Ansyad Mbai Bisa Kualat, Berani Lawan Ulama, Ogah Bubarkan Densus 88
JAKARTA (voa-islam.com) – http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2013/03/07/23513/ansyad-mbai-bisa-kualat-berani-lawan-ulama-ogah-bubarkan-densus-88/
Meski sejumlah ulama
dan pimpinan ormas Islam mengingatkan Kapolri Jendral Timur Pradopo
untuk membubarkan Densus 88, terkait adanya bukti video dugaan
pelanggaran HAM berat yang dilakukan aparat Densus 88. Namun, Ketua
Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) Pusat Ansyad Mbai malah
ngeyel dan berani-beraninya melawan ulama, seraya menyatakan Indonesia
menjadi model penanganan teroris di dunia. Ia bahkan menolak Densus 88
dibubarkan.
Seperti diberitakan sebelumnya, Din Syamsudin bersama Majelis Ulama
Indonesia (MUI) dan para pimpiman Ormas Islam lainnya secara khusus
mendatangi Mabes Polri untuk melaporkan kepada Kapolri Jendral Timur
Pradopo terkait video pelanggaran HAM berat yang dilakukan aparat Densus
88.
Selain Din Syamsuddin (Ketua Umum PP Muhammadiyah), ada beberapa
ulama yang juga pimpinan ormas Islam, diantaranya: KH. Amidhan (MUI),
KH. Syuhada Bakri (DDII), KH. Abdullah Djaedi (Al-Irsyad), KH. Cholil
Ridwan (BKSPPI), KH. Sadeli Karim (Mathlaul Anwar), KH. Tgk Zulkarnain
(Satkar Ulama), dan Ustadz Faisal (Persis).
Dengan beraninya, Ansyad Mbai membantah ulama dengan
mengatakan, wacana pembubaran Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror,
dinilai sebagai anggapan yang salah kaprah."Itu dilemparkan orang-orang
yang tidak paham dengan keberadaan Densus, sebagai organ negara untuk
memberangus jaringan teroris," jelasnya.
Ansyaad mengatakan, harusnya keberadaan Densus didukung
penuh. Pasalnya, ancaman teroris sudah nyata. Aksi-aksi terorisme bisa
terjadi kapan saja. "Ada juga yang selalu menyalahkan Densus saat ada
teroris yang tertembak. Padahal, tugas Densus itu tidak mudah.
Masyarakat harus tahu jika ada penangkapan teroris, mesti ada tindakan
cepat. Kalau tidak ditembak, anggota Densus yang tewas. Sudah banyak kan
buktinya, anggota Densus dihabisi," tegasnya.
Bahkan Ansyaad membuat pernyataan yang mengada-ada
dengan menyebut potensi teror di Sulsel cukup besar. Alasaanya, di
Sulsel tercium tempat pelatihan anggota teroris yang terorganisir.“Kami
mengendus adanya lokasi pelatihan teroris di wilayah perbatasan Sulawesi
Selatan dan Sulawesi Tengah,” ungkapnya.
BNPT telah meminta perhatian serius pemerintah Sulsel
soal ini. Sebab perang terhadap teroris adalah perang terhadap ideologi
dan tidak bisa dilakukan oleh BNPT atau aparat hukum saja.“Bahkan
gubernur dan bupati atau wali kota wajib kampanye perang terhadap
teroris. Berdasarkan Inpres no 2 tgl 28 Januari 2013,” pungkasnya.
Polri Tidak Menggubris
Bukan hanya Ansyad Mbai yang panas telinganya mendengar
peringata ulama agar Densus 88 dibubarkan. Mabes Polri bahkan tidak
menggubris desakan sejumlah pihak untuk mengevaluasi dan membubarkan
Densus 88.
Kabareskrim Mabes Polri Komjen Sutarman di Gedung DPR,
Senayan, Jakarta, Rabu (6/3/2013) menilai, kinerja Densus dalam
memberantas terorisme masih sangat diperlukan. "Terorisme harus kita
tangani. Densus ini sangat efektif. Densus harus dan sangat dibutuhkan,"
katanya.
Sutarman mengakui ada pihak-pihak tertentu, khususnya
“teroris” yang menghendaki Densus dibubarkan. Padahal, sambung dia,
Densus diharapkan mampu memberantas seluruh jaringan teroris yang ada di
Indonesia."Kalau kita tidak care pada teroris di Indonesia, kita bisa
membayangkan Indonesia di setiap saat meledak," tegas Sutarman.
Ditegaskan Sutarman, jika memang ada indikasi kesalahan
dalam pelaksanaan pemberantasan teroris, termasuk dugaan pelanggaran
HAM, Polri pun langsung turun tangan untuk menindak oknum yang
bersangkutan. "Dalam penangkapan itu ada kekeliruan ya itu kita tindak,"
tutup Sutarman.
Dengarkan Peringatan Ulama
Dalam bukti video yang diserahkan kepada Kapolri itu terungkap adanya
penindasan, penyiksaan dan penembakan. Tak hanya itu, aparat juga
menyentuh simbol agama tertentu. Dalam hal ini Islam sebagai sasaran
empuk.
“Ada penyiksaan yang luar biasa, diikat kaki dan tangannya, ditembak
dan diinjak-injak. Dan ada juga yang bernada agama; “Anda kan mau mati,
beristighfarlah!” itu ajaran agama mana? Mengajak orang ditalqinkan
tetapi tidak diselamatkan,” kata Din Syamsudin kepada wartawan, Kamis
(28/2/2013).
Menyikapi hal itu, Ketua PP Muhammadiyah Dr. Din Syamsudin bersama
MUI dan pimpinan ormas-ormas Islam sepakat meminta Densus 88 dievaluasi,
bahkan jika perlu dibubarkan. “Kalau dari kami, ormas-ormas Islam, MUI
kita sepakat saya kira Densus 88 itu harus dievaluasi, bila perlu
dibubarkan. Tapi diganti dengan sebuah lembaga dengan pendekatan baru
untuk bersama-sama untuk memberantas terorisme,” tegasnya.
Para pimpinan ormas Islam yang juga ulama menyayangkan bahwa selama
ini pemberantasan terorisme selalu dikaitkan dengan agama dan menjadi
stigmatisasi terhadap Islam.“Yang paling menjadi konsen kami, ulama dan zu'ama
Islam ini bahwa pemberantasan terorisme ini dikaitkan dengan agama, ini
adalah stigmatisasi terhadap Islam. Ketika terjadi stigmatisasi
terhadap Islam, ibaratnya bangunan dakwah yang kami bangun itu roboh
karena ada pengaitan,” ujarnya.
Din Syamsudin juga mengkritik media yang selama ini turut
mengopinikan pengaitan kasus terorisme terhadap Islam.“Mohon maaf
termasuk mungkin oleh media. Ini kerugian besar bagi umat Islam, bagi
dakwah Islamiyah yang tidak bisa kita bayar,” ungkapnya. [Desastian/dbs]
Opini BNPT Menyesatkan: Sulewesi Selatan Aman, Kok Dibilang Tidak Aman
MAKASSAR (voa-islam.com) – http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2013/03/07/23517/opini-bnpt-menyesatkan-sulewesi-selatan-aman-kok-dibilang-tidak/
Badan
Penanggulangan Teroris (BNPT) membentuk Forum Komunikasi Pencegahan
Teroris (FKPT) di Sulawesi Selatan, karena daerah ini dianggap wilayah
yang tergolong rawan dengan aksi terorisme. Yang jelas, opini yang
diciptakan BNPT dan FKPT itu menyesatkan, seolah Sulawesi Selatan dan
wilayah Indonesia lainnya tidak aman. Tentu, BNPT itu sendiri yang
justru memperburuk citra Indonesia di mata dunia.
Diberitakan media massa, Deputi I Bidang Pencegahan,
Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT, Mayjen TNI Agus Surya Bakti dalam
rapat koordinasi pencegahan terorisme di Provinsi Sulsel di Makassar,
Selasa (5/3/2013) mengungkapkan, dengan terbentuknya FKPT di Sulsel,
berarti sudah terbentuk 18 FKPT di Indonesia.
Diharapkan, seluruh wilayah di Indonesia sudah memiliki FKPT. "FKPT ini merupakan gabungan dari berbagai kalangan, seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, akademisi, mahasiswa pelajar dan sebagainya. Jadi tugas-tugas FKPT nantinya, meluruskkan pemahaman agama tentang aksi teroris. Kita dari BNPT betul-betul memberdayakan masyarakat," tandas mantan anggota Kopasus ini.
Agus menambahkan, FKPT menjadi perpanjangan tangan BNPT di daerah-daerah. "FKPT adalah mitra BNPT. Dalam mengatasi aksi teroris, bukan hanya tugas TNI-Polri saja. Melainkan tugas kita semua. Di mana saat ini, banyak faham-faham baru yang bermunculan," ungkapnya.
Diharapkan, seluruh wilayah di Indonesia sudah memiliki FKPT. "FKPT ini merupakan gabungan dari berbagai kalangan, seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, akademisi, mahasiswa pelajar dan sebagainya. Jadi tugas-tugas FKPT nantinya, meluruskkan pemahaman agama tentang aksi teroris. Kita dari BNPT betul-betul memberdayakan masyarakat," tandas mantan anggota Kopasus ini.
Agus menambahkan, FKPT menjadi perpanjangan tangan BNPT di daerah-daerah. "FKPT adalah mitra BNPT. Dalam mengatasi aksi teroris, bukan hanya tugas TNI-Polri saja. Melainkan tugas kita semua. Di mana saat ini, banyak faham-faham baru yang bermunculan," ungkapnya.
Mayjen TNI Agus Surya Bakti menambahkan, pihaknya
berupaya membentengi generasi muda agar tidak terpenngaaruh gerakan
radikalisme "Tujuannya merajuk kebersamaan bersama memeraangi
terorisme," ucapnya dalam diskusi tersebut.
Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Teroris (FKPT) Sulsel Prof Arfin Hamid mengaku, forum yang telah dibentuk sebagai upaya akan memantau dan melakukan pencegahan dari gerakan-gerakan radikalisme. "Tugas kami ini akan memantau dan melakukan upaya pencegahan terhadap adanya gerakan-gerakan radikalisme berbau terorisme dan bersama-sama menciptakan suasana aman dari gangguan teror," tandasnya.
Pada kesempatan itu hadir pula korban teroris Bom Marriot I Tony Soemarno dari Yayasan Askobi (Asosiasi Korban Bom Indonesia) dengan harapaan pihak terkait menumpas teroris di Indonesia agar tercipta keamanan dan kenyamanan hidup.
Diskusi BNPT bersama Jurnalis bukan hanya di gelar di Makassar, menyusul kemudian di beberapa daerah seperti Banten, Jawa Timur, Daerah Kepulauan, Sumatera Utara, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Jawa Barat, Maluku. NTB dan Kalimantan Barat.
Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Teroris (FKPT) Sulsel Prof Arfin Hamid mengaku, forum yang telah dibentuk sebagai upaya akan memantau dan melakukan pencegahan dari gerakan-gerakan radikalisme. "Tugas kami ini akan memantau dan melakukan upaya pencegahan terhadap adanya gerakan-gerakan radikalisme berbau terorisme dan bersama-sama menciptakan suasana aman dari gangguan teror," tandasnya.
Pada kesempatan itu hadir pula korban teroris Bom Marriot I Tony Soemarno dari Yayasan Askobi (Asosiasi Korban Bom Indonesia) dengan harapaan pihak terkait menumpas teroris di Indonesia agar tercipta keamanan dan kenyamanan hidup.
Diskusi BNPT bersama Jurnalis bukan hanya di gelar di Makassar, menyusul kemudian di beberapa daerah seperti Banten, Jawa Timur, Daerah Kepulauan, Sumatera Utara, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Jawa Barat, Maluku. NTB dan Kalimantan Barat.
Yang pasti hanya PBNU saja yang mendukung BNPT dan
Densus 88, sementara PP Muhammadiyah dan sejumlah pimpinan ormas Islam
lainnya justru menghendaki agar Densus 88 dibubarkan. Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama (PBNU) kepada pers membantah kabar keikutsertaan
pengurusnya dalam aksi permintaan pembubaran Detasemen Khusus (Densus)
88 Anti Teror yang dilakukan sejumlah Ormas Islam ke Mabes Polri, Kamis
(28/2). [Desastian/dbs]
Biadab! Ketua BNPT: Melanggar HAM Itu Sah-sah Saja, Karena Ada UU-nya
MAKASSAR (voa-islam.com) – http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2013/03/07/23515/biadab-ketua-bnpt-melanggar-ham-itu-sahsah-saja-karena-ada-uunya/
"Meskipun
ada anggapan pekerjaan polisi 100 persen melanggar HAM saat menangkap
dan memburu teroris, tetapi itu sah-sah saja menurut UU yang berlaku.
Sebab kita ini berhadapan dengan teroris." Demikian dikatakan Ketua
Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) Pusat Ansyad Mbai. Dengan
bangga Ansyad menyatakan, dalam penanganan teroris, Indonesia mendapat
pujian dari berbagai negara karena mampu menangkap teroris.
Berdasarkan data dari 2002 jumlah kasus terorisme
mencapai 840 kasus. Indonesia pun menjadi model penanganan teroris di
dunia."Indonesia menjadi model di dunia dalam penangaan teroris.
Indonesia konsisten dalam supermasihukum, tidak perlu pakai rudal
seperti dilakukan di negara lainnya menangkap teroris," katanya saat
diskusi BNPT bersama Jurnalis di Makassar, Rabu (6/3).
Sesumbar, Ansyad Mbai mengatakan, Indonesia dinilai berhasil dalam penanganan teroris tanpa melibatkan sejumlah pasukan besar seperti di negara-negara lainnya. Dalam hal penanganan teroris di Indonesia, “Densus 88 Anti teror mampu bekerja dengan baik,” ujarnya.
Sesumbar, Ansyad Mbai mengatakan, Indonesia dinilai berhasil dalam penanganan teroris tanpa melibatkan sejumlah pasukan besar seperti di negara-negara lainnya. Dalam hal penanganan teroris di Indonesia, “Densus 88 Anti teror mampu bekerja dengan baik,” ujarnya.
Belum puas melakukan pelanggaran HAM berat, Ketua BNPT
itu menilai bahwa UU Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme masih lemah dan belum mengikat sepenuhnya."Ini adalah
salah satu kelemahan. Terus terang sampai hari ini, saya tidak
mengatakan UU Terorisme kita itu paling `lembek`," kata Ketua BNPT Pusat
Ansyad Mbai.
Menurut pria kelahiran Buton ini, kini Indonesia masuk
dalam kelompok 20 masih diakui dunia internasional dalam hal ekonomi dan
meskipun ada teror.. Tapi, yang pasti, beberapa NGO, seperti Komnas
HAM, Kontras, Indonesia Policy Watch, dan sejumlah ormas Islam, telah
membenarkan adanya pelanggaran HAM berat yang dilakukan Densus 88
terkait beredarnya video kekerasan yang terjadi di Poso. MUI,
Muhammadiyah dan beberapa ormas islam lainnya mendesak agar Densus 88
dibubarkan.
Papua Merdeka Motif Ekonomi
Usai diskusi bersama Jurnalis Ansyad Mbai mengatakan,
mengapa selalu ada gerakan teroris dan sepertinya sistematis, padahal
sudah beberapa pelaku yang ditangkap dan dihukum mati, itu karena produk
hukumnya. "Kenapa teroris itu selalu terus-terus melakukannya, padahal
sudah ditangkap tapi masih melakukan lagi. Karena apa, kegiatan-kegiatan
awal yang mengarah kepada terorisme belum terjangkau oleh hukum kita,"
ungkapnya.
Ansyad menuduh Ustadz Abubakar Ba`syir lari dari Malaysia karena takut ditangkap dengan melihat produk hukumnya, makanya di daerah ini dia bebas."Kalau di sulsel ada teroris dan jelas masih kita harus waspadai, masih ada sisa-sisa gerakan itu," ketusnya.
Semua kelompok teroris, sebut Ansyad, diduga masih punya kaitan dengan jaringan Negara Islam Indonesia (NII). "Bisa jadi NII itu induk dari gerakan gerakan radikal yang mengatasnamakan agama ini," sebutnya.
Saat ditanyai mengenai kasus teror di Papua, kata dia, di Papua itu bermacam macam karena luas geografis tidak bisa disamakan dan berbeda. Ada model separatis, ada yang motif ekonomi seperti di Timika."Banyak motif salah satunya ekomomi dan dibeberapa tempat ada motif politik," ucapnya
Lanjutnya, "Sebetulnya itu sudah di kategorikan teroris, sampai saat ini pemerintah masih belum memberlakukan UU terorisme untuk kasus itu. Tapi kalau kita lihat di dunia internasional, Uni Eropa itu sudah masuk kategori teroris," sebutnya.
Terkait belum diberlakukan UU Teroris di papua, pria kelahiran Buton ini menjelaskan, ini konsekwensi, daripada prinsip demokrasi yang harus di jalankan sebegaimana mestinya.
"Pemerintah tidak bisa secara otoriter langsung memperlakukan hal itu karena agenda utama kita sebetulnya bukan soal teroris, tapi bagaimana mempertahankan proses demokrasi di negeri ini," tandasnya. Hal itu kata Ansyad, tergantung situasi yang berkembang di Papua apakah akan diberlakukan di Papua yang bisa saja mengarah kepada aksi terorisme. [Desastian/dbs]
Ansyad menuduh Ustadz Abubakar Ba`syir lari dari Malaysia karena takut ditangkap dengan melihat produk hukumnya, makanya di daerah ini dia bebas."Kalau di sulsel ada teroris dan jelas masih kita harus waspadai, masih ada sisa-sisa gerakan itu," ketusnya.
Semua kelompok teroris, sebut Ansyad, diduga masih punya kaitan dengan jaringan Negara Islam Indonesia (NII). "Bisa jadi NII itu induk dari gerakan gerakan radikal yang mengatasnamakan agama ini," sebutnya.
Saat ditanyai mengenai kasus teror di Papua, kata dia, di Papua itu bermacam macam karena luas geografis tidak bisa disamakan dan berbeda. Ada model separatis, ada yang motif ekonomi seperti di Timika."Banyak motif salah satunya ekomomi dan dibeberapa tempat ada motif politik," ucapnya
Lanjutnya, "Sebetulnya itu sudah di kategorikan teroris, sampai saat ini pemerintah masih belum memberlakukan UU terorisme untuk kasus itu. Tapi kalau kita lihat di dunia internasional, Uni Eropa itu sudah masuk kategori teroris," sebutnya.
Terkait belum diberlakukan UU Teroris di papua, pria kelahiran Buton ini menjelaskan, ini konsekwensi, daripada prinsip demokrasi yang harus di jalankan sebegaimana mestinya.
"Pemerintah tidak bisa secara otoriter langsung memperlakukan hal itu karena agenda utama kita sebetulnya bukan soal teroris, tapi bagaimana mempertahankan proses demokrasi di negeri ini," tandasnya. Hal itu kata Ansyad, tergantung situasi yang berkembang di Papua apakah akan diberlakukan di Papua yang bisa saja mengarah kepada aksi terorisme. [Desastian/dbs]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar