Siti Aisyah RA, menikah di usia 19 tahun
Kita selama ini mendapatkan informasi bahwa Rasulullah SAW telah melamar Aisyah RA ketika berumur 6 tahun dan berumah tangga ketika berusia 9 tahun.
apa benar infomasi itu?
Aisyah RA menikah di usia 19 tahun
http://kanzunqalam.com/2010/06/15/siti-aisyah-ra-menikah-di-usia-19-tahun/
Nah, untuk menjawab pertanyaan benar atau tidak masalah ini, melalui studi kritis terhadap hadits, Maulana Habibur Rahman Siddiqui Al-Kandahlawi menemukan informasi baru. Dalam bukunya Umur Aesyah, ternyata ada berita baru yang lebih masuk akal dan bisa diterima logika. Rasulullah SAW berumah tangga dengan Aisyah RA saat Aisyah RA berusia 19 tahun.
Jadi, bagaimana cerita runtutnya?!
Maulana Habibur Rahman Siddiqui Al-Kandahlawi adalah seorang ahli hadits dari India. Ia lahir tahun 1924 M, putera ulama hadits terkenal Mufti Isyfaq Rahman. Ayahnya ini pernah jadi mufti besar Bhopal India.
Adapun yang menjadi dasar kesimpulan tersebut adalah riwayat yang menunjukkan beda usia Aisyah RA dengan kakaknya Asma, sekitar 10 tahun. Riwayat ini ada di kitab Siyar A’lamal Nubala karangan Al Zahabi. Sedangkan Asma meninggal di usia 100 tahun pada tahun 73 H (diriwayatkan Ibnu Kathir dan Ibnu Hajar). Artinya, Asma lahir tahun 27 Sebelum Hijrah dan Aisyah lahir tahun 17 Sebelum Hijrah.
Sementara itu, para ahli sejarah sepakat bahwa pernikahan Rasulullah SAW dengan Aisyah RA, terjadi pada sekitar tahun 2 H. Berarti Aisyah RA berumah tangga dengan Rasulullah SAW pada usia 19 tahun.
Mudah-mudahan dengan berita ini, tidak ada lagi berita-berita miring yang dialamatkan kepada Rasulullah SAW atas pernikahannya dengan Siti Aisyah. Kalau umur 19 tahun di masa itu, sepertinya sudah layak dianggap dewasa. Secara emosional dan psikologis, umur 19 tahun juga sudah bukan umur anak-anak lagi.
Catatan : Sebagai tambahan dalil…
1. Siti Aisyah Ra. berkata :
“Saya seorang gadis muda (jariyah dalam bahasa arab)” ketika Surah Al-Qamar diturunkan (Sahih Bukhari, kitabu’l-tafsir, Bab Qaulihi Bal al-sa`atu Maw`iduhum wa’l-sa`atu adha’ wa amarr)…
Untuk dipahami, gadis muda (jariah), adalah mereka yang telah berusia antara 6-13 tahun.
Jika Surat al Qamar, diturunkan pada tahun ke 8 (delapan) sebelum hijriyah (The Bounteous Koran, M.M. Khatib, 1985), berarti usia Aisyah ra. saat menikah antara 16-23 tahun…
Syekh Muhammad Sayyid At-Thanthawy berpendapat, Surat al Qamar diturunkan pada tahun ke 5 (lima) sebelum hijriah. Jikapun pendapat ini, kita jadikan patokan (dasar), maka akan diperoleh keterangan usia Aisyah ra. saat beliau menikah, antara 13-20 tahun…
2. Berdasarkan Sirah An-Nabawiyah (Ibnu Hisyam, 1/245-262.), dakwah secara siriyyah, yang dilakukan Rasulullah sekitar kurang lebih 3 tahun dan sampai orang Islam berjumlah 40 orang. Sejarah mencatat, Aisyah Ra. adalah orang ke-19 yang menerima Islam, ini berarti beliau masuk Islam pada masa dakwah disampaikan secara siriyyah (sembunyi-sembunyi).
Jika Aisyah Ra. pada tahun 2H saat ia menikah, baru berumur 9 tahun. Maka di masa dakwah secara siriyyah, berdasarkan perhitungan tahun, kemungkinan beliau belum lahir.
Bagaimana anak yang belum lahir, bisa bersyahadat ?
3. Mari kita pahami hadits berikut :
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ
قَالَ ابْنُ شِهَابٍ فَأَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ أَنَّ
عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ لَمْ أَعْقِلْ أَبَوَيَّ قَطُّ إِلَّا وَهُمَا
يَدِينَانِ الدِّينَ وَقَالَ أَبُو صَالِحٍ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ عَنْ
يُونُسَ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ
أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ لَمْ أَعْقِلْ أَبَوَيَّ
قَطُّ إِلَّا وَهُمَا يَدِينَانِ الدِّينَ وَلَمْ يَمُرَّ عَلَيْنَا يَوْمٌ
إِلَّا يَأْتِينَا فِيهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ طَرَفَيْ النَّهَارِ بُكْرَةً وَعَشِيَّةً فَلَمَّا ابْتُلِيَ
الْمُسْلِمُونَ خَرَجَ أَبُو بَكْرٍ مُهَاجِرًا قِبَلَ الْحَبَشَةِ حَتَّى
إِذَا بَلَغَ بَرْكَ الْغِمَادِ لَقِيَهُ ابْنُ الدَّغِنَةِ وَهُوَ سَيِّدُ
الْقَارَةِ فَقَالَ أَيْنَ تُرِيدُ يَا أَبَا بَكْرٍ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ
أَخْرَجَنِي قَوْمِي فَأَنَا أُرِيدُ أَنْ أَسِيحَ فِي الْأَرْضِ
فَأَعْبُدَ رَبِّي قَالَ ابْنُ الدَّغِنَةِ إِنَّ مِثْلَكَ لَا يَخْرُجُ
وَلَا يُخْرَجُ فَإِنَّكَ تَكْسِبُ الْمَعْدُومَ وَتَصِلُ الرَّحِمَ
وَتَحْمِلُ الْكَلَّ وَتَقْرِي الضَّيْفَ وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ
الْحَقِّ وَأَنَا لَكَ جَارٌ فَارْجِعْ فَاعْبُدْ رَبَّكَ بِبِلَادِكَ
فَارْتَحَلَ ابْنُ الدَّغِنَةِ فَرَجَعَ مَعَ أَبِي بَكْرٍ فَطَافَ فِي
أَشْرَافِ كُفَّارِ قُرَيْشٍ فَقَالَ لَهُمْ إِنَّ أَبَا بَكْرٍ لَا
يَخْرُجُ مِثْلُهُ وَلَا يُخْرَجُ أَتُخْرِجُونَ رَجُلًا يُكْسِبُ
الْمَعْدُومَ وَيَصِلُ الرَّحِمَ وَيَحْمِلُ الْكَلَّ وَيَقْرِي الضَّيْفَ
وَيُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ فَأَنْفَذَتْ قُرَيْشٌ جِوَارَ ابْنِ
الدَّغِنَةِ وَآمَنُوا أَبَا بَكْرٍ وَقَالُوا لِابْنِ الدَّغِنَةِ مُرْ
أَبَا بَكْرٍ فَلْيَعْبُدْ رَبَّهُ فِي دَارِهِ فَلْيُصَلِّ وَلْيَقْرَأْ
مَا شَاءَ وَلَا يُؤْذِينَا بِذَلِكَ وَلَا يَسْتَعْلِنْ بِهِ فَإِنَّا
قَدْ خَشِينَا أَنْ يَفْتِنَ أَبْنَاءَنَا وَنِسَاءَنَا قَالَ ذَلِكَ ابْنُ
الدَّغِنَةِ لِأَبِي بَكْرٍ فَطَفِقَ أَبُو بَكْرٍ يَعْبُدُ رَبَّهُ فِي
دَارِهِ وَلَا يَسْتَعْلِنُ بِالصَّلَاةِ وَلَا الْقِرَاءَةِ فِي غَيْرِ
دَارِهِ ثُمَّ بَدَا لِأَبِي بَكْرٍ فَابْتَنَى مَسْجِدًا بِفِنَاءِ
دَارِهِ وَبَرَزَ فَكَانَ يُصَلِّي فِيهِ وَيَقْرَأُ الْقُرْآنَ
فَيَتَقَصَّفُ عَلَيْهِ نِسَاءُ الْمُشْرِكِينَ وَأَبْنَاؤُهُمْ
يَعْجَبُونَ وَيَنْظُرُونَ إِلَيْهِ وَكَانَ أَبُو بَكْرٍ رَجُلًا بَكَّاءً
لَا يَمْلِكُ دَمْعَهُ حِينَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ فَأَفْزَعَ ذَلِكَ
أَشْرَافَ قُرَيْشٍ مِنْ الْمُشْرِكِينَ فَأَرْسَلُوا إِلَى ابْنِ
الدَّغِنَةِ فَقَدِمَ عَلَيْهِمْ فَقَالُوا لَهُ إِنَّا كُنَّا أَجَرْنَا
أَبَا بَكْرٍ عَلَى أَنْ يَعْبُدَ رَبَّهُ فِي دَارِهِ وَإِنَّهُ جَاوَزَ
ذَلِكَ فَابْتَنَى مَسْجِدًا بِفِنَاءِ دَارِهِ وَأَعْلَنَ الصَّلَاةَ
وَالْقِرَاءَةَ وَقَدْ خَشِينَا أَنْ يَفْتِنَ أَبْنَاءَنَا وَنِسَاءَنَا
فَأْتِهِ فَإِنْ أَحَبَّ أَنْ يَقْتَصِرَ عَلَى أَنْ يَعْبُدَ رَبَّهُ فِي
دَارِهِ فَعَلَ وَإِنْ أَبَى إِلَّا أَنْ يُعْلِنَ ذَلِكَ فَسَلْهُ أَنْ
يَرُدَّ إِلَيْكَ ذِمَّتَكَ فَإِنَّا كَرِهْنَا أَنْ نُخْفِرَكَ وَلَسْنَا
مُقِرِّينَ لِأَبِي بَكْرٍ الِاسْتِعْلَانَ قَالَتْ عَائِشَةُ فَأَتَى
ابْنُ الدَّغِنَةِ أَبَا بَكْرٍ فَقَالَ قَدْ عَلِمْتَ الَّذِي عَقَدْتُ
لَكَ عَلَيْهِ فَإِمَّا أَنْ تَقْتَصِرَ عَلَى ذَلِكَ وَإِمَّا أَنْ
تَرُدَّ إِلَيَّ ذِمَّتِي فَإِنِّي لَا أُحِبُّ أَنْ تَسْمَعَ الْعَرَبُ
أَنِّي أُخْفِرْتُ فِي رَجُلٍ عَقَدْتُ لَهُ قَالَ أَبُو بَكْرٍ إِنِّي
أَرُدُّ إِلَيْكَ جِوَارَكَ وَأَرْضَى بِجِوَارِ اللَّهِ وَرَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَئِذٍ بِمَكَّةَ فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ أُرِيتُ دَارَ
هِجْرَتِكُمْ رَأَيْتُ سَبْخَةً ذَاتَ نَخْلٍ بَيْنَ لَابَتَيْنِ وَهُمَا
الْحَرَّتَانِ فَهَاجَرَ مَنْ هَاجَرَ قِبَلَ الْمَدِينَةِ حِينَ ذَكَرَ
ذَلِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَجَعَ إِلَى
الْمَدِينَةِ بَعْضُ مَنْ كَانَ هَاجَرَ إِلَى أَرْضِ الْحَبَشَةِ
وَتَجَهَّزَ أَبُو بَكْرٍ مُهَاجِرًا فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى رِسْلِكَ فَإِنِّي أَرْجُو أَنْ يُؤْذَنَ
لِي قَالَ أَبُو بَكْرٍ هَلْ تَرْجُو ذَلِكَ بِأَبِي أَنْتَ قَالَ نَعَمْ
فَحَبَسَ أَبُو بَكْرٍ نَفْسَهُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيَصْحَبَهُ وَعَلَفَ رَاحِلَتَيْنِ كَانَتَا عِنْدَهُ
وَرَقَ السَّمُرِ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair telah menceritakan
kepada kami Al Laits dari ‘Uqail berkata, Ibnu Syihab maka dia
mengabarkan keada saya ‘Urwah bin Az Zubair bahwa ‘Aisyah radliallahu
‘anha isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata; “Aku belum lagi
baligh ketika bapakku sudah memeluk Islam”. Dan berkata, Abu Shalih
telah menceritakan kepada saya ‘Abdullah dari Yunus dari Az Zuhriy
berkata, telah mengabarkan kepada saya ‘Urwah bin Az Zubair bahwa ‘Aisyah radliallahu ‘anha berkata; “Aku belum lagi baligh ketika bapakku sudah memeluk Islam dan
tidak berlalu satu haripun melainkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam datang menemui kami di sepanjang hari baik pagi ataupun petang.
Ketika Kaum Muslimin mendapat ujian, Abu Bakar keluar berhijrah menuju
Habasyah (Ethiopia) hingga ketika sampai di Barkal Ghomad dia didatangi
oleh Ibnu Ad-Daghinah seorang kepala suku seraya berkata; “Kamu hendak
kemana, wahai Abu Bakar?” Maka Abu Bakar menjawab: “Kaumku telah
mengusirku maka aku ingin keliling dunia agar aku bisa beribadah kepada
Tuhanku”. Ibnu Ad-Daghinah berkata: “Seharusnya orang seperti anda tidak
patut keluar dan tidap patut pula diusir karena anda termasuk orang
yang bekerja untuk mereka yang tidak berpunya, menyambung silaturahim,
menanggung orang-orang yang lemah, menjamu tamu dan selalu menolong di
jalan kebenaran. Maka aku akan menjadi pelindung anda untuk itu
kembalilah dan sembahlah Tuhanmudi negeri kelahiranmu. Maka Ibnu
Ad-Daghinah bersiap-siap dan kembali bersama Abu Bakar lalu berjalan di
hadapan Kafir Quraisy seraya berkata, kepada mereka: “Sesungguhnya orang
sepeti Abu Bakar tidak patut keluar dan tidak patut pula diusir. Apakah
kalian mengusir orang yang suka bekerja untuk mereka yang tidak
berpunya, menyambung silaturahim, menanggung orang-orang yang lemah,
menjamu tamu dan selalu menolong di jalan kebenaran?” Akhirnya
orang-orang Quraisy menerima perlindungan Ibnu Ad-Daghinah dan mereka
memberikan keamanan kepada Abu Bakar lalu berkata, kepada Ibnu
Ad-Daghinah: “Perintahkanlah Abu Bakar agar beribadah menyembah Tuhannya
di rumahnya saja dan shalat serta membaca Al Qur’an sesukanya dan dia
jangan mengganggu kami dengan kegiatannya itu dan jangan mengeraskannya
karena kami telah khawatir akan menimbulkan fitnah terhadap anak-anak
dan isteri-isteri kami”. Maka Ibnu Ad-Daghinah menyampaikan hal ini
kepada Abu Bakar. Maka Abu Bakar mulai beribadah di rumahnya dan tidak
mengeraskan shalat bacaan Al Qur’an diluar rumahnya. Kemudian AbuBakar
membangun tempat shalat di halaman rumahnya sedikit melebar keluar
dimana dia shalat disana dan membaca Al Qur’an. Lalu istrei-isteri dan
anak-anak Kaum Musyrikin berkumpul disana dengan penuh keheranan dan
menanti selesainya Abu Bakar beribadah. Dan sebagaimana diketahui Abu
Bakar adalah seorang yang suka menangis yang tidak sanggup menahan air
matanya ketika membaca Al Qur’an. Maka kemudian kagetlah para pembesar
Quraisy dari kalangan Musyrikin yang akhirnya mereka memanggil Ibnu
Ad-Daghinah ke hadapan mereka dan berkata, kepadanya: “Sesungguhnya kami
telah memberikan perlindungan kepada Abu Bakr agar dia mberibadah di
rumahnya namun dia melanggar hal tersebut dengan membangun tempat shalat
di halaman rumahnya serta mengeraskan shalat dan bacaan padahal kami
khawatir hal itu akan dapat mempengaruhi isteri-isteri dan anak-anak
kami dan ternyata benar-benar terjadi. Jika dia suka untuk tetap
beribadah di rumahnya silakan namun jika dia menolak dan tetap
menampakkan ibadahnya itu mintalah kepadanya agar dia mengembalikan
perlindungan anda karena kami tidak suka bila kamu melanggar perjanjian
dan kami tidak setuju bersepakat dengan Abu Bakar”. Berkata, ‘Aisyah
radliallahu ‘anha: Maka Ibnu Ad-Daghinah menemui Abu Bakar dan berkata:
“Kamu telah mengetahui perjanjian yang kamu buat, maka apakah kamu tetap
memeliharanya atau mengembalikan perlindunganku kepadaku karena aku
tidak suka bila orang-orang Arab mendengar bahwa aku telah melanggar
perjanjian hanya karena seseorang yang telah aku berjanji kepadanya”.
Maka Abu Bakar berkata: “Aku kembalikan jaminanmu kepadamu dan aku ridho
hanya dengan perlindungan Allah dan RasulNya shallallahu ‘alaihi
wasallam. Kejadian ini adalah di Makkah. Maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Sungguh aku telah ditampakkan negeri tempat
hijrah kalian dan aku melihat negeri yang subur ditumbuhi dengan
pepohonan kurma diantara dua bukit yang kokoh. Maka berhijrahlah orang
yang berhijrah menuju Madinah ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam menyebutkanhal itu. Dan kembali pula berdatangan ke Madinah
sebagian dari mereka yang pernah hijrah ke Habasyah sementara Abu Bakar
telah bersiap-siap pula untuk berhijrah. Maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam berkata, kepadanya: “Janganlah kamu tergesa-gesa karena
aku berharap aku akan diizinkan (untuk berhijrah) “. Abu Bakar berkata:
“Sungguh demi bapakku tanggungannya, apakah benar Tuan mengharapkan
itu?” Beliau bersabda: “Ya benar”. Maka Abu Bakar berharap dalam dirinya
bahwa dia benar-benar dapat mendampingi Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam dalam berhijrah. Maka dia memberi makan dua hewan tunggangan
yang dimilikinya dengan dedaunan Samur selama empat bulan.
Sumber : Hadits Bukhari No.2134
http://125.164.221.44/hadisonline/hadis9/cari_hadist.php?imam=bukhari&keyNo=2134&x=19&y=13
http://125.164.221.44/hadisonline/hadis9/cari_hadist.php?imam=bukhari&keyNo=2134&x=19&y=13
English Version : Bukhari, Book 37: Transferance of a Debt from One Person to Another (Al-Hawaala). Volume 3, Book 37, Number 494
1. http://www.sacred-texts.com/isl/bukhari/bh3/bh3_492.htm
2. http://www.searchtruth.com/book_display.php?book=37&translator=1
2. http://www.searchtruth.com/book_display.php?book=37&translator=1
Perhatikan tulisan yang dicetak tebal, pada hadits di atas
‘Aisyah radliallahu ‘anha berkata; “Aku belum lagi baligh ketika bapakku sudah memeluk Islam…
Hal ini bermakna ketika Abu Bakar ra. masuk Islam, Aisyah ra. sudah lahir.
Berdasarkan catatan sejarah, Abu Bakar ra. masuk Islam pada tahun-1 Kenabian (tahun ke-10 Sebelum Hijriah). Dan jika pada saat itu Aisyah ra. telah berusia 7-8 tahun, maka saat beliau berumah tangga dengan Rasulullah, Aisyah ra. telah berusia 19-20 tahun.
mantab nih,.
Komentar oleh fauzhi |
16 Juni 2010
|
-
saya dulu masih meragukan juga kenapa Nabi Muhammad menikah dengan Aisyah yang baru berumur 6 tahun,akhirnya saya baru tahu sekarang.Karena saya masih remaja dulu belum tahu dalil-dalil tentang pernikahaan nabi Muhammad dengan Aisyah Ra.AlhamdulillahKomentar oleh Muhammad EmHa | 16 Juni 2013 |
-
M. Quraish Shihab dalam bukunya Membaca Sirah Nabi saw. dalam Sorotan al-Qur’an dan Hadits-hadits Shahih (Cet. I, Juni 2011)
Terbaca dalam uraian yang lalu tentang perkawinan ayah Nabi, Abdullah, bagaimana ayahnya, yakni Abdu Muththalib, menikahi juga perempuan yang sebaya dengan istri anaknya, yakni Halah, anak paman Aminah.” (hlm 530)
Di halaman yang sama buku itu, Prof. Quraish Shihab juga memaparkan fakta sejarah bahwa Umar bin Khaththab ra. menawarkan anaknya yang muda belia, Hafshah, yang sebaya dengan Aisyah, untuk dinikahi Utsman ra. Juga Umar bin al-Khaththab menikahi putri Ali bin Abi Thalib yang dapat dinilai sebagai semacam pernikahan antara “kakek dengan cucu”. Demikian juga halnya pernikahan Zaid ibn Haritsah, bekas anak angkat Rasul saw., dengan Ummu Aiman yang mengasuh Nabi sewaktu kecil. Ini serupa juga dengan pernikahan “nenek” dengan cucunya. Demikian kurang lebih uraian Quraish Shihab.
Komentar oleh Teddy | 2 Agustus 2013
-
-
Hisyam bin ‘Urwah menyatakan bahwa Aisyah dinikahkan ketika berumur 6 tahun. Muhammad tidak bersama dengannya sebagai suami-istri melainkan setelah berhijrah ke Madinah. Ketika itu, Aisyah berumur 9 tahun sementara nabi Muhammad berumur 53 tahun. Mengenai hal ini Ya’qub bin Syaibah berkata: “Yang dituturkan oleh Hisyam sangat terpecaya, kecuali yang disebutkannya tatkala ia sudah pindah ke Irak.”
Komentar oleh Teddy | 2 Agustus 2013 |
Logika Aisyah ikut perang, berdasarkan hadist yang menyatakan Aisyah menikah berumur 9 tahun ternyata hadist tsb dho’if karena sanadnya tidak menyambung, hal ini sudah diteliti oleh Muslimin Indonesia yang studi S.3 tentang Islam di Islamic Reseach Center, Kanada. Secara budaya Arab seorang wanita yang ikut berperang, di medan perang umumnya sebagai juru masak yang mensyaratkan wanita tersebut sudah menstruasi, jadi dengan logika tsb maka Aisyah minimal menikah umur 14 tahun, bukan 9 tahun. Dalam beberapa Hadist ternyata Aisyah sudah pernah mengikuti perang Badar dan Perang Uhud, sehingga setelah dihitung dengan cermat ternyata Aisyah menikah pada umur 19 tahun.
Logika Budaya Arab Modern, menurut beberapa teman yang pernah hidup di Baghdad, Mekkah dan Kairo, hadist tentang Aisyah menikah umur 9 tahun disana tidak laku, tidak pernah dibahas (hanya di Indonesia dan Malaysia saja hadist itu dikenal secara populer, apalagi Syech Puji dari Semarang nikah dengan anak umur 12 tahun). Jadi Jasirah Arab tanpa mengkaitkan dengan hadist pun masyarakat sana tidak pernah menikahkan anak gadis yang belum menstruasi, apalagi umur 9 tahun, bohong besar meski banyak kiai berpendapat benar, itu dalih saja untuk keuntungan pribadi, masih banyak Kiai yang berpendapat Aisyah menikah umur dewasa / sudah menstruasi.
Jadi berdasarkan 3 logika tersebut di atas, faktanya sama dengan logika mengkaitkan Umur Asma, berarti memang itulah yang benar. Oleh karena itu untuk generasi muda Indonesia saya sarankan menikahlah untuk Gadis minimal umur 20 tahun, karena pertimbangan sudah dewasa secara psikologis dan sosial, selain itu secara ilmu kedokteran pada umur 20 tahun rahim dan seluruh organ dalam terkait sudah siap betul untuk berkembangnya janin secara optimal. Jika mendapatkan Mens umur 14 tahun kemudian nikah umur 16 tahun dengan alasan sayarat minimal di UU.Perkawinan tahun 1973, kondisi Rahim dll baru “belajar” menstruasi belum siap menerima Janin. Dalam usia 20 tahun seorang gadis dewasa akan siap dari segi apapun untuk menjadi Ibu bagi calon anaknya, jika umur 16 dia ABG, belum siap jadi Ibu, kalau iklan di TV ” Jeruk kok minum jeruk” maka dengan logika yang sama “masak anak punya anak” nanti Neneknya yang jadi Ibu dari sang cucu.
Ketika terjadi perang Uhud (tahun 3H), Aisyah Ra. diperbolehkan ikut serta…
Di dalam Bukhari (Kitabu’l-jihad wa’l-siyar, Bab Ghazwi’l-nisa’ wa qitalihinnama`a’lrijal): “Anas mencatat bahawa pada hari Uhud, orang-orang tidak dapat berdiri dekat Rasulullah. [pada hari itu,] Saya melihat Aisyah dan Umm-i-Sulaim dari jauh, Mereka menyingsingkan sedikit pakaiannya [untuk mencegah halangan gerak dalam perjalanan tersebut.”
Dengan mengambil asumsi pada tahun 3H, usia Aisyah Ra. adalah 9 tahun…
Yang menjadi pertanyaan adalah, benarkah anak usia 9 tahun diperkenankan ikut berperang… ???
Berdasarkan Hadis Shahih Bukhari, seseorang baru diperkenankan ikut berperang setelah berusia 15 tahun:
Diriwayatkan oleh Bukhari (Kitabu’l-maghazi, Bab Ghazwati’l-khandaq wa hiya’l-ahza’b): “Ibn `Umar menyatakan bahwa Rasulullah tidak mengizinkan dirinya menyertai dalam perang Uhud, pada ketika itu, Ibnu Umar berusia 14 tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, ketika berusia 15 tahun, Nabi mengizinkan Ibnu Umar ikut dalam perang tersebut.”
Berdasarkan riwayat Hadits Bukhari diatas, kanak-kanak lelaki berusia dibawah 15 tahun akan dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam perang.
Sekali lagi, hal ini membuktikan pada tahun 3H, Aisyah ra tidak berusia 9 tahun, melainkan telah berusia 15 tahun atau di atasnya…
walaupun ternyata benar dia menikah diusia 9 tahun,nabi pun tidak akan melakukan hbungan suami istri dengan aisyah hingga umurnya cukup. Namun artikel ini lebih menguatkan iman saya.
Dan setuju dengn saudara Fauzan,agar di sertakan sumber2 yg membuat artikel ini lebih kuat.
Logika Aisyah ikut perang, berdasarkan hadist yang menyatakan Aisyah menikah berumur 9 tahun ternyata hadist tsb dho’if karena sanadnya tidak menyambung, hal ini sudah diteliti oleh Muslimin Indonesia yang studi S.3 tentang Islam di Islamic Reseach Center, Kanada. Secara budaya Arab seorang wanita yang ikut berperang, di medan perang umumnya sebagai juru masak yang mensyaratkan wanita tersebut sudah menstruasi, jadi dengan logika tsb maka Aisyah minimal menikah umur 14 tahun, bukan 9 tahun. Dalam beberapa Hadist ternyata Aisyah sudah pernah mengikuti perang Badar dan Perang Uhud, sehingga setelah dihitung dengan cermat ternyata Aisyah menikah pada umur 19 tahun.
Logika Budaya Arab Modern, menurut beberapa teman yang pernah hidup di Baghdad, Mekkah dan Kairo, hadist tentang Aisyah menikah umur 9 tahun disana tidak laku, tidak pernah dibahas (hanya di Indonesia dan Malaysia saja hadist itu dikenal secara populer, apalagi Syech Puji dari Semarang nikah dengan anak umur 12 tahun). Jadi Jasirah Arab tanpa mengkaitkan dengan hadist pun masyarakat sana tidak pernah menikahkan anak gadis yang belum menstruasi, apalagi umur 9 tahun, bohong besar meski banyak kiai berpendapat benar, itu dalih saja untuk keuntungan pribadi, masih banyak Kiai yang berpendapat Aisyah menikah umur dewasa / sudah menstruasi.
Jadi berdasarkan 3 logika tersebut di atas, faktanya sama dengan logika mengkaitkan Umur Asma, berarti memang itulah yang benar. Oleh karena itu untuk generasi muda Indonesia saya sarankan menikahlah untuk Gadis minimal umur 20 tahun, karena pertimbangan sudah dewasa secara psikologis dan sosial, selain itu secara ilmu kedokteran pada umur 20 tahun rahim dan seluruh organ dalam terkait sudah siap betul untuk berkembangnya janin secara optimal. Jika mendapatkan Mens umur 14 tahun kemudian nikah umur 16 tahun dengan alasan sayarat minimal di UU.Perkawinan tahun 1973, kondisi Rahim dll baru “belajar” menstruasi belum siap menerima Janin. Dalam usia 20 tahun seorang gadis dewasa akan siap dari segi apapun untuk menjadi Ibu bagi calon anaknya, jika umur 16 dia ABG, belum siap jadi Ibu, kalau iklan di TV ” Jeruk kok minum jeruk” maka dengan logika yang sama “masak anak punya anak” nanti Neneknya yang jadi Ibu dari sang cucu.
Ketika terjadi perang Uhud (tahun 3H), Aisyah Ra. diperbolehkan ikut serta…
Di dalam Bukhari (Kitabu’l-jihad wa’l-siyar, Bab Ghazwi’l-nisa’ wa qitalihinnama`a’lrijal): “Anas mencatat bahawa pada hari Uhud, orang-orang tidak dapat berdiri dekat Rasulullah. [pada hari itu,] Saya melihat Aisyah dan Umm-i-Sulaim dari jauh, Mereka menyingsingkan sedikit pakaiannya [untuk mencegah halangan gerak dalam perjalanan tersebut.”
Dengan mengambil asumsi pada tahun 3H, usia Aisyah Ra. adalah 9 tahun…
Yang menjadi pertanyaan adalah, benarkah anak usia 9 tahun diperkenankan ikut berperang… ???
Berdasarkan Hadis Shahih Bukhari, seseorang baru diperkenankan ikut berperang setelah berusia 15 tahun:
Diriwayatkan oleh Bukhari (Kitabu’l-maghazi, Bab Ghazwati’l-khandaq wa hiya’l-ahza’b): “Ibn `Umar menyatakan bahwa Rasulullah tidak mengizinkan dirinya menyertai dalam perang Uhud, pada ketika itu, Ibnu Umar berusia 14 tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, ketika berusia 15 tahun, Nabi mengizinkan Ibnu Umar ikut dalam perang tersebut.”
Berdasarkan riwayat Hadits Bukhari diatas, kanak-kanak lelaki berusia dibawah 15 tahun akan dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam perang.
Sekali lagi, hal ini membuktikan pada tahun 3H, Aisyah ra tidak berusia 9 tahun, melainkan telah berusia 15 tahun atau di atasnya…
walaupun ternyata benar dia menikah diusia 9 tahun,nabi pun tidak akan melakukan hbungan suami istri dengan aisyah hingga umurnya cukup. Namun artikel ini lebih menguatkan iman saya.
Dan setuju dengn saudara Fauzan,agar di sertakan sumber2 yg membuat artikel ini lebih kuat.
http://umar-arrahimy.blogspot.com/2011/06/pernikahan-aisyah-dengan-rasulullah.html .
BERAPAKAH UMUR SEBENAR AISYAH KETIKA KAHWIN DENGAN RASULULLAH???
http://www.facebook.com/notes/ustaz-hashim-al-maranji/berapakah-umur-sebenar-aisyah-ketika-kahwin-dengan-rasulullah/421349853393
Meluruskan Riwayat Pernikahan Rasulullah SAW-Aisyah r.a.
http://www.muslimsocial.com/blogs/blog_messages?blog_id=4608040
Dalil dan Logika, Menolak Nikah Dini Aisyah Ra?
http://filsafat.kompasiana.com/2012/01/29/dalil-dan-logika-menolak-nikah-dini-aisyah-ra/
Juga bisa dilihat di kitab-kitab berikut: Shahih Bukhari (pada bab-bab lain, selain yang telah disebut), Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Sunan Ad-Darimiy, Musnad Imam Syafi’i, Musnad imam Ahmad bin Hanbal, Shahih Ibnu Hibban, Al-Mustadrak karya imam Hakim, Sunan Baihaqiy, Musnad Abu Ya’la, Al-Mushannaf karya imam Abdurrazaq, Al-Mushannaf karya imam Ibnu Abi Syaibah, Al-Mu’jam Al-Kabir dan Al-Mu’jam Al-Ausath karya imam Thabarani dsb.
Dalam cerita Aisyah ra. beliau mengatakan bahwa Nabi saw. menikahinya ketika dia berumur enam (IBNATU SITTIN -Sittun/sittatun artinya enam. yang pernah belajar bahasa arab pasti tahu-) dan beliau mulai berumah tangga dengannya ketika berusia sembilan tahun (IBNATU TIS’IN -Tis’un/Tis’atun artinya sembilan-).
Bahkan Imam Bukhari menulis bab dengan judul BAB BERUMAH TANGGA DENGAN WANITA BERUSIA SEMBILAN TAHUN (Sahih bukhari, K.Nikah (67), bab.59), Demikian juga Imam Nasa’i.
Sedangkan SEMBILAN BELAS dalam bahasa arab adalah TIS’ATA ‘ASYAR/TIS’A ‘ASYRAH. kecuali jika memang bahasa yang digunakan salah, atau penyebutan bilangan di masa itu berbeda dengan bahasa arab sekarang ini. kalo memang demikian bisa jadi rekaat shalat, thawaf, nishab zakat juga tidak seperti yang sudah dijalani muslimin sekarang. sehingga perlu dievaluasi lagi.
Dalam hadits juga disebutkan bahwa ketika hendak dipertemukan dengan nabi untuk memulai rumah tangga, 3 tahun setelah akad nikahnya, saat itu Aisyah ra. sedang bermain dengan teman-temannya. Ibunya datang memanggil, memegang tangannya, mengajaknya pergi tanpa dia tahu apa maksudnya.
Kalo memang benar demikian, apa ada, seorang remaja, di hari pertemuannya dengan sang suami, masih belum ngeh, malah keluar main sama teman-teman sampai harus dipanggil ibunya?? kecuali Aisyah dianggap remaja dengan keterbelakangan mental. Hafidhahallah.
Hadits di atas adalah sahih. Hadits sahih adalah salah satu dari empat sumber hukum dalam Islam, dan menempati urutan kedua setelah Al-Qur’an.
Mengenai pernikahan dengan anak di bawah umur, memang benar ditinjau dari sisi “emosional dan psikologis” seorang anak “di bawah umur” belum layak untuk menikah. Akan tetapi tinjauan ilmiah semacam ini tidak lantas meng-“haram”-kan sebuah pernikahan yang memang dihalalkan oleh agama.
Karena ketentuan halal-haram itu wewenang Allah. Bahkan seorang Nabi pun diperingatkan ketika mengharamkan sesuatu untuk dirinya sendiri. (lih. Surat At-Tahrim). Apalagi sekedar ilmuwan.
Meski demikian, seseorang juga tidak lantas diperbolehkan dengan seenaknya memilih anak-anak di bawah umur untuk dinikahi. Ada maslahat-maslahat lain yang perlu dipertimbangkan.
Pernikahan Rasulullah bukanlah pernikahan syahwat. Selalu ada hikmah dibalik pernikahan beliau. Salah satunya adalah untuk mempererat ikatan ukhuwah dengan sahabat-sahabat besar. Kita tahu bahwa Rasul saw. adalah menantu Abu Bakar ra. dan Umar bin Khaththab ra. Dan kita tahu bahwa hanya satu orang istri yang dinikahi sebagai perawan. Bahkan istri pertama beliau adalah Janda yang sebelumnya pernah menikah 2 kali.
Jika ingin seperti Rasulullah jangan cuma ikuti syariat nikah saja. Masih banyak syariat lainnya yang lebih utama, namun banyak orang meninggalkannya.
4. An Nisaa’
127. Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang PARA WANITA. Katakanlah: “Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al Quran (juga memfatwakan) tentang PARA WANITA YATIM yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka dan tentang ANAK ANAK yang masih dipandang lemah. Dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu MENGURUS ANAK ANAK secara adil. Dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahuinya.
4. An Nisaa’
3. Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) PEREMPUAN YANG YATIM (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah WANITA WANITA (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil[265], maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
————————————————————————————–
tidak ada perintah atau izin dari ALLAH kepada nabi utk MENIKAHI ANAK-ANAK. yang ada adalah menikahi WANITA WANITA atau PEREMPUAN baik YATIM maupun TIDAK.
sedangkan TERHADAP ANAK ANAK… malahan Nabi di perintahkan utk MENGURUS/MENJAGA/MEMELIHARA. BUKAN MENIKAHI.
pergunakan lah AL-quran SEBAGAI PEDOMAN. arti dari sebuah kata PEDOMAN adalah PATOKAN/PANDUAN DASAR. layaknya UUD.
yang kedua gunakan dalil Aqli dan qalbi kita dalam mersapi kata2 pada hadis yang berlabel “sahih”.
silahkan anda gunakan PEDOMAN pada AYAT ini :
4. An Nisaa’
6. Dan ujilah ANAK YATIM itu sampai mereka CUKUP UMUR UNTUK KAWIN. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka TELAH CERDAS (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).
periksalah.., betapa al-quran menjelaskan ttg kedudukan seorang ANAK (terwakili dengan Anak Yatim) yang harus MEMILIKI KECUKUPAN UMUR UTK KAWIN. dengan barometer adalah MEMILIKI KECERDASAN yang CUKUP.
6 th buka masa yang cukup DEWASA utk siti aisyah melayani walaupun sekadar Perbincangan dengan Rasul.
maka akan lebih condong di nikahi pada usia 16 dan di gauli pada usia 19 th. Hilangnya angka satu atau Belas.., itu mudah saja di lakukan media cetak beberapa abad yang lalu.
baca juga qiyas dari ayat ini
4. An Nisaa’
5. Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.
artinya berkenaan dengan kedewasaan seseorang, bahwa DILARANG MENYERAHKAN harta kepada yang belum DEWASA. yang sekaligus berarti orang yang belum CERDAS dan DEWASA belumlah dikatakan CUKUP UMUR UTK KAWIN.
diagram
ANAK KECIL = BELUM TERBIT AKAL/KECERDASAN = BELUM CUKUP UMUR = BELUM BISA DI NIKAHKAN!!
SEMOGA BISA DI RESAPI.
———–
DALIL LAIN
17. Al Israa’
34. Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.
artinya, jangankan mendekati / mengawini anak2. Mendekati HARTANYA saja dilarang, sampai dia cukup DEWASA.
yang harus di fahami, adalah bahwa ANAK yatim tiu sebenarnya sudah mewakili anak2 lainnya, terutama dalam PERKARA KEDEWASAAN. Jadi mustahil Nabi melanggar Perintah ALLAH..
hadis2 plintiran tersebut sebenarnya HINAAN BUAT NABI. yang jelas siapa yang memelintirnya silahkan di renungkan berapa lama jarak kehidupan antara kita dan Rasulullah.
Bisa jadi para penulis artikel di atas belum mendengar hadits tersebut, sehingga masih berusaha mereka-reka umurnya, tapi setelah kita mendapati hadits yang dikutip pada komentar diatas bahwa Ummul Mu’minin ‘Aisyah binti Abu Bakr menikah di umur 6 tahun dan beliau mulai berumah tangga dengannya ketika berusia sembilan tahun, tidak ada perlu mereka-reka lagi, semua sudah terang benderang.
Saudaraku semua, Janganlah kita mengharamkan apa yang tidak diharamkan Allah. Janganlah kultur budaya kita, di masa kita, menjadi standar kebenaran bagi seluruh manusia dari zaman dahulu sampai akhir zaman. jalan berpikir kita yang harus menyesuaikan wahyu karena ini standar kebenaran Mutlak. barakallahu fiikum. Semoga Allah memberkahi kita semua, dan menyibukkan kita dalam hal-hal yang bermanfaat.
Bukannya saya tidak percaya hadist, tetapi hadist itu tidak seluruhnya shahih, perlu analisa yg lebih jauh. tiap generasi berhak untuk menganalisa jika memiliki kemampuan. Tidak ada yang menjamin keutuhan dan kebenaran dari pada hadist. beda dengan Al Quranul karim yang dijaga oleh Allah lewat hafalan hafalan muslimin.
Para Imam pun pernah menyatakan, jika ada dari hadits yang dia samapaikan bertentangan dengan alquran, dan keterangan2 lain yg lebih benar, maka tinggalkanlah. berarti mereka sadar mereka adalah manusia biasa, perawi2 juga manusia biasa yang bisa saja khilaf. memang banyak sekali orang orang yang melawan pemahaman islam dengan akal, padahal begitu sering saya dengar didalam alQuran perlunya kita menggunakan akal. Kalau ilmu tak masuk akal, seolah kita memeprcayai yg gak kita mengerti. Islam itu agama yang masuk akal, dan benar2 menganggap penting akal. kalo kita bersikukuh terhadap satu keterangan, tanpa analisa, tidak mau menerima analisa orang lain berarti telah memahami dengan nafsu…maaf kalau salah kata. Wassalamualaikum wr wb
Sebagaian besar riwayat yang menceritakan hal ini yang tercetak di hadist yang semuanya diriwayatkan hanya oleh Hisham ibn `Urwah, yang mencatat atas otoritas dari Bapaknya,Yang mana seharusnya minimal 2 atau 3 orang harus mencatat hadist serupa juga. Adalah aneh bahwa tak ada seorangpun yang di Medinah, dimana Hisham ibn `Urwah tinggal, sampai usia 71 tahun baru menceritakan hal ini, disamping kenyataan adanya banyak murid-murid di Medinah termasuk yang kesohor Malik ibn Anas, tidak menceritakan hal ini.
Asal dari riwayat ini adalah dari orang-orang Iraq, dimana Hisham tinggal disana dan pindah dari Medinah ke Iraq pada usia tua.
Tehzibu’l-Tehzib, salah satu buku yang cukup terkenal yang berisi catatan para periwayat hadist, menurut Yaqub ibn Shaibah mencatat : ” Hisham sangat bisa dipercaya, riwayatnya dapat diterima, kecuali apa-apa yang dia ceritakan setelah pindah ke Iraq ” (Tehzi’bu’l-tehzi’b, Ibn Hajar Al-`asqala’ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, 15th century. Vol 11, p.50).
Dalam pernyataan lebih lanjut bahwa Malik ibn Anas menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq: ” Saya pernah dikasih tahu bahwa Malik menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq” (Tehzi’b u’l-tehzi’b, IbnHajar Al- `asqala’ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, Vol.11, p. 50).
Mizanu’l-ai`tidal, buku lain yang berisi uraian riwayat hidup pada periwayat hadist Nabi saw mencatat: “Ketika masa tua, ingatan Hisham mengalami kemunduran yang mencolok” (Mizanu’l-ai`tidal, Al-Zahbi, Al-Maktabatu’l-athriyyah, Sheikhupura, Pakistan, Vol. 4, p. 301).
KESIMPULAN: berdasarkan referensi ini, Ingatan Hisham sangatlah jelek dan riwayatnya setelah pindha ke Iraq sangat tidak bisa dipercaya, sehingga riwayatnya mengenai umur pernikahan Aisyah adalah tidak kredibel.
KRONOLOGI: Adalah vital untuk mencatat dan mengingat tanggal penting dalam sejarah Islam:
pra-610 M: Jahiliya (pra-Islamic era) sebelum turun wahyu
610 M: turun wahyu pertama AbuBakr menerima Islam
613 M: Nabi Muhammad mulai mengajar ke Masyarakat
615 M: Hijrah ke Abyssinia.
616 M: Umar bin al Khattab menerima Islam.
620 M: dikatakan Nabi meminang Aisyah
622 M: Hijrah ke Yathrib, kemudian dinamai Medina
623/624 M: dikatakan Nabi saw berumah tangga dengan Aisyah
BUKTI #2: MEMINANG
Menurut Tabari (juga menurut Hisham ibn `Urwah, Ibn Hunbal and Ibn Sad), Aisyah dipinang pada usia 7 tahun dan mulai berumah tangga pada usia 9 tahun.
Tetapi, di bagian lain, Al-Tabari mengatakan: “Semua anak Abu Bakr (4 orang) dilahirkan pada masa jahiliyah dari 2 isterinya ” (Tarikhu’l-umam wa’l-mamlu’k, Al-Tabari (died 922), Vol. 4,p. 50, Arabic, Dara’l-fikr, Beirut, 1979).
Jika Aisyah dipinang 620M (Aisyah umur 7 tahun) dan berumah tangga tahun 623/624 M (usia 9 tahun), ini mengindikasikan bahwa Aisyah dilahirkan pada 613 M. Sehingga berdasarkan tulisan Al- Tabari, Aisyah seharusnya dilahirkan pada 613M, Yaitu 3 tahun sesudah masa jahiliyah usai (610 M).
Tabari juga menyatakan bahwa Aisyah dilahirkan pada saat jahiliyah. Jika Aisyah dilahirkan pada era Jahiliyah, seharusnya minimal Aisyah berumur 14 tahun ketika dinikah. Tetapi intinya Tabari mengalami kontradiksi dalam periwayatannya.
KESIMPULAN: Al-Tabari tak reliable mengenai umur Aisyah ketika menikah.
BUKTI # 3: Umur Aisyah jika dihubungkan dengan umur Fatimah
Menurut Ibn Hajar, “Fatima dilahirkan ketika Ka`bah dibangun kembali, ketika Nabi saw berusia 35 tahun… Fatimah 5 tahun lebih tua dari Aisyah ” (Al-isabah fi tamyizi’l-sahabah, Ibn Hajar al-Asqalani, Vol. 4, p. 377, Maktabatu’l-Riyadh al-haditha, al-Riyadh,1978).
Jika Statement Ibn Hajar adalah factual, berarti Aisyah dilahirkan ketika Nabi berusia 40 tahun. Jika Aisyah dinikahi Nabi pada saat usia Nabi 52 tahun, maka usia Aisyah ketika menikah adalah 12 tahun.
KESIMPULAN: Ibn Hajar, Tabari, Ibn Hisham, dan Ibn Humbal kontradiksi satu sama lain. Tetapi tampak nyata bahwa riwayat Aisyah menikah usia 7 tahun adalah mitos tak berdasar.
BUKTI #4: Umur Aisyah dihitung dari umur Asma’
Menurut Abda’l-Rahman ibn abi zanna’d: “Asma lebih tua 10 tahun dibanding Aisyah (Siyar A`la’ma’l-nubala’, Al-Zahabi, Vol. 2, p. 289, Arabic, Mu’assasatu’l-risalah, Beirut, 1992).
Menurut Ibn Kathir: “Asma lebih tua 10 tahun dari adiknya [Aisyah]” (Al-Bidayah wa’l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 371,Dar al-fikr al-`arabi, Al-jizah, 1933).
Menurut Ibn Kathir: “Asma melihat pembunuhan anaknya pada tahun 73 H, dan 5 hari kemudian Asma meninggal. Menurut iwayat lainya, dia meninggal 10 atau 20 hari kemudian, atau bebrapa hari lebih dari 20 hari, atau 100 hari kemudian. Riwayat yang paling kuat adalah 100 hari kemudian. Pada waktu Asma Meninggal, dia berusia 100 tahun” (Al-Bidayah wa’l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 372, Dar al-fikr al-`arabi, Al- jizah, 1933)
Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani: “Asma hidup sampai 100 tahun dan meninggal pada 73 or 74 H.” (Taqribu’l-tehzib, Ibn Hajar Al-Asqalani,p. 654, Arabic, Bab fi’l-nisa’, al-harfu’l-alif, Lucknow).
Menurut sebagaian besar ahli sejarah, Asma, Saudara tertua dari Aisyah berselisuh usia 10 tahun. Jika Asma wafat pada usia 100 tahun dia tahun 73 H, Asma seharusnya berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (622M).
Jika Asma berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (ketika Aisyah berumah tangga), Aisyah seharusnya berusia 17 atau 18 tahun. Jadi, Aisyah, berusia 17 atau 18 tahun ketika hijrah pada taun dimana Aisyah berumah tangga.
Berdasarkan Hajar, Ibn Katir, and Abda’l-Rahman ibn abi zanna’d, usia Aisyah ketika beliau berumah tangga dengan Rasulullah adalah 19 atau 20 tahun.
Dalam bukti # 3, Ibn Hajar memperkirakan usia Aisyah 12 tahun dan dalam bukti #4 Ibn Hajar mengkontradiksi dirinya sendiri dengan pernyataannya usia Aisyah 17 atau 18 tahun. Jadi mana usia yang benar ? 12 atau 18..?
kesimpulan: Ibn Hajar tidak valid dalam periwayatan usia Aisyah.
BUKTI #5: Perang BADAR dan UHUD
Sebuah riwayat mengenai partisipasi Aisyah dalam perang Badr dijabarkan dalam hadist Muslim, (Kitabu’l-jihad wa’l-siyar, Bab karahiyati’l-isti`anah fi’l-ghazwi bikafir). Aisyah, ketika menceritakan salah satu moment penting dalam perjalanan selama perang Badar, mengatakan: “ketika kita mencapai Shajarah”. Dari pernyataan ini tampak jelas, Aisyah merupakan anggota perjalanan menuju Badar. Sebuah riwayat mengenai pastisipasi Aisyah dalam Uhud tercatat dalam Bukhari (Kitabu’l-jihad wa’l-siyar, Bab Ghazwi’l-nisa’ wa qitalihinnama`a’lrijal): “Anas mencatat bahwa pada hari Uhud, Orang-orang tidak dapat berdiri dekat Rasulullah. [pada hari itu,] Saya melihat Aisyah dan Umm-i-Sulaim dari jauh, Mereka menyingsingkan sedikit pakaian-nya [untuk mencegah halangan gerak dalam perjalanan tsb].”
Lagi-lagi, hal ini menunjukkan bahwa Aisyah ikut berada dalam perang Uhud and Badr.
Diriwayatkan oleh Bukhari (Kitabu’l-maghazi, Bab Ghazwati’l-khandaq wa hiya’l-ahza’b): “Ibn `Umar menyatakan bahwa Rasulullah tidak mengijinkan dirinya berpastisispasi dalam Uhud, pada ketika itu, Ibnu Umar berusia 14 tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, ketika berusia 15 tahun, Nabi mengijinkan Ibnu Umar ikut dalam perang tsb.”
Berdasarkan riwayat diatas, (a) anak-anak berusia dibawah 15 years akan dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam perangm, dan (b) Aisyah ikut dalam perang badar dan Uhud
KESIMPULAN: Aisyah ikut dalam perang Badar dan Uhud jelas mengindikasikan bahwa beliau tidak berusia 9 tahun ketika itu, tetapi minimal berusia 15 tahun. Disamping itu, wanita-wanita yang ikut menemani para pria dalam perang sudah seharusnya berfungsi untuk membantu, bukan untuk menambah beban bagi mereka. Ini merupakan bukti lain dari kontradiksi usia pernikahan Aisyah.
BUKTI #6: Surat al-Qamar (Bulan)
Menurut beberapa riwayat, Aisyah dilahirkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah. Tetapi menurut sumber lain dalam Bukhari, Aisyah tercatat mengatakan hal ini: “Saya seorang gadis muda (jariyah dalam bahasa arab)” ketika Surah Al-Qamar diturunkan(Sahih Bukhari, kitabu’l-tafsir, Bab Qaulihi Bal al-sa`atu Maw`iduhum wa’l-sa`atu adha’ wa amarr).
Surat 54 dari Quran diturunkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah(The Bounteous Koran, M.M. Khatib, 1985), menunjukkan bahwa surat tsb diturunkan pada tahun 614 M. jika Aisyah memulai berumahtangga dengan Rasulullah pada usia 9 di tahun 623 M or 624 M, Aisyah masih bayi yang baru lahir (sibyah in Arabic) pada saat Surah Al-Qamar diturunkan. Menurut riwayat diatas, secara aktual tampak bahwa Aisyah adalah gadis muda, bukan bayi yang baru lahir ketika pewahyuan Al-Qamar. Jariyah berarti gadis muda yang masih
suka bermain (Lane’s Arabic English Lexicon). Jadi, Aisyah, telah menjadi jariyah bukan sibyah (bayi), jadi telah berusia 6-13 tahun pada saat turunnya surah Al-Qamar, dan oleh karean itu sudah pasti berusia 14-21 tahun ketika dinikah Nabi.
Kesimpulan: riwayat ini juga mengkontra riwayat pernikahan Aisyah yang berusia 9 tahun.
BUKTI #7: Terminologi bahasa Arab
Menurut riwayat dari Ahmad ibn Hanbal, sesudah meninggalnya isteri pertama Rasulullah, Khadijah, Khaulah datang kepada Nabi dan menasehati Nabi untuk menikah lagi, Nabi bertanya kepada nya ttg pilihan yang ada di pikiran Khaulah. Khaulah berkata: “Anda dapat menikahi seorang gadis (bikr) atau seorang wanita yang pernah menikah (thayyib)”. Ketika Nabi bertanya ttg identitas gadis tsb (bikr), Khaulah menyebutkan nama Aisyah.
Bagi orang yang paham bahasa Arab akan segera melihat bahwa kata bikr dalam bahasa Arab tidak digunakan untuk gadis belia berusia 9 tahun. Kata yang tepat untuk gadis belia yangmasih suka bermain-main adalah, seperti dinyatakan dimuka, adalah jariyah. Bikr disisi lain, digunakan untuk seorang wanita yang belum menikah serta belum punya pertautan pengalaman dengan pernikahan, sebagaiaman kita pahami dalam bahasa Inggris “virgin”.
Oleh karean itu, tampak jelas bahwa gadis belia 9 tahun bukanlah “wanita” (bikr) (Musnad Ahmad ibn Hanbal, Vol. 6, p. .210,Arabic, Dar Ihya al-turath al-`arabi, Beirut).
Kesimpulan: Arti literal dari kata, bikr (gadis), dalam hadist diatas adalah “wanita dewasa yang belum punya pengalaman sexual dalam pernikahan.” Oleh karean itu, Aisyah adalah seorang wanita dewasa pada waktu menikahnya.
BUKTI #8. Text Qur’an
Seluruh muslim setuju bahwa Quran adalah buku petunjuk. Jadi, kita perlu mencari petunjuk dari Qur’an untuk membersihkan kabut kebingungan yang diciptakan oleh para periwayat pada periode klasik Islam mengenai usia Aisyah dan pernikahannya. Apakah Quran mengijinkan atau melarang pernikahan dari gadis belia berusia 7 tahun?
Tak ada ayat yang secara eksplisit mengijinkan pernikahan seperti itu. Ada sebuah ayat , yang bagaimanapun, yang menuntun muslim dalam mendidik dan memperlakukan anak yatim. Petunjuk Qur’an mengenai perlakuan anak Yatim juga valid doaplikasikan ada anak kita sendiri sendiri. Ayat tsb mengatakan : Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (Qs. 4:5) Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. ?? (Qs. 4:6)
Dalam hal seorang anak yang ditingal orang tuanya, Seorang muslim diperintahkan untuk (a) memberi makan mereka, (b) memberi pakaian, (c) mendidik mereka, dan (d) menguji mereka thd kedewasaan “sampai usia menikah” sebelum mempercayakan mereka dalam pengelolaan keuangan.
Disini, ayat Qur’an menyatakan ttg butuhnya bukti yang teliti terhadap tingkat kedewasaan intelektual dan fisik melalui hasil test yang objektif sebelum memasuki usia nikah dan untuk mempercayakan pengelolaan harta-harta kepada mereka.
Dalam ayat yang sangat jelas diatas, tidak ada seorangpun dari muslim yang bertanggungjawab akan melakukan pengalihan pengelolaan keuangan pada seorang gadis belia berusia 7 tahun. Jika kita tidak bisa mempercayai gadis belia berusia 7 tahun dalam pengelolaan keuangan, Gadis tsb secara tidak memenuhi syarat secara intelektual maupun fisik untuk menikah. Ibn Hambal (Musnad Ahmad ibn Hambal, vol.6, p. 33 and 99) menyatakan bahwa Aisyah yang berusia 9 tahun lebih tertarik untuk bermain dengan mainannya daripada mengambi tugas sebagai isteri. Oleh karean itu sangatlah sulit untuk mempercayai, bahwa AbuBakar,seorang tokoh muslim, akan menunangkan anaknya yang masih belia berusia 7 taun dengan Nabi yang berusia 50 tahun.. Sama sulitnya untuk membayangkan bahwa Nabi menikahi seorang gadis belia berusia 7 tahun.
Sebuah tugas penting lain dalam menjaga anak adalah mendidiknya. Marilah kita memunculkan sebuah pertanyaan,” berapa banyak di antara kita yang percaya bahwa kita dapat mendidik anak kita dengan hasil memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 atau 9 tahun?” Jawabannya adalah Nol besar. Logika kita berkata, adalah tidak mungkin tugas mendidik anak kita dengan memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 tahun, lalu bagaimana mana mungkin kita percaya bahwa Aisyah telah dididik secara sempurna pada usia 7 tahun seperti diklaim sebagai usia pernikahannya?
AbuBakr merupakan seorang yang jauh lebih bijaksana dari kita semua, Jadi dia akan merasa dalam hatinya bahwa Aisyah masih seorang anak-anak yang belum secara sempurna sebagaimana dinyatakan Qur’an. Abu Bakar tidak akan menikahkan Aisyah kepada seorangpun. Jika sebuah proposal pernikahan dari gadis belia dan belum terdidik secara memuaskan datang kepada Nabi, Beliau akan menolak dengan tegas karean itu menentang hukum-hukum Quran.
Kesimpulan: Pernikahan Aisyah pada usia 7 tahun akan menentang hukum kedewasaan yang dinyatakan Quran. Oleh karean itu, Cerita pernikahan Aisyah gadis belia berusia 7 tahun adalah mitos semata.
BUKTI #9: Ijin dalam pernikahan
Seorang wanita harus ditanya dan diminta persetujuan agar pernikahan yang dia lakukan menjadi syah (Mishakat al Masabiah, translation by James Robson, Vol. I, p. 665). Secara Islami, persetujuan yang kredible dari seorang wanita merupakan syarat dasar bagi kesyahan sebuah pernikahan.
Dengan mengembangkan kondisi logis ini, persetujuan yang diberikan oleh gadis belum dewasa berusia 7 tahun tidak dapat diautorisasi sebagai validitas sebuah pernikahan.
Adalah tidak terbayangkan bahwa AbuBakr, seorang laki-laki yang cerdas, akan berpikir dan mananggapi secara keras ttg persetujuan pernikahan gadis 7 tahun (anaknya sendiri) dengan seorang laki-laki berusia 50 tahun.
Serupa dengan ini, Nabi tidak mungkin menerima persetujuan dari seorang gadis yang menurut hadith dari Muslim, masih suka bermain-main dengan bonekanya ketika berumah tangga dengan Rasulullah.
kesimpulan: Rasulullah tidak menikahi gadis berusia 7 tahun karena akan tidak memenuhi syarat dasar sebuah pernikahan islami ttg klausa persetujuan dari pihak isteri. Oleh karean itu, hanya ada satu kemungkinan Nabi menikahi Aisyah seorang wanita yang dewasa secara intelektual maupun fisik.
SUMMARY:
Tidak ada tradisi Arab untuk menikahkan anak perempuan atau laki-laki yang berusia 9 tahun, Demikian juga tidak ada pernikahan Rasulullah saw dan Aisyah ketika berusia 9 tahun. Orang-orang arab tidak pernha keberatan dengan pernikahan seperti ini, karean ini tak pernah terjadi sebagaimana isi beberapa riwayat.
Jelas nyata, riwayat pernikahan Aisyah pada usia 9 tahun oleh Hisham ibn `Urwah tidak bisa dianggap sebagai kebenaran, dan kontradisksi dengan riwayat-riwayat lain. Lebih jauh, tidak ada alasan yang nyata untuk menerima riwayat Hisham ibn `Urwah sebagai kebenaran ketika para pakar lain, termasuk Malik ibn Anas, melihat riwayat Hisham ibn `Urwah selama di
Iraq adalah tidak reliable. Pernyataan dari Tabari, Bukhari dan Muslim menunjukkan mereka kontradiksi satu sama lain mengenai usia menikah bagi Aisyah. Lebih jauh, beberapa pakar periwayat mengalami internal kontradiksi dengan riwayat-riwayatnya sendiri. Jadi, riwayat usia Aisyah 9 tahun ketika menikah adalah tidak reliable karean adanya kontradiksi yang nyata pada catatan klasik dari pakar sejarah Islam.
Oleh karean itu, tidak ada alasan absolut untuk menerima dan mempercayai usia Aisyah 9 tahun ketika menikah sebagai sebuah kebenaran disebabkan cukup banyak latar belakang untuk menolak riwayat tsb dan lebih layak disebut sebagai mitos semata. Lebih jauh, Qur’an menolak pernikahan gadis dan lelaki yang belum dewasa sebagaimana tidak layak membebankan kepada mereka tanggung jawab-tanggung jawab.
sumber :
The Ancient Myth Exposed
By T.O. Shanavas , di Michigan.
2001
from The Minaret Source: http://www.iiie.net/
Keyakinan Saya tidak seperti juga seperti yang anda utarakan, saya lebih menyakini apa-apa yang sudah disepakati oleh ulama2 atau ahli2 agama ahlul suunah wal jama’ah dan bukan dari uraian orang2 awam yang tidak jelas kemampuan dan pengetahuannya.
Jika masing-masing orang menguraikan suatu kisah apalagi hadist maka kita semua akan terjerebab dan jatuh kedalam lubang kemunafikan, bid’ah besar serta mencemari, menurunkan bahkan menutup iman kita kepada ajaran dan rasulullah SAW yang akhirnya iman kita terputus kepada Allah SWT. Jika kita beriman kepada Allah SWT maka kita juga harus beriman kepada Rasulullah SAW.
Sadar dan bertaubat lah kita dari apa-apa yang kita tidak memiliki ilmunya, mari kita manggali ilmu kepada pemilik ilmu kebenaran yang sesuai dengan akidah, syari’at dan ketauhidan islam, semoga kita semua menjadikan orang-orang yang beruntung mendapatkan petunjuk jalan yang lurus seperti jalan-jalan orang yang telah dikaruniai nikmat kepadanya dan bukan jalan orang-orang yang telah dimurkaiNya serta bukan pula jalan dari orang-orang yang sesat. aamiiiin
Islam adalah Agama yg sesuai dgn akal logika bahkan sudah dibuktikan dgn ilmu2 modern Rasulullah SAW slalu dituduh yg macam2 oleh para kufar jd kita harus membelanya dgn cara yg baik dan dgn ilmu2 pengetahuan karna membela Beliau sama saja dgn membela Agama yg kita cintai ini, mengenai umur Aisyah kita tidak tahu pasti tp yg saya yakin klo saat menikah dgn Rasulullah SAW Aisyah pasti berumur 14 tahun keatas melihat fakta2 diatas yg ditunjang ilmu ilmiah,
kalaupun berperawakan besar tp klo belum menstruasi maka tidak bisa di kawini mengingat hukum adat di arab, lagipula sebelum menikah seseorang hrz siap lahir dan batin untuk memikul tanggung jawab yg besar…
jika tidak yakin.., kapan2 di tes, anak usia 6 th yang hafiz quran suruh saja berumah tangga dengan pria 16 th. hasilnya apa??
69. Al Haaqqah
48. Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar suatu pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.
jika benar rasul menikahi anak berusia 6 th…, tentu selaras dengan alquran.., jadi secara tidak langsung, bisa di praktekkan.
silahkan siapa yang mau menpraktikkan menikahkan anak gadis nya, atau anak saudaranya yang masih ingusan berusia 6th.
satu lagi yang harus di ingat, seseorang yang hafal,, belum tentu mengerti apa yang dihafalkannya. yah,,, seperti hafalnya orang indo gagap bhasa inggris.., dikiranya lagu senandung , eh,, taunya lagu rohani heheheheh
Dikisahkan ayah Hisham:
Khadija meninggal tiga tahun sebelum sang Nabi pergi ke Medina. Dia [Muhammad] tinggal disana selama kira-kira dua tahun dan kemudian dia menikahi ‘Aisha pada waktu dia [Aisha] adalah seorang anak perempuan berusia enam tahun, dan dia [Muhammad] menyempurnakan pernikahan tersebut ketika dia [Aisha] berusia sembilan tahun.
1. Kapan Aisyah ra. di lahirkan ?
menurut saudara, saat menikah (2H) Aisyah ra. baru berusia 9 tahun. Artinya Aisyah ra. lahir pada tahun ke-7 sebelum hijriah (atau tahun ke-4 kenabian Rasulullah)
2. Kapan Aisyah ra. masuk Islam ?
Beliau termasuk di dalam Sabiqun al-Awwalun (Arab: السَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ).
Ibnu Hisyam pernah menulis 40 nama as-sabiqun al-awwalun. Ia menulis Khadijah dalam nomor urut pertama, Asma’ di nomor urut 18, dan Aisyah di nomor urut 19.
Untuk sama dipahami, dakwah secara Siriyyah (Rahasia) yang dilakukan Rasulullah selama kurang lebih 3 tahun, telah ada orang Islam berjumlah 40 orang.
“Dengan demikian Aisyah ra., telah masuk Islam pada tahun ke-3 Kenabian”
Logiskah…
Aisyah ra. lahir pada tahun ke-4 Kenabian, tetapi telah masuk Islam pada tahun ke-3 Kenabian ???
Apakah Aisyah ra. telah ber-syahadat, sebelum dirinya dilahirkan ???
Allhu’alam Bisshowab…