| http://zifah.multiply.com/journal/item/60 | Aug 15, '06 6:39 AM for everyone |
ADA APA DENGAN PERDA SYARI’AH?
Akhir-akhir ini sering terdengar pro-kontra tentang pemberlakuan peraturan daerah Syari’ah di tak kurang dari 37 kabupaten di Indonesia. Pro-kontra yang muncul sangat beragam sesuai dengan kepentingan masing-masing yang diemban oleh pihak tersebut. Mulai dari ‘pembenaran’ tentang hukum Islam, kedudukan hukum Perda, sampai dengan rasa pesimis maupun optimis akan keberhasilan Perda tersebut. Beragam kepentingan dan beragam pola pandang yang berujung pada perdebatan tiada henti dan tidak menyelesaikan masalah.
Perda Syari’ah berangkat dari kebutuhan peningkatan moral suatu daerah. Selama ini di Indonesia memang terbukti bahwa norma agama selalu menjadi pengendali terbaik penyimpangan moral. Dalam artian, setiap orang yang mengerti agama dan menjunjung norma agama akan selalu berusaha menghindarkan dirinya dari sikap-sikap amoral maupun tindakan penyimpangan lainnya. Kemudian, lembaga eksekutif daerah mengakomodir kepentingan moral itu dalam bentuk sebuah Peraturan Daerah dengan persetujuan lembaga legislatif daerah tersebut.
Namun tidak begitu saja Perda Syari’ah bisa dijalankan sama rata bagi semua orang. Karena dalam kenyataannya ketentuan agama islam tidak dapat diterima semua pihak, termasuk orang islam itu sendiri. Ketakutan akan ‘kejamnya’ hukum Islam selalu mengusik rasa kemanusiaan untuk mencoba mencari kebenaran tentang pantas tidaknya Perda Syari’ah diberlakukan. Ada berapa unsur permasalahan pokok dan asumsi-asumsi yang akan kita coba temukan penyebabnya disini.
Perda Syari’ah tidak demokratis dan Cacat Hukum. ???
Note:
[hukum itu apa..... Peraturan tertulis??..... Lha.... Al Qurán itu sudah tertulis, banyak pula dihafal oleh para hafizh.. Nah Cacat apanya Al Qurán, juga hadist... sejak lebih 1400 tahun lalu sudah tertulis... karena Rasulullah setiap wahyu turun... itu kemudian meminta kepada sahabat yang bisa menuliskan untuk dituliskan di ... macam2 media saat itu..... yakni kulit, tulang, pelepah kurma, kulit kayu, dan media lain.... saya tidak tahu apakah teknologi kertas sudah ada saat itu.... Seperti surat kepada raja Kisra di Persia dan raja Heraclius di Bizantium.. apakah tertulis pada sepotong kertas atau kulit.atau lainnya..???.. saya belum jelas..]
Janganlah mengira bahwa thaat kepada Allah itu sepotong-sepotong, seharusnya kafah- utuh dan menyeluruh...
Saatnya sekarang muslimin yang pintar2, berpendidikan... terutama berpendidikan barat yang selalu merasa paling hebat dan pandai , cobalah... menelaah secara akal sehat dan mengkaji fiqh Islam dengan dasar syariah... dan katanya tidak universal... atau apa lagi lasan2 yang sangat ilmiah.. atau dasar2 keilmuan yang canggih.
Cobalah... renungkan lagi.... mana kebenaran dan mana hanya nisbi... atau kebenaran nalar manusia semata... yang senantiasa berubah-ubah dan dalam pencarian ... dasar2 kebenaran... Saya kira hal itu akan terus berlangsung... secara terus menerus... dan itulah yang dikatakan kemajuan... Hmmmh... kita akan berada dalam keraguan dan diombang-ambing..
Nah... Dasar Hukum itu... bukan universal... tetapi... harusnya.. Kebenaran... untuk Keadilan... dan memberikan keyakinan..... Maka menyatunya... akal budi-akal sehat-rasa-keyakinan- sejalan dengan yang kita Imani... maka itu adalah AGAMA YANG BENAR... Itulah Islam... Itulah dasar2 ajaran syariah... itulah yang tertera dalam Kitab Suci yang utuh... Al Qur’án.
Kalau universal versi... manusia... secara umum... coba saja ada seribu manusia dan pintar2 dan para ahli hukum... mempermasalahkan satu ayat saja dalam hukum.... maka menurut aksioma... kebebasan... akan ada 1000 pendapat dengan kategori benar, reasonable secara akal.... dengan berbagai versi, contoh dan dalih..., maka seakan-akan ada 1000 kebenaran... sehingga semuanya dibiarkan menjadi kebenaran nisbi... sesuai kepentingan dan motif dan orientasi... masing2.... [kita sering melihat... para ahli2 pintar ditayangan Lawyer Club TV9... itu betapa gamblangnya ... mereka menunjukkan kepiawaian dan kepintaran mereka dalam setiap sesi...., bahkan tak kurang dari saling menyerang kawan seiring.. dengan kata2 dan cara2 yang mungkin agak enggan mendengarnya... karena terkesan subjektif dan seakan ada unsur2 vested dan mengarah memanipulasi peraturan2 yang konon adalah hasil demokrasi dan kesepakatan dengan menganut azas2 universal..... dan inilah senantiasa disebut-sebut kita sudah maju....]
Sedangkan para ahli fiqh dalam Islam, biasanya... mereka menuliskan .. dengan terlebih dahulu Dengan nama Allah Maha Pengasih Maha Penyayang... dan Memuji Keagungan dan Kemuliaan Allah, seraya memberikan salam hormat kepada Rasulullah, keluarga dan sahabat2nya...., kemudian dengan rendah hati, bahwa Penulis ini adalah hamba Allah yang dhaif...[yang humble-hina-tak berilmu-dan jauh dari niyat dan maksud mempandai-pandaikan diri.. dan seterusnya... dan selalu mohon agar dalam menguraikannya dalam jalan yang benar dan selalu diridhoi Allah Maha Pengasih... dll...
Barulah mereka menguraikan Bab demi Bab... dan permasalahannya- dasarnya-riwayat2 sebagai kodifikasi dan referensi2 yang digunakan... Maka setelah semua yang relevan disebutkan.. barulah memebrikan indikator2... dan menarik kesimpulan2... dan lalu ditetapkanlah... ayat2 mana yang paling sesuai atau relevan keapada setiap kasus dan permasalahan2... Itulah kaidah2 fiqh atau hukum dalam aplikasi syariah... [ dengan segala hormat dan penuh kerendahan hati kiranya kami mohon diluruskan apabila masih ada kekeliruan atau kekurangannya atau memang ada yang tidak relevan]......
Nah disitulah ... keterbatasan akal manusia... dan sifat2nya.... serta dalam perilaku individu dan dalam lingkungan masyarakatnya....
Maka itu Allah memberikan Hukum2nya untuk semua manusia... dan diperlakukan dengan adil... yang berarti... ditegakan secara menyeluruh kepada siapapun.... Tidak menggunakan... Kebenaran Nisbi atau Double Standard atau apapun yang menyimpang dari kemestian kaidah2nya.... tetapi kemutlakan.... Karena siapa yang thaat kepada Allah dan syariahnya... secara utuh.. maka Allah yang kan mengganjarnya kelak..... dan barangsiapa inkar maka Allah yang akan menghukumnya dengan segala kehendak dan izinNya. Inilah dasar2 keimanan..... bukan pinter2an dan soksokan... merasa paling benar dan pintar....
Kini saatnya kita khususnya umat Islam itu harus benar2 khusuk-bersikap thaat...dan patuh, tawadhu’ yang berarti rendah hati kepada Allah... Dan memohon agar benar2 mendapatkan curahan dan tambahan hidayah-‘inayah- ma’unah dan ma’rifah dari Allah dalam melaksanakan syariah Allah dengan semata-mata mohon keberkahan-kemaslahatan dan keselamatan zhahir dan batin dunia dan akhirat. Dan ridha Allah Dzat Maha Mulia Maha Adil.Maha Pengasih Maha Penyayang.....
Sesungguhnya kalau hanya pendapat manusia .. sebaik apapun.. tidak ada yang benar2 universal.... peraturan apapun.... sepanjang sejarah yang hanya pendapat manusia... adalah dusta belaka... mana ada yang universal.... Fakta... sejarah telah membuktikan... [zaman Firáun... dusta... zaman Namrud... dusta... zaman Bush.... PBB-UN Security Council... dusta... dll]
Universal itu bukan belum tentu Kebenaran.....
Demokrasi itu juga belum tentu...Kebenaran.... atau bukan pula alat Kebenaran..
Kebenaran itu adalah Allah semata adalah melalui Hidayah dari Allah... dan dengan Ilmu yang dihidayahkanNya itulah kita dapat mamahami ayat2 Allah dengan yakin.... dan menemukan Kebenaran2 itu... Itulah Rahmat... itulah.. suatu Karunia...Allah..
Bilamana dalam suatu kelompok masyarakat.. dimana semuanya suka berjudi.. atau suka melacur... atau suka minum2an keras... atau suka madat.... atau suka sesama jenis.... misalkan...., maka perbuatan2 demikian bisa saja dianggap benar-sah-dan tidak melanggar susila.... atau norma apapun... Sebab itulah kesepakatan logis dan masuk akal-demokratis... dan universal bagi kelompok masyarakat tersebut... Itulah mungkin seperti apa yang digambarkan negeri Sodom dan Gomorah... dalam Taurat...atau Qoum Luth di AlQurán ....
Tapi Allah melalui Rasulullah Luth AS... telah menyatakan bahwa perbuatan2 demikian itu adalah maksiat... artinya melanggar hukum Kebenaran... atas dasar wahyu Allah...
Oleh karena itu….. Dasar Hukum haruslah Kebenaran…. Bukan universalitas.. atau demokrasi…..
Kebenaran itu apa???....
Nah… inilah yang akan diperdebatkan oleh ahli2 filsafat…. Termasuk Gus Dur… Cak Nurcholis…. Harun Alrasyid… dan para Liberalis….atau siapapun… jagoan2 itu… Dan akhirnya kembali lagi mereka bukanlah ahli hukum… dan sesungguhnya mereka tidak akan sampai kepada hakikat Kebenaran itu…
Kebenaran itu adalah Allah Maha Benar… Maha Mengetahui… Dan Firmannya itulah Kebenaran itu… dan karena itu syariah itulah sebenarnya hukum yang adil….
Mau mencari alasan lain berdasarkan fikiran2 manusia2 lagi… Kembali manusia yang mana…. Para ahli apa… dan dari mana…. ???
Rasul2 Allah itu pilihan Allah.. bukan pilihan manusia…
Pilihan manusia senantiasa terbentur adanya keterbatasan menentukan indikator dan menelaahnya senantiasa subjektif… karena ada vested-motif-dan orientasi… yang tidak terlepas dari diri dan lingkungannya… serta konsituennya… peels dan pendukungnya.. Bahkan kalau perlu mengorbankan antek2nya… bilamana sudah tidak memberi benefit lagi… ini fakta sejarah yang selalu tampil dalam setiap episode … pergantian kekuasaan… atau apapun namanya…
Inikah yang dimaksudkan universal….??? .. Menurut hemat saya sangatlah dusta….
Karena itulah Allah memberikan penegasan pada setiap syariah dan hukum2nya…..
Ikutilah jalan Allah..jalan Kebenaran… untuk berbuat adil-maslahat-berkah-dan selamat sejahtera…… Bukan jalan Thaghut… [ya hawa nafsu atau pemikiran2 yang menyimpang dari jalan Allah, atau yang dikendalikan oleh syaithan2 yang jahat-rakus-keji-dan merusak-serta membangun kemadharatan…]
Cobalah lihat lanjutan pendapat yang tertuang di tulisan dibawah ini:
Salah satu syarat berlakunya hukum adalah universal. Sebuah hukum yang tidak universal tidak dapat diterima sebagai bentuk hukum yang notabene akan dijalankan oleh semua pihak. Dalam hal ini, Kontra Perda Syari’ah tidak dapat diterima sebagai sebuah bentuk hukum yang konstitusionil karena ternyata tidak semua orang beragama Islam. C
Note:
Inilah bukti... betapa kelirunya... sinyalemen seperti diatas ini... Umat Islam yang mana yang tidak setuju berlakunya syariah.....??? 1)Umat Islam yang ingin menganut ajaran Islam ataukah 2) Umat Islam yang memang tidak ingin menganut ajaran Islam... [ yang no 2 ini tentu... dengan berbagai dalih dan alasan2 klasik... tapi mungkin juga memang tidak ada niyatan dalam hatinya ingin menjadi Islam yang Kaffah... karena belum sepenuhnya menjadi Islam atau bisa jadi merupakan bagian dari pemain politik divide et impera para Penjajah Kriminal Internasional yang selalu dicekoki paham2 pemecah belah umat Islam atau penganut Islamophobia... dengan latar belakang... berbagai vested.... Untuk ini sudah tentu tidak akan bisa mencari kemaslahatan umat dan bangsa... karena penuh syakwasangka dan dalam hati dan jiwanya.. senantiasa bimbang dan ragu terhadap Keyakinan kepada Allah dan Rasulullah serta Ayat2 Allah dalam AlQuámul Kriem... dan walaupun banyak ayat2 kauniah lainnya membuktikan secara empiris dan ilmiah tentang Kebenaran Allah... dan ayat2Nya secara gamblang..]
Dari konteks ini ada beberapa poin yang harus kita perhatikan. Pertama, Perda Syari’ah adalah sebuah Peraturan Daerah. Maksudnya disini adalah Peraturan yang berasal, digodok, dan disetujui dan disahkan oleh Daerah tersebut. Jadi, peraturan ini digagas, disetujui dan disahkan oleh lembaga legislatif dan eksekutif daerah tersebut. Dan ini sangat demokratis sekali. Kedua, Perda tidak cacat hukum. Hal ini karena menurut UU otonomi daerah, setiap daerah bisa menentukan peraturan yang akan diberlakukan di daerahnya. Dan ini berlaku universal di daerah tersebut dengan tetap memperhatikan keberagaman. Dan biasanya, suatu Perda Syari’ah hanya akan muncul pada Daerah yang relatif berlatar belakang agama Islam homogen dan mayoritas. Tidak akan mungkin Perda Syari’ah akan muncul di Kota Jakarta. Yang ada hanya mungkin di kota Bulukumba, di Lhokseumawe, Banda Aceh, Padang atau Padangpanjang. Yang lebih aneh, masyarakat di daerah yang tidak diberlakukan Perda ini lebih cemas dari pada yang sudah menjalani. “lebih panas tadah dari gelas”. (Ingat ketika anda minum kopi ‘kan?)
Note
Seharusnya bukan Perda malahan harusnya UU Syariah itu adalah Nasional..... Cobalah baca Dekrit Presiden RI 5 Juli 1959 tatkala kembali ke UUD 1945 ... dimana menyebutkan bahwa UUD 1945 adalah dijiwai oleh Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945...
Bahwasanya Mukaddimah UUD 1945 tertanggal 22 Juni 1945 adalah hasil dari keterkaitan BPUPKI dalam menyusun Rancangan UUD 1945... yang kemudian disahkan tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, yang Pembukaannya adalah sama dan sebangun dengan Piagam Jakarta itu, hanya saja adanya perdebatan tentang tercantumya 7 kata2”kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi pemeluknya” yang kemudian dihapuskan semata-mata karena adanya tekanan politik internasional saat itu. Hal ini bukan berarti Umat Islam tidak memiliki hak melaksanakan UU syariah, dan seyogianya saat setelah kita merdeka , maka Umat Islam diberikan hak2 nya secara nyata... agar benar2 bisa berkiprah untuk amal kebajikannya sesuai kaidah2 hukum dan syariah Islam secara resmi dan terkoordinir dan terkontrol secara benar dan adil... Bukan mereka yang menentang kepentingan umat Islam yang dibela-bela sementara umat Islam dengan segala kelengkapan syariahnya malahan yang dipinggir-pinggirkan. Ini suatu yang benar2 tidak adil.
Saya yakin... dengan kiprah syariah yang kaffah dan resmi diterapkan secara utuh-benar-adil-dan terkontrol secara kenegaraan dan resmi, maka optimalisasi peran masyarakat secara Islami akan memberikan dampak yang benar2 positif dan bermanfaat secara meneyeluruh... dan Insya Allah kita secara keseluruhan akan mendapatakan keberkahan dan kemaslahan yang signifikan dan kongkrit... Amin... Semoga saja kita semuanya diberi kemudahan dan hidayah.. dalam niyatan untuk benar2 ibadah kepada Allah Dzat maha Esa [Wahidul Ahadu Shshamad]... Amin
Agama Islam tidak boleh dipaksakan, jadi tidak boleh di-Perda-kan. ???
Jujur saja, pertama kali mendengar pernyataan ini saya tertawa keras sekali sampai cecak yang biasanya ada di dinding kamar saya menghilang beberapa hari. Mungkin harus ke ahli THT. Dan sayangnya, pernyataan ini keluar dari lidah seorang cendikiawan muslim. Sejenak saya berpikir mungkin setelah ini banyak orang bisa mengklaim dirinya sebagai seorang cendikiawan muslim. Yah, karena gampang sekali untuk mendapatkan gelar cendikiawan muslim dengan pengetahuan agama yang sepertinya sangat dangkal. Mungkin berikutnya harus didefinisikan ulang tentang cendikiawan muslim. Cendikiawan muslim sepertinya sekarang adalah seorang cendikia yang beragama islam. Tapi tidak harus mengerti islam. Kata muslim hanya adalah untuk menyatakan bahwa agama sang cendikia ini adalah muslim. Halah. Sudahlah.
Note:
Masya Allah... alangkah angkuhnya ungkapan ini....dan sepertinya bisa juga ada yang keliru memahaminya,.... seberapa pandaikah ilmu yang dimiliki ini... atau seberapa hebatkan kekuatan yang sepantasnya... Mengapa dengan kepandaian dan kehebatan yang dimiliki demikian kok digunakan untuk menentang terhadap syariah Islam... yang nota bene adalah pengamalan Firman Allah.SWT... yang merupakan manifestasi kethaatan kepada Allah SWT...
Sungguh saya sangat takut akan murka Allah... Semoga saja kita senantiasa dalam naungan rahmat dan maghfirah Allah Maha Mulia dan dengan Kebenaran firmanNya dalam AlQurán sebagai dasar2 syariah Islam...
Semoga kita dalam naunganNya Sang Maha Pengasih...
Maksud sang cendikia kita adalah mengutip satu ayat di Alquran tentang agama Islam tidak boleh dipaksakan. Hal ini benar, setiap orang islam tidak boleh memaksa orang yang berkeyakinan lain untuk memeluk agama islam. Yang harus diperhatikan adalah ayat ini adalah untuk penyebaran agama.
Sedangkan untuk setiap umat islam, dalam agama islam wajib bagi mereka untuk selalu patuh dan taat pada syariat yang berlaku dalam islam itu. Kalau memang tidak harus, tidak mungkin ada yang namanya Hukum Islam. Yang namanya Hukum itu mengikat.
Nah, untuk menghindari dua hukum di satu objek hukum, dalam hal ini hukum formal mengakomodir hukum Islam didalamnya. Saya tekankan lagi, hanya di daerah-daerah tertentu saja dalam proses yang demokratis.
Note:
Sekali lagi konsep berfikir dengan Demokratis.... ??? apa itu .. Demokratis..?? Oh.. ala barbar. ..??.. sesungguhnya tidak pernah diperoleh hasil demokratis mengungkap dasar2 Kebenaran.... tidak pernah....
Berfikir secara musyawarah... mencarikan kebenaran dengan dasar2 referensi yang benar... untuk suatu Keadilan.. dengan akal sehat-ilmu yang benar dan oleh orang2 yang benar dan amanah dan open mind dan common sense dalam kebijaksanaan dengan niyat hati yang bersih.. Insya Allah...Kita mendapatkan Kebenaran itu...
Demokrasi itu bisa juga membangun kekuatan culas dan adu kekuatan secara sama rata... kadang2 tak didukung keilmuan apapun... Pokoknya menang... karena yang berpengetahuan dan yang tidak-berpengetahuan dianggap memiliki hak yang sama dalam memilih apapun..termasuk menentukan Kebenaran....!!! Demokrasi itu umunya liberal barbar..... itulah pemahaman prakstis....
Lha, yang agama lain bagaimana???
Untuk menjawab pertanyaan ini sebenarnya tidak cukup hanya penjelasan teoritis tentang tenggang rasa saja. Kita nantinya harus melihat kenyataan dari daerah yang telah melakoni Perda ini.
Biasanya, Perda Syari’ah ini tidak berlaku untuk warga daerah yang beragama lain. Contohnya saja, tentang keharusan pemakaian jilbab. Setiap yang bukan muslim tidak harus memakai jilbab itu. Ini dibebaskan. Tapi biasanya warga daerah yang tidak memakai jilbab akan memakai baju yang relatif lebih longgar kalau tidak mau dikatakan baju kurung. Hal ini adalah semata-mata solidaritas, tidak ada paksaan sedikitpun. Normalnya seperti ini. Dan jika ada penyimpangan berupa pemaksaan atau hal lainnya, berarti daerah itu sendiri telah menyimpang dari Islam itu sendiri. Karena sebenarnya tidak ada paksaan dalam norma agama untuk hal seperti ini (setahu saya. Ye....).
Note:
Hukum itu dimana tegak Kebenaran dan Keadilan ... insya Allah siapapun akan merasakan rahmatnya.... Insya Allah... Amin
Pesimis Akan Berhasilnya Perda Syari’ah ???
Selama ini kita sibuk mengkritisi setiap inovasi yang tidak lazim dilakukan. Kita harus ingat juga bahwasannya setiap yang diawali oleh niat yang baik yaitu demi meningkatkan moral bangsa selalu kita diiringi dengan doa. Termasuk untuk hal ini, kontra pasti ada, tetapi tidakkah kita bisa menghargai usaha ini? Karena kalau hanya mengandalkan yang lama Indonesia tidak lebih dari bangsa yang di-cap Amoral! Dan sayangnya sampai sekarang moral itu tak ada standar definisi yang jelas. Kapan orang dikatakan bermoral dan kapan tidak. Standarisasi?? (sepertinya harus, dan segera!!)
Note:
Nah kan kita bisa bingung sendiri... bilamana semata[mata menganut paham Kebenaran Nisbi yang berdasarkan Demokrasi...barbar...itu, memprotes sendiri... dan tak pernah sampai kepada dasar dan azasnya sendiri.... bahwa untuk menemukan Kebenaran sebagai patokan atau standar kan bingung....sendiri... Apakah ini pola pikir yang harus dianut???? Hmmh... sampai kiamat selalu dalam keraguan... kebingungan.. ketidak pastian.. dan sling adu pintar... yang tak kan pernah menemukan Kebenaran...
Maka dari itu...kembalilah kepada hati nurani yang ikhlas.. dan kiranya memohon dengan segala kerendahan hati... dan mengakui dengan kajujuran bahwa memang manusia penuh keterbatasan... dan belajar lagi... bahwa... benar2 inilah mencari Kebenaran itu...
Insya Allah dengan rahmat Allah Maha Kuasa kita akan menemukan Kebenaran dengan pemahaman common sense dan keilmuan serta open mind... bahwa Al Qur’an itulah Petunjuk-Konsepsi-Way of life bagi orang2 yang benar2 ingin terpelihara sebagai muttaqin.... Orang2 yang thaat kepada Kebenaran... kepada Allah SWT sebagai pusat segala Haq = Kebenaran....... Insya Allah... Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar