Muslimat NU dan 27 Ormas Islam Kembali Desak Bubarkan Densus 88
JAKARTA (voa-islam.com) – http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2013/03/08/23531/muslimat-nu-dan-27-ormas-islam-kembali-desak-bubarkan-densus-88/
Untuk kedua kalinya,
sejumlah ormas Islam berkumpul di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah,
Jalan Menteng Raya Jakarta no. 62 Jakarta Pusat, Kamis (07/03/2013)
siang. Dalam Silaturrahim Ormas Lembaga Islam (SOLI), 27 ormas Islam
mendesak pemerintah melakukan evaluasi atau bila perlu membubarkan
Detasemen Khusus Antiteror (Densus) 88 atas dugaan pelanggaran Hak Asasi
Kemanusian (HAM) berat.
27 Ormas Islam ikut menandatangani desakan ini, di
antaranya; MUI Pusat, PP Muhammadiyah, Muslimat NU, Ikatan Cendikiawan
Muslim Indonesia (ICMI), DPP Syarikat Islam, PP Matla’ul Anwar, PP
Wanita Islam, Baitul Muslimin Indonesia, Hidayatullah, Dewan Da’wah
Islamiyah Indonesia (DDII), DPP Hizbut Tahrir Indonesia, Ikata Dai
Indonesia (IKADI), dan Majelis Dakwah Islamiyah, PP Parmusi, Tabiyah,
MIUMI, Al Irsyad, PP Dewan Masjid Indonesia (DMI) dan BKPRMI, serta PP
Al-Itihadiyah.
Dr Marwah Daud Ibrahim, Ketua Presidium Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesa (ICMI) saat membacakan pernyataan sikap,
menyatakan, “Densus 88 telah melakukan pelanggaran berat. Dalam banyak
kasus, tindakan Densus 88 telah terbukti melampaui kepatutan,
kepantasan, dan batas perikemanusiaan berupa penangkapan, penculikan,
penyiksaan, intimidasi, dan pembunuhan, yang sebagian terekam dalam
video yang beredar. Densus 88 telah menelan banyak korban serta
menimbulkan kesedihan, luka dan trauma yang mendalam.”
Marwah yang didampingi beberapa perwakilan ormas Islam
termasuk Dr Din Syamsuddin juga meminta negara (melalui aparat
kepolisian, red) tidak menangani teror dengan menjadi teror baru.
“Walaupun aparatur keamaan memiliki kewenangan khusus terkait
pemberantasan terorisme, tetapi setiap langkah dan tindakan
pemberantasan terorisme harus tetap berpijak pada prinsip hukum.”
“Kami mendesak pemerintah untuk mengaudit kinerja
(termasuk keuangan) lembaga tersebut dan menggantinya dengan lembaga
baru yang kredibel, profesional dan berintegrasi dengan melibatkan
unsur-unsur masyarakat.”
Dalam jumpa pers dengan wartawan, Ketua Umum PP
Muhammadiyah Dr Din Syamsuddin mengatakan, tindakan memberantas teror
dengan cara teror sama artinya melanggengkan potensi teror dan dendam
kesumat. "Tindakan yang dilakukan Densus 88 berpotensi melanggengkan
terorisme," ujar Din.
Dengan pernyataan ini SOLI menilai, salah satu kesatuan
elit yang berada di bawah Polri ini untuk segera dievaluasi atau jika
perlu dibubarkan. Desakan Ormas Islam ini muncul terkait beredarnya
video kekerasan yang diduga dilakukan anggota Densus dalam penanganan
terduga terorisme.
Dalam pertemuan siang tadi ormas-ormas Islam sempat
memutar sebuah tayangan video kekerasan yang diduga dilakukan oknum
Densus dan Brimob. Dalam salah satu tayangan, terlihat aparat keamanan
meminta korban beristighfar sebelum ditembak mati.
Sebelumnya, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin
bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan para pimpiman Ormas Islam
lainnya secara khusus mendatangi Mabes Polri untuk melaporkan kepada
Kapolri Jendral Timur Pradopo terkait video pelanggaran HAM berat yang
dilakukan aparat Densus 88.[desastian]
Biadab! Ketua BNPT: Melanggar HAM Itu Sah-sah Saja, Karena Ada UU-nya
MAKASSAR (voa-islam.com) –http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2013/03/07/23515/biadab-ketua-bnpt-melanggar-ham-itu-sahsah-saja-karena-ada-uunya/
"Meskipun
ada anggapan pekerjaan polisi 100 persen melanggar HAM saat menangkap
dan memburu teroris, tetapi itu sah-sah saja menurut UU yang berlaku.
Sebab kita ini berhadapan dengan teroris." Demikian dikatakan Ketua
Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) Pusat Ansyad Mbai. Dengan
bangga Ansyad menyatakan, dalam penanganan teroris, Indonesia mendapat
pujian dari berbagai negara karena mampu menangkap teroris.
Berdasarkan data dari 2002 jumlah kasus terorisme
mencapai 840 kasus. Indonesia pun menjadi model penanganan teroris di
dunia."Indonesia menjadi model di dunia dalam penangaan teroris.
Indonesia konsisten dalam supermasihukum, tidak perlu pakai rudal
seperti dilakukan di negara lainnya menangkap teroris," katanya saat
diskusi BNPT bersama Jurnalis di Makassar, Rabu (6/3).
Sesumbar, Ansyad Mbai mengatakan, Indonesia dinilai berhasil dalam penanganan teroris tanpa melibatkan sejumlah pasukan besar seperti di negara-negara lainnya. Dalam hal penanganan teroris di Indonesia, “Densus 88 Anti teror mampu bekerja dengan baik,” ujarnya.
Sesumbar, Ansyad Mbai mengatakan, Indonesia dinilai berhasil dalam penanganan teroris tanpa melibatkan sejumlah pasukan besar seperti di negara-negara lainnya. Dalam hal penanganan teroris di Indonesia, “Densus 88 Anti teror mampu bekerja dengan baik,” ujarnya.
Belum puas melakukan pelanggaran HAM berat, Ketua BNPT
itu menilai bahwa UU Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme masih lemah dan belum mengikat sepenuhnya."Ini adalah
salah satu kelemahan. Terus terang sampai hari ini, saya tidak
mengatakan UU Terorisme kita itu paling `lembek`," kata Ketua BNPT Pusat
Ansyad Mbai.
Menurut pria kelahiran Buton ini, kini Indonesia masuk
dalam kelompok 20 masih diakui dunia internasional dalam hal ekonomi dan
meskipun ada teror.. Tapi, yang pasti, beberapa NGO, seperti Komnas
HAM, Kontras, Indonesia Policy Watch, dan sejumlah ormas Islam, telah
membenarkan adanya pelanggaran HAM berat yang dilakukan Densus 88
terkait beredarnya video kekerasan yang terjadi di Poso. MUI,
Muhammadiyah dan beberapa ormas islam lainnya mendesak agar Densus 88
dibubarkan.
Papua Merdeka Motif Ekonomi
Usai diskusi bersama Jurnalis Ansyad Mbai mengatakan,
mengapa selalu ada gerakan teroris dan sepertinya sistematis, padahal
sudah beberapa pelaku yang ditangkap dan dihukum mati, itu karena produk
hukumnya. "Kenapa teroris itu selalu terus-terus melakukannya, padahal
sudah ditangkap tapi masih melakukan lagi. Karena apa, kegiatan-kegiatan
awal yang mengarah kepada terorisme belum terjangkau oleh hukum kita,"
ungkapnya.
Ansyad menuduh Ustadz Abubakar Ba`syir lari dari Malaysia karena takut ditangkap dengan melihat produk hukumnya, makanya di daerah ini dia bebas. "Kalau di sulsel ada teroris dan jelas masih kita harus waspadai, masih ada sisa-sisa gerakan itu," ketusnya.
Semua kelompok teroris, sebut Ansyad, diduga masih punya kaitan dengan jaringan Negara Islam Indonesia (NII). "Bisa jadi NII itu induk dari gerakan gerakan radikal yang mengatasnamakan agama ini," sebutnya.
Saat ditanyai mengenai kasus teror di Papua, kata dia, di Papua itu bermacam macam karena luas geografis tidak bisa disamakan dan berbeda. Ada model separatis, ada yang motif ekonomi seperti di Timika."Banyak motif salah satunya ekomomi dan dibeberapa tempat ada motif politik," ucapnya
Lanjutnya, "Sebetulnya itu sudah di kategorikan teroris, sampai saat ini pemerintah masih belum memberlakukan UU terorisme untuk kasus itu. Tapi kalau kita lihat di dunia internasional, Uni Eropa itu sudah masuk kategori teroris," sebutnya.
Terkait belum diberlakukan UU Teroris di papua, pria kelahiran Buton ini menjelaskan, ini konsekwensi, daripada prinsip demokrasi yang harus di jalankan sebegaimana mestinya.
"Pemerintah tidak bisa secara otoriter langsung memperlakukan hal itu karena agenda utama kita sebetulnya bukan soal teroris, tapi bagaimana mempertahankan proses demokrasi di negeri ini," tandasnya. Hal itu kata Ansyad, tergantung situasi yang berkembang di Papua apakah akan diberlakukan di Papua yang bisa saja mengarah kepada aksi terorisme. [Desastian/dbs]
Ansyad menuduh Ustadz Abubakar Ba`syir lari dari Malaysia karena takut ditangkap dengan melihat produk hukumnya, makanya di daerah ini dia bebas. "Kalau di sulsel ada teroris dan jelas masih kita harus waspadai, masih ada sisa-sisa gerakan itu," ketusnya.
Semua kelompok teroris, sebut Ansyad, diduga masih punya kaitan dengan jaringan Negara Islam Indonesia (NII). "Bisa jadi NII itu induk dari gerakan gerakan radikal yang mengatasnamakan agama ini," sebutnya.
Saat ditanyai mengenai kasus teror di Papua, kata dia, di Papua itu bermacam macam karena luas geografis tidak bisa disamakan dan berbeda. Ada model separatis, ada yang motif ekonomi seperti di Timika."Banyak motif salah satunya ekomomi dan dibeberapa tempat ada motif politik," ucapnya
Lanjutnya, "Sebetulnya itu sudah di kategorikan teroris, sampai saat ini pemerintah masih belum memberlakukan UU terorisme untuk kasus itu. Tapi kalau kita lihat di dunia internasional, Uni Eropa itu sudah masuk kategori teroris," sebutnya.
Terkait belum diberlakukan UU Teroris di papua, pria kelahiran Buton ini menjelaskan, ini konsekwensi, daripada prinsip demokrasi yang harus di jalankan sebegaimana mestinya.
"Pemerintah tidak bisa secara otoriter langsung memperlakukan hal itu karena agenda utama kita sebetulnya bukan soal teroris, tapi bagaimana mempertahankan proses demokrasi di negeri ini," tandasnya. Hal itu kata Ansyad, tergantung situasi yang berkembang di Papua apakah akan diberlakukan di Papua yang bisa saja mengarah kepada aksi terorisme. [Desastian/dbs]
Video Penganiyaan di Poso Memperlihatkan Adanya Kejahatan Kemanusiaan
http://www.voa-islam.com/news/opini/2013/03/05/23491/video-penganiyaan-di-poso-memperlihatkan-adanya-kejahatan-kemanusiaan/
Jakarta (voa-islam.com)
Ketika kekuatan rakyat
mengakhiri pemerintahan rezim militer Orde Baru dibawah Jenderal
Soeharto, karena rakyat ingin menghentikan segala bentuk kejahatan dan
kekerasan sangat tidak manusiawi.
Seperti operasi militer yang terjadi di Aceh yang dikenal dengan operasi "DOM". Peristiwa pembantaian di Lampung, Tanjung Priok, Haur Koneng, Nipah, dan operasi "Petrus".
Maka era Reformasi yang menjadi antitesa rezim militer Orde Baru,
ingin mengakhiri seluruh keadaan yang sangat militeristik. Kemudian,
kekuatan-kekuatan Reformasi, mengalihkan kekuasaan keamanan dari militer
kepada polisi, dan diharapkan akan melahirkan kehidupan yang lebih
human (manusiawi). Tidak ada lagi kekerasan secara sewenang-wenang, dan
pelanggaran hak asasi manusia.
Tetapi, sesudah peristiwa WTC di New York, Amerika Serikat, membuat
segala telah berubah. Lahir Undang-Undang Terorisme yang menjadi dasar
penindakan terhadap para terduga teroris.
Akibatnya, begitu banyak mereka yang menjadi terduga teroris, bukan
hanya mengalami penyiksaan yang sangat kejam, tetapi mereka dihilangkan
hak hidup mereka. Tanpa adanya bukti-bukti yang dapat
dipertanggungjawabkan, mereka yang terduga teroris itu dibunuh oleh
Densus 88.
Tentu, peristiwa yang paling menyentak kesadaran publik di Indonesia,
terkait dengan peristiwa yang terjadi di Poso, di mana perisitwa itu,
diangkat (diunduh) melalui YouTube, yang berdurasi 13 menit itu, sangat
luar biasa kejamnya aparat Densus 88, bukan hanya melakukan penyiksaan,
tetapi juga membunuh dan bahkan melecehkan terhadap mereka yang terduga
teroris.
Video yang berdurasi 13 menit itu,
bebarapa aparat kepolisian memerintahkan kepada seorang tersangka
membuka celana, tanpa alasan yang jelas. Tampak pula, seorang yang
terduga teroris, yang sudah tertembak dadanya, dan tembus dipunggung
dipaksa merangkak jalan, dan diinterogasi di tanah lapang.
Bahkan, seorang aparat Densus 88, memerintahkan kepada terduga
teroris yang sudah tertembak dan luka parah, agar segera beristighfar,
karena kataranya, "Sebentar lagi kamu akan mati". Bagaimana aparat
penegak hukum dengan sangat tega melontarkan ucapan seperti itu? Bukan
memberikan pertolongan dan membawa ke rumah sakit, aparat polisi justeru
membiarkan meregang nyawa dan terus menginterogasinya.
Gambaran yang diangkat oleh video melalui YouTube, hanya mempertegas
bahwa kepolisian telah mengabaikan hak asasi manusia. Komisi Hak Asasi
Manusia (KOmnas HAM), bahkan mencatat jumlah terduga teroris yang tewas
di tangan Densus mencapai 83 orang. Ini berarti setiap tahunnya 9-10
tersangka yang tewas seja Densus 88 berdiri sembilan tahun lalu. Komisi
Hak Asasi Manusia juga mencatat ada tersangka yang ditembak hingga lebih
10 kali!
Polisi selalu berdalih menembak terduga teroris itu dalam rangka
melindungi diri. Tetapi, faktnya mereka yang terduga teroris adalah
orang-orang yang tidak bersenjata, dan hanya bertangan kosong. Cara-cara
yang sangat biadab itu, pernah berlangsung di era Orde Baru, yang
melakukan kekejaman yang tanpa tara oleh aparat militer, dan sekarang
ini diulangi oleh polisi di Reformasi. Sungguh luar biasa.
Densus 88 dan Brimob telah mengabaikan hak hidup, hak untuk tidak
disiksa kendati dia seorang tersangka. Semua hak-hak yang melekat itu
merupakan hak paling dasar. Semua hak dasar itu, diakui oleh
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Menciptakan keamanan penting, dan mengakhiri segala bentuk terorisme
itu juga penting, tetapi tidak kemudian melakukan tindakan yang sangat
biadab yang sama dilakukan oleh teroris, dan tanpa sedikitpun rasa belas
kasihan terhadap sesama manusia yang memiliki hak hidup. Wallahu'alam.
Dukung MUI, Gelombang Pembubaran Densus 88 Sampai Ke Sumatera Barat
PADANG (voa-islam.com) - http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2013/03/07/23521/dukung-mui-gelombang-pembubaran-densus-88-sampai-ke-sumatera-barat/
Sejumlah Ormas Islam
di Sumatera Barat mendukung langkah MUI dan Muhammadiyah yang melaporkan
tindakan kekerasan yang dilakukan Densus 88 Anti Teror serta mendesak
lembaga tersebut untuk dibubarkan. Mereka menilai, Densus 88 telah
melakukan banyak pelanggaran di Indonesia.
Diantara Ormas tersebut adalah Komite Penegakkan Syariat
Islam (KPSI) yang diwakili Novendri, Forum Libas Sumbar yang diwakili
Khairul Amri, dan Paga Nagari Sumbar yang diwakili Ibnu Aqil D Ghani dan
Ketua Majelis Tinggi Kerapatan Adat Alam Minangkabau (MTKAAM) Irfianda
Abidin.
Irvianda Abidin yang juga pengurus Majelis Mujahidin Indonesia mengatakan, selama ini apa yang dilakukan Densus untuk menegakkan kebenaran, tidak sesuai dengan asas kemanusian dan telah masuk dalam kategori pelanggaran HAM Berat, dan lebih kejam dari apa yang telah dilakukan PKI.
“Dalam menegakkan kebenaran, seharusnya Densus 88 dapat mengutamakan langkah persuasif dan tidak melakukan penganiayaan ataupun penyiksaan, pada orang-orang yang ditangkap dan belum jelas kesalahannya,” katanya.
Irfianda juga berpendapat, kesewenangan Densus 88 juga terlihat dari tindakan yang menangkap warga yang sedang salat di masjid, sedang bersama anak-anak, dan lainnya. Hal ini jelas menimbulkan efek traumatik bagi orang sekitar.
Dirinya pun menduga, Densus 88 ini sudah membawa kepentingan Amerika yang berniat menghancurkan umat Islam. Untuk itu, Irfianda meminta Presiden SBY, DPR dan Kapolri bertanggung jawab terhadap permasalahan ini. “Termasuk mendesak Komnas HAM membubarkan Densus 88,” jelasnya.
Irvianda juga menambahkan, pihak-pihak yang selama ini telah mendukung berdirinya Densus 88, juga diminta bertanggung jawab. Menurutnya, Densus 88 harus ditetapkan segera sebagai organisasi/lembaga terlarang yang membahayakan negara.
Selain itu, ia juga menyayangkan dengan tindakan yang dilakukan oleh Densus 88, yang selalu menganggap islam sebagai pelaku aksi-aksi teror di Indonesia. Untuk itu, ormas islam Sumbar mendesak DPRD,Pemprov Sumbar dan pihak terkait lainnya, untuk ikut mendukung menyuarakan pembubaran Densus 88 tersebut. [Desastian/dbs]
Irvianda Abidin yang juga pengurus Majelis Mujahidin Indonesia mengatakan, selama ini apa yang dilakukan Densus untuk menegakkan kebenaran, tidak sesuai dengan asas kemanusian dan telah masuk dalam kategori pelanggaran HAM Berat, dan lebih kejam dari apa yang telah dilakukan PKI.
“Dalam menegakkan kebenaran, seharusnya Densus 88 dapat mengutamakan langkah persuasif dan tidak melakukan penganiayaan ataupun penyiksaan, pada orang-orang yang ditangkap dan belum jelas kesalahannya,” katanya.
Irfianda juga berpendapat, kesewenangan Densus 88 juga terlihat dari tindakan yang menangkap warga yang sedang salat di masjid, sedang bersama anak-anak, dan lainnya. Hal ini jelas menimbulkan efek traumatik bagi orang sekitar.
Dirinya pun menduga, Densus 88 ini sudah membawa kepentingan Amerika yang berniat menghancurkan umat Islam. Untuk itu, Irfianda meminta Presiden SBY, DPR dan Kapolri bertanggung jawab terhadap permasalahan ini. “Termasuk mendesak Komnas HAM membubarkan Densus 88,” jelasnya.
Irvianda juga menambahkan, pihak-pihak yang selama ini telah mendukung berdirinya Densus 88, juga diminta bertanggung jawab. Menurutnya, Densus 88 harus ditetapkan segera sebagai organisasi/lembaga terlarang yang membahayakan negara.
Selain itu, ia juga menyayangkan dengan tindakan yang dilakukan oleh Densus 88, yang selalu menganggap islam sebagai pelaku aksi-aksi teror di Indonesia. Untuk itu, ormas islam Sumbar mendesak DPRD,Pemprov Sumbar dan pihak terkait lainnya, untuk ikut mendukung menyuarakan pembubaran Densus 88 tersebut. [Desastian/dbs]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar