Rabu, 29 Februari 2012 | 04:25 WIB
Siapa Saja Penerima Duit Nazar?
Besar Kecil Normal. http://www.tempo.co/read/news/2012/02/29/063386988/Siapa-Saja-Penerima-Duit-Nazar
TEMPO.CO , Jakarta:Duit M. Nazaruddin tak hanya mengalir ke kantong Anas urbaningrum saja. Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu menggelontorkan duit ke Andi Mallarangeng sebesar US$ 200 ribu. Kata Yulianis, bekas Wakil Direktur Keuangan Grup Permai milik Nazaruddin, uang itu ditarik Nazar dari perusahaannya pada 5 Mei 2010, dua pekan sebelum Kongres Partai Demokrat.
"Aneh uang itu untuk Andi Mallarangeng," kata Yulianis ke Tempo, 23 Februari 2012. "Sebab yang saya tahu, Pak Nazar penyokong Anas Urbaningrum."
Ternyata tidak hanya Anas dan Andi saja yang kecipratan duit Nazar. Edhie Baskoro Yudhoyono diduga mendapat duit bancakan sebesar US$ 200 ribu. “Ini untuk Mas Ibas,” kata Nazaruddin seperti ditirukan Yulianis. “Hah? Mas Ibas putranya Pak SBY, Pak?” Yulianis bertanya. Nazar, kata Yulianis, mesam-mesem mendengar pertanyaannya.
Lewat Mindo Rosalina Manulang, anak buahnya, Nazaruddin juga pernah menyumbang Rp 150 juta untuk kubu Andi Mallarangeng. Yulianis tahu soal ini sebab ia pula yang mengeluarkan duit Rp 150 juta dari brankas Grup Permai. Menurut Yulianis, ketika itu Rosa juga meminta Rp 100 juta untuk disumbangkan ke kubu Anas. Permintaan Rosa ditolak Nazaruddin sebab sumbangan untuk Anas bakal ditangani langsung Grup Permai.
Dengan semua pengeluaran itu, Yulianis mencatat nama Andi Mallarangeng dan Edhie Baskoro Yudhoyono sebagai penerima duit Grup Permai. “Saya tidak tahu apakah uang itu sampai ke Pak Andi atau Mas Ibas,” kata Yulianis. Yang jelas, kata dia, dari brankas Grup Permai, duit langsung diserahkan ke tangan Nazaruddin.
Andi Mallarangeng sendiri menyatakan tak tahu-menahu soal aliran duit Nazaruddin. “Saya tak percaya. Tapi kalau ada info seperti itu, saya juga mau tahu, kepada siapa diberikan, kapan, dan di mana,” ujarnya. Dihubungi lewat staf ahlinya, Bonggas Adi Chandra, Edhie Baskoro tak merespons. Ketika kabar ini pertama kali tersiar, pada Juli 2011, Ibas membantah pernah menerima duit Nazaruddin.
RABU, 29 FEBRUARI 2012 | 03:04 WIB
Aliran Duit Nazar ke Demokrat Tercatat Rapi
Besar Kecil Normal. http://www.tempo.co/read/news/2012/02/29/078386984/Aliran-Duit-Nazar-ke-Demokrat-Tercatat-Rapi
TEMPO.CO, Jakarta - Pada Kongres Partai Demokrat Mei 2010 lalu, M. Nazaruddin mengeluarkan duit miliaran rupiah. Uang dengan rincian Rp 30,55 miliar serta US$ 2 juta itu merupakan hasil keuntungan perusahaan Nazar selama 2009, dan duit US$ 3 juta berasal dari sumbangan sejumlah orang.
Kata Yulianis, bekas Wakil Direktur Keuangan Grup Permai milik Nazaruddin, aliran dana itu tercatat dengan rapi dan jelas. Bahkan tidak ada angka yang meleset jumlahnya. "Sebab saya menerima laporan pertanggungjawaban pengunaan uang itu," kata Yulianis kepada Tempo, 23 Februari 2012.
Orang yang bertugas mencatat penggunaan duit itu adalah Nuril dan Eva, staf Nazar di DPR yang juga bertugas membagikan duit. Yulianis juga meminta Oktarina dan kawan-kawannya untuk menyetorkan kembali duit yang tidak terpakai ke sembilan rekening asal. "Semuanya tercatat," ujarnya.
Meski uang sudah dibagikan dan Nazar pernah mengatakan setiap pemilih Anas Urbaningrum mendapat telepon genggam BlackBerry Gemini serta uang antara US$ 10 ribu hingga US$ 30 ribu, duit dari Mampang tak habis. Dari Rp 33,55 miliar, kata Yulianis, yang terpakai hanya Rp 650 juta dan duit dolar cuma digunakan US$ 1,8 juta. "Uang US$ 2 juta tetap utuh di tangan Nazaruddin," tuturnya.
Bersama staf Grup Permai, Yulianis pernah mengantarkan duit US$ 2 juta itu sampai di luar arena kongres di Mason Pine, Padalarang, Bandung. Dari Aston, kata dia, uang dibawa dalam tas travel. "Kami cuma menggunakan taksi.”
Hingga kongres berakhir, duit itu benar-benar tak dipakai. "Pada 24 Mei, saya sempat bertanya tentang penggunaan uang itu, kata Pak Nazar uangnya ada di brankas rumah,” ujarnya.
Yulianis memang mengatakan miliaran rupiah itu ditujukan untuk Kongres Partai Demokrat. Namun Nazar pernah menekankan duitnya ia gunakan sebagai alat pemenangan Anas Urbaningrum. “Jangan pakai asumsi yang direkayasa. Panitia kongres itu ada tempatnya, tapi bukan di Hotel Aston," kata Nazar.
"Kalau Hotel Aston itu yang menyewa panitia Anas Urbaningrum. Sementara saya bendahara pemenangan Anas,” kata Nazar, 27 Januari 2012.
SABTU, 26 MEI 2012 | 05:53 WIB
KPK Mulai Usut Duit Kongres Demokrat
Besar Kecil Normal. http://www.tempo.co/read/news/2012/05/26/063406247/KPK-Mulai-Usut-Duit-Kongres-Demokrat
TEMPO.CO , Jakarta:-Komisi Pemberantasan Korupsi tidak hanya menyelidiki dugaan korupsi dalam proyek Pusat Pendidikan dan Pelatihan Olahraga Nasional di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Kini KPK juga mengusut kasus pencucian uang hasil korupsi Hambalang yang diduga mengalir ke Kongres Partai Demokrat di Bandung pada 2010.
Kemarin lembaga antikorupsi itu memanggil bekas Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrat Minahasa Tenggara, Diana Maringka. Diana dicecar oleh penyelidik KPK seputar politik uang dalam Kongres Demokrat oleh tim sukses Anas Urbaningrum. “Saya enggak tahu soal proyek Hambalang, tapi saya tadi ditanya soal bagi-bagi duit di Kongres Bandung waktu itu,” kata Diana kepada wartawan seusai pemeriksaan.
Kepada penyelidik, Diana mengungkapkan beberapa kali menerima uang dari tim Anas, masing-masing sebesar Rp 100 juta, US$ 7.000, dan Rp 30 juta. Uang itu, kata dia, mengalir beserta instruksi untuk memilih Anas sebagai ketua umum. Soal sumber dana itu, Diana mengaku tak tahu.
Diana pun telah melaporkan dugaan praktek money politics itu kepada Komisi Pengawas Partai Demokrat. Ia menyerahkan bukti satu unit telepon seluler BlackBerry Gemini pemberian tim sukses Anas.
Selain Diana, KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Ketua DPC Demokrat Bualemo, Gorontalo, Ismiyati Saidi. Namun Ismiyati tak memenuhi panggilan.
Ismiyati pernah mengaku kecipratan duit saat kongres di Bandung. Hal itu diungkapkannya saat bersaksi untuk Muhammad Nazaruddin dalam sidang kasus suap Wisma Atlet di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, medio Maret lalu.
Sebelumnya, Nazaruddin dalam sejumlah kesempatan menyebut Grup Permai mendapat komisi Rp 100 miliar dari kontraktor Hambalang, PT Adhi Karya Tbk. Separuh duit itu digunakan untuk memenangkan Anas di Bandung. Sisanya mengalir ke petinggi Kementerian Olahraga dan politikus Senayan.
Juru bicara KPK, Johan Budi S.P., menuturkan, penyelidikan kasus Hambalang baru soal proses penerbitan sertifikat pembebasan lahan dan pengadaan. Ia membantah pengusutan sudah menyentuh soal aliran duit proyek ke Kongres Demokrat. “Kalau ada pertanyaan yang berkembang di tengah penyelidikan, ya, bisa saja,” ujarnya.
Meski sudah memeriksa 50 saksi lebih, KPK belum menjadwalkan pemeriksaan Anas. “Sampai hari ini belum ada jadwal meminta keterangan Anas. Tidak tahu kalau minggu depan,” kata dia.
Anas belum bisa dimintai konfirmasi. Namun berulang kali ia menyanggah terlibat kasus Hambalang. PT Adhi Karya juga membantah telah memberikan uang. Adapun Ketua Komisi Pengawas Demokrat T.B. Silalahi mengatakan sulit membuktikan dugaan politik uang dalam Kongres Bandung. Ia beralasan, bukti yang diterima sangat minim. “Kami menunggu bukti lain,” ujarnya.
Mengenai dugaan keterlibatan Anas, Silalahi menyerahkan sepenuhnya kepada KPK untuk membuktikan. "Sudah ditangani KPK. Komwas (Komisi Pengawas) hanya memantau," kata dia.
ISMA SAVITRI | IRA GUSLINA SUFA | AGUSSUP
Proyek Hambalang Ambles, Menteri PU: Harus Ada yang Tanggung Jawab!
Rabu, 06/06/2012 15:07 WIB
Jakarta Menteri PU Djoko Kirmanto mengaku tidak tahu menahu perencanaan proyek Hambalang. Ia berpendapat amblesnya proyek Hambalang harus ada yang mempertanggungjawabkan.
"Ya memang, orang yang mendesain itu harusnya tanggungjawab. Desain kok sampai salah," kata Djoko kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (6/6/2012).
Meskipun Djoko menilai wajar ada sedikit longsor di Hambalang. Namun tetap saja harus dipertanggungjawabkan karena menyangkut kerugian uang negara.
"Begini, itu proyek kan besar sekali ternyata mungkin ada kegagalan di satu tempat, itu bisa terjadi di mana saja. Saya sih melihatnya ya wajar saja. Jadi kalau tanahnya luas seperti ini itu, yang lain tidak apa-apa hanya ada satu tempat yang longsor, ya saya sih melihatnya wajar saja," katanya.
(van/aan)
PD: Celoteh Nazaruddin Anas Terima Rp 50 M dan Andi Rp 20 M Fitnah!
Rabu, 06/06/2012 08:01 WIB
Jakarta
Ketua DPP PD Gede Pasek Suardika menegaskan pernyataan M Nazaruddin bahwa Ketua Umum PD Anas Urbaningrum dan Menpora Andi Mallrangeng menerima fee proyek Hambalang adalah fitnah. Dia meminta hal tersebut dibuktikan saja di penegakan hukum.
"Aahh celoteh tak layak didengar. Biar dibuktikan saja di peradilan hukum dan tidak perlu dikembangkan di peradilan opini karena nanti akan berkembang fitnah yang jauh dari semangat reformasi yaitu membangun kebebasan pers yang tetap bertanggungjawab pada tegaknya hukum dan HAM," kata Ketua Komisi III DPR dari PD ini, kepada detikcom, Rabu (7/6/2012).
Mantan Bendahara Umum PD M Nazaruddin menyebut mantan koleganya di Partai Demokrat, Anas Urbaningrum dan Andi Malangranggeng mendapat fee dari proyek Hambalang. Fee itu diatur melalui PT Duta Sari Citralaras, mantan perusahaan istri Ketum Demokrat Anas Urbaningrum, Athiyyah Laila.
Nazaruddin menjelaskan, pembagian itu dilakukan oleh mantan pejabat Adhi Karya, Mahfud Suroso. Pria yang sudah diperiksa KPK inilah yang mengatur soal bagi-bagi fee.
"Mahfud yang bagi untuk Andi Rp 20 miliar, untuk mas Anas Rp 50 miliar, untuk teman-teman DPR itu Mahfud yang menyerahkan Rp 30 miliar," tegas Nazaruddin usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk Angelina Sondakh di Gedung KPK, Jl HR Rasuna Said, Jaksel, Selasa (5/6/2012).
Khusus untuk DPR, diserahkan kepada anggota Komisi X. Termasuk para Pimpinan Banggar."Semua terima (pimpinan Banggar). Tapi yang atur Mirwan Amir. Waktu itu untuk Pimpinan Banggar Rp 20 miliar. Untuk teman-teman Komisi X Rp 10 miliar," tegasnya.
Metrotvnews.com,
Jakarta:
Badan Pertanahan Nasional (BPN) mencium adanya praktik korupsi dalam proses pembebasan tanah Hambalang. Praktik korupsi ini terkait dengan ganti rugi yang diterima warga yang hanya Rp1.000 per meter persegi. Padahal seharusnya warga menerima Rp22 ribu rupiah per meter persegi.
Pascaterpilih menjadi Kepala BPN, Hendaman Supandji menyatakan jika proses pengurusan sertifikat tanah Hambalang sarat akan korupsi. Hal ini terkait dengan ganti rugi yang diterima warga hanya seharga seribu rupiah per meter persegi, yang tidak sesuai dengan anggaran kas negara dari APBN.
Dalam kasus ini Hendarman meyakini ada rekayasa anggaran. Namun Hendarman belum bisa memastikan siapa yang berperan dalam manipulasi anggaran ini. Dirinya meyakini perbuatan ini telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi.
Sebagai Ketua BPN yang baru, Hendarman juga berkomitmen membantu KPK dalam mengusut indikasi korupsi dalam pembebasan tanah Hambalang.
Sebelumnya, pembebasan lahan Hambalang terus menuai kontroversi. Politisi Demokrat dari Komisi II DPR Ignatius Mulyono yang mengungkapkan jika dirinya pernah dimintai tolong oleh Anas Urbaningrum untuk mengurus sertifikat Hambalang.
Tak hanya itu, Menteri Pemuda dan Olah Raga Andi Mallarangeng justru tidak mengetahui pengurusan tanah tersebut. Dirinya hanya dilapori jika pengurusannya telah selesai dan siap dibangun proyek sport center.(DNI)
Pascaterpilih menjadi Kepala BPN, Hendaman Supandji menyatakan jika proses pengurusan sertifikat tanah Hambalang sarat akan korupsi. Hal ini terkait dengan ganti rugi yang diterima warga hanya seharga seribu rupiah per meter persegi, yang tidak sesuai dengan anggaran kas negara dari APBN.
Dalam kasus ini Hendarman meyakini ada rekayasa anggaran. Namun Hendarman belum bisa memastikan siapa yang berperan dalam manipulasi anggaran ini. Dirinya meyakini perbuatan ini telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi.
Sebagai Ketua BPN yang baru, Hendarman juga berkomitmen membantu KPK dalam mengusut indikasi korupsi dalam pembebasan tanah Hambalang.
Sebelumnya, pembebasan lahan Hambalang terus menuai kontroversi. Politisi Demokrat dari Komisi II DPR Ignatius Mulyono yang mengungkapkan jika dirinya pernah dimintai tolong oleh Anas Urbaningrum untuk mengurus sertifikat Hambalang.
Tak hanya itu, Menteri Pemuda dan Olah Raga Andi Mallarangeng justru tidak mengetahui pengurusan tanah tersebut. Dirinya hanya dilapori jika pengurusannya telah selesai dan siap dibangun proyek sport center.(DNI)
Senin, 11 Juni 2012 | 06:00
Multiyears Dipaksakan, Dicurigai Jadi Jaminan Pencairan Komitmen Fee
Padahal kalau diajukan single year, itu pun bisa terus dan disetujui DPR.
Kasus pembangunan proyek pusat olah raga Hambalang, di Bogor, kini tengah ditelisik oleh berbagai instansi yang ada. Muaranya adalah, dugaan korupsi yang terjadi dan melibatkan sejumlah orang di sekitaran pusat kekuasaan.
Selain oleh lembaga antikorupsi, KPK, kasus ini juga ditelisik oleh DPR. Di antaranya, lewat pembentuan panitia kerja (panja) Hambalang oleh Komisi X DPR. Salah satu yang akan menjadi fokus panja adalah soal bagaimana anggaran untuk proyek itu disetujui.
Disarikan dari berbagai sumber, inilah kronologis pelaksanaan dan pembahasan anggaran Proyek Hambalang. Yakni, pada periode 2004-2009, Kemenpora yang masih dipimpin Adhyaksa Dault mengajukan pembangunan pusat olahraga Hambalang.
Oleh DPR saat itu, untuk pembangunan Hambalang disetujui anggarannya sebesar Rp125 miliar untuk APBN 2009. Namun, anggaran itu belum dicairkan.
Lalu, rencana itu dilanjutkan dengan pengembangan oleh Menpora Andi Malarangeng yang menjabat di periode 2009-2014. Pada 20 Januari 2010, sertifikat hak pakai nomor 60 terbit atas nama Kemenpora dengan luas tanah 312.448 meter persegi.
Pada APBN 2010, dana Hambalang yang belum dicairkan di APBN 2009 tetap dimasukkan. Dana itu bertambah pada saat pembahasan APBN Perubahan 2010. Komisi X DPR pun sepakat untuk mengusulkan pagu anggaran total untuk Kemenpora sebesar Rp900 miliar.
Di Badan Anggaran DPR, usulan itu lalu dibahas hingga persetujuan akhir pagu anggaran adalah Rp600 miliar. Sebanyak Rp200 miliar di antaranya digunakan untuk Proyek Wisma Atlet Palembang, sedangkan Rp150 miliar untuk Proyek Hambalang.
Dengan adanya persetujuan itu, maka total anggaran Hambalang pada 2010 itu adalah Rp275 miliar. Seiring dengan itu, Kemenpora juga mengajukan penganggaran multiyears ke Kementerian Keuangan untuk proyek Hambalang dengan total ajuan anggaran sebesar Rp2,575 triliun.
Sekitar Rp1,175 triliun diperuntukkan untuk dana konsultan serta pembangunan fisik. Sedangkan, sebanyak Rp1,4 triliun untuk pembelian peralatan.
Kemenpora beberapa kali saling berkirim surat dengan Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan, dan dengan Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, untuk urusan itu.
Pada 6 Desember 2010, akhirnya keluar surat persetujuan kontrak tahun jamak (multiyears) dari Kemenkeu RI dengan nomor S-553/MK.2/2010. Berdasarkan informasi yang beredar, surat itu ditandatangani Wakil Menkeu Anny Ratnawati.
Pada 10 Desember, tender pertama Hambalang pun digelar dengan nilai Rp688 miliar. Pemenang tender pertama Hambalang tersebut dimenangkan oleh Konsorsium Adhi Karya - Wijaya Karya.
Pada 30 Desember 2010, terbit Keputusan Bupati Bogor nomor 641/003.21/00910/BPT 2010 yang berisi Izin Mendirikan Bangunan untuk Pusat Pembinaan dan Pengembangan Prestasi Olahraga Nasional atas nama Kemenpora di Desa Hambalang, Kecamatan Citeureup.
Pada pembahasan APBN 2011, Kemenegpora mengajukan lagi usulan untuk kelanjutan proyek Hambalang, dan disetujui pagu sebesar Rp400 miliar.
Untuk APBN 2012, Kementerian Olahraga lalu mengajukan lagi dana untuk Hambalang sebesar Rp521,6 miliar. Oleh Komisi X DPR, pengajuan itu disetujui sebesar Rp381 miliar. Sedangkan untuk dana lainnya diberikan untuk persiapan untuk even internasional seperti Para Games.
Di saat itulah Menkeu Agus Martowardoyo membuka 'rahasia' bahwa anggaran untuk proyek Hambalang sudah disepakati menggunakan mekanisme tahun jamak (multi years) oleh pemerintah. Dengan mekanisme multi years, DPR tidak seharusnya menghambat atau mengurangi sedikitpun pagu anggaran yang disiapkan untuk Hambalang.
Menanggapi keputusan itu, Komisi X pun memprotes dan mempertanyakan keputusan tersbeut. Namun Menkeu bersikeras bahwa pemerintah berhak untuk membuat status anggaran multiyears tanpa persetujuan DPR secara keseluruhan.
"Padahal kalaupun diajukan secara single year, anggarannya dipecah per tahun, itu bisa terus dan disetujui DPR kok. Kita tak tahu kenapa harus multi years," kata mantan Wakil Ketua Komisi X Rully Chairul Azhar.
Karena mayoritas anggota Komisi X DPR tidak sepakat atas keputusan pemerintah tersebut, akhirnya ajuan anggaran itu ditahan pengesahannya dan diberi tanda bintang. Itu berarti, pembahasannya akan diselesaikan di forum pimpinan Badan Anggaran dan Pimpinan DPR.
Menurut seorang sumber di parlemen yang menolak disebutkan namanya, penganggaran tahun jamak (multi years) sebenarnya menjadi titik penting untuk diperhatikan. Berbeda dengan model anggaran single year, di mana tender dilakukan ketika anggaran disepakati pada tahun itu, maka multi years membolehkan tender di awal untuk keseluruhan proyek.
Sumber itu menyatakan, sistem multi years sengaja dipaksakan demi memberi kepastian anggaran bagi perusahaan pemenang tender proyek Hambalang. "Saya sih tak bisa memastikan motifnya apa. Namun saya curiga itu sebagai jaminan agar komitmen fee segera dicairkan," kata sumber itu.
Sementara itu, terpidana kasus korupsi Muhammad Nazaruddin kerap mengungkapkan, ada Rp100 miliar fee proyek Hambalang yang sudah dibagikan. Sebanyak Rp50 miliar di antaranya, dikeluarkan untuk kepentingan Anas Urbaningrum.
Lalu, Rp20 miliar untuk Andi Mallarangeng. Sedangkan, sebesar Rp20 miliar untuk pimpinan Badan Anggaran DPR dan Rp10 miliar untuk sejumlah anggota Komisi X DPR.
Namun, penjelasan Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat yang terseret ke bui akibat kasus korupsi Wisma Atlet itu, kerap dibantah oleh nama-nama yang disebutkannya. Hanya saja, hingga kini, anggaran proyek tersebut masih misterius.
Pasalnya, beberapa waktu lalu, sebelum menggelar rapat dengan DPR, Andi Mallarangeng sendiri menuturkan bahwa anggaran yang disetujui Dewan untuk proyek pembangunan Hambalang Rp1,175 triliun.
Hal itu ditandaskan Andi demi menyangkal informasi yang menyebutkan bahwa pryek Hambalang menelan dana Rp2,25 triliun.
"Kalau dari proyek multiyears yang disetujui dari Kementerian Keuangan yang Rp1,1 triliun itu," kata Menteri Andi sebelum rapat dengan Komisi X di gedung Parlemen, Senayan, pekan lalu.
Walau begitu, Andi mengakui, jumlah tersebut memang pernah diusulkan sebelumnya oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga. Namun tidak lolos.
Penulis: Markus Junianto Sihaloho/ Ratna Nuraini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar