DI BALIK PERANG IRAK HARUN YAHYA |
Kirim artikel ini | |
Rencana perang Irak, yang dilancarkan meski mendapat tentangan dari seluruh dunia, telah dipersiapkan setidaknya puluhan tahun lalu oleh para ahli strategi Israel. Dalam upayanya mewujudkan strategi pelemahan atau pemecahbelahan negara-negara Arab Timur Tengah, Israel memasukkan Mesir, Syiria, Iran dan Saudi Arabia dalam daftar sasaran berikutnya. Saat tulisan ini disusun, Amerika Serikat (AS) telah memulai penggempuran terhadap Irak. Meskipun kenyataannya kebanyakan negara di seluruh dunia, bahkan sebagian besar sekutu AS sendiri, menentangnya, pemerintahan AS bersikukuh untuk meneruskan rencana serangannya. Ketika kita melihat apa yang ada di balik sikap keras kepala AS ini, maka Israel-lah satu-satunya yang bertanggung jawab atas pertumpahan darah dan penderitaan di Timur Tengah sejak awal abad kedua puluh. Kebijakan pemerintah Israel yang ditujukan untuk memecah-belah Irak memiliki akar sejarah yang panjang" RENCANA ISRAEL MEMBAGI IRAK Laporan berjudul "A Strategy for Israel in the Nineteen Eighties" (Strategi Israel di Tahun 1980-an), oleh majalah berbahasa Ibrani terbitan Departemen Informasi, Kivunim, bertujuan menjadikan seluruh kawasan Timur Tengah sebagai wilayah pemukiman Israel. Laporan tersebut, yang disusun oleh Oded Yinon - seorang wartawan Israel yang pernah dekat dengan kementrian luar negeri Israel - memaparkan skenario "pembagian Irak" sebagaimana berikut: Irak, negeri kaya minyak yang menghadapi masalah perpecahan dalam negeri, dijamin bakal menjadi sasaran Israel. Mengakhiri riwayat Irak jauh lebih penting bagi kita ketimbang Syria" Sekali lagi, Irak pada intinya tidaklah berbeda dengan para tetangganya, meskipun sebagian besar penduduknya adalah penganut Syi'ah dan sebagian kecil Sunni yang menguasai pemerintahan. Enam puluh lima persen penduduknya tidak memiliki andil dalam politik di negara di mana sekelompok elit berjumlah 20 persen memegang kekuasaan. Selain itu terdapat minoritas Kurdi berjumlah besar di wilayah utara, dan jika bukan karena kekuatan rezim yang memerintah, angkatan bersenjatanya, dan pemasukannya dari minyak, masa depan Irak akan takkan berbeda dengan nasib Libanon di masa lalu" Dalam kasus Irak, pembagiannya menjadi sejumlah provinsi berdasarkan garis suku atau agama sebagaimana yang terjadi pada Syiria di masa kekhalifahan Utsmaniyyah adalah sesuatu yang mungkin. Jadi, tiga (atau lebih) negara kecil akan terbentuk di sekitar tiga kota utama: Basrah, Baghdad, dan Mosul; dan wilayah kaum Syi'ah di selatan akan terpisah dari wilayah kaum Sunni dan suku Kurdi di utara. Kita hanya perlu sedikit mengingat kembali bagaimana skenario ini sebagiannya telah dilakukan pasca Perang Teluk 1991, di mana Irak secara efektif, kalau tidak secara resmi, dibagi menjadi tiga wilayah. Fakta bahwa rencana AS menduduki Irak, yang sedang dilakukan saat tulisan ini dibuat, dapat kembali mendorong terbaginya wilayah tersebut, merupakan sebuah ancaman nyata. PERAN ISRAEL DALAM PERANG TELUK Penerapan strategi Israel telah dilakukan sejak tahun 1990. Saddam Hussein menyerbu Kuwait dalam serangan mendadak pada tanggal 1 Agustus 1990, sehingga memunculkan krisis internasional. Israel menjadi pemimpin bagi kekuatan-kekuatan yang mendorong terjadinya krisis itu. Israel adalah pendukung tergigih sikap yang dianut AS menyusul serangan terhadap Kuwait. Kalangan Israel bahkan menganggap AS bersikap moderat, dan menginginkan adanya kebijakan yang lebih keras. Sedemikian jauhnya sehingga Presiden Israel, Chaim Herzog, menganjurkan agar AS menggunakan bom nuklir. Di sisi lain, lobi Israel di AS tengah berupaya untuk mendorong terjadinya serangan berskala luas atas Irak. Seluruh keadaan ini mendorong terbentuknya pandangan di AS bahwa serangan terhadap Irak yang sedang dipertimbangkan, sesungguhnya dirancang demi kepentingan Israel. Komentator terkenal, Pat Buchanan, merangkum pandangan ini dalam kalimat " Hanya ada dua kelompok yang menabuh genderang perang di Timur Tengah - Kementrian Pertahanan Israel dan kelompok pendukungnya di Amerika Serikat." (http://www.infoplease.com/spot/patbuchanan1.html) Israel juga telah memulai kampanye propaganda serius dalam masalah ini. Karena kampanye ini sebagian besar dilancarkan secara rahasia, maka Mossad pun terlibat pula. Mantan agen Mossad, Victor Ostrovsky, memberikan informasi penting mengenai hal ini. Menurutnya, Israel telah berkeinginan melancarkan peperangan bersama AS melawan Saddam jauh sebelum krisis Teluk. Bahkan Israel telah memulai melaksanakan rencana tersebut segera setelah berakhirnya perang Iran-Irak. Ostrovsky melaporkan bahwa departemen Perang Psikologi Mossad (LAP - LohAma Psicologit) melancarkan kampanye ampuh menggunakan teknik disinformasi. Kampanye ini ditujukan untuk menampilkan Saddam sebagai seorang diktator berdarah dan ancaman bagi perdamaian dunia. (Victor Ostrovsky, The Other Side of Deception, hlm. 252-254). AGEN MOSSAD BERBICARA TENTANG PERANG TELUK Ostrovsky menjelaskan bagaimana Mossad menggunakan para agen atau simpatisan di berbagai belahan dunia dalam kampanye ini dan bagaimana, misalnya, Amnesty International atau "para penolong Yahudi sukarelawan (sayanim)" di konggres AS dikerahkan. Di antara cara yang digunakan dalam kampanye tersebut adalah rudal yang diluncurkan ke sasaran-sasaran penduduk sipil di Iran selama perang Iran-Irak. Sebagaimana dijelaskan Ostrovsky, penggunaan rudal-rudal ini oleh Mossad di kemudian hari sebagai sarana propaganda sungguh janggal, sebab rudal-rudal tersebut ternyata telah diarahkan ke sasarannya oleh Mossad, dengan bantuan informasi dari satelit AS. Setelah mendukung Saddam selama perangnya melawan Iran, Israel kini tengah berupaya menampilkannya sebagai seorang monster. Ostrovsky menulis: Para petinggi Mossad mengetahui bahwa jika mereka dapat menjadikan Saddam terlihat sebagai sosok sangat jahat dan sebagai ancaman bagi pasokan minyak Teluk, yang hingga saat itu ia telah menjadi pelindung pasokan tersebut, maka Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya takkan membiarkan Saddam begitu saja, tapi akan membuat perhitungan yang akan menghancurkan angkatan bersenjata dan kekuatan persenjataanya, khususnya jika mereka sampai yakin bahwa ini hanyalah kesempatan terakhir mereka sebelum Saddam menggunakan senjata nuklir. (Victor Ostrovsky, The Other Side of Deception, hlm. 254) Israel sangat bersikukuh dalam masalah ini, dan dalam kaitannya dengan Amerika Serikat, pada tanggal 4 Agustus 1990, Menteri Luar Negeri Israel, David Levy, mengeluarkan ancaman menggunakan bahasa diplomatis kepada William Brown, duta besar AS untuk Israel, dengan mengatakan bahwa Israel "menginginkan AS akan memenuhi semua tujuan-tujuan yang ditetapkan Israel untuk mereka sendiri di awal krisis teluk," dengan kata lain AS hendaknya menyerang Irak. Menurut Levy, jika AS tidak melakukannya, Israel akan melancarkannya sendiri. (Andrew and Leslie Cockburn, Dangerous Liaison, hlm. 356.) Akan sangat menguntungkan bagi Israel jika AS terlibat perang tanpa keterlibatan apa pun di pihak Israel: dan inilah yang benar-benar terjadi. ISRAEL MEMAKSA AS BERPERANG Akan tetapi, kalangan Israel terlibat secara aktif dalam perencanaan perang oleh AS. Sejumlah pejabat AS yang terlibat merancangOperation Desert Storm (Operasi Badai Gurun) menerima arahan taktis jitu dari kalangan Israel bahwa "cara terbaik melukai Saddam adalah dengan melancarkan serangan terhadap keluarganya." Kampanye propaganda yang diilhami Mossad sebagaimana dilaporkan Ostrovsky membentuk dukungan publik yang diperlukan dalam Perang Teluk. Sekali lagi, para pembantu lokal Mossad-lah yang berperan menyulut api peperangan. Lembaga pelobi Hill and Knowlton, yang dikendalikan oleh Tom Lantos dari lobi Israel, mempersiapkan rancangan yang dramatis guna meyakinkan para anggota Konggres perihal perang melawan Saddam. Turan Yavuz, wartawan Turki terkenal, memaparkan kejadian tersebut: 9 Oktober 1990. Lembaga pelobi Hill and Knowlton mengadakan pertemuan di Konggress yang bertemakan "Kebiadaban Irak." Sejumlah "saksi mata" yang dihadirkan dalam acara itu oleh lembaga pelobi tersebut menyatakan bahwa tentara Irak membunuh bayi-bayi baru lahir di bangsal-bangsal rumah sakit. Seorang "saksi mata" memaparkan kekejaman itu dengan sangat rinci, dan mengatakan bahwa para prajurit Irak telah membunuh 300 bayi baru lahir di satu rumah sakit saja. Berita ini sungguh mengguncang para anggota Konggress tersebut. Ini menguntungkan bagi pihak Presiden Bush. Namun, belakangan diketahui bahwa saksi mata yang dihadirkan oleh lembaga pelobi Hill and Knowlton di hadapan Konggres ternyata adalah anak perempuan duta besar Kuwait untuk Washington. Kendatipun demikian, kisah yang dituturkan anak perempuan tersebut sudah cukup bagi para anggota Konggress untuk menjuluki Saddam sebagai "Hitler". (Turan Yavuz, ABD'nin Kürt Karti (The US' Kurdish Card), hlm. 307) Hal ini mengarahkan pada satu kesimpulan saja: Israel berperan penting dalam kebijakan Amerika Serikat untuk melancarkan perang pertamanya terhadap Irak. Perang yang kedua tidaklah banyak berbeda. ALIH-ALIH "PERANG TERHADAP TERORISME" Berlawanan dengan keyakinan masyarakat luas, rencana untuk menyerang Irak dan menggulingkan rezim Saddam Hussein dengan kekuatan senjata telah dipersiapkan dan dicanangkan dalam agenda Washington sejak lama sebelum dilancarkannya "perang mewalan terror," yang mengemuka pasca peristiwa 11 September. Isyarat pertama adanya rencana ini mengemuka pada tahun 1997. Sekelompok ahli strategi pro-Israel di Washington mulai memunculkan skenario penyerangan atas Irak dengan memanfaatkan lembaga think-tank "konservatif baru", yang dinamakan PNAC, Project for The New American Century (Proyek bagi Abad Amerika Baru). Sebuah artikel berjudul "Invading Iraq Not a New Idea for Bush Clique: 4 Years Before 9/11 Plan Was Set" (Penyerangan atas Irak Bukan Gagasan Baru bagi Kelompok Bush) yang ditulis William Bruch dan diterbitkan di the Philadelphia Daily News, memaparkan fakta berikut: Namun kenyataannya, Rumsfeld, Wakil Presiden Dick Cheney, dan sekelompok kecil ideolog konservatif telah memulai wacana penyerangan Amerika atas Irak sejak 1997 – hampir empat tahun sebelum serangan 11 September dan tiga tahun sebelum Presiden Bush memegang pemerintahan. MINYAKKAH YANG MENJADI TUJUAN SEBENARNYA? Mengapa para anggota PNAC sangat bersikukuh untuk menggulingkan Saddam? Artikel yang sama melanjutkan: Meskipun minyak melatarbelakangi pernyataan kebijakan PNAC terhadap Irak, namun tampaknya ini bukanlah pendorong utama. [Ian] Lustick, [seorang profesor ilmu politik Universitas Pennsylvania dan ahli Timur Tengah,] yang juga pengecam kebijakan Bush, mengatakan bahwa minyak dipandang oleh para pendukung perang terutama sebagai cara untuk membayar operasi militer yang sangat mahal. Jadi, inilah dorongan utama di balik rencana untuk menyerang Irak: membantu strategi Israel di Timur Tengah. Fakta ini juga ditengarai oleh sejumlah ahli Timur Tengah lainnya. Misalnya Cengiz Çandar, ahli Timur Tengah asal Turki, memaparkan kekuatan sesungguhnya di balik rencana penyerangan atas Irak sebagaimana berikut: "Siapakah yang mengarahkan serangan atas Irak? Wakil Presiden Dick Cheney, Menteri Pertahanan Rumsfeld, Penasehat Keamanan Dalam Negeri Condoleeza Rice. Mereka inilah para pendukung "tingkat tinggi" terhadap penyerbuan tersebut. Akan tetapi, selebihnya dari gunung es tersebut sungguh lebih besar dan lebih menarik. Terdapat sejumlah "lobi." PROYEK ISRAEL "PENGUASAAN DUNIA SECARA DIAM-DIAM" Singkatnya, terdapat kalangan di Washington yang mendorong terjadinya perang yang awalnya dilancarkan terhadap Irak, dan setelah itu terhadap Saudi Arabia, Syria, Iran dan Mesir. Ciri mereka paling kentara adalah mereka berbaris di samping, dan bahkan sama dengan, "lobi Israel." Tak menjadi soal betapa sering mereka berbicara tentang "kepentingan Amerika," orang-orang ini sebenarnya mendukung kepentingan Israel. Strategi melancarkan peperangan terhadap seluruh Timur Tengah sehingga menjadikan seluruh rakyat di kawasan tersebut bangkit melawan AS tak mungkin akan menguntungkan pihak AS. Penggunaan strategi seperti ini hanya mungkin dapat dilakukan jika AS tunduk pada Israel, melalui lobi Israel, yang luar biasa berpengaruhnya terhadap kebijakan luar negeri negara tersebut. Dengan alasan ini, maka di belakang strategi yang mulai dijalankan pasca 11 September dan yang ditujukan untuk merubah peta seluruh dunia Islam, terdapat rencana rahasia Israel untuk "menguasai dunia." Sejak pendiriannya, Israel telah bercita-cita merubah peta Timur Tengah, menjadikannya mudah diatur sehingga tidak lagi menjadi ancaman baginya. Israel telah menggunakan pengaruhnya di AS untuk tujuan ini di tahun-tahun belakangan, dan memiliki andil besar dalam mengarahkan kebijakan Washington di Timur Tengah. Keadaan pasca 11 September memberi Israel kesempatan yang selama ini telah dicari-carinya. Para ideolog pro-Israel yang selama bertahun-tahun secara tidak benar telah menyatakan bahwa Islam sendirilah yang – dan bukan sejumlah kelompok radikal militan yang berbaju Islam – memunculkan ancaman terhadap Barat dan AS. Merekalah yang berusaha meyakinkan kebenaran gagasan keliru tentang "benturan antar peradaban," dan telah berupaya mempengaruhi AS agar memusuhi dunia Islam setelah peristiwa 11 September. Sudah sejak tahun 1995, Israel Shahak dari Universitas Hebrew, Jerusalem, menuliskan keinginan Perdana Menteri Rabin sebagai "gagasan perang melawan Islam yang dipimpin Israel." Nahum Barnea, penulis opini dari surat kabar Israel, Yediot Ahronot, menyatakan di tahun yang sama bahwa Israel tengah mengalami kemajuan "[untuk] menjadi pemimpin Barat dalam perang melawan musuh, yakni Islam." (Israel Shahak, "Downturn in Rabin's Popularity Has Several Causes", Washington Report on Middle East Affairs, Maret 1995.) Semua yang telah terjadi di tahun-tahun berikutnya adalah bahwa Israel menjadikan niatannya semakin kentara. Iklim politik pasca 11 September memberikan peluang untuk mewujudkan niatan ini menjadi kenyataan. Dunia kini tengah menyaksikan tahap demi tahap menerapan kebijakan Israel dalam memecah-belah Irak, yang telah dirancang di Konggres Zionis Dunia pada tahun 1982. SATU-SATUNYA JALAN MENUJU PERDAMAIAN DUNIA: PERSATUAN ISLAM Keadaan di atas dapat dirangkum sebagai berikut: Tujuan Israel adalah untuk menata ulang kawasan Timur Tengah menurut kepentingan strategisnya sendiri. Untuk mencapai hal ini, untuk menguasai Timur Tengah, wilayah paling mudah bergejolak di dunia, Israel memerlukan sebuah "kekuatan dunia." Kekuatan ini adalah Amerika Serikat; dan Israel, dengan kekuatan pengaruhnya terhadap AS, tengah berupaya menggadaikan kebijakan luar negeri AS terhadap Timur Tengah. Meskipun Israel adalah sebuah negara kecil berpenduduk 4,5 juta jiwa, rencana yang disusun Israel dan para pendukungnya di Barat mengendalikan keseluruhan dunia. Apa yang perlu dilakukan menghadapi kenyataan ini? 1) Kegiatan melobi perlu dilakukan dalam rangka menandingi pengaruh lobi Israel di Amerika Serikat guna membangun dialog antara AS dan dunia Islam, dan untuk mengajaknya mencari cara damai dalam memecahkan permasalahan Irak dan permasalahan serupa lainnya. Banyak kalangan AS menginginkan negeri mereka mengambil kebijakan Timur Tengah yang lebih adil. Banyak negarawan, ahli strategi, wartawan dan cendekiawan telah mengungkapkan hal ini, dan gerakan "perdamaian antar peradaban" harus digulirkan dengan bekerjasama dengan kalangan tersebut. 2) Pendekatan yang mengajak pemerintah AS kepada pemecahan masalah secara damai haruslah dibawa ke tingkat pemerintahan dan masyarakat sipil. Bersamaan dengan ini semua, jalan keluar paling mendasar terletak pada sebuah proyek yang dapat menyelesaikan seluruh permasalahan antara dunia Islam dan Barat, dan dapat mengatasi perpecahan, penderitaan dan kemiskinan di dunia Islam dan sama sekali merubahnya, dan ini adalah Persatuan Islam. Perkembangan terakhir telah menunjukkan bahwa seluruh dunia, tidak hanya wilayah-wilayah Islam, memerlukan sebuah "Persatuan Islam." Persatuan ini haruslah mampu meredam unsur-unsur radikal di Dunia Islam, dan membangun hubungan baik antar negara-negara Islam dan Barat, khususnya Amerika Serikat. Persatuan ini juga hendaknya membantu menemukan jalan keluar bagi induk dari seluruh permasalahan yang ada: perseteruan Arab-Israel. Hanya dengan penarikan diri Israel hingga batas wilayahnya sebelum tahun 1967, dan pengakuan bangsa Arab atas keberadaannya, akan ada perdamaian sesungguhnya di Timur Tengah. Dan umat Yahudi dan Muslim – yang keduanya keturunan Nabi Ibrahim dan beriman pada satu Tuhan saja – dapat hidup berdampingan di Tanah Suci, sebagaimana yang telah mereka tunjukkan di abad-abad yang lalu. Dengan demikian, Israel takkan lagi memerlukan strategi untuk mengganggu keamanan atau memecah-belah negara-negara Arab. Dan Israel takkan menghadapi balasan atas pendudukannya dalam bentuk kekerasan dan ketakutan terus-menerus terhadap upaya penghancuran terhadapnya. Lalu, keduanya, anak-anak Israel dan Irak (juga Palestina) dapat tumbuh dalam lingkungan yang damai dan aman. Inilah wilayah Timur Tengah yang seharusnya didambakan dan berusaha diwujudkan oleh setiap orang yang bijak. Dibalik rencana serangan Israel terhadap IranMenteri Luar Negeri Iran Ali Akbar Salehi mengatakan laporan soal nuklir Iran itu didasarkan pada klaim-klaim palsu. “Saya yakin dokumen itu sangat lemah dari sisi keasliannya. Namun jika mereka berkeras, maka silakan rilis dokumen itu. Lebih baik sesekali langsung menghadapi bahaya dari pada selalu dalam bahaya,” kata Salehi seperti dikutip sejumlah media Iran. (konspirasi.com 6/11/11)Timur tengah kembali mencekam. Beberapa waktu yang lalu presiden Israel, Shimon Peres, menyatakan kepada dunia tentang rencana Israel untuk menyerang Iran. Dalam sebuah wawancara televisi Peres mengatakan bahwa “Intelijen di berbagai negara yang mengawasi Iran merasa sangat khawatir dan menekan pemerintah mereka untuk memperingatkan bahwa Iran sangat siap menggunakan senjata nuklir”. Informasi ini Peres dapat dari laporan Badan Energi Atom Internaional (IAEA) tentang kemungkinan Iran mengembangkan senjata nuklir. Sebenarnya, apa motif Israel di balik penyerangan yang mengatas namakan senjata nuklir? Padahal semua itu belum terbukti. Penyerangan ini pun didukung oleh beberapa negara besar seperti Inggris, Prancis dan Amerika. Berbagai kabar memberitakan bahwa Amerika dan Israel akan menggelar latihan bersama yang melibatkan 5000 tentara, dan manuver militer besar-besaran hal ini diungkapkan oleh Deputi Menlu Urusan Politik AS, Andrew Shapiro dengan tanpa menyebutkan tempat dan waktu. Nuklir bukanlah motif utama rencana Israel menyerang Iran. Banyak pengamat menyatakan bahwa dengan menyerang Iran dan menguasainya maka keuntungan yang diperoleh Israel dan teman-temannya dari minyak akan sangat besar sekali dibandingkan ongkos untuk biaya penyerangan ke Iran. Hal ini pun upaya Israel mengalihan fokus perhatian dunia, dimana Israel akan menyerang satu negara di Timur Tengah. Pengalihan ini mengakibatkan perhatian terhadap negeri Palestina yang telah di embargo semakin terlupakan. Terlihat jelas, Israel dan teman-temannya telah membuat makar (tipu muslihat atau rencana jahat) demi kepentingan masing-masing. Dan lagi-lagi yang menjadi korban adalah negeri-negeri muslim dan kaum muslim yang tidak bersalah. Masih belum sadarkah kita? Masihkah kita menyanjung-nyanjung mereka? Masihkah kita menjadikan mereka sebagai kawan? Padahal telah tampak kebencian mereka terhadap Islam terlebih-lebih dalam hati mereka. Sudah saatnya kita sadar dan bersatu untuk melawan makar-makar orang yang membuat makar. Dan bersatu dalam naungan daulah Khilafah Islamiyah. Atifa Rahmi (Bandung) Inilah Fakta Jika AS dan Israel Punya Nyali Serang IranLENSAINDONESIA.COM: Petualangan Amerika menebar teror di berbagai belahan dunia, sebagai “show power” negara adikuasa, juga Israel “anak emasnya” di timur Tengah yang hobi perang, tidak akan bisa tidur nyenyak bertabur mimpi jika belum melumatkan dunia dan menundukan bangsa-bangsa di bawah kakinya. Adalah Republik Islam Iran, Negara yang berani menentang arogansi dan kesewenang-wenangan Amerika dan Israel. Iranlah duri hambatan yang selama ini membuat mereka susah tidur. Maka suhu panas perang selalu dihembuskan, meskipun membuat mereka maju mundur dan ragu, karena ternyata Iran berbeda dengan Negara-negara yang selama ini sudah dilumatkan, seperti Afganistan, Irak, Libya. Iran selalu memberikan perlawanan sengit dan mengundang simpati besar dunia terhadap Iran. Berarti pula ambisi perang Wasingthon dan Tel Aviv menuai kecaman dunia internasional. Dengan kata lain, Amerika semakin terpuruk dalam kebangkrutan dan Israel pun terkucilkan. Berikut beberapa analisa, akibat ambisi Perang Amerika dan Israel terhadap Iran: 1. Mantan direktur Central Intelligence Agency (CIA) John McLaughlin dalam sebuah diskusi di Washington, mengutip jaringan berita CNN, memperingatkan akibat serangan militer AS terhadap Iran, dan mendesak untuk mengedepankan dialog dan diplomasi. McLaughlin mengatakan tindakan militer terhadap Iran “akan menjadi pilihan yang sangat buruk”. Dengan beralasan gerakann perlawanan Hizbullah Libanon akan menyatu dan mendukung pemerin-tah Teheran. Karena salah satu alasan opsi militer terhadap Iran, adalah Iran memiliki hubungan dengan Hizbullah. Menurutnya, Hizbullah tidak menyerang kepentingan Amerika dalam beberapa tahun terakhir, namun memiliki banyak rencana di rak perpustakaan untuk melakukan hal itu jika konfrontasi dengan Iran berlanjut, dan tentu saja Hizbullah telah hadir di Amerika Serikat. Jadi salah satu masalah besar dengan Iran adalah jika suatu konfrontasi militer terjadi, maka risiko siklus pembalasan dan titik akhir konfrontasi akan sulit untuk diperkirakan. 2. Mantan direktur terkenal agen Israel mata-mata Mossad, Meir Dagan, menyebutkan dalam se-buah wawancara televisi pada 29 November 2011, bahwa Iran serta Hizbullah dan gerakan perlawa-nan Hamas kemungkinan akan merespon dengan serangan roket besar-besaran terhadap Israel jika terjadi konfrontasi militer Amerika-Israel dengan Republik Islam Iran. Dia juga menyatakan keprihatinan bahwa Suriah kemungkinan akan bergabung dengan Iran dalam skenario seperti itu 3. Saat debat pendapat di Carolina selatan, Kandidat Calon Presiden AS, Ron Paul menandaskan, AS tidak membutuhkan perang baru dengan Iran. Bahkan anggota Kongres dari Texas ini senantiasa memperingatkan petinggi AS soal dampak buruk dari serangan militer ke Iran. Menurutnya Amerika sudah lelah dengan perang di Afghanistan dan Irak, dan harus menarik diri dari perang yang diciptakan saat ini. 4. Dewan Kota Charlottesville di Vieginia menandatangani sebuah resolusi yang mendesak Kongres dan Gedung Putih untuk menahan diri dan tidak menggelar tindakan militer terhadap Iran. Resolusi yang disepakati Selasa (17/1) itu juga berisi desakan kepada Kongres untuk mengakhiri semua perang darat selama ini, karena perang telah menyedot anggaran yang sangat besar. Dari pada buat perang, mereka meminta agar pemerintah AS lebi memprioritas bidang pendidikan, energi, kesehatan, dan keringanan pajak. Deklarasi masyarakat AS penentang perang Iran tersebut berbunyi: “Kami Dewan Kota Charlottesville, Virginia, meminta Kongres AS dan Presiden AS untuk mengakhiri perang di tanah orang lain dan tidak menggunakan pesawat tak berawak, meminta untuk menahan diri dari serangan militer baru di Iran, dan mengurangi pengeluaran pangkalan militer guna untuk memenuhi kebutuhan pokok warga AS, segera menciptakan lapangan pekerjaan, mengembalikan para pekerjaan warga AS dengan pekerjaan selain industri alat perang dan militer, kembali membangun infrastruktur, membantu pemerintah daerah mengembangkan ekonomi baru dengan energi berkelanjutan.” Deklarasi ini dipromosikan oleh aktivis anti-perang David Swanson, dan didukung oleh empat dari lima anggota dewan dari Charlottesville, Virginia, Thomas Jefferson, James Monroe, dan University of Virginia 5. Mantan anggota parlemen Jerman, Norman Paech menulis di harian Jung Welt yang berbasis di Jerman. menurutnya Perang dengan Iran berbeda dengan Gaza, sebab setiap usaha Israel untuk me-lancarkan serangan militer terhadap Iran akan mengakhiri rezim Tel Aviv. Inilah Fakta Jika AS dan Israel Punya Nyali Serang Iran | lensaINDONESIA REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Kementerian Luar Negeri Republik Islam Iran telah mengeluarkan 'komunike' pada Senin (23/1). Komunike ditujukan untuk mengutuk sanksi Uni Eropa pada minyak Iran. Iran juga menekankan bahwa langkah tersebut akan mengakibatkan buah pahit sendiri untuk Uni Eropa. Menteri Luar Negeri Uni Eropa membahas kelanjutan dari kebijakan antagonis mereka melawan sistem Islam. Mereka sekali lagi mengadopsi keputusan tidak logis dan tidak dapat dibenarkan terhadap Iran. Menurut IRNA, situs informasi Kementerian Luar Negeri dari Republik Islam Iran melaporkan tindakan kecaman Uni Eropa yang bergerak kurang bijaksana. Iran menekankan kebijakan bertanggung jawab dalam mengatur hubungan dengan negara-negara dunia. Hubungan antar-negara yang berdasarkan hak-hak internasional dan peraturan yang saling menghormati. ''Keputusan seperti Uni Eropa itu akan berbuah pahit tidak hanya bagi negara-negara Eropa, tetapi juga negara yang lainnya," bunyi isi komunike Kemenlu Iran. "Republik Islam Iran telah berkali-kali menekankan pada dunia tentang sifat damai program nuklirnya. Tidak ada upaya yang ditujukan untuk membuat lebih transparan program nuklirnya." |
Boikot Minyak Iran, Eropa Akan Mendapat 'Buah Pahit'
REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Kementerian Luar Negeri Republik Islam Iran telah mengeluarkan 'komunike' pada Senin (23/1). Komunike ditujukan untuk mengutuk sanksi Uni Eropa pada minyak Iran. Iran juga menekankan bahwa langkah tersebut akan mengakibatkan buah pahit sendiri untuk Uni Eropa.
Menteri Luar Negeri Uni Eropa membahas kelanjutan dari kebijakan antagonis mereka melawan sistem Islam. Mereka sekali lagi mengadopsi keputusan tidak logis dan tidak dapat dibenarkan terhadap Iran.
Menurut IRNA, situs informasi Kementerian Luar Negeri dari Republik Islam Iran melaporkan tindakan kecaman Uni Eropa yang bergerak kurang bijaksana. Iran menekankan kebijakan bertanggung jawab dalam mengatur hubungan dengan negara-negara dunia. Hubungan antar-negara yang berdasarkan hak-hak internasional dan peraturan yang saling menghormati.
''Keputusan seperti Uni Eropa itu akan berbuah pahit tidak hanya bagi negara-negara Eropa, tetapi juga negara yang lainnya," bunyi isi komunike Kemenlu Iran. "Republik Islam Iran telah berkali-kali menekankan pada dunia tentang sifat damai program nuklirnya. Tidak ada upaya yang ditujukan untuk membuat lebih transparan program nuklirnya."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar