di Slavyansk, Ukraina Timur
Slavyansk, LiputanIslam.com -http://liputanislam.com/berita/tembak-menembak-kembali-terjadi-di-slavyansk-ukraina-timur/
— Tembak-menembak
kembali terjadi di kota Slavyansk, Ukraina Timur, Minggu malam (18/5).
Menurut walikota Slavyansk yang dipilih para separatis, Vyacheslav
Ponomaryov, tembak-menembak diawali oleh serangan artileri pasukan
Ukraina.
“Malam tiba dan kami dihujani tembakan lagi. Ada peluru howitzer dan
mortar yang menghantam daerah Perekop area. Para sukarelawan kami telah
bersiap-siap menghadapi,” kata Ponomaryov kepada kantor berita Interfax.
Namun Ponomaryov mengaku belum mengetahui jumlah korban akibat tembak-menembak tersebut.
Laporan terjadinya tembak-menembak juga disampaikan markas pertahanan
milisi anti-Ukraina di Slavyansk yang menyebutkan militer Ukraina telah
melancarkan serangan di beberapa wilayah di luar kota Slavyansk.
“Penduduk telah menghentikan satu konvoi militer di area Pavlograd,
Dnepropetrovsk. Ada 2 senjata howitzer dan satu peleton pasukan bersama
mereka,” kata sumber milisi kepad Interfax.
Menurut para milisi, para prajurit Ukraina mengatakan kepada penduduk
bahwa mereka terpaksa memerangi warga Ukraina timur karena takut
keluarganya akan ditahan.
Kapal Peluru Kendali AS Kembali Masuki Laut Hitam
Sementara itu dikabarkan kapal penjelajah peluru kendali AS USS Vella
Gulf dikabarkan akan memasuki perairan Laut Hitam pada tanggal 23 Mei
mendatang. Demikian keterangan dari sumber inteligen-militer kepada
kantor berita ITAR-TASS hari Senin (19/5).
“Diperkirakan Vella Gulf akan melintasi Selat Laut Hitam pada tanggal
23 Mei. Menurut informasi yang ada kapal itu akan melakukan tugas-tugas
AL AS di wilayah timur Laut Hitam,” kata sumber tersebut.
Sebenarnya kapal ini telah dijadwalkan tiba di Laut Hitam tanggal 9
Mei lalu, namun ditunda dan dikirim kembali menjelang pemilihan presiden
Ukraina tanggal 25 Mei.
Sumber tersebut menyebutkan bahwa kehadiran kapal perang ini
dimaksudkan untuk memberikan dukungan moral kepada otoritas Kiev
menghadapi krisis yang terjadi di Ukraina timur.
Berdasar Konvensi Montreux kapal-kapal perang asing (selain Rusia,
Ukraina dan negara-negara sekitar Laut Hitam) hanya diijinkan tinggal di
perairan itu selama 21 hari. Dengan demikian kapal tersebut harus sudah
meninggalkan Laut Hitam selambat-lambatnya tanggal 13 Juni mendatang.
USS Vella Gulf dilengkapi dengan sistem pertahanan udara berlapis
Aegis, rudal-rudal jelajah Tomahawk dan rudal-rudal anti-kapal selam
ASROC, serta rudal-rudal anti pesawat Standard-2 dan Standard-3. Kapal
ini juga dilengkapi 2 helikopter multiguna.
Dengan berat 9.800 ton dan panjang 172 meter serta lebar 16 meter, kapal ini mampu melaju dengan kecepatan 30 knots.(ca/voice of russia)
http://liputanislam.com/berita/pasukan-rusia-kembali-ambil-alih-markas-militer-ukraina/
(Amerika Kerahkan Kekuatan Militer)
Simferopol, LiputanIslam.com
— Sekelompok orang
bersenjata yang diyakini adalah personil militer Rusia di Krimea,
kembali menduduki sebuah pangkalan militer Ukraina di Semenanjung
Krimea, hari Jumat (7/3).
Menurut laporan media-media lokal, sepasukan militer bersenjata
dengan truk militer memasuki pangkalan udara militer Ukraina yang dihuni
oleh sekitar 100 personil militer. Setelah bernegosisasi dengan militer
Ukraina, mereka pun menguasai pangkalan itu, namun tidak ada senjata
yang dirampas. Pangkalan militer tersebut terletak di dekat Sevastopol,
kota terbesar di Krimea yang menjadi pangkalan Armada Laut Hitam Rusia.
Di sisi lain, dalam upaya “menggertak Rusia” untuk tidak melanjutkan
“ekspansi”-nya di Ukraina, Amerika telah melakukan serangkaian langkah
militer, termasuk mengirim kapal perang ke kawasan Laut Hitam.
USS Truxtun, sebuah kapal destroyer berpeluru kendali modern Amerika
dikabarkan telah melintasi Selat Bosporus, Turki, hari Jumat (7/3) untuk
bergabung dengan kapal-kapal perang Rumania dan Bulgaria melakukan
latihan militer bersama di Laut Hitam.
Kapal tersebut diawaki oleh 300 personil terlatih dan dilengkapi dengan rudal-rudal jelajah andalan Amerika, Tomahawk.
Amerika menyatakan kedatangan kapal tersebut tidak ada kaitannya
dengan krisis di Ukraina dan telah direncanakan jauh hari. Namun media
Amerika seperti “CNN” menyebut kapal tersebut merupakan “signal” bagi
Rusia.
Amerika juga telah mengirimkan 12 pesawat pembom tempur F-16 dengan
300 personil pendukungnya ke Polandia untuk melakukan latihan tempur
sebagai respon atas krisis di Ukraina.
Menhan Polandia dalam pernyataannya hari Jumat mengatakan latihan
tempur tersebut diadakan atas permintaan pemerintah Polandia, setelah
Rusia mengambil alih kendali atas Semenanjung Krimea.
Sebelumnya, pada hari Kamis (6/3) Amerika juga telah mengerahkan 6
pesawat tempur F-15 ke Lithuania sebagai respon atas “agresi Rusia atas
Ukraina”, demikian pernyataan Menhan Lithuania Juozas Olekas, hari Kamis
lalu.(ca/thehindu.com/russia today/press tv)
Oleh Bima — Rubrik Berita / Fokus —
April 22, 2014 — http://liputanislam.com/berita/genderang-perang-mulai-terdengar-di-ukraina/
LiputanIslam.com
— Bagi para pengamat internasional,
apa yang terjadi di Ukraina saat ini merupakan awal dari perang besar
yang melibatkan negara-negara terkuat di dunia. Mulai dari penambahan
dan penempatan militer Amerika dan NATO di negara-negara Eropa timur,
penumpukan pasukan Rusia di perbatasan dengan Ukraina, hingga insiden
terbang rendah pesawat-pesawat tempur Rusia di atas kapal perang Amerika
di Laut Hitam, semuanya mengindikasikan hal itu.
Dan bahwa arena terjadinya mobilisasi kekuatan militer negara-negara
besar itu di sekitar Ukraina dan Semenanjung Krimea, hal itu menjadi
pengulangan sejarah menjelang Perang Krimea di abad 19 lalu, ketika
kekuatan-kekuatan militer negara-negara besar kala itu, Inggris,
Perancis, Rusia dan Turki menumpuk di wilayah itu.
Dan akhirnya Presiden Amerika Barack Obama pun telah mengungkapkan retorika perangnya.
“Apa yang selalu saya katakan adalah bahwa setiap Rusia melakukan
langkah-langkah untuk mendestabilisasi Ukraina dan melanggar
kedaulatannya, akan ada konsekuensi-konsekuensinya. Tidak hanya ketika
Rusia telah menganeksasi Krimea secara ilegal, namun juga apa yang telah
mereka lakukan dengan mendukung milisi-milisi di Ukraina selatan dan
timur,” kata Obama minggu lalu.
“Mereka (sebenarnya) tidak ingin terlibat konfrontrasi langsung
dengan kita, karena mengerti bahwa kekuatan militer kita jauh lebih
unggul dari Rusia,” tambah Obama.
Namun, pendapat Obama tentang kekuatan militer Rusia itu dibantah secara tegas oleh para ahli militer.
“Apa yang kita lihat dan apa yang mengayun-ayun di hadapan kita
adalah adalah indikasi yang kuat bahwa Putin telah bergerak maju,” kata
Mayjend (Purn) Robert Scales sebagaimana dikutip The Washington Post, hari Senin (21/4).
Jendral Scales telah mempelajari Spetsnaz, pasukan khusus Rusia yang
terlibat dalam aksi pengambil-alihan fasilitas-fasilitas militer Ukraina
di Krimea beberapa waktu lalu. Ia pun terkesan dengan perlengkapan
militer mereka, yang menurutnya adalah hasil dari modernisasi militer
Rusia sejak tahun 2008. Tidak hanya kendaraan lapis bajanya, namun juga
perlengkapan personal mereka.
“Mereka memiliki perlengkapan yang lebih modern daripada 5 tahun
lalu. Mereka memiliki peluncur granat baru yang mengagumkan. Helm mereka
lebih baik dari helm tentara kita. Kendaraan lapis baja mereka lebih
tangguh dari milik kita. Mereka telah melakukan banyak kemajuan dan saya
terkesan olehnya,” kata Scott Traudt, seorang eksekutif di perusahaan
pembuat perlengkapan militer Green Mountain yang berbasis di Vermont,
AS.
Menurut Traudt, rompi anti peluru personil militer Rusia telah
menjadi ancaman serius bagi pasukan infantri NATO dan Ukraina, karena
mampu menahan hantaman senjata kaliber 5,56 mm. Baju lapis baja Rusia
itu kini diperkuat dengan pelapis titanium dan keramik “hard carbide
boron”.
Namun Amerika tampaknya telah bertekad bulat untuk beradu otot dengan
Rusia, sebuah rencana lama yang telah dilancarkan oleh para presiden
Amerika setelah Ronald Reagan, yaitu sejak Amerika secara agresif
mengembangkan pengaruhnya atas negara-negara Eropa Timur, termasuk
negara-negara bekas Uni Sovyet meski hal itu secara telak melanggar
kesepakatan sebelumnya dengan Rusia yang tidak menghendaki Amerika
mengepung Rusia dan menempatkan negara itu dalam posisi “terjepit”.
“Jika Ukraina terpecah belah dengan wilayah-wilayah selatan dan timur
bergabung dengan Rusia, Amerika akan merasa dipermalukan. Untuk
menghindarkan ini, Amerika pun berupaya mendorong krisis ini menjadi
perang,” kata Paul Craig Roberts, mantan editor senior Wall Street Journal dan Asisten Menkeu AS dalam artikel yang dimuat di situs thetruthseeker.co.uk, “Washington Drives The World To War”.
Craig Roberts merujuk pada kunjungan Direktur CIA ke Kiev beberapa
hari lalu, yang diikuti oleh operasi militer Ukraina di wilayah timur
Ukraina yang diberi nama “operasi anti-terorisme”. Penamaan itu sendiri
telah menunjukkan bahwa Ukraina telah bertekad untuk menghancurkan
gerakan pro-Rusia di kota-kota Ukraina timur, tidak peduli bahwa
aksi-aksi massa di Ukraina timur tidak berbeda dengan aksi-aksi yang
dilakukan rezim Ukraina saat ini, ketika menumbangkan rezim Victor
Yanukovych bulan Februari lalu.
Bagi Amerika dan Uni Eropa sendiri, apa yang mereka lakukan di
Ukraina merupakan bentuk kebijakan “standar ganda” yang teramat vulgar.
Di satu sisi mereka menganggap aksi-aksi massa melawan rezim Yanukovych
yang diwarnai pertumpahan darah sebagai “demokratis” dan “patriotis”.
Namun ketika rakyat Krimea menggelar referendum damai, mereka
menganggapnya sebagai “aksi ilegal”. Bahkan rakyat Ukraina timur yang
menuntut referendum kini disebut sebagai “teroris”.
“Washington telah kehilangan Krimea, dimana mereka bermaksud mengusir
AL Rusia dari Laut Hitam. Dan alih-alih mengakui kegagalannya merenggut
Ukraina seutuhnya, Washington justru mendorong krisis ke tingkat yang
lebih berbahaya,” tulis Robert.
Namun Rusia pun telah memberi peringatan bahwa setiap penggunaan
kekuatan senjata di Ukraina timur akan mendorong terjadinya perang sipil
dan Rusia terpaksa akan turut campur untuk melindungi warga keturunan
Rusia. Dengan apa yang telah dilakukan Rusia ketika mengirimkan pasukan
untuk melindungi wilayah protektoratnya, Ossetia Selatan, dari serangan
Georgia tahun 2008 lalu, peringatan Rusia ini sangat jauh dari sekedar
gertak sambal.
Menurut Robert, yang terbaik bagi Rusia adalah segera mengirim
pasukan ke Ukraina timur untuk mencegah wilayah itu jatuh ke tangan
Amerika dan sekutunya. Amerika dan Uni’Eropa, kata Robert, sama sekali
tidak pernah menginginkan krisis Ukraina selesai dengan damai dengan
Krimea yang telah jatuh ke tangan Rusia dan pengaruh Rusia yang masih
kuat di wilayah timur dan selatan. Dengan wilayah-wilayah tersebut yang
telah lebih dahulu jatuh ke tangan Rusia, Amerika dan NATO akan
mengalami kesulitan untuk memulai perang
“Rusia tetap akan disalahkan oleh mesin propaganda barat, baik mereka
menguasai Ukraina timur ataupun tidak. Namun jika Rusia membiarkan
wilayah itu ditindas oleh Washington, harga diri otoritas dan pemerintah
Rusia akan runtuh. Mungkin inilah yang menjadi perhitungan Washington,”
tulis Robert.
Dan dengan harga diri yang sudah jatuh, pemerintah Rusia tidak akan
sanggup bertahan dari serangan mesin propaganda dan agen-agen barat di
Rusia, terutama NGO-NGO bentukan barat yang jumlahnya ratusan.(ca/Washington Times/thetruthseeker.co.uk)
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar