Aneh, Orang Yang Tidak Mau Melakukan Seks Sebelum Nikah Dicap Konservatif
Dalam acara Metro TV semalam, 14/06/2011, Burhanuddin Muhtadi dari Lembaga Survei Indonesia membeberkan temuannya bahwa telah terjadi penurunan semangat nasionalisme yang dibarengi semangat keberislaman yang meningkat.
Kesimpulan itu didapatkan dari hasil survei "Tata Nilai, Impian, Cita-cita Pemuda Muslim di Asia Tenggara" yang diadakan oleh Goethe-Institut, The Friedrich Naumann Foundation for Freedom, Lembaga Survei Indonesia dan Merdeka Center for Opinion Research Malaysia.
Di Indonesia, survei ini diselenggarakan pada 18-26 November 2010 dengan 1496 responden berusia 15-25 tahun, dan berasal dari 33 provinsi. Hasilnya, 47,5 persen kaum muda Indonesia memandang diri mereka pertama-tama sebagai orang muslim. Sedangkan yang menganggap mereka pertama-tama orang Indonesia sebanyak 40,8 persen.
Yang menarik, anak-anak muda yang mengutamakan identitas keislamannya ini sebagian besar tinggal di perkotaan. Mereka mapan secara ekonomi dan berpendidikan sampai tingkat universitas. Sementara pemuda desa dengan status ekonomi lebih rendah justru mendominasi kelompok responden yang lebih merasa sebagai orang Indonesia lebih dulu daripada muslim.
Selanjutnya akademisi yang juga sebelumnya terlibat aktif di Jaringan Islam Liberal (JIL) ini menjelaskan bahwa anak muda kota lebih mementingkan identitas keagamaan karena bagi mereka agama adalah pegangan penting di saat situasi ekonomi dan politik mengalami keguncangan.
Memiliki akses yang lebih baik ke pendidikan dan media justru membuat pemuda kota memiliki tingkat ketidakamanan (insecurity) yang lebih tinggi dari pemuda desa, kata Burhanuddin. Sebab mereka lebih terbiasa berkompetisi dan memiliki akses informasi yang lebih komplet atas situasi-situasi politik dan ekonomi untuk menganalisis masa depan.
Agama pun kemudian menjadi aset penting kehidupan sehari-hari dalam mengatasi keresahan.
Di samping itu, Burhanuddin juga menengarai hasil survei itu menampakkan kegagalan sistem pendidikan. Perilaku orang kota yang lebih merasa sebagai orang Islam, kata Burhanuddin, berkaitan dengan sistem pendidikan yang tidak mampu menguatkan sentimen kebangsaan.
Semakin lama seseorang menuntut ilmu, semakin terpapar ia pada pendidikan agama yang mendoktrin. Kurikulum sekolah tidak cukup kuat mengajarkan identitas kebangsaan.
Pendidikan agama yang mendoktrin itu juga menghasilkan pemikiran konservatif di antara anak-anak muda Indonesia. Mereka menolak seks sebelum menikah (96,2 persen), mengonsumsi alkohol (88,7 persen), atau menjauhi bahan psikotropika halus/mariyuana (99,2 persen).
Sekitar 90,1 persen anak muda juga mengaku tidak mau menikah dengan orang beda agama. Dari 9 persen yang menjawab bersedia menikah beda agama, 69 persennya menyatakan syarat bahwa si pasangan harus pindah ke agamanya.
Meski begitu, pemikiran konservatif ini tidak sebanding dengan aktivitas keagamaan mereka. Hanya 28,7 persen responden yang mengaku selalu salat lima waktu dan hanya 10,8 persen yang membaca atau memahami Quran.
Primadona aktivitas beragama mereka adalah puasa di bulan Ramadan. Sekitar 59,6 persen responden mengaku selalu melaksanakan puasa Ramadan. “Mungkin karena setahun sekali. Dan karena pengaruh TV di bulan Ramadan itu suasananya kayak di surga,” kata Burhan berkelakar.
Untuk isu jilbab, “hanya” 38 persen responden menganggap jilbab wajib buat perempuan. Sekitar 21 persen menyatakan, pemakaian jilbab tergantung pada pribadi masing-masing, apakah hendak memakainya atau tidak.
Lalu, selain sekolah atau kursus agama di bulan Ramadan, dari mana anak-anak muda Indonesia mendapatkan pendidikan agama mereka yang mendoktrin? Ternyata, menurut Burhan, televisi adalah penyumbang terbesar porsi sumber informasi keagamaan. Posisi kedua ditempati masjid, baru keluarga. (pz/met/yahoo)
Diantara komentator diskusi itu --ada yang mengatakan bahwa Negara Islam itu membangunnya susah....atau mengaturnya susah...??? Inilah kelirunya orang2 yang tidak memamahami rahmat Allah SWT... dan syariah...
BalasHapusJustru Membangun pemerintahan yang berdasarkan Islam sangatlah mudah.... Karena ajaran syariah itu sangat fitriyah...dan sangat human being...manusiawi... sesuai kadar kepentingan manusia secara adil dan bijaksana...
Terutama dalam penegakan hukumnya Negara Islam itu jelas...karena tertuang dalam AlQur'an secara jelas, Tugas dan Kewajiban Pemerintahan- Hukum Dagang-Perjanjian/Kontrak2-Keamanan akan bisnis-[tidak boleh ada ribawi-gharar-maisir]-masyarakat dan individu menjauhkan diri adri Molimo-hukum pidana jelas-hukum keamanan nasional jelas- hukum warisan jelas-hak2 dan kewajiban suami-isteri-anak2 dan keturunan-- sikap dan perlakuan orang tua terhadap anak dan anak terhadap orang tua---kejujuran dan pemahaman Kebenaran itu sangat jelas dan gamblang--- Sehingga hukum tidak multi tafsir dan tidak disalah gunakan demi vested2 tertentu-- dan penegakan keadilan menjadi sangat transparan...integral.. Siapapun dapat diperlakukan sama didepan hukum secara riil-terbuka-dan mudah dipahami... Karena dalil2 kebenarannya jelas... dan hukum2nya jelas...[termasuk oleh rakyat awam sekalipun]...
Insya Allah jika benar2 mau diterapkan di RI ini dan di Asia Tenggara ini [ref Mukaddimah Rancangan UUD 1945 tgl 22.6.1945, ...dengan kewajiban melaksanakan syariah Islam bagi pemeluknya...] --Maka hukum syariah adalah jalan yang paling baik, benar dan maslahat..bagi segenap Rakyat dan bangsa Indonesia dan Negara2 sekitarnya di Asia Tenggara ini...
Bagi yang belum paham atau kurang yakin akan Kebenaran Allah.... maka insya Allah hidayah dan ilmunya akan mudah diperoleh..dengan pertolongan rahmat Allah Maha Mengetahui Maha Kuasa...dengan segala Kebaikan dan Kasih sayangNya...Amin...