AS salahkan Timteng atas krisis ekonomi yang menimpa negaranya
Althaf
Kamis, 29 September 2011 11:28:01
Hits: 56
WASHINGTON (Arrahmah.com) –
Presiden AS, Barack Obama, menyalahkan gelombang protes di seluruh Timur Tengah atas krisis ekonomi yang saat ini menimpa negaranya.
“Perubahan yang telah terjadi di Timur Tengah menyebabkan harga minyak melambung tinggi, dan hal itu membuat ekonomi dunia mengalami shock,” kata Obama di Washington, Rabu (28/9/2011).
Rakyat Amerika pun melakukan aksi protes menentang sikap campur tangan pemerintahnya dalam mendukung rezim di Yaman, Bahrain, Arab Saudi, dan Yordania, serta keterlibatan AS dalam menggulingkan pemerintahan diktator di Tunisia dan Mesir awal tahun ini.
“Ada banyak pasukan di sana yang harus kami perhatikan,” tambah Obama.
Kesempatan Obama untuk menang dalam pemilihan pada tahun 2012 tampaknya harus urung karena rakyat AS benar-benar kecewa atas kinerja Obama yang dinilai tak becus untuk menurunkan angka pengangguran serta melemparkan AS ke jurang resesi ekonomi.
Obama pun menyalahkan negara-negara Eropa yang tidak bersemangat dalam memberikan kontribusi dalam setiap persekutuan yang mereka jalin. (althaf/arrahmah.com
Inspire 7, Samir Khan katakan kekuatan produksi media merupakan tekanan keras atas operasi di Amerika
Hanin Mazaya
Kamis, 29 September 2011 07:26:34
Hits: 663
(Arrahmah.com) –
Majalah online yang diterbitkan oleh sayap media Al Qaeda Semenanjung Arab (AQAP), al-Malahim, dan disebut-sebut dipimpin oleh Mujahid media kelahiran Amerika, Samir Khan, baru-baru ini mengeluarkan edisi ketujuh yang diterbitkan pada Selasa (27/9/2011). Dalam edisi kali ini, Khan mengatakan bahwa Al Qaeda telah berhasil merebut hati dan pikiran ummat Islam.
Dalam sebuah artikel di edisi ketujuh majalah Inspire, Samir Khan mengatakan bahwa media jihad merupakan komponen dalam perang melawan AS yang sama pentingnya dengan serangan sebenarnya terhadap mereka. Khan menegaskan bahwa Al Qaeda telah memenangkan tahap awal dari pertempuran hati dan pikiran kaum Muslim, sehingga memastikan bahwa ideologi organisasi akan terus hidup.
Salah satu alasan untuk kemenangan ini, ia menjelaskan, terletak pada kenyataan bahwa Barat menganggap media yang menghadirkan ideologi Al Qaeda bukanlah apa-apa selain “terorisme”, sedangkan ideologi organisasi tersebut adalah Islam itu sendiri, fakta yang meraih dukungan dari ummat Islam.
Khan menyimpulkan dalam artikel tersbeut empat elemen kunci yang memungkinkan Al Qaeda mencapai kemenangan dalam perang media : teknologi yang cerdas dalam operasi media Al Qaeda, kegagalan AS dalam menanggapi propaganda Al Qaeda, media AS merusak citra di opini publik Muslim dan kecurigaan umum terhadap Muslim dalam pandangan AS.
Edisi kali ini memuat halaman yang lebih sedikit, yaitu 20 halaman daripada edisi sebelumnya. Di dalamnya terdapat dua artikel utama yang ditulis oleh petinggi Inspire, satu ditulis oleh Yahya Ibrahim, editor-in-chief Inspire dengan judul “Operasi Terbesar Sepanjang Masa” dan artikel lainnya ditulis oleh Samir Khan dengan judul “Konflik Media”.
Inspire ketujuh ini dikhususkan untuk mengenang peristiwa 9/11. “Syeikh Usamah mungkin telah meninggal, namun perbuatannya tidak,” kenang Yahya Ibrahim.
Dalam edisi ini juga terdapat sebuah artikel yang ditulis oleh Abu Suhail yang mempertanyakan mengapa Iran mendukung gagasan bahwa serangan 9/11 tidak dilancarkan oleh Al Qaeda melainkan oleh pemerintah AS sendiri, serta pengumuman wawancara eksklusif di terbitan mendatang bersama Adam Gadahn dan artikel oleh Syeikh Anwar al-Awlaki berjudul “Menargetkan Populasi sebuah Negara itu adalah Perang dengan Muslim”.
Edisi ini diakhiri dengan sebuah kunci enkripsi terbaru yang akan digunakan ketika berkomunikasi dengan AQAP. (haninmazaya/arrahmah.com)
Dalam Dua Hari, TvOne Melakukan Dua Ketidakadilan Dalam Pemberitaan Terorisme
Saif Al Battar
Kamis, 29 September 2011 11:54:52
Hits: 10
Jakarata (Arrahmah.com) –
Hal yang penting dalam sisi jurnalisme adalah mengabarkan sebuah kebenaran.
Jurnalisme harus menjadi garda terdepan untuk berpihak kepada fakta demi kepentingan bersama.
Namun apa yang dilakukan pada TvOne jauh dari upaya itu.
Dalam Acara Apa Kabar Malam Indonesia, rabu (28/9), terlihat pembawa acara Grace Natalie mencoba menutup-nutupi keterlibatan intelijen dalam kasus Solo. Saat Musthofa B. Nahrawardaya dari Indonesian Crime Analysis Forum (ICAF) mengatakan bahwa tiap kelompok muslim sudah dipepet intelijen dan menengarai kuatnya inflitrasi intel dalam kejadian Solo, wajah Grace berubah sinis.
Ia seakan tidak ingin analisa Musthofa mencuat lebih jauh. Pembahasan intelijen sepertinya menjadi tabu untuk diungkapkan.
Entah kenapa, setelah Musthofa mengungkit hal tersebut, tidak berapa lama pihak TvOne langsung menayangkan iklan. Saya melihat ada upaya untuk menjauhkan masyarakat dari pikiran keterlibatan intelijen dalam kasus bom di Indonesia.
Sebenarnya ini bukan sekali saja terjadi. Kisah Grace yang kerap menyudutkan umat muslim setidaknya memiliki rekam jejak dalam pengembaraan jurnalismenya.
Dalam tulisan, Antara Gaza, Grace, TV One dan Karni Ilyas di situs Muslimdaily dikisahkan bahwa Grace pernah melakukan penggiringan opini dalam berita kasus terorisme Palembang. Grace, yang “meninjau” lokasi pesantren yang dituduh menjadi sarang dan tempat latihan tersangka teroris Palembang, melengkapi laporannya dengan ilustrasi bahwa pesantren itu “aneh” karena hanya memiliki sepuluh santri.
Kalau saja Grace seorang Muslim, atau rajin mengamati pesantren-pesantren kecil di pedesaan, niscaya ia akan menemukan pesantren (rintisan tentu saja) yang hanya memiliki lima, empat, tiga atau bahkan satu santri saja. Keheranan seorang Grace yang bukan Muslim dan tidak memahami dunia pesantren memang wajar. Namun komentar bodohnya bahwa hal itu “aneh” memberi bobot bagi penggiringan opini bahwa pesantren adalah sarang teroris.
Sudah selesaikan disini? Ternyata belum. Kasus ketidakberpihakan TvOne untuk mengungkap fakta apa adanya pada rabu malam kemarin, kembali dilakukan dalam Acara Apa Kabar Indonesia Pagi, kamis pagi (29/9). Kali ini aktornya adalah pembawa acara kenamaan, Indy Rahmawati. “Luka” ini bermula ketika salah seorang perwakilan dari Gerakan Anti Maksiat, bertanya mengapa momentum peledakan bom di Indonesia yang selalu bersamaan dengan kasus yang menimpa SBY. Rasanya ketika pucuk pimpinan Negara ini diterpa masalah maka tiba-tiba muncullah teror bom yang melanda Indonesia. “Ini kok selalu berbarengan,” tanyanya melihat ada keganjilan dalam drama ini.
Sebagai seorang jurnalis, seharusnya Indy bisa mengulik lebih jauh pandangan seorang narasumber. Sebuah fakta yang penting pagi kepentingan umat harus dikedepankan ketimbang ego dirinya. Itupun, jika dia memiliki insting jurnalis. Namun apa yang dilakukannya jauh dari harapan itu. Indy justru mematahkan dugaan kuat tersebut tanpa ada penjelasan lebih jauh. “Ah…itu dugaan saja, pak”. Ya ucapan itu mengalir tanpa terbersit niat untuk menggali informasi mendalam.
Tapi bayangkan, ketika para alumni Afghan beserta Sri Yunanto dari BNPT (kita tentu faham maksudnya apa) gantian menjadi narasumber, Indy terlihat leluasa mencari tahu. “Kok bisa sih gak ikut-ikut jadi teroris di Indonesia,” “Apa saja yang dipelajari di Afghan?” “Ada berapa mantan Afghan di Indonesia?”, serta sederatan pertanyaan lainnya tidak putus-putus.
Menariknya masih dalam acara Apa Kabar Indonesia pagi tadi, petikan dialog antara Grace Natalie, Direktur Petrus Golose, dan Musthofa Nahrawardaya dari ICAF, kembali diputar. Tentu umat berharap analisa Musthofa mengenai inflitrasi intelijen dalam kasus Solo bisa kembali diputar. Namun, harapan tinggal harapan. Kembali, TVOne tidak berihak kepada keberimbangan berita. Dua kali potongan acara tersebut ditayangkan, dua kali pula ucapan Petrus yang diulas. Tapi tidak untuk statemen Musthofa. Padahal ucapan Petrus hanya dugaan keterkaitan JAT pada ledakan Solo, yang notabene sudah dibantah Sonhadi dari JAT Media Centre di media. Pertanyaannya adalah mengapa fihak TvOne tidak menyertakan ucapan Musthofa dalam satu tayangan lainnya? Ini ganjil. Sangat ganjil. Apalagi dilakukan sebuah jurnalisme yang katanya sebagai media besar di Indonesia.
Lalu pertanyaannya kemudian, apakah kejadian ini murni disengaja atau tidak? Saya sendiri sampai sekarang tidak mempercayai diktun bahwa sebuah jurnalisme adalah media obyektif dalam mengabarkan pemberitaan, karena sejatinya tiap media memiliki kepentingan masing-masing. Tinggal kita bertanya pada diri masing-masing apakah kita berada dalam kepentingan Dajjal atau barisan umat muslim? allahua’lam.
“Siapapun yang mempercayai peristiwa-peristiwa menurut media massa kafir, mustahil bisa mengetahui masalah yang sebenarnya.” (Syekh Ahmad Thompson, Dajjal Antichrist).
(eramuslim.com/arrahmah.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar