeri.
"Misalkan saja cost recovery kontraktor migas sebesar X. Biaya lain yang harus dikeluarkan pemerintah adalah harga beli minyak mentah sebesar kapasitas kilang yang tersisa dan minyak produk untuk kekurangannya. Jadi, tetap saja asumsi Kwik tidak dapat dipakai karena tidak sesuai dengan kondisi faktual sektor migas kita," ujar Raden.
Produksi Minyak Indonesia : 800.000 bopd
Kapasitas kilang Indonesia. : 900.000 bopd
Minyak mentah Impor : 100.000 bopd
Beban pemerintah : Biaya produksi 800.000 bopd untuk diolah menjadi minyak produk, biaya pembelian minyak mentah untuk memaksimalkan kapasitas kilang yakni 100.000 bopd dan terakhir, biaya pembelian minyak produk sebesar 500..000 bopd.
Dengan mengikuti asumsi Kwik, pemerintah tetap saja harus mengeluarkan biaya-biaya sebagai berikut :
1. Biaya pengolahan minyak mentah 900.000 bopd
2. Biaya pembelian minyak mentah 100.000 bopd
3. Biaya pembelian minyak produk 500.000 bopd
4. Cost recovery KKKS atas 800.000 bopd
5. Biaya distribusi, pajak, margin distributor dan penyalur.
Kontroversi Kenaikan Harga BBM
PENGANTAR
Dalam .
PERMASALAHAN
Kepada masyarakat diberikan gambaran
bahwa setiap kali harga minyak mentah di pasar internasional
meningkat, dengan sendirinya pemerintah harus mengeluarkan uang ekstra,
dengan istilah “untuk membayar subsidi BBM yang membengkak”.
Harga minyak mentah di pasar internasional selalu meningkat. Sebabnya karena minyak mentah adalah fosil yang tidak terbarui (not renewable).
Setiap kali minyak mentah diangkat ke permukaan bumi, persediaan
minyak di dalam perut bumi berkurang. Pemakaian (konsumsi) minyak bumi
sebagai bahan baku BBM meningkat terus, sehingga permintaan yang
meningkat terus berlangsung bersamaan dengan berkurangnya cadangan
minyak di dalam perut bumi. Hal ini membuat bahwa permintaan senantiasa
meningkat sedangkan berbarengan dengan itu, penawarannya senantiasa
menyusut.
Sejak lama para pemimpin dan cendekiawan Indonesia berhasil di-“brainwash”
dengan sebuah doktrin yang mengatakan : “Semua minyak mentah yang
dibutuhkan oleh penduduk Indonesia harus dinilai dengan harga
internasional, walaupun kita mempunyai minyak mentah sendiri.” Dengan
kata lain, bangsa Indonesia yang mempunyai minyak harus membayar minyak
ini dengan harga internasional.
Harga BBM yang dikenakan pada rakyat
Indonesia tidak selalu sama dengan ekuivalen harga minyak mentahnya.
Bilamana harga BBM lebih rendah dibandingkan dengan ekuivalen harga
minyak mentahnya di pasar internasional, dikatakan bahwa pemerintah
merugi, memberi subsidi untuk perbedaan harga ini. Lantas dikatakan
bahwa “subsidi” sama dengan uang tunai yang harus dikeluarkan oleh
pemerintah, sedangkan pemerintah tidak memilikinya. Maka APBN akan
jebol, dan untuk menghindarinya, harga BBM harus dinaikkan.
Pikiran tersebut adalah pikiran yang
sesat, ditinjau dari sudut teori kalkulasi harga pokok dengan metode
apapun juga. Penyesatannya dapat dituangkan dalam angka-angka yang
sebagai berikut.
Harga bensin premium yang Rp. 4.500 per
liter sekarang ini ekuivalen dengan harga minyak mentah sebesar US$
69,50 per barrel. Harga yang berlaku US$ 105 per barrel. Lantas
dikatakan bahwa pemerintah merugi US$ 35,50 per barrel. Dalam rupiah,
pemerintah merugi sebesar US$ 35,50 x Rp. 9.000 = Rp. 319.500 per
barrel. Ini sama dengan Rp. 2009, 43 per liter (Rp. 319.500 : 159).
Karena konsumsi BBM Indonesia sebanyak 63 milyar liter per tahun,
dikatakan bahwa kerugiannya 63 milyar x Rp. 2009,43 = Rp. 126,59
trilyun per tahun. Maka kalau harga bensin premium dipertahankan sebesar
Rp. 4.500 per liter, pemerintah merugi atau memberi subsidi sebesar
Rp. 126,59 trilyun. Uang ini tidak dimiliki, sehingga APBN akan jebol.
Pikiran yang didasarkan atas perhitungan
di atas sangat menyesatkan, karena sama sekali tidak memperhitunkan
kenyataan bahwa bangsa Indonesia memiliki minyak mentah sendiri di
dalam perut buminya.
Pengadaan BBM oleh Pertamina berlangsung
atas perintah dari Pemerintah. Pertamina diperintahkan untuk
mengadakan 63 milyar liter bensin premium setiap tahunnya, yang harus
dijual dengan harga Rp. 4.500 per liter. Maka perolehan Pertamina atas
hasil penjualan bensin premium sebesar 63.000.000.000 liter x Rp. 4.500
= Rp. 283,5 trilyun.
Pertamina disuruh membeli dari:
Pemerintah
|
37,7808 milyar liter
|
dengan harga Rp. 5.944/liter =
|
Rp. 224,5691tr
|
Pasar internasional
|
25,2192 milyar liter
|
dengan harga Rp. 5.944/liter =
|
Rp. 149,903 tr
|
Jumlahnya
|
63 milyar liter
|
dengan harga Rp. 5.944/liter =
|
Rp. 374,4721 tr
|
Biaya LRT
|
63 milyar liter @Rp. 566
|
|
Rp. 35,658 tr
|
Jumlah Pengeluaran Pertamina
|
|
Rp. 410,13 tr
|
|
Hasil Penjualan Pert
|
63 milyar liter @ Rp. 4.500
|
|
Rp. 283,5 tr
|
PERTAMINA DEFISIT/TEKOR/KEKURANGAN TUNAI
|
Rp. 126,63 tr. |
Tabel di atas menunjukkan bahwa setelah
menurut dengan patuh apa saja yang diperintahkan oleh Pemerintah,
Pertamina kekurangan uang tunai sebesar Rp. 126,63 trilyun.
Pemerintah menambal defisit
tersebut dengan membayar tunai sebesar Rp. 126,63 trilyun yang katanya
membuat jebolnya APBN, karena uang ini tidak dimiliki oleh Pemerintah.
Ini jelas bohong di siang hari bolong. Kita lihat baris paling atas dari Tabel denga huruf tebal (bold), bahwa Pemerintah menerima hasil penjualan minyak mentah kepada Pertamina sebesar Rp. 224,569
trilyun. Jumlah penerimaan oleh Pemerintah ini tidak pernah
disebut-sebut. Yang ditonjol-tonjolkan hanya tekornya Pertamina sebesar
Rp. 126,63 trilyun yang harus ditomboki oleh Pemerintah.
Kalau jumlah penerimaan Pemerintah dari Pertamina ini tidak disembunyikan, maka hasilnya adalah:
• Pemerintah menerima dari Pertamina sejumlah |
Rp. 224,569 trilyun
|
• Pemerintah menomboki tekornya Pertamina sejumlah |
(Rp. 126,63 trilyun)
|
• Per saldo Pemerintah kelebihan uang tunai sejumlah |
Rp. 97,939 trilyun
|
Perhitungan selengkapnya dapat di-download di sini.
TEMPATNYA DALAM APBN
Kalau memang ada kelebihan uang tunai dalam Kas Pemerintah, di mana dapat kita temukan dalam APBN 2012 ?
Di halaman 1 yang saya lampirkan, yaitu yang dirinci ke dalam :
• Pos “DBH (Dana Bagi Hasil) sejumlah |
Rp. 45,3 trilyun
|
• Pos “Net Migas” sejumlah |
Rp. 51,5 trilyun
|
• Jumlahnya | Rp. 96,8 trilyun |
Perhitungan Bp. Anggito Abimanyu dan Perhitungan Bp. Anthony Budiawan
Perbedaan sejumlah Rp. 1,1 trilyun disebabkan karena Pemerintah menghitungnya dengan data lengkap yang mendetil.
Saya menghitungngya dengan
penyederhanaan/simplifikasi guna memperoleh esensi perhitungan bahwa
Pemerintah melakukan kehohongan publik. Bedanya toh ternyata sama sekali
tidak signifikan, yaitu sebesar Rp. 1,1 trilyun atau 1,14 % saja.
SUBSIDI BUKAN PENGELUARAN UANG TUNAI
Dalam pembicaraan tentang BBM, kata
“subsidi BBM” yang paling banyak dipakai. Kebanyakan dari elit bangsa
kita, baik yang ada di dalam pemerintahan maupun yang di luar mempunyai
pengertian yang sama ketika mereka mengucapkan kata “subsidi BBM”.
Ketika mulut mengucapkan dua kata
“subsidi BBM”, otaknya mengatakan “perbedaan antara harga minyak mentah
internasional dengan harga yang dikenakan kepada bangsa Indonesia.”
Ketika mulut mengucapkan “Subsidi bensin premium sebesar Rp. 2.009 per
liter”, otaknya berpikir : “Harga minyak mentah USD 105 per barrel
setara dengan dengan Rp. 6.509 per liter bensin premium, sedangkan
harga bensin premium hanya Rp. 4.500 per liter”.
Mengapa para elit itu berpikir bahwa
harga minyak mentah yang milik kita sendiri harus ditentukan oleh
mekanisme pasar yang dikoordinasikan oleh NYMEX di New York ?
Karena mereka sudah di-“brain wash”
bahwa harga adalah yang berlaku di pasar internasional pada saat
mengucapkan harga yang bersangkutan. Maka karena sekarang ini harga
minyak mentah yang ditentukan dan diumumkan oleh NYMEX sebesar USD 105
per barrel atau setara dengan bensin premium seharga Rp. 6.509 per
liter, dan harga yang diberlakukan untuk bangsa Indonesia sebesar Rp.
4.500 per liter, mereka teriak : “Pemerintah merugi sebesar Rp. 2.009
per liter”. Karena konsumsi bangsa Indonesia sebanyak 63 milyar liter
per tahun, maka Pertamina merugi Rp. 126,567 trilyun per tahun.
Selisih ini disebut “subsidi”, dan lebih
konyol lagi, karena lantas mengatakan bahwa “subsidi” ini sama dengan
uang tunai yang harus dikeluarkan”.
UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI
Pikiran hasil brain washing
tersebut berakar dalam UU nomor 22 tahun 2001. Pasal 28 ayat 2 berbunyi
: “Harga bahan bakar minyak dan gas bumi diserahkan pada mekanisme
persaingan usaha yang sehat dan wajar”. Ini berarti bahwa rakyat harus
membayar minyak yang miliknya sendiri dengan harga yang ditentukan oleh
NYMEX di New York. Kalau harganya lebih rendah dikatakan merugi, harus
mengeluarkan tunai yang tidak dimiliki dan membuat APBN jebol.
Seperti yang baru saya katakan tadi
pikiran seperti itu tidak benar. Yang benar ialah pengeluaran uang tunai
untuk pemompaan minyak sampai ke atas muka bumi (lifting) ditambah dengan pengilangan sampai menjadi BBM (refining) ditambah dengan pengangkutan sampai ke pompa-pompa bensin (transporting),
seluruhnya sebesar USD 10 per barrel. Dengan kurs yang 1 USD = Rp.
9.000, uang tunai yang dikeluarkan untuk menghasilkan 1 liter premium
sebesar Rp. 566.
BAGAIMANA UUD HARUS DITAFSIRKAN TENTANG KEBIJAKAN MINYAK?
Menurut UUD kita harga BBM tidak boleh ditentukan oleh siapapun juga kecuali oleh hikmah kebijaksanaan yang sesuai dengan kepatutan, daya beli masyarakat dan nilai strategisnya bagi sektor-sektor kehidupan ekonomi lainnya. Mengapa ? Karena BBM termasuk dalam “Barang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak”.
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
Itulah sebabnya Mahkamah Konstitusi
menyatakan pasal 28 ayat (2) dari UU nomor 22 tahun 2001 tentang Migas
bertentangan dengan UUD RI. Putusannya bernomor 002/PUU-I/2003 yang
berbunyi : “Harga bahan bakar minyak dan gas bumi diserahkan pada
persaingan usaha yang sehat dan wajar dari Undang-Undang nomor 22 tahun
2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan Undang-Undang
dasar Republik Indonesia.”
Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2004 pasal 72 ayat (1)
Brain washing begitu
berhasilnya , sehingga Putusan MK ini disikapi dengan Peraturan
Pemerintah nomor 36 Tahun 2004. Pasal 72 ayat (1) berbunyi : “Harga bahan bakar minyak dan gas bumi, kecuali gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil, diserahkan pada persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan.”
Ini benar-benar keterlaluan. UUD, MK dilecehkan dengan PP.
Jelas Pemerintah telah berpikir, berucap
dan bertinak yang bertentangan dengan UUD kita dalam kebijakannya
tentang BBM. Toh tidak ada konsekuensinya apa-apa. Toh Pemerintah akan
memberlakukannya dengan merujuk pada Undang-Undang yang telah
dinyatakan bertentangan dengan Konstitusi.
APA MAKSUD DAN DAMPAK DARI MEMPERTAHANKAN BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 2001 ?
Maksudnya jelas, yaitu supaya mendarah
daging pada rakyat Indonesia bahwa mereka harus membayar harga BBM
(bensin) dengan harga yang ditentukan oleh NYMEX. Bahkan setiap hari
harga BBM harus bergejolak sesuai dengan fluktuasi harga minyak mentah
yang diumumkan oleh NYMEX setiap beberapa menit sekali.
Harian Kompas tanggal 17 Mei 2008
memuat pernyataan Menko Boediono (yang sekarang menjabat Wakil
Presiden) yang berbunyi : “Pemerintah akan menyamakan harga bahan bakar
minyak atau BBM untuk umum di dalam negeri dengan harga minyak di
pasar internasional secara bertahap mulai tahun 2008……..dan Pemerintah ingin mengarahkan kebijakan harga BBM pada mekanisme penyesuaian otomatis dengan harga dunia.”
Harian Indopos tanggal 3 Juli 2008
mengutip Presiden SBY yang mengatakan :”Jika harga minyak USD 150 per
barrel, subsidi BBM dan listrik yang harus ditanggung APBN Rp. 320
trilyun.” “Kalau (harga minyak) USD 160, gila lagi. Kita akan keluarkan (subsidi) Rp. 254 trilyun hanya untuk BBM.”
Jelas bahwa Presiden SBY sudah
teryakinkan bahwa yang dikatakan dengan subsidi memang sama dengan uang
tunai yang harus dikeluarkan. Hal yang sama sekali tidak benar,
seperti yang diuraikan di atas tadi.
SHELL SUDAH MENJALANKAN HARGA BBM NAIK TURUN OTOMATIS DENGAN NAIK TURUNNYA HARGA MINYAK DI PASAR INTERNASIONAL
Barang siapa membeli bensin dari pompa
Shell akan mengalami bahwa harga naik turun. Kemarin, tanggal 18 Maret
2012 harga bensin super Shell Rp. 9.550 per liter.
Harga Rp. 9.550 dikurangi dengan biaya
LTR sebesar Rp. 566 = Rp. 8.984 per liter. Dengan kurs 1 USD = Rp.
9.000, harga ini setara dengan harga minyak mentah USD 0,9982 per liter
atau USD 159 minyak mentah per barrel. Harga minyak mentah di pasar
internasional USD 105 per barrel. Shell mengambil untung dari rakyat
Indonesia sebesar USD 54 per barrel atau USD 0,34 per liter, yang sama
dengan Rp. 3.057 per liternya. Ini kalau minyak mentahnya dibeli dari
pasar internasional dengan harga USD 105 per barrel. Tetapi kalau
minyak mentahnya berasal dari bagiannya dari kontrak bagi hasil,
bayangkan berapa untungnya !!
PEMERINTAH BERANGGAPAN BAHWA PENENTUAN HARGA BBM KEPADA RAKYATNYA SENDIRI HARUS SAMA DENGAN YANG DILAKUKAN OLEH SHELL
Sekarang menjadi lebih jelas lagi bahwa
Pemerintah merasa dan berpendapat (sadar atau tidak sadar) bahwa
Pemerintah harus mengambil untung yang sama besarnya dengan keuntungan
yang diraih oleh Shell dari rakyat Indonesia, bukan menutup defisit BBM
dalam APBN, karena defisitnya tidak ada. Sebaliknya, yang ada surplus
atau kelebihan uang tunai.
BENSIN PERTAMAX DARI PERTAMINA SUDAH MEMBERI UNTUNG SANGAT BESAR KEPADA PERTAMINA
Harga bensin Pertamax Rp. 9.650 per
liter. Dikurangi dengan biaya LTR sebesar Rp. 566 menjadi setara dengan
harga minyak mentah sebesar Rp. 9.084/liter. Dengan kurs 1 USD = Rp.
9.000, per liternya menjadi USD 1,0093, dan per barrel (x 159) menjadi
USD 160,48. Untuk bensin Pertamax, Pertamina sudah mengambil untung
sebesar USD 55,48 per barrelnya.
Nampaknya Pemerintah tidak rela kalau untuk bensin premium keuntungannya tidak sebesar ini juga.
MENGAPA RAKYAT MARAH ?
Kita saksikan mulai maraknya
demonstrasi menolak kenaikan harga bensin premium. Bukan hanya karena
kenaikan yang akan diberlakukan oleh Pemerintah memang sangat
memberatkan, tetapi juga karena rakyat dengan cara pikir dan bahasanya
sendiri mengerti bahwa yang dikatakan oleh Pemerintah tidak benar.
Banyak yang menanyakan kepada saya :
Kita punya minyak di bawah perut bumi kita. Kenapa kok menjadi sedih
kalau harganya meningkat ? Orang punya barang yang harganya naik kan
seharusnya lebih senang ?
Dalam hal minyak dan bensin, dengan
kenaikan harga di pasar internasional bukankah kita harus berkata :
“Untunglah kita punyak minyak sendiri, sehingga harus mengimpor sedikit
saja.”
ADAKAH NEGARA YANG MENJUAL BENSINNYA ATAS DASAR KEBIJAKANNYA SENDIRI, TIDAK OLEH NYMEX ?
Ada. Fuad Bawazir mengirimkan sms
kepada saya dengan data tentang negara-negara yang menjual bensinnya
dengan harga yang ditetapkannya sendiri, yaitu :
- Venezuela : Rp. 585/liter
- Turkmenistan : Rp. 936/liter
- Nigeria : Rp. 1.170/liter
- Iran : Rp. 1.287/liter
- Arab Saudi : Rp. 1.404/liter
- Lybia : Rp. 1.636/liter
- Kuwait : Rp. 2.457/liter
- Quatar : Rp. 2.575/liter
- Bahrain : Rp. 3.159/liter
- Uni Emirat Arab : Rp. 4.300/liter
KESIMPULAN
Kesimpulan dari paparan kami ialah :
- Pemerintah telah melanggar UUD RI
- Pemerintah telah mengatakan hal yang tidak benar kepada rakyatnya, karena mengatakan mengeluarkan uang tunai sebesar Rp. 126 tr, sedangkan kenyataannya kelebihan uang tunai sebesar Rp. 97,955 trilyun.
- Dengan menaikkan premium menjadi Rp. 6.000 per liter, Pemerintah ingin memperoleh kelebihan yang lebih besar lagi, yaitu sebesar Rp. 192,455 trilyun, bukan sekedar menutup “bolongnya” APBN.
- Pertamina sudah mengambil keuntungan besar dari rakyat Indonesia dalam hal bensin Pertamax dan Pertamax Plus. Nampaknya tidak rela hanya memperoleh kelebihan uang tunai sebesar Rp. 97,955 trilyun dari rakyatnya. Maunya sebesar Rp. 192,455 trilyun dengan cara menaikkan harga bensin premium menjadi Rp. 6.000 per liter.
- Pemerintah menuruti (comply) dengan aspirasi UU no. 22 tahun 2001 yang menghendaki supaya rakyat Indonesia merasa dan berpikir bahwa dengan sendirinya kita harus membayar bensin dengan harga dunia, agar dengan demikian semua perusahaan minyak asing bisa memperoleh laba dengan menjual bensin di Indonesia, yang notabene minyak mentahnya dari Indonesia sendiri.Bukankah Shell, Petronas, Chevron sudah mempunyai pompa-pompa bensin ?
Simulasi Harga Minyak dengan Transaksi Minyak Indonesia
Posted on November 8, 2007 by AdminMeski harga minyak naik hingga US$ 100 per barrel, dengan harga BBM yang sekarang Indonesia akan tetap untung sebesar US$ 18 milyar atau rp 168 trilyun per tahun. Kenapa? Karena produksi minyak dalam negeri jauh lebih besar ketimbang impor. Berikut datanya.Kebutuhan Dalam Negeri : 377,045,000 barrel/tahunProduksi Dalam Negeri : 350,400,000 barrel/tahunEkspor: 234,000,000 barrel/tahunImpor : 278,000,000 barrel/tahunHarga minyak LN: 100 US$/barrelHarga premium DN: 4,500 Rp/literHarga premium DN (dollar/barrel) : 78 US$/barrelBiaya pengolahan minyak/brl : 15 US$/barrelCatatan: 1 barrel = 159 liter, dan kurs 1 USD=Rp 9.200Tabel Hasil Simulasi
http://www.mediafire.com/?4gtgahbae4j
Jadi sikap pemerintah Indonesia yang mempertahankan harga minyak seperti sekarang meski ahli minyak seperti Kurtubi mengkritik cukup beralasan.Harga Minyak AS Per 30 Agustus 2014
Posted on Agustus 30, 2014 by Admin
Foto di atas adalah Harga Minyak AS rata2 Per 30 Agustus 2014. Harga rata2 US$ 3,61/gallon atau Rp 11.105/liter. Itu sudah masuk pajak, distribusi+pemasaran+kilang yang total Rp 3.776. Ada pun harga minyak mentah dunia US$ 100/barel.
Tapi jika kita memakai biaya perolehan minyak lokal US$ 10/barel, maka dengan harga Rp 4.509 dengan standar gaji SPBU AS saja di situ sudah untung dan pemerintah sudah dapat pajak Rp 1.333/liter. Tanpa pajak, cuma Rp 3.200/liter saja…
Tabel di bawah adalah harga bensin di berbagai negara bagian AS di mana di Gulf Coast hanya US$ 3,2/galon atau Rp 9800/liter.
Anda bisa cek juga hitungan xls di sini:
HARGA MINYAK AS
Harga : 11,105 /ltr 1 Pajak : 1,333 /ltr 2 Distribusi+Pemasaran : 1,222 /ltr 3 Kilang : 1,222 /ltr 4 Minyak Mentah : 7,329 /ltr 100 USD/Brl 5 Total 1+2+3 : 3,776 6 Minyak Mentah : 10 USD/Brl : 733 /ltr 7 Harga Lokal 1+2+3+6 : 4,509 1 USD = Rp 11.690
Gaji petugas pom bensin di AS itu minimal Rp 15 juta/bulan. Kalau gaji petugas pom bensin di Indonesia Rp 15 juta/bulan, bolehlah Joko menaikkan harga bensin jadi rp 9500/liter.
Sumber:
U.S. Energy Information Administration (EIA)
http://www.eia.gov/petroleum/gasdiesel
BP Migas : Biaya Produksi Minyak Harus Dilihat Proporsional
30 Januari 2007 00:00:00 / ekobayong / dibaca: 902 kali / Kat: Audit
Kepala BP Migas Kardaya Warnika mengatakan, kenaikan cost recovery di Indonesia tidak lebih dari satu persen. Pada 2004 biaya produksi minyak di Indonesia ata-rata US$ 9,28 per barel. “Biaya itu turun satu persen menjadi US$ 9,17,” ujarnya, Selasa (30/1).
Mengutip data dari US Department of Energy, Kardaya menyebutkan, cost recovery di Amerika rata-rata US$ 14-15 per barel. “Sedangkan di Kanada mencapai US$ 30 per barel,” katanya. Menurut dia, besarnya biaya produksi minyak masing-masing negara berbeda.
Sebelumnya Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyatakan, cost recovery di Indonesia masih tinggi dibandingkan negara lain. Menurut BPKP biaya produksi minyak di Indonesia rata-rata US$ 9 per barel. Sedangkan di negara lain seperti Malaysia rata-rata US$ 4. (ALI NUR YASIN)
Sumber : Tempointeraktif (30/01/2007)
http://www.bpkp.go.id/berita/read/2009/4035/BP-Migas-Biaya-Produksi-Minyak-Harus-Dilihat-Proporsional.bpkp
Pemerintah Bohong, Inilah Paparan Fakta dari Kwik Kian Gie Seputar Kontroversi Kenaikan Harga BBM
https://www.facebook.com/notes/250-juta-dukungan-untuk-ganti-kapitalisme-sosialismekomunisme-dgn-islam/pemerintah-bohong-inilah-paparan-fakta-dari-kwik-kian-gie-seputar-kontroversi-ke/10150626952044506
Cara perhitungan yang saya lakukan dan dijadikan dasar untuk paparan hari ini ternyata 99% sama dengan perhitungan oleh Pemerintah yang tentunya sangat mendetil dan akurat. Dengan data dan asumsi yang sama, Pemerintah mencantumkan kelebihan uang tunai sebesar Rp. 96,8 trilyun, dan saya tiba pada kelebihan uang tunai sebesar Rp. 97,955 trilyun.
PERMASALAHANKepada masyarakat diberikan gambaran bahwa setiap kali harga minyak mentah di pasar internasional meningkat, dengan sendirinya pemerintah harus mengeluarkan uang ekstra, dengan istilah “untuk membayar subsidi BBM yang membengkak”.
Harga minyak mentah di pasar internasional selalu meningkat. Sebabnya karena minyak mentah adalah fosil yang tidak terbarui (not renewable). Setiap kali minyak mentah diangkat ke permukaan bumi, persediaan minyak di dalam perut bumi berkurang. Pemakaian (konsumsi) minyak bumi sebagai bahan baku BBM meningkat terus, sehingga permintaan yang meningkat terus berlangsung bersamaan dengan berkurangnya cadangan minyak di dalam perut bumi. Hal ini membuat bahwa permintaan senantiasa meningkat sedangkan berbarengan dengan itu, penawarannya senantiasa menyusut.
Sejak lama para pemimpin dan cendekiawan Indonesia berhasil di-“brainwash” dengan sebuah doktrin yang mengatakan : “Semua minyak mentah yang dibutuhkan oleh penduduk Indonesia harus dinilai dengan harga internasional, walaupun kita mempunyai minyak mentah sendiri.” Dengan kata lain, bangsa Indonesia yang mempunyai minyak harus membayar minyak ini dengan harga internasional.
Harga BBM yang dikenakan pada rakyat Indonesia tidak selalu sama dengan ekuivalen harga minyak mentahnya. Bilamana harga BBM lebih rendah dibandingkan dengan ekuivalen harga minyak mentahnya di pasar internasional, dikatakan bahwa pemerintah merugi, memberi subsidi untuk perbedaan harga ini. Lantas dikatakan bahwa “subsidi” sama dengan uang tunai yang harus dikeluarkan oleh pemerintah, sedangkan pemerintah tidak memilikinya. Maka APBN akan jebol, dan untuk menghindarinya, harga BBM harus dinaikkan.
Pikiran tersebut adalah pikiran yang sesat, ditinjau dari sudut teori kalkulasi harga pokok dengan metode apapun juga. Penyesatannya dapat dituangkan dalam angka-angka yang sebagai berikut.
Harga bensin premium yang Rp. 4.500 per liter sekarang ini ekuivalen dengan harga minyak mentah sebesar US$ 69,50 per barrel. Harga yang berlaku US$ 105 per barrel. Lantas dikatakan bahwa pemerintah merugi US$ 35,50 per barrel. Dalam rupiah, pemerintah merugi sebesar US$ 35,50 x Rp. 9.000 = Rp. 319.500 per barrel. Ini sama dengan Rp. 2009, 43 per liter (Rp. 319.500 : 159). Karena konsumsi BBM Indonesia sebanyak 63 milyar liter per tahun, dikatakan bahwa kerugiannya 63 milyar x Rp. 2009,43 = Rp. 126,59 trilyun per tahun. Maka kalau harga bensin premium dipertahankan sebesar Rp. 4.500 per liter, pemerintah merugi atau memberi subsidi sebesar Rp. 126,59 trilyun. Uang ini tidak dimiliki, sehingga APBN akan jebol.
Pikiran yang didasarkan atas perhitungan di atas sangat menyesatkan, karena sama sekali tidak memperhitunkan kenyataan bahwa bangsa Indonesia memiliki minyak mentah sendiri di dalam perut buminya.
Pengadaan BBM oleh Pertamina berlangsung atas perintah dari Pemerintah. Pertamina diperintahkan untuk mengadakan 63 milyar liter bensin premium setiap tahunnya, yang harus dijual dengan harga Rp. 4.500 per liter. Maka perolehan Pertamina atas hasil penjualan bensin premium sebesar 63.000.000.000 liter x Rp. 4.500 = Rp. 283,5 trilyun.
Pertamina disuruh membeli dari:
Tabel di atas menunjukkan bahwa setelah menurut dengan patuh apa saja yang diperintahkan oleh Pemerintah, Pertamina kekurangan uang tunai sebesar Rp. 126,63 trilyun.
Pemerintah menambal defisit tersebut dengan membayar tunai sebesar Rp. 126,63 trilyun yang katanya membuat jebolnya APBN, karena uang ini tidak dimiliki oleh Pemerintah.
Ini jelas bohong di siang hari bolong. Kita lihat baris paling atas dari Tabel denga huruf tebal (bold), bahwa Pemerintah menerima hasil penjualan minyak mentah kepada Pertamina sebesar Rp. 224,569 trilyun. Jumlah penerimaan oleh Pemerintah ini tidak pernah disebut-sebut. Yang ditonjol-tonjolkan hanya tekornya Pertamina sebesar Rp. 126,63 trilyun yang harus ditomboki oleh Pemerintah.
Kalau jumlah penerimaan Pemerintah dari Pertamina ini tidak disembunyikan, maka hasilnya adalah:• Pemerintah menerima dari Pertamina sejumlah Rp. 224,569 trilyun• Pemerintah menomboki tekornya Pertamina sejumlah (Rp. 126,63 trilyun)• Per saldo Pemerintah kelebihan uang tunai sejumlah Rp. 97,939 trilyunPerhitungan selengkapnya dapat di-download di sini.
TEMPATNYA DALAM APBNKalau memang ada kelebihan uang tunai dalam Kas Pemerintah, di mana dapat kita temukan dalam APBN 2012 ?
Di halaman 1 yang saya lampirkan, yaitu yang dirinci ke dalam :
Sumber : Perhitungan Bapak Anggito Abimanyu
Perbedaan sejumlah Rp. 1,1 trilyun disebabkan karena Pemerintah menghitungnya dengan data lengkap yang mendetil.
Saya menghitungngya dengan penyederhanaan/simplifikasi guna memperoleh esensi perhitungan bahwa Pemerintah melakukan kehohongan publik. Bedanya toh ternyata sama sekali tidak signifikan, yaitu sebesar Rp. 1,1 trilyun atau 1,14 % saja.
SUBSIDI BUKAN PENGELUARAN UANG TUNAIDalam pembicaraan tentang BBM, kata “subsidi BBM” yang paling banyak dipakai. Kebanyakan dari elit bangsa kita, baik yang ada di dalam pemerintahan maupun yang di luar mempunyai pengertian yang sama ketika mereka mengucapkan kata “subsidi BBM”.
Ketika mulut mengucapkan dua kata “subsidi BBM”, otaknya mengatakan “perbedaan antara harga minyak mentah internasional dengan harga yang dikenakan kepada bangsa Indonesia.” Ketika mulut mengucapkan “Subsidi bensin premium sebesar Rp. 2.009 per liter”, otaknya berpikir : “Harga minyak mentah USD 105 per barrel setara dengan dengan Rp. 6.509 per liter bensin premium, sedangkan harga bensin premium hanya Rp. 4.500 per liter”.
Mengapa para elit itu berpikir bahwa harga minyak mentah yang milik kita sendiri harus ditentukan oleh mekanisme pasar yang dikoordinasikan oleh NYMEX di New York ?
Karena mereka sudah di-“brain wash” bahwa harga adalah yang berlaku di pasar internasional pada saat mengucapkan harga yang bersangkutan. Maka karena sekarang ini harga minyak mentah yang ditentukan dan diumumkan oleh NYMEX sebesar USD 105 per barrel atau setara dengan bensin premium seharga Rp. 6.509 per liter, dan harga yang diberlakukan untuk bangsa Indonesia sebesar Rp. 4.500 per liter, mereka teriak : “Pemerintah merugi sebesar Rp. 2.009 per liter”. Karena konsumsi bangsa Indonesia sebanyak 63 milyar liter per tahun, maka Pertamina merugi Rp. 126,567 trilyun per tahun.
Selisih ini disebut “subsidi”, dan lebih konyol lagi, karena lantas mengatakan bahwa “subsidi” ini sama dengan uang tunai yang harus dikeluarkan”.
UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMIPikiran hasil brain washing tersebut berakar dalam UU nomor 22 tahun 2001. Pasal 28 ayat 2 berbunyi : “Harga bahan bakar minyak dan gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar”. Ini berarti bahwa rakyat harus membayar minyak yang miliknya sendiri dengan harga yang ditentukan oleh NYMEX di New York. Kalau harganya lebih rendah dikatakan merugi, harus mengeluarkan tunai yang tidak dimiliki dan membuat APBN jebol.
Seperti yang baru saya katakan tadi pikiran seperti itu tidak benar. Yang benar ialah pengeluaran uang tunai untuk pemompaan minyak sampai ke atas muka bumi (lifting) ditambah dengan pengilangan sampai menjadi BBM (refining) ditambah dengan pengangkutan sampai ke pompa-pompa bensin (transporting), seluruhnya sebesar USD 10 per barrel. Dengan kurs yang 1 USD = Rp. 9.000, uang tunai yang dikeluarkan untuk menghasilkan 1 liter premium sebesar Rp. 566.
BAGAIMANA UUD HARUS DITAFSIRKAN TENTANG KEBIJAKAN MINYAK?Menurut UUD kita harga BBM tidak boleh ditentukan oleh siapapun juga kecuali oleh hikmah kebijaksanaan yang sesuai dengan kepatutan, daya beli masyarakat dan nilai strategisnya bagi sektor-sektor kehidupan ekonomi lainnya. Mengapa ? Karena BBM termasuk dalam “Barang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak”.
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSIItulah sebabnya Mahkamah Konstitusi menyatakan pasal 28 ayat (2) dari UU nomor 22 tahun 2001 tentang Migas bertentangan dengan UUD RI. Putusannya bernomor 002/PUU-I/2003 yang berbunyi : “Harga bahan bakar minyak dan gas bumi diserahkan pada persaingan usaha yang sehat dan wajar dari Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan Undang-Undang dasar Republik Indonesia.”
Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2004 pasal 72 ayat (1)Brain washing begitu berhasilnya , sehingga Putusan MK ini disikapi dengan Peraturan Pemerintah nomor 36 Tahun 2004. Pasal 72 ayat (1) berbunyi : “Harga bahan bakar minyak dan gas bumi, kecuali gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil, diserahkan pada persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan.” Ini benar-benar keterlaluan. UUD, MK dilecehkan dengan PP. Jelas Pemerintah telah berpikir, berucap dan bertinak yang bertentangan dengan UUD kita dalam kebijakannya tentang BBM. Toh tidak ada konsekuensinya apa-apa. Toh Pemerintah akan memberlakukannya dengan merujuk pada Undang-Undang yang telah dinyatakan bertentangan dengan Konstitusi.
APA MAKSUD DAN DAMPAK DARI MEMPERTAHANKAN BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 2001 ?Maksudnya jelas, yaitu supaya mendarah daging pada rakyat Indonesia bahwa mereka harus membayar harga BBM (bensin) dengan harga yang ditentukan oleh NYMEX. Bahkan setiap hari harga BBM harus bergejolak sesuai dengan fluktuasi harga minyak mentah yang diumumkan oleh NYMEX setiap beberapa menit sekali.
Harian Kompas tanggal 17 Mei 2008 memuat pernyataan Menko Boediono (yang sekarang menjabat Wakil Presiden) yang berbunyi : “Pemerintah akan menyamakan harga bahan bakar minyak atau BBM untuk umum di dalam negeri dengan harga minyak di pasar internasional secara bertahap mulai tahun 2008……..dan Pemerintah ingin mengarahkan kebijakan harga BBM pada mekanisme penyesuaian otomatis dengan harga dunia.”
Harian Indopos tanggal 3 Juli 2008 mengutip Presiden SBY yang mengatakan :”Jika harga minyak USD 150 per barrel, subsidi BBM dan listrik yang harus ditanggung APBN Rp. 320 trilyun.” “Kalau (harga minyak) USD 160, gila lagi. Kita akan keluarkan (subsidi) Rp. 254 trilyun hanya untuk BBM.”
Jelas bahwa Presiden SBY sudah teryakinkan bahwa yang dikatakan dengan subsidi memang sama dengan uang tunai yang harus dikeluarkan. Hal yang sama sekali tidak benar, seperti yang diuraikan di atas tadi.
SHELL SUDAH MENJALANKAN HARGA BBM NAIK TURUN OTOMATIS DENGAN NAIK TURUNNYA HARGA MINYAK DI PASAR INTERNASIONALBarang siapa membeli bensin dari pompa Shell akan mengalami bahwa harga naik turun. Kemarin, tanggal 18 Maret 2012 harga bensin super Shell Rp. 9.550 per liter.
Harga Rp. 9.550 dikurangi dengan biaya LTR sebesar Rp. 566 = Rp. 8.984 per liter. Dengan kurs 1 USD = Rp. 9.000, harga ini setara dengan harga minyak mentah USD 0,9982 per liter atau USD 159 minyak mentah per barrel. Harga minyak mentah di pasar internasional USD 105 per barrel. Shell mengambil untung dari rakyat Indonesia sebesar USD 54 per barrel atau USD 0,34 per liter, yang sama dengan Rp. 3.057 per liternya. Ini kalau minyak mentahnya dibeli dari pasar internasional dengan harga USD 105 per barrel. Tetapi kalau minyak mentahnya berasal dari bagiannya dari kontrak bagi hasil, bayangkan berapa untungnya !!
PEMERINTAH BERANGGAPAN BAHWA PENENTUAN HARGA BBM KEPADA RAKYATNYA SENDIRI HARUS SAMA DENGAN YANG DILAKUKAN OLEH SHELLSekarang menjadi lebih jelas lagi bahwa Pemerintah merasa dan berpendapat (sadar atau tidak sadar) bahwa Pemerintah harus mengambil untung yang sama besarnya dengan keuntungan yang diraih oleh Shell dari rakyat Indonesia, bukan menutup defisit BBM dalam APBN, karena defisitnya tidak ada. Sebaliknya, yang ada surplus atau kelebihan uang tunai.
BENSIN PERTAMAX DARI PERTAMINA SUDAH MEMBERI UNTUNG SANGAT BESAR KEPADA PERTAMINAHarga bensin Pertamax Rp. 9.650 per liter. Dikurangi dengan biaya LTR sebesar Rp. 566 menjadi setara dengan harga minyak mentah sebesar Rp. 9.084/liter. Dengan kurs 1 USD = Rp. 9.000, per liternya menjadi USD 1,0093, dan per barrel (x 159) menjadi USD 160,48. Untuk bensin Pertamax, Pertamina sudah mengambil untung sebesar USD 55,48 per barrelnya.Nampaknya Pemerintah tidak rela kalau untuk bensin premium keuntungannya tidak sebesar ini juga.
MENGAPA RAKYAT MARAH ?Kita saksikan mulai maraknya demonstrasi menolak kenaikan harga bensin premium. Bukan hanya karena kenaikan yang akan diberlakukan oleh Pemerintah memang sangat memberatkan, tetapi juga karena rakyat dengan cara pikir dan bahasanya sendiri mengerti bahwa yang dikatakan oleh Pemerintah tidak benar.
Banyak yang menanyakan kepada saya : Kita punya minyak di bawah perut bumi kita. Kenapa kok menjadi sedih kalau harganya meningkat ? Orang punya barang yang harganya naik kan seharusnya lebih senang ?
Dalam hal minyak dan bensin, dengan kenaikan harga di pasar internasional bukankah kita harus berkata : “Untunglah kita punyak minyak sendiri, sehingga harus mengimpor sedikit saja.”
ADAKAH NEGARA YANG MENJUAL BENSINNYA ATAS DASAR KEBIJAKANNYA SENDIRI, TIDAK OLEH NYMEX ?Ada. Fuad Bawazir mengirimkan sms kepada saya dengan data tentang negara-negara yang menjual bensinnya dengan harga yang ditetapkannya sendiri, yaitu :- Venezuela : Rp. 585/liter
- Turkmenistan : Rp. 936/liter
- Nigeria : Rp. 1.170/liter
- Iran : Rp. 1.287/liter
- Arab Saudi : Rp. 1.404/liter
- Lybia : Rp. 1.636/liter
- Kuwait : Rp. 2.457/liter
- Quatar : Rp. 2.575/liter
- Bahrain : Rp. 3.159/liter
- Uni Emirat Arab : Rp. 4.300/liter
Kesimpulan dari paparan kami ialah :
- Pemerintah telah melanggar UUD RI
- Pemerintah telah mengatakan hal yang tidak benar kepada rakyatnya, karena mengatakan mengeluarkan uang tunai sebesar Rp. 126 tr, sedangkan kenyataannya kelebihan uang tunai sebesar Rp. 97,955 trilyun.
- Dengan menaikkan premium menjadi Rp. 6.000 per liter, Pemerintah ingin memperoleh kelebihan yang lebih besar lagi, yaitu sebesar Rp. 192,455 trilyun, bukan sekedar menutup “bolongnya” APBN.
- Pertamina sudah mengambil keuntungan besar dari rakyat Indonesia dalam hal bensin Pertamax dan Pertamax Plus. Nampaknya tidak rela hanya memperoleh kelebihan uang tunai sebesar Rp. 97,955 trilyun dari rakyatnya. Maunya sebesar Rp. 192,455 trilyun dengan cara menaikkan harga bensin premium menjadi Rp. 6.000 per liter.
- Pemerintah menuruti (comply) dengan aspirasi UU no. 22 tahun 2001 yang menghendaki supaya rakyat Indonesia merasa dan berpikir bahwa dengan sendirinya kita harus membayar bensin dengan harga dunia, agar dengan demikian semua perusahaan minyak asing bisa memperoleh laba dengan menjual bensin di Indonesia, yang notabene minyak mentahnya dari Indonesia sendiri.Bukankah Shell, Petronas, Chevron sudah mempunyai pompa-pompa bensin ? [Globalmuslim.web.id]