Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Nashiruddin_Al-Albani
Muhammad Nashiruddin al-Albani
|
|
Lahir
|
1914
Shkoder (Askhodera), Albania |
Meninggal
|
1999
Yordania |
Era
|
Era modern
|
Tradisi
|
|
Minat utama
|
Pemurnian syariat
Islam sesuai ajaran Muhammad
|
Dipengaruhi[tampilkan]
|
|
Mempengaruhi[tampilkan]
|
Muhammad Nashiruddin al-Albani (Arab: محمد
ناصر الدين الألباني) (lahir di Shkoder, Albania; 1914 / 1333 H – meninggal di Yordania; 1 Oktober
1999 / 21
Jumadil Akhir 1420 H; umur 84–85 tahun) adalah seorang ulama Hadits terkemuka
dari era kontemporer (abad ke-20) yang sangat berpengaruh, dikenal dikalangan
kaum Muslimin dengan nama Syaikh al-Albani atau Syaikh Muhammad
Nashiruddin al-Albani, sebutan al-Albani ini merujuk kepada daerah asalnya
yaitu Albania.
Lahir pada tahun 1914 di Askhodera,
Albania. Syaikh
al-Albani adalah seorang ulama besar Sunni dan asli berdarah Balkan, Eropa. Menelurkan
banyak karya-karya monumental dibidang hadits dan fiqh (fikih) serta banyak
dijadikan rujukan oleh ulama-ulama Islam dimasa sekarang. Pernah menjadi dosen
selama tiga tahun di Universitas Islam Madinah dan kemudian dilanjutkan dengan
menjabat sebagai dewan tinggi Universitas Islam Madinah. Meraih penghargaan
tertinggi dari kerajaan Arab Saudi, yaitu piagam internasional King Faisal pada
tahun 1999 atas karya-karya ilmiahnya. Meninggal pada tahun 1999 di Yordania.[1][2][3][4]
Daftar isi |
Pertumbuhan
Nama lengkapnya adalah Syaikh Muhammad
Nashiruddin bin Nuh an-Najati al-Albani, nama kunyahnya adalah Abu Abdurrahman
(anak pertamanya bernama Abdurrahman) dan akrab ditelinga umat Islam dengan
nama Syaikh al-Albani, sedangkan al-Albani sendiri adalah penyandaran terhadap
negara asalnya yaitu Albania. Syaikh al-Albani dilahirkan pada tahun 1914 di kota Askhodera (Shkoder), sebuah
disktrik pemerintahan di Albania. Perlu diketahui bahwa Albania pada masa
itu masih termasuk negara yang menerapkan undang-undang Islam, sebagaimana
halnya ketika daerah itu masih menjadi bagian dari kekuasaan Kesultanan Ottoman, meskipun kemudian merdeka
setelah Kesultanan Ottoman mengalami masa kemundurannya.
Ayahnya adalah seorang ulama disana, yaitu al-Hajj Nuh an-Najati (Haji Nuh,
nama lengkapnya: Nuh bin Adam an-Najati al-Albani). Haji Nuh adalah salah satu
pemuka Mazhab Hanafi di Albania dan
begitu ahli dibidang ilmu syar'i yang didalaminya di Istanbul,
Ibukota Kesultanan Ottoman.
Saat ideologi komunis menguasai daerah Balkan, hingga
salah seorang pemimpinnya yaitu Ahmet Zog (Zog
dari Albania) naik tahta, terjadilah suatu peristiwa yang kelak akan
mengebiri Albania dari identitas negara Islamnya, yaitu pensekuleran
undang-undang oleh Ahmet Zog. Pola politik ala Stalin mulai diterapkan di Albania, banyak
terjadi perombakan undang-undang secara menyeluruh, bahkan lafadz Azan yang sangat sakral
bagi umat Islam pun dipaksa untuk diucapkan dalam bahasa Albania. Maka
semenjak itu menjadi maraklah gelombang pengungsian orang-orang yang masih
dengan teguh mengadopsi nilai-nilai keislamannya, salah satu dari orang-orang
itu adalah keluarga Haji Nuh yang memutuskan untuk migrasi ke Damaskus,
ibukota Syiria yang ketika itu masih menjadi bagian dari wilayah Syam, saat itu
Syaikh al-Albani baru berusia 9 tahun.[5]
Syaikh al-Albani tumbuh besar dan memulai
lembaran-lembaran hidupnya di kota
ini, latar belakangnya adalah berasal dari keluarga yang miskin, meskipun
begitu pendidikan agama tetap menjadi acuan utama dalam kehidupan keluarganya.
Oleh ayahnya, al-Albani kecil dimasukkan ke sebuah sekolah setingkat SD
(Sekolah Dasar), yaitu al-Is'af al-Khairiyah al-Ibtidaiyah di Damaskus,
lalu ayahnya memindahkannya ke sekolah lain. Di sekolah keduanya inilah ia
selesaikan pendidikan dasar formalnya. Ayahnya tak memasukkannya ke sekolah
tingkat lanjutan, karena Haji Nuh memandang bahwa ternyata sekolah akademik
dengan kurikulum formal ternyata tidak memberikan manfaat yang besar selain
sekedar mengajari seorang anak belajar membaca, menulis, dan pendidikan wawasan
serta akhlak yang sangat rendah mutunya. Namun bukan ternyata tak sampai disini
saja, demi program pendidikan yang lebih kuat dan terarah, ayahnya pun
membuatkan kurikulum untuknya yang lebih fokus. Melalui kurikulum tersebut,
Syaikh al-Albani mulai belajar al-Qur'an dan tajwidnya, ilmu sharaf, dan fiqih
melalui mazhab Hanafi, karena ayahnya adalah ulama mazhab tersebut. Selain
belajar melalui ayahnya, tak luput pula Syaikh al-Albani belajar dari
ulama-ulama didaerahnya. Syaikh al-Albani pun mulai mempelajari buku Maraaqi
al-falaah, beberapa buku Hadits, dan ilmu balaghah dari gurunya, Syaikh Sa'id
al-Burhaani. Selain itu, ada beberapa cabang ilmu yang lain yang dipelajarinya
dari Imam Abdul Fattah, Syaikh Taufiq al-Barzah, dan lain-lain.
Membaca adalah hobi yang digandrunginya sejak
kecil, waktu-waktu luang tak akan berlalu begitu saja melainkan akan
dimanfaatkan untuk membaca. Proses belajar terus dijalaninya seiring dengan
usianya yang semakin dewasa, ayahnya pun juga membekalinya keahlian dalam hal
pekerjaan untuk menjadi modal mencari nafkahnya kelak, yaitu keahlian sebagai
Tukang Kayu dan Tukang Reparasi Jam. Tukang kayu adalah profesi awalnya,
kemudian ia mengalihkan kesibukannya sebagai Tukang Reparasi Jam, yang mana
Syaikh al-Albani sangat mahir dalam bidang ini sebagaimana ayahnya. Karena
keahlian Reparasi Jamnya sangat terkenal, hingga julukan as-Sa'ti (Tukang
Reparasi Jam) pun tersemat kepadanya saat itu.
Menuju Ilmu Hadits
Pada umur sekitar 20-an tahun, pandangan Syaikh
al-Albani muda tertuju kepada majalah al-Manar terbitan Muhammad Rasyid
Ridha di salah satu toko yang dilaluinya. Dilihatnya majalah itu, kemudian
dibukanya lembar demi lembar hingga terhentilah perhatiannya pada sebuah
makalah studi kritik hadits terhadap Ihya' Ulumuddin (karangan al-Ghozali) dan
hadits-hadits yang ada didalamnya. "Pertama kali aku dapati kritik
begitu ilmiah semacam ini", ungkap Syaikh al-Albani ketika mengisahkan
awal mula terjunnya kedunia hadits secara mendalam. Rasa penasaran membuatnya
ingin merujuk secara langsung ke kitab yang dijadikan referensi makalah itu,
yaitu kitab al-Mughni 'an Hamlil Asfar, karya al-Hafizh al-Iraqi. Namun,
kondisi ekonomi tak mendukungnya untuk membeli kitab tersebut. Maka, menyewa
kitab pun menjadi jalan alternatifnya. Kitab yang terbit dalam 3 jilid itupun
disewa kemudian disalin dengan pena tangannya sendiri, dari awal hingga akhir.
Itulah aktivitas pertamanya dalam ilmu hadits, sebuah salinan kitab hadits.
Selama proses menyalin itu, tentunya menjadikan Syaikh al-Albani secara tak
langsung telah membaca dan menelaah kitabnya secara mendalam, yang mana dari
hal ini menjadikan perbendaharaan wawasan yang ada pada Syaikh al-Albani pun
bertambah, dan ilmu hadits menjadi daya tarik baginya.
Ilmu hadits begitu luar biasa memikat Syaikh
al-Albani, sehingga menjadi pudarlah ideologi mazhab Hanafi yang ditanamkan
ayahnya kepadanya, dan semenjak saat itu Syaikh al-Albani bukan lagi menjadi
seorang yang mengacu pada mazhab tertentu (bukan lagi menjadi seorang yang
fanatik terhadap mazhab tertentu), melainkan setiap hukum agama yang datang
dari pendapat tertentu pasti akan ditimbangnya dahulu dengan dasar dan kaidah
yang murni serta kuat yang berasal dari sunnah Nabi Muhammad/hadits. Kesibukan
barunya pada hadits ini mendapat kritikan keras dari ayahnya, bahwasanya "ilmu
hadits adalah pekerjaan orang-orang pailit", demikian ungkap ayahnya
ketika mengomentari Syaikh al-Albani. Semakin terpikatnya Syaikh al-Albani
terhadap hadits Nabi, itulah kata yang tepat baginya. Bahkan hingga toko
reparasi jamnya pun memiliki dua fungsi, sebagai tempat mencari nafkah dan
tempat belajar, dikarenakan bagian belakang toko itu sudah dirubahnya
sedemikian rupa menjadi perpustakaan pribadi. Bahkan waktunya mencari nafkah
pun tak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan waktunya untuk belajar, yang
pada saat-saat tertentu hingga (total) 18 jam dalam sehari untuk belajar,
diluar waktu-waktu sholat dan aktivitas lainnya.[6]
Syaikh al-Albani pun secara rutin mengunjungi
perpustakaan azh-Zhahiriyyah di Damaskus untuk membaca buku-buku yang tak
biasanya didapatinya di toko buku. Dan perpustakaan pun menjadi laboratorium
umum baginya, waktu 6-8 jam bisa habis di perpustakaan itu, hanya keluar di
waktu-waktu sholat, bahkan untuk makan pun sudah disiapkannya dari rumah berupa
makanan-makanan ringan untuk dinikmatinya selama di perpustakaan. Selain itu,
Syaikh al-Albani juga menjalin persahabatan dengan pemilik-pemilik toko buku
(karena saking seringnya Syaikh al-Albani mengunjungi toko bukunya untuk
membaca-baca), hal ini memudahkannya untuk meminjam buku-buku yang
diinginkannya karena keterbatasan hartanya untuk membelinya, dan disaat ada
orang yang hendak membeli buku yang dipinjamnya, maka buku tersebut
dikembalikan. Bertahun-tahun masa-masa ini dilaluinya bersama sepeda sederhana
yang biasa digunakannya untuk keperluan bepergian.
Syaikh al-Albani sering mengambil sobekan kertas
dari jalan, biasanya berupa kartu undangan pernikahan yang dibuang, yang
kemudian akan digunakannya sebagai alat mencatat, hal ini adalah bentuk
penghematannya karena keterbatasan Syaikh al-Albani dalam harta. Seringkali
pula dibelinya potongan-potongan kertas dari tempat pembuangan, yang mana
dengan cara ini Syaikh al-Albani bisa membeli kertas dengan harga murah dan
dalam jumlah yang cukup banyak, kemudian dibawanya kerumah dan kertas-kertas
itu kemudian dipilahnya yang masih bisa digunakan untuk kemudian dipakainya
sebagai alat mencatat.
Suatu hari di perpustakaan azh-Zhahirriyyah,
selembar kertas hilang dari manuskrip yang digunakan Syaikh al-Albani untuk
belajar. Kejadian ini menjadikannya mencurahkan seluruh perhatian untuk membuat
katalog dari seluruh manuskrip hadits di perpustakaan agar folio yang hilang
tersebut bisa ditemukan. Dan karena sebab ini, Syaikh al-Albani pun mendapatkan
banyak sekali ilmu dari ribuan manuskrip hadits yang disalinnya. Kehebatannya
ini dibuktikan beberapa tahun kemudian oleh DR. Muhammad Mustafa A'dhami pada
pendahuluan "Studi Literatur Hadits Awal", dimana DR. Muhammad
Mustafa A'dhami mengatakan: "Saya mengucapkan terimakasih kepada Syaikh
Nashiruddin al-Albani, yang telah menempatkan keluasan ilmunya pada
manuskrip-manuskrip langka dalam tugas akhir saya", hal ini
dikarenakan DR. Muhammad Mustafa A'dhami memanfaatkan perpustakaan itu untuk
penyelesaian doktoralnya, dan ternyata apa yang didapatkannya dari
manuskrip-manuskrip hasil kerja keras Syaikh al-Albani dulunya menghasilkan
kekaguman dari para pembimbingnya.
Tak cukup dengan belajar sendiri, Syaikh
al-Albani pun sering ikut serta dalam seminar-seminar ulama besar semacam
Syaikh Muhammad Bahjat al-Baitar yang sangat ahli dalam bidang hadits dan
sanad. Didatanginya pula majlis-majlis ilmu Syaikh Bahjat al-Baitar dan Syaikh
al-Albani pun banyak mengambil manfaat darinya, dari majlis serta
diskusi-diskusi ini mulai nampaklah kejeniusan Syaikh al-Albani dalam sains
hadits. Suatu ketika ada seorang ahli hadits, al-musnid (ahli sanad), sekaligus
sejarawan dari kota Halab (Aleppo) tertarik
kepadanya, beliau adalah Syaikh Muhammad Raghib at-Tabbakh yang kagum terhadap
kecerdasan Syaikh al-Albani. Syaikh at-Tabbakh berupaya menguji hafalan serta
pengetahuan Syaikh al-Albani terhadap ilmu mustholah hadits, dan hasilnya pun
sangat memuaskan. Maka turunlah sebuah pengakuan dari Syaikh at-Tabbakh, yaitu al-Anwar
al-Jaliyyah fi Mukhtashar al-Atsbat al-Hanbaliyyah, sebuah ijazah sekaligus
sanad yang bersambung hingga Imam Ahmad bin Hanbal (yang melalui jalur Syaikh
at-Tabbakh). Imam Ahmad bin Hanbal adalah seorang Imam ahli hadits diantara
Imam yang empat (Hanafi, Malik, Syafi'i, & Ahmad), Imam Ahmad adalah murid
Imam Syafi'i (dalam hal fiqh) sekaligus guru Imam Syafi'i (dalam hal ilmu
hadits), dan Imam Ahmad juga merupakan guru yang paling berpengaruh bagi Imam
Bukhari (sang bapak muhadits).
Syaikh al-Albani mulai melebarkan hubungannya
dengan ulama-ulama hadits diluar negri, senantiasa berkorespondensi dengan
banyak ulama, ada diantaranya yang berasal dari India, Pakistan dan
negara-negara lain. Mendiskusikan hal-hal yang berhubungan dengan hadits dan
agama pada umumnya, termasuk dengan Syaikh Muhammad Zamzami dari Maroko, Syaikh
'Ubaidullah Rahman (pengarang Mirqah al-Mafatih Syarh Musykilah al-Mashabih),
dan juga Syaikh Ahmad Syakir dari Mesir, bahkan mereka berdua (Syaikh al-Albani dan Syaikh Ahmad
Syakir) terlibat dalam sebuah diskusi dan penelitian mengenai hadits. Syaikh
al-Albani juga bertemu dengan ulama hadits terkemuka asal India, yaitu Syaikh
Abdus Shomad Syarafuddin yang telah menjelaskan hadits dari jilid pertama kitab
Sunan al-Kubra karya Imam an-Nasai, kemudian juga karya Imam al-Mizzi
yang monumental yaitu Tuhfat al-Asyraf, yang selanjutnya mereka berdua
saling berkirim surat. Dalam salah satu surat,
Syaikh Abdus Shamad menunjukkan pengakuan atas keyakinan beliau bahwa Syaikh
al-Albani adalah ulama hadits terhebat pada masa itu.
Pada tahun 1962, Syaikh al-Albani mendapatkan
panggilan dari Universitas Islam Madinah yang ketika itu dipimpin oleh Syaikh
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, rektor Universitas tersebut yang sekaligus
menjabat sebagai mufti (penasehat) Kerajaan Arab Saudi,
dan Syaikh al-Albani direncanakan akan diangkat menjadi dosen disana. Disana
Syaikh al-Albani mengajar ilmu Hadits dan fiqh Hadits di fakultas pasca sarjana,
bahkan menjadi Guru Besar ilmu Hadits. Kemudian pada tahun 1975, Syaikh
al-Albani diangkat menjadi dewan tinggi Universitas Islam Madinah selama tiga
tahun hingga kemudian memutuskan kembali pulang ke negaranya. Syaikh Abdul Aziz
bin Abdullah bin Baz memberikan komentar atas Syaikh al-Albani, "Aku
belum pernah melihat di kolong langit pada saat ini orang yang sangat alim
(berilmu) dalam ilmu hadits seperti al-'Allamah Muhammad Nashiruddin
al-Albani", demikian ungkap beliau.
Ketika percobaan pendudukan Israel atas
Palestina di Yerusalem
(saat itu Yerusalem belum diduduki Israel), Syaikh al-Albani mendapatkan paspor (izin) untuk
pergi ke Yerusalem
di Palestina,
disana Syaikh al-Albani menjadi mentor para pejuang Al-Quds yang tergabung
didalam brigade Izzuddin al-Qossam dan mengajari mereka sunnah-sunnah Nabi
dalam berjihad serta syariat berjihad, disana disempatkannya pula untuk sholat
di Masjidil Aqsa bersama para pemuda yang berjuang di Yerusalem
tersebut. Ketika Syaikh al-Albani hendak bergabung dalam barisan pejuang
pembebasan Al-Quds, hal ini pun segera diketahui oleh pemerintah negrinya dan
serta merta mencabut izin keluar negri milik Syaikh al-Albani dan dengan segera
memulangkannya. Sedangkan di lain sisi, pemerintah Syam seakan menggantikan
posisi Syaikh al-Albani dengan bergabungnya tentara Syam kedalam koalisi Arab
untuk melawan Israel dan Amerika, dan dari hal ini menjadikan sebagian wilayah
Syam pun meluas karena resmi terlepas dari pendudukan Israel yang sebelumnya
telah melakukan pemekaran wilayah kedaerah selatan dan sempat menguasai
sebagian wilayah Syam.
Semakin mendalam mempelajari ilmu hadits, semakin
ahli pula dalam bidang hadits, hingga ribuan hadits dipelajari Syaikh al-Albani
dengan studi ilmiah yang sangat luar biasa kejelian serta ketelitiannya.
Karya-karyanya mencapai lebih dari 200 buah buku, yang kecil maupun yang besar
(tebal), bahkan ada yang berjilid-jilid, yang lengkap maupun yang belum, yang
sudah dicetak maupun yang masih berbentuk manuskrip. Selama hidupnya, Syaikh
Albani menghafal al-Qur'an dan ratusan ribu hadits beserta sanad sekaligus
matan dan rijalnya, beliau juga telah banyak meneliti dan men-ta'liq puluhan
ribu silsilah perawi hadits (sanad) pada hadits-hadits yang sudah tak terhitung
jumlahnya secara pasti, dan menghabiskan waktu enam puluh tahun untuk belajar
buku-buku hadits, sehingga seakan-akan buku-buku tersebut menjadi sahabat
sekaligus jalan Syaikh al-Albani untuk berhubungan dengan ulama-ulamanya
(pengarang kitab-kitab tersebut).[7]
Beberapa Tugas Ilmiah Dan Dakwah Yang Pernah Diemban
- Setelah menganalisa hadits-hadits pada kitab Shahih Ibnu Khuzaimah, seorang ulama hadits asal India, yaitu Syaikh Muhammad Musthofa A'dhami (kepala Ilmu Hadits di Mekkah), memilih Syaikh al-Albani untuk memeriksa dan mengoreksi kembali analisa yang dilakukan Syaikh Muhammad Musthofa A'dhami, dan pekerjaan tersebut telah diterbitkan empat jilid lengkap dengan ta'liq (catatan) dari keduanya, yaitu Syaikh A'dhami maupun Syaikh al-Albani. Ini merupakan bentuk penghormatan dari ulama yang lain atas keilmuan hadits Syaikh al-Albani.
- Universitas Damaskus Fakultas Syari'ah memilih Syaikh al-Albani untuk melakukan studi hadits dalam bab fiqh jual-beli dalam Mausu'ah (ensiklopedi) Fiqh Islam.
- Terpilih sebagai dewan tinggi "Dewan Hadits" yang dibentuk oleh pemerintah Mesir-Syiria (dimasa persatuan) untuk mengawasi penyebaran buku-buku hadits dan tahqiqnya.
- Sebagai salah satu bentuk pengakuan ulama Arab terhadap keilmuannya, pihak Universitas Islam Madinah memilihnya sebagai pengajar materi hadits, ilmu dan fiqih hadits di perguruan tinggi tersebut. Syaikh al-Albani bertugas selama 3 tahun, kemudian diangkat sebagai anggota majlis al-A'la (dewan tinggi) Universitas Islam Madinah. Saat berada disana Syaikh al-Albani menjadi tokoh panutan dalam kesungguhan dan keikhlasan. Ketika jam istirahat tiba dimana dosen-dosen lain menimati hidangan teh dan kurma, Syaikh al-Albani lebih asyik duduk-duduk di pasir bersama murid-muridnya untuk memberi pelajaran tambahan. Hubungannya dengan murid adalah hubungan persahabatan, bukan semata hubungan guru dan murid saja. Syaikh al-Albani juga pernah diminta oleh Menteri Penerangan Kerajaan Arab Saudi untuk menangani jurusan hadits pada pendidikan pasca sarjana di Universitas Makkah al-Mukarramah, namun karena beberapa hal maka keinginan tersebut tidak tercapai. Atas jasanya yang besar terhadap ilmu agama, Syaikh al-Albani pun mendapatkan sebuah penghargaan tertinggi dari kerajaan Arab Saudi yaitu piagam internasional King Faisal pada tahun 1999.
- Pada edisi dari himpunan hadits terkenal, Misykah al-Mashabih, penerbit Maktabah Islamy meminta Syaikh al-Albani untuk memeriksa pekerjaan mereka sebelum diterbitkan. Pihak penerbit telah menulis pada bagian pendahuluan di Misykah al-Mashabih: "Kami meminta kepada ulama hadits, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, untuk membantu kami dalam memeriksa Misykat dan bertanggung jawab untuk memberi tambahan hadits-hadits yang diperlukan dan meneliti serta memeriksa kembali sumber-sumber dan keasliannya pada tempat-tempat yang diperlukan, serta membetulkan kesalahan-kesalahan..."
- Perhatian Syaikh al-Albani terhadap kasus Palestina sangatlah besar. Syaikh al-Albani pernah secara langsung turun ke Yerusalem dan menjadi mentor untuk mengajari ilmu syar'i bagi Brigade Izzuddin al-Qossam, bahkan hampir juga Syaikh al-Albani berjuang disana sebelum pemerintah di negrinya mengetahui hal ini dan serta merta memulangkan Syaikh al-Albani. Syaikh al-Albani senantiasa mengikuti perkembangan Palestina, hingga pernah difatwakan juga olehnya dan fatwa ini ditujukan kepada warga Gaza pada khususnya, agar sebaiknya hijrah keluar dari wilayah Gaza dan masuk ke negri muslim terdekat untuk menegakkan ibadah serta mengumpulkan kekuatan, sebagaimana hijrahnya para Sahabat Nabi ke Etyopia atau hijrahnya Nabi serta sebagian Sahabat yang lainnya ke kota Madinah ketika di kota Mekkah kaum Muslimin mendapat tekanan yang keras dan larangan beribadah oleh para penyembah berhala, dan kemudian kembali lagi ke Mekkah pada peristiwa Fathu Makkah (Pembukaan/Penaklukan kota Mekkah). Hal ini dikarenakan pada waktu itu pemerintah militer Israel melarang adanya kegiatan azan dan sholat bagi kaum Muslimin secara terang-terangan ketika mereka menduduki jalur Gaza, dan disisi lain warga Gaza pun dalam keadaan lemah serta belum mampu berbuat apa-apa. Meskipun begitu, banyak kalangan yang mengkritisi keluarnya fatwa ini dan menuduh Syaikh al-Albani dengan berbagai macam tuduhan yang buruk.
- Dan masih sangat banyak lagi yang lainnya...
Karya-karya
Tercatat kurang lebih 200 karya mulai dari ukuran
satu jilid kecil, besar, hingga yang berjilid-jilid, baik yang berbentuk karya
tulis pena, takhrij (koreksi hadits) pada karya orang lain, buku khusus takhrij
hadits, maupun tahqiq (penelitian atas kitab tertentu dari segala macam
sisinya), lalu dituangkan dalam catatan kaki dalam kitab tersebut. Sebagiannya
telah lengkap, sebagiannya lagi belum sempurna (karena wafat), dan sebagiannya
lagi sudah sempurna namun masih dalam bentuk manuskrip (belum dicetak dan
diterbitkan). Beberapa diantaranya yang paling populer serta monumental adalah:
- Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah wa Syai'un min Fiqiha wa Fawaaidiha (9 jilid), karya ini berisikan studi ilmiah terhadap hadits-hadits Nabi untuk dinyatakan shahih sesuai dengan kaidah musthalah hadits yang telah disepakati ulama ahli hadits sepanjang zaman. Berdasarkan penomeran terakhir dari kitab itu, jumlah hadits yang tertera adalah 4.035 buah.
- Silsilah al-Ahaadits adh-Dhaifah wal Maudhuu’ah wa Atsaaruha As-Sayyi' fil Ummah (14 jilid), karya ini berisikan studi ilmiah atas hadits-hadits untuk dinyatakan lemah atau palsu sesuai dengan kaidah musthalah hadits yang telah disepakati ulama ahli hadits sepanjang zaman. Rata-rata setiap jilidnya berisikan 500 buah hadits.
- Irwa'ul Ghalil (8 jilid), kitab ini berisikan takhrij (studi ilmiah) atas hadits-hadits dalam kitab Manarus Sabil. Berdasarkan penomeran hadits di jilid terakhir, jumlah haditsnya sebanyak 2.707 buah.
- Shahih & Dha'if Jami' ash-Shaghir wa Ziyadat ihi, kedua kitab ini berisikan hadits-hadits yang dikumpukan as-Suyuthi lalu Syaikh al-Albani memberikan keterangan hukum pada setiap hadits dengan hukum yang sesuai, apakah shahih ataukah dhoif. Tercatat, yang shahih berjumlah 8.202 hadits dan yang tidak shahih berjumlah 6.452 hadits.
- Shahih Sunan Abu Dawud dan Dhaif Sunan Abu Dawud, kedua kitab ini berisikan hadits-hadits yang dikumpulkan oleh Abu Dawud lalu Syaikh al-Albani memberikan keterangan hukum pada setiap hadits dengan hukum yang sesuai, apakah shahih ataukah dhoif atau yang lainnya, dengan total jumlah hadits sebanyak 5.274 buah.
- Shahih Sunan at-Tirmidzi dan Dhaif Sunan at-Tirmidzi, kedua kitab ini berisikan hadits-hadits yang dikumpulkan oleh Abu Dawud lalu Syaikh al-Albani memberikan keterangan hukum pada setiap hadits dengan hukum yang sesuai, apakah shahih ataukah dhoif atau yang lainnya, dengan total jumlah hadits sebanyak 3.956 buah.
- Shahih Sunan an-Nasa'i dan Dhaif Sunan an-Nasa'i, kedua kitab ini berisikan hadits-hadits yang dikumpulkan oleh Abu Dawud lalu Syaikh al-Albani memberikan keterangan hukum pada setiap hadits dengan hukum yang sesuai, apakah shahih ataukah dhoif atau yang lainnya, dengan total jumlah hadits sebanyak 5.774 buah.
- Shahih Sunan Ibnu Majah dan Dhaif Sunan Ibnu Majah, kedua kitab ini berisikan hadits-hadits yang dikumpulkan oleh Abu Dawud lalu Syaikh al-Albani memberikan keterangan hukum pada setiap hadits dengan hukum yang sesuai, apakah shahih ataukah dhoif atau yang lainnya, dengan total jumlah hadits sebanyak 4.341 buah.
Dan masih banyak lagi yang lainnya, seperti
misalnya (yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia):
- Adabuz Zifaaf fis Sunnah Muthaharrah,
- Ahkaamul Janaaiz,
- Irwaaul Ghalil fi Takhrij Ahaadits Manaaris Sabiil,
- Tamaamul Minnah fi Ta’liq 'Alaa Fiqh Sunnah,
- Shifat salat Nabi shallahu'alaihi wasallam minat Takbiir ilat Taslim kaannaka taraaha (berisi tuntunan-tuntunan dalam melaksanakan sholat sebagaimana yang tertera dalam hadits Nabi),
- Shahih At-Targhib wat Tarhiib,
- Dha’if At-Targhib wat Tarhiib,
- Fitnatut Takfiir (kitab ini memuat hadits-hadits dan penjelasan ulama besar masa lampau tentang bahaya dari mudah/gegabah dalam mengkafirkan seseorang),
- Jilbaab Al-Mar’atul Muslimah,
- Qishshshah Al-Masiih Ad-Dajjal wa Nuzuul Isa 'alaihis sallam wa qatluhu iyyahu fi akhiriz Zaman (kitab ini memuat hadits yang berbentuk riwayat-riwayat kabar tentang kedatangan Dajjal dan turunnya Nabi Isa di akhir zaman),
- Dan lain-lain.
Semua ini adalah sebuah realisasi proyek besar
Syaikh al-Albani yang disebutnya dengan "Taqribus Sunnah Baina Yadayil
Ummah" (Mendekatkan Sunnah Kehadapan Ummat), tujuannya adalah
memudahkan ummat secara umum untuk mengambil hadits Nabi yang shahih secara
instan tanpa harus kepayahan untuk mempelajarinya terlebih dahulu. Agar ummat
lebih akrab dengan hadits Nabi yang shahih dan lebih mudah untuk
mendapatkannya, namun disisi lain Syaikh al-Albani pun juga menuliskan kitab
yang berisikan kaidah-kaidah ilmu hadits yang sudah disepakati oleh para ulama
ahlul hadits sepanjang zaman, tentunya ini adalah bagi mereka yang tertarik
juga untuk mempelajari ilmu hadits.[8]
Cara Pandang
Syaikh al-Albani sangat aktif di medan dakwah dan sangat memerangi metode
taklid, taklid yaitu menerima apapun yang dikatakan seseorang (biasanya ulama
atau ahli ilmu) tanpa mempertanyakan keabsahan dasar penyandaran hukumnya.
Ayahnya cenderung senantiasa mengarahkannya kepada mazhab Hanafi untuk kemudian
menjadi ulama mazhab Hanafi mengikuti jejak ayahnya, namun ternyata yang
terjadi adalah lain dari apa yang diharapkan oleh ayahnya. Ketekunan terhadap
ilmu hadits menyebabkan Syaikh al-Albani tidak mau terikat dengan mazhab
tertentu. Bahkan secara prinsip, Syaikh al-Albani terikat dengan 4 mazhab
sekaligus, yaitu dalam hal penyandaran hukum, yaitu menyandarkan semua syariat
kepada al-Qur'an dan as-Sunnah (hadits) dengan dibimbing pemahaman para
Salafusshalih (para Sahabat Nabi).
Sebagaimana Islam yang satu diatas pemahaman yang
satu dan murni sebagaimana Islam dimasa Nabi dan para Sahabatnya, maka metode
memurnikan ajaran Islam dengan cara kembali pada pemahaman para Sahabat Nabi
dalam menerapkan syariat Islam dan memahami al-Qur'an serta as-Sunnah adalah
satu-satunya cara untuk mempersatukan ummat yang saat ini terpecah-pecah akibat
dari adanya hizbi (partai atau kelompok), sekte, maupun aliran yang
bermacam-macam. Dan bahkan dengan adanya perbedaan mazhab Imam pun bisa memecah
belah kesatuan ummat. Akibat dari perpecahan ini adalah menjadi lemah lah
kekuatan ukhuwah ummat dan sangat mudah diprovokasi oleh orang-orang yang
memusuhi Islam.
- Sebagaimana perkataan Imam Malik:
"Saya hanyalah seorang manusia, terkadang
salah terkadang benar. Oleh karena itu, telitilah pendapatku. Bila sesuai
dengan al-Qur'an dan as-Sunnah maka ambillah, dan bila tidak sesuai dengan
al-Qur'an dan as-Sunnah, maka tinggalkanlah..." (Muqaddimah
al-Muwaththo', karya Imam Malik).
- Atau perkataan Imam Syafi'i:
"Apabila telah shahih suatu hadits, maka
itulah mazhabku" (Hilyatul Aulia I/475 - Abu Nu'aim,
dishahihkan oleh Imam an-Nawawi (ulama besar Mazhab
Syafi'i) dalam al-Majmu I/63, dibawakan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar
(ulama besar Mazhab Syafi'i) dalam Tawali Ta'sis hal. 109, dan
ditakhrij secara khusus oleh al-Imam as-Subki (ulama besar Mazhab
Syafi'i) dalam kitab Ma'na Qaulil Imam al-Muthallibi Idza Shahhal Haditsu
Fahuwa Mazhabi).
- Dan juga perkataan yang lain dari Imam Syafi'i:
"Setiap apa yang aku katakan lalu ada
hadits shahih dari Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam yang menyelisihi
ucapanku, maka hadits lebih utama untuk diikuti dan janganlah kalian taklid
kepadaku" (Hilyatul Aulia' IX/106-107 - Abu Nu'aim) Yang dari
perkataan-perkataan diatas cukup menggambarkan bahwasanya Imam Mazhab pun
sebenarnya tak ingin diambil ilmunya secara membabi buta tanpa menelitinya
terlebih dahulu apakah sesuai dengan kaidah Nabi (hadits/as-Sunnah) ataukah
tidak.
Syaikh al-Albani sangat getol menyerukan manhaj
(metode beragama) para Salaf (para pendahulu / generasi pertama umat Islam / para
Sahabat Nabi). Syaikh al-Albani mengadopsi metode yang murni, yaitu memahami
syariat pada hakikat asalnya, sebagaimana yang dilakukan Nabi dan para Sahabat,
tanpa penafsiran-penafsiran yang tak diperlukan dan bahkan menyeleweng dari
hakikat asalnya. Meskipun begitu, tetap hal semurni ini tak menghindarkannya
dari hujatan, Syaikh al-Albani pun kemudian banyak dimusuhi oleh ulama-ulama
yang fanatik terhadap mazhab tertentu, yang mana masing-masing dari mereka
merasa dirugikan.[9]
Cobaan Di penjara
Dalam dakwahnya, tak jarang Syaikh al-Albani
mengalami tentangan-tentangan yang keras dari orang-orang yang memusuhinya. Dan
sebagai buahnya, Syaikh al-Albani pun pernah merasakan dinginnya lantai penjara
dikarenakan fitnah yang menerpanya, pertama pada tahun 1967 Syaikh al-Albani
mendekam selama 2 bulan di penjara, dan yang kedua selama 6 bulan. Syaikh
al-Albani dilepaskan dari penjara dan tuntutan yang mengarah kepadanya dicabut,
kesemuanya adalah dikarenakan tuduhan yang disematkan kepadanya tidak pernah
terbukti.
Wafatnya
Di akhir-akhir masa usianya, Syaikh al-Albani
melemah hingga mengalami sakit dan sempat beberapa kali masuk rumah sakit.
Sesekali Syaikh al-Albani keluar rumah sakit dalam kondisi yang nampak sehat.
Pada akhir sakitnya, Syaikh al-Albani dibawa ke rumah sakit di Yordania untuk
menjalani perawatan yang intensif. Pada hari sabtu tanggal 2 Oktober 1999,
beberapa saat sebelum Maghrib, Syaikh al-Albani pun menghembuskan nafas
terakhirnya. Jenazahnya diurus dengan sangat cepat, meskipun berita wafatnya
Syaikh al-Albani telah ditekan dari penyebarannya, namun ternyata diluar
dugaan, lebih dari 5.000 orang datang kemudian menyalati dan mengiringi
penguburan jenazah Syaikh al-Albani.[10]
Perkataan Para Ulama Tentangnya
- Syaikh Muhammad bin Ibrahim alu-Syaikh berkata: "Ia adalah ulama ahli sunnah yang senantiasa membela al-Haq dan menyerang ahli kebatilan."
- Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithi (penulis kitab tafsir Adhwa'ul Bayan). Diriwayatkan dari Abdul Aziz al-Haddah (murid Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithi) berkata: "Sesungguhnya al-'Allamah (yang sangat berimu) Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithi sangat menghormati Syaikh al-Albani dengan penghormatan yang luar biasa. Sampai-sampai apabila beliau melihat Syaikh al-Albani lewat ketika beliau sedang mengajar di Masjid Nabawi, beliau pun memutus sebentar pelajarannya lalu berdiri dan memberikan salam kepada Syaikh Albani dalam rangka menghormatinya."
- Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz berkata: "Aku belum pernah melihat di kolong langit pada saat ini orang yang alim dalam ilmu hadits seperti al-'Allamah Muhammad Nashiruddin al-Albani.” Saat Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya tentang hadits Rasulullah shallahu’alaihi wasallam: "Sesungguhnya Allah akan membangkitkan dari umat ini setiap awal seratus tahun seorang mujaddid yang akan mengembalikan kemurnian agama ini", beliau (Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz) pun ditanya siapakah mujaddid abad ini. Beliau menjawab: "Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, beliau lah mujaddid abad ini dalam pandanganku (menurutku), dan Allah lebih mengetahui (tentang hal ini)."
- Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berkata: "Beliau adalah alim (orang berilmu) yang memilki ilmu yang sangat luas dalam bidang hadits baik dari sisi riwayat maupun dirayat, seorang ulama yang memilki penelitian yang dalam dan hujjah yang kuat."
- Syaikh Muqbil bin Hadi al-wadi'i berkata: "yang saya yakini bahwa Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, semoga Allah menjaganya, tergolong pembaharu (pemurni), yang tepat baginya sabda Rasul (yang artinya): Sesungguhnya Allah akan membangkitkan pada penghujung tiap seratus tahun seseorang yang akan memurnikan untuk umat ini agamanya."
Guru-gurunya
- Al-Hajj Nuh bin Adam al-Albani (ayahnya, seorang ulama Albania),
- Syaikh Sa'id al-Burhaani,
- Imam Abdul Fattah,
- Syaikh Taufiq al-Barzah,
- Syaikh Muhammad Bahjat al-Baitar,
- Syaikh Muhammad Raghib at-Tabbakh,
- Dan Lain-lain.
Murid-muridnya
- Syaikh DR. Muhammad bin Musa Alu Nasr,
- Syaikh Salim bin Ied al-Hilaly,
- Syaikh Ali bin Hassan al-Halabi,
- Syaikh Abu Ishaq al-Huwaini
- Syaikh Muqbil bin Hadi al-wadi'i,
- Syaikh 'Ashim bin Abdillah Alu Ma'mar al-Qoryuthi,
- Syaikh DR. Amin al-Mishri,
- Syaikh Rabi' bin Hadi al-Madkhali,
- Syaikh Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan Salman,
- Syaikh Abu Ahmad Muhammad Nashir at-Turmaniniy,
- Dan Lain-lain.
Pranala luar
Situs-situs
berikut menyediakan unduhan kitab-kitab karya Syaikh al-Albani:
- (Arab) http://www.alalbany.net/albany_books.php
- (Arab) http://www.waqfeya.com/list.php?cat=21 (edisi cetak)
- (Arab) http://www.almeshkat.net/books/list.php?cat=30
- (Arab) http://www.shamela.ws/list.php?cat=11 (Shamela eBooks)
Referensi
- ^ "Biografi Syaikh Albani, Mujaddid dan Ahli Hadits Abad ini", Mubarak B. Mahfudh Bamualim
- ^ AsySyariah Vol. VII/No. 77/1432/2011, Qomar Suaidi, Lc
- ^ Hayah al-Albani, Syaikh Muhammad asy-Syaibani
- ^ Al-Imam al-Mujaddid al-Allamah al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albani, oleh Umar Abu Bakar
- ^ Hayah al-Albani, Syaikh Muhammad asy-Syaibani
- ^ AsySyariah Vol. VII/No. 77/1432/2011 hal. 12, Qomar Suaidi, Lc
- ^ Safahaat baydhaa min hayaat Shaykhinaa al-Albaanee – Page 40, Shaykh 'Ashees
- ^ AsySyariah Vol. VII/No. 77/1432/2011 hal. 16, Qomar Suaidi, Lc
- ^ Syaikh Albani dan Manhaj Salaf, oleh Umar Abdul Mun'im Salim
- ^ AsySyariah Vol. VII/No. 77/1432/2011 hal 19, Qomar Suaidi, Lc
- Kelahiran 1914
- Kematian 1999
- Meninggal usia 85
- Cendekiawan Muslim
- Cendekiawan Sunni
- Ulama
- Tokoh Albania
ADA BEBERAPA KRITIK TERHADAP SYIKH MUHAMMAD NASHIRUDDIN ALBANI.... SEPERTI DIANTARANYA..OLEH SECOND PRINCE...SBB:http://secondprince.wordpress.com/2009/11/22/mengungkap-kebodohan-dan-kedustaan-syaikh-al-albani-dan-pengikutnya-abul-jauzaa-tuduhan-dusta-terhadap-syaikh-al-musawi/
Mengungkap Kebodohan dan Kedustaan Syaikh Al Albani dan Pengikutnya Abul Jauzaa : Tuduhan Dusta Terhadap Syaikh Al Musawi
Posted on November 22, 2009 by secondprince
Syaikh Al Albani dalam kitabnya Silsilah Ahadiits Ash Shahihah no 2487 telah menyatakan tuduhan dusta kepada Syaikh Syarafuddin Al Musawi penulis kitab Al Muraja’at [Dialog Sunni-Syiah]. Syaikh Al Albani menyatakan kalau Syaikh Al Musawi telah memanipulasi atau mengubah hadis.
Tuduhan dusta ini diikuti pula oleh pengikut salafy Abul Jauzaa’ dalam
salah satu tulisannya. Abul Jauzaa’ terang-terangan membuat judul
tulisan yang provokatif yaitu Mengungkap Kebodohan dan Kedustaan Abdul Husain Asy Syi’i Dalam Kitab Al Muraja’at – Manipulasi Hadits.
Tulisan ini adalah studi kritis terhadap
tulisan saudara Abul Jauzaa tersebut sebagai bantahan terhadapnya dan
Syaikhnya yang terhormat yaitu Syaikh Al Albani. Insya Allah akan
diungkapkan siapa sebenarnya yang bodoh dan dusta itu.
.
.
Hadis yang dibicarakan itu adalah hadis
Rasulullah SAW dimana Imam Ali dikatakan akan berperang dalam
penafsiran Al Qur’an sebagaimana Rasul SAW berperang dalam penurunan Al
Qur’an. Hadis tersebut adalah hadis yang shahih
sebagaimana telah diakui oleh Syaikh Al Albani dan pengikutnya. Kami
katakan pernyataan mereka bahwa hadis ini shahih adalah pernyataan yang
benar dan tidak ada alasan bagi kami untuk menolaknya.
Kami akan memberikan catatan ringkas
mengenai kutipan di atas. Hadis yang ditakhrij oleh Syaikh Al Albani itu
memiliki lafaz yang berbeda-beda. Lafaz yang ditulis Syaikh adalah
lafaz Ahmad dalam Musnad-nya 3/82 no 11790. Sedangkan Lafaz Ahmad dalam Musnad-nya 3/33 no 11307 adalah “dan berdirilah Abu bakar dan Umar”. lafaz An Nasa’i dalam Al Khasa’is no 55 tidak dengan lafaz “dan diantara kami ada Abu Bakar dan Umar” tetapi dengan lafaz “Abu Bakar berkata ‘saya kah?’ Rasulullah SAW menjawab “tidak”, Umar berkata ‘saya kah?’ Rasulullah SAW menjawab “tidak”. Begitu pula lafaz yang ada pada kitab Musnad Abu Ya’la
no 1086. Perbedaan lafaz itu adalah hal yang biasa dan tidak ada
masalah dalam pengutipan hadis jika seseorang mengeluarkan salah satu
lafaz saja dari hadis-hadis tersebut. Yang aneh bin ajaib adalah jika
menuduh dusta atau menuduh seseorang memanipulasi hadis hanya karena
lafaz hadis yang berbeda.
.
.
Kami katakan memang benar Syaikh Al Musawi keliru tetapi kekeliruannya disini karena ia mengikuti apa yang tertera dalam kitab Al Kanz Ali
Mutaqqi Al Hindi. Penyebutan Said bin Manshur oleh Syaikh Al Musawi
disebabkan syaikh hanya membaca apa yang tertulis dalam kitab Al Kanz
tanpa menelitinya kembali. Sedangkan kesalahan Syaikh soal penulisan
kitab Abu Ya’la, memang benar Abu Ya’la tidak memiliki kitab Sunan dan
kitab yang dimaksud adalah Musnad Abu Ya’la. Walaupun begitu
Syaikh Al Musawi sendiri di tempat yang lain yaitu dalam Al Muraja’at
catatan kaki dialog no 44 ketika mengutip hadis ini, ia memang
menyebutkan kitab Musnad Abu Ya’la bukan Sunan
أخرجه الامام أحمد بن حنبل من حديث أبي سعيد في مسنده، ورواه الحاكم في مستدركه، أبو يعلى في المسند
Dikeluarkan oleh Imam Ahmad bin
Hanbal dari Hadis Abu Sa’id di dalam Musnadnya dan diriwayatkan Al Hakim
dalam Al Mustadraknya dan Abu Ya’la di dalam Al Musnad.
Kalau memang kesalahan Syaikh Al Musawi ini disebut sebagai kebodohan maka kami katakan orang pertama yang harus dikatakan begitu adalah penulis Kitab Al Kanz.
Karena kesalahan tersebut bersumber dari kode yang ada di kitab
tersebut. Bagi kami pribadi kesalahan tersebut adalah hal yang lumrah,
cukup banyak para ulama yang melakukan kesalahan seperti itu. Anehnya
baik Syaikh Al Albani maupun pengikutnya Abul Jauzaa hanya bersemangat
untuk merendahkan Syaikh Al Musawi saja, dan tidak berkomentar apapun
mengenai penulis kitab Al Kanz. Kenapa? Apakah
karena Syaikh Al Musawi itu syiah sedangkan penulis kitab Al Kanz itu
Sunni maka yang berdusta hanya Syiah sedangkan yang Sunni tidak,
walaupun sebenarnya yang Syiah hanya mengutip dari yang Sunni?
Mereka mengatakan bahwa ada kesalahan penulisan dalam kitab Al Kanz
maka mengapa pula tidak bisa dikatakan ada kesalahan penulisan dalam
kitab Al Muraja’at.
.
.
Kutipan diatas inilah yang menunjukkan kebodohan dan kedustaan Syaikh Al Albani dan pengikutnya Abul Jauzaa’. Tuduhan mereka bahwa Syaikh Al Musawi yang mengganti lafaz tersebut adalah dusta. Syaikh Syarafuddin Al Musawi hanya menyalin apa yang tertulis dalam Kitab Al Kanz. Berikut hadisnya dalam Kitab Al Kanz no 36351
مسند أبي سعيد } قال كنا جلوسا في المسجد فخرج رسول الله صلى الله عليه و سلم فجلس إلينا ولكأن على رؤسنا الطير لا يتكلم منا أحد فقال : إن منكم رجلا يقاتل الناس على تأويل القرآن كما قوتلتم على تنزيله فقام أبو بكر فقال : أنا هو يا رسول الله ؟ قال : لا فقام عمر فقال : أنا هو يا رسول الله ؟ قال : لا ولكنه خاصف النعل في الحجرة فخرج علينا علي ومعه نعل رسول الله صلى الله عليه و سلم يصلح منها
Musnad Abu Sa’id : Ia berkata “kami
duduk-duduk di dalam masjid kemudian Rasulullah SAW datang dan ikut
duduk bersama kami. Seolah-olah di atas kepala kami ada burung-burung
hingga tak seorangpun diantara kami yang berbicara. kemudian Rasulullah
SAW bersabda “Diantara kamu ada seseorang yang berperang atas penafsiran
Al Qur’an sebagaimana kamu diperangi dalam penurunannya.
Maka berdirilah Abu Bakar dan berkata “sayakah orangnya wahai
Rasulullah?. Beliau SAW menjawab “bukan”. Umar pun berdiri dan berkata
“sayakah orangnya wahai Rasulullah?. Beliau SAW menjawab “bukan, dia
adalah yang sedang menjahit sandal “. kemudian Ali datang kepada kami
bersama sandal Rasulullah SAW yang sudah diperbaikinya.
Silakan perhatikan kata-kata yang dicetak
biru. Itulah lafaz hadis yang menurut Syaikh Al Albani dan pengikutnya
Abul Jauzaa’ telah dirubah atau diganti oleh Syaikh Al Musawi. Penulis
kitab Al Kanz Ali Al Hindi memang menuliskan hadis tersebut
dengan lafaz seperti itu. Jika memang hal ini disebut kedustaan maka
seharusnya yang mereka tuduh melakukan kedustaan adalah penulis kitab Al Kanz bukan Syaikh Al Musawi. Kami yakin Syaikh Al Albani telah membaca kitab Al Kanz buktinya
ia bisa mengetahui adanya kesalahan kode dalam kitab tersebut tetapi
entah mengapa ia tetap menuduh Syaikh Al Musawi yang mengubah lafaz
hadisnya. Maka siapakah yang sebenarnya berdusta?.
.
.
Hal lain yang menunjukkan kebodohan dan
kedustaan Syaikh Al Albani dan pengikutnya Abul Jauzaa’ adalah hadis
dengan lafaz seperti itu ternyata memang terdapat di dalam kitab lain
yaitu Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah no 32618 dengan sanad yang shahih. Berikut kutipannya
Telah menceritakan kepada kami
Ibnu Abi Ghaniyyah dari Ayahnya dari Isma’il bin Rajaa’ dari Ayahnya
dari Abu Sa’id Al Khudri RA yang berkata “kami duduk-duduk di dalam
masjid kemudian Rasulullah SAW datang dan ikut duduk bersama kami.
Seolah-olah di atas kepala kami ada burung-burung hingga tak seorangpun
diantara kami yang berbicara. kemudian Rasulullah SAW bersabda “Diantara
kamu ada seseorang yang berperang atas penafsiran Al Qur’an sebagaimana kamu diperangi dalam penurunan Al Qur’an.
Maka berdirilah Abu Bakar dan berkata “sayakah orangnya wahai
Rasulullah?. Beliau SAW menjawab “bukan”. Umar pun berdiri dan berkata
“sayakah orangnya wahai Rasulullah?. Beliau SAW menjawab “bukan, dia
adalah yang sedang menjahit sandal “. kemudian Ali datang kepada kami
bersama sandal Rasulullah SAW yang sudah diperbaikinya.
Hadis tersebut bersanad shahih dengan syarat Muslim karena semua perawinya adalah perawi tsiqat dan perawi Muslim.
- Ibnu Abi Ghaniyyah adalah Yahya bin Abdul Malik bin Humaid bin Abi Ghaniyyah. Ibnu Hajar menyebutkan biografinya dalam At Tahdzib juz 11 no 406 bahwa ia adalah perawi Bukhari Muslim dan dinyatakan tsiqat oleh Ahmad bin Hanbal, Ibnu Ma’in, Al Ajli, Ibnu Hibban, Abu Dawud dan Daruquthni. Disebutkan dalam Tahrir At Taqrib no 7598 kalau ia seorang yang tsiqat.
- Ayah Ibnu Abi Ghaniyyah adalah Abdul Malik bin Humaid bin Abi Ghaniyyah. Ibnu Hajar menyebutkan biografinya dalam At Tahdzib juz 6 no 743, ia juga adalah perawi Bukhari dan Muslim dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Ma’in, Ibnu Hibban dan Al Ajli. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/615 menyatakan ia tsiqat.
- Ismail bin Rajaa’ Az Zubaidi adalah perawi Muslim, Ibnu Hajar menyebutkan dalam At Tahdzib 1 no 548 kalau ia dinyatakan tsiqat oleh Abu Hatim, Ibnu Ma’in, An Nasa’i dan Ibnu Hibban. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/94 menyatakan ia tsiqat.
- Rajaa’ bin Rabi’ah Az Zubaidi Abu Ismail Al Kufi adalah Ayah Ismail seorang perawi Muslim, Ibnu Hajar dalam At Tahdzib juz 3 no 501 menyatakan bahwa ia dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Hibban dan Al Ajli. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/298 menyatakan ia shaduq.
Oleh karena itu hadis dengan lafaz seperti itu memang shahih dan justru orang yang mengatakan dusta itulah sebenarnya yang menunjukkan kebodohan dan melakukan kedustaan.
Jika memang tidak suka dikatakan bodoh dan dusta maka jangan seenaknya
menuduh orang lain bodoh dan dusta. Semoga Allah SWT mengampuni kita
semua. Wassalam
.
.
Catatan :
- Judul tulisan sepertinya hanya disesuaikan dengan tulisan yang dibantah
- Jika ada yang berkeberatan terhadap judul tersebut silakan diberi tanggapan dan masukan. Insya Allah jika kami keliru akan diperbaiki
Tidak ada komentar:
Posting Komentar