SEYOGIAYANYA SEMUA UMAT ISLAM YANG MAMPU MENUNTUT ILMU DAN MENDALAMI ILMUL ISLAM-ILMUL QURÁN-ILMU SUNNAH DST... MENJADI PELURUS DAN PENGUAT TALI SILATURAHIM-PERSAUDARAAN-PERSAUDARAAN-SOLIDARITAS YANG SOLID DAN PERSATUAN UMMAT YANG KOKOH DAN SALING MENGUATKAN....
BUKAN UNTUK SALING MENCACI ATAU MERENDAHKAN SATU MAZHAB DENGAN MAZHAB LAINNYA.... SEKALIPUN ADA PERBEDAAN MEMAKNAI DAN MANFSIRKAN SITUASI KONDISI YANG ADA PADA SEJARAH ISLAM MASA LAMPAU.....ATAU REFERNSI... YANG DIYAKININYA....
KEKUATAN PERSTUAN DAN PERSAUDARAAN KAUM SUNNY-SYIAH... DENGAN TUJUAN MENJADI ISLAM DAN MUSLIM YANG KAFFAH... LURUS DAN MEMOHON KEAGUNGAN RAHMAT ALLAH SWT DAN MENDAPATKAN HIDAYAH-TAUFIQ-INAYAH-MAUNAH-DAN MA'RIFAH...KARIMAH SYARIFAH...NUR KEBENARAN ALLAH... DEMI UNTUK PENGAMALAN SEUTUHNYA DAN BERPERILAKU HALIM DAN AKHLAQULKARIEM... DALAM JALAN KEBENARAN ALLAH DAN SUNNATURASULULLAH SAW.... SELENGKAPNYA SEUTUHNYA...
SEMOGA UMAT MENJADI INSANULKAMIL... YANG MULIA DAN PENUH MANFAAT BAGI SEBESAR-BESAR KEMULIAAN ISLAM-UMAT-DAN KEMANUSIAAN..... AAMIIN...
Studi Kritis Riwayat Zaid bin Aliy Tentang Fadak : Bantahan Untuk Nashibi
Posted on Juni 17, 2012 by secondprince
Studi Kritis Riwayat Zaid bin Aliy Tentang Fadak : Bantahan Untuk Nashibi
Tulisan ini hanya sedikit tambahan dari
tulisan sebelumnya yang membahas tentang riwayat Zaid bin Ali bin Husain
dimana ia menyepakati Abu Bakar dalam masalah Fadak. Pada tulisan
sebelumnya kami telah membahas illat [cacat] riwayat tersebut yaitu
bahwa riwayat Zaid bin Aliy berasal dari seorang yang majhul. Nashibi
yang tidak suka kalau hujjah mereka dipatahkan membuat bantahan ngawur
untuk membela riwayat Zaid bin Aliy tersebut. Tulisan ini kami buat
sebagai bantahan bagi Nashibi yang dimaksud.
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ حَمَّادٍ، قَالَنَا عَمِّي، قَالَ نَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ، قَالَ نَا ابْنُ دَاوُدَ، عَنْ فُضَيْلِ بْنِ مَرْزُوقٍ، قَالَ قَالَ زَيْدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ حُسَيْنٍ، أَمَّا أَنَا فَلَوْ كُنْتُ مَكَانَ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَحَكَمْتُ بِمِثْلِ مَا حَكَمَ بِهِ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فِي فَدَكٍ
Telah menceritakan kepada kami
Ibrahim bin Hammaad yang berkata telah menceritakan kepada kami pamanku
yang berkata telah menceritakan kepada kami Nashr bin ‘Aliy yang berkata
telah menceritakan kepada kami Ibnu Dawud dari Fudhail bin Marzuuq yang
berkata Zaid bin Ali bin Husain berkata “adapun aku seandainya berada
dalam posisi Abu Bakar [radiallahu ‘anhu] maka aku akan memutuskan
seperti keputusan Abu Bakar [radiallahu ‘anhu] dalam masalah Fadak”
[Fadhail Ash Shahabah Daruquthniy no 52]
Riwayat ini juga disebutkan Hammad bin
Ishaq dalam Tirkatun Nabiy 1/86 oleh Baihaqi dalam Sunan Al Kubra
6/302, Dalaail An Nubuwwah 7/281 dan Al I’tiqaad 1/279 semuanya dengan
jalan sanad dari Ismail bin Ishaq Al Qadhiy [pamannya Ibrahim bin Hammaad] dari Nashr bin Ali dari ‘Abdullah bin Dawud dari Fudhail bin Marzuuq.
Atsar ini dhaif karena Fudhail bin Marzuq
tidak meriwayatkan langsung dari Zaid bin Aliy bin Husain. Ia terbukti
melakukan tadlis, atsar ini diambil Fudhail bin Marzuq dari An Numairy
bin Hassaan dari Zaid bin Aliy bin Husain. An Numairiy bin Hassaan
adalah seorang yang majhul. Inilah buktinya
حدثنا محمد بن عبد الله بن الزبير قال حدثنا فضيل ابن مرزوق قال حدثني النميري بن حسان قال قلت لزيد بن علي رحمة الله عليه وأنا أريد أن أهجن أمر أبي بكر إن أبا بكر رضي الله عنه انتزع من فاطمة رضي الله عنها فدك فقال إن أبا بكر رضي الله عنه كان رجلا رحيما وكان يكره أن يغير شئيا تركه رسول الله صلى الله عليه وسلم فأتته فاطمة رضي الله عنها فقالت إن رسول الله صلى الله عليه وسلم أعطاني فدك فقال لها هل لك على هذا بينة ؟ فجاءت بعلي رضي الله عنه فشهد لها، ثم جاءت بأم أيمن فقالت أليس تشهد أني من أهل الجنة ؟ قال بلى قال أبو أحمد يعني أنها قالت ذاك لابي بكر وعمر رضي الله عنهما – قالت فأشهد أن النبي صلى الله عليه وسلم أعطاها فدك فقال أبو بكر رضي الله عنه: فبرجل وامرأة تستحقينها أو تستحقين بها القضية ؟ قال زيد بن علي وأيم الله لو رجع الامر إلى لقضيت فيها بقضاء أبي بكر رضي الله عنه
Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin ‘Abdullah bin Zubair yang berkata telah menceritakan kepada
kami Fudhail bin Marzuuq yang berkata telah menceritakan kepadaku An
Numairiy bin Hassaan yang berkata aku berkata kepada Zaid bin Aliy
[rahmat Allah atasnya] dan aku ingin merendahkan Abu Bakar bahwa Abu
Bakar [radiallahu ‘anhu] merampas Fadak dari Fathimah [radiallahu
‘anha]. Maka Zaid berkata “Abu Bakar [radiallahu ‘anhu] adalah seorang
yang penyayang dan ia tidak menyukai mengubah sesuatu yang ditinggalkan
oleh Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam], kemudian datanglah
Fathimah [radiallahu ‘anha] dan berkata “Rasulullah [shallallahu ‘alaihi
wasallam] telah memberikan Fadak kepadaku”. Abu Bakar berkata kepadanya
“apakah ada yang bisa membuktikannya?” maka datanglah Aliy [radiallahu
‘anhu] dan bersaksi untuknya kemudian datang Ummu Aiman yang berkata
“tidakkah kalian bersaksi bahwa aku termasuk ahli surga?”. Abu Bakar
menjawab “benar” [Abu Ahmad berkata bahwa Ummu Aiman mengatakan hal itu
kepada Abu Bakar dan Umar]. Ummu Aiman berkata “maka aku bersaksi bahwa
Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] telah memberikan fadak kepadanya”.
Abu Bakar [radiallahu ‘anhu] kemudian berkata “maka apakah dengan
seorang laki-laki dan seorang perempuan bersaksi atasnya hal ini bisa
diputuskan?”. Zaid bin Ali berkata “demi Allah seandainya perkara ini
terjadi padaku maka aku akan memutuskan tentangnya dengan keputusan Abu
Bakar [radiallahu ‘anhu] [Tarikh Al Madinah Ibnu Syabbah 1/199-200]
Riwayat Ibnu Syabbah dalam Tarikh Madinah
ini adalah riwayat yang shahih sanadnya hingga Fudhail bin Marzuq. Maka
riwayat ini melengkapi riwayat Daruquthniy sebelumnya. Riwayat
Daruquthni dkk memuat sanad dimana “Fudhail bin Marzuq berkata Zaid bin Aliy berkata” sedangkan riwayat Ibnu Syabbah memuat sanad yaitu “Fudhail bin Marzuq berkata telah mengabarkan kepadaku An Numairiy bin Hassaan bahwa Zaid bin Aliy berkata”.
Maka ini menjadi bukti Fudhail bin Marzuq tidak meriwayatkan langsung
dari Zaid bin Aliy melainkan melalui perantara yang majhul.
Kesimpulannya riwayat tersebut dhaif.
Ada seorang nashibi yang berusaha membela
riwayat ini dengan pembelaan yang mengada-ada. Ia seolah-olah
menunjukkan bantahan ilmiah padahal bantahannya ngawur dan tidak sesuai
dengan kaidah ilmu hadis. Pada pembahasannya ia mengatakan apakah
tambahan Numairiy bin Hassaan itu mahfuudh?. Ia mengatakan bahwa riwayat
Ibnu Syabbah tidak mahfuudh dan yang mahfuudh adalah riwayat tanpa
tambahan sanad Numairiy bin Hassaan. Mari kita lihat satu persatu
alasannya
Nashibi itu mengatakan bahwa riwayat Ibnu
Syabbah sangat gharib karena hanya dibawakan Ibnu Syabbah dalam Tarikh
Madinah dan dalam riwayat itu saja. Kami katakan ini alasan yang
mengada-ada. Apa riwayat Daruquthni dkk yang ia bawakan itu adalah
riwayat yang masyhur?. Jelas sekali bahwa semua riwayat yang ia nukil
itu berujung pada Ismaail bin Ishaq Al Qadhiy dari Nashr bin Aliy dari
Ibnu Dawud dari Fudhail bin Marzuq. Hanya sanad ini saja, tidak ada
sanad lain. Jadi kedudukan riwayat Daruquthni dan riwayat Ibnu Syabbah
dari sisi ini adalah sama yaitu sama-sama diriwayatkan dengan satu jalan
sanad. Walaupun atsar Zaid bin Aliy ini diriwayatkan oleh Ibnu Syabbah
saja, itu tidak menjadi alasan untuk melemahkan atau menyatakan riwayat
tersebut gharib. Mengapa riwayat Ibnu Syabbah yang dikatakan gharib?.
Mengapa bukan riwayat Ismail bin Ishaq Al Qadhiy yang dikatakan gharib?.
Kalau riwayat Ibnu Syabbah dikatakan gharib maka riwayat Ismail bin
Ishaq Al Qaadhiy pun bisa dikatakan gharib.
Sebenarnya jika kita teliti dengan baik
riwayat Ibnu Syabbah itu sanadnya lebih tinggi dari riwayat Daruquthni,
Baihaqi dan Hammad bin Ishaq karena sebelum mereka [Daruquthni, Baihaqi
dan Hammad bin Ishaq] itu lahir, Ibnu Syabbah telah meriwayatkan atsar
Zaid bin Aliy tersebut.
Kemudian nashibi yang dimaksud juga
menyatakan riwayat Ibnu Syabbah tidak mahfuudh karena diriwayatkan oleh
An Numairiy yang majhul. Ini jelas cara penarikan kesimpulan yang
ngawur. An Numairiy itu terletak diantara Fudhail bin Marzuq dan Zaid
bin Aliy, justru riwayat Ibnu Syabbah menunjukkan illat [cacat] riwayat
Ismail bin Ishaaq Al Qaadhiy yaitu Fudhail bin Marzuq melakukan tadlis
dalam riwayat tersebut. Lain halnya jika perawi majhul tersebut terletak
diantara Ibnu Syabbah dan Fudhail bin Marzuq maka beralasan untuk
menyatakan riwayat Ibnu Syabbah itu tidak mahfuudh karena sanadnya tidak
shahih sampai Fudhail bin Marzuuq. Lha ini jelas-jelas riwayat Ibnu
Syabbah tersebut sanadnya shahih hingga Fudhail bin Marzuq. Sungguh kami
dibuat terheran-heran dengan ilmu hadis ala nashibi.
Nashibi itu menyebarkan Syubhat lain
yaitu Ibnu Syabbah walaupun seorang tsiqat tetapi bukan dalam derajat
ketsiqahan yang tinggi, Nashibi itu mengutip Ibnu Hajar yang mengkritik
riwayatnya dan hal ini membuat Ibnu Hajar menurunkan kredibilitasnya
kedalam derajat shaduq.
Kami katakan Ibnu Syabbah itu seorang
yang tsiqat. Kritikan terhadapnya itu tidak beralasan alias hanya
perkiraan yang tidak menafikan perkiraan lainnya. Daruquthni berkata
“tsiqat”. Ibnu Abi Hatim berkata “shaduq”. Ibnu Hibban memasukkannya
dalam Ats Tsiqat dan berkata “mustaqiim al hadits”. Al Khatib berkata
“tsiqat”. Al Marzabaaniy berkata “shaduq tsiqat”. Maslamah bin Qasim
berkata “tsiqat”. Muhammad bin Sahl berkata “shaduq cerdas”. [At Tahdzib
juz 7 no 768]. Ibnu Hajar berkata “shaduq” [At Taqrib 1/719] tetapi
Ibnu Hajar dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib bahwa Ibnu Syabbah seorang
yang tsiqat. Adz Dzahabi menyatakan “tsiqat” [Al Kasyf no 4071]
Nashibi itu mengutip Al Bazzar, Ibnu
Asakir dan Ibnu Hajar yang mengkritik salah satu riwayat Ibnu Syabbah
dimana ia meriwayatkan dari Hushain bin Hafsh dari Sufyan Ats Tsawriy
dari Zubaid dari Murrah dari Ibnu Mas’ud secara marfu’. Ibnu Syabbah
dikatakan keliru karena riwayat yang masyhur adalah dari Ats Tsawriy
dari Mughhirah bin Nu’man dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas secara
marfu’.
Kritikan terhadap Ibnu Syabbah ini perlu
ditinjau kembali, Ibnu Hibban memasukkan hadis Ibnu Mas’ud tersebut
dalam kitab Shahih-nya. Artinya Ibnu Hibban tidak sependapat dengan yang
mengatakan riwayat tersebut khata’
أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْحٍسْيَنُ الْجَرَادِيُّ بِالْمَوْصِلِ ، قَالَ : حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ شَبَّةَ ، قَالَ : حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ حَفْصٍ ، قَالَ : حَدَّثَنَا سُفْيَانُ ، عَنْ زُبَيْدٍ ، عَنْ مُرَّةَ ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إِنَّكُمْ مَحْشُورُونَ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلا ، وَأَوَّلُ الْخَلائِقِ يُكْسَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِبْرَاهِيمُ
Telah mengabarkan kepada kami Ahmad
bin Husain Al Jaraadiy di Maushulliy yang berkata telah menceritakan
kepada kami ‘Umar bin Syabbah yang berkata telah menceritakan kepada
kami Husain bin Hafsh yang berkata telah menceritakan kepada kami Sufyan
dari Zubaid dari Murrah dari ‘Abdullah yang berkata Rasulullah
[shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda “sesungguhnya kalian dikumpulkan
menuju Allah dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang dan tidak
dikhitan. Dan makhluk pertama yang diberi pakaian pada hari kiamat
adalah Ibrahim [Shahih Ibnu Hibban no 7284]
Seandainya pun hadis Ibnu Mas’ud ini
khata’ karena telah diriwayatkan banyak perawi tsiqat dari Ats Tsawriy
dengan jalan sanad dari Mughirah bin Nu’man dari Sa’id bin Jubair dari
Ibnu Abbas secara marfu’ maka perawi yang patut dinyatakan melakukan
kekeliruan adalah Husain bin Hafsh Al Ashbahaniy karena ia yang meriwayatkan dari Ats Tsawriy dan telah menyelisihi para perawi tsiqat.
Husain bin Hafsh Al Ashbahaniy
biografinya disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam At Tahdzib. Abu Hatim
berkata “mahallahu shidqu”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat
[At Tahdzib juz 2 no 597]. Melihat perkataan Abu Hatim tentangnya maka
bisa dimpulkan bahwa Husain bin Hafsh bukan termasuk perawi yang kuat
dhabitnya. Kedudukan Husain bin Hafsh jelas dibawah dari kedudukan Ibnu
Syabbah dan Husain bin Hafsh adalah perawi yang menyelisihi perawi
tsiqat dalam riwayatnya dari Ats Tsawriy. Kesimpulannya kritikan
terhadap Ibnu Syabbah itu keliru.
Kemudian nashibi tersebut menyebarkan syubhat soal Abu Ahmad Az
Zubairiy yang melakukan banyak kesalahan dari riwayat Ats Tsawriy.وقال حنبل بن إسحاق عن أحمد بن حنبل كان كثير الخطأ في حديث سفيان
Hanbal bin Ishaq berkata dari Ahmad bin Hanbal “ia banyak melakukan kesalahan dalam hadis Sufyan” [At Tahdzib juz 9 no 422]
وقال أبو حاتم عابد مجتهد حافظ للحديث له أوهام
Abu Hatim berkata “ahli ibadah, mujtahid, hafiz dalam hadis, memiliki beberapa keraguan” [At Tahdzib juz 9 no 422]
Jika memang terdapat beberapa kesalahan yang dilakukan oleh Abu Ahmad Az Zubairiy maka itupun hanya terbatas pada sebagian riwayatnya dari Sufyan Ats Tsawriy.
Pernyataan ini tidaklah mutlak melainkan hanya terbatas pada riwayatnya
dari Tsawriy, itupun tidak mutlak untuk semua riwayatnya dari Ats
Tsawriy melainkan hanya sebagian. Hal ini dikuatkan oleh beberapa
petunjuk yang menguatkan
Riwayat Abu Ahmad Az Zubairiy dari Sufyan
telah dishahihkan oleh Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahih. Kemudian
sebagian ulama justru menguatkan riwayatnya dari Sufyan
نا عبد الرحمن حدثنى ابى حدثنى أبو بكر بن ابى عتاب الاعين قال سمعت احمد بن حنبل وسألته عن اصحاب سفيان قلت له الزبيري ومعاوية بن هشام ايهما احب اليك ؟ قال الزبيري، قلت له زيد بن الحباب أو الزبيري ؟ قال الزبيري
Telah menceritakan kepada kami
‘Abdurrahman yang berkata telah menceritakan kepadaku ayahku yang
berkata telah menceritakan kepadaku Abu Bakar bin Abi Itaab Al A’yan
yang berkata aku mendengar Ahmad bin Hanbal dan aku bertanya kepadanya
tentang sahabat Sufyan. Aku berkata kepadanya “Az Zubairiy dan Muawiyah
bin Hisyaam yang mana diantara keduanya yang lebih engkau sukai?”. Ia
berkata Az Zubairiy. Aku berkata kepadanya “Zaid bin Hubab atau Az
Zubairiy?”. Ia berkata “Az Zubairiy” [Al Jarh Wat Ta’dil 7/297 no 1211]
قال أبو نعيم في أصحاب سفيان: ليس منهم أحد مثل أبي أحمد الزبيري، واسمه محمد بن عبد الله بن الزبير
Abu Nu’aim berkata tentang para
sahabat Sufyan “tidak ada diantara mereka seorangpun yang menyerupai Abu
Ahmad Az Zubairiy, Muhammad bin ‘Abdullah bin Zubair” [Ats Tsiqat Ibnu
Syahiin no 1262]
قال نصر بن علي سمعت أحمد الزبيري يقول لا أبالي أن يسرق مني كتاب سفيان أني أحفظه كله
Nashr bin ‘Aliy berkata aku mendengar
Ahmad Az Zubairiy mengatakan “aku tidak peduli jika seseorang mencuri
dariku Kitab Sufyan karena aku telah menghafal semuanya” [At Tahdzib juz
9 no 422]
Abu Ahmad Az Zubairiy adalah seorang yang
tsiqat tsabit hanya saja ia dikatakan melakukan kesalahan dalam
sebagian riwayatnya dari Ats Tsawriy. Tentu saja hal ini tidaklah
melemahkan riwayatnya dari selain Ats Tsawriy. Para perawi sekaliber
Malik bin Anas dan Syu’bah saja pernah melakukan beberapa kesalahan
dalam meriwayatkan hadis dan tidaklah itu menjatuhkan kedudukan mereka
dalam riwayatnya yang lain. Karena sebagai seorang manusia tidak peduli
seberapa tinggi kedudukan tsiqat yang ia miliki tetap bisa saja
melakukan kesalahan.
Nashibi itu menyatakan bahwa Ismail bin
Ishaq, Nashr bin Aliy dan Ibnu Dawud adalah tiga orang perawi yang
memiliki martabat ketsiqahan yang tinggi. Kami katakan setinggi apapun
tingkat ketsiqatan mereka, hal itu tidak membuat riwayat Ibnu Syabbah
itu menjadi lemah, gharib ataupun tidak mahfuudh. Ibnu Syabbah adalah
seorang yang tsiqat dan Abu Ahmad Az Zubairiy adalah seorang yang tsiqat
lagi tsabit. Bahkan riwayat Ibnu Syabbah lebih tinggi sanadnya dan
matannya lebih lengkap dari riwayat Ismail bin Ishaq Al Qaadhiy.
Kedua riwayat, yaitu riwayat Ismail bin
Ishaq Al Qaadhiy dan riwayat Ibnu Syabbah adalah benar. Tidak ada dari
kedua riwayat tersebut sesuatu yang perlu ditarjih sehingga riwayat yang
satu diterima dan riwayat yang lain harus ditolak. Kedua riwayat
tersebut sanadnya shahih sampai Fudhail bin Marzuq dan menunjukkan bahwa
Fudhail bin Marzuq melakukan tadlis dalam perkataan Zaid bin Aliy
dimana sebenarnya ia mengambil perkataan tersebut dari An Numairiy bin
Hassaan seorang yang majhul.
Aneh sekali jika nashibi tersebut
mempermasalahkan tingkat ketsiqatan para perawi yang ia jadikan hujjah
mengingat Fudhail bin Marzuq sendiri adalah seorang yang hadisnya hanya
bertaraf hasan dan tidak mencapai derajat ketsiqatan tinggi seperti yang
ia katakan pada tiga perawi lain.
Nashibi tersebut kemudian menyatakan
bahwa matan riwayat Ibnu Syabbah kontradiktif dengan riwayat shahih.
Kami katakan hal itu jika memang benar maka tidaklah berpengaruh
sedikitpun pada kedudukan riwayat Zaid bin Aliy disisi kami. Bukankah
dari pembahasan sebelumnya kami katakan kalau riwayat Zaid bin Aliy
tersebut dhaif maka jika matannya dikatakan nashibi itu bertentangan
dengan riwayat shahih, hal itu justru menguatkan kedhaifan riwayat Zaid
bin Aliy.
Kemudian nashibi itu mengatakan perkataan
Zaid bin Aliy seandainya ia dalam posisi Abu Bakar maka ia akan
menetapkan keputusan seperti Abu Bakar dalam masalah Fadak, tidaklah
cocok diterapkan dalam konteks riwayat Ibnu Syabbah. Alasan nashibi itu
adalah jika memang Zaid bin Aliy tahu persaksian Ali dan Ummu Aiman maka
apakah mungkin ia akan menahan tanah Fadak?. Kami katakan kalau melihat
secara utuh matan riwayat Ibnu Syabbah maka Abu Bakar tidak menerima
kesaksian satu orang laki-laki [Ali bin Abi Thalib] dan satu orang
perempuan [Ummu Aiman] sehingga ia menolak bahwa tanah Fadak itu adalah
milik Sayyidah Fathimah. Inilah yang disepakati oleh Zaid bin Aliy bahwa
kesaksian satu orang laki-laki dan satu orang perempuan tidaklah cukup
dan yang menjadi hujjah adalah kesaksian satu orang laki-laki dan dua
orang perempuan atau kesaksian dua orang laki-laki.
Nashibi ini telah mencampuradukkan antara
hujjah riwayat dengan asumsinya sendiri. Tidak ada keterangan dalam
riwayat Ismail bin Ishaaq Al Qaadhiy bahwa yang disepakati oleh Zaid bin
Aliy adalah hadis Abu Bakar bahwa Nabi tidak mewariskan. Ini adalah
asumsi nashibi itu sendiri. Riwayat Ismaail bin Ishaaq Al Qaadhiy adalah
ringkasan dari riwayat Ibnu Syabbah, hal ini terlihat dari sanadnya
yang berujung pada Fudhail bin Marzuq dan matannya yang serupa sehingga
penjelasannya pun harus merujuk pada riwayat Ibnu Syabbah yang lebih
lengkap baik sanad maupun matannya.
Kami pribadi juga tidak yakin Zaid bin
Aliy akan menyepakati hadis Abu Bakar bahwa Nabi tidak mewariskan
mengingat Sayyidah Fathimah sendiri mengingkari hadis tersebut dan Imam
Ali setelah Sayyidah Fathimah wafat tetap mengakui di hadapan kaum
muslimin bahwa Ahlul bait berhak akan tanah Fadak. Bukankah atsar Zaid
bin Aliy dari sisi ini kontradiktif dengan pendirian Ahlul Bait. Maka
sederhananya bisa saja dikatakan riwayat tersebut tertolak, apalagi
Fudhail bin Marzuuq [meminjam bahasa nashibi itu] bukan perawi yang
memiliki derajat ketsiqatan yang tinggi. Aneh bin ajaib nashibi tersebut
tidak mengambil kesimpulan seperti ini mungkin karena tidak sesuai
dengan hawa nafsunya. Ia lebih suka melemahkan riwayat lain yang tidak
sesuai dengan hawa nafsunya. Dan telah kami tunjukkan di atas betapa
menyedihkannya hujjah nashibi. Kesimpulannya baik dari segi sanad maupun
matan, riwayat Zaid bin Aliy itu tertolak.
Pembelaan Untuk Quraish Shihab Tentang Sikapnya Terhadap Syiah
Posted on April 5, 2008 by secondprince
http://secondprince.wordpress.com/2008/04/05/pembelaan-untuk-quraish-shihab-tentang-sikapnya-terhadap-syiah/
Tulisan saya kali ini adalah sekedar tanggapan untuk tulisan dari situs INSISTS yang ditulis oleh Saudara Adian Husaini. Tulisannya adalah pemaparan kritik Pesantren Sidogiri dalam buku Mungkinkah Sunnah-Syiah Dalam Ukhuwah?
Buku Sidogiri tersebut adalah bantahan terhadap buku Quraish Shihab Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan Mungkinkah?. Saya
hanya akan menanggapi singkat tulisan saudara Adian yang begitu memuji
buku Pesantren Sidogiri tersebut. Tujuannya sederhana, supaya siapapun
yang akan membaca buku Quraish Shihab dan Buku Sidogiri mendapatkan
gambaran awal yang lebih objektif. (sebenarnya sih ada yang minta)
Silakan lihat saja situs INSISTS untuk melihat tulisannya secara
lengkap. Saya hanya akan mengutip bagian yang akan saya tanggapi saja
Sang Penulis menuliskan
Salah satu kesimpulan Quraish Shihab dalam bukunya ialah, bahwa Sunni dan Syiah adalah dua mazhab yang berbeda. ”Kesamaan-kesamaan yang terdapat pada kedua mazhab ini berlipat ganda dibandingkan dengan perbedaan-perbedaan dan sebab-sebabnya. Perbedaan antara kedua mazhab – dimana pun ditemukan – adalah perbedaan cara pandang dan penafsiran, bukan perbedaan dalam ushul (prinsip-prinsip dasar) keimanan, tidak juga dan Rukun-rukun Islam.” (Cetakan II, hal. 265).
Tanggapan saya : Bisa dikatakan saya sangat setuju dengan pernyataan
Quraish Shihab, hal ini pernah saya tulis dalam tulisan saya Telaah Perbedaan Sunni dan Syiah.
Bagi pengkaji yang baik dan berpengalaman dalam masalah Sunni dan
Syiah, maka kesimpulan Quraish Shihab ini sangat beralasan dan didukung
oleh bukti yang kuat dari kalangan Ulama Syiah sendiri. Dalam buku
beliau, Quraish Shihab telah memaparkan bagaimana pandangan Syiah seperti yang dikatakan dan dianut oleh Ulama Syiah sendiri. Hal
ini jelas berbeda dengan buku-buku Salafy yang berkesan tendensius
mengkafirkan dan menghujat di sana-sini, seperti Ihsan Ilahi Zahir,
Abdul Mun’im An Namr, Mamduh Farhan Al Buhairi, atau karya ulama klasik
seperti Minhaj As Sunnah Ibnu Taimiyyah dan karya Syaikh Wahabi Muhammad bin Abdul Wahab. Semua karya itu hanya menampilkan pandangan Syiah seperti yang mereka katakan tetapi Syiah berlepas diri dari itu, alasannya
sederhana yaitu banyak sekali karya Ulama Syiah yang membantah
karya-karya mereka dan mengungkapkan fitnah-fitnah yang mereka tujukan
terhadap Syiah.
Sebagai sebuah contoh sederhana saya sudah pernah menuliskan
kekeliruan fatal karya-karya mereka yang dengan soknya berkata ilmiah
dari kitab-kitab Syiah sendiri. Kekeliruan tersebut adalah sebagian dari
mereka seenaknya menyatakan bahwa Kedudukan Kitab hadis Syiah Al Kafi adalah sama seperti dengan kedudukan Shahih Bukhari di sisi Sunni. Padahal sudah jelas sekali perbedaannya bagi mereka yang benar-benar meneliti Al Kafi dan Shahih Bukhari.
Oleh karena itu setelah membaca buku Quraish Shihab saya sangat
bersimpati kepada beliau, yang dengan tulus berusaha menunjukkan
seobjektif mungkin dan tidak terpengaruh dengan Syiahpobhia Kelas Berat
Kemudian Saudara penulis itu menuliskan
Berbeda dengan Quraish Shihab, pada bagian sampul belakang buku terbitan Pesantren Sidogiri, dikutip sambutan KH. A. Nawawi Abdul Djalil, pengasuh Pesantren Sidogiri yang menegaskan: ”Mungkin saja, Syiah tidak akan pernah habis sampai hari kiamat dan menjadi tantangan utama akidah Ahlusunnah. Oleh karena itu, kajian sungguh-sungguh yang dilakukan anak-anak muda seperti ananda Qusyairi dan kawan-kawannya ini, menurut saya merupakan langkah penting untuk membendung pengaruh aliran sesat semacam Syiah.”
Tanggapan saya : Jelas sekali kalau saudara itu juga
mensesat-sesatkan Syiah, dan memuji buku Sidogiri yang katanya dapat
membendung pengaruh aliran sesat semacam Syiah. Sayangnya buku Sidogiri
itu sama saja kelasnya dengan karya-karya Mereka Syiahpobhia yang maaf
tidak ada harganya sama sekali menurut saya. Silakan saja kalau mau
mempersepsi, kualitas suatu buku atau karya dilihat dari Isinya dan
Argumen yang ada di dalamnya. Banyak sekali masalah dalam Buku Sidogiri
itu yang hanya pengulangan buku-buku Syiahpobhia Kelas berat yang saya
katakan sebelumnya. Dan tentunya Masalah ini sudah menjadi kebosanan
Ulama Syiah untuk menjawabnya berulang-ulang. Simple saja, seandainya
Salafy Syiahpobhia itu punya telinga untuk mendengar, mata untuk melihat dan akal untuk berpikir sedikit kerendahan hati untuk mendengarkan kesaksian Ulama Syiah, maka sudah pasti jawabannya Sunnah Syiah Sudah Pasti Dalam Ukhuwah .
Mari kita lihat ringkasan Studi Komparatif Penulis terhadap kedua
buku Quraish Shihab dan Sidogiri, untuk memudahkan saya akan mengikuti
penulisan inisial QS untuk Quraish Shihab dan PS untuk Pesantren
Sidogiri.
Abdullah bin Saba’ Tidak Ada Kaitannya Dengan Syiah
Sang Penulis menuliskan
QS: ”Ia adalah tokoh fiktif yang diciptakan para anti-Syiah. Ia (Abdullah bin Saba’) adalah sosok yang tidak pernah wujud dalam kenyataan. Thaha Husain – ilmuwan kenamaan Mesir – adalah salah seorang yang menegaskan ketiadaan Ibnu Saba’ itu dan bahwa ia adalah hasil rekayasa musuh-musuh Syiah.” (hal. 65).PPS: Bukan hanya sejarawan Sunni yang mengakui kebaradaan Abdullah bin Saba’. Sejumlah tokoh Syiah yang diakui ke-tsiqah-annya oleh kaum Syiah juga mengakui kebaradaan Abdullah bin Saba’. Sa’ad al-Qummi, pakar fiqih Syiah abad ke-3, misalnya, malah menyebutkan dengan rinci para pengikut Abdullah bin Saba’, yang dikenal dengan sekte Saba’iyah. Dalam bukunya, al-Maqalat wa al-Firaq, (hal. 20), al-Qummi menyebutkan, bahwa Abdullah bin Saba’ adalah orang memunculkan ide untuk mencintai Sayyidina Ali secara berlebihan dan mencaci maki para sahabat Nabi lainnya, khususnya Abu Bakar, Umar, dan Utsman r.a. Kisah tentang Abdullah bin Saba’ juga dikutip oleh guru besar Syiah, An-Nukhbati dan al-Kasyi, yang menyatakan, bahwa, para pakar ilmu menyebutkan bahwa Abdullah bin Saba’ adalah orang Yahudi yang kemudian masuk Islam. Atas dasar keyahudiannya, ia menggambarkan Ali r.a. setelah wafatnya Rasulullah saw sebagai Yusya’ bin Nun yang mendapatkan wasiat dari Nabi Musa a.s. Kisah Abdullah bin Saba’ juga ditulis oleh Ibn Khaldun dalam bukunya, Tarikh Ibn Khaldun. (hal. 44-46).
Tanggapan saya : Dengan optimis saya katakan bahwa dalam hal ini QS
yang benar dan PS telah keliru. Dengan alasan ilmiah yang sederhana
- Kisah Abdullah bin Saba’ memang diriwayatkan oleh Sejarawan Sunni seperti dalam Tarikh Ath Thabari dan Tharikh Ibnu Asakir tetapi dalam sanad kisah Abdullah bin Saba’ terdapat perawi yang dhaif jiddan yaitu Saif bin Umar At Tamimi yang didhaifkan oleh jumhur ulama hadis.
- Salafy NeoNashibi berapologia dalam membela sanad kisah Abdullah bin Saba’. Mereka membela Saif dengan menyatakan bahwa riwayat Saif tentang Tarikh bisa diterima sedangkan pendhaifan jumhur ulama adalah tentang periwayatan hadis bukan tentang Tarikh. Ini sih cuma berkelit, karena Jarh wat ta’dil oleh ulama selalu berkaitan dengan kredibilitas perawi dalam menyampaikan riwayat, apakah riwayatnya bisa diterima atau tidak. Tidak ada bedanya apakah riwayat itu berkaitan dengan Hadis atau Tarikh. Bukti dalam hal ini adalah justru dilakukan oleh kebanyakan kaum Salafy sendiri yang menilai shahih tidaknya cerita sejarah berdasarkan Jarh wat Tadil yang dilakukan Ulama hadis. Dan logikanya saja untuk orang yang berani berdusta atas Rasulullah SAW maka sudah jelas akan lebih berani berdusta untuk suatu kisah seorang Abdullah bin Saba’.
- Neosalafy yang lain kembali berapologia dengan mengatakan bahwa terdapat riwayat lain dalam kitab sejarah Sunni tentang Abdullah bin Saba’ yang tidak diriwayatkan oleh Saif bin Umar. Menurut saya ini juga lucu, karena coba tunjukkan riwayat yang dimaksud. Dan jika memang riwayat itu shahih Anda akan lihat bahwa riwayat itu tidak ada sedikitpun yang menyebutkan kalau Abdullah bin Saba’ pendiri Syiah.
- Soal jawaban PS bahwa Ulama Syiah meriwayatkan Abdullah bin Saba’ dalam kitab mereka. Maka saya katakan bagaimana kedudukan riwayat tersebut dari sisi keilmuan hadis Syiah? Shahihkan riwayat tersebut, atau jangan-jangan malah tidak ada sanadnya. Lagipula riwayat yang dimaksud itu apa benar merupakan dalil yang jelas bahwa Syiah didirikan oleh Abdullah bin Saba’. Just Fitnah semata, karena riwayat yang dimaksud tidak menyebutkan Syiah. Ulama Syiah selalu mengatakan bahwa mahzab mereka bersumber dari Rasulullah SAW dan Ahlul Bait Beliau dan, jadi bukan dari Abdullah bin Saba’.
Kedudukan Abu Hurairah RA
Sang penulis melanjutkan
QS: ”Karena itu, harus diakui bahwa semakin banyak riwayat yang disampaikan seseorang, semakin besar potensi kesalahannya dan karena itu pula kehati-hatian menerima riwayat-riwayat dari Abu Hurairah merupakan satu keharusan. Disamping itu semua, harus diakui juga bahwa tingkat kecerdasan dan kemampuan ilmiah, demikian juga pengenalan Abu Hurairah r.a. menyangkut Nabi saw berada di bawah kemampuan sahabat-sahabat besar Nabi saw, atau istri Nabi, Aisyah r.a.” (hal. 160).QS: “Ulama-ulama Syiah juga berkecil hati karena sementara pakar hadits Ahlusunnah tidak meriwayatkan dari imam-imam mereka. Imam Bukhari, misalnya, tidak meriwayatkan satu hadits pun dari Ja’far ash-Shadiq, Imam ke-6 Syiah Imamiyah, padahal hadits-haditsnya cukup banyak diriwayatkan oleh kelompok Syiah.” (hal. 150).PPS: “Sejatinya, melancarkan suara-suara miring terhadap sahabat pemuka hadits sekaliber Abu Hurairah r.a. dengan menggunakan pendekatan apa pun, tidak akan pernah bisa meruntuhkan reputasi dan kebesaran beliau, sebab sudah pasti akan bertentangan dengan dalil-dalil hadits, pengakuan para pemuka sahabat dan pemuka ulama serta realitas sejarah. Jawaban untuk secuil sentilan terhadap Abu Hurairah r.a. sejatinya telah dilakukan oleh para ulama secara ilmiah dan rasional. Banyak buku-buku yang ditulis oleh para ulama khusus untuk membantah tudingan miring terhadap sahabat senior Nabi saw tersebut, diantaranya adalah al-Burhan fi Tabri’at Abi Hurairah min al-Buhtan yang ditulis oleh Abdullah bin Abdul Aziz bin Ali an-Nash, Dr. Al-A’zhami dalam Abu Hurairah fi Dhau’i Marwiyatih, Muhammad Abu Shuhbah dalam Abu Hurairah fi al-Mizan, Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib dengan bukunya Abu Hurairah Riwayat al-Islam dan lain-lain.”
Untuk masalah ini saya tidak akan membenarkan baik kedua belah pihak
QS dan PS. Untuk QS apa yang beliau katakan adalah pendapat beliau soal
hadis Abu Hurairah, tetapi memang benar bahwa hadis riwayat Ahlul Bait
sedikit sekali diriwayatkan jika dibandingkan dengan Abu Hurairah, ini
adalah fakta. Untuk PS menurut saya cuma berapologia ketika
mengagung-agungkan Abu Hurairah RA. Abu Hurairah RA adalah sama seperti
sahabat Nabi SAW yang lain yang tentu sama-sama memiliki kemampuan
meriwayatkan hadis. Hanya saja PS dan penulis hanya bersandar pada
keterangan Ulama Sunni yang membela Abu Hurairah RA
Lihat tulisan ini
Karena kuatnya bukti-bukti keutamaan Abu Hurairah, maka PPS menegaskan: “Dengan demikian, maka keagungan, ketekunan, kecerdasan dan daya ingat Abu Hurairah tidak perlu disangsikan, dan karena itulah posisi beliau di bidang hadits demikian tinggi tak tertandingi. Yang perlu disangsikan justru kesangsian terhadap Abu Hurairah r.a. seperti ditulis Dr. Quraish Shihab: “Karena itu, harus diakui bahwa semakin banyak riwayat yang disampaikan seseorang, semakin besar potensi kesalahannya dan karena itu pula kehati-hatian menerima riwayat-riwayat dari Abu Hurairah merupakan satu keharusan.” (hal. 322).
Anehnya dalam mata para pengkritik Abu Hurairah argumen ini tidak
bernilai, karena keutamaan Abu Hurairah yang selangit itu justru
diriwayatkan oleh Abu Hurairah sendiri. Bagaimana mungkin membenturkan
argumen keraguan kredibilitas Abu Hurairah RA dengan hadis riwayat Abu Hurairah sendiri. Hadis tersebut justru diragukan oleh para pengkritik Abu Hurairah.
Yang jelas untuk masalah ini saya tidak terlalu peduli, adalah hak
Syiah untuk tidak mengambil riwayat Abu Hurairah karena Mereka sudah
cukup mengambil agama dari Ahlul Bait. Sedangkan Sunni adalah haknya
juga mengambil riwayat Abu Hurairah karena riwayat Ahlul Bait saja tidak
memadai sebagi landasan agama (karena sedikitnya)
Penulis juga berasumsi ketika berkata
Pernyataan seperti yang dilontarkan oleh Dr. Quraish Shihab tersebut sebetulnya hanya muncul dari asumsi-asumsi tanpa dasar dan tidak memiliki landasan ilmiah sama sekali. Sebab jelas sekali jika beliau telah mengabaikan dalil-dalil tentang keutamaan Abu Hurairah dalam hadits-hadits Nabi saw, data-data sejarah dan penelitian sekaligus penilaian ulama yang mumpuni di bidangnya (hadits dan sejarah). Kekurangcakapan Dr. Quraish Shihab di bidang hadits semakin tampak, ketika beliau justru menjadikan buku Mahmud Abu Rayyah, Adhwa’ ‘ala Sunnah Muhammadiyah, sebagai rujukan dalam upaya menurunkan reputasi Abu Hurairah r.a. Padahal, semua pakar hadits kontemporer paham betul akan status dan pemikiran Abu Rayyah dalam hadits.” (hal. 322-323).
Buku Abu Rayyah tidak lebih rendah nilainya dari buku ulama-ulama
yang membantahnya. Tentu tidak semua yang dikatakan oleh Abu Rayyah
adalah salah, dan ternyata tidak semua yang dikatakan oleh Ulama pembela
Abu Hurairah RA itu benar. Saya tidak akan membahas lebih lanjut
masalah ini(terlalu panjang), bagi yang ingin meneliti silakan cari buku Abu Rayyah dan bantahannya kemudian bandingkan. Hmmm mungkin buku Abu Hurairah karya
Syaikh Sarafudin Al Musawi juga bisa menjadi bahan pertimbangan. Jadi
untuk hal ini QS dan PS adalah sama-sama menilai berdasarkan sudut
pandang yang berlainan.
Adapun tentang kata-kata
PPS juga menjawab tuduhan bahwa Ahlusunnah diskriminatif, karena tidak mau meriwayatkan hadits dari Imam-imam Syiah. Pernyataan semacam itu hanyalah suatu prasangka belaka dan tidak didasari penelitian ilmiah apa pun. Dalam kitab-kitab Ahlusunnah, riwayat-riwayat Ahlul Bait begitu melimpah.
Dalam-dalam kitab Ahlussunnah riwayat Ahlulbait yaitu Imam Ali AS,
Sayyidah Fatimah AS, Imam Hasan AS dan Imam Husain AS adalah sangat
sedikit dibanding riwayat Abu Hurairah(apalagi imam-imam yang lain). Jadi banyak dari mana tuh?
Pengkafiran Terhadap Ahlussunnah
Ini tuduhan yang menggelikan, tidak ada Syiah mengkafirkan
Ahlussunnah, lihat tulisan saya Telaah Perbedaan Sunni dan Syiah disitu
dinyatakan bahwa Imam Ahlul Bait sendiri menyatakan sahnya keislaman
Ahlus Sunnah. Hal ini dinyatakan oleh Ulama Syiah berdasarkan riwayat
shahih mereka dari para Imam Ahlul Bait.
Sang penulis berkata
Banyak sekali buku-buku referensi utama kaum Syiah yang dirujuk dalam buku terbitan PPS ini. Karena itu, mereka juga menolak pernyataan Dr. Quraish Shihab bahwa yang mengkafirkan Ahlusunnah hanyalah pernyataan orang awam kaum Syiah. PPS juga mengimbau agar umat Islam berhati-hati dalam menerima wacana ”Persatuan umat Islam” dari kaum Syiah. Sebab, mereka yang mengusung persatuan, ternyata dalam kajiannya justru memojokkan Ahlusunnah dan memposisikannya di posisi zalim, sementara Syiah diposisikan sebagai “yang terzalimi”.
Sudah jelas ketika Salafy yang mengaku Ahlus Sunnah atau siapa saja
mengkafirkan Syiah maka sudah nyata kezalimannya. Tidak ada yang lebih
berat dari itu. hal ini sudah pernah saya tekan kan dalam tulisan saya bahwa Syiah Itu Islam. jadi Mengkafirkan seorang Muslim besar sekali resikonya
Untuk bahasan lanjut atau bantahan terhadap Buku Sidogiri anda mungkin dapat melihat situs ini. Pengelola situs ini sudah menulis banyak kajian tentang buku tersebut dan yah nilai saja sendiri
Buat saudara penulis, Mohon maaf tidak ada niat sedikit pun saya
untuk merendahkan, saya cuma memaparkan pandangan saya. Seandainya dalam
tanggapan saya terdapat kata-kata yang kurang berkenan saya mohon maaf.
Buat saudara saya, ini dulu yang dapat saya sampaikan. Maafkan jika kurang memuaskan, saya benar-benar sibuk akhir-akhir ini
Salam Damai
http://secondprince.wordpress.com/2008/04/05/pembelaan-untuk-quraish-shihab-tentang-sikapnya-terhadap-syiah/
http://secondprince.wordpress.com/2008/04/05/pembelaan-untuk-quraish-shihab-tentang-sikapnya-terhadap-syiah/
Salafy tidak mengkafirkan semua Syiah tapi hanya sebagian tergantung dari kesesatannya. Seperti yang menganggap bahwa ‘Ali adalah Tuhan. Disini mas juga secara tendensius menganggap bahwa semua Salafy mengkafirkan Syiah. Salafy sendiri membagi Syiah dlm beberapa kelompok seperti anda ketahui sendiri. Hanya saja saat ini kebanyakan Syiah adalah Rafidlah. Apa alasannya? dikarenakan kebencian mereka terhadap para Sahabat yang Mulia yang ditunjukkan secara nyata baik lewat tulisan, ucapan, maupun amalan. Setahu saya (yg kini baru sedikit belajar Salafy) di kajian2 tidak pernah menyebut Syiah itu kafir, walaupun memang pembahasan tentang Syiah hanya 1% karena kebanyakan kajian membahas tentang Tauhid, Fiqih, dan Akhlak.
Contoh pembahasan dalam kitab karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah pembahasan tentang nikah mut’ah, syiah yg menghalalkan menjimak istrinya dari dubur, Insya Allah akan saya tulis secara bertahap mas, semoga bisa sharing ilmu.
Hmm saya nggak bilang bahwa dalam kitab Syaikh itu ada pembahasan khusus tentang kedudukan hadis Al Kafi
Tapi itu juga yang saya tangkap dari membaca karyanya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab hanya menampilkan riwayat Syiah tetapi tidak menguraikan kedudukan sanad riwayat tersebut disisi Syiah sendiri
Ada yang begitu eksplisit menyebutkan seperti Ihsan Ilahi Zahir,Abdul Munim An Namr dan Mamduh Farhan Al Buhairi. Merekalah yang saya maksud dalam kata-kata saya
Maaf kalau membuat anda mempersepsi begitu, setidaknya sudah saya jelaskan
Tapi saya benar-benar sudah baca kok buku Syaikh Wahabi itu, buku yang cukup banyak memuat hadis dhaif yang seharusnya sebagai seorang Syaikh Salafy lebih bersikap kritis dalam masalah hadis
Hmm bisa jadi, tapi saya lebih berkesan begitu
Kalau yang begitu sih cuma Salafy yang menyebut mereka Syiah, Syiah sendiri yang saya baca menyatakan berlepas diri dari keyakinan seperti itu.
Pengkategorian Syiah Rafidhah itu dengan alasan yang anda sebutkan adalah subjektif. Karena tergantung maksud kebencian dan penunjukkannya itu bagaimana
Setahu saya Yang sekarang Syiah itu adalah Syiah Imamiyah. Menurut anda samakah Syiah Imamiyah dengan Syiah Rafidhah? Apakah Syiah yang dikatakan kafir oleh Syaikh Jibrin itu merujuk pada Syiah Rafidhah, Syiah Imamiyah atau Syiah yang menurut anda mentuhankan Ali?
Sebenarnya saya juga tidak membicarakan kajian Salafy, masalah pengkafiran dapayt dibaca dari buku karya Syaikh Salafy yang mengkafirkan Syiah
Silakan Mas, tapi kok saya mendapat kesan kalau buku Syaikh ini juga mengkafirkan Syiah
Salam
Di rumah saya punya buku2 mengenai membangun rumah tangga muslim yang dikarang oleh ulama Syiah, tapi tidak ada satupun ada fatwa yang menghalalkan menjima’ istri lewat dubur. Bahkan di satu segi para ulama Syiah berdasarkan hadis yang diriwayatkan para Imam Ahlul Bait sangat menekankan teknik dan perilaku yang sangat Islami dan jauh dari perilaku binatang dan terkesan sangat ketat !
Tapi ya memang tidak aneh karena sumbernya adalah buku yang ditulis oleh pendiri Wahabi muridnya Ibnu Taimiyyah yang Bani Umayah jelas saja membenci Syiah / Ahlul Bait yang Bani Hasyim.
Mungkin sebenarnya anda sendiri yang senang teknik begitu ?
jauuuuuuh kale kalo gw harus ke sana? maksud gw dijual di toko-toko buku popular gak? or harus order ke Sidogiri? gak bisa online belinya yak?
Benar Mas, saya sependapat dengan anda
Salafy cuma memaksakan pandangan mereka sendiri walaupun kenyataannya berbeda, tidak lain karena fanatisme mahzab
Salam
@hilda alexander
Cari di toko-toko buku terdekat di kota anda
Bila perlu toko yang khas Salafy atau yang khas Syiahpobhia
@ressay
ah akhi berhati-hatilah membaca buku itu
@hilda alexander
Kebenaran selalu butuh pengorbanan, Ukhti
atau coba aja cari informasi di http://www.sidogiri.com
dah lama gak diskusi di situ euy. eh salah, bukan diskusi. tapi debat kusir. kasian kudanya, orang-orang pada debat kusir terus.
sunni itu islam “arabisme”, gw heran kenapa di indonesia bisa berkembang islam arabisme itu?? padahal bangsa arab itu bangsa terkutuk setelah yahudi, tahu kenapa? karna banyak nabi yang di kirim ke mereka, lu tahu khan sebab – sebab turunya nabi… bandingkan dengan indonesia? tidak pernah ada nabi atau rosul disini, tapi umat muslimnya banyak, walaupun bego’.. kita membutuhkan islam dengan rasa “indonesia” ser, konflik sunni – syiah itu maenannya orang arab, kita jangan terjebak dengan konflik mereka,,, orang arab itu dari dulunya emang senang berantem,, dan lucunya ada aja orang – orang indonesia yang sok – sok ikutan cari perkara,,
syiah dan sunni memang gak akan menyatu, namun bisa saja harmonis, dan itu hanya bisa terjadi di indonesia, kita sebagai bangsa indonesia haruslah sadar dengan segala kelebihan kita, sejarah islam di indonesia haruslah berdiri sendiri, jangan lagi – lagi terjebak dengan “pembodohan” zaman “kelam” ke Khalifahan,,, islam itu moderat, bukanya baduy, islam itu sosialis, bukanlah kapitalis ( baca umayah), islam itu untuk orang indonesia, ajaran dasar islam itu kebanyakan sama dengan sifat asli orang indonesia, coba aja lu pikirin sendiri, gw males nulisnya coy..
sebenarnya masih banyak yang mau gw paparkan , cuman males ngetik gw, keybordnya gak asik,, intinya satu kunci agar bisa tercipta lingkungan sehat antara sunni – syiah, jadilah seorang bangsa indonesia yang utuh, bersifat ramah, gotong – royong, bhineka tunggal ika, dll. agama itu urusan individu, buat ustad – ustad yang cari perkara dengan menjadi provakasi, berhentilah.. jangan sok jadi sufi, ilmu anda memang tinggi, anda memang jago ngaji, tapi tolong, ini Indonesia!! bangsa yang bermoral… hidup bhineka tunggal ika!!!!
kajian islam nusantara,……..Islam arbisme……sunni-syiah….kapitalis (baca: umayyah), …….keyboardnya ga asik,………..bhineka tunggal ika…….
Ini mau ngomong atau apa sih? Ga jelas
Islam Nusantara yach? Kenapa harus ada Islam Nusantara? kenapa harus ada Islam Liberal? aneh-aneh aja.
Ok, silakan dijelaskan tetapi jangan disini. Kirim email ke saya: cut_yasser@yahoo.com
apa yang anda sampaikan baru sekedar informasi, belum berupa pengetahuan. jadi, maaf, kalau saya belum sependapat dengan Anda ketika Anda mengatakan bahwa Bangsa arab itu bangsa yang terkutuk setelah Yahudi. ya sekedar bertanya saja, kalau kita berbicara agama maka itu menyinggung skriptualis. maka dari itu, saya tanyakan Anda mendapatkan pengetahuan seperti itu dari teks mana?
Konflik sunni syi’ah mainan orang arab? ini pun lagi-lagi aku tanya keilmiahannya.
jangan-jangan Anda mau membuat kelompok ketiga setelah adanya sunni syi’ah. Jadi nanti konflik antara sunni, syi’ah dan romiyah almunawwaroh adalah maenan Anda.
Anda mengatakan, “intinya satu kunci agar bisa tercipta lingkungan sehat antara sunni – syiah, jadilah seorang bangsa indonesia yang utuh, bersifat ramah, gotong – royong, bhineka tunggal ika, dll.”
hehehe…muncul pertanyaan lagi nih. Kalau orang malaysia gimana? kasian donk disuruh jadi bangsa Indonesia yang utuh. Anda itu pingin buat menegakkan agama Islam atau agama Indonesia?
ok, gitu aja dulu.
Kalau berkenan, silakan kirimkan email. sudah menanti banyak orang dibelakang saya yang akan siap menanggapi pemikiran Anda.
karena katanya sih fitrah manusia itu menyenangi hal-hal yang tampak kasat mata.
kasat mata, menyilaukan tapi semu…. citra, atribut, imej, dan entah apa lagi , dan mungkin juga kekuasaan,…. halah kok jadi OOT ya
@secondprince
yang saya suka dari Quraish Shihab adalah dia transformer… ide bagus jika kedua buku sama-sama dibedah dan dikaji secara ilmiah melalui forum akademis….
yah, semoga dapet bukunya
@gentole
benar Mas, sikap memaksakan pikiran sendiri itu benar-benar tidak baik
@Romiyah Al-Munawwaroh
Saya baru dengar aliran itu, wah ada-ada aja nih
Hmm saya rasa istilah arabisme itu subjektif Mas, dan gak ada hubungannya dengan siapa bangsa yang terkutuk, lagipula saya sangat tidak setuju bangsa arab itu bangsa terkutuk setelah Yahudi
Bukan mainan orang arab kok, karena perkara Sunni Syiah tidak terkhusus pada orang arab saja dan lagipula pernyataan anda itu benar-benar memerlukan bukti, kalau tidak , saya ragu sekali dengan premis itu. Perbedaan Sunni Syiah udah berusia lama sekali dan itu bukan buatan siapa-siapa
Maaf saya lagi-lagi tidak setuju dengan anda, hubungan yang harmonis tergantung dengan kesadaran keduabelah pihak untuk beritikad baik dan saling menghargai, bukan tergantung berasal dari bangsa mana
Maaf Mas, Islam itu untuk seluruh umat manusia
Salam
@armand
he he he bingung kan itu arahnya kemana
@ressay
kalau memang ada diskusi via email, saya juga ingin tahu hasil diskusinya
@hilda
Itu juga yang membuat saya heran, atribut terkadang menipu
@ressay
sukanya manusia bukan berarti itulah yang benar kan, terkadang kebenaran itu tidak begitu disukai
@hilda
Silakan saja, tetapi saya lebih suka mengkaji sendiri, setelah itu baru ikutan forum akademis
to blog’s owner, sorry nyampah
ya bener sekali
*pura-pura nyambung*
@hildalexander
gapapa
kalau bisa cerita ya, kalau sudah selesai baca bukunya sih
maap, mo numpang nitip salam aja..
@ Romiyah Almunawwaroh
maap, sy baru denger nih. jadi pengen tau Jadi, prinsipnya ‘islam nusantara’ itu gmn? (tp jgn djwb disini, ntar digampar yg punya blog mangga mampir di blog saya)
maap lagi, yg anda maksud “ustad – ustad yang cari perkara dengan menjadi provakasi” itu sapa? bukan pak Quraisy atau pak Adian kan? Ah rasa2nya anda perlu membca postingan mas ini yg tentang tiranisme salafi deh (smoga mencerahkan)
Ah tapi.., bagi sy.. yg terpenting adl gmn caranya agar umat islam senantiasa menjadi khayr ummah & berupaya mengajak manusia kepada yang ma’ruf dan mencegah dari kemungkaran.
Nah, utk ini, kerangka keilmuannya haruslah benar & tidak dibiarkan berubah krn unsur-unsur sofis moderen dalam berbagai bentuk.
Jika kerangka ini berubah, maka umat islam tidak akan dapat berupaya memahami ajaran-ajaran Al-Qur’an & Rasulullah, serta mendapat manfaat dari kewibawaan tradisi umat manusia lainnya.
salam juga
@nothing
Selagi saya bisa kenapa tidak
apa? Jadi ibnu abdul Wahabi mengizinkan umatnya untuk melakukan SODOMI terhadap istri mereka ?
buset !!!
Serem bener kaum Wahabi itu ? Wah nggak heran mereka sering disebut kaum Bar-Bar tidak saja oleh agama / kaum lain tetapi juga umat islam pada umumnya
masa SODOMI sich !!!
Kita hitung dengan matematika deh maksimal hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurayrah perhari:
=5.000 : (3,5×365)
=5.000 : 1277.5
= 3,91 atau 4 hadits per hari.
Sekarang kita hitung deh hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurayrah per hari minimal:
=5.000 : (6×365)
=5.000 : 2190
= 2,83 atau dua hadits per hari.
Jadi Abu Hurayrah setiap hari menghafal 3-4 hadits dari Rasulullah SAAW per hari.
Padahal hadits yang diriwayatkan oleh Ali ibn Abi Thalib lewat jalur ahlus sunnah jauh lebih sedikit daripada Abu Hurayrah. Mungkinkah demikian? Sementara dalam sejarah Rasulullah SAAW hampir selalu bersama Ali ibn Abi Thalib, sampai ada sabda Rasulullah SAAW yang sangat termahsyur:
“Ana madinatul ilmi wa aliyyun babuha” (Aku adalah pusatnya pengetahuan dan Ali adalah pintunya).
Tanya kenapa?!?!?!
Islam Nusantara, wah ada aliran baru nih. Kl ada sintesa “Islam Nusantara”, itu artinya ada antitesa sebelumnya yaitu “Islam”. Dengan kata lain, Islam itu kontradiktif dengan Islam Nusantara. Ayo kita uji!
Sekarang kita lihat tujuan nusantara ini, di lihat dari UUD 1945:
* melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia;
* mencerdaskan kehidupan bangsa;
* memajukan kesejahteraan umum; dan
* ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Apakah Islam dapat melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah manusia? Apakah Islam dapat mencerdaskan kehidupan bangsa? Apakah Islam dapat memajukan kesejahteraan umum? Apakah Islam dapat ikut melaksanakan ketertiban dunia?
Jelas dapat! Lihat saja deh, antara lain:
1-ayat ritual dengan sosial dalam Quran 1:100 (Ayatullah Khomeini);
2-khayrunnaas anfa’ahum linnaas (sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat buat manusia lain)
3-dari sejarah, Rasulullah SAAW disebut dengan ‘abul yataama’ (Bapaknya anak yatim) dan ‘Abul masaakin’ (Bapaknya orang2 misin)
4-de el el
Dari sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia sendiri, Islam (ahlul bayt) telah membantu mengobarkan revolusi melepaskan dari belenggu penjajah.
Misalnya, Sultan Hasanuddin bergelar Al-Baqir, sebuah sebutan yang hanya ada di tradisi Ahlul Bayt, merujuk pada salah seorang Imam. Juga peringatan Suro dalam Tradisi Jawa dengan bubur merah dan putih. Merah berarti darah dan putih artinya kesucian, yang dipengaruhi tradisi ahlul bayt (Tragedi Karbala). Ini menjadi simbol melawan kolonialisme.
Wahabisme mulai masuk dengan adanya Kaum Paderi di ranah Minang sampai lahirnya organisasi Islam awal 1900an. Sebelumnya, Islam di Indonesia adalah Islam Ahlul Bayt yang memang disebarkan oleh saudagar-saudagar dari Persia.
Kenapa? Doktrin melawan penindasan adalah bagian dari tradisi Ahlul Bayt. Doktrin mensejahterakan rakyat, khususnya kaum papa dan anak yatim, adalah bagian dari tradisi Ahlul Bayt. Buktinya? Lihat deh peran Hezbollah melawan pendudukan Israel di Lubnaan.
Kalau begitu, kenapa tidak cukup comfort dengan sebutan ‘Islam’ saja?
Tidak baik itu menghujat dan menjatuhkan, cukup ditanggapi dengan santun
Salam
@ressay
Setuju, mengkritik itu dihalalkan dan tentu dengan santun
@Sahabat Retorika
Waduh, saya jadi bingung
@doonukuneke
wah soal Abu Hurairah ya, lumayan panjang itu bahasannya , Coba saja buat tulisan, biar lebih enak dibahas dan kasih tahu saya ya
Salam
wassalam