Sabtu, 18 Juni 2011
Prabu Siliwangi Memandang Abu Bakar Baasyir; Ronggowarsito & Jayabaya Menjelaskan
oleh Tom Finaldin
Bandung, Putera Sang Surya. http://tom-finaldin8.blogspot.com/search/label/Abu%20Bakar%20Baasyir
Meskipun Prabu Siliwangi, Raja Kerajaan Sunda Pajajaran, telah ngahiang, ‘bersatu bersama Tuhan’, ratusan tahun silam, wangsitnya sungguh sangat relevan dengan kondisi saat ini. Bahkan, banyak berita dan tokoh yang disebutkan dalam wangsitnya, terbukti secara nyata pada saat kita ini hidup. Wangsitnya menemani keseluruhan perjalanan bangsa ini dan selalu menjelaskan setiap keadaan sekaligus membuktikan kebenaran ucapan-ucapannya.
Berikut beberapa tokoh yang disebutkan Prabu Siliwangi yang tak bisa dibantah lagi kebenarannya. Memang Sang Prabu tidak menyebutkan namanya, tetapi menerangkan kondisinya untuk kemudian kita analisa.
Lalu, berdirilah seorang raja, asalnya orang biasa. Akan tetapi, memang titisan raja zaman dulu dan ibunya seorang puteri Pulau Dewata. Karena jelas titisan raja, raja baru itu susah untuk dianiaya!
Wangsit tersebut menjelaskan Indonesia dipimpin oleh Presiden Soekarno. Soekarno adalah orang biasa, tetapi titisan raja zaman dahulu dari garis ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai, puteri Pulau Bali. Soekarno adalah pemimpin yang susah jatuh oleh penganiayaan. Dia sering dipenjara, dibuang, dibom, ditembaki pesawat tempur, tetapi tetap tegar dan keluar menjadi pemenang.
Setelah Soekarno, Indonesia dipimpin Soeharto. Berikut penjelasan Prabu Siliwangi.
Di bekas negara kita, berdiri lagi kerajaan. Kerajaan di dalam kerajaan dan rajanya bukan trah Pajajaran.
Soeharto disebutnya raja yang mendirikan kerajaan di dalam kerajaan. Hal itu terbukti ketika Soekarno masih berkuasa, Soeharto sudah memiliki kekuasaan. Bahkan, kekuasaan Soeharto lebih besar dibandingkan Soekarno. Soeharto memiliki pasukan yang siap sekali untuk segera digunakan di samping mempunyai banyak teman politisi yang berpengaruh. Pasca-G-30-S, Soekarno benar-benar lemah dan tersudut, sementara kerajaan Soeharto semakin kuat mendekati bentuk aslinya. Soeharto disebutnya sebagai raja bukan trah Pajajaranyang mengandung arti tidak memiliki hubungan apa pun dengan Kerajaan Pajajaran, baik secara politis maupun nasab.
Kemudian, Indonesia pun dipimpin oleh Gus Dur atau K.H. Abdurahman Wahid. Begini Sang Prabu menjelaskannya:
Terus, berdiri lagi raja, tetapi raja buta ...! Bukan buta raksasa pemaksa jahat yang sewenang-wenang, tetapi buta tidak dapat melihat, buta matanya.
Gus Dur adalah presiden yang mempunyai ciri khas dalam soal mata. Matanya tidak bisa melihat dengan baik alias buta.
Di dalam wangsitnya, Sang Prabu menerangkan banyak tokoh yang mempengaruhi perjalanan bangsa Indonesia. Dari keseluruhan tokoh yang disebut-sebut Sang Prabu, ada satu tokoh yang saat ini sedang ramai diperbincangkan dan kontroversial. Tokoh itu adalah Abu Bakar Baasyir.
Perlu dipahami bersama bahwa Prabu Siliwangi tidak menyebutkan namanya secara langsung, tetapi hanya ciri-cirinya. Setelah saya merenung, berkontemplasi, merangkaikan catatan sejarah, serta menggabungkan beberapa fenomena atau symptom, saya menduga keras bahwa tokoh yang ada di dalam salah satu paragraf Uga Wangsit Siliwangi adalah Abu Bakar Baasyir.
Akan tetapi, setiap orang bisa memiliki tafsiran atau dugaan masing-masing. Hasil tafsirannya tentu saja bisa sama dengan saya, bisa berbeda sedikit, atau bahkan bisa sangat jauh berbeda. Malahan, ekstrimnya, bisa saja pembaca sama sekali tidak mempercayai keseluruhan dari isi Uga Wangsit Siliwangi yang telah diwariskan turun-temurun secara mouth to mouth di lingkungan putera-puteri Pajajaran sampai detik ini. Itu tidak masalah, its oke, no problem. Bukankah semua orang boleh bebas berpikir, berbicara, dan berbeda pendapat? Meskipun saya adalah manusia penghina dan pencela berat demokrasi, sama sekali tidak mengharamkan perbedaan sikap dan pendapat. Hal itu disebabkan kebebasan berpikir dan berbicara bukan hanya milik demokrasi yang menjijikan itu. Saya orang Islam. Allah swt sangat menganjurkan orang untuk bebas berpikir dan berpendapat. Dalam Al Quran Surat Al Ashr, kita sangat diharuskan untuk saling mengkritik, saling menasihati, saling adu argumen agar menemukan kebenaran hingga hidup penuh kesabaran, penuh komitmen, serta kokoh dalam persatuan dan kesatuan. Berbeda dengan demokrasi yang menghalalkan adu argumen, adu bacot, dan adu tegang urat leher hanya untuk mencapai kemenangan sepihak dengan menutupi berbagai kebusukan perilaku. Huekh ... kh ... cuih, demokrasi itu dusta.
Agar lebih jelas, mari kita simak salah satu paragraf dari Uga Wangsit Siliwangi yang isinya saya duga keras adalah tokoh Abu Bakar Baasyir.
Dalam keadaan itu, datang Pemuda Berjanggut. Datang dengan menggunakanpakaian serba hitam sambil menyandangsarung tua, menyadarkan orang-orang yang sedang tersesat, mengingatkan orang-orang yang sedang terlupa. Akan tetapi, tidak diperhatikan! Mereka tidak memperhatikannya karena pinter keblinger, inginnya menang sendiri. Mereka tidak paham dan tidak sadar bahwa langit sudah memerah, menunjukkan wajah marah, dari Bumi asap sudah mengepul dari perapian. Alih-alih diperhatikan, Pemuda Berjanggut oleh mereka ditangkap, lalu dimasukkan dalam penjara. Kemudian, mereka mengacak-acak rumah orang, mengobrak-abrik urusan orang, merusakkan nama baik organisasi orang dengan alasan mencari musuh yang jahat, padahal mereka sendiri sesungguhnya yang mencari-cari permusuhan.
Di dalam paragraf di atas ada beberapa kata yang saya tebalkan. Kata-kata itulah yang mendorong saya menduga bahwa tokoh yang dimaksud tersebut adalah Abu Bakar Baasyir. Ada baiknya saya jelaskan satu demi satu kata-kata yang ditebalkan tersebut.
Dalam keadaan itu: Maksudnya adalah keadaan negara yang carut marut ditandai dengan banyaknya korupsi, pertengkaran, ketidakadilan, kriminalitas, kemiskinan, penganiayaan, pengkhianatan, kedustaan, dan seabrek kekacauan yang kita lihat sehari-hari. Sebenarnya, keterangan yang lebih jelas ada pada paragraf sebelumnya, tetapi akan terlalu panjang jika ditulis di sini. Baca saja keseluruhannya tentang Uga Wangsit Siliwangi di halaman khusus dalam blog ini.
Pemuda Berjanggut: Secara fisik dia adalah laki-laki yang memiliki janggut. Kata pemuda bukan selalu berarti usianya muda. Dalam naskah aslinya disebut Budak Janggotan. Budak itu artinya rakyat, arti sebenarnya adalah anak. Jadi, rakyat itu dianggap anak.
Pakaian serba hitam: Pakaian ini menyimbolkan suatu sikap hidup yang tegas, lurus, kuat prinsip, istiqomah, misterius, berani menanggung risiko berat, berani menyerang, sekaligus menakutkan musuh-musuhnya.
Sarung tua: Dalam naskah aslinya disebutkaneron butut. Kaneron itu semacam tas yang diselendangkan, biasanya terbuat dari bahan anyaman. Akan tetapi, kain sarung juga sering digunakan sebagai kaneron dengan cara diselendangkan. Hal ini menyimbolkan bahwa Pemuda Berjanggut adalah orang Indonesia asli yang taat menjalankan ajaran Islam.
Menyadarkan orang-orang yang sedang tersesat, mengingatkan orang-orang yang sedang terlupa: Ia berupaya berdakwah memberikan penyadaran dan peringatan agar manusia mampu membaca kondisi diri dan negerinya. Ia mengarahkan agar rakyat negeri ini selalu berpegang teguh pada kebenaran Allah swt. Dirinya sangat yakin jika ingin negeri ini selamat, penduduknya harus kembali pada jalan Allah swt yang suci dan murni.
Saya hanya bisa sampai di sini mengantarkan pembaca untuk lebih memahami salah satu paragraf dari Uga Wangsit Siliwangi di atas. Selebihnya, saya pikir sudah cukup jelas. Setiap orang dapat memberikan penafsiran sesuai dengan perasaaan, pengalaman hidup, dan pengetahuannya masing-masing.
Berdasarkan wangsit tersebut, kita bisa memahami bahwa Abu Bakar Baasyir adalah sosok atau tokoh yang dizalimi oleh penegak hukum di Indonesia, bukan oleh hukum di Indonesia. Berbeda jauh antara hukum dengan penegak hukum. Aparat hukum justru yang mencari-cari perkara, nyiar-nyiar pimusuheun, untuk menimbulkan permusuhan lanjutan entah karena alasan politik atau alasan ekonomi. Sungguh, hal itu merupakan tindakan yang teramat buruk sekaligus mengkhawatirkan bagi kelanjutan perjalanan bangsa ini.
Kalaulah memang benar yang dimaksud Prabu Siliwangi itu sesuai dugaan saya, yaitu Abu Bakar Baasyir, pemerintah, khususnya penegak hukum harus benar-benar ekstra hati-hati dan berupaya sejujur mungkin dalam bertindak dan memutuskan perkara sesuai dengan hukum, bukan sesuai dengan pesanan atau sogokan. Hal itu disebabkan Abu Bakar Baasyir adalah tokoh yang sudah terlihat ratusan atau mungkin ribuan tahun lalu dalam pandangan Prabu Siliwangi. Artinya, ia adalah individu yang sangat penting dalam perjalanan bangsa ini. Bahkan, dalam paragraf-paragraf selanjutnya, ia akan menjadi salah seorang teman dekat Ratu Adilyang merancang strategi baru untuk menyelesaikan berbagai kerusakan dan ketimpangan di Indonesia menuju keadilan, kemakmuran, dan kejayaan nusantara.
Apa yang akan dilakukan Abu Bakar Baasyir kepada orang-orang yang telah menganiayanya saat ini setelah mendapatkan kekuasaan kelak? Dia bisa melakukan apa saja. Hati-hati. Soalnya, saat itu demokrasi sudah bangkrut, tak ada lagi.
Saya tentunya bisa salah duga. Perkiraan saya bisa sangat jauh meleset, jauh panggang dari api. Bisa jadi bukan Abu Bakar Baasyir yang dimaksud oleh Prabu Siliwangi. Bisa jadi tokoh lain. Saya meminta maaf untuk hal itu kepada pembaca sekalian. Saya orang Sunda yang diajarin lamun bener, kudu leber wawanen, lamun salah, kudu pasrah tumarima, ‘kalau benar, harus penuh keberanian, kalau salah, harus pasrah menerima’. Jika salah, tidak boleh menyangkal atau kabur, apalagi kaburnya jauh banget. Saya orang Indonesia yang punya bendera merah putih. Merah artinya berani. Putih artinya suci, benar. Merah putih adalah sikap berani karena benar. Jangan dibolak-balik,berani karena salah, takut karena benar, apalagi petantang-petenteng berbohong, padahal sudah jelas-jelas bersalah. Saya orang Indonesia bersuku bangsa Sunda yang punya sifat asli nyanghulu ka hukum nunjang ka nagara, ‘menjunjung tinggi hukum menunjang kedaulatan negara’. Artinya, orang Sunda punya sifat asli tidak bisa ditawar-tawar jika sudah menyangkut kepentingan serta harga diri bangsa dan negara, dia pasti harus selalu berada di depan menjadi bumper meskipun bisa saja pernah disakiti oleh penguasa. Itu juga kata Prof. Dr. H. Ateng Syafrudin, S.H., penggagas Bappeda dan Bappenas pertama di Indonesia, saya mah cuma ngangguk-ngangguk saja mengiyakan. Saya dikuliahi soal kearifan lokal di rumahnya saat membantu penyusunan biografinya yang berjudul 80 Tahun Prof. Dr. H. Ateng Syafrudin, S.H.: Mengarungi Dua Samudera: Setengah Abad Pemikiran Seorang Pamongpraja & Ilmuwan Hukum Tata Pemerintahan.
Kalaulah saya salah dalam arti bukanlah Abu Bakar Baasyir yang dimaksud Prabu Siliwangi, melainkan tokoh lain, tetap saja tokoh lain itu dikisahkan mendapatkan perlakuan zalim dari penguasa. Akibatnya, sama saja, menimbulkan berbagai bencana di Indonesia ini. Mereka tidak paham dan tidak sadar bahwa langit sudah memerah, menunjukkan wajah marah, dari Bumi asap sudah mengepul dari perapian. Artinya, langit dan Bumi sudah selalu siap sedia menjadi media kemurkaan Allah swt kapan saja.
Kalau toh wangsit itu isinya tidak bisa dipercaya, dianggap hanya karya sastra para juru pantun, bagaimana dengan hal-hal yang sudah terbukti terjadi? Di atas sudah dibuktikan kebenarannya dengan kepemimpinan Soekarno, Soeharto, dan Gus Dur.
Bukti lainnya adalah demikian terangnya Prabu Siliwangi mengatakan penjajah Belanda dengan istilah kebo bule nu dipingpin ku jalma jangkung nu tutunjuk di alun-alun, ‘kerbau bule yang dipimpin oleh orang tinggi yang memerintah di alun-alun’. Penjajahan Jepang disebutnyawaluku ditumpakan kunyuk, ‘pemerintahan dikuasai monyet’. Bom atom di Hiroshima dan Nagasaki digambarkannya sebagai galudra megarkeun endog, ‘burung garuda menetaskan telur’. Pasukan sekutu pimpinan Amerika Serikat yang menghentikan kekejaman Jepang disebutnya nu nyapihna urang sabrang, ‘yang menghentikannya adalah orang seberang’. Masih banyak lagi yang sebetulnya telah terjadi nyata, padahal Sang Prabu hidup jauh sebelum hal-hal yang dijelaskannya terjadi secara nyata.
Sezaman dengan kezaliman yang diderita Pemuda Berjanggut, entah Abu Bakar Baasyir entah tokoh lain, R. Ng. Ronggowarsito menjelaskan situasi Negara Indonesia sebagai berikut.
Para pemimpinnya berhati jahil, bicaranya ngawur, tidak bisa dipercaya dan tidak ada wahyu yang sejati.
Banyak peperangan yang melibatkan para penjahat. Kejahatan, perampokan, dan pemerkosaan makin menjadi-jadi, serta banyak pencuri malang melintang di jalan-jalan.
Banyak terjadi kerusuhan seperti perang yang tidak ketahuan mana musuhnya yang menyebabkan tidak mungkin ada rasa tenteram di hati.
Kerusuhan yang terjadi adalah akibat dari Pemilihan Kadal, demonstrasi antikorupsi, perebutan tanah warisan, tawuran antarwarga, dan lain sebagainya. Perang yang tidak diketahui musuhnya adalah perang antara polisi dengan mereka yang dianggap teroris. Hal itu semua membuat rakyat menjadi tidak tenteram. Sudah terjadi belum, Saudara?
Kewibawaan negara tidak ada lagi, semua tatatertib, keamanan, dan aturan telah ditinggalkan. Para penjahat maupun para pemimpin tidak sadar apa yang diperbuat dan selalu menimbulkan masalah dan kesulitan bagi banyak orang.
Para pemimpin mengatakan seolah-olah bahwa semua berjalan dengan baik, padahal hanya sekedar menutupi keadaan yang jelek.
Jayabaya pun lebih memperjelas situasi yang terjadi:
Raja tidak menepati janji. Kehilangan kekuasaan dan kewibawaannya.
Yang pintar curang jadi teman. Orang jujur semakin tak berkutik. Orang salah makin pongah.
Banyak orang berjanji diingkari. Banyak orang melanggar sumpahnya sendiri. Manusia senang menipu. Tidak melaksanakan hukum Allah. Barang jahat dipuja-puja. Barang suci dibenci.
Hukuman raja tidak adil. Banyak yang berpangkat jahat dan jahil. Tingkah lakunya semua ganjil.
Namun, yang ngawur malah makmur. Yang berhati-hati mengeluh setengah mati.
Di mana-mana banyak ditemukan pemimpin palsu, kerjaannya tidak karuan, anak muda-mudi banyak yang menjadi pejabat.
Demokrasi memang melahirkan banyak pemimpin palsu. Mereka sebenarnya nggak ada kompetensi untuk menjadi pemimpin, tetapi dalam demokrasi asal punya uang dan bisa ngoceh kampanye meskipun dusta, peluang untuk menjadi penguasa terbuka lebar. Anak-anak muda usia 20-an dan 30-an sudah banyak yang menduduki jabatan, padahal manfaat mereka untuk bangsa dan negara ini sama sekali belum kelihatan benar.
Di luar Jawa ada peperangan besar. Di mana-mana terjadi kejahatan dan pembunuhan, beraneka ragam kesengsaraan dan marabahaya, orang-orang pada makan batu, makan pasir, minum tirisan busuk, perempuan tega makan rahimnya sendiri sebab saking rusuhnya.
Ya, kondisi di dalam negeri Indonesia bebarengan dengan peperangan yang terjadi di luar negeri. Suriah, Yaman, Mesir, Sudan, Libya, dan lain-lain sedang bergolak didalangi oleh para kapitalis barat berkulit putih yang sok manusiawi itu. Orang-orang barat itu sesungguhnya yang menggerakkan perang dengan menggunakan orang-orang tertindas di Timur Tengah. Lagu lama, seperti saat demokrasi modern dimulai di Perancis, para kapitalis menggunakan rakyat miskin yang menderita akibat kekejaman para pendeta, raja, dan bangsawan untuk menimbulkan pemberontakan.
Isi tulisan ini punya pesan sponsor hati-hati dalam memutuskan perkara dan pakailah hati dalam menjatuhkan vonis. Segalanya bisa malik piloko, ‘menjadi bumerang, kencing berdiri melawan arah angin, golok di tangan menebas leher sendiri, senjata makan tuan’.
Siapa yang harus hati-hati?
Kita semua.
Berikut beberapa tokoh yang disebutkan Prabu Siliwangi yang tak bisa dibantah lagi kebenarannya. Memang Sang Prabu tidak menyebutkan namanya, tetapi menerangkan kondisinya untuk kemudian kita analisa.
Lalu, berdirilah seorang raja, asalnya orang biasa. Akan tetapi, memang titisan raja zaman dulu dan ibunya seorang puteri Pulau Dewata. Karena jelas titisan raja, raja baru itu susah untuk dianiaya!
Wangsit tersebut menjelaskan Indonesia dipimpin oleh Presiden Soekarno. Soekarno adalah orang biasa, tetapi titisan raja zaman dahulu dari garis ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai, puteri Pulau Bali. Soekarno adalah pemimpin yang susah jatuh oleh penganiayaan. Dia sering dipenjara, dibuang, dibom, ditembaki pesawat tempur, tetapi tetap tegar dan keluar menjadi pemenang.
Setelah Soekarno, Indonesia dipimpin Soeharto. Berikut penjelasan Prabu Siliwangi.
Di bekas negara kita, berdiri lagi kerajaan. Kerajaan di dalam kerajaan dan rajanya bukan trah Pajajaran.
Soeharto disebutnya raja yang mendirikan kerajaan di dalam kerajaan. Hal itu terbukti ketika Soekarno masih berkuasa, Soeharto sudah memiliki kekuasaan. Bahkan, kekuasaan Soeharto lebih besar dibandingkan Soekarno. Soeharto memiliki pasukan yang siap sekali untuk segera digunakan di samping mempunyai banyak teman politisi yang berpengaruh. Pasca-G-30-S, Soekarno benar-benar lemah dan tersudut, sementara kerajaan Soeharto semakin kuat mendekati bentuk aslinya. Soeharto disebutnya sebagai raja bukan trah Pajajaranyang mengandung arti tidak memiliki hubungan apa pun dengan Kerajaan Pajajaran, baik secara politis maupun nasab.
Kemudian, Indonesia pun dipimpin oleh Gus Dur atau K.H. Abdurahman Wahid. Begini Sang Prabu menjelaskannya:
Terus, berdiri lagi raja, tetapi raja buta ...! Bukan buta raksasa pemaksa jahat yang sewenang-wenang, tetapi buta tidak dapat melihat, buta matanya.
Gus Dur adalah presiden yang mempunyai ciri khas dalam soal mata. Matanya tidak bisa melihat dengan baik alias buta.
Di dalam wangsitnya, Sang Prabu menerangkan banyak tokoh yang mempengaruhi perjalanan bangsa Indonesia. Dari keseluruhan tokoh yang disebut-sebut Sang Prabu, ada satu tokoh yang saat ini sedang ramai diperbincangkan dan kontroversial. Tokoh itu adalah Abu Bakar Baasyir.
Perlu dipahami bersama bahwa Prabu Siliwangi tidak menyebutkan namanya secara langsung, tetapi hanya ciri-cirinya. Setelah saya merenung, berkontemplasi, merangkaikan catatan sejarah, serta menggabungkan beberapa fenomena atau symptom, saya menduga keras bahwa tokoh yang ada di dalam salah satu paragraf Uga Wangsit Siliwangi adalah Abu Bakar Baasyir.
Akan tetapi, setiap orang bisa memiliki tafsiran atau dugaan masing-masing. Hasil tafsirannya tentu saja bisa sama dengan saya, bisa berbeda sedikit, atau bahkan bisa sangat jauh berbeda. Malahan, ekstrimnya, bisa saja pembaca sama sekali tidak mempercayai keseluruhan dari isi Uga Wangsit Siliwangi yang telah diwariskan turun-temurun secara mouth to mouth di lingkungan putera-puteri Pajajaran sampai detik ini. Itu tidak masalah, its oke, no problem. Bukankah semua orang boleh bebas berpikir, berbicara, dan berbeda pendapat? Meskipun saya adalah manusia penghina dan pencela berat demokrasi, sama sekali tidak mengharamkan perbedaan sikap dan pendapat. Hal itu disebabkan kebebasan berpikir dan berbicara bukan hanya milik demokrasi yang menjijikan itu. Saya orang Islam. Allah swt sangat menganjurkan orang untuk bebas berpikir dan berpendapat. Dalam Al Quran Surat Al Ashr, kita sangat diharuskan untuk saling mengkritik, saling menasihati, saling adu argumen agar menemukan kebenaran hingga hidup penuh kesabaran, penuh komitmen, serta kokoh dalam persatuan dan kesatuan. Berbeda dengan demokrasi yang menghalalkan adu argumen, adu bacot, dan adu tegang urat leher hanya untuk mencapai kemenangan sepihak dengan menutupi berbagai kebusukan perilaku. Huekh ... kh ... cuih, demokrasi itu dusta.
Agar lebih jelas, mari kita simak salah satu paragraf dari Uga Wangsit Siliwangi yang isinya saya duga keras adalah tokoh Abu Bakar Baasyir.
Dalam keadaan itu, datang Pemuda Berjanggut. Datang dengan menggunakanpakaian serba hitam sambil menyandangsarung tua, menyadarkan orang-orang yang sedang tersesat, mengingatkan orang-orang yang sedang terlupa. Akan tetapi, tidak diperhatikan! Mereka tidak memperhatikannya karena pinter keblinger, inginnya menang sendiri. Mereka tidak paham dan tidak sadar bahwa langit sudah memerah, menunjukkan wajah marah, dari Bumi asap sudah mengepul dari perapian. Alih-alih diperhatikan, Pemuda Berjanggut oleh mereka ditangkap, lalu dimasukkan dalam penjara. Kemudian, mereka mengacak-acak rumah orang, mengobrak-abrik urusan orang, merusakkan nama baik organisasi orang dengan alasan mencari musuh yang jahat, padahal mereka sendiri sesungguhnya yang mencari-cari permusuhan.
Di dalam paragraf di atas ada beberapa kata yang saya tebalkan. Kata-kata itulah yang mendorong saya menduga bahwa tokoh yang dimaksud tersebut adalah Abu Bakar Baasyir. Ada baiknya saya jelaskan satu demi satu kata-kata yang ditebalkan tersebut.
Dalam keadaan itu: Maksudnya adalah keadaan negara yang carut marut ditandai dengan banyaknya korupsi, pertengkaran, ketidakadilan, kriminalitas, kemiskinan, penganiayaan, pengkhianatan, kedustaan, dan seabrek kekacauan yang kita lihat sehari-hari. Sebenarnya, keterangan yang lebih jelas ada pada paragraf sebelumnya, tetapi akan terlalu panjang jika ditulis di sini. Baca saja keseluruhannya tentang Uga Wangsit Siliwangi di halaman khusus dalam blog ini.
Pemuda Berjanggut: Secara fisik dia adalah laki-laki yang memiliki janggut. Kata pemuda bukan selalu berarti usianya muda. Dalam naskah aslinya disebut Budak Janggotan. Budak itu artinya rakyat, arti sebenarnya adalah anak. Jadi, rakyat itu dianggap anak.
Pakaian serba hitam: Pakaian ini menyimbolkan suatu sikap hidup yang tegas, lurus, kuat prinsip, istiqomah, misterius, berani menanggung risiko berat, berani menyerang, sekaligus menakutkan musuh-musuhnya.
Sarung tua: Dalam naskah aslinya disebutkaneron butut. Kaneron itu semacam tas yang diselendangkan, biasanya terbuat dari bahan anyaman. Akan tetapi, kain sarung juga sering digunakan sebagai kaneron dengan cara diselendangkan. Hal ini menyimbolkan bahwa Pemuda Berjanggut adalah orang Indonesia asli yang taat menjalankan ajaran Islam.
Menyadarkan orang-orang yang sedang tersesat, mengingatkan orang-orang yang sedang terlupa: Ia berupaya berdakwah memberikan penyadaran dan peringatan agar manusia mampu membaca kondisi diri dan negerinya. Ia mengarahkan agar rakyat negeri ini selalu berpegang teguh pada kebenaran Allah swt. Dirinya sangat yakin jika ingin negeri ini selamat, penduduknya harus kembali pada jalan Allah swt yang suci dan murni.
Saya hanya bisa sampai di sini mengantarkan pembaca untuk lebih memahami salah satu paragraf dari Uga Wangsit Siliwangi di atas. Selebihnya, saya pikir sudah cukup jelas. Setiap orang dapat memberikan penafsiran sesuai dengan perasaaan, pengalaman hidup, dan pengetahuannya masing-masing.
Berdasarkan wangsit tersebut, kita bisa memahami bahwa Abu Bakar Baasyir adalah sosok atau tokoh yang dizalimi oleh penegak hukum di Indonesia, bukan oleh hukum di Indonesia. Berbeda jauh antara hukum dengan penegak hukum. Aparat hukum justru yang mencari-cari perkara, nyiar-nyiar pimusuheun, untuk menimbulkan permusuhan lanjutan entah karena alasan politik atau alasan ekonomi. Sungguh, hal itu merupakan tindakan yang teramat buruk sekaligus mengkhawatirkan bagi kelanjutan perjalanan bangsa ini.
Kalaulah memang benar yang dimaksud Prabu Siliwangi itu sesuai dugaan saya, yaitu Abu Bakar Baasyir, pemerintah, khususnya penegak hukum harus benar-benar ekstra hati-hati dan berupaya sejujur mungkin dalam bertindak dan memutuskan perkara sesuai dengan hukum, bukan sesuai dengan pesanan atau sogokan. Hal itu disebabkan Abu Bakar Baasyir adalah tokoh yang sudah terlihat ratusan atau mungkin ribuan tahun lalu dalam pandangan Prabu Siliwangi. Artinya, ia adalah individu yang sangat penting dalam perjalanan bangsa ini. Bahkan, dalam paragraf-paragraf selanjutnya, ia akan menjadi salah seorang teman dekat Ratu Adilyang merancang strategi baru untuk menyelesaikan berbagai kerusakan dan ketimpangan di Indonesia menuju keadilan, kemakmuran, dan kejayaan nusantara.
Apa yang akan dilakukan Abu Bakar Baasyir kepada orang-orang yang telah menganiayanya saat ini setelah mendapatkan kekuasaan kelak? Dia bisa melakukan apa saja. Hati-hati. Soalnya, saat itu demokrasi sudah bangkrut, tak ada lagi.
Saya tentunya bisa salah duga. Perkiraan saya bisa sangat jauh meleset, jauh panggang dari api. Bisa jadi bukan Abu Bakar Baasyir yang dimaksud oleh Prabu Siliwangi. Bisa jadi tokoh lain. Saya meminta maaf untuk hal itu kepada pembaca sekalian. Saya orang Sunda yang diajarin lamun bener, kudu leber wawanen, lamun salah, kudu pasrah tumarima, ‘kalau benar, harus penuh keberanian, kalau salah, harus pasrah menerima’. Jika salah, tidak boleh menyangkal atau kabur, apalagi kaburnya jauh banget. Saya orang Indonesia yang punya bendera merah putih. Merah artinya berani. Putih artinya suci, benar. Merah putih adalah sikap berani karena benar. Jangan dibolak-balik,berani karena salah, takut karena benar, apalagi petantang-petenteng berbohong, padahal sudah jelas-jelas bersalah. Saya orang Indonesia bersuku bangsa Sunda yang punya sifat asli nyanghulu ka hukum nunjang ka nagara, ‘menjunjung tinggi hukum menunjang kedaulatan negara’. Artinya, orang Sunda punya sifat asli tidak bisa ditawar-tawar jika sudah menyangkut kepentingan serta harga diri bangsa dan negara, dia pasti harus selalu berada di depan menjadi bumper meskipun bisa saja pernah disakiti oleh penguasa. Itu juga kata Prof. Dr. H. Ateng Syafrudin, S.H., penggagas Bappeda dan Bappenas pertama di Indonesia, saya mah cuma ngangguk-ngangguk saja mengiyakan. Saya dikuliahi soal kearifan lokal di rumahnya saat membantu penyusunan biografinya yang berjudul 80 Tahun Prof. Dr. H. Ateng Syafrudin, S.H.: Mengarungi Dua Samudera: Setengah Abad Pemikiran Seorang Pamongpraja & Ilmuwan Hukum Tata Pemerintahan.
Kalaulah saya salah dalam arti bukanlah Abu Bakar Baasyir yang dimaksud Prabu Siliwangi, melainkan tokoh lain, tetap saja tokoh lain itu dikisahkan mendapatkan perlakuan zalim dari penguasa. Akibatnya, sama saja, menimbulkan berbagai bencana di Indonesia ini. Mereka tidak paham dan tidak sadar bahwa langit sudah memerah, menunjukkan wajah marah, dari Bumi asap sudah mengepul dari perapian. Artinya, langit dan Bumi sudah selalu siap sedia menjadi media kemurkaan Allah swt kapan saja.
Kalau toh wangsit itu isinya tidak bisa dipercaya, dianggap hanya karya sastra para juru pantun, bagaimana dengan hal-hal yang sudah terbukti terjadi? Di atas sudah dibuktikan kebenarannya dengan kepemimpinan Soekarno, Soeharto, dan Gus Dur.
Bukti lainnya adalah demikian terangnya Prabu Siliwangi mengatakan penjajah Belanda dengan istilah kebo bule nu dipingpin ku jalma jangkung nu tutunjuk di alun-alun, ‘kerbau bule yang dipimpin oleh orang tinggi yang memerintah di alun-alun’. Penjajahan Jepang disebutnyawaluku ditumpakan kunyuk, ‘pemerintahan dikuasai monyet’. Bom atom di Hiroshima dan Nagasaki digambarkannya sebagai galudra megarkeun endog, ‘burung garuda menetaskan telur’. Pasukan sekutu pimpinan Amerika Serikat yang menghentikan kekejaman Jepang disebutnya nu nyapihna urang sabrang, ‘yang menghentikannya adalah orang seberang’. Masih banyak lagi yang sebetulnya telah terjadi nyata, padahal Sang Prabu hidup jauh sebelum hal-hal yang dijelaskannya terjadi secara nyata.
Sezaman dengan kezaliman yang diderita Pemuda Berjanggut, entah Abu Bakar Baasyir entah tokoh lain, R. Ng. Ronggowarsito menjelaskan situasi Negara Indonesia sebagai berikut.
Para pemimpinnya berhati jahil, bicaranya ngawur, tidak bisa dipercaya dan tidak ada wahyu yang sejati.
Banyak peperangan yang melibatkan para penjahat. Kejahatan, perampokan, dan pemerkosaan makin menjadi-jadi, serta banyak pencuri malang melintang di jalan-jalan.
Banyak terjadi kerusuhan seperti perang yang tidak ketahuan mana musuhnya yang menyebabkan tidak mungkin ada rasa tenteram di hati.
Kerusuhan yang terjadi adalah akibat dari Pemilihan Kadal, demonstrasi antikorupsi, perebutan tanah warisan, tawuran antarwarga, dan lain sebagainya. Perang yang tidak diketahui musuhnya adalah perang antara polisi dengan mereka yang dianggap teroris. Hal itu semua membuat rakyat menjadi tidak tenteram. Sudah terjadi belum, Saudara?
Kewibawaan negara tidak ada lagi, semua tatatertib, keamanan, dan aturan telah ditinggalkan. Para penjahat maupun para pemimpin tidak sadar apa yang diperbuat dan selalu menimbulkan masalah dan kesulitan bagi banyak orang.
Para pemimpin mengatakan seolah-olah bahwa semua berjalan dengan baik, padahal hanya sekedar menutupi keadaan yang jelek.
Jayabaya pun lebih memperjelas situasi yang terjadi:
Raja tidak menepati janji. Kehilangan kekuasaan dan kewibawaannya.
Yang pintar curang jadi teman. Orang jujur semakin tak berkutik. Orang salah makin pongah.
Banyak orang berjanji diingkari. Banyak orang melanggar sumpahnya sendiri. Manusia senang menipu. Tidak melaksanakan hukum Allah. Barang jahat dipuja-puja. Barang suci dibenci.
Hukuman raja tidak adil. Banyak yang berpangkat jahat dan jahil. Tingkah lakunya semua ganjil.
Namun, yang ngawur malah makmur. Yang berhati-hati mengeluh setengah mati.
Di mana-mana banyak ditemukan pemimpin palsu, kerjaannya tidak karuan, anak muda-mudi banyak yang menjadi pejabat.
Demokrasi memang melahirkan banyak pemimpin palsu. Mereka sebenarnya nggak ada kompetensi untuk menjadi pemimpin, tetapi dalam demokrasi asal punya uang dan bisa ngoceh kampanye meskipun dusta, peluang untuk menjadi penguasa terbuka lebar. Anak-anak muda usia 20-an dan 30-an sudah banyak yang menduduki jabatan, padahal manfaat mereka untuk bangsa dan negara ini sama sekali belum kelihatan benar.
Di luar Jawa ada peperangan besar. Di mana-mana terjadi kejahatan dan pembunuhan, beraneka ragam kesengsaraan dan marabahaya, orang-orang pada makan batu, makan pasir, minum tirisan busuk, perempuan tega makan rahimnya sendiri sebab saking rusuhnya.
Ya, kondisi di dalam negeri Indonesia bebarengan dengan peperangan yang terjadi di luar negeri. Suriah, Yaman, Mesir, Sudan, Libya, dan lain-lain sedang bergolak didalangi oleh para kapitalis barat berkulit putih yang sok manusiawi itu. Orang-orang barat itu sesungguhnya yang menggerakkan perang dengan menggunakan orang-orang tertindas di Timur Tengah. Lagu lama, seperti saat demokrasi modern dimulai di Perancis, para kapitalis menggunakan rakyat miskin yang menderita akibat kekejaman para pendeta, raja, dan bangsawan untuk menimbulkan pemberontakan.
Isi tulisan ini punya pesan sponsor hati-hati dalam memutuskan perkara dan pakailah hati dalam menjatuhkan vonis. Segalanya bisa malik piloko, ‘menjadi bumerang, kencing berdiri melawan arah angin, golok di tangan menebas leher sendiri, senjata makan tuan’.
Siapa yang harus hati-hati?
Kita semua.
Minggu, 10 Oktober 2010. http://tom-finaldin8.blogspot.com/search/label/Abu%20Bakar%20Baasyir
Terorisme Permainan
oleh Tom Finaldin
Bandung, Putera Sang Surya
Aksi-aksi teror di muka Bumi ini muncul lebih mengemuka pascapenyerangan menara kembarWorld Trade Centre di Amerika Serikat (AS). Sejak saat itu AS memproklamasikan perang terhadap teror dengan mengambil ikon musuhnya, yaitu Osama bin laden dan Al Qaeda-nya. Sungguh merupakan sebuah proklamasi yang merendahkan martabat dirinya sendiri, masa AS yang begitu besar bisa menyatakan perang terhadap Osama bin Laden. AS itu kan negara besar katanya, tetapi berperang dengan sekelompok orang yang sama sekali bukan sebuah negara. Memalukan. Hal itu memperlihatkan kelemahan AS sendiri dan membuat Osama bin Laden semakin terkenal. Apalagi sampai saat ini AS yang besar itu tidak bisa menghentikan Osama bin Laden. Memalukan.
Meskipun AS menuding Osama sebagai pelaku teror. Osama sampai saat ini tidak mengakuinya. Meskipun Osama tidak mengaku, AS berupaya keras meyakinkan dunia bahwa Osama adalah biang keroknya. Upaya AS itu nyaris berhasil meyakinkan banyak pemimpin negara dan tokoh-tokoh masyarakat dunia, terutama mereka yang berwawasan sempit dan bermental rendah yang terlalu gembira mendapatkan sejumlah uang untuk mendukung AS. Hanya orang-orang yang kuat pendirianlah yang sampai saat ini tidak bersedia untuk mengakui Osama bin Laden sebagai pelakunya, bahkan menuding bahwa upaya teror itu hanyalah merupakan sandiwara politik dan ekonomi AS beserta Yahudi, anak emasnya. Pasalnya, sampai sekarang tidak ada bukti yang kuat dan akurat yang menunjukkan bahwa Osama bin Laden dan Al Qaeda adalah otak penyerangan terhadap menara kembar WTC. Yang sekarang ada hanyalah penyebaran propaganda yang dipaksakan dan hibah-hibah yang diberikan bagi negeri-negeri yang memiliki pemimpin bermental jongos untuk mengikuti program perang AS terhadap terorisme.
Program perang AS itu pun menyeret pula Indonesia. Kita masih ingat ketika AS menawarkan UU antiteroris untuk diberlakukan di Indonesia. Saat itu Indonesia tidak segera menerimanya karena memang tidak membutuhkannya. Baik Osama, Al Qaeda, maupun kelompok-kelompok lainnya sama sekali tidak menganggu kehidupan di Indonesia.
Tidak berapa lama kemudian, terdengar peristiwa Bom Bali, Bom JW Mariott, penangkapan Abu Bakar Baasyir, dan percobaan pembunuhan terhadap Presiden Megawati. Dengan adanya aksi-aksi teror tersebut, Indonesia pun menjadi merasa perlu untuk menyusun undang-undang yang menangani aksi teror ini. Dengan demikian, terseretlah Indonesia ke dalam perang terhadap terorisme meskipun aksi-aksi teror ini tidak jelas apa tujuannya.
Banyak masyarakat yang kebingungan lalu melakukan analisa sendiri dengan hasil bahwa aksi-aksi ini didalangi oleh kepentingan tertentu yang terkait kekuasaan, baik itu politik maupun ekonomi. Kapitalis disinyalir kuat berada di balik semuanya. Dengan kata lain, terorisme ini hanyalah sebuah permainan untuk menguntungkan kepentingan tertentu dengan berkedok agama.
Sesungguhnya, banyak masyarakat yang sudah sangat muak dengan semua ini karena merasa sudah sangat telanjang bohongnya. Di kampus-kampus, di dalam berbagai diskusi, sampai di kalangan tukang becak dan tukang cukur membicarakan permainan terorisme ini. Dengan berbagai latar belakang pemahamannya, di antara mereka banyak yang menganggap bahwa aksi-aksi teror yang terjadi hanya merupakan aksi teror yang “dipelihara” untuk kepentingan tertentu.
Bom Bali, Bom JW Mariott masih menyisakan banyak pertanyaan di masyarakat. Dr. Azhari dan Nurdin M. Top juga meninggalkan kepenasaranan. Tuduhan Abu Bakar Baasyir yang tidak terbukti sebagai dalang teror membukakan mata masyarakat cerdas bahwa hal itu hanya rekayasa. Di samping itu, dengan pernah dipaksanya Ketua Muhammadiyah Syafii Maarif untuk menyatakan Abu Bakar Baasyir sebagai teroris, kemudian Syafii menolaknya dengan mengatakan bahwa dirinya tidak mau dipaksa karena tidak mau menjual bangsanya sendiri, membuat lebih terang segala sesuatu yang terjadi. Tambahan pula pengakuan dari Frederick Burks, penerjemah Amerika, bahwa dirinya pernah ikut memaksa Megawati waktu masih jadi presiden untuk menuduh Abu Bakar Baasyir sebagai benar-benar teroris. Burks mengakui hal itu karena sangat berhutang budi kepada masyarakat Indonesia. Dia sudah delapan belas tahun di Indonesia. Selama itu, masyarakat bersikap sangat baik dan ramah kepadanya. Dia jadi tidak enak melukai perasaan rakyat Indonesia. Apalagi dengan penangkapan Abu Bakar Baasyir baru-baru ini yang tidak jelas bukti-buktinya selain indikasi. Masyarakat sangat menunggu pengadilan terhadap Ustadz ini. Sangat penting untuk diingat bahwa masyarakat akan menilai dan mengadili sendiri dalam benak dan pemahamannya jika pengadilan terhadap Abu Bakar Baasyir digelar. Masyarakat tidak lagi akan mempedulikan keputusan hakim. Masyarakat akan punya pendapat sendiri. Penyebabnya adalah cari saja sendiri, masa tidak tahu. Hal itu, menunjukkan betapa lemahnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan kita.
Kalaulah aksi-aksi teror yang ada di Indonesia sekarang ditampakkan sebagai perwujudan dari keinginan untuk mendirikan Negara Islam Indonesia (NII), itu sangatlah aneh. Kalau ingin memenuhi Indonesia ini dengan aturan-aturan Islam, bukankah negeri ini sudah begitu memberikan kebebasan untuk berbicara, berpendapat, dan berorganisasi? Sebaiknya, masuki saja lembaga-lembaga legislatif dan eksekutif sesuai dengan konstitusi yang ada, lalu ubah dan sosialisasikan aturan-aturan yang dianggap islami itu. Tidak perlu melakukan teror. Itu lebih aman dan lebih terhormat.
Artinya, sangatlah aneh di dalam ruang keterbukaan yang luas ini masih ada orang-orang yang sembunyi-sembunyi untuk membentuk sistem politik sendiri. Terbuka saja asal tidak mengorganisasikan manusia untuk membuat makar.
Perlu diketahui bahwa melakukan kegiatan yang sembunyi-sembunyi di dalam alam yang penuh keterbukaan adalah perilakunya orang-orang Yahudi yang pengecut dan gemar bersembunyi. Islam sama sekali tidak mengajarkan hal itu. Ketika Mekah dikuasai orang kafir, yang sembunyi-sembunyi itu bukan untuk melakukan kontak senjata, melainkan dakwah. Ketika kontak senjata, sama sekali tidak diajarkan untuk sembunyi-sembunyi, tetapi terang-terangan. Bahkan, ketika telah menghancurkan musuh, orang-orang Islam yang berada di dalam kepemimpinan Nabi Muhammad saw merasa bangga dan mengumumkan bahwa dirinya telah melakukan hal tersebut. Hal itu disebabkan perjuangan itu merupakan salah satu bentuk ibadat. Jadi, upaya membom orang dan membunuh orang, lalu sembunyi itu kelakuannya Yahudi dan atau kapitalis yang dulu dikenal dengan ku klux klan, ‘lempar batu sembunyi tangan’. Perilaku itu sama sekali tidak pernah diajarkan Nabi Muhammad saw.
Saat ada informasi dari kapitalis bahwa akan ada pembunuhan terhadap Presiden Megawati, sangat kentara sekali gaya Amerika-nya yang dalam sejarahnya beberapa kepala negaranya mati ditembak teroris. Mereka sepertinya mau lebih meyakinkan bahwa ada teroris berbahaya yang mengancam nyawa presiden. Mereka berupaya menyiarkan kabar sesuai dengan pengalaman di negaranya sendiri. Mereka lupa bahwa Indonesia tidak memiliki sejarah itu dan tidak akan pernah menghakimi kepala negaranya seperti itu bagaimana pun busuknya dia. Mereka lupa Indonesia sangat sangat santun dan tidak brutal seperti negaranya. Mereka lupa bahwa Indonesia memiliki keluhuran dalam berinteraksi dengan pemimpinnya. Itulah yang menjadi indikasi bahwa semua itu hanya kebohongan, rekayasa.
Beberapa waktu lalu pun, Presiden SBY memperlihatkan foto orang-orang yang sedang pelatihan menembak untuk membunuh dirinya. Kelihatan sekali Amerika-nya. Bahkan, banyak orang yang tertawa meskipun tidak sampai terpingkal-pingkal. Itu sebuah informasi dusta lagi.
Mari kita berandai-andai. Katanya para teroris itu ingin mendirikan Negara Islam Indonesia. Seandainya saat itu Presiden Megawati dan atau Presiden SBY berikut seluruh kabinetnya mati ditembak teroris, tumpur, musnah, lalu tempat-tempat yang katanya kafir dibom luluh lantak, akankan Indonesia menjadi negara Islam? Akankah Indonesia menjadi Negara Islam Indonesia? Jawabanya pasti tidak akan pernah! Hal itu menunjukkan bahwa semuanya itu cuma permainan Yahudi-kapitalis yang menggunakan orang-orang berwawasan sempit untuk melakukan aksi-aksi teror untuk kepentingannya sendiri, baik itu politik maupun ekonomi.
Jadi, hentikan menerima hibah dari kapitalis, buang demokrasi, dan kembali pada jati diri Indonesia. Dengan demikian, kita akan kuat, jaya, dan masyarakat mendapat kesempatan untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensinya masing-masing dengan dukungan penuh dari negara. Yang tak kalah penting adalah negeri ini tidak akan pernah menjadi bahan permainan Yahudi-kapitalis. Insyaallah.
Meskipun AS menuding Osama sebagai pelaku teror. Osama sampai saat ini tidak mengakuinya. Meskipun Osama tidak mengaku, AS berupaya keras meyakinkan dunia bahwa Osama adalah biang keroknya. Upaya AS itu nyaris berhasil meyakinkan banyak pemimpin negara dan tokoh-tokoh masyarakat dunia, terutama mereka yang berwawasan sempit dan bermental rendah yang terlalu gembira mendapatkan sejumlah uang untuk mendukung AS. Hanya orang-orang yang kuat pendirianlah yang sampai saat ini tidak bersedia untuk mengakui Osama bin Laden sebagai pelakunya, bahkan menuding bahwa upaya teror itu hanyalah merupakan sandiwara politik dan ekonomi AS beserta Yahudi, anak emasnya. Pasalnya, sampai sekarang tidak ada bukti yang kuat dan akurat yang menunjukkan bahwa Osama bin Laden dan Al Qaeda adalah otak penyerangan terhadap menara kembar WTC. Yang sekarang ada hanyalah penyebaran propaganda yang dipaksakan dan hibah-hibah yang diberikan bagi negeri-negeri yang memiliki pemimpin bermental jongos untuk mengikuti program perang AS terhadap terorisme.
Program perang AS itu pun menyeret pula Indonesia. Kita masih ingat ketika AS menawarkan UU antiteroris untuk diberlakukan di Indonesia. Saat itu Indonesia tidak segera menerimanya karena memang tidak membutuhkannya. Baik Osama, Al Qaeda, maupun kelompok-kelompok lainnya sama sekali tidak menganggu kehidupan di Indonesia.
Tidak berapa lama kemudian, terdengar peristiwa Bom Bali, Bom JW Mariott, penangkapan Abu Bakar Baasyir, dan percobaan pembunuhan terhadap Presiden Megawati. Dengan adanya aksi-aksi teror tersebut, Indonesia pun menjadi merasa perlu untuk menyusun undang-undang yang menangani aksi teror ini. Dengan demikian, terseretlah Indonesia ke dalam perang terhadap terorisme meskipun aksi-aksi teror ini tidak jelas apa tujuannya.
Banyak masyarakat yang kebingungan lalu melakukan analisa sendiri dengan hasil bahwa aksi-aksi ini didalangi oleh kepentingan tertentu yang terkait kekuasaan, baik itu politik maupun ekonomi. Kapitalis disinyalir kuat berada di balik semuanya. Dengan kata lain, terorisme ini hanyalah sebuah permainan untuk menguntungkan kepentingan tertentu dengan berkedok agama.
Sesungguhnya, banyak masyarakat yang sudah sangat muak dengan semua ini karena merasa sudah sangat telanjang bohongnya. Di kampus-kampus, di dalam berbagai diskusi, sampai di kalangan tukang becak dan tukang cukur membicarakan permainan terorisme ini. Dengan berbagai latar belakang pemahamannya, di antara mereka banyak yang menganggap bahwa aksi-aksi teror yang terjadi hanya merupakan aksi teror yang “dipelihara” untuk kepentingan tertentu.
Bom Bali, Bom JW Mariott masih menyisakan banyak pertanyaan di masyarakat. Dr. Azhari dan Nurdin M. Top juga meninggalkan kepenasaranan. Tuduhan Abu Bakar Baasyir yang tidak terbukti sebagai dalang teror membukakan mata masyarakat cerdas bahwa hal itu hanya rekayasa. Di samping itu, dengan pernah dipaksanya Ketua Muhammadiyah Syafii Maarif untuk menyatakan Abu Bakar Baasyir sebagai teroris, kemudian Syafii menolaknya dengan mengatakan bahwa dirinya tidak mau dipaksa karena tidak mau menjual bangsanya sendiri, membuat lebih terang segala sesuatu yang terjadi. Tambahan pula pengakuan dari Frederick Burks, penerjemah Amerika, bahwa dirinya pernah ikut memaksa Megawati waktu masih jadi presiden untuk menuduh Abu Bakar Baasyir sebagai benar-benar teroris. Burks mengakui hal itu karena sangat berhutang budi kepada masyarakat Indonesia. Dia sudah delapan belas tahun di Indonesia. Selama itu, masyarakat bersikap sangat baik dan ramah kepadanya. Dia jadi tidak enak melukai perasaan rakyat Indonesia. Apalagi dengan penangkapan Abu Bakar Baasyir baru-baru ini yang tidak jelas bukti-buktinya selain indikasi. Masyarakat sangat menunggu pengadilan terhadap Ustadz ini. Sangat penting untuk diingat bahwa masyarakat akan menilai dan mengadili sendiri dalam benak dan pemahamannya jika pengadilan terhadap Abu Bakar Baasyir digelar. Masyarakat tidak lagi akan mempedulikan keputusan hakim. Masyarakat akan punya pendapat sendiri. Penyebabnya adalah cari saja sendiri, masa tidak tahu. Hal itu, menunjukkan betapa lemahnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan kita.
Kalaulah aksi-aksi teror yang ada di Indonesia sekarang ditampakkan sebagai perwujudan dari keinginan untuk mendirikan Negara Islam Indonesia (NII), itu sangatlah aneh. Kalau ingin memenuhi Indonesia ini dengan aturan-aturan Islam, bukankah negeri ini sudah begitu memberikan kebebasan untuk berbicara, berpendapat, dan berorganisasi? Sebaiknya, masuki saja lembaga-lembaga legislatif dan eksekutif sesuai dengan konstitusi yang ada, lalu ubah dan sosialisasikan aturan-aturan yang dianggap islami itu. Tidak perlu melakukan teror. Itu lebih aman dan lebih terhormat.
Artinya, sangatlah aneh di dalam ruang keterbukaan yang luas ini masih ada orang-orang yang sembunyi-sembunyi untuk membentuk sistem politik sendiri. Terbuka saja asal tidak mengorganisasikan manusia untuk membuat makar.
Perlu diketahui bahwa melakukan kegiatan yang sembunyi-sembunyi di dalam alam yang penuh keterbukaan adalah perilakunya orang-orang Yahudi yang pengecut dan gemar bersembunyi. Islam sama sekali tidak mengajarkan hal itu. Ketika Mekah dikuasai orang kafir, yang sembunyi-sembunyi itu bukan untuk melakukan kontak senjata, melainkan dakwah. Ketika kontak senjata, sama sekali tidak diajarkan untuk sembunyi-sembunyi, tetapi terang-terangan. Bahkan, ketika telah menghancurkan musuh, orang-orang Islam yang berada di dalam kepemimpinan Nabi Muhammad saw merasa bangga dan mengumumkan bahwa dirinya telah melakukan hal tersebut. Hal itu disebabkan perjuangan itu merupakan salah satu bentuk ibadat. Jadi, upaya membom orang dan membunuh orang, lalu sembunyi itu kelakuannya Yahudi dan atau kapitalis yang dulu dikenal dengan ku klux klan, ‘lempar batu sembunyi tangan’. Perilaku itu sama sekali tidak pernah diajarkan Nabi Muhammad saw.
Saat ada informasi dari kapitalis bahwa akan ada pembunuhan terhadap Presiden Megawati, sangat kentara sekali gaya Amerika-nya yang dalam sejarahnya beberapa kepala negaranya mati ditembak teroris. Mereka sepertinya mau lebih meyakinkan bahwa ada teroris berbahaya yang mengancam nyawa presiden. Mereka berupaya menyiarkan kabar sesuai dengan pengalaman di negaranya sendiri. Mereka lupa bahwa Indonesia tidak memiliki sejarah itu dan tidak akan pernah menghakimi kepala negaranya seperti itu bagaimana pun busuknya dia. Mereka lupa Indonesia sangat sangat santun dan tidak brutal seperti negaranya. Mereka lupa bahwa Indonesia memiliki keluhuran dalam berinteraksi dengan pemimpinnya. Itulah yang menjadi indikasi bahwa semua itu hanya kebohongan, rekayasa.
Beberapa waktu lalu pun, Presiden SBY memperlihatkan foto orang-orang yang sedang pelatihan menembak untuk membunuh dirinya. Kelihatan sekali Amerika-nya. Bahkan, banyak orang yang tertawa meskipun tidak sampai terpingkal-pingkal. Itu sebuah informasi dusta lagi.
Mari kita berandai-andai. Katanya para teroris itu ingin mendirikan Negara Islam Indonesia. Seandainya saat itu Presiden Megawati dan atau Presiden SBY berikut seluruh kabinetnya mati ditembak teroris, tumpur, musnah, lalu tempat-tempat yang katanya kafir dibom luluh lantak, akankan Indonesia menjadi negara Islam? Akankah Indonesia menjadi Negara Islam Indonesia? Jawabanya pasti tidak akan pernah! Hal itu menunjukkan bahwa semuanya itu cuma permainan Yahudi-kapitalis yang menggunakan orang-orang berwawasan sempit untuk melakukan aksi-aksi teror untuk kepentingannya sendiri, baik itu politik maupun ekonomi.
Jadi, hentikan menerima hibah dari kapitalis, buang demokrasi, dan kembali pada jati diri Indonesia. Dengan demikian, kita akan kuat, jaya, dan masyarakat mendapat kesempatan untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensinya masing-masing dengan dukungan penuh dari negara. Yang tak kalah penting adalah negeri ini tidak akan pernah menjadi bahan permainan Yahudi-kapitalis. Insyaallah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar