Simbolisme Huruf dan Angka (1)
Senin, 25 Juni 2012, 06:16 WIB
Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Bagi para sufi, pemaknaan ayat—baik takwini maupun tadwini—tidak hanya pada teks, konteks, semantik, dan hermeneutik, tetapi juga semiotik.
Dalam artikel-artikel terdahulu diungkapkan bahwa betapa para sufi memandang ayat-ayat tersebut bagaikan gunung es, yang hanya menampilkan puncaknya yang tidak seberapa, tetapi yang teramat besar ialah substansi yang berada di bawah laut.
Terlalu naif kita jika hanya mampu memahami puncak gunung es tanpa menyelam ke dasar laut. Huruf-huruf dan angka-angka serta kombinasi di antara huruf-huruf dan angka-angka dimaknai secara komprehensif dan digunakan sebagai alamat (ayat) oleh mereka.
Kalangan sufi sangat yakin bahwa tidak ada ciptaan Allah SWT yang sia-sia tanpa makna dan pesan, sebagaimana dipahami di dalam ayat, “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau maka peliharalah kami dari siksa neraka’.” (QS Ali Imran: 191).
Bagi kalangan sufi, huruf-huruf abjad Arab yang digunakan Allah mengungkapkan firman-Nya bukan abjad biasa, tetapi memiliki kedalaman dan keluasan makna tersendiri. Dengan abjad Arablah Allah mengungkapkan nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Itulah sebabnya setiap umat Islam selayaknya, bahkan ada yang mengatakan wajib mengenali huruf-huruf hijaiyah yang digunakan di dalam Alquran.
Kekuatan abjad ataupun huruf yang kemudian membentuk kalimat, dihubungkan dengan ayat: “Katakanlah: ‘Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)’.” (QS Al-Kahfi: 109).
Huruf-huruf dianggap salah satu cadar yang harus disingkap dengan kekuatan dan kearifan khusus. Selama seseorang masih terpaku hanya pada teks semata, menurut Niffari sebagaimana dikutip Annemarie Schimmel, berarti tidak ubahnya memberhalakan teks. Itu juga berarti pengingkaran terhadap substansi agama dan sudah barang tentu tidak mungkin mencapai puncak yang tidak berhuruf dan berbentuk itu.
Selain para sufi, para penyair Arab pun sangat concern terhadap huruf-huruf. Penyair (Arab) yang tidak mendalami makna abjad dan huruf sulit membuat syair yang lebih mendalam. Sejak pra-Islam sudah gandrung mendalami abjad atau huruf yang mereka hubungkan dengan bagian-bagian tubuh manusia.
Redaktur: Chairul Akhmad
Simbolisme Huruf dan Angka (2)
Simbolisme Huruf dan Angka (2)
Senin, 25 Juni 2012, 07:17 WIB
Ilustrasi
Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Menurut Syibli, sebagaimana dikutip Schimmel, tidak ada sebuah huruf pun yang tidak memuji Allah dalam suatu bahasa.
“Ketika Allah menciptakan huruf-huruf itu, Ia menyembunyikan maknanya, dan ketika menciptakan Adam, baru Ia mengungkapkan maknanya. Namun, Ia tidak mengungkapkan hal itu kepada makhluk mana pun, termasuk malaikat,” ujar Syibli.
Hal ini bisa dihubungkan dengan rangkaian firman Allah dalam QS Al-Baqarah: 31- 33, di mana Adam mendemonstrasikan makna “al-kalimah” yang membuat para malaikat takjub kepada Adam.
Tradisi pemaknaan huruf atau abjad sudah berlangsung jauh sebelum Islam. Tradisi Persia, ilmu-ilmu Fengsui Cina, dan tradisi kabalistik (tasawuf Yahudi) sudah mengembangkan ilmu ini, kemudian berlanjut dalam tradisi Islam.
Dalam lintasan sejarah sufisme, dikenal sejumlah nama yang mengamalkan dan mengembangkan tradisi ini, seperti Imam Ja’far Al-Shadiq (Imam Syiah keenam) dan Al-Khallaj.
Bahkan, di Persia pernah berkembang aliran hurufi yang dikembangkan oleh Fadhlullah Astarabadi, yang kemudian dihukum mati karena dianggap mengembangkan paham bid’ah lalu diteruskan oleh muridnya, Nesimi, yang juga dihukum mati pada 1417 M dengan alasan yang sama.
Salah satu contoh ajaran Hurufi ialah dunia merupakan perwujudan tertinggi Allah, wajah manusia tidak lain adalah jelmaan Alquran, dan Adam dianugerahi sembilan huruf, Ibrahim 14 huruf, Muhammad 28 huruf, Fadlullah si pendiri aliran ini mengaku mampu memahami 32 huruf, empat tambahannya dari abjad Arab versi Persia.
Contoh implementasi huruf dalam diri manusia ialah huruf alif membentuk garis khatulistiwa seperti halnya hidung. Mungkin karena ia seorang Syiah maka penafsiran huruf-huruf sangat dipengaruhi oleh ajaran Syiah yang memuji (untuk tidak disebut memuja Ali). Namun, kalangan sufi pengembang hurufi lain lebih netral aliran.
Beberapa ilustrasi huruf yang dihubungkan dengan manusia oleh kalangan mistikus, antara lain,
1. alif (matahati), 2. ba (hidung), 3. ta (bahu kanan), 4. tsa (bahu kiri), 5. jim (kepala), 6. ha (perut), 7. kha (jantung), 8. dal (telinga kanan), 9. dzal (telinga kiri), 10. ra (hati), 11. dzai (rahasia/sirr), 12. sin (siku kanan), 13. syin (siku kiri), 14. shad (paha kanan), 15. dlad (paha kiri), 16. tha (bagian belakang kanan), 17. dha (bagian belakang kiri), 18. ‘ain (hidup), 19. ghuin (nyawa), 20. fa (genggaman kanan), 21. qaf (genggaman kiri), 22. kaf (mulut), 23. lam (isi perut), 24. mim (nadi), 25. nun (pusar), 26. waw (tulang belakang), 27. ha (lidah), 28. la (kedua lutut), dan 29. ya (kedua telapak kaki).
Redaktur: Chairul Akhmad
Simbolisme Huruf dan Angka (3)
Senin, 25 Juni 2012, 08:18 WIB
Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Banyak lagi pemaknaan lain dari huruf-huruf hijaiyah yang dihubungkan dengan organ tubuh manusia.
Di antaranya lagi ada yang menghubungkan mulut dengan huruf mim, mata dengan shad atau ‘ain (yang memang berarti mata), rambut dihubungkan dengan huruf dal atau jim, dan sebagainya.
Tentu saja kita berhak untuk tidak percaya dengan semuanya itu, tetapi bagi orang-orang yang meyakininya mungkin mereka memperoleh manfaat, walaupun hanya berupa sugesti dan motivasi untuk lebih kuat mencari dan menemukan Tuhannya. Allahua’lam.
Bagi penganut ajaran hurufi, mereka menggambarkan manusia sebagai tiruan sempurna Lauhul Mahfudz, tempat segala sesuatu tersimpul. Agak mirip dengan ahli kosmologi yang menganggap manusia sebagai mikrokosmos, karena manusia mirip sekali dan merupakan miniatur alam raya (makrokosmos).
Seorang penyair Indo-Persia, yang mungkin terpengaruh dengan aliran hurufi ini pernah membuat syair sebagai berikut:
“Wajahmu bagaikan tiruan Alquran, tanpa ralat dan kesalahan, yang telah digoreskan oleh pena nasib khusus dari tinta wewangian. Mata dan mulutmu adalah sajak-sajak yang titik untuk berhenti. Alis matamu adalah maddah (untuk memanjakan alif). Bulu matamu adalah pertanda tasrif, bintik dan huruf bawah dan titik-titik.” (Dikutip dari Syit Qani’ dalam Maqalat Al-Syu’ara’ oleh Schimmel).
Ibnu Arabi ketika memaknai Surah Al-Qalam: 1, terutama arti huruf nun yang diartikan malaikat atau tinta dawat menurut sufi lain, qalam diartikan dengan pena sebagai makhluk pertama, dan wa ma yasthurun dihubungkan dengan Lauhul Mahfudz.
Demikian pula, ketika ia memaknai titik di bawah huruf ba pada basmalah, yang dianggap sebagai tulisan pertama pena itu, yang dari titik ini pecah dan mengalami pengembangan (expanding universe) yang dihubungkan dengan Surah Adz-Dzaariyaat: 47, (“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya”).
Penjelasan-penjelasan tersebut kata Ibnu Arabi memerhatikan secara khusus makna-makna huruf lebih dari sekedar komponen teks. (Penjelasan lebih perinci tentang hal ini, lihat artikel terdahulu: “Rahasia Basmalah”).
Redaktur: Chairul Akhmad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar