Cuma Dapat Jatah 9,36% Saham Freeport, Pemerintah Ngotot Renegosiasi
http://finance.detik.com/read/2011/09/28/195335/1732715/4/cuma-dapat-jatah-936-saham-freeport-pemerintah-ngotot-renegosiasi?f9911013
Jakarta - Sampai saat ini pemerintah cuma mendapatkan jatah 9,36% saham PT Freeport Indonesia. Pemerintah tak bisa menambah kepemilikan karena terganjal aturan divestasi saham yang dibuat pemerintah masa lalu.
Dirjen Minerba Kementerian ESDM Thamrin Sihite mengatakan pemerintah ingin menambah kepemilikan sahamnya pada tambang emas dan tembaga terbesar di dunia yang dikelola oleh PT Freeport Indonesia di Papua.
"Keinginan pemerintah jika itu (menambah saham) menguntungkan bagi kita ya ingin, tapi apakah divestasi itu menjadi salah satu indikator?" jelas Thamrin saat ditemui di Jakarta, Rabu (28/9/2011).
Memang Freeport tidak terkena aturan kewajiban divestasi saham karena adanya Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2004 yang mengizinkan investasi asing secara penuh. Ini membuat kesempatan pemerintah memiliki saham mayoritas di Freeport hilang.
Karena itu menurut Thamrin, pihaknya akan mengajukan renegosiasi kepada Freeport dengan tujuan salah satunya adalah aturan divestasi saham bisa diterapkan.
"Dalam renegosiasi kan selalu terbuka pintu. Jadi itu selalu terbuka antara kita dan pihak kontraktor," ujar Thamrin.
Selain divestasi memang pemerintah juga mengejar soal kenaikan royalti emas dari Freeport yang saat ini cuma 1%. Padahal menurut aturan yang berlaku, minimal royalti yang diberikan untuk tambang adalah 3,75%.
Sampai saat ini pemerintah belum menemui kesepakatan renegosiasi kontrak tambang dengan Freeport dan Newmont. Karena masalah yang belum disetujui antara lain adalah royalti.
Seperti diketahui, kontrak karya Freeport ditandatangani pada tahun 1967 untuk masa 30 tahun terakhir. Kontrak karya yang diteken pada awal masa pemerintahan Presiden Soeharto itu diberikan kepada Freeport sebagai kontraktor eksklusif tambang Ertsberg di atas wilayah 10 km persegi.
Pada tahun 1989, pemerintah Indonesia kembali mengeluarkan izin eksplorasi tambahan untuk 61.000 hektar. Dan pada tahun 1991, penandatanganan kontrak karya baru dilakukan untuk masa berlaku 30 tahun berikut 2 kali perpanjangan 10 tahun. Ini berarti kontrak karya Freeport baru akan habis pada tahun 2041.
Dalam laporan keuangannya di 2010, Freeport menjual 1,2 miliar pounds tembaga dengan harga rata-rata US$ 3,69 per pound. Kemudian Freeport juga menjual 1,8 juta ounces emas dengan harga rata-rata di 2010 US$ 1.271 per ounce. Di 2011, Freeport menargetkan penjualan 1 miliar pounds tembaga dan 1,3 juta ounces emas.
General Superintendent Corporate Communications PT Freeport Indonesia Ramdani Sirait sebelumnya mengatakan, selama ini pihaknya telah memberikan kontribusi yang cukup besar sehingga merasa kontrak karya yang sudah ada tidak perlu diotak-atik lagi.
"Kami yakin bahwa kontrak kami cukup adil bagi setiap pihak dan menghasilkan kontribusi cukup besar bagi pemerintah, jika dibanding dengan negara penghasil utama bahan tambang lainnya di dunia," tutur Ramdani.
Pernyataan tersebut disampaikan menanggapi rencana pemerintah Indonesia untuk melakukan renegosiasi kontrak karya pertambangan, sebagaimana disampaikan Menko Perekonomian Hatta Rajasa.
Ada beberapa kewajiban yang akan ditekankan pemerintah dalam kontrak baru pertambangan yaitu mulai dari pembagian royalti, kewajiban memproses di dalam negeri, perpanjangan/perluasan kontrak, aturan divestasi saham, dan lain sebagainya. Bahkan pemerintah juga mengarahkan soal kewajiban alokasi distribusi produk tambang ke dalam negeri atau domestic market obligation (DMO).
(dnl/hen)
Dirjen Minerba Kementerian ESDM Thamrin Sihite mengatakan pemerintah ingin menambah kepemilikan sahamnya pada tambang emas dan tembaga terbesar di dunia yang dikelola oleh PT Freeport Indonesia di Papua.
"Keinginan pemerintah jika itu (menambah saham) menguntungkan bagi kita ya ingin, tapi apakah divestasi itu menjadi salah satu indikator?" jelas Thamrin saat ditemui di Jakarta, Rabu (28/9/2011).
Memang Freeport tidak terkena aturan kewajiban divestasi saham karena adanya Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2004 yang mengizinkan investasi asing secara penuh. Ini membuat kesempatan pemerintah memiliki saham mayoritas di Freeport hilang.
Karena itu menurut Thamrin, pihaknya akan mengajukan renegosiasi kepada Freeport dengan tujuan salah satunya adalah aturan divestasi saham bisa diterapkan.
"Dalam renegosiasi kan selalu terbuka pintu. Jadi itu selalu terbuka antara kita dan pihak kontraktor," ujar Thamrin.
Selain divestasi memang pemerintah juga mengejar soal kenaikan royalti emas dari Freeport yang saat ini cuma 1%. Padahal menurut aturan yang berlaku, minimal royalti yang diberikan untuk tambang adalah 3,75%.
Sampai saat ini pemerintah belum menemui kesepakatan renegosiasi kontrak tambang dengan Freeport dan Newmont. Karena masalah yang belum disetujui antara lain adalah royalti.
Seperti diketahui, kontrak karya Freeport ditandatangani pada tahun 1967 untuk masa 30 tahun terakhir. Kontrak karya yang diteken pada awal masa pemerintahan Presiden Soeharto itu diberikan kepada Freeport sebagai kontraktor eksklusif tambang Ertsberg di atas wilayah 10 km persegi.
Pada tahun 1989, pemerintah Indonesia kembali mengeluarkan izin eksplorasi tambahan untuk 61.000 hektar. Dan pada tahun 1991, penandatanganan kontrak karya baru dilakukan untuk masa berlaku 30 tahun berikut 2 kali perpanjangan 10 tahun. Ini berarti kontrak karya Freeport baru akan habis pada tahun 2041.
Dalam laporan keuangannya di 2010, Freeport menjual 1,2 miliar pounds tembaga dengan harga rata-rata US$ 3,69 per pound. Kemudian Freeport juga menjual 1,8 juta ounces emas dengan harga rata-rata di 2010 US$ 1.271 per ounce. Di 2011, Freeport menargetkan penjualan 1 miliar pounds tembaga dan 1,3 juta ounces emas.
General Superintendent Corporate Communications PT Freeport Indonesia Ramdani Sirait sebelumnya mengatakan, selama ini pihaknya telah memberikan kontribusi yang cukup besar sehingga merasa kontrak karya yang sudah ada tidak perlu diotak-atik lagi.
"Kami yakin bahwa kontrak kami cukup adil bagi setiap pihak dan menghasilkan kontribusi cukup besar bagi pemerintah, jika dibanding dengan negara penghasil utama bahan tambang lainnya di dunia," tutur Ramdani.
Pernyataan tersebut disampaikan menanggapi rencana pemerintah Indonesia untuk melakukan renegosiasi kontrak karya pertambangan, sebagaimana disampaikan Menko Perekonomian Hatta Rajasa.
Ada beberapa kewajiban yang akan ditekankan pemerintah dalam kontrak baru pertambangan yaitu mulai dari pembagian royalti, kewajiban memproses di dalam negeri, perpanjangan/perluasan kontrak, aturan divestasi saham, dan lain sebagainya. Bahkan pemerintah juga mengarahkan soal kewajiban alokasi distribusi produk tambang ke dalam negeri atau domestic market obligation (DMO).
(dnl/hen)
Rabu, 28/09/2011 11:56 WIB
Cuma Nikmati Royalti Emas Freeport 1%, Pemerintah Harus 'Keras'
Cuma Nikmati Royalti Emas Freeport 1%, Pemerintah Harus 'Keras'
Wahyu Daniel - detikFinance
Foto: dok.detikFinance
Jakarta - Sejak mulai menambang tembaga dan emas di Papua pada 1967, PT Freeport Indonesia hanya memberikan bagian royalti sebesar 1% kepada pemerintah Indonesia. Sekarang saatnya pemerintah tegas untuk meminta bagian yang lebih besar.Anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto mengatakan, sudah terlalu lama Indonesia mendapatkan royalti yang kurang adil. Waktunya pemerintah berani maju untuk melakukan renegosiasi.
"Kita terus memantau soal renegosiasi kontrak tambang termasuk Freeport dengan Dirjen Minerba (Kementerian ESDM). Mengenai royalti ini memang harus disesuaikan karena terlalu lama kita dapat royalti yang kurang adil," tegas Dito kepada detikFinance, Rabu (28/9/2011).
Selain masalah royalti yang kelewatan kecil ini, Dito mengatakan pemerintah juga bakal meminta adanya aturan divestasi saham untuk Freeport seperti yang telah dilakukan oleh Newmont saat ini.
"Tapi negosiasi itu sedang berjalan. Kita minta pemerintah berusaha ekstra keras. Karena Freeport ini kan kepentingannya pemerintah dan rakyat," katanya.
Dito mengatakan sampai saat ini dalam kontrak karya pemerintah Indonesia dan Freeport sejak perpanjangan di 1991, nilai royalti yang didapat pemerintah cuma 1%. "Dulu kan dia belum ada emasnya jadi biasa kalau pemerintah meminta renegosiasi. Kita minta 3,75%," tegasnya.
Mantan Direktur Jenderal Mineral, Batubara, dan Panas Bumi (Minerbapabum) Kementerian ESDM, Simon Sembiring mengungkapkan, berdasarkan informasi yang diperolehnya dari Dirjen Minerba ESDM Thamrin Sihite, renegosiasi saat ini masih terus dilakukan meski alot.
General Superintendent Corporate Communications PT Freeport Indonesia Ramdani Sirait sebelumnya mengatakan, selama ini pihaknya telah memberikan kontribusi yang cukup besar sehingga merasa kontrak karya yang sudah ada tidak perlu diutak-atik lagi.
"Kami yakin bahwa kontrak kami cukup adil bagi setiap pihak dan menghasilkan kontribusi cukup besar bagi pemerintah, jika dibanding dengan negara penghasil utama bahan tambang lainnya di dunia," tutur Ramdani.
Pernyataan tersebut disampaikan menanggapi rencana pemerintah Indonesia untuk melakukan renegosiasi kontrak karya pertambangan, sebagaimana disampaikan Menko Perekonomian Hatta Rajasa.
Ada beberapa kewajiban yang akan ditekankan pemerintah dalam kontrak baru pertambangan yaitu mulai dari pembagian royalti, kewajiban memproses di dalam negeri, perpanjangan/perluasan kontrak, aturan divestasi saham, dan lain sebagainya. Bahkan pemerintah juga mengarahkan soal kewajiban alokasi distribusi produk tambang ke dalam negeri atau domestic market obligation (DMO).
Simon menegaskan, renegosiasi kontrak karya yang akan dilakukan pemerintah sudah semestinya dilakukan. Freeport tidak bisa mengelak karena kini sudah ada Undang-Undang No.4 tahun 2003 tentang pertambangan yang baru, sehingga kontrak karya pun harus disesuaikan.
Seperti diketahui, kontrak karya Freeport ditandatangani pada tahun 1967 untuk masa 30 tahun terakhir. Kontrak karya yang diteken pada awal masa pemerintahan Presiden Soeharto itu diberikan kepada Freeport sebagai kontraktor eksklusif tambang Ertsberg di atas wilayah 10 km persegi.
Pada tahun 1989, pemerintah Indonesia kembali mengeluarkan izin eksplorasi tambahan untuk 61.000 hektar. Dan pada tahun 1991, penandatanganan kontrak karya baru dilakukan untuk masa berlaku 30 tahun berikut 2 kali perpanjangan 10 tahun. Ini berarti kontrak karya Freeport baru akan habis pada tahun 2041.
Dalam laporan keuangannya di 2010, Freeport menjual 1,2 miliar pounds tembaga dengan harga rata-rata US$ 3,69 per pound. Kemudian Freeport juga menjual 1,8 juta ounces emas dengan harga rata-rata di 2010 US$ 1.271 per ounce. Di 2011, Freeport menargetkan penjualan 1 miliar pounds tembaga dan 1,3 juta ounces emas.
(dnl/qom)
Selasa, 27/09/2011 16:28 WIB
Kontrak Karya Tambang Emas Freeport Jauh Dari Kata 'Adil'
Kontrak Karya Tambang Emas Freeport Jauh Dari Kata 'Adil'
Akhmad Nurismarsyah - detikFinance
Jakarta - Masyarakat Pertambangan Indonesia (MPI) menilai bahwa kontrak karya pertambangan yang disepakati antara Pemerintah dan PT Freeport Indonesia masih jauh dari kata 'adil'. Di satu pihak, negara dirugikan, sedangkan di pihak lain Freeport meraup untung dari hasil tambang yang dikeruk di tanah Indonesia.
Hal tersebut dinyatakan oleh Ketua Presidium Masyarakat Pertambangan Indonesia, Herman Afif kepada detikFinance, Jakarta, Selasa (27/9/2011).
"Isi kontrak Freeport seharusnya berkeadilan dong. Ini kan isi kontrak Freeport di kontrak karya juga masih jauh dari berkeadilan. Satu menikmati (Freeport) dan yang satu tidak menikmati (pemerintah), itu tidak wajar," kata Herman.
Dirinya melanjutkan, langkah pemerintah untuk melakukan renegosiasi kontrak karya sudah benar adanya. Freeport seharusnya tidak boleh merasa 'super power', pihaknya harus menghormati keputusan yang dilakukan pemerintah.
"Kita kan bisa melobi, baik itu dengan cara hukum atau negosiasi. Bisalah kita lakukan dengan yang baik. Kita kan hanya meminta keberuntungan itu berimbang lah, jadi bukan mau yang aneh-aneh tapi bikinlah kontrak karyanya berimbang dan lebih fair dalam kerjasama ini. Kita ini hanya dapat setitik air, tapi ruginya sebaskom, ibaratnya seperti itulah," tanggapnya.
Menurutnya, pihak Freeport banyak mengambil keuntungan dari Indonesia. Sumber-sumber mineral yang diambil tidak dihitung dengan semestinya.
"Dia kan masalahnya memungut tembaga, tapi emasnya tidak dihitung. Padahal emasnya signifikan, jadi kita lihat pembuat kontrak yang dahulu. Dia kan memegang kontrak yang lama, dulu pun kontraknya dilakukan dengan cara yang tidak fair," lanjut Herman.
Herman meminta supaya ada titik temu yang harus diperbaiki dan saling sepakat antar kedua pihak terkait persoalan renegosiasi kontrak karya tersebut.
"Ini tergantung ke kondisi yang ada, mana yang wajar untuk Freeport dan wajar untuk pemerintah. Sekarang itu angka yang ada tidak benar. Tidak benar jika dihitung dari paradigma yang ada, apalagi sekarang undang-undang pertambangan sudah berubah. Kalau perusahaan tambang tidak patuh kepada peraturan yang ada, dia berarti hidup di antah berantah," tegasnya.
Seperti diketahui, sebelumnya, Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan pemerintah akan melakukan renegosiasi kontrak pertambangan kepada seluruh perusahaan tambang di Indonesia tak terkecuali Freeport.
Ada beberapa kewajiban yang akan ditekankan pemerintah dalam kontrak baru pertambangan yaitu mulai dari pembagian royalti, kewajiban memproses di dalam negeri, perpanjangan/perluasan kontrak, aturan divestasi saham, dan lain sebagainya.
Bahkan pemerintah juga mengarahkan soal kewajiban alokasi distribusi produk tambang ke dalam negeri atau domestic market obligation (DMO).
Namun menanggapi hal tersebut, pihak Freeport menyatakan menolak renegosiasi kontrak yang akan dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Perusahaan tambang dan emas ini merasa kontraknya sudah cukup adil bagi pemerintah Indonesia.
Saat ini memang dalam kontrak karya Freeport, jumlah royalti yang diberikan kepada pemerintah Indonesia adalah 1%.
Sedangkan dalam aturan royalti pertambangan pada Peraturan Pemerintah (PP) No.45/2003 tentang Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku, royalti emas ditetapkan sebesar 3,75% dari harga jual kali tonase.
(nrs/dnl)
Hal tersebut dinyatakan oleh Ketua Presidium Masyarakat Pertambangan Indonesia, Herman Afif kepada detikFinance, Jakarta, Selasa (27/9/2011).
"Isi kontrak Freeport seharusnya berkeadilan dong. Ini kan isi kontrak Freeport di kontrak karya juga masih jauh dari berkeadilan. Satu menikmati (Freeport) dan yang satu tidak menikmati (pemerintah), itu tidak wajar," kata Herman.
Dirinya melanjutkan, langkah pemerintah untuk melakukan renegosiasi kontrak karya sudah benar adanya. Freeport seharusnya tidak boleh merasa 'super power', pihaknya harus menghormati keputusan yang dilakukan pemerintah.
"Kita kan bisa melobi, baik itu dengan cara hukum atau negosiasi. Bisalah kita lakukan dengan yang baik. Kita kan hanya meminta keberuntungan itu berimbang lah, jadi bukan mau yang aneh-aneh tapi bikinlah kontrak karyanya berimbang dan lebih fair dalam kerjasama ini. Kita ini hanya dapat setitik air, tapi ruginya sebaskom, ibaratnya seperti itulah," tanggapnya.
Menurutnya, pihak Freeport banyak mengambil keuntungan dari Indonesia. Sumber-sumber mineral yang diambil tidak dihitung dengan semestinya.
"Dia kan masalahnya memungut tembaga, tapi emasnya tidak dihitung. Padahal emasnya signifikan, jadi kita lihat pembuat kontrak yang dahulu. Dia kan memegang kontrak yang lama, dulu pun kontraknya dilakukan dengan cara yang tidak fair," lanjut Herman.
Herman meminta supaya ada titik temu yang harus diperbaiki dan saling sepakat antar kedua pihak terkait persoalan renegosiasi kontrak karya tersebut.
"Ini tergantung ke kondisi yang ada, mana yang wajar untuk Freeport dan wajar untuk pemerintah. Sekarang itu angka yang ada tidak benar. Tidak benar jika dihitung dari paradigma yang ada, apalagi sekarang undang-undang pertambangan sudah berubah. Kalau perusahaan tambang tidak patuh kepada peraturan yang ada, dia berarti hidup di antah berantah," tegasnya.
Seperti diketahui, sebelumnya, Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan pemerintah akan melakukan renegosiasi kontrak pertambangan kepada seluruh perusahaan tambang di Indonesia tak terkecuali Freeport.
Ada beberapa kewajiban yang akan ditekankan pemerintah dalam kontrak baru pertambangan yaitu mulai dari pembagian royalti, kewajiban memproses di dalam negeri, perpanjangan/perluasan kontrak, aturan divestasi saham, dan lain sebagainya.
Bahkan pemerintah juga mengarahkan soal kewajiban alokasi distribusi produk tambang ke dalam negeri atau domestic market obligation (DMO).
Namun menanggapi hal tersebut, pihak Freeport menyatakan menolak renegosiasi kontrak yang akan dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Perusahaan tambang dan emas ini merasa kontraknya sudah cukup adil bagi pemerintah Indonesia.
Saat ini memang dalam kontrak karya Freeport, jumlah royalti yang diberikan kepada pemerintah Indonesia adalah 1%.
Sedangkan dalam aturan royalti pertambangan pada Peraturan Pemerintah (PP) No.45/2003 tentang Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku, royalti emas ditetapkan sebesar 3,75% dari harga jual kali tonase.
(nrs/dnl)
Selasa, 27/09/2011 06:40 WIB
Freeport Tolak Kontraknya 'Diutak-atik' Pemerintah
Wahyu Daniel - detikFinance
Freeport Tolak Kontraknya 'Diutak-atik' Pemerintah
Wahyu Daniel - detikFinance
Jakarta - Pihak PT Freeport Indonesia menolak renegosiasi kontrak yang akan dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Perusahaan tambang dan emas ini merasa kontraknya sudah cukup adil bagi pemerintah Indonesia.
Hal ini diungkapkan oleh General Superintendent Corporate Communications PT Freeport Indonesia Ramdani Sirait kepada detikFinance, Selasa (27/9/2011).
"Kami yakin bahwa kontrak kami cukup adil bagi setiap pihak dan menghasilkan kontribusi cukup besar bagi pemerintah, jika dibanding dengan negara penghasil utama bahan tambang lainnya di dunia," tutur Ramdani.
Dia menegaskan, Freeport akan tetap menghormati dan mematuhi ketentuan dari kontrak karyanya.
"Kami telah menjalankan kegiatan operasi kami di Indonesia dengan berhasil selama lebih empat dasawarsa, dan berharap dapat terus meraih keberhasilan lebih lanjut untuk waktu yang lebih lama lagi," jelas Ramdani.
Menurutnya, sesuai kontrak karya yang tengah berlaku sejak Desember 1991, kontribusi Freeport kepada pemerintah Indonesia mencapai lebih dari US$ 12 miliar.
"Pemerintah secara konsisten menunjukkan itikadnya untuk menghormati semua kontrak yang ada," katanya.
Saat ini memang dalam kontrak karya Freeport, jumlah royalti yang diberikan kepada pemerintah Indonesia adalah 1%.
Sedangkan dalam aturan royalti pertambangan pada Peraturan Pemerintah (PP) No.45/2003 tentang Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku, royalti emas ditetapkan sebesar 3,75% dari harga jual kali tonase.
Dalam laporan keuangan Freeport 2010 yang dikutip detikFinance diperlihatkan jumlah cadangan emas Freeport mencapai sekitar 35,5 juta ounces dan terbesar adalah dari tambang di Papua yang mencapai 33,7 juta ounces.
Freeport di tambang Papua menguasai 90,64% saham. Tambang Grasberg di Papua merupakan tambang emas dan tembaga terbesar di dunia.
Dalam laporan keuangannya di 2010, Freeport menjual 1,2 miliar pounds tembaga dengan harga rata-rata US$ 3,69 per pound. Kemudian Freeport juga menjual 1,8 juta ounces emas dengan harga rata-rata di 2010 US$ 1.271 per ounce.
Di 2011, Freeport menargetkan penjualan 1 miliar pounds tembaga dan 1,3 juta ounces emas.
Sebelumnya, Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan pemerintah akan melakukan renegosiasi kontrak pertambangan kepada seluruh perusahaan tambang di Indonesia tak terkecuali Freeport.
Ada beberapa kewajiban yang akan ditekankan pemerintah dalam kontrak baru pertambangan yaitu mulai dari pembagian royalti, kewajiban memproses di dalam negeri, perpanjangan/perluasan kontrak, aturan divestasi saham, dan lain sebagainya.
Bahkan pemerintah juga mengarahkan soal kewajiban alokasi distribusi produk tambang ke dalam negeri atau domestic market obligation (DMO).
(dnl/qom)
Hal ini diungkapkan oleh General Superintendent Corporate Communications PT Freeport Indonesia Ramdani Sirait kepada detikFinance, Selasa (27/9/2011).
"Kami yakin bahwa kontrak kami cukup adil bagi setiap pihak dan menghasilkan kontribusi cukup besar bagi pemerintah, jika dibanding dengan negara penghasil utama bahan tambang lainnya di dunia," tutur Ramdani.
Dia menegaskan, Freeport akan tetap menghormati dan mematuhi ketentuan dari kontrak karyanya.
"Kami telah menjalankan kegiatan operasi kami di Indonesia dengan berhasil selama lebih empat dasawarsa, dan berharap dapat terus meraih keberhasilan lebih lanjut untuk waktu yang lebih lama lagi," jelas Ramdani.
Menurutnya, sesuai kontrak karya yang tengah berlaku sejak Desember 1991, kontribusi Freeport kepada pemerintah Indonesia mencapai lebih dari US$ 12 miliar.
"Pemerintah secara konsisten menunjukkan itikadnya untuk menghormati semua kontrak yang ada," katanya.
Saat ini memang dalam kontrak karya Freeport, jumlah royalti yang diberikan kepada pemerintah Indonesia adalah 1%.
Sedangkan dalam aturan royalti pertambangan pada Peraturan Pemerintah (PP) No.45/2003 tentang Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku, royalti emas ditetapkan sebesar 3,75% dari harga jual kali tonase.
Dalam laporan keuangan Freeport 2010 yang dikutip detikFinance diperlihatkan jumlah cadangan emas Freeport mencapai sekitar 35,5 juta ounces dan terbesar adalah dari tambang di Papua yang mencapai 33,7 juta ounces.
Freeport di tambang Papua menguasai 90,64% saham. Tambang Grasberg di Papua merupakan tambang emas dan tembaga terbesar di dunia.
Dalam laporan keuangannya di 2010, Freeport menjual 1,2 miliar pounds tembaga dengan harga rata-rata US$ 3,69 per pound. Kemudian Freeport juga menjual 1,8 juta ounces emas dengan harga rata-rata di 2010 US$ 1.271 per ounce.
Di 2011, Freeport menargetkan penjualan 1 miliar pounds tembaga dan 1,3 juta ounces emas.
Sebelumnya, Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan pemerintah akan melakukan renegosiasi kontrak pertambangan kepada seluruh perusahaan tambang di Indonesia tak terkecuali Freeport.
Ada beberapa kewajiban yang akan ditekankan pemerintah dalam kontrak baru pertambangan yaitu mulai dari pembagian royalti, kewajiban memproses di dalam negeri, perpanjangan/perluasan kontrak, aturan divestasi saham, dan lain sebagainya.
Bahkan pemerintah juga mengarahkan soal kewajiban alokasi distribusi produk tambang ke dalam negeri atau domestic market obligation (DMO).
(dnl/qom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar