Rouhani Menjenguk Rahbar
Presiden Republik Islam Iran, Hassan Rouhani setelah menjenguk
Rahbar
atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid
Ali Khamenei,
menyatakan bahwa kondisi beliau “sangat baik”.
http://indonesian.irib.ir/iran/rahbar/item/84894-rouhani-menjenguk-rahbar
Tasnim
News melaporkan, beberapa jam setelah operasi Rahbar, Presiden Iran
menjenguk Rahbar di rumah sakit tempat beliau dirawat.
Rouhani dalam kunjungan tersebut mengharapkan pemulihan kesehatan segera Rahbar.
Setelah
kunjungan tersebut, Rouhani dalam sebuah wawancara menyatakan, semua
warga harus mendoakan kesehatan dan kepanjangan umur serta peningkatan
kesuksesan beliau dalam berkhidmat kepada bangsa Iran dan dunia Islam.
Lebih
lanjut Rouhani mengatakan, “Efek samping setelah operasi itu sepenuhnya
normal dan tim dokter ahli telah melaksanakan operasi tersebut dengan
baik dan teliti dan mereka harus melanjutkannya dalam masa pasca
operasi.”(IRIB Indonesia/MZ)
Ayatullah Sayid Asadullah Madani Gugur
Tanggal 20 Shahrivar 1360 Hs, Ayatullah Sayid Asadullah Madani,
Imam Jumat kota Tabriz,
gugur syahid akibat serangan kelompok teroris
Mujahidin al-Khalk (MKO)
di saat sedang melaksanakan shalat Jumat.
Ayatullah
Madani dilahirkan pada tahun 1292 Hsdan menempuh pendidikan di kota Qom
dan Najaf hingga mencapai derajat mujtahid. Selama masa pendidikannya,
beliau sudah aktif dalam perjuangan politik. Beliau juga turut serta
dalam perjuangan menentang Shah Pahlevi yang mengakibatkannya harus
masuk penjara. Setelah kemenangan Revolusi Islam Iran, Ayatullah Madani
ditunjuk oleh Imam Khomeini sebagai Imam Jumat kota Tabriz. (IRIB
Indonesia)
Timur Tengah dan Kejahatan Industri Pertanian
Oleh: Dina Y. Sulaeman
http://indonesian.irib.ir/artikel/wacana/item/84919-timur-tengah-dan-kejahatan-industri-pertanian
Siapa sebenarnya yang bertanggung jawab atas konflik di Timur Tengah?
Ada banyak versi jawaban yang bisa diberikan. Namun, ada hal yang
menarik yang baru saya temukan setelah mengikuti kuliah umum Dr. Vandana
Shiva di UI pada 18 Agustus 2014, yang disponsori Mantasa dan Yayasan
Kehati. Tulisan ini bukan ringkasan isi kuliah tersebut (silahkan
menonton videonya di Youtube), melainkan refleksi saya.
Industri pertanian global adalah (salah satu) pihak yang bertanggung
jawab atas kemiskinan umat manusia. Kata FAO, hari ini, produksi pangan
dunia sebenarnya cukup untuk memberi makan semua orang. Namun karena
yang menghasilkan pangan adalah industri, pangan itu dijual di pasar
bebas dengan harga tinggi, sehingga banyak orang miskin tak mampu
membelinya. Orang yang semula tidak miskin pun jatuh miskin karena
mahalnya pangan. Tahun 2013, ada 800 juta orang di seluruh dunia yang
kekurangan pangan, termasuk di Indonesia.
Kekurangan
bahan pangan berdampak panjang, yaitu penurunan kualitas pertumbuhan
fisik dan intelektual anak-anak. Di masa depan, anak-anak yang lemah ini
akan menjadi generasi yang lemah dan tidak memiliki daya saing,
sehingga tidak mampu mempertahankan negaranya dari agresi ekonomi maupun
militer yang dilancarkan negara lain. Siapa yang akan diuntungkan dalam
kondisi ini? Jelas negara-negara kaya dan kuat, dan mereka pula yang
menguasai industri pertanian global saat ini.
Dalam
artikelnya di The Observer, Rami Zurayk menulis bahwa di Mesir, roti
dikenal dengan nama aish, yang bermakna “life”. Wilayah bulan sabit yang
subur, yang membentang dari sungai Nil hingga sungai Tigris dan Eufrat
(diistilahkan Fertile Crescent) adalah tanah yang pertama kali
menghasilkan gandum dan kacang-kacangan, dalam sejarah dunia. Namun,
kini justru wilayah itulah yang menjadi pengimpor pangan terbesar di
dunia. Kecuali Suriah, negara-negara di wilayah itu hanya menghasilkan
gandum sangat sedikit, sehingga harus mengimpor.
Penyebabnya
adalah karena rezim-rezim di wilayah itu telah dijajah oleh IMF dan
Bank Dunia. Mereka memberikan hutang, namun harus dibayar dengan
industrialisasi dan liberalisasi pertanian, pengurangan subsidi
pertanian. Petani didorong (atau dipaksa) untuk menanam buah-buahan dan
sayuran untuk ekspor, dan melepaskan produksi gandum yang sangat penting
bagi kecukupan pangan lokal. Yang mendapatkan keuntungan besar dari
situasi ini adalah segelintir pengusaha industri pertanian yang
berkolusi dengan rezim; dan rezim-rezim di Mesir, Tunisia, dll, didukung
oleh AS. Jangan lupakan bahwa ada tiga perusahaan yang mengontrol 90%
gandum dunia, Cargill, ADM,dan Bunge yang ketiganya berbasis di AS.
Ketika rakyat di Fertile Crescent (kecuali Suriah) tidak mampu lagi
memproduksi sendiri gandumnya, sudah tentu para pedagang gandum
transional yang mengeruk untung besar.
Krisis
pangan pada tahun 2008 menyebabkan naiknya harga pangan dunia dan
menimbulkan kerusuhan terjadi di berbagai negara, mulai dari Haiti
hingga Mesir. Kemarahan rakyat di berbagai negara yang terdampak krisis
pangan pada masa itu bahkan berujung pada penggulingan rezim seperti
yang terjadi di Haiti. Pada tahun 2010, protes pada rezim Ben Ali
memuncak, disusul aksi demo penggulingan Mubarak di Mesir. Suriah juga
bergolak. Namun, dari perspektif pangan, jelas kasusnya sangat berbeda.
Terbukti, aksi demo yang mengusung isu demokratisasi di Suriah tak
berhasil (karena rakyat Suriah sudah tercukupi pangannya, tidak seperti
Tunisia dan Mesir). Lalu, turunlah bala bantuan dari para ‘mujahidin’
yang merasa sedang berperang atas nama Allah dengan mengusung isu
Sunni-Syiah.
Intinya,
konflik Timteng sangatlah kompleks. Ada banyak faktor penyumbang api,
pangan adalah salah satu faktor utamanya. Dan bagaimana Indonesia?
Jelas, kebijakan pangan Indonesia yang tidak berdaulat bak menyimpan api
dalam sekam.
Kondisi
pertanian Indonesia tak jauh berbeda dengan Mesir. Pertanian di
Indonesia juga dipaksa oleh IMF, Bank Dunia, WTO untuk berintegrasi
dengan pasar dunia. Atas tekanan IMF, Bulog telah dibubarkan sehingga
tidak lagi ada perlindungan harga bagi petani. Indonesia pun dilarang
menutup pintu impornya, sehingga produksi petani lokal harus bersaing
dengan produk impor. Melalui Revolusi Hijau yang dikenalkan ke Indonesia
pada masa Orba, petani dipaksa (dengan bantuan kekuatan aparat) untuk
menanam padi jenis tertentu yang digenjot dengan pestisida dan pupuk
kimia, untuk meningkatkan produksi sebanyak-banyaknya. Hasilnya, pada
tahun 1984-1989 Indonesia pernah mencapai swasembada beras. Namun
seperti terjadi di negara-negara lain yang melakukan hal serupa, secara
perlahan tapi pasti, tanah mengeras dan enggan menghasilkan panen secara
maksimal lagi.
Cerita
selanjutnya, sudah kita alami bersama. Menurut data BPS, tahun 2013,
nilai impor pangan kita mencapai 172,29 Trilyun. Ini berarti meningkat
enam kali lipat dibanding tahun 2003. Dan jumlah petani berkurang dari
31,17 juta rumah tangga pada 2003 menjadi 26,13 juta rumah tangga pada
2013. Berarti, ada lima juta petani yang berhenti bertani, berpindah
menjadi buruh di pabrik-pabrik. Harga pangan yang tinggi memiskinkan
banyak orang, dan yang paling miskin justru para petani.
Konflik
di Timteng harus menjadi pelajaran. Pemerintah baru harus segera
melakukan kebijakan-kebijakan yang mengembalikan kedaulatan pangan kita.
Caranya, antara lain yang terpenting adalah land reform (agar petani
memiliki lahan yang luas sehingga proses produksi menjadi efisien),
subsidi, dan proteksi. Meski untuk itu, pemerintah dipastikan akan
menghadapi penentangan keras dari para kapitalis. (IRIB
Indonesia/liputanislam)
KAPITALISME GLOBAL, WTO, DAN KRITIKNYA DALAM
PRESPEKTIF MARXIS
Symphati Dimas Rafi’i
Abstrak
Perkembangan sistem ekonomi dunia yaitu sistem kapitalisme hingga kini
semakin menjadi dan tidak juga menunjukan tanda-tanda kebaikan yang merata bagi
seluruh manusia. Sistem ekonomi kapitalisme kini menjamah tidak lagi di
negri-negri kelahiranya namun sudah mampu melakukan ekspansi serta eksploitasi besar-besaran
kedalam tubuh Negara lain yang miskin maupun yang sedang berkembang.
Sistem
kapitalisme tidaklah sebuah sistem yang tanpa cacat. Kebobrokan sistem ini
nampaknya sudah terlihat disana sisni terjadi ketimpangan dalam kehidupan
masyarakat dimana sistem ini membentuk dua kelas besar yaitu proletariat dan
borjuasi. Adalah Karl Marx yang melakukan penelitian secara mendalam terhadap sistem
kapitalisme sehingga Marx mampu menemukan kelemahan yang inheren berada dalam
tubuh kapitalisme yaitu krisis over capital atau krisis financial yang
disebabkan karena adanya hubungan penghisapan kepada kelas proletariat yang
dinamakan oleh Marx dengan teori “nilai lebih”. Bermula dari Marx lalu
berkembang kritik yang deras terhadap kapitalisme hingga keterkaitanya dengan
ekspansi ke Negara lain dengan teori dependensia.
Keberadaanya
yang ternyata semakin memperburuk nasib kelas proletariat menyebabkan lahir
bermacam perlawanan yang bertujuan untuk menegasikan sistem ini dengan sistem
baru yaitu sistem masyarakat yang tanpa kelas, penindasn, dan tanpa penghisapan
pula, dimana hal ini hanya dapat diwujudkan dengan sebuah gerakan social yang
melahirkan perubahan social bernama revolusi social dengan kesadaran penuh dari
seluruh masyarakat kelas pekerja untuk membentuk sebuah tatanan dunia baru.
Kata Kunci : Kapitalisme, WTO, Marxis
http://taikucingkering.blogspot.com/2013/02/kapitalisme-global-wto-dan-kritiknya.html
PENDAHULUAN
Dalam
perkembangan sejarah perkembangan perekonomian dunia baik pada teori maupun
praktiknya tidak ada hentinya mengalami pergolakan. Menurut berbagai litelatur
dan dalam diskusi-diskusi saat ini tentang ekonomi dunia, para pegiat ekonomi kerap kali menyebut era saat ini
sebagai era globalisasi, pembangunanisme, neo-liberalisme, dan lain sebagainya.
Proses menuju tahapan sekarang ini tidaklah cepat atau instan. Menurut hukum
umum perkembangan masyarakat diketahui bahwa diawal kehidupan manusia atau yang
disebut zaman primitif. Dikatakan sebagai fase
komune primitif karena pemenuhan kebutuhan hidup dilakukan dan dinikmati secara
bersama-sama oleh anggota komune dengan alat produksi yang sangat primitif,
yakni penggunaan batu dan tulang sebagai alat kerja dan alam tempat berburu
sebagai sasaran kerjanya. Fase
komune primitif lahir dari perkembangan alat produksi yang masih sangat
primitif. Penggunaan batu dan tulang sebagai alat produksi, yang hanya
memungkinkan manusia untuk berburu dan meramu makanan (food gathering)
dan hanya dapat dikerjakan secara kolektif. Hal ini melahirkan cara pandang
masyarakat komune yang sangat bergantung terhadap alam, bagaimana alam mampu
menyediakan kebutuhan hidup bagi suatu komune. Itu sebabnya, ketika alam sudah
tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup suatu komune, maka komune tersebut akan
pindah untuk mencari tempat lain yang masih cukup memenuhi kebutuhan hidup
komune tersebut.
Tahap
selanjutnya adalah zaman perbudakan yang mengubah corak produksi zaman
sebelumnya. Kebutuhan akan produksi yang meninggi,
juga memaksa terjadinya persaingan antar komune yang satu dengan lainnya yang
kemudian menyebabkan perang penaklukan serta perebutan wilayah kekuasaan antar
komune. Komune atau suku yang kalah perang kemudian ditawan dan dipaksa menjadi
budak untuk menghasilkan produksi bagi suku yang menang. Daerah komune yang
kalah kemudian dikuasai oleh komune yang menang. Dengan demikian hubungan corak
produksi komune primitif hancur dan digantikan oleh corak produksi baru yaitu
sebuah kehidupan dalam masyarakat yang didasarkan atas hubungan penindasan klas
yang satu terhadap klas yang lain, dalam hal ini antara pemilik budak dan tuan
budak. Dalam fase ini dimulailah apa yang dinamakan dengan
pertentangan kelas. Kelas yang saling bertentangan adalah tuan budak sebagai
pemilik budak dengan para budak yang terus menerus mengalami penindasan.
Budak-budak merupakan alat produksi yang diharuskan mengerjakan semua
kerja-kerja produktif yang menguntungkan bagi tuan budak. Namun fase ini
berjalan penuh dengan kontradiksi hingga akhirnya acap kali terjadi
pemberontakan yang dilakukan oleh para budak, seperti apa yang terjadi di
romawi yang dikenal dengan Spartacus. Perjuangan keluar dari ketertindasan yang
dilakukan oleh para budak mengalami kegagalan karana para tuan budak dapat
melakukan adaptasi dengan membebaskan para budak dari sistem perbudakan namun
harus tetap bergantung pada sistem bagi hasil dari penggarapan atas tanah yang
dimiliki oleh tuan budak yang kemudian menjadi tuan tanah dan budak menjadi
tani hamba (buruh tani), dengan demikian munculah fase feodalisme. Fase
feodalisme yang merupakan fase dimana kepemilikan tanah hanya dimiliki oleh
para tuan tanah yang mempekerjakan orang-orang lain sebagai penggarap tanah
mereka. Dalam perkembangannya para tuan tanah itu kemudian menjadi raja-raja
kecil yang mengusasi suatu daerah.
Kekusaan
yang absolut oleh raja atau tuan tanah menyebabkan para pedagang-pedagang tidak
dapat leluasa melakukan aktifitasnya sehingga menimbulkan ketidak sukaan kepada
para tuan tanah. Hal ini di tunjang oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta budaya yang terjadi pada fase feodalisme. Puncaknya adalah
pecahnya revolusi Perancis dan revolusi industri yang merebut kekuasaan dari
tangan raja dan beralih ke tangan para pengusaha atau pemilik modal (uang).
Fase inilah yang dinamakan fase kapitalisme yang melahirkan pertentangan kelas
baru antara kelas borjuasi (pemodal) dan kelas Proletariat (pekerja).
Konsep
kapitalisme jika dikaji secara teoritik, pada dasarnya berakar dan bersumber
pada pandangan filsafat ekonomi klasik, terutama ajaran Adam Smith yang
tertulis dalam bukunya yang berjudul Wealth
of Nation (1776). Seluruh filsafat ekonomi klasik dibangun di atas landasan
filsafat ekonomi liberalisme. Para penganut teori liberalisme ekonomi percaya
pada konsep tentang hak milik pribadi, motiv mencari untung, perdagangan bebas,
dan kompetisi. Dalam kapitalisme sendiri terdapat cirri yang membedakannya
dengan zaman feodalisme, pada kapitalisme adalah dimana alat-alat produksi
hanya dimiliki oleh segelintir orang atau kelompok saja dan yang lainnya hanya
bisa menjual tenaga dan pikiran mereka untuk bekerja dan mendapatkan upah
sebagai imbalan dari tenaga yang dikelurkan oleh mereka.
Dalam zaman kapitalisme yang terus berkembang hingga
saat ini yang sudah mencapai puncak tertingginya (imperialisme) ternyata tidak
juga menunjukan sebuah kemajuan tingkat kesejahteraan masyarakat dunia. Dunia
dibawah belenggu kapitalisme ternyata tidak menjawab permasalahan yang dialami
pada fase-fase sebelumnya yaitu adanya ketimpangan dan sistem yang menindas
kelas lain. Kekuatan kapitalisme yang berada ditangan para pemodal atau
koorporasi besar justru semakin banyak menimbulkan masalah kemanusiaan.
Kontradiksi antara borjuasi dan proletariat semakin memanas bahkan dalam
konteks hubungan kenegaraan juga mengalami kontradiksi. Negara-negara maju
dibawah pimpinan Amerika Serikat merupakan negara kapitalis yang senantiasa
melakukan ekspansi bahkan sampai melakukan invasi terhadap negara-negara yang
sedang berkembang demi memuaskan hasrat mereka untuk dapat mengeksploitasi
segala macam sumber daya dan menjadikan pasar yang cukup baik, serta bertujuan
akhir mengakumulasikan modal mereka.
Pada masa sekarang dimana kapitalisme tumbuh subur
didalam maupun diluar negara kapitalis dan seiring dengan semakin
beradaptasinya paham ini dari keadaan kontemporer dan arus deras kritik yang
menghujatnya maka kapitalisme membuat aturan main melalui lembaga-lembaga resmi
internasional seperti WTO, IMF, dan World Bank yang tentu saja bertujuan untuk
memperpanjang masa waktu pengusaan atas dunia oleh sistem kapitalisme.
WTO (World Trade Organisation)
atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan satu-satunya
badan internasional yang secara khusus mengatur masalah
perdagangan antar negara. Sistem perdagangan multilateral WTO
diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan
internasional sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh
negara-negara anggota. Persetujuan tersebut merupakan
kontrak antar negara-anggota yang mengikat pemerintah untuk mematuhinya dalam
pelaksanaan kebijakan perdagangannya. WTO secara resmi berdiri pada
tanggal 1 Januari 1995 tetapi sistem perdagangan itu sendiri telah ada setengah
abad yang lalu. Sejak tahun 1948, General Agreement on Tariffs and Trade
(GATT) - Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan telah membuat
aturan-aturan untuk sistem ini. Sejak tahun
1948-1994 sistem GATT memuat peraturan-peraturan mengenai perdagangan dunia dan
menghasilkan pertumbuhan perdagangan internasional tertinggi.
Pada awalnya GATT ditujukan untuk membentuk International Trade
Organization (ITO), suatu badan khusus PBB yang merupakan bagian dari
sistem Bretton Woods (IMF dan bank Dunia). Meskipun Piagam ITO akhirnya
disetujui dalam UN Conference on Trade and Development di Havana pada
bulan Maret 1948, proses ratifikasi oleh lembaga-lembaga legislatif negara
tidak berjalan lancar. Tantangan paling serius berasal dari kongres Amerika
Serikat, yang walaupun sebagai pencetus, AS tidak meratifikasi Piagam
Havana sehingga ITO secara efektif tidak dapat dilaksanakan. Meskipun demikian,
GATT tetap merupakan instrument multilateral yang mengatur perdagangan internasional.
Hampir setengah abad teks legal GATT masih tetap sama sebagaimana pada
tahun 1948 dengan beberapa penambahan diantaranya bentuk persetujuan
“plurilateral” (disepakati oleh beberapa negara saja) dan upaya-upaya
pengurangan tarif. masalah-masalah perdagangan diselesaikan melalui serangkaian
perundingan multilateral yang dikenal dengan nama “Putaran Perdagangan” (trade
round), sebagai upaya untuk mendorong liberalisasi perdagangan
internasional.
Teori Ekonomi Kapitalisme
Teori perubahan sosial
modernisasi dan pembangunan pada dasarnya dibangun di atas landasan
kapitalisme. Konsep kapitalisme jika
dikaji secara teoritik, pada dasarnya berakar dan bersumber pada pandangan
filsafat ekonomi klasik, terutama ajaran Adam Smith yang tertulis dalam bukunya
yang berjudul Wealth of Nation
(1776). Selain Smith yang mempelopori teori ekonomi klasik, ada pula nama-nama
lain yang masuk kedalam mazhab ekonomi klasik seperti David Ricardo dan Thomas
Robert Malthus. Para tokoh besar dalam pemikiran
kapitalisme
berpendapat bahwa sumber kemakmuran dari masyarakat adalah dengan memberikan
kewenangan seluas-luasnya kepada pasar, sehingga segala sesuatu yang menghambat
perkembangan pasar harus dipangkas.
Dalam liberalisasi ekonomi yang nantinya melahirkan suatu tatanan masyarakat
dalam kurungan dunia kapitalistik sangatlah mengedepankan kompetisi yang
individual. Beberapa pandangan dari para ekonom liberal. Pertama, dalam
kehidupan bermasyarakat haruslah berpegang kepada laissez-faire, yakni kepercayaan akan kebebasan dalam bidang
ekonomi yang memberi isyarat perlunya membetasi atau member peranan minimum
kepada pemerintah dalam bidang ekonomi. Kedua, kepercayaan akan ekonomi pasar
yang diletakan di atas sistem persaingan atau kompetisi bebas dan kompetisi
sempurna. Ketiga, mereka percaya pada kondisi ekonomi yang akan berjalan lancar
dan selalu akan mengalami atau dapat beradaptasi jika tidak ada intervensi dari
negara.
Kemudian
di fase awal kapitalisme ini, ekonomi pasar sangat berkembang. Fase perkembangan
kapitalisme persaingan bebas dimulai sejak 1860-1870. Sesuai dengan watak
dasarnya yang eksploitatif, ekspansif dan akumulatif, perkembangan persaingan
bebas kapitalisme mulai mengalami transisi (1873-1890) ketika sebagian besar
kapitalis kecil dan perusahaan kecil runtuh dan mulai diakuisisi atau dimerger
dengan perusahaan kapitalis besar. Dan sejak 1900-1903 mulai terjadi krisis
dimana kapitalis kecil runtuh dan berkembangnya kapitalisme monopoli yang
melakukan pengakusisian kapitalis kecil oleh kapitalis besar dalam suatu
negara, serta pada dewasa ini bahkan lintas negara. Disinilah kemudian terjadi disebut fase imperialisme
sebagai tahap tertinggi dari kehidupan
masyarakat kapitalistik
atau dapat dikatakan zaman globalisasi.
Logika Kapitalisme
Pemahaman
terhadap dunia kontemporer (era globalisasi) akan lebih mudah jika melihat
terlebih dahulu dasarnya yaitu kapitalisme atau logika capital. Logika
kapitalisme sepanjang sejarah terus menerus tumbuh dan berkembang ditunjang
oleh ideology pasar bebas, yaitu kebutuhan terus menerus dan berkelanjutan akan
ekspansi modal kapitalis ke segala tempat untuk mencari pasar yang baru.
Kapitalisme
telah mengkoreksi diri untuk efisiensi kapital. Krisis demi krisis adalah hal
yang wajar dalam dunia kapitalistik, sebagai hasil dari kontradiksinya. Logika
modal bersifat liar dan tidak terkendali. Kapitalisme bersifat liar karena
tidaklah mempercayai aturan dan batasan yang membelenggunya. Kalaupun ada
aturan-aturan, itu hanya demi menjaga pertumbuhannya kea rah yang lebih besar
lagi. Perkembangan terakhir dari ekspansi kapitalisme adalah privatisasi
sebanyak-banyaknnya dan melakukan konversi terhadap institusi negara menjadi
swasta dan berorientasikan profit.
Kapitalisme yang kini hadir dihadapan kita nampak begitu kuat dan
semakin mapan. Hal ini karena kapitalisme yang merupakan produk dari para
pemodal besar didunia semakin giat melancarkan ekspansinya ke negara-negara di
penjuru dunia dan merasuk kedalam pemerintahan negara untuk dapat mengatur kebijakan
dari dalam. Para kapitalis juga membuat institusi internasional yang
mengakomodir segala macam kegiatan yang berkaitan dengan modal, investasi,
bahkan perdagangan. Kekuatan institusi-institusi ini bahkan melebihi kekuatan
negara dalam mengatur perekonomian.
WTO Sebagai
Alat Kekuasaan Baru
Dalam
perkembangannya, dunia menunjukan adanya situasi baru dimana telah lahirnya WTO
(World Trade Organization) dan mulai
aktif pada 1 Januari 1995. World
Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan
satu-satunya badan internasional yang secara khusus
mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan
multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan
dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang telah
ditandatangani oleh negara-negara anggota. Persetujuan
tersebut merupakan kontrak antar negara-anggota yang mengikat pemerintah untuk
mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangannya.
WTO secara
resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 tetapi sistem perdagangan itu sendiri
telah ada setengah abad yang lalu. Sejak tahun 1948, General Agreement on
Tariffs and Trade (GATT) - Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan
telah membuat aturan-aturan untuk sistem ini. Sejak tahun 1948-1994 sistem GATT memuat peraturan-peraturan mengenai
perdagangan dunia dan menghasilkan pertumbuhan perdagangan internasional
tertinggi.
Pada awalnya GATT ditujukan untuk membentuk International Trade Organization
(ITO), suatu badan khusus PBB yang merupakan bagian dari sistem Bretton Woods
(IMF dan bank Dunia). Meskipun Piagam ITO akhirnya disetujui dalam UN
Conference on Trade and Development di Havana pada bulan Maret 1948, proses
ratifikasi oleh lembaga-lembaga legislatif negara tidak berjalan lancar.
Tantangan paling serius berasal dari kongres Amerika Serikat, yang walaupun
sebagai pencetus, AS tidak meratifikasi Piagam Havana sehingga ITO secara
efektif tidak dapat dilaksanakan. Meskipun demikian, GATT tetap merupakan
instrument multilateral yang mengatur perdagangan internasional.
Hampir setengah abad teks legal GATT masih tetap sama sebagaimana pada
tahun 1948 dengan beberapa penambahan diantaranya bentuk persetujuan
“plurilateral” (disepakati oleh beberapa negara saja) dan upaya-upaya
pengurangan tarif. Masalah-masalah perdagangan diselesaikan melalui serangkaian
perundingan multilateral yang dikenal dengan nama “Putaran Perdagangan” (trade
round), sebagai upaya untuk mendorong liberalisasi perdagangan
internasional.
WTO telah mengatur banyak hal di
luar perdagangan. Dengan hadirnya WTO di kancah perekonomian dunia bersandingan
dengan World Bank dan IMF kini menjadi kekuatan baru atau senjata baru dari
kapitalisme. Lengkaplah sudah kekuatan kapitalisme global dengan kehadiran WTO.
Kapitalisme sudah tak tertahankan lagi, kini menjadi sebuah sistem global, yang
dikenal dengan globalisasi. Globalisasi adalah kapitalisme global yang
memaksakan berbagai agenda pasar bebas demi kepentingan akumulasi modal. Dalam
konsepnya WTO bercita-cita untuk dapat mengatur berjalannya arus perdagangan
dunia dengan baik agar tidak terjadi krisis yang disebabkan oleh perlombaan
perdagangan yang tidak sehat.
Kapitalisme global dengan WTO nya
juga mengimingi kesejahteraan kepada negara-negara anggotanya mulai dari negara
maju hingga negara berkembang. Kesetaraan perekonomian serta pembagian peran
juga antara negara maju dan berkembang yang menurut penganutnya merupakan
proses yang sangat demokratis dalam kehidupan ekonomi.
Hasil dari Putaran Uruguay berupa the Legal Text terdiri dari
sekitar 60 persetujuan, lampiran, keputusan dan kesepakatan.
Persetujuan-persetujuan dalam WTO mencakup barang, jasa, dan kekayaaan
intelektual yang mengandung prinsip-prinsip utama liberalisasi.
Struktur dasar
persetujuan WTO, meliputi:
1.
Barang/ goods (General Agreement on Tariff and Trade/ GATT)
2.
Jasa/ services (General Agreement on Trade and Services/ GATS)
3.
Kepemilikan intelektual (Trade-Related Aspects of Intellectual Properties/
TRIPs)
4. Penyelesaian sengketa (Dispute
Settlements)
Persetujuan-persetujuan di atas berhubungan antara lain dengan
sektor-sektor di bawah ini:
· Pertanian
· Sanitary and Phytosanitary/ SPS
·
Badan Pemantau Tekstil (Textiles and Clothing)
·
Standar Produk
· Tindakan investasi yang terkait
dengan perdagangan (TRIMs)
· Tindakan anti-dumping
·
Penilaian Pabean (Customs Valuation Methods)
·
Pemeriksaan sebelum pengapalan (Preshipment Inspection)
·
Ketentuan asal barang (Rules of Origin)
·
Lisensi Impor (Imports Licencing)
·
Subsidi dan Tindakan Imbalan (Subsidies and Countervailing Measures)
·
Tindakan Pengamanan (safeguards)
Untuk jasa
(dalam GATS):
·
Pergerakan tenaga kerja (movement of natural persons)
·
Transportasi udara (air transport)
·
Jasa keuangan (financial services)
·
Perkapalan (shipping)
·
Telekomunikasi (telecommunication)
Kritik Terhadap Kapitalisme
Kapitalisme yang merupakan sistem ekonomi yang didalamnya
terdapat monopoli alat produksi oleh segelintir kelompok saja telah semakin
akut menguasai sistem perekonomian dunia, terlebih pasca runtuhnya Uni Soviet
tahun 1991 yang notabene merupakan negara yang cukup lantang melawan
kapitalisme. Hingga saat ini praktis hanya poros negara-negara amerika latin
dibawah kekuatan Kuba saja yang melakukan perlawanan (counter hegemony) kepada
sistem kapitalisme.
Adalah Karl Marx seorang pemikir yang paling antusias dalam melakukan
penelitian atas sistem ekonomi kapitalisme. Pemikiran
Marx sangat terpusat pada struktur kapitalisme dan dampak penindasan terhadap
buruh. Secara politis perhatiannya tertuju pada upaya untuk membebaskan manusia
dari struktur kapitalisme.
Dalam masyarakat kapitalistik orang yang memberikan upah
itu adalah kapitalis. Jelas, bahwa kapitalis adalah yang memiliki dan
memonopoli alat produksi. Untuk dapat memahami kapitalisme secara lebih dalam,
maka haruslah dapat memahami alur kapital terlebih dahulu. Kapital adalah uang
yang menghasilkan lebih banyak uang. Hal ini akan terlihat lebih jelas dengan
memerhatikan apa yang menurut Marx sebagai ”titik tolak kapital” (1967:146), sirkulasi komoditas. Marx mendiskusikan dua
ciri kapital, yaitu Uang → Komoditas → Uang (dengan akumulasi keuntungan)
(M1-C-M2). Sedangkan sirkulasi kedua adalah Komoditas → Uang → Komoditas
(C1-M-C2) (Ritzer dan Goodman 2011:53).
Dalam sirkulasi pertama menjelaskan bagaimana sirkulasi
yang dipakai oleh kapitalis. Komoditas dibeli
atau dibuat untuk di jual demi keuntungan bukan untuk digunakan. Dalam
sirkuit kapitalis yang dirujuk oleh Marx sebagai ”memproduksi untuk menjual”.
Di dalam masyarakat saat ini, kapitalisme merupakan suatu
yang mempunyai nilai lebih. Di dalam kapitalisme sendiri tidak ada pembatasan
bagi individu ataupun kelompok untuk melakukan kegiatan produksi dan juga di
sini individu bebas melakukan kegiatan ekonomi. Penekanan kapitalisme yang
lebih condong ke arah ekonomi memang menjadikan banyak kajian untuk
menguraikannya lebih detail. Pada awalnya kapitalisme memang berasal dari
kegiatan yang berbau ekonomi antara lain tentang bagaimana individu berproduksi
untuk menghasilkan suatu barang. Namun, yang lebih ditekankan Marx bukan hanya
cara berproduksi itu tetapi juga pengaruh yang dihasilkan dari produksi yang
mengakibatkan bertambahnya jumlah kaum proletar.
Tawar-menawar
yang menjadi hukum pasar kapitalisme memang banyak merugikan kaum proletar yang
di dalam tatanan masyarakat berada pada level terbawah menurut pandangan Marx.
Dalam susunan kapitalisme pengaruh terbesar datang dari kaum borjuis sebagai
kasta tertinggi dalam masyarakat kapitalis. Marx sendiri juga tidak terlalu
membenci kaum borjuis, malahan ia kagum akan kinerja kaum borjuis yang dalam
beberapa tahun mampu untuk menghasilkan sebuah tenaga-tenaga produktif yang
dapat menguasai sektor-sektor ekonomi dalam kegiatan produksi. Memang dalam
kenyataannya esensi dari adanya kaum borjuis menghasilkan kelas-kelas baru
dalam masyarakat. Dan ini yang tidak sepaham dengan apa yang di inginkan oleh
Marx.
Pandangan
Teori Strukturalis Terhadap Kapitalisme Global
Dasar
pandangan strukturalis adalah berasal dari Marx. Dalam pandangan ini lebih
memfokuskan pada dampak yang ditimbulkan oleh sistem kapitalisme yaitu
munculnya dua kelas yang saling bertentangan antara borjuasi dan proletariat.
Dengan adanya konflik dalam stuktur masyarakat kapitalistik ini Marx
berpendapat bahwa hal ini sangat erat kaitanya dengan ekonomi sebagai sumber
utama yang akan mempengaruhi yang lainnya. Analisisnya lebih menekankan pada
konflik struktural, bentuk-bentuk penguasaan dan pemerosotan harkat masyarakat.
Bagi
penganut teori ini hubungan-hubungan struktural yang terdapat dalam kenyataan
sosial yang nyata lebih penting ketimbang permasalahan kesadaran yang dipakai
oleh pemikir humanis. Analisis Marx tertuju pada inti ketidakadilan yang
tersembunyi dari hubungan masyarakat dalam sistem kapitalisme. Pandangan Marx
tentang kapitalisme intinya adalah bagaimana eksploitasi dan ketidakadilan
struktural dapat dijelaskan. Tujuan Marx adalah untuk memperjelas aspek sosial
dan politis dari ekonomi dengan memperhatikan ”hukum gerak ekonomi masyarakat
modern”(Ollman 1976:168).
Kapitalisme
global adalah hasil tertinggi dari perjuangan kapitalisme negara yang telah
menjelma menjadi monster yang maumpu
mengalahkan siapapun musuhnya dan mampu menembus batas-batas dunia. Dalam masa
sekarang dimana kekuasaan perekonomian dunia dikuasai oleh kapitalisme global
maka lahirlah kelompok lebih khusus lagi yang saling berhadapan selain antara
borjuasi dengan proletariat yaitu adalah negara-negara maju dengan negara
berkembang atau negara dunia ketiga.
Dalam
struktur produksi sistem ekonomi kapitalis saat ini terdapat ketimpangan dalam
pendistribusian keuntungan yang dilakukan oleh para pemodal. Para pekerja tidak
mendapat sesuatu yang lebih kecuali upah mereka, padahal para pekerja telah
melakukan kerja-kerja produksi dan menghasilkan suatu barang produksi yang
kemudian disebut dengan komoditas yang digunakan untuk dijual oleh perusahaan
demi mendapatkan keuntungan. Dalam masyarakat kapitalistik ini para pekerja
memang benar-benar terasingkan dari apa yang mereka kerjakan bahkan dengan apa
yang mereka hasilkan dari tenaga mereka. Hasil kerja produksi yang kemudian
disebut komoditas itu merupakan barang yang secara absolut dimiliki oleh para
kapitalis sehingga para pekerja juga harus mengeluarkan uangnya untuk
mendaapatkan barang yang mereka sendiri buat.
Konflik
Kelas
Kelas, bagi Marx selalu didefinisikan
berdasarkan potensi konflik. Didalam kapitalisme terdapat konflik kepentingan
yang inheren antara orang yang memberi upah pada buruh dengan buruh yang
bekerja dengan menjual tenaganya. Karena kelas didefinisikan sebagai sesuatu
yang berpotensi menimbulkan konflik, maka konsep ini berbeda-beda baik teoritis
maupun historisnya. Ritzer dan Goodman (2011:58) menyatakan bahwa ” tidak ada
aturan yang pada prinsipnya bisa digunakan untuk mengelompokan oranh di dalam
sesuatu masyarakat tanpa mempelajari interaksi-interaksi yang aktual di antara
proses-proses ekonomi di satu sisi, dan atara proses-proses politis dan
kultural di sisi lain.”
Kelas
akan benar-benar eksis hanya jika orang menyadari kalau dia sedang berkonflik dengan
kelas lainnya. Dalam struktur masyarakat kapitalisme terdapat dua kelas yang
saling bertentangan, borjuasi dan proletariat. Kelas borjuasi adalah nama
khusus untuk para kapitalis. Mereka memiliki alat-alat produksi dan
mempekerjakan pekerja upahan. Konflik antara kelas borjuasi dan proletariat
adalah bentuk lain dari kontradiksi material yang sebenarnya. Konflik antara
dua kelas dalam sturktur masyarakat kapitalis ini tidak akan terdamaikan jika
tidak melakukan perubahan menyeluruh dari struktur kapitalisme.
Teori Nilai Lebih
Teori nilai lebih merupakan teori yang dikeluarkan oleh Marx sebagai
tanggapan dari makin buasnya sistem kapitalisme dalam melakukan ketidakadilan.
Pada teori ini Marx berangkat dari sesuatu yang disebut komoditi. Marx
menemukan inti ketidakadilan dalam masyarakat kapitalistik selain dari monopoli
alat produksi adalah tentang komoditas khususnya proses produksinya.
Dalam kekuasaan kapitalisme menimbulkan dua kelas besar
yang saling bertentangan yaitu kelas borjuasi (pemodal) sebagai kelas penindas
dan kelas proletariat sebagai kelas yang tertindas yang pada masyarakat
kapitalistik kontrdiksinya tidak pernah terdamaikan. Teori nilai lebih
menjelaskan masalah yang rumit dan berat dalam ekonomi, yakni sumber profit. Dalam
proses produksi sistem kapitalisme sangat mengacu dengan efisisensi dan
bertujuan untuk akumulasi modalnya. Modal bukan susunan peralatan dalam
produksi. Buruh bahkan kini tergabung dalam mesin.
Dalam proses produksi dimana para pekerja melakukan
kerja-kerja produksi yang akhirnya menghasilkan sesuatu dimana hasil tersebut
kemudian menjadi sepenuhnya milik kapitalis yang akan menjualnya ke pasar demi mengakumulasikan
modalnya. Keuntungan yang diterima dari penjualan komoditas itu sepenuhnya
menjadi milik para kapitalis, hal ini sangat berkontradiksi dengan hakekat
kerja dari manusia dimana seharusnya dalam melakukan sebuah pekerjaan yang
didasarkan oleh kesukaan dan kemudian menghasilkan sesuatu maka hasil tersebut
sudah pasti dapat digunakan oleh siapa yang membuatnya. Hal inilah yang
dinamakan nilai lebih, nilai atau keuntungan yang didapatkan oleh para
kapitalis yang tidak melakukan kerja-kerja produksi dan hanya melakukan
penghisapan kepada para buruh/pekerja dikarenakan struktur yang terbangun dalam
masyarakat kapitalistik.
Menurut Marx bahwa seluruh modal yang terkumpul dalam tangan kapitalis
seratus persen merupakan barang curian yang sebetulnya milik para buruh. Marx
mengajarkan mengenai suatu teori tentang nilai-lebih. Teori ini menjelaskan mengenai ketidak
stabilan dalam sistem Kapitalis. Dalam
teori ini termat muatan-muatan tentang nilai pekerjaan, nilai ketenagakerjaan,
nilai lebih dan nilai tentang laba.
Nilai pekerjaan adalah
sebuah nilai dimana kita bisa memanfakan suatu alat untuk mengoptimalkan
kinerja seseorang. Dimana, barang yang digunakan dalam membantu kinerja
diukur dari kegunaannya untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Yang Marx menyebutnya
sebagai Nilai Pakai. Jadi nilai pakai
merupakan manfaat barang untuk memenuhi seluruh kebutuhan dalam
masyarakat.nilai pakai tergantung dari jenis barang dan dari kebutuhan dalam
masyarakat.
Nilai tenaga kerja adalah suatu nilai yang
menjelaskan mengenai kehidupan buruh terkait dengan upah yang diterima, apakah
sesuai dengan apa yang dia kerjakan dan apakah upah tersebut bisa memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
Teori tentang nilai-lebih. Jika dalam teori nilai kerja kita membahas
mengenai upah yang diterima. Maka sama
halnya dengan teori nilai lebih Cuma bedanya adalah dalam teori ini menekankan
jumlah dari sipekerja. Jika sepuluh
pekerja dibayar dengan upah Rp.10000 per orang.
Maka jika jumlah pekerja bertambah ini akan menyebabkan harja tawar pekerja
menurun yang akhirnya menyebabkan upah kerja menjadi turun. Sebaliknya jika jumlah pekerja
berkurang. Maka, upah pekerja akan
bertambah.
Teori tentang laba. Dalam pemikiran Marx teori nilai lebih
merupakan sumberlaba dari kaum Kapitalis.
Sumber keuntungan dari kaum kapitalis adalah tenaga kerja. Sebelum masa
munculnya sistem Kapitalisem, masyarakat dalam melakukan transaksi melalui
tukar-menukar barang. Contoh sepuluh
butir telur ditukar dengan dua ekor ikan (B1-B2). Kemudian bentuk transaksinya berkambang
masyarakat mulai mengenal uang sebagai alat tukar. (B1-U-B2). Untuk mendapatkan
ikan seseorang harus menukar telurnya dengan uang baru bisa mendapatkan
ikan. Mulai memasuki massa kapitalis,
masyarakat mulai mencari keuntungan dengan cara membeli barang (K) bukan untuk
dikonsumsi tetapi untuk dijual kembali dengan harapan memperoleh keuntungan.
Dengan modal yang kecil (M1) dan memperoleh hasil yang besar (M2) Marx
merumuskan ( M1-K-M2). Perkembangan kaum
kapitalis sangat pesat dalam hal memperoleh keuntungan. Mereka mulai memikirkan bagai mana cara
memperoleh untung yang lebih besar. Jika sebuah Pabrik mempunyai sebuah gedung
untuk sarana produksi, mesin, peralatan.
Sarana ini memerlukan biaya perawatan yang biasa disebut biaya
amortisasi (BK1) dan bahan baku (BK2) serta biaya untuk tenega kerja (BV). Jika
Pabrik ini ingin memperoleh keuntungan maka modal awal harus lebih kecil dari
pada modal akhir (M1-K(=BK1-BK2-BV)-M2).
Dalam hal ini yang paling memberikan keuntungan adalah BV karena hanya
tenaga kerjalah yang bisa mengoprasikan mesin-mesin produksi. Kalau sekali dibeli dia akan menghasilkan
nilai tambah, nilai yang melebihi dari biaya yang lain (BK1-BK2). Marx menyimpulkan bahwa Sumber keuntungan
dari kaum kapitalis adalah tenaga kerja.
Teori Dependensia
Dalam teori
dependensia dapat dilihat dengan kaca mata ekonomi politik internasional dimana
menurut teori ini adalah struktur ekonomi global memperbudak negara-negara
berkembang dengan cara membuat mereka tergantung pada negara-negara kapitalis.
Munculnya teori ini sebenarnya terjadi untuk menjawab permasalahan yang terjadi
didalam negara-negara dunia ketiga yang tak kunjung sejahtera dalam kekuasaan
kapitalisme.
Kapitalisme global yang sudah menguasai dunia juga
merasuk kedalam pemerintahan negara maju/negara kapitalis agar dapat lebih
leluasa melakukan ekspansi secara politik kedalam negara berkembang untuk dapat
mempengaruhi kebijakannya melalui perjanjian-perjanjian dalam lembaga-lembaga
internasional seperti PBB, WTO, IMF, hingga World Bank. Intervensi negara
kapitalis terhadap negara berkembang sangatlah dibutuhkan oleh para kapitalis
untuk dapat membuka pasar seluas-luasnya dan juga dapat mengeksploitasi
sebesar-besarnya sumber daya alam dan sumber daya manusia.
Kekuasaan negara kapitalis sangat berpengaruh terhadap
perkembangan negara berkembang yang masuk kedalam lubang setan konspirasi
internasional. Menurut teori dependensia kemajuan negara berkembang tidak akan
terjadi jika masih diatur dan dimonopoli oleh negara maju. Keberadaan negara
maju di dalam negara berkembang hanya berlandaskan untuk melakukan eksploitasi
demi keuntungan pribadi dan tidak adanya keinginan untuk mendistribusikan
keuntungannya kepada negara berkembang.
WTO Sebagai Alat Eksploitasi
WTO adalah sebuah institusi baru yang diciptakan dari
GATT (General Agreement on Tariffs and Trade), yang resmi berdiri pada tahun
1994. WTO merupakan puncak dari impian kaum kapitalis untuk mendapatkan mandate
organisasi yang jelas yang akan mengatur perekonomian dunia. Meskipun nampak
dari luar WTO merupakan organisasi yang demokratis karena setiap anggotanya
(negara) berkedudukan sama. Namun WTO pada dasarnya tidak demokratis dan
mencerminkan pemaksaan kehendak dalam agenda-agenda ekonomi negara industri
maju kepada negara lainnya.
Sebagai puncak dari ekspansi dan ideology pasar bebas,
WTO merupakan gambaran paling jelas dan paling terang dari maksud-maksud jahat
kapitalisme. Dalam kontrak perjanjian dengan WTO negara-negara yang tergabung
didalamnya memiliki perjanjian seumur hidup. Pada masa sekarang dimana
kapitalisme sudah mengglobal ternyata tidak cukup untuk memuaskan mereka, maka
kapitalisme global akhirnya membuat alat
baru untuk semakin melegalkan dan melanggengkan kekuasaan kapitalisme di
seluruh dunia.
WTO yang merupakan lembaga yang mengatur segala macam
perdagangan dunia. Dimana perdagangan yang dimaksud adalah perdagangan yang
berbasis pasar bebas diaman siapapun, baik individual ataupun kelompok dapat
melakuakn perdagangan sesuai dengan peraturan WTO. Dibalik peraturan
perdagangan ini terdapat apa yang dinamakan dengan kompetisi.
Logika persaingan dan kompetisi yang ada didalam tubuh WTO
sebenarnya hanya akan menguntungkan lagi-lagi
kepada negara kapitalis. Kompetisi sehat yang digadang-gadang oleh para
kapitalis hanyalah ilusi karena negara berkembang tidak akan mampu melakukan
persaingan dengan negara maju, karena negara berkembang hanya dijadikan objek
dari agenda-agenda besar dunia.
Bentuk nyata dari kebusukan WTO adalah dengan
meliberalkan sektor-sektor negara dan pada akhirnya melakukan privatisasi
sektor negara. Hal ini dilakukan agar para negara kapitalis dapat melakukan
intervensi lebih mudah dan dapat menanamkan modal untuk mendapat keuntungan.
Contohnya adalah ketika Indonesia sepakat atas perjanjian dengan WTO dan mulai
dari 1995 hingga saat ini kebijakan ekonomi yang dikeluarkan terus menerus
berpihak pada asing. Segala macam sektor seperti kesehatan dan pendidikan juga
menjadi korban sehingga perlahan kedua sektor tersebut menjadi swasta.
Tidak
sesederhan yang terlihat pada kulit luarnya saja seperti, swastanisasi
sektor-sektor publik, membuka keran perdagangan bebas dengan segala macam
penanaman modal asingnya. Dampak yang lebih menyedihkan bukan terhadap negara
dalam hal institusi namun kepada seluruh rakyat dunia yang dalam proses
perekonomian tidak memiliki alat produksi atau hanya memiliki tenaga yang hanya
dapat dijual untuk mendapatkan upah. Merekalah sebenarnya yang merasakan dampak
terbesar dari adanya WTO karena dari WTO yang mempengaruhi kebijakan tiap-tiap
negara anggotanya lalu lahirlah liberalisasi sektor publik yang menimbulakan
efek privatisasi dan akhirnya komersialisasi segala macam sektor sehingga
banyak rakyat dunia yang menjadi miskin, menjadi pengangguran, putus sekolah,
petani kehilangan lahan, bururh terus dieksploitasi tenaganya. Efek ini
terutama dirasakan oleh rakyat yang berada di negara berkembang yang sejalan
dengan apa yang dikatakan oleh teori dependensia.
Krisis kapitalisme global
Teori Ekonomi
Kapitalis adalah teori yang dikeluarkan oleh Marx untuk menganalisis
perentangan antara kaum Kapital dengan kaum Proletar. Dalam bab ini menekankan
Kritik terhadap Teori Ekonomi Kapitalis, kemana arah dari perkembangan teori
kapitalis, mengapa Kapitalis mesti runtuh.
Bagaiman ajaran Marx mengenai krisis
Kapitalisme. Mengenai ajaran tentang
konsentrasi dan akumulasi modal. Menurut Marx hukum pasar ditentukan oleh
persaingan. Makin besar laba makin besar
harapan sebuah perusahaan, untuk menang dalam persaingan itu. Kaum kapitalis berusaha untuk memperluas
produksi sehingga mereka harus menjalankan persaingan dan mengalahkan
saingannya adalah dengan menurunkan harga produk mereka. Pembelian mesin baru secara terus menerus
akan sangat mahal. Dalam persaingan
keras ini para kapitalis dengan modal kecil tidak dapat terus bertahan. Oleh karena itu kapitalisme menurut Marx,
dimana-mana menunjukkan tendensi kearah konsentrasi modal ditangan orang yang
semakin sedikit. Dalam proses ini jumlah
proletariat terus bertambah. Karena para
pengusaha kecil lainnya lama-kelamaan akan mati dalam persaingan dalam industri
besar.
Pemerataan yang terus bertambah. Dengan terus
memakai mesin-mesin yang lebih canggih, tenaga kerja buruh dapat digunakan
dengan lebih efisien. Tetapi ini
mempunyai efek samping membahayakan akumulasi modal. Menurut Marx satu-satunya sumber keuntungan
si kapitalis adalah pekerjaan buruh.
Pertambahan modal konstan (mesin-mesin) tidak menambah laba. Salah satu hukum ekonomi kapitalis Marx yang
paling banyak dipersoalkan “hukum persentase laba yang terus berkurang“. Tanpa mengacu pada Hukum Persentase Laba
yang terus berkurang itu menurut Marx agar dapat bertahan dalam
persaingan. Kemelaratan bertambah secara
absolut apabila barang yang dapat dibeli buruh semakin sedikit yang jelas
menurut The German Ideology dan manifesto komunis, revolusi tidak terelakkan
karena proleteriat harus sedemikin melarat sehingga harus memilih antara
berevolusi atau mati.
Ajaran tentang krisis-krisis ekonomi. Dalam
rangka memperbesar laba kecenderungan internal ekonomi kapitalis yang paling
mendasar, kapitalis harus memperluas penjualan komoditinya. Dengan demikian produk-produk membanjiri pasar
dan pasar tidak mampu menampungnya.
Terjadilah kelebihan produksi.
Maka perusahaan yang tidak mampu ikut menurunkan harga akan bangkrut,
berhenti produksi dan dengan demikian kelebihan produksi berakhir. Makin lama
krisis kelebihan produksi semakin sulit diatasi. Karena kalau jumlah satuan yang dijual
diperbesar laba dapat dipertahankan apabila persentase laba persatuan
berkurang. Dalam bahasa Marx “dengan
jumlah kapitalis besar berkurang tumbuhlah masa kemelaratan, tekanan,
perbudakan, kepalsuan, penghisapan yang disebabkan oleh mekanisme proses
produksi kapitalis itu sendiri”.
Bahkan laju ekonomi kapitalis juga semakin
hari semakin menghilangkan unsure pertanian di desa yang dianggapnya tidak
produtif dan tidak efisien. Kepesatan perkembangan globalisasi makin
mencengkram segala penjuru hingga memasuki pedesaan yang akhirnya menjadi
kota-kota industry, pariwisata, atau pemukiman kumuh para buruh yang akhirnya
memaksa kaum tani dan masyarakat pedesaan untuk menjadi proletariat baru.
kejayaan sistem
kapitalisme global hingga saat ini tidak terlepas dari bermacam krisis yang
telah menerpa dirinya. Krisis bukan merupakan sesuatu yang asing bagi sistem
ini, karena kapitalisme memang sejatinya adalah krisis. Badai krisis besar
terjadi pada tahun 1930, kemudian tahun 1970, 1998 di Asia, 2007 di Amerika
Serikat, dan 2011 di daratan zona Eropa. Bermacam krisis yang terjadi bukannya
melunakan atau menghancurkan sistem kapitalisme tetapi merupakan obat untuk
menjadi semakin tangguh. Badai krisis yang terjadi tidak hanya berkutan di
kapitalisme industrial saja namun hingga menyentuh ranah kapitalisme financial
yang kerap berkait dengan permasalahan pengakumulasian modal dalam kantung
pribadi para kapitalis.
Sistem kapitalisme yang sangat menjunjung tinggi
kepemilikan pribadi atas seluruh apa yang ada di alam ini dan juga di topang
oleh prinsip perdagangan bebas atau yang dikatakan oleh Adam Smith adalah
“persaingan sempurna” sangatlah menjadi rawan dikehidupannya. Prinsip
persaingan sempurna yang diimpikan oleh Smith nampaknya hingga saat ini adalah
sesuatu yang utopis bahkan lebih utopis ketimbang konsep tentang surga.
Kebebasan dalam melakukan kepemilikan dan kompetisi dalam dunia kapitalistik
saat ini memang terkesan membuka pintunya lebar-lebar, namun kenyataan
dilapangan bahwa tidak ada pilihan yang lain ketika monopoli sudah dilakukan
oleh kapitalis global mulai dari sector industrial dan financial. Kehidupan
para proletariat tidaklah dapat menjadi lebih baik bahkan kapitalis terus
menerus memperburuk antagonism kelas dari waktu ke waktu. Hal ini dapat kita
lihat di September 2011 lalu dimana rakyat AS berbondong-bondong menduduki
gedung Wallstrett sebagai bentuk protes terhadap kesengsaraan yang terjadi di
AS yang katanya merupakan jantung kapitalisme.
Dalam proses sesungguhnya sistem kapitalisme global
tidaklah memiliki unsur demokratis sama sekali. Terjadinya monopoli atas alat
produksi dan adanya penjajahan terhadap dunia akan terus meningkatkan proses
produksi dan distribusi yang harus pula didukung oleh masyarakat yang
konsumtif. Namun angan-angan ini tidak akan berjalan sama sekali karena sistem
ekonomi kapitalisme sangat cepat membuat proletar semakin banyak yang pada
akhirnya tidak dapat mengkonsumsi barang-barang produksi pabrik sehingga
keniscahyaan akan kiamat over produksi akan menjadi kenyataan sehingga dapat
menyebabkan krisis dlam tubuh kapitalis global. Kiamat over produksi ternyata tidak terlalu dapat membuat kapitalis
hancur. namun kiamat terburuknya adalah yang dinamakan dengan over capital. Proses pengakumulasian
modal dan alat produksi yang dilakukan oleh rezim kapitalis global sejujurnya
merupakan proses kehancuran dari dalam dirinya sendiri karena keadaan
keterpusatan modal dalam beberapa kantung saja akan menyebabkan daya beli dan
partisispasi pasar kelas proletar tidak mampu lagi eksis sehigga menyebabkan
kemacetan alur distribusi dan konsumsi.
Keadaan yang semakin pelik dengan semakin seringnya
krisis kapitalisme kembali membuat khawatir para pemodal. Sistem kapitalisme
ternyata tidak menjadikan dunia sejahtera, bahkan menjadikan dunia semakin
bergejolak dengan pertentangan kelas. Banyak pemikir dari haluan kiri baik
sosialis komunis sampai anarkis mencoba menganalisis fenomena masyarakat
kapitalistik. Keduanya bersepakat dengan gerakan perlawanan dengan revolusi.
Revolusi merupakan sebuah titik mendidih dari evolusi yang terjadi dalam tubuh
masyarakat dengan didukung oleh kondisi ekonomi yang semakin buruk, namun
pandangan yang terbaik jika melihat revolusi adalah adanya gerakan massa rakyat
secara sadar untuk melakukan perubahan dan melenyapkannya sehingga tidak
adalagi otoritas pengekang dalam bentuk apapun. Perubahan social terjadi ketika
sistem yang lama di negasikan oleh sistem yang baru yang didukung oleh kekuatan
mayoritas. Dalam hal ini, keadaan dimana masyarakat mayoritas adalah kelas
pekerja dan tani dimana mereka terus berkontradiksi dengan kelas kapitalis.
Marx percaya
bahwa rapuhnya sistem kapitalisme akan membawanya pada lubang kuburnya sendiri.
Sehingga keadaan ini akan menyebabkan perubahan sistem dimana yang paling
terlihat adalah sistem hak milik yang sangat dijunjung tinggi oleh kapitalis,
akan hilang ketika masyarakat menuju revolusi sosila. kepemilikan pribadi atas
alat produksi akan dikembalikan kepada kelas pekerja yang nantinya akan membuat
komune-komune yang produktif untuk mempertahankan hidupnya bukan untuk
melakukan pertukaran atau jual beli.
Keniscahyaan
akan terciptanya masyarakat tanpa kelas dan tanpa otoritas nampaknya akan
semakin terang ketika melihat kesadaran massa rakyat maju dan menjadi sebuah
komune kolektif. Dapat dibuktikan bahwa keberadaan komune produktif ternyata
tidaklah utopis. Suku Badui Dalam di Provinsi Banten Indonesia dapat dilihat
sebagai suatu komune yang mampu bertahan hidup tanpa melakukan aktivitas
seperti di daerah lain, mereka cukup mampu menghidupi kelompoknya tanpa
melakukan interaksi dan ketergantungan dengan Negara. Di sebuah Negara bagian
Meksiko terdapat wilayah bernama Chiapas yang juga menerapkan sebuah sistem
komune yang menjadikan kelompoknya mampu bertahan dengan hasil pertanian dari
wilayahnya tanpa tergantung oleh peran Meksiko sendiri. Contoh lain adalah
keberhasilan didirikannya komune Paris dan komune CNT/FAI di Spanyol pada tahun
1936-1939 yang merupakan gerakan pembebasan dan pendirian komune untuk membuat
sebuah sistem baru yang tanpa kelas, tanpa pemerintahan, dan tentunya tanpa
penindasan namun dapat hidup sejahtera dan tercukupi kebutuhan hidupnya. Kesemuanya
ini membuktikan bahwa gerakan pembebasan dari sistem kapitalisme dan menjadi
komunisme/anarkisme tidaklah hayalan di negeri dongeng saja, namun jelas sudah
pernah ada dan tetap ada hingga kini, serta keberadaanya lebih demokratis,
sejahtera dan makmur. Namun seperti apa yang dikatakan Marx bahwa komunis
adalah gerakan seluruh dunia (internasional) sehingga proses transformasi dan
katalisasi sangatlah penting untuk menjadikan seluruh dunia hidup tanpa kelas dan
tanpa penindasan serta penghisapan.
KESIMPULAN
Perkembangan sistem sosial kapitalisme yang dimulai dari
kapitalisme negara dan kini menjadi kapitalisme global merupakan sistem yang
terus menerus melakukan perubahan-perubahan. Proses adaptasi terus dilakukan
oleh para kapitalis untuk terus menyesuaikan diri dengan kehidupan kontemporer
ini. kini kapitalisme sudah melewati masa persaingan bebas yang
digadang-gadangkan sebagai sistem ekonomi yang paling demokratis pada awal
kelahirannya. Saat ini logika kompetisi sudah tergantikan oleh monopoli dari
beberapa kapitalis multi nasional. Monopoli ini tidak saja atas alat produksi
tetapi monopoli pada modal dan juga wilayah jajahannya. Maka dengan demikian
pendiktean akan dunia saat ini semakin
terlihat.
Pengadaptasian yang dilakukan oleh kapitalisme global akhirnya
mengapai puncaknya saat terbentuknya alat pengeksploitasi baru bernama WTO. WTO
merupakan alat baru yang dilahirkan oleh rezim kapitalisme global untuk
menjadikan gerakan mereka semakin berlegitimasi dan semakin mudah memonopoli
perekonomian dunia. WTO yang merupakan organisasi duni yang mengatur seluruh
perdagangan dunia kini memberikan harga mati bagi seluruh anggotanya untuk
mengikuti segala agenda yang dilakukan oleh WTO, tidak ada sesuatu hal yang
dapat menjadi alasan untuk tidak menjalankan agenda yang sudah disepakati
bersama tersebut. Perjuangan memenjarakan seluruh dunia dengan logika pasar
bebas dibawah panji WTO nampaknya menuai hasil yang cukup baik hingga kini.
Sistem kapitalisme global yang kini menjadi penguasa
perekonomian dunia ternyata tidaklah sehumanis dan demokratis seperti apa yang
para kapitalis kampanyekan. Kelahiran kapitalisme diawalnya ternyata sudah
menimbulkan masalah baru bagi sejarah peradaban manusia yaitu munculnya dua
kelas yang saling bertentangan satu dengan yang lainnya yaitu kelas borjuasi
(pemodal) dengan kelas proletariat. Kedua kelas tersebut berada dalam sturktur
masyarakat kapitalistik. Sehingga dalam perjalannya sering kali mengalami
kontradiksi yang tak terdamaikan
Kapitasilme tidaklah humanis karena sistem sosial ini
sudah senyatanya melahirkan dua kelas penindas dan kelas yang tertindas. Sistem
ini juga menimbulkan sebuah konsekuensi logis yaitu eksploitasi besar-besaran
terhadap alam bahkan terhadap manusia (pekerja), bahkan dengan munculnya teori
nilai lebih dari Karl Marx makin jelas watak eksploitatif dan akumulatif dari
sistem kapitalisme. Segi demokratis yang diusung oleh mereka juga tidaklah akan
pernah menjadi kenyataan karena pada dasarnya sistem kapitalisme tidaklah
sedikitpun mengandung unsur demokratis. Teori dependensia menjawab pertanyaan
apakah sistem kapitalisme global merupakan sistem yang demokratis atau tidak,
jawabanya adalah tidak, karena sistem ekonomi kapitalisme memiliki watak
ekspansi, eksploitasi, dan akumulasi. Ketiga watak tersebut menunjukan
keserakahan sejati pada tubuh kaptalisme global. Hal ini diperparah dengan
adanya organisasi dunia yang mengatur dan menambah legitimasi gerakan
kapitalisme global, dalam hal ini adalah WTO.
Untuk
menyebarkan barangnya, perusahaan raksasa ini perlu tempat-tempat yang pasti.
Mereka lalu mendekati pemerintah yang berkuasa di satu negeri, dan meminta
jaminan bahwa hanya produk perusahaan mereka yang boleh dijual di negeri
tersebut. Praktek ini namanya monopoli dan berlaku juga untuk impor barang tertentu
dari luar negeri. Karena praktek monopoli dan pencaplokan perusahaan ini maka
lama-lama muncul perusahaan multinasional raksasa. Cabangnya ada di seluruh
dunia, belum lagi jaringan bisnisnya. Perusahaan raksasa seperti ini paling
banyak ada di Amerika Serikat pada awalnya. Negara ini hampir tidak tersentuh
Perang Dunia I maupun II sehingga dengan tenang bisa terus membangun dirinya
menjadi kekuatan ekonomi dunia. Jepang sempat luluh lantak pada Perang Dunia
lI, tapi kemudian bangkit menjadi kekuatan yang amat penting. Di beberapa
negara lain di Eropa Utara, ada juga perusahaan raksasa semacam itu, tapi
jumlahnya tidak terlalu banyak.
Dalam
globalisasi sekarang ini ada tiga hal dasar: (1) penghapusan hambatan dagang
dan penanaman modal yang menciptakan gerak modal yang tidak pernah dibayangkan
sebelumnya. Keputusan menghapus batas-batas itu memungkinkan perusahaan Jepang
menanam modalnva di seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia dan begitu juga
sebaliknya (kalau mampu); (2) pembentukan blok-blok perdagangan regional
seperti AFTA, NAFTA, CIS, MERCOSUR, APEC, dan lainnya yang punya komitmen
memajukan perdagangan bebas. Di tingkat dunia, para pemimpin dunia sepakat
untuk membentuk GATT dan kemudian WTO. Perkembangan ini kemudian memaksa
pemerintah anggota blok perdagangan untuk mengeluarkan (3) peraturan dan
undang-undang yang sesuai dengan kenyataan integrasi ekonomi yang baru,
perdagangan bebas dan liberalisasi ekonomi.
Dengan melihat kontradiksi material antara kelas borjuasi
dan proletariat juga antara negara
kapitalis dan negara berkembang juga miskin yang tidak akan terdamaikan, maka
sesuatu harus dilakukan untuk dapat mengubah sistema yang ada saat ini dengan
mengubah secra total struktu masyarakat kapitalis. Kekutan baru dari
kapitalisme global yaitu WTO yang sudah jelas tidak dapat menjawab permasalahan
dunia yaitu kesejahteraan dan ketimpangan haruslah mendapat perlawanan dari
negara yang dirugikan dan dari kelas yang tertindas.
Seiring perkembangannya, sistem kapitalisme global dengan
segala perangkatnya kerap mengalami krisis baik dalam hal over produksi maupun over
capital. sehingga keniscahyaan akan hadirnya sebuah gerakan revolusi social yang mengarah pada tujuan akhir adalah
masyarakat tanpa kelas akan semakin bersinar terang.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Budiarjo, Miriam. 1977. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta :
Gramedia
Berkman, Alexander. 2001. Anahrkisme
dan Revolusi Sosial. Jakarta : Teplok Press
Fakih, Mansour. 2009. Runtuhnya Teori
Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta : INSIST PRESS
Khor, Martin. 2000. GLOBALISASI
Perangkap Negara-Negara Selatan. Yogyakarta : Cindelaras Pustaka Rakyat
Cerdas
Ritzer, George dan Goodman. 2011. Teori
Marxis dan Berbagai Ragam Teori Neo-Marxis. Yogyakarta : Kreasi Wacana
Setiawan, Bonnie. 2000. Stop WTO Dari
Seattle Sampai Bangkok. Yogyakarta : Kreasi Wacana
Smick, M David. 2009. Kiamat Ekonomi Global. Jakarta : Daras
Soyomukti, Nurani.2008. Revolusi
Sandinista Perjuangan Tanpa Akhir Melawan Neo-Liberalisme. Yogyakarta :
Garasi
Jurnal :
Pontoh, Coen Husain. 2000. Negara Sebagai Pelayan Modal, Tanggapan Terhadap
Tulisan Ali Sugihardjanto. KRITIK Pembaharuan Sosialisme 3: 141-158.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar