Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad mengatakan poros ekonomi imperialis Barat yang buruk saat ini sedang membusuk.
Berbicara pada upacara peresmian dua proyek industri besar di Iran utara Senin (25/7), Presiden Ahmadinejad menggambarkan situasi ekonomi Barat begitu mengerikan.
Ahmadinejad mengungkapkan, “Kekuatan dominan gagal menyelamatkan rezim Zionis selama 15 tahun terakhir.”" Kekuatan arogan sekarang mencoba untuk menyelamatkan rezim Zionis dan ekonomi AS dengan mengubah slogan-slogan mereka melalui trik baru, tetapi sekali lagi mereka akan gagal,”tegas Presiden Iran itu.
Pada hari Senin, Presiden Ahmadinejad meresmikan siklus pembangkit listrik Aliabad Katoul berkekuatan 972 megawatt yang mulai beroperasi di Provinsi Golestan Iran. Di wilayah yang sama, Presiden Iran juga meluncurkan sebuah pabrik semen di bagian utara kota Galikesh, Provinsi Golestan
Iran atau Amerika Serikat Negara Superpower ???
.
Radio Rusia dalam laporannya Selasa menyebut Amerika Serikat (AS) sebagai negara dengan utang terbanyak. Utang itu katanya, semakin hari semakin menggunung. Masih menurut sumber yang sama, kondisi perekonomian di AS yang tidak menentu dan krisis yang tak berkesudahan mengisyaratkan bahwa proses kian membengkaknya utang negara super power itu bakal terus berlanjut.
Beberapa waktu lalu, Departemen Keuangan AS dalam laporannya menyatakan, sejak Barack Obama memasuki Gedung Putih dua tahun lalu, jumlah utang pemerintah bertambah 3 triliun USD. Diperkirakan, ketika Obama merampungkan masa tugasnya tahun 2012 nanti, utang AS akan ketambahan lebih dari lima triliun USD. Padahal, George W Bush selama delapan tahun masa jabatannya sebagai Presiden ‘hanya’ membebankan 4 triliun USD lebih besar pada utang AS.
Laporan Departemen Keuangan AS menyebutkan bahwa utang yang ditanggung pemerintah AS saat ini sudah melampaui angka 14,3 triliun USD. Di akhir masa kepresidenan Obama tahun 2012, utang ini akan meningkat menjadi 16 triliun. Jumlah sebesar itu lebih tinggi seratus persen dibanding total produksi nasional bruto AS. November tahun lalu, data resmi departemen Keuangan menunjukkan bahwa utang pemerintah AS saat itu sudah melampaui angka 14 triliun dolar.
Membengkaknya beban utang pemerintah AS menunjukkan defisit anggaran negara yang juga melambung tinggi. Defisit raksasa itu menurut para pengamat disebabkan oleh kebijakan pemerintah Obama dalam dua tahun ini yang berusaha mengatasi krisis ekonomi dengan menyuntikkan dana ke lembaga-lembaga finansial. Salah satu kebijakan yang dijalankan tak lama setelah Obama masuk ke Gedung Putih adalah paket stimulus yang jumlahnya ratusan miliar dolar. Padahal, bulan September 2008 beban utang pemerintah AS sudah melebihi angka 10 triliun dolar.
Siapakah yang paling bertanggung jawab atas kondisi ini? Obama dalam kampanye perebutan kursi kepresidenan menyebut pemerintahan sebelumnya yang dipimpin George W Bush dan pemerintahannya sebagai biang kerok dari lilitan utang yang mencekik AS. Tuduhan itu berulang kali dinyatakan Obama yang akhirnya berhasil mengeruk suara signifikan dan mengantongi tiket ke Gedung Putih.
Richard Haas, Kepala Dewan Hubungan Luar Negeri AS mengenai utang pemerintah federal mengatakan, “Beban utang yang ditanggug pemerintah sudah sampai ke angka sangat fantastis dan tertinggi sepanjang sejarah. AS tidak akan mampu melunasi seluruh utangnya ini.”
Di tengah gelimang darah rakyat Libya, Barat dan Amerika berpromosi bisnis persenjataan canggihnya. Begitu bobroknya moralitas yang diperlihatkan dalam kasus serangan militer Barat ke negeri Muammar Ghadafi.
Eropa dan Amerika bernafsu menumpas dan menggulingkan Pemimpin Libya Ghadafi. Sejak berkuasa melalui kudeta militer dan menyingkirkan Raja Idris pada 1 September 1969, Ghadafi sudah bertahta 42 tahun.
Barat dan Amerika sangat haus minyak dan sudah membayangkan bakal menguasai ladang minyak Libya begitu Ghadafi tumbang.
Operasi Odyssey Dawn menjadi kesempatan Eropa dan Amerika memajang produk-produk militer mereka. Di saat negara-negara Eropa dan Amerika masih terpuruk dalam resesi tak berkesudahan, pembelian senjata-senjata berharga mahal ini tentu akan sangat membantu pemulihan ekonomi.
Dr Paul Holtom, Direktur Program Perdagangan Senjata di lembaga riset Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) menyebutkan, negara-negara Eropa dan Amerika saling berkompetisi untuk memperebutkan pasar senjata di Asia, Timur Tengah, Afrika Utara, dan Amerika Latin.
Mark Edward Schwan, seorang perwira Korps Marinir AS, dalam tesis MA-nya di 1995, menulis bahwa Perang Teluk 1991 menjadi ajang promosi luar biasa bagi berbagai persenjataan AS. Di tengah gelimang darah masyarakat Irak yang tewas akibat pemboman dan serangan militer pimpinan AS, ternyata bisnis persenjataan AS mencapai US$40 miliar. Fantastis.
Di tengah gelimang darah rakyat Libya, bisnis persenjataan Eropa dan Amerika dengan jubah demokrasi, kebebasan, HAM dan segala pentungannya sedang menancapkan jangkar maut demi keuntungannya dan demi pemulihan ekonomi Eropa dan Amerika yang mengalami kemelut.
Untuk menutupi defisit anggaran, Amerika tengah mengumpulkan kas negara dari pajak dan berbagai macam pinjaman. Karena, utang Amerika sudah mencapai batas rekor tertinggi di level US$14,3 triliun.
Dampak defisit anggaran akibat utang pun luar biasa besar. Kementerian Keuangan AS bisa tak memiliki dana untuk membayar gaji, pensiun dan misi-misi Amerika di seluruh penjuru dunia. Dolar pun kehilangan muka sebagai salah satu mata uang terpercaya. Posisi Amerika sebagai perekonomian dunia juga bakal sulit dipertahankan.
Washington membutuhkan dana segar yang harus tersedia dalam hitungan pekan untuk membayar utang-utangnya di luar negeri. Hal inilah yang menimbulkan mengapa Amerika begitu bernafsu menguasai ladang-ladang minyak di Libya.
Berikut ini utang Amerika:
1. Cina
Jumlah hutang US: $ 891.600.000.000
Proporsi utang luar negeri total: 20,4%
2. Jepang
Jumlah hutang US: $ 883.600.000.000
Proporsi utang luar negeri total: 20,2%
3. United Kingdom
Jumlah hutang US: $ 541.300.000.000
Proporsi utang luar negeri total: 12,4%
4. Minyak Eksportir
Jumlah hutang US: $ 218.000.000.000
Proporsi utang luar negeri total: 5%
Mencakup 15 negara seperti: Ekuador, Venezuela, Indonesia, Bahrain, Iran, Irak, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Aljazair, Gabon, Libya, dan Nigeria. Jumlah keseluruhan memegang 5% dari seluruh utang luar negeri Amerika, dengan $ gabungan 218000000000 efek treasury AS di kas mereka sendiri. Itu kira-kira setara dengan 2009 gabungan PDB Nebraska ($ 86400000000) dan Kansas ($ 124.900.000.000)
.
5. Brazil
Jumlah hutang US: $ 180.800.000.000
Proporsi utang luar negeri total: 4,1%
6. Caribbean Perbankan Pusat
Jumlah hutang US: $ 155.600.000.000
Proporsi utang luar negeri total: 3,6%
7. Hong Kong
Jumlah hutang US: $ 138.200.000.000
Proporsi utang luar negeri total: 3,2%
8. Kanada
Jumlah hutang US: $ 134.600.000.000
Proporsi utang luar negeri total: 3.1%
9. Taiwan
Jumlah hutang US: $ 131.900.000.000
Proporsi utang luar negeri total: 3,0%
10. Rusia
Jumlah hutang US: $ 106.200.000.000
Proporsi utang luar negeri total: 2,4% .
Dalam operasi pembantaian, Amerika Serikat telah menghabiskan dana US$ 550 juta atau sekitar Rp 4,8 triliun untuk operasi militer yang baru beberapa hari dilakukan di Libya. Dari dana itu, 60 persennya dipakai untuk pengadaan bom dan misil.
Sisanya sebanyak 40 persen digunakan untuk biaya membawa pasukan ke wilayah operasi. Demikian kata pejabat Departemen Pertahanan Amerika seperti dikutip detik.com dari Reuters , Rabu (30/3/2011).
Jelas, Triliunan rupiah tersebut, menimbulkan beban ekonomi Amerika yang terpuruk.
Walaupun, biaya operasi militer di Libya, yang sementara masih lebih kecil dibanding dengan perang Irak dan Afganistan, namun memperburuk tingkat belanja pertahanan AS secara keseluruhan.
Sementara itu, Juru Bicara Pentagon, Komandan Angkatan Laut Kathleen Kesler mengatakan, sulit untuk memperkirakan besaran biaya operasi di Libya untuk hari-hari ke depan.
Dalam 24 jam terakhir, sekutu setidaknya telah menembakkan kembali 22 misil Tomahawk ke pasukan pendukung kolonel Muammar Ghadafi. Pasukan koalisi juga melakukan 115 kali serangan untuk melumpuhkan musuh.
Mandat PBB 1973 adalah untuk melindungi warga sipil. Dan yang dilakukan Barat dan Amerika sekarang ini justru membuat jatuhnya korban dari kalangan sipil yang lebih banyak dari korban konflik awal.
Utang tersebut lebih dari dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir dan sekarang hampir mencapai 90 persen dari produk domestik bruto tahunan Negeri Abang Sam. Rapor merah itu menjadi isu perdebatan di Washington, dengan Partai Demokrat dan Republik saling melempar tanggung jawab dan mencari kambing hitam yang harus disalahkan
Sebelumnya, Rabu (2/6) waktu setempat, Presiden Barack Hussein Obama dari Partai Demokrat, menyerang kubu Republik lantaran mewariskan kepada dia defisit anggaran utang bahan bakar dalam jangka panjang. Pemerintah Amerika mengalami defisit 19 bulan berturut-turut pada April lalu.
Obama mengatakan, ketika dia mengambil alih pemerintahan, Amerika mengalami defisit lebih dari US$ 1 triliun per tahun, dan proyeksi defisit US$ 8 triliun selama dekade berikutnya. “Sebagian besar defisit karena belum dibayar dua pajak terbesar untuk orang kaya, dan program kesehatan yang layak tapi mahal,” kata Obama di Pittsburgh, Pennsylvania.
Tapi Partai Republik mengecam Obama karena memperluas pengeluaran pemerintah sejak ia datang ke kantor Kepresidenan melalui reformasi besar-besaran di bidang kesehatan. Utang meningkat sekitar US$ 2,4 triliun sejak Obama menjabat pada Januari 2009. Utang juga naik US$ 4,9 triliun dalam delapan tahun kepemimpinan presiden sebelumnya, George W. Bush.
“Tiga belas tentu angka sial, terutama untuk anak-anak kami dan cucu-cucu yang akan ditinggalkan untuk melunasi utang triliunan dolar Amerika,” kata Senator Partai Republik Judd Gregg, kritikus yang sering menyerang kebijakan anggaran Obama
.
AFP U.S. President Barack Obama (L) delivers remarks as Speaker of the House John Boehner (R-OH) and House Minority Leader Nancy Pelosi (D-CA) (R) look on during a dinner with bipartisan Congressional leaders in the East Room of the White House May 2, 2011 in Washington, DC. Obama and first lady Michelle Obama hosted a group of bipartisan committee chairmen and ranking members and their spouses for the dinner.
Presiden Barack Obama berhasil menyelamatkan ekonomi AS dan dunia dari krisis ekonomi akibat kemungkinan gagal bayar utang (default). Meski dimikian, ia kehilangan politik.
Situs The Straits Times di Singapura, Selasa (2/8/2011), melansir bahwa Obama akhirnya harus memberi konsesi dan kehilangan dukungan politik demi mendapat dukungan kubu Republik. “Dia dan Partai Demokrat kehilangan dukungan publik,” kata Guru Besar Sosial Politik Universitas New Hampsire, Dante Scala, yang diwawancara kantor berita AFP.
Upaya Obama tersebut mengompromikan banyak kebijakan fiskal dan kepentingan dari Partai Demokrat. Obama, menurut Scala, menghadapi kemarahan kubu liberal yang menilainya mengorbankan penerimaan pajak dari kaum kaya untuk mengimbangi pemotongan belanja negara.
Tekanan terhadap Obama akan tetap kuat walau ia berhasil meningkatkan batas waktu pembayaran utang hingga tahun 2012, setelah Pemilihan Presiden AS, dan mempertahankan kebijakan pengaman sosial yang ditentang kubu Republik dan kaum pemodal.
Tokoh Demokrat, Emanuel Cleaver, menyebut kesepakatan utang tersebut sebagai “Roti Manis dari Setan”. Pandangan tersebut mewarnai kubu sekutu Obama di kongres.
Sebaliknya, sejumlah tokoh Partai Republik yang diperkirakan maju dalam Pemilihan Presiden 2012 juga menentang kebijakan Obama. Pertarungan kini berlanjut di Senat yang dikuasai kubu Demokrat, yang diharapkan menyetujui kebijakan terkait utang AS, hari ini.
Sementara itu, Juru Bicara Republik John Boehner mundur dari pembahasan utang Gedung Putih pada bulan lalu. Tingkat popularitas Obama kini hanya mencapai 40 persen. Popularitasnya di kongres pun diperkirakan lebih merosot lagi.
Koran New York Times mengecam Obama yang dianggap gagal mengajak politisi menaikkan pajak pendapatan demi mendapat dukungan kubu konservatif di Partai Republik. Kolom yang ditulis penerima Nobel, Paul Krugman, menyebut Obama “menciut” di hadapan kubu Republik
.
Ekonomi AS Stagnan, Wall Street Ditutup Turun ??
Ekonomi Amerika akan memasuki resesi tahap kedua setelah pimpinan kongres negara ini sepakat untuk memotong pengeluar pengeluaran pemerintah sebagai bagian dari kesepakatan penambahan pagu utang.
Dalam tiga bulan terakhir, April hingga Juni, ekonomi Amerika hanya bergerak 1,3%, di bawah perkiraan.Buruknya pertumbuhan ekonomi itu, normalnya, harus dikoreksi dengan memasukkan uang dari kantong pemerintah ke prekonomian untuk merangsang permintaan agregat. Tapi, apa yang dilakukan Amerika justru sebaliknya, memotong pengeluaran pemerintah.
Berdasarkan kesepakan antara pimpinan kongres dengan Presiden Obama, pemerintah akan memangkas pengeluaran mulai tahun fiskal 2012 untuk satu dekade ke depan yang jumlahnya mencapai US$917 miliar. Sebanyak 50% diantaranya adalah pemotongan di sektor pertahanan dan setengah lagi sisanya untuk pengeluaran domestik.
Pimpinan The Fed Ben Bernanke mewanti-wanti kongres mengenai rapuhnya ekonomi Amerika jika pengeluaran dipotong terlalu banyak dalam waktu yang cepat.
Presiden Barack Obama dan para pemimpin Senat mengumumkan pada Minggu malam waktu setempat bahwa mereka telah mencapai kesepakatan mengenai kerangka kerja kesepakatan utang yang akan memangkas pengeluaran dan meningkatkan plafon utang federal.
Dalam pernyataan singkat yang hanya beberapa menit terpisah, Obama, Pemimpin Demokrat Senat Harry Reid dan pemimpin Republik Senat Mitch McConnell mengatakan kesepakatan itu akan mengangkat awan mendung dari kemungkinan default yang telah membayangi pasar keuangan global.
Obama mendesak semua anggota Kongres untuk mendukung kesepakatan sementara mengakui walaupun tidak dalam bentuk yang ia disukai. Obama mengatakan penghematan $ 1 triliun pertama pada anggaran tidak akan terjadi begitu mendadak sehingga mereka akan menjadi hambatan pada perekonomian. Kesepakatan ini juga termasuk panggilan bagi super-komite untuk menyetujui lagi penghematan $2 triliun pada akhir November.
stockexchange.com
.
Bursa saham Amerika Serikat ditutup melemah pada perdagangan saham Selasa (2/8) dipengaruhi masalah debt ceiling Amerika Serikat dan investor kembali konsentrasi terhadap ekonomi yang stagnan.
“Ini akan menjadi minggu yang panjang. Penawaran saham tidak berada di sini,” ujar Jim Maguire, NYSE Floor Trader di E.H. Smith Jacobs.
Penjualan berkaitan dengan volume perdagangan saham yang naik di atas rata-rata. Setiap empat saham turun dengan setiap satu saham naik di bursa saham New York. Saham sektor industri dan consumer discretionary mengalami penurunan tajam karena sektor saham ini sensitif dengan perlambatan ekonomi. Indeks saham sektor industri dan discretionary turun lebih dari 3%.
Wall Street mengalami pelemahan diikuti bursa saham global. Data manufaktur minggu ini menunjukkan bahwa ekonomi mengalami stagnan.
Investor kelihatannya mencari sentimen positif setelah senat Amerika Serikat menyetujui kesepakatan untuk menaikkan debt ceiling karena kemungkinan rating Amerika Serikat AAA tidak diturunkan.
Volume perdagangan saham di NYSE, Amex dan Nasdaq mencapai 9,7 miliar saham di atas rata-rata harian sekitar 7,5 miliar saham.
Indeks Dow Jones turun 265,87 poin atau 2,19% ke level 11.866,52. Indeks S&P 500 turun 32,89 poin atau 2,56% ke level 1.254,05. Indeks Nasdaq turun 75,37 poin atau 2,75% ke level 2.669,24.
Setelah voting senat, Fitch Ratings mengyatakan kesepakatan menaikkan kapasitas pinjaman Amerika Serikat berarti resiko default sangat rendah dan rating AAA. Tetapi pemerintah harus mengurangi utang atau menghadapi downgrade.
Laporan pemerintah menunjukkan consumer turun tidak seperti yang diharapkan pada Juni. Manufaktur di Amerika Serikat mengalami stagnan pada Juli. Sedangkan data tenaga kerja akan keluar pada Jumat ini.
Sektor saham perbankan juga mengalami penurunan. Saham Citigroup turun 3,7% ke level US$37,04 sementara saham Bank of America turun 3,3% ke level US$9,49. Indeks sektor keuangan S&P turun lebih dari 10% sepanjang tahun ini.
Indeks Arca Gold Bugs naik 1,8% dipimpin oleh Harmony Gold Mining yang naik 7%.
Masalah utang Eropa kembali menjadi masalah utama setelah French bank BNP Paribas SA mengambil US$768,3 juta write down yang berhubungan dengan utang Yunani. Saham Eropa pun mencapai level terendah dalam 11 bulan dengan konsentrasi pada IBEX Spain’s. Selain itu, saham Pfizer Inc turun 4,6% ke level US$18,14.
Krisis APBN Amerika Serikat saat ini mendekati kesulitan Indonesia pada saat menghadapi krisis moneter 1998. Amerika perlu merestrukturisasi utangnya yang terus membengkak dengan angka fantastis.
Ekonom Universitas Gadjah Mada, Antonius Tony Prasetiantono, mengungkapkan hal tersebut saat dihubungi di kawasan Bintaro, Tangerang, Banten, Selasa (2/8/2011).
Menurut Tony, kesepakatan yang berhasil diraih dalam Kongres hanyalah napas kedua bagi perekonomian AS yang sedang terimpit utang. Pertolongan tersebut diperoleh pada saat-saat akhir mendekati batas waktu 2 Agustus 2011 atau dengan istilah lain injury time. “Setidaknya sisi fiskal AS agak lega, bisa kembali mendorong perekonomian (stimulus fiskal). Namun, persoalan belum selesai. Masih perlu restrukturisasi utang agar APBN-nya lebih lega. Ini mirip kondisi fiskal kita sesudah krisis 1998, yang perlu melakukan reprofiling (membagi beban jatuh tempo utang),” ujarnya.
Pada Senin waktu Washington, Kongres AS menyetujui tambahan pagu utang baru senilai 1,2 triliun dollar AS menjadi sekitar 15,5 triliun dollar AS. Ini diikuti janji penurunan 2,4 triliun dollar AS pengeluaran Pemerintah AS dalam 10 tahun ke depan.
Namun, berbagai kalangan, seperti S&P, menilai pengurangan anggaran belanja itu tidak bisa menunda penurunan peringkat utang AS karena dibutuhkan 4 triliun dollar AS. Itu akan menyebabkan penurunan peringkat utang AS dari AAA menjadi AA+. Artinya, suku bunga obligasi negara yang diterbitkan AS akan lebih tinggi ratusan miliar dollar AS.
Beban tersebut harus ditanggung oleh uang pajak penduduk AS yang dipastikan tidak akan naik signifikan karena salah satu bagian dari kesepakatan di Kongres adalah ditolaknya kenaikan tarif pajak korporasi. “AS perlu kelonggaran utang agar bisa membiayai APBN, sedangkan Indonesia waktu itu (tahun 1998) perlu kelonggaran jadwal membayar utang,” ungkap Tony.
Amerika Serikat (AS) mengambil langkah menaikan plafon utang, Selasa (2/8). Langkah itu diambil setelah beminggu-minggu bergulat dalam perdebatan di kongres.
Kesepakatan Utang AS Kurangi Capital Inflow RI
Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution
.
Kran capital inflow (dana asing masuk) ke Indonesia akan melambat seiring dengan terjadinya kesepakatan soal utang yang terjadi di Amerika Serikat.
Demikian dikatakan Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution di Gedung BI Jakarta, Senin (1/8). “Capital inflow akan masih ada tapi akan berkurang tekanannya,” tukasnya.
Dijelaskan Darmin, inflow itu akan berkurang kalau pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat sudah cukup tinggi sehingga tingkat penganggurannya berkurang. “Itu ukurannya sesederhana itu,” ucapnya.
Terkait hasil kesepakatan kongres AS soal penutupan defisit utang, ujar Darmin, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi Indonesia. “Itu kalau apa yang dicapai sekarang yang pertama tentu menghilangkan kerisauan yang ada di pasar keuangan beberapa minggu ini karena takut ada default. Itu sendiri tentu akan membuat situasi pasar keuangan lebih tenang. Dia (pasar keuangan) akan bergerak kembali ke posisi 2-3 minggu lalu,” tambahnya.
“Sementara itu kalau hubungannya dampak langsung kesepakatan itu sebenarnya itu adalah satu tadi adalah tidak akan terjadi default. Yang kedua, Pemerintah Amerika kan lebih mungkin untuk memperbesar kemampuan fiskalnya dari dua sisi tentu saja, yaitu mengurangi pengeluaran dan meningkatkan penerimaan. Bisa juga menambah pinjaman itu artinya,” imbuhnya.
Jika langkah yang diambil terarah maka akan berdampak positif terhadap perekonomian AS. “Kalau lebih terarah, ya dampaknya ke capital inflow akan masih ada karena itu akan menjadi uang yang perlu mencari tempat yang nyaman yang lebih banyak menghasilkan. Tetapi, tentu ya relatif melambat karena kalau melalui fiskal langsung, dia lebih terarah misalnya untuk membangun apa, entah itu ursaan kesehatan dan sebagainya,” ujarnya.
Menurut Darmin, tapi kalau quantitative easing itu kan mereka harus beli surat berharga di pasar. Siapa yang punya itu, umumnya para fund manager yang punya dana besar-besar. “Begitu dia punya dalam bentuk uang dia tambahkan utang,” ucapnya.
Analis ekonomi dan Managing Director Standard Chartered Fauzi Ihsan menilai langkah tersebut untuk mengurangi kekuatiran dan kepanikan pasar global bahwa Amerika tak bisa membayar utangnya. “Paling tidak ini mengakhiri kekhawatiran investor global bahwa Amerika Serikat menunggak utang terhadap surat utang negara, yang notabene diikuti bank sentral dunia,” ungkap fauzi dalam dialog program Market Review di Jakarta, Selasa (2/8).
Meskipun dianggap solusi yang tak solutif, plafon utang bisa menghindarkan sementara investor dari kegagalan global. “Ini hanya solusi kompromi politik antara Republik dan Demokrat. Ini solusi temporer yang menghindari gagal bayar hingg 2013,” tambahnya.
Fauzi bahkan menilai rencana apapun yang akan dilakukan pemerintah Amerika tidak akan berpengaruh banyak pada nilai tukar Dolar. “Apapun outcomenya, dollar AS akan terus melemah. Jika dilihat defisit APBN AS itu 10 persen dari PDB, dan utang pemerintah Amerika mencapai 100 persen dari PDB, sementara Indonesia hanya 26 persen. Keadaan ekonomi Amerika sangat kacau. Banyak biaya yang harus dikeluarkan, ditambah suku bunga dollar AS yang tak menarik,” imbuhnya.
Fauzi memperkirakan jika AS tak mampu membayar utang dan menunggak, maka dikhawatirkan terjadi cross default, dan akan berdampak luar biasa bagi perkembangan ekonomi dunia.
Menurutnya, AS haruslah menaikan pajak. Hal itu jelas akan berpengaruh dalam solusi pembayaran utang. Namun, Fauzi tak yakin langkah itu akan diambil. Pasalnya, kondisi kongres AS masih terbelah dan kondisi ekonomi Amerika sedang lemah. Fauzi menyarankan agar Bank Sentral mendiversifikasi dolar mereka, untuk menghindari penurunan nilai akibat dollar Amerika yang melemah
Ketua IMF Christine Lagarde, Kamis, memperingatkan bahwa kegagalan untuk menyelesaikan krisis utang AS kemungkinan akan menaikkan “keraguan” tentang status dollar AS sebagai mata uang utama dunia.
“Ini mungkin akan menyebabkan penurunan dollar AS secara relatif terhadap mata uang lainnya, dan mungkin keraguan di pikiran orang-orang apakah mata uang cadangan dollar paling efektif,” katanya kepada televisi PBS dalam sebuah wawancara.
Komentarnya, seperti dikutip dari rilis oleh penyiar, datang karena Partai Republik dan Demokrat tetap terkunci dalam pertikaian atas persaingan rencana meningkatkan pagu utang AS dan mencegah default (gagal bayar) yang kian mendekat.
Sebuah rencana Partai Republik diharapkan akan memasuki pemungutan suara di Dewan Perwakilan pada Kamis kemudian, tetapi Demokrat telah memperingatkan akan mematikannya (menolaknya) setibanya di Senat.
Lagarde mendesak para politisi di kedua belah pihak “untuk mengatasi sensitivitas, kekhawatiran, dan doktrin politik, yang secara sempurna sah, untuk kepentingan seluruh negara dan untuk kepentingan ekonomi global.” “Ada cukup banyak kekhawatiran di luar sana,” katanya dalam acara PBS NewsHour.
“Ekonomi global jelas sangat tergantung pada ekonomi AS karena perekonomian AS adalah yang pertama di dunia dan kekuatan utama itu banyak dihormati,” katanya. “Jadi, arah perekonomian yang tak pasti tentang pagu utang cukup mengkhawatirkan.”
Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin dalam pertemuan di Seleger, Rusia bagian tengah, Selasa (2/8/2011), menyebut Amerika Serikat sebagai parasit perekonomian dunia. Perilaku AS mengakumulasi utang dan mengancam sistem keuangan dunia merupakan tindakan parasit.
“AS hidup dalam jeratan utang. Mereka melemparkan tanggungjawab kepada negara-negara lain ikut menanggung persoalan ekonomi Amerika,” ujar Putin yang dikutip The Straits Times, Singapura.
Presiden Barack Obama pada Minggu (31/7) mengumumkan AS tidak jadi mengalami batal bayar (default) utang yang telah jatuh tempo. Obama berhasil mengangkat pasar keuangan global. Demikian pula dua bursa di Moskow indeksnya naik dua persen.
Meski demikian, investor masih meraukan kebijakan Obama dan sentimen bursa menjadi negatif. Putin berulangkali mengkritik kebijakan fiskal AS dan strategi menutup defisit keuangan melalui surat utang yang dipegang Rusia dan China.
Nilai surat utang AS akan menyusut seiring anjloknya peringkat utang AS di mata lembaga pemeringkat di negara-negara barat. Putin bersikukuh, masyarakat internasional harus mencari sistem cadangan devisa baru di luar dollar AS untuk menunjang perdagangan dan simpanan.
“Kalau ekonomi AS bangkrut, penggunaan dollar AS akan berdampak buruk bagi seluruh dunia,” ujar Putin.
Putin menambahkan, kesepakatan utang yang dilakukan Obama bukanlah langkah besar karena sekadar menunda persoalan ekonomi yang lebih besar. Ada pun Presiden Rusia Dmitry Medvedev dikenal sebagai tokoh yang dekat dan pro-Gedung Putih
Beberapa waktu lalu, Pemerintah Amerika Serikat (AS) mencapai kesepakatan dengan para kreditornya yaitu Rusia, Jepang, dan China, terkait utang sebesar US$ 14.3 trilyun yang sebagian diantaranya jatuh tempo pada 2 Agustus 2011. Seperti yang sudah diduga sebelumnya, AS tidak membayar utang yang jatuh tempo tersebut menggunakan uang tunai, melainkan menggunakan utang lagi, yaitu sebesar US$ 2.1 trilyun.
Utang baru sebesar US$ 2.1 trilyun tersebut akan jatuh dalam 10 tahun ke depan, dan akan dibayar menggunakan uang sebesar US$ 2.4 trilyun yang diperoleh dari penghematan anggaran belanja negara. Dengan asumsi bahwa AS mampu menghemat pengeluaran, maka utang tersebut akan lunas sepuluh tahun mendatang. Namun kalau belajar dari pengalaman, biasanya nantinya utang tersebut akan diperpanjang lagi, entah sampai kapan. Jika utang tersebut kita ibaratkan sebagai bom waktu, maka bom tersebut tidak pernah dijinakkan, melainkan hanya ditunda waktu meledaknya.
Pertanyaannya, apakah di masa lalu ‘bom’ seperti itu pernah meledak? Dan ketika itu terjadi, apa yang terjadi selanjutnya?
Keberhasilan AS menjadi negara adidaya pada saat ini, salah satunya adalah karena gencarnya kegiatan percepatan pembangunan, dengan mengandalkan utang. Namun di masa lalu, AS pernah beberapa kali gagal dalam membayar utang, baik utang pemerintahnya maupun akumulasi dari utang-utang warganya, yang berlanjut pada krisis finansial besar-besaran. Oke, mari kita runut sejarahnya.
Krisis pertama di AS terjadi pada tahun 1819, yang dikenal sebagai ‘Panic of 1819’. Krisis tersebut merupakan akhir dari ekpansi ekonomi besar-besaran yang terjadi di seluruh penjuru negeri, setelah AS memenangkan perang melawan Inggris pada tahun 1812. Pasca perang, didukung oleh kondisi politik yang kondusif, para bank lokal mulai memberikan pinjaman kepada para pekerja, pengusaha, dan siapapun yang hendak membangun rumah, tempat usaha, dan sebagainya. Ekonomi pun berkembang pesat. Namun masyarakat AS ketika itu lupa bahwa Pemerintah AS juga berhutang ke bank lokal untuk membiayai perangnya. Ketika kegiatan perekonomian mulai berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan, yang dimulai dari menurunnya permintaan Eropa akan impor bahan makanan dari AS, maka ketika itulah para pengusaha mulai gagal membayar utangnya ke bank. Pemerintah AS sendiri tidak bisa menutupi utang-utang warganya, karena dia sendiri juga punya utang segunung. Alhasil, AS mengalami krisis ekonomi pertamanya, dimana puluhan bank terpaksa tutup, pengangguran merebak dimana-mana, dan ratusan orang dipenjara karena tidak mampu membayar utangnya.
Krisis selanjutnya terjadi pada tahun 1857, yang lagi-lagi diawali oleh ekspansi para bank dalam mengucurkan utang. Ketika itu, ekspor bahan makanan dan hasil bumi dari pantai timur AS (New York dan sekitarnya) ke Eropa mulai kembali menurun, sehingga banyak warga AS yang tinggal di pesisir timur berpindah ke barat (California dan sekitarnya) untuk mencari penghidupan baru. Mereka menggunakan kereta api untuk perjalanan. Alhasil bisnis jasa transportasi kereta api meraup untung besar, dan mendorong para bank untuk mengucurkan kredit ke perusahaan-perusahaan kereta api. Krisis ekonomi dimulai ketika para warga AS, yang sebagian besar merupakan petani, menemukan bahwa lahan di barat ternyata gersang dan tidak bisa dipakai untuk bercocok tanam, sehingga selanjutnya tidak ada lagi orang yang bepergian ke barat. Ketika perusahaan kereta api tidak lagi memperoleh penumpang, maka mereka satu per satu mulai bangkrut, dan ikut menyeret bank yang memberi mereka pinjaman. Puncak dari krisis tahun 1857 ini terjadi ketika salah satu perusahaan asuransi terbesar di AS kala itu, Ohio Life Insurance, mengalami gagal bayar sebesar US$ 7 juta dan bangkrut, nilai yang sangat besar untuk ukuran saat itu.
Krisis ketiga terjadi pada tahun 1930-an, yang dikenal dengan ‘Great Depression’. Penyebabnya masih sama: utang. Pada krisis kali ini, utang tersebut mulai melibatkan pasar modal. Diawali dari kejatuhan pasar modal Wall Street pada bulan Oktober 1929, AS dirundung krisis ekonomi besar yang baru bisa pulih sekitar sepuluh tahun kemudian. Itupun berkat Perang Dunia II, dimana ekonomi AS ketika itu mulai bergerak kembali karena banyak perusahaan menerima pesanan senjata dan pesawat terbang dari negara-negara di Eropa.
Penyebab dari kejatuhan Wall Street tersebut tak lain adalah karena pasar modal AS mengalami bubble yang sangat parah sebelumnya. Sebelum terjadinya crash, saham-saham di Wall Street terus saja naik dengan cepat, hingga rata-rata PER pada saham-saham di indeks Standard & Poor’s sempat mencapai 32.6 kali, sangat mahal!
Kenaikan harga saham yang terlalu cepat tersebut didorong oleh aksi sekuritas dan bank, yang memberikan pinjaman dalam jumlah besar kepada para investor dan trader, untuk terus membeli saham, termasuk dengan cara short selling. Ketika orang-orang mulai sadar bahwa harga-harga saham sudah terlalu mahal, maka mereka langsung menjual sahamnya, dan diikuti oleh para pelaku pasar lainnya yang panik, sehingga Wall Street langsung anjlok. Indeks saham paling terkemuka di AS, Dow Jones, terus saja turun hingga tahun 1932. Pada saat itu, Dow telah turun ke posisi 41.22, atau 89% lebih rendah dibanding posisi sebelum krisis.
Setelah ‘Great Depression’, hingga saat ini AS belum pernah mengalami krisis besar lagi. Dow memang sempat beberapa kali mengalami koreksi besar, termasuk pada tahun 2008 lalu, yang biasanya juga disebabkan oleh bubble. Namun koreksi-koreksi tersebut tidak pernah sampai separah koreksi yang terjadi pada tahun 1930. Sayangnya seolah tidak mau belajar dari pengalaman, AS kemudian berhutang lagi. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir utang tersebut terus saja meningkat. Pada tahun 2005 lalu, utang AS ‘hanya’ US$ 7.9 trilyun, sebelum kemudian menjadi US$ 14.3 trilyun pada saat ini.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Ketika Indonesia mengalami krisis pada tahun 1998 dan 2008, penyebabnya juga utang. Pada 1998, para pengusaha yang memiliki utang dalam mata uang US$ mendadak tidak mampu melunasi kewajibannya, karena utang mereka tiba-tiba membengkak, yang disebabkan oleh pelemahan kurs Rupiah terhadap Dollar. Beberapa orang mengatakan bahwa krisis 1998 sebenarnya diciptakan oleh AS, yang dengan sengaja mempermainkan mata uang Asia, termasuk Rupiah, agar Indonesia menjadi berhutang kepada International Monetary Fund (IMF). Sebab para pengusaha Indonesia seharusnya masih mampu membayar utangnya andai kata Rupiah tidak melemah terhadap US$.
Sementara pada tahun 2008, yang punya utang adalah warga AS, yaitu utang untuk kredit perumahan, bukan Indonesia. Makanya krisis yang terjadi pada tahun 2008 tidak separah krisis yang terjadi pada tahun 1998. Pada tahun 2008, IHSG ‘hanya’ turun hingga setengahnya, sebelum kemudian menguat kembali dan mencapai posisi pada saat ini.
Dari rentetan kejadian diatas, maka kita bisa mengambil beberapa kesimpulan:
1. Krisis ekonomi biasanya diawali dari pertumbuhan ekonomi yang terlalu cepat, yang bahkan terkadang diiringi dengan euforia. Padahal pertumbuhan tersebut tidak ditopang oleh sektor riil dan makro fundamental. Jarang terjadi sebuah krisis tanpa diawali oleh kondisi finansial yang super-kondusif terlebih dahulu.
2. Ekspektasi alias harapan yang berlebihan akan pendapatan yang besar di masa depan, hanya akan berakhir pada kejatuhan. Ketika bank meminjamkan uang ke para perusahaan kereta api, para bank ini berpikir bahwa perusahaan kereta api tersebut akan terus saja mencetak laba setiap tahunnya. Mereka kurang mempertimbangkan resiko-resiko tertentu yang bisa saja meyebabkan perusahaan kereta api tersebut bangkrut. So, be reasonable!
3. Sejarah membuktikan bahwa utang adalah biang kerok dari krisis. Memang, mengambil utang ke bank ataupun lembaga keuangan lainnya adalah baik, jika diiringi dengan pertimbangan yang matang. Namun diluar itu, maka utang yang anda pegang justru akan menjadi bom waktu.
4. Setiap kenaikan harga saham yang terlalu tinggi hingga bubble, hampir pasti akan berakhir dengan koreksi besar-besaran, yang itu artinya berhati-hatilah setiap kali IHSG naik terlalu cepat.
5. Meski demikian, koreksi tersebut akan berhenti ketika harga-harga saham sudah kembali murah, sehingga itulah saatnya untuk belanja saham kembali, karena pada dasarnya indeks saham akan terus naik dari waktu ke waktu. Ketika terjadi Great Depression, Dow Jones berada di posisi 41. Sementara ketika artikel ini ditulis, Dow sudah berada di posisi 12,132, atau telah menguat sekitar 300 kali lipat dalam waktu 80 tahun. Kecuali dunia kiamat pada 2012 nanti, rasa-rasanya tidak mungkin Dow bisa anjlok ke posisi 41 kembali.
Balik lagi ke masalah utang AS. Kira-kira apa yang akan terjadi pada perekonomian dunia seandainya AS benar-benar mengalami default? Jawabannya tentu saja akan terjadi krisis, dan harga-harga saham di seluruh dunia akan jatuh. Dan sayangnya, kita tidak akan bisa menghindarinya seandainya itu terjadi. Namun seperti yang sudah disebutkan diatas, yang namanya krisis tidak akan terjadi selamanya, dan hanya soal waktu saja sebelum keadaan menjadi normal kembali. Kabar baiknya kalau berdasarkan sejarah, krisis seperti itu jarang terjadi. Paling sering hanya setiap 10 tahun sekali. Mengingat Mr. Obama berhasil menunda waktu ledakan dari ‘bom’ yang dia pegang hingga 10 tahun ke depan, maka untuk saat ini bolehlah kita bersantai sejenak, kecuali jika nanti ada perkembangan baru soal utang Amerika ini.
Tapi jika anda ingin investasi anda benar-benar aman, maka dengarkanlah nasihat Warren Buffett: ‘Janganlah anda sekali-kali berhutang untuk berinvestasi. Gunakan saja dana yang ada, itupun jangan gunakan seluruhnya.’
Ekonomi AS yang sedang terbebani utang, memberikan sentimen negatif terhadap pasar saham. Bahkan ada yang khawatir indeks Dow Jones bisa longsor ke level 10.000.
Menurut pengamat pasar modal, Sem Susilo, Dow Jones telah terkoteksi beruntun 8 hari. Ini yang dijadikan alasan sebagai sinyal market crash part 2. “Saya masih terlalu yakin hal ini tidak akan terjadi. Tidak mudah untuk Jones menerobos support psikologis 11.000-11.500, apalagi meruntuhkan the big support 10.000,” katanya, Rabu (3/8).
Sebagaimana kalkulasi logika awal, lanjutnya, Amerika terhindar dari debt default.Namun membayar utang dengan menambah utang baru bukanlah solusi yang baik atau just a temporary solution. “Kita yakin mereka tahu persis tentang hal ini dan akan mengambil langkah-langkah solusif yang rasional,” jelasnya.
Keyakinan ini didasari pada peta ekonomi dunia saat ini sudah jauh berbeda dengan situasi menjelang market crash part 1. Saat itu Amerika masih menjadi the real superpower. Posisi dan peran ekonominya sangat dominan saat itu, sehingga setiap peristiwa ekonomi di Amerika saat itu berdampak sistemik pada perekomian dunia.
Saat ini, the fact, Amerika menjadi negera yang terbebani dengan utang yang sangat besar. Dan peta perekonomian dunia sudah bergeser ke kawasan Asia, yang rata-rata mempunyai daya tahan dan daya dukung domestik yang sangat baik.
“Jadi kemungkinan hadirnya krismon jilid II adalah sangat kecil. Apalagi harga energi yang menjadi pelatuk pemicu crash part 1, saat ini masih relatif begerak di rangeyang sehat,” paparnya.
Dengan kondisi tersebut, perhatian juga akan tertuju pada pergerakan IHSG. Sebab, sudah pasti akan ikut melakukan adjustment situasional terhadap kondisi market regional dan global. Tetapi ini tidak akan berlangsung lama sehingga bukan crash.
“Jadi tidak perlu panik. Tetap dengan cool jalankan konsep investasi. Pertahankan apa yang layak dipertahankan, dan lepas apa yang seharusnya dilepas. Kepanikan hanya disisakan untuk hot trader yang bertrading di pasar saham tanpa konsep apapun,” tegasnya.
DPR AS Setujui RUU Kenaikan Plafon Utang
DPR AS memilih untuk menyetujui RUU pada Selasa pagi waktu Asia yang akan meningkatkan batas utang federal dalam langkah yang mungkin akan mencegah sebuah default pada kewajiban utang AS.
Dengan margin 269-vs-161 – termasuk penampilan dramatis oleh Rep Giffords Gabrielle, Demokrat Arizona, yang mengalami penembakan di kepala tahun ini – DPR AS menyetujui rancangan undang-undangnya.
RUU itu sekarang menuju ke Senat AS, di mana terdapat harapan yang kuat akan persetujuan, sebelum menuju kepada Presiden Barack Obama, yang telah mengatakan ia akan menandatangani undang-undangnya. Voting suara Senat akan diselenggarakan pada Selasa pagi waktu AS.
Jika disetujui oleh Kongres penuh, kompromi batas utang ini akan mencegah ancaman default, menenangkan pasar keuangan di seluruh dunia, dan menghindari kerusakan lebih lanjut di ekonomi AS yang sudah lemah.
Berdasarkan kesepakatan tersebut batas utang saat ini sebesar $14.3 triliun akan dinaikkan hingga $2,4 triliun dalam dua tahap. Peningkatan ini akan dicocokkan dengan jumlah proyeksi pengurangan yang sama dalam pengeluaran selama 10 tahun ke depan.
Bahkan dengan penghematan tersebut, bagaimanapun, AS diproyeksikan akan meningkatkan utang negara sebesar $7 triliun atau lebih selama rentang waktu yang sama, berdasarkan tingkat pengeluaran dan pendapatan aat ini. Dan putusan dari lembaga pemeringkat utama belum jelas; Standard & Poor telah memperingatkan bahwa hal itu dapat mengurangi peringkat kredit AAA dari AS.
Setelah kompromi ini menjadi UU, Departemen Keuangan akan segera mendapatkan $400 milyar dalam otoritas pinjaman tambahan, dengan tambahan $500 miliar untuk datang kemudian di musim gugur.
Plafon utang akan dinaikkan lagi oleh sampai $1,5 triliun pada akhir 2011 setelah sebuah panel bipartisan yang terdiri dari jumlah yang sama dari Demokrat dan Republik datang dengan pengurangan belanja yang sesuai atau, adanya kenaikan pajak.
Kekhawatiran ekonomi AS yang melemah telah menyebabkan harga minyak mentah AS turun pada perdagangan Selasa (2/8).
Minyak mentah jenis light sweet turun US$1,1 menjadi US$93,79 per barel untuk pengiriman September. Level ini merupakan penutupan terlemah sejak 28 Juni lalu di New York Mercantile Exchange (NYMEX). Untuk minyak mentah jenis Brent turun 35 sen menjadi US$116,46 per barel di London.
Kongres AS meloloskan paket pemotongan defisit yang juga meningkatkan pembatasan utang. Hal ini diperkirakan akan menghapus kemungkinan terjadi downgrade peringkat kredit AS. “Pengesahan RUU pembatasan utang AS sudah seharusnya memepengaruhi harga di pasar minyak. Tetapi pasar lebih peduli dengan data terbaru ekonomi yang cenderung melemah,” kata Direktur BNP Paribas Commodity Futures, Tom Bentz.
Dolar AS juga menguat sehingga menambah tekanan terhadap harga minyak dunia. Untuk penurunan harga Brent karena terjadi gangguan pasokan. Selain itu ekspor minyak mentah dari Libya masih berkurang dan terbakarnya kilang minyak di Taiwan.
Data pengeluaran konsumen AS untuk bulan Juni turun karena didukung tidak naiknya pendapatan warga AS. Hal ini semakin menambah sentimen negatif setelah data manufaktur bulan Juli turun. Hal ini akan mengurangi permintaan minyak mentah dunia.
Permintaan bensin eceran di AS turun tajam hingga 3,1% dalam pekan ini sejak 29 Juli tahun 2010 lalu. Padahal pada pekan sebelumnya naik 0,1%
Shutterstock Amerika Serikat hampir pasti lolos gagal bayar (default) setelah DPR menyetujui kesepakatan peningkatan batas utang pemerintah federal, kemarin. Meski begitu, para kreditor AS menilai, utang AS yang menggunung dan dollar yang terlalu dominan masih tetap mengancam ekonomi global.
Presiden Amerika Serikat Barack Obama akhirnya meneken Rancangan Undang-Undang yang mengesahkan batas maksimum utang baru Amerika Serikat (debt ceiling). Penandatanganan naskah RUU itu sekaligus membuat Amerika terhindar dari status gagal batar utang (default).
“Kami telah berbuat sebisa mungkin untuk membangkitkan ekonomi negeri ini dan membawa Amerika kembali produktif,” kata Obama saat mengumumkan pengesahan utang baru itu di Washington.
Seperti dikutip kantor berita Associated Press, Obama meneken RUU itu tak lama setelah DPR Amerika Serikat melakukan voting atas RUU ini di Capitol Hill, Washington DC, Senin malam waktu setempat atau Selasa, 2 Agustus 2011 waktu Indonesia. Voting itu menghasilkan 269 anggota DPR mendukung, sedangkan 161 menentang.
Penandatanganan naskah RUU itu, dilakukan pada 2 Agustus 2011 waktu Washington DC. Keputusan itu sungguh krusial karena berlangsung mepet, hanya sehari menjelang tenggat waktu pembayaran utang pemerintah Amerika kepada kreditur, terutama pemegang obligasi, yaitu 2 Agustus 2011 waktu setempat.
Soal batas utang ini akhirnya bisa diselesaikan setelah melalui perdebatan alot selama berminggu-minggu di Kongres antara kubu Demokrat pendukung pemerintah dengan kubu Partai Republik yang beroposisi. Kompromi terjadi setelah Obama melobi John Boehner, Ketua DPR dari Partai Republik melalui telepon.
Dengan penandatanganan RUU ini, Kongres mendukung proposal pemerintah untuk menaikkan batas utang maksimum sebesar US$ 2,4 triliun. Utang maksimum AS saat ini sebesar US$ 14,3 triliun. Dengan demikian, batas ini menjadi naik jadi US$ 16,5 triliun.
Meski begitu, kubu Republik yang menguasai mayoritas DPR memberikan catatan, pemerintahan Obama diminta menghemat anggaran sebesar US$ 2,3 triliun selama 10 tahun. Sebuah komisi khusus akan dibentuk untuk membahas pos mana saja yang akan mengalami penghematan.
Andai lobi dengan kubu republik itu gagal, maka pemerintahan Obama dianggap gagal menjaga citra Amerika di mata para kreditur karena Amerika dianggap berisiko gagal membayar utang.
Namun, pemerintahan Obama masih harus memikirkan bagaimana mengetatkan anggaran seperti yang disyaratkan Kongres. Obama sendiri berharap kubu oposisi mau berkompromi dan bersedia menyetujui usulan pemerintah untuk menaikkan pajak. Kenaikan itu diharapkan bisa menjadi solusi pemerintah untuk membayar utang baru dan mengatasi defisit anggaran.
Usulan kenaikan pajak itu masih jadi perdebatan di Kongres. Kubu Republik yang didukung para pengusaha merasa keberatan. Sebaliknya mereka menyoal pemerintahan Obama yang tidak efisien dan boros anggaran, terutama dalam subsidi layanan sosial dan kesehatan bagi rakyat.
Salah satu kreditor terbesar yang khawatir dengan kemampuan AS dalam membayar utang adalah China. Surat kabar utama di China, People’s Daily, mengatakan, kredibilitas obligasi Pemerintah AS sudah hancur sejak krisis sub-prime mortgage.Namun, negara lain belum menemukan cara untuk melepaskan ketergantungan pada dollar. “Meski kepercayaan pada utang AS turun dan lembaga rating akan menurunkan rating AS, kredibilitas dasar tidak berubah. Dollar tetap menjadi mata uang yang kuat,” kata surat kabar itu.
Zhu Baoliang, kepala ekonom di lembaga pemerintah State Information Centre, mengatakan, pengurangan belanja AS sebesar 1 triliun dollar AS selama 10 tahun ke depan tidak cukup untuk mencegah krisis utang pada masa yang akan datang. “Gagal bayar AS tidak akan berdampak langsung terhadap China. Tapi, dampaknya akan terlihat pada jangka panjang,” katanya seperti dikutip China Daily.
Li Xiangyang, seorang peneliti di Akademi Ilmu Sosial China, mengatakan, politisi AS pada masa depan bisa mengabaikan kepentingan kreditor dan lebih mengutamakan kebijakan dalam negeri.
Menurut Li, untuk menghindari perangkap dollar AS, China harus menghentikan investasi dalam aset dollar pada masa depan.
Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin juga melihat ancaman serupa. “AS sudah tak terkendali dan menumpahkan sebagian beban masalah ke ekonomi dunia. AS hidup sebagai parasit dari ekonomi global dan monopoli dollar,” ujar Putin.
Putin, yang sering mengkritik kebijakan nilai tukar AS, mencatat, Rusia memegang obligasi dan treasury notes AS dalam jumlah besar. “Jika di Amerika ada masalah sistemik, akan mempengaruhi semua orang. Negara seperti China dan Rusia menyimpan cadangan devisa dalam jumlah besar di surat berharga Amerika. Seharusnya ada mata uang lain sebagai cadangan devisa,” ujarnya.
Meski Alami Krisis Keuangan, Bantuan AS untuk Israel Akan Tetap Utuh
Meskipun krisis keuangan yang parah, para pejabat AS mengatakan bantuan asing untuk Israel tidak terpengaruh dan berkurang pada tahun 2012 meskipun adanya pemotongan anggaran, pejabat senior AS mengatakan Rabu kemarin (27/7).
Bantuan sebesar 3.075 milyar dolar yang diberikan kepada Israel akan tetap utuh di bawah Undang-Undang Operasi Luar Negeri dan negara 2012, kata Ketua DPR AS dari komite alokasi, Hal Rogers mengatakan dalam sebuah pernyataan bersama dengan Kay Granger, ketua operasi asing subkomite alokasi.
“Anggaran dana yang dialokasikan sepenuhnya komitmen kami untuk memastikan kami sekutu Israel yang tetap mempertahankan keunggulan kualitatif militer,” kata senator republik Nita Lowey, menambahkan bahwa ia puas dengan keputusan ini, tetapi mengkritik pemotongan lain dalam paket bantuan asing.
Anggaran keseluruhan yang dialokasikan untuk bantuan luar negeri Amerika untuk tahun 2012, seperti yang disajikan oleh Partai Republik Rabu kemarin, akan berdiri di angka 39.6 milyar dolar, menandai adanya 8.8 milyar dolar yang dipotong dibandingkan dengan anggaran 2011.
Menlu AS Hillary Clinton dilaporkan senang dengan adanya pemotongan anggaran yang diharapkan.
Sebelumnya Presiden AS George W. Bush setuju dengan mantan Perdana Menteri Israel Ehud Olmert pada paket bantuan 30 milyar dolar untuk disebarkan lebih dari 10 tahun, mulai tahun 2007. Presiden Barack Obama telah mengikuti kesepakatan itu meskipun terjadinya krisis keuangan yang parah di Amerika Serikat.
AS saat ini telah mempertahankan bantuan pertahanan untuk Israel dan penambahan ratusan juta dolar per tahun untuk proyek-proyek militer Israel, terutama di bidang pertahanan anti-rudal
.
Lembaga pemeringkat Moody’s Investors Service, Rabu (3/8/2011), menyatakan peringkat utang AS tetap berada pada posisi AAA, setelah ada ketetapan mengenai penghematan anggaran dan penambahan pagu utang. Akan tetapi, Moody’s memberikan prospek negatif terhadap utang AS.
Prospek negatif berarti dalam waktu dekat kemungkinan peringkat akan diturunkan. Penurunan peringkat akan dilakukan jika pemerintah tidak disiplin dalam mengelola fiskalnya atau perekonomian memburuk secara signifikan.
Penurunan peringkat kredit menyebabkan naiknya tingkat suku bunga yang diminta oleh kreditor. Dampaknya akan cukup besar terhadap perekonomian secara umum. Naiknya tingkat suku bunga berarti pemerintah, perusahaan bahkan perorangan harus membayar bunga lebih tinggi lagi jika meminjam uang. Moody’s belum pernah memberikan peringkat lebih rendah dari AAA kepada pemerintah AS sejak mulai mengamati utang AS pada tahun 1917.
Sebelumnya, pemeringkat lain, Fitch Ratings menyatakan tindakan Kongres meningkatkan pagu anggaran dan membuat pemangkasan merupakan langkah penting tetapi bukanlah akhir dari sebuah proses.
Fitch berharap akan ada kesimpulan mengenai kajiannya terhadap peringat utang AS ini pada akhir Agustus. Pejabat Fitch menyatakan mereka sedang mengamati perkembangan dan hal-hal yang mungkin akan memperburuk masalah utang pemerintah.
Menurut Moody’s, pemangkasan anggaran sebesar 917 miliar dollar AS dalam 10 tahun serta pembentukan komite kongres yang harus membuat rekomendasi tambahan penghematan sebesar 1,5 triliun dollar AS belum teruji. “Kombinasi pembentukan komite kongres dan mekanisme otomatis untuk mengurangi fiskal belum teruji. Jika ada mekanisme baru yang ditetapkan oleh UU Kontrol Anggaran ternyata tidak efektif akan memberikan pengaruh buruk terhadap peringkat,” demikian pernyataan Moody’s.
Standard & Poor’s belum memberikan komentarnya. Menurut S&P, paket penghematan itu seharusnya bernilai 4 triliun dollar AS, untuk mencapai tingkat utang yang dapat dikelola dengan baik. S&P tampaknya merupakan pemeringkat yang paling mungkin menurunkan peringkat kredit AS.
……………………………………
‘Kekuatan Militer Iran Tak Terbayangkan’
Menteri Pertahanan Iran Brigadir Jenderal Ahmad Vahidi telah menyoroti kemampuan penangkal rudal balistik Iran dan memperingatkan musuh agar tidak mengambil tindakan militer terhadap Republik Islam.
Brig Jen Ahmad Vahidi, Menhan Iran
Dalam sebuah pidato kepada sekelompok komandan dan personil dari Korps Pengawal Revolusi Islam di Tehran pada hari Minggu, Vahidi berkaata bahwa kekuatan penangkal Iran, dalam hal ini kemampuan rudal, adalah di luar apa yang bisa bayangkan musuh .
“Meskipun kampanye negatif dan propaganda yang meracuni suasana dimana musuh-musuh berusaha menciptakannya untuk mempengaruhi opini publik, kekuatan Iran dimaksudkan untuk menjamin keamanan nasional dan regional dan juga untuk menahan setiap kemungkinan serangan musuh dengan sistim pertahanan Islam,” Vahidi menyatakan.
Iran telah memperoleh keahlian dalam produksi rudal kecepatan tinggi dalam beberapa tahun ini, dan dengan demikian sering melakukan latihan untuk menguji-coba prototipe terbaru.
Iran berhasil menguji generasi kedua dari rudal Sejjil dan telah memulai produksi massal pada bulan Desember. Bahan bakar padat, rudal dua-tahap Sejjil-2 memiliki rentang yang lebih panjang daripada rudal Shahab-3, yang dapat mencapai target 2.000 kilometer (1.250 mil)
.
Peningkatan Kekuatan Militer Iran
TEHERAN -
Iran Buat Sistem Pertahanan Rudal Canggih Iran mempercepat pembuatan sistem pertahanan rudal yang akan lebih baik daripada S-300 milik Rusia.
Langkah ini membuktikan tekad Teheran untuk membuat sendiri seluruh persenjataan militer karena embargo persenjataan oleh Amerika Serikat (AS). Selain melakukan embargo, Washington juga menekan Rusia agar tidak mengirimkan S-300 yang telah dipesan Iran.
Washington pada November 2009 mengancam melakukan tindakan hukum terhadap Rusia jika gagal memenuhi kesepakatan untuk menyuplai Teheran dengan S-300 yang merupakan sistem pertahanan udara canggih. Rusia yang menjadi aliansi terdekat Iran di antara kekuatan dunia lain, sejauh ini belum menerima S-300.
Menurut Teheran, penundaan pengiriman itu karena tekanan dari Washington dan Israel, musuh bebuyutan Iran. Pada Oktober 2009, kantor berita Rusia, Interfax, melaporkan bahwa Iran belum membayar S-300 karena Moskow belum memberikan persetujuan akhir tentang kesepakatan tersebut.
Bagi Barat, kesepakatan itu tentu sangat dikhawatirkan dapat memperkuat sistem pertahanan Iran. Berdasarkan kontrak, Rusia akan menjual persenjataan ke Iran berupa lima baterai rudal-rudal S-300PMU1, seharga USD800 juta.
S-300PMU1 yang diberi kode SA-20 Gargoyle oleh NATO itu merupakan system gerak berbasis darat yang didesain untuk menembak jatuh pesawat terbang dan rudal. Barat khawatir Iran dapat menggunakan system itu untuk menghadapi ancaman serangan AS atau Israel.
Keduanya tidak pernah menepis kemungkinan serangan militer ke fasilitas nuklir Iran. Selain itu, kemarin, Menteri Pertahanan Iran Ahmad Vahidi membuka dua jalur produksi untuk manufaktur pesawat canggih tanpa awak atau drone. “Pesawat itu mampu melakukan pengintaian, deteksi, dan serangan dengan dengan ketepatan tinggi,” ungkap kantor berita Fars.
Kemarin, Iran juga secara resmi mengumumkan pada Badan Energi Atom Internasional (IAEA) tentang rencana melakukan pengayaan uranium ke level 20%. “Teheran akan mulai melakukan pengayaan uranium hingga level 20% mulai Selasa (9/2) dan IAEA akan diberi informasi mengenai keputusan ini sebelumnya,” papar kepala organisasi atom Iran Ali Akbar Salehi.
“Pengayaan itu akan dilakukan di fasilitas Natanz mulai Selasa (9/2),” kata Salehi. Fasilitas pengayaan uranium utama Iran berada di pusat kota Natanz. Fasilitas itu melakukan aktivitas atom selama bertahun-tahun meskipun telah mendapat tiga kali sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Salehi menjelaskan, Iran akan menghentikan program pengayaan ke level 20% jika negosiasi dengan kekuatan dunia mencapai kesepakatan akhir. Saat ini draf negosiasi usulan IAEA mengalami kebuntuan karena Barat menolak perubahan yang ditawarkan Iran.
Dalam draf IAEA, kekuatan dunia meminta Iran menyerahkan uranium kadar rendah (LEU) ke Rusia dan Prancis, dalam satu tahap. Tapi Teheran meminta agar penyerahan itu dilakukan dalam beberapa tahap dan berlangsung di dalam negeri Iran.